Download - BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

Transcript
Page 1: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab II ini berisi kajian teori tentang belajar yang meliputi hakikat

belajar, teori belajar, hakikat pembelajaran, prinsip pembelajaran, model

pembelajaran. Selain itu, terdapat juga kajian pustaka mengenai proses

belajar dan hasil belajar. Bab ini juga membahas mengenai Matematika.

Terdapat ulasan mengenai model pembelajaran Problem Solving Learning

dengan Math Menu yang meliputi pengertian model pembelajaran

Problem Solving Learning dan Math Menu, alasan peneliti menggunakan

model pembelajaran Problem Solving Learning dengan Math Menu dan

sintak penerapan model pembelajaran Problem Solving Learning dengan

Math Menu. Penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan hipotesis

tindakan akan tersusun secara sistematis dalam Bab II ini.

2.1 Belajar

2.1.1 Hakikat Belajar

Menurut Hilgard dan Bower (dalam Purwanto, 2002: 84), “belajar

berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu

situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang

dalam situasi itu, perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar

kecenderungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan

sesaat, misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan sebagainya.” Menurut

Gagne (dalam Purwanto, 2002: 84), “belajar terjadi apabila suatu situasi

stimulus bersama dengan isi ingatan memengaruhi siswa sehingga

perbuatannya berubah dari waktu ke waktu sebelum ia mengalami situasi

itu ke waktu sesudah ia mengalami situasi tadi.” Menurut Travers (dalam

Suprijono, 2009: 2), “belajar adalah proses menghasilkan penyesuaian

tingkah laku.” Selain itu menurut Morgan (dalam Purwanto, 2002: 84),

“belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku

yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman.” Menurut

Page 2: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

7

Slameto, “belajar ialah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.”

Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : 15)

mendefinisikan “belajar sebagai proses menciptakan hubungan antara

sesuatu (pengetahuan) yang baru.” Sedangkan menurut Jerome Brunner

(dalam Romberg & Kaput, 1999), “belajar adalah suatu proses aktif

dimana siswa membangun (mengkonstruk) yang sudah dimilikinya.”

Secara lengkap Slavin (dalam Trianto, 2009 : 16) mendefinisikan belajar

sebagai “learning is usually defined as a change in an individual caused

by experienced. Changes caused by development (such as growing taller)

are not instances of learning. Neither are characteristics of individuals

that are present at birth (such as reflexes and respons to hunger or pain).

However, humans do so much learningfrom the day of their birth (and

some say earlier) that learning and development are inseparably linked.”

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah suatu proses dari sebuah aktivitas yang dilakukan oleh seorang

individu untuk membuat perubahan pada diri dari setiap individu, yang

awalnya belum tahu menjadi tahu, yang awalnya tidak mampu menjadi

mampu, yang awalnya belum terampil menjadi terampil, yang bisa

membuat perubahan perilaku pada diri dari setiap individu.

2.1.2 Teori Belajar

Terdapat berbagai teori belajar yang telah dikemukakan oleh para ahli,

diantaranya:

a) Teori Gestalt

Teori yang dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman ini

berpendapat bahwa yang penting dalam belajar adalah adanya

Page 3: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

8

penyesuaian pertama yang memperoleh response yang tepat untuk

memecahkan problem yang dihadapi. Menurutnya, belajar bukan

mengulangi hal-hal yang harus dipelajari tetapi mengerti atau

memperoleh insight.

Sifat-sifat belajar dengan insight ialah: (1) Insight

tergantung dari kemampuan dasar. (2) Insight

tergantung dari pengalaman masa lampau yang

relevan. (3) Insight hanya timbul apabila situasi

belajar diatur sedemikian rupa, sehingga segala

aspek yang perlu dapat diamati. (4) Insight adalah

hal yang harus dicari, tidak dapat jatuh dari langit.

(5) belajar dengan insight dapat diulangi. (6) Insight

sekali didapat dapat digunakan untuk menghadapi

situasi-situasi yang baru.

b) Teori Belajar J. Bruner

Bruner mengatakan bahwa belajar tidak untuk mengubah tingkah

laku seseorang, tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi

sedemikian rupa sehingga siswa dapat belajar lebih banyak dan

mudah. Menurutnya, seharusnya sekolah menyediakan kesempatan

bagi siswanya untuk maju dnegan cepat sesuai dengan kemampuan

masing-masing siswa dalam mata pelajaran tertentu. Di dalam

proses belajar hal terpenting yang harus dimiliki setiap siswa

adalah partisipasi aktif, untuk itu Bruner menghargai adanya

perbedaan kemampuan. Bruner berpendapat bahwa untuk

meningkatkan proses belajar kita memerlukan dengan apa yang

dinamakan lingkungan (discovery learning environment), ialah

“lingkungan dimana siswa dapat melakukan eksplorasi, penemuan-

penemuan baru yang belum dikenal atau pengertian yang mirip

dengan yang sudah diketahui.” Di dalam lingkungan tersebut, siswa

akan menemui masalah dan hambatan yang bermacam-macam

tergantung usia masing-masing (berbeda-beda). Selain itu, di dalam

lingkungan banyak hal yang dipelajari siswa dan digolongkan

menjadi:

Page 4: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

9

(1) Enactive : seperti belajar naik sepeda, yang harus

didahului dengan bermacam-macam keterampilan

motorik, (2) iconic : seperti mengenal jalan yang

menuju ke pasar, mengingat di mana bukunya yang

penting diletakkan, (3) symbolic : seperti

menggunakan kata-kata, menggunakan formula.

c) Teori Belajar Piaget

Piaget menyampaikan pendapatnya tentang perkembangan proses

belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut: (1) anak mempunyai

struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan

merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai

cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati

dunia sekitarnya. Maka memerlukan pelayanan sendiri dalam

belajar. (2) perkembangan mental pada anak melalui tahap-tahap

tertentu, menurut suatu urutan yang sama bagi semua anak. (3)

walaupun berlangsungnya tahap-tahap perkembangan itu melalui

suatu urutan tertentu, tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu

tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada anak. (4)

perkembangan mental anak dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu :

kemasakan, pengalaman, interaksi sosial, equilibration. (5) ada 3

tahap perkembangan yaitu : berpikir secara intuitif ± 4 tahun,

beroperasi secara konkret ± 7 tahun, dan beroperasi secara formal ±

11 tahun.

d) Teori dar R. Gagne

Gagne memberikan dua definisi terhadap masalah belajar, yaitu :

“belajar ialah suatu proses untuk memperoleh motivasi dalam

pengetahuan, keterampilan, kebiasaan, dan tingkah laku dan belajar

adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang diperoleh

dari instruksi.” Manusia sudah mulai belajar sejak ia dilahirkan.

Sejak bayi manusia sudah belajar untuk berinteraksi dengan

lingkungannya. Kemudian dilanjutkan dnegan mulai belajar untuk

berbicara dan menggunakan bahasa. Sebenarnya ada dua tugas

anak dalam belajar, tugas yang pertama adalah meneruskan

Page 5: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

10

sosialisasi dan tugas yang kedua adalah belajar untuk menggunakan

simbol-simbol yang menyatakan keadaan sekelilingnya. Gagne

juga menyatakan bahwa segala sesuatu yang dipelajari manusia

dapat dibagi menjadi lima kategori atau yang lebih sering disebut

sebagai “The domains of learning”, yaitu:

(1) keterampilan motoris yang memerlukan koordinasi

dari berbagai gerakan badan, misalnya melempar bola,

main tenis, mengemudi mobil, mengetik huruf R.M, dan

sebagainya. (2) informasi verbal yang dapat dijelaskan

orang melalui berbicara, menulis, menggambar; dalam

hal ini dapat dimengerti bahwa untuk mengatakan

sesuatu ini perlu inteligensi. (3) kemampuan intelektual

adalah kemampuan belajar manusia yang mengadakan

interaksi dengan dunia luar dengan menggunakan

simbol-simbol, misalnya membedakan huruf m dan n,

meyebut tanaman yang sejenis. (4) strategi kognitif

merupakan organisasi keterampilan internal yang perlu

untuk belajar mengingat dan berpikir. Kemampuan ini

berbeda dengan kemampuan intelektual karena

ditujukan ke dunia luar, dan tidak dapat dipelajari hanya

dengan berbuat satu kali serta memerlukan perbaikan-

perbaikan secara terus menerus. (5) sikap adalah

kemampuan yang tidak dapat dipelajari dengan ulang-

ulangan, tidak tergantung atau dipengaruhi oleh

hubungan verbal seperti halnya domain sikap yang lain.

Sikap ini penting dalam proses belajar, tanpa

kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik.

2.1.3 Hakikat Pembelajaran

Kamus Besar Bahasa Indonesia (2007: 17) mendefinisikan kata

“pembelajaran” berasal dari kata “ajar” yang berarti petunjuk yang

diberikan kepada orang supaya diketahui atau diturut, sedangkan

“pembelajaran” berarti proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau

makhluk hidup belajar. Menurut Kimble dan Garmezy (dalam

Pringgawidagda, 2002: 20), “pembelajaran adalah suatu perubahan

perilaku yang relatif tetap dan merupakan hasil praktik yang diulang-

ulang.” Menurut Arif Sadiman (dalam Cecep Kustandi dan Bambang

Sutjipto, 2011: 5), “pembelajaran adalah usaha-usaha yang terencana

Page 6: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

11

dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar

dalam diri siswa.” Selain itu, Rombepajung (dalam M. Thobroni: 2015:

17) berpendapat bahwa “pembelajaran adalah pemerolehan suatu mata

pelajaran atau pemerolehan suatu keterampilan melalui pelajaran,

pengalaman, atau pengajaran.” Selanjutnya menurut Trianto,

“pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang

tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat

diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan

pengalaman hidup. Dalam makna yang lebih kompleks pembelajaran

hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan

siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya)

dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Wenger (dalam Miftahul

Huda, 2013 : 2) menyatakan bahwa “pembelajaran bukanlah aktivitas,

sesuatu yang dilakukan oleh seseorang ketika ia tidak melakukan aktivitas

yang lain. Pembelajaran juga bukanlah sesuatu yang berhenti dilakukan

oleh seseorang. Lebih dari itu, pembelajaran bisa terjadi di mana saja dan

pada level yang berbeda-beda, secara individual, kolektif, ataupun sosial.”

Menurut Gagne (dalam Miftahul Huda, 2013 : 3), “pembelajaran dapat

diartikan sebagai proses modifikasi dalam kapasitas manusia yang bisa

dipertahankan dan ditingkatkan levelnya.”

Dari pendapat diatas hakikat pembelajaran adalah sebuah proses

individu melakukan sesuatu yang menghasilkan perubahan, baik itu

perubahan sikap, perubahan pola pikir, perubahan tingkah laku, perubahan

pemikiran yang lebih baik, dan perubahan kehidupan pada setiap individu.

Serta usaha untuk membelajarkan seseorang agar menghasilkan hasil

perubahan yang diharapkan.

Page 7: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

12

2.1.3 Prinsip Pembelajaran

Menurut Zaenal Arifin (2011: 182), prinsip pembelajaran terbagi

menjadi dua yaitu prinsip umum pembelajaran dan prinsip khusus

pembelajaran. Prinsip umum pembelajaran yaitu:

(1) Belajar menghasilkan perubahan perilaku peserta

didik yang relatif permanen atau tetap, (2) Peserta didik

memiliki potensi, gandrung, dan kemampuan yang

merupakan benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan, (3)

Perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh

alami linear sejalan proses kehidupan.

Prinsip khusus pembelajaran yaitu:

(1) Prinsip perhatian dan motivasi untuk siswa

merupakan dalam proses pembelajaran memiliki peranan

yang sangat penting sebagai langkah awal dalam memicu

aktivitas-aktivitas belajar.” Menurut Zaenal Arifin (2011:

183), “perhatian adalah memusatkan pikiran dan perasaan

emosional secara fisik dan psikis terhadap sesuatu yang

menjadi pusat perhatiannya.” Dari sini siswa sangat

memerlukan perhatian dari guru, agar pikirannya bisa

fokus pada pelajaran yang disampaikan guru dan

merasakan nyaman dalam menerima pelajaran. Menurut

Zaenal Arifin (2011: 183), “motivasi adalah dorongan atau

kekuatan yang dapat menggerakkan sesesorang untuk

melakukan sesuatu.” Siswa juga memerlukan motivasi,

tidak semua siswa kehidupannya baik dan kondisi

lingkungan maupun keluarga sesuai dengan umuran

mereka, maka dari itu motivasi dari guru atau dari sekolah

sangat penting bagi setiap anak didik dalam menjalani

sekolah. Menurut H.L Petri (dalam Zaenal Arifin 2011:

183), “motivation is the concept we use when we describe

the forces acting on or within an organism to initiate and

direct behavior,” (2) Prinsip keaktifan merupakan

kecenderungan psikologi saat ini menyatakan bahwa anak

adalah makhluk yang aktif. Belajar pada hakikatnya adalah

proses aktif dimana seseorang melakukan kegiatan secara

sadar untuk mengubah suatu perilaku secara tidak sadar

atau secara sadar, terjadi kegiatan merespon terhadap

setiap pembelajaran.

Page 8: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

13

Menurut gage & Berliner (dalam Zaenal Arifin 2011: 183),

“teori kognitif menyatakan bahwa belajar menunjukkan adanya

jiwa yang aktif, jiwa tidak sekadar merespons informasi, namun

jiwa mengolah dan melakukan transformasi informasi yang

diterima.” Penilaian kepada siswa secara kognitif sangat

diperlukan agar siswa benar-benar mampu merespons informasi

materi pelajaran yang disampaikan oleh guru dan dapat

menerimanya dengan baik. Sedangkan menurut Tutik Rachmawati

dan Daryanto (2015: 155), “prinsip pembelajaran adalah suatu

landasan, konsep dasar, dan sumber yang menjadikan proses

belajar yang terjadi antara pendidik dengan peserta didik lebih

dinamis dan terarah sesuai dengan tujuannya.” Dalam

penerapannya, prinsip ini memerlukan usaha guru untuk membuat

siswa bisa berinteraksi baik dengan guru selama proses

pembelajaran berlangsung dan sesuai dengan tujuan pembelajaran

yang disampaikan.

Menurut beberapa ahli pendidikan (dalam Tutik

Rachmawati dan Daryanto 2015: 155), prinsip-prinsip umum

pembelajaran yaitu:

1) Perhatian dan Motivasi

Perhatian mempunyai peranan penting dalam

kegiatan belajar, karena perhatian merupakan faktor yang

besar pengaruhnya, jika peserta didik mendapatkan

perhatian yang besar mengenai apa yang dipelajari, maka

peserta didik dapat mengarahkan dirinya sendiri pada tugas

yang diberikan. Motivasi adalah tenaga yang menggerakan

dan mengarahkan seseorang melakukan aktivitas. Motivasi

berkaitan erat dengan minat, peserta didik yang memiliki

minat pada suatu bidang studi, maka peserta didik tersebut

akan tertarik perhatiannya pada sebuah bidang studi

tersebut dan timbul rasa untuk mempelajarinya (motivasi).

2) Keaktifan

Menurut pandangan psikologi, anak adalah

makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk

Page 9: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

14

melakukan sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya

sendiri.

3) Keterlibatan Langsung/Pengalaman

Belajar harus dilakukan oleh peserta didik itu

sendiri, sehingga pembelajaran harus dibuat secara unik

dan menarik agar peserta didik dapat langsung mengikuti

proses pembelajarannya sendiri, melihat sendiri, dan

mencobanya sendiri. Sebagaimana menurut seorang filsof

China Confocius (dalam Tutik Rachmawati dan Daryanto

2015: 157), bahwa: Apa yang saya dengar, saya lupa. Apa

yang saya lihat, saya ingat.

4) Pengulangan

Mengulang salah satu faktor yang besar

pengaruhnya dalam belajar, karena dengan adanya

pengulangan “bahan yang belum begitu dikuasai serta

mudah terlupakan” akan tetap tertanam pada otak

seseorang. Teori yang menekankan prinsip pengulangan

adalah teori koneksionisme Thordike, dalam teori ini ia

mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan

hubungan antara stimulus dan respons, dan pengulangan

terhadap pengalaman-pengalaman itu memperbesar

peluang timbulnya respons benar.

5) Tantangan

Bahan belajar yang baru, inovatif, kreatif, dan

menantang akan membuat peserta didik tertantang dan

dengan sendirinya meraka akan lebih giat dan sungguh-

sungguh dalam belajar.

6) Balikan dan Penguatan

Ketika peserta didik melakukan suatu perbuatan

yang berefek baik maka mereka akan dengan sendirinya

mengulanginya lagi, dan apabila mereka melakukan

perbuatan yang berefek jelek, mereka akan dengan

sendirinya meninggalkannya. Namun, kadangkala

dorongan belajar itu tidak saja dari penguatan yang

menyenangkan tapi juga yang tidak menyenangkan, dalam

memperkuat belajar.

Dari beberapa pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa

prinsip pembelajaran adalah proses yang seharusnya

menghasilkan perubahan, seperti perubahan tingkah laku,

perubahan yang menghasilkan pencapaian kualitas, serta

pemberian perubahan yang menghasilkan perhatian dan motivasi,

Page 10: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

15

keaktifan, pengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan

penguatan secara signifikan.

2.1.4 Model Pembelajaran

Menurut Meyer, W. J. (dalam Trianto, 2009: 21), secara kaffah

“model dimaknakan sebagai suatu objek atau konsep yang digunakan

untuk merepresentasikan sesuatu hal. Sesuatu yang nyata dan dikonversi

untuk sebuah bentuk yang lebih komprehensif.” Sebagai contohnya adalah

sebuah ide yang nantinya akan menjadi sebuah karya. Sedangkan yang

dimaksud dengan model pembelajaran menurut Joyce (dalam Trianto,

2009: 22) adalah “suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan

sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelasatau

pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat

pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,

kurikulum, dan lain-lain.” Joyce juga menyatakan bahwa model

pembelajaran ini akan mengarahkan kita untuk mendesain sebuah

pembelajaran yang sedemikian rupa agar peserta didik dapat mencapai

tujuan ari pembelajaran itu. Selain itu, Soekamto, dkk (dalam Nurulwati,

2000: 10) mengemukakan bahwa yang dimaksud model pembelajaran

adalah “kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis

dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan

belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang

pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar

mengajar.” Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Eggen dan

Kauchak (dalam Trianto, 2009: 22), bahwa “model pembelajaran

memberikan kerangka dan arah bagi guru untuk mengajar.” Selanjutnya

Arends (dalam Trianto, 2009: 22) menyatakan, “the term teaching model

refers to a particular approach to instruction that includes its goals,

syntax, environment, and management system.” Istilah model

pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pembelajaran tertentu

termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem

Page 11: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

16

pengelolaannya. Menurut Kardi dan Nur (dalam Trianto, 2009: 23), model

pembelajaran memiliki ciri-ciri:

(1) rasional teoretis logis yang disusun oleh para

pencipta atau pengembangnya; (2) landasan

pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar

(tujuan pembelajaran yang akan dicapai); (3) tingkah

laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut

dapat dilaksanakan dengan berhasil, dan (4)

lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan

pembelajaran itu dapat dicapai.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud dengan model pembelajaran adalah sebuah alat yang

didesain sedemikian rupa dan disusun secara sistematis untuk sebuah

pelajaran tertentu yang digunakan untuk mencapai tujuan dari

pembelajaran itu sendiri.

2.2 Proses Belajar

2.2.1 Hakikat Proses Belajar

Menurut Bruner (dalam S. Nasution 2008: 9), dalam proses belajar

dapat dibedakan menjadi tiga fase, yakni:

(1) informasi, (2) transformasi, (3) evaluasi. Informasi,

dalam tiap pelajaran kita peroleh informasi, ada yang

menambah pengetahuan, ada yang memperhalus dan ada

yang memperdalamya, ada pula informasi yang

bertentangan dengan apa yang telah kita ketahui.

Transformasi, informasi itu harus dianalisis, diubah ke

dalam bentuk yang lebih abstrak agar dapat digunakan

untuk hal-hal yang lebih luas. Evaluasi, kita menilai

sampai manakah pengetahuan yang kita peroleh dan

transformasi itu dapat kita manfaatkan.

Manusia membutuhkan dunia untuk mengembangkan dan

melangsungkan hidupnya, menyesuaikan diri, dan berinteraksi dengan

dunia luar. Untuk itu, Purwanto (dalam Thobroni, 2015: 25-27)

menyampaikan beberapa macam cara penyesuaian diri yang dilakukan

Page 12: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

17

manusia dengan sengaja maupun tidak sengaja dan bagaimana

hubungannya dengan belajar yaitu:

(1) belajar dan kematangan, dimana kematangan itu akan

datang dengan sendirinya dan terjadi dari dalam

sedangkan belajar lebih membutuhkan kegiatan yang

disadari, suatu aktivitas, latihan-latihan, dan

konsentrasi dari yang bersangkutan dan terjadi karena

perangsangan-perangsangan dari luar; (2) belajar dan

penyesuaian diri yang juga merupakan suatu proses

yang dapat mengubah tingkah laku manusia, terdiri

atas penyesuaian diri atuoplastis atau perubahan diri

yang disesuaikan dengan lingkungan dan alloplastis

atau perubahan lingkungan yang disesuaikan dengan

kebutuhan dirinya; (3) belajar dan pengalaman adalah

suatu proses yang dapat mengubah sikap, tingkah laku,

dan pengetahuan, namun belajar dan memperoleh

pengalaman adalah hal yang berbeda dimana

mengalami sesuatu belum tentu belajar tetapi tiap-tiap

belajar berarti mengalami; (4) belajar dan bermain

yang sama-sama dapat mengubah tingkah laku, sikap,

dan pengalamannya, perbedaannya adalah jika bermain

adalah kegiatan khusus anak-anak dan tujuannya untuk

waktu itu saja, sedangkan belajar adalah sebuah

kegiatan umum yang dilakukan manusia sejak lahir

sampai mati dan tujuannya adalah untuk masa depan;

(5) belajar dan pengertian, dimana ada proses belajar

yang berlangsung dengan otomatis tanpa pengertian

tetapi ada pula pengertian yang tidak menimbulkan

proses belajar; (6) belajar dan menghafal atau

mengingat, tidak ada jaminan bahwa seseorang yang

menghafal atau mengingat adalah sedang belajar

karena untuk mengetahui sesuatu tidak cukup jika

hanya dengan menghafal sedangkan belajar adalah

menyediakan pengalaman-pengalaman untuk

menghadapi persoalan di masa depan; (7) belajar dan

latihan, walaupun sama-sama menghasilkan perubahan

tingkah laku, sikap, dan pengetahuan tetapi terdapat

pula proses belajar yang terjadi tanpa latihan dan ada

pula belajar yang hanya dengan pengertian tanpa

latihan.

Dari beberapa pengertian tersebut, hakikat proses belajar adalah

proses belajar yang dibedakan menjadi 3 fase yaitu informasi, transformasi,

dan evaluasi. Informasi sesuai dengan informasi yang diperoleh kemudian

Page 13: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

18

diperhalus dan diperdalam. Transformasi merupakan proses analisis agar

dapat digunakan untuk hal-hal yang lebih luas. Evaluasi merupakan

penilaian untuk pengetahuan yang diperoleh dan transformasi yang didapat.

Selama proses belajar itu, manusia juga membutuhkan penyesuaian diri

terhadap beberapa hal yang berkaitan dengan belajar, baik secara sengaja

maupun tidak sengaja.

2.2.2 Hasil Belajar

Menurut Suprijono (dalam M. Thobroni, 2015: 20), “hasil belajar

adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap,

apresiasi, dan keterampilan.” Berdasar pemikiran Gagne (dalam M.

Thobroni, 2015: 20-21), hasil belajar berupa:

(1) informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan

pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun

tertulis. (2) keterampilan intelektual yaitu kemampuan

mempresentasikan konsep dan lambang. (3) strategi

kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya. (4) keterampilan motorik yaitu

kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam

urusan koordinasi sehingga terwujud otomatisme gerak

jasmani. (5) sikap adalah kemampuan menerima atau

menolak objek berdasarkan penilaian terhadap objek

tersebut.

Menurut Bloom (dalam M. Thobroni, 2015: 21-22), “hasil belajar

mencakup kemampuan (1) kognitif yang mencakup knowledge,

comprehension, application, analysis, synthesis, evaluating, (2) afektif

yang mencakup receiving, responding, valuing, organization,

characterization, dan (3) psikomotorik yang mencakup initiatory, pre-

routine, rountinized, keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial,

manajerial, dan intelektual.”

UNESCO (dalam Deni Darmawan dan Permasih, 2011: 140),

“mengemukakan empat pilar hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai

oleh pendidikan, yaitu learning to know, learning to be, learning to life

Page 14: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

19

together, dan learning to do.” Siswa sangat perlu belajar untuk tahu segala

hal, belajar untuk menjadi yang diinginkan, belajar untuk hidup bersama

yang lain, dan belajar untuk melakukan sesuatu yang diinginkan (aktif).

Menurut Bloom (dalam Deni Darmawan dan Permasih, 2011: 140),

“menyebutnya dengan tiga ranah hasil belajar, yaitu kognitif, afektif, dan

psikomotor. Aspek kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu, (1)

Pengetahuan, (2) Pemahaman, (3) Pengertian, (4) Aplikasi, (5) Analisis, (6)

Sintesis, dan yang terakhir sebagai tambahan ada evaluasi.”

Selain itu, menurut Lindgren (dalam M. Thobroni, 2015: 22), “hasil

pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud hasil belajar

adalah sebuah produk yang dihasilkan manusia melalui sebuah proses yang

dinamakan belajar.

Sudjana (2005: 34) menyebutkan bahwa “hasil belajar siswa pada

hakikatnya adalah perubahan mencakup bidang kognitif, afektif, dan

psikomotoris yang berorientasi pada proses belajar mengajar yang dialami

siswa.” Maksudnya adalah perubahan signifikan yang dialami oleh siswa

yang meliputi kognitif (pengetahuan), afektif (sikap), dan psikomotor

(keterampilan) didapat setelah adanya proses pembelajaran.

Proses perubahan belajar dapat terjadi dari yang paling sederhana

sampai yang paling kompleks, yang bersifat pemecahan masalah, dan

pentingnya peranan kepribadian dalam proses serta hasil belajar. Variasi

dalam Cognitive Entry Behaviours, Afektif Entry Characteristic, dan

kualitas pengajaran menentukan hasil belajar, variabel kualitas pengajaran

yang tercemin dalam penyajian bahan petunjuk latihan (tes formatif),

proses balikan, dan perbaikan penguatan partisipasi siswa harus sesuai

dengan kebutuhan siswa, oleh Bloom (dalam Max Darsono, 1989: 88,

dalam Deni Darmawan dan Permasih, 2011: 140). Secara umum, menurut

Page 15: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

20

Deni Darmawan dan Permasih(2011: 140), hasil belajar dipengaruhi oleh

faktor internal dan faktor eksternal, yaitu:

Faktor internal yaitu, 1) Faktor fisiologis yang bersifat

bawaan yang diperoleh dari mendengar, melihat, cacat

tubuh, dan lain-lain, 2) Faktor psikologis bersifat

keturunan yang terdiri atas faktor intelektual: faktor

potensial yaitu inteligensi dan bakat, dan faktor non-

intelektual yaitu kecakapan nyata dan prestasi, 3) Faktor

kematangan baik fisik maupun psikis yang tergolong faktor

eksternal seperti faktor sosial, faktor budaya, faktor

lingkungan fisik, dan faktor spiritual.

Selama proses belajar mengajar tentu tidak selalu berjalan dengan

lancar, tetapi ada pula masalah-masalah yang muncul. Masalah belajar

adalah masalah bagi setiap manusia, dengan belajar manusia akan

memperoleh keterampilan, kemampuan sehingga terbentuklah sikap dan

bertambahnya ilmu pengetahuan. Jadi hasil belajar itu adalah suatu hasil

nyata yang dicapai oleh siswa dalam usaha menguasai kecakapan jasmani

dan rohani di sekolah yang diwujudkan dalam bentuk raport pada tiap

semester.

Untuk mengetahui perkembangan hasil yang telah dicapai oleh

seseorang dalam belajar maka harus dilakukan evaluasi. Untuk menentukan

kemajuan yang dicapai maka harus ada kriteria (patokan) yang mengacu

pada tujuan yang telah ditentukan sehingga dapat diketahui seberapa besar

pengaruh strategi belajar mengajar yang telah diterapkan terhadap

keberhasilan belajar siswa. Hasil belajar siswa menurut W.Winkel (dalam

Psikologi Pengajaran 1989: 82) adalah “keberhasilan yang dicapai oleh

siswa, yaitu prestasi belajar siswa di sekolah yang diwujudkan dalam

bentuk angka.” Selain itu, Purwanto (2010: 46) mendefinisikan hasil

belajar sebagai “pencapaian tujuan pendidikan pada siswa yang mengikuti

proses belajar mengajar.” Hasil belajar merupakan realisasi tercapainya

pendidikan, sehingga hasil yang diukur sangat tergantung pada tujuan

pendidikan.

Page 16: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

21

Meurut Winarno Surakhmad (dalam Interaksi Belajar Mengajar,

1980: 25), “hasil belajar siswa bagi kebanyakan orang berarti ulangan,

ujian, atau tes.” Maksud ulangan tersebut ialah untuk memperoleh suatu

indek dalam menentukan keberhasilan siswa. Jadi kesimpulannya, hasil

belajar adalah prestasi belajar yang dicapai oleh siwa melalui proses

kegiatan belajar mengajar dengan membawa suatu perubahan dan

pembentukan tingkah laku seseorang. Suatu proses belajar mengajar bisa

dikatakan berhasil maupun tidak, hal ini dikarenakan setiap guru

mempunyai pandangan yang berbeda-beda yang sejalan dengan prinsipnya

masing-masing. Namun untuk menyamakan persepsinya, sebaiknya kita

berpedoman pada kurikulum yang sudah berlaku saat ini. Intinya adalah

suatu proses belajar mengajar tentang suatu bahan pembelajaran dapat

dinyatakan berhasil apabila tujuan pembelajaran khususnya tercapai atau

terpenuhi.

Untuk mengetahui tercapai atau tidaknya suatu tujuan pembelajaran

khusus, guru perlu mengadakan tes formatif pada setiap akan menyajikan

suatu bahasan kepada siswa. Penilaian tes formatif ini untuk mengetahui

sejauh mana siswa telah menguasai tujuan pembelajaran khusus yang ingin

dicapai. Jadi fungsi penelitian ini adalah untuk memberikan umpan balik

kepada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan

melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil. Karena

itulah, suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya

memenuhi tujuan pembelajaran khusus dari bahan tersebut.

2.3 Matematika

Kata matematika berasal dari bahasa Latin mathematika, awalnya

diambil dari bahasa Yunani mathematike yang artinya mempelajari.

Mathematika berasal dari kata mathema yang berarti pengetahuan atau

ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan

kata lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya

Page 17: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

22

belajar (berpikir). Berdasarkan asal katanya, matematika berarti ilmu

pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih

menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan

dari hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena

pikiran-pikiran manusia, yang berhungan dengan ide, proses, dan

penalaran (Ruseffendi, 1980)

Menurut Sukayati (2009) Matematika merupakan disiplin ilmu

yang mempunyai sifat khas bila dibandingkan dengan disiplin ilmu yang

lain. Secara singkat dikatakan bahwa matematika berkenaan dengan ide-

ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan

penalarannya deduktif. Hal yang demikian tentu akan membawa akibat

pada terjadinya proses pembelajaran matematika.

Plato (dalam Abdul Halim Fathani, 2009) berpendapat bahwa

matematika adalah identik dengan filsafat untuk ahli pikir, walaupun

mereka mengatakan bahwa matematika harus dipelajari untuk keperluan

lain. Objek matematika ada di dunia nyata, tetapi terpisah dari akal. Ia

mengadakan perbedaan antara aritmatika (teori bilangan) dan logistik

(teknik berhitung) yang diperlukan orang. Dengan demikian, matematika

ditingkatkan menjadi mental abstrak pada objek-objek yang ada secara

lahiriah, tetapi yang ada hanya mempunyai representasi yang bermakna.

2.4 Problem Solving Learning berbantuan Math Menu

2.4.1 Pengertian Problem Solving Learning

Hanlie Murray, Alwyn Olivier, dan Piet Human (1998: 169)

menjelaskan bahwa “Pembelajaran Penyelesain Masalah (Problem Solving

Learning/PSL) merupakan salah satu dasar teoretis dari berbagai strategi

pembelajaran yang menjadikan masalah (problem) sebagai isu utamanya,

termasuk juga Problem Based Learning dan Problem Posing Learning.”

Menurut mereka, pembelajaran muncul ketika siswa bergumul dengan

masalah-masalah yang tidak ada metode rutin untuk menyelesaikannya.

Page 18: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

23

Masalah, dengan demikian, harus disajikan pertama kali sebelum metode

solusinya. Guru seharusnya tidak terlalu ikut campur ketika siswa sedang

mencoba menyelesaikan masalah. Malahan, guru sebaiknya mendorong

siswa untuk membandingkan metode-metode satu sama lain,

mendiskusikan masalah tersebut, dan seterusnya. Inti dari PSL adalah

praktik. Semakin sering melakukan praktik, semakin mudah siswa

menyelesaikan masalah.

2.4.2 Alasan peneliti menggunakan Problem Solving Learning

Peneliti menggunakan Problem Solving Learning karena alasan

sebagai berikut:

a. Problem Solving Learning dapat menjadi metode yang bisa memenuhi

tujuan Satuan Pendidikan SD yang tercantum pada kurikulum 2013

yaitu mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan

hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,

kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.

b. Penggunaan Problem Solving Learning dianggap akan membuat

efektif karena sifat metode Problem Solving Learning yang berpusat

pada siswa diduga akan lebih efektif karena siswa kelas 2 lebih aktif,

mandiri dan sudah bisa bertanggung jawab atas tugas yang diberikan

guru pada mereka. Peran guru disini nantinya adalah hanya sebagai

pelatih/mentor/fasilitator saja.

c. Siswa merasa jenuh dengan pengajaran Matematika yang terkesan

monoton, membosankan dan sulit. Problem Solving Learning dinilai

tidak akan membuat siswa merasa bosan karena mereka nantinya

tidak hanya akan menemukan konsep pembelajaran tersebut melalui

berbagai macam kegiatan yang inovatif sehingga Matematika

terkemas kedalam kondisi yang menyenangkan.

Page 19: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

24

d. Problem Solving Learning merupakan metode pembelajaran

pemecahan masalah, namun sayangnya sekolah-sekolah yang masih

menggunakan KTSP sebagai kurikulumnya merasa janggal dalam

mengaplikasikannya padahal jika dicermati sebenarnya baik KTSP

maupun kurikulum 2013 mengacu pada masalah pembelajaran yang

ada.

e. Keunggulan Problem Solving Learning adalah siswa mencari konsep

atau topik secara mandiri, jadi siswa dapat terus mengingat apa yang

telah mereka temukan sendiri tanpa harus menghafal lagi.

f. Kelemahan Problem Solving Learning adalah:

1. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama.

2. Guru tidak dapat mengetahui kemampuan siswa masing-masing.

3. Siswa kurang konsentrasi.

2.4.3 Penerapan Problem Solving Learning

Karakter utama dari Problem Solving Learning adalah

proses/produk sebagai hasil akhir pembelajaran, oleh Yohana Setiawan

(2014: 20). Menurut Yohana Setiawan (2014: 20), “guru sebaiknya

mampu memberikan motivasi kepada siswa dalam menentukan proyek apa

yang akan siswa lakukan agar siswa tertarik mengerjakan proyek dan tidak

merasa bosan.” Selain itu, proyek harus memenuhi tujuan pembelajaran

yang tentunya sesuai dengan kompetensi dasar, materi dan hasil belajar

yang ingin dicapai siswa. Berikut ini sintaks pelaksanaan Problem Solving

Learning:

a. Guru membuat daftar kegiatan yaitu mengenai pelajaran yang dibahas

dan dijelaskan ke siswa.

b. Guru mengisi daftar kegiatan tersebut dengan menggunakan banyak

aktivitas-aktivitas pemecahan masalah yang menyenangkan.

Page 20: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

25

c. Guru menjelaskan secara runtut, diawali dari apa saja yang ada pada

daftar kegiatan, apa yang harus mereka kerjakan, dan bagaimana

mereka harus menyelesaikannya.

d. Guru berjalan-jalan dari satu aktivitas ke aktivitas yang lain untuk

mengecek.

2.4.4 Pengertian Math Menu

Sebuah artikel menyebutkan bahwa “Math Menu is a menu is a

collection of problem-solving activities that provide class work for one or

more weeks. The activities are organized around a particular

mathematical focus and often are continuations or extensions of activities

introduced in whole class lessons.” Jadi Math Menu atau yang dalam

Bahasa Indonesia bisa kita artikan dengan Daftar Matematika adalah

sebuah daftar dari sekumpulan aktivitas pemecahan masalah yang

disediakan di kelas dan bisa dikerjakan selama satu minggu atau lebih.

Aktivitas tersebut disusun tentang fokus matematika yang biasanya dan

sering berkelanjutan atau aktivitas tambahannya diperkenalkan pada

pembelajaran di kelas.

2.4.5 Alasan peneliti menggunakan Math Menu

Peneliti menggunakan bantuan Math Menu karena alasan sebagai

berikut:

a. Math Menu dapat menjadi media yang sesuai dengan langkah

pembelajaran scientific yang saat ini sedang ingin diterapkan di

Indonesia.

b. Penggunaan Math Menu dianggap akan membuat efektif karena

berpusat pada siswa dan diduga akan lebih efektif. Peran guru disini

nantinya adalah hanya sebagai pelatih/mentor/fasilitator saja.

c. Siswa merasa jenuh dengan pengajaran Matematika yang terkesan

monoton, membosankan dan sulit. Math Menu dinilai tidak akan

Page 21: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

26

membuat siswa merasa bosan karena mereka nantinya tidak akan

merasa seperti sedang belajar matematika.

d. Keunggulan Math Menu adalah siswa mempelajari hal baru secara

mandiri mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang

menyenangkan.

e. Kelemahan Math Menu adalah:

1. Proses pembelajaran membutuhkan waktu yang lama karena

terkadang siswa harus mengantri untuk menyelesaikan salah satu

tugas dari daftar.

2. Guru tidak dapat mengetahui masing-masing kemampuan dari

siswa.

3. Siswa kurang konsentrasi.

4. Suasana kelas cenderung ramai karena siswa berpindah-pindah

dari satu tempat ke tempat yang lain.

2.4.6 Penerapan Math Menu

Karakter utama dari Math Menu adalah proses/produk sebagai hasil

akhir pembelajaran. Jadi sebaiknya guru bisa lebih memotivasi siswa

untuk lebih percaya diri dalam menyampaikan cara/metode yang ia

temukan pada saat mengerjakan Math Menu. Selain itu, proyek harus

memenuhi tujuan pembelajaran yang tentunya sesuai dengan kompetensi

dasar, materi dan hasil belajar yang ingin dicapai siswa. Berikut ini sintaks

pelaksanaan Math Menu:

1. Guru membuat Math Menu atau Daftar Tugas Matematika yang akan

dikerjakan siswa.

2. Satu daftar ini akan berisi banyak tugas yang harus dikerjakan siswa

dan berhubungan dengan materi yang dipelajari pada tema.

3. Guru menyiapkan tempat, alat, dan bahan yang nantinya akan

digunakan siswa untuk menyelesaikan daftarnya.

4. Guru membagikan Math Menu tersebut dan mulai menjelaskan kepada

siswa.

Page 22: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

27

5. Siswa memulai untuk menyelesaikan tugas-tugas dalam Math Menu

mereka.

6. Setelah selesai melakukan salah satu dari tugas yang ada pada daftar,

siswa harus menunjukkan kepada guru terlebih dahulu kemudian

meminta tanda tangan sebelum berganti ke tugas yang lain.

7. Setelah semua selesai, siswa akan meulis tentang apa yang telah

mereka pelajari melalui Math Menu.

2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan oleh Suroso dan Ika Purwati pada tahun

2014 pada siswa kelas 4 SD Negeri Ketundan 2 semester 2 Tahun

Pelajaran 2013/2014 dengan judul “Upaya Peningkatan Hasil Belajar

Matematika Melalui Model Problem Solving Learning pada Siswa Kelas 4

SD Negeri Ketundan 2 Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Semester II

Tahun Pelajaran 2013/2014”, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa

kelas 4 SD Negeri Ketundan 2 Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

rendah. Hal ini disebabkan karena lemahnya proses pembelajaran yang ada

di kelas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model

pembelajaran problem solving learning pada mata pelajaran Matematika

kelas 4 SD Negeri Ketundan 2 Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang

Tahun Pelajaran 2013/2014 terbukti dapat meningkatkan hasil belajar yang

diperoleh siswa. Untuk hasil belajar matematika pada siswa SDN

Ketundan 2 Semester II Tahun Pelajaran 2013/2014 terjadi peningkatan

lebih baik untuk pelajaran matematika. Prasiklus siswa yang tuntas 55%.

Pada siklus 1 siswa yang tuntas 65% dan yang tidak tuntas 35%.

Sedangkan pada siklus 2, siswa yang tuntas 95% dan yang tidak tuntas 5%.

Ketuntasan hasil belajar pada aktivitas belajar siswa dari prasiklus naik

10% ke siklus 1. Ketuntasan hasil belajar pada aktivitas belajar siswa

mengalami kenaikan 30% dari siklus 1 ke siklus 2. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa penerapan model problem solving learning dapat

Page 23: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

28

meningkatkan hasil belajar matematika pada siswa kelas 4 SDN Ketundan

II Tahun Pelajaran 2013/2014.

Penelitian senada dilakukan oleh Petra Kristi Mulyani dan Samijo

dengan judul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Mata

Pelajaran Matematika dengan Metode Problem Solving di Kelas III SD

Negeri Sawangan 01 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang pada

Semester II Tahun 2011-2012” Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui hasil belajar Matematika melalui model Problem Solving

Learning bagi siswa kelas 4 semester 2 SD Negeri Sawangan 01

Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang pada Semester II Tahun 2011-

2012. Menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas 4 SD Negeri

Sawangan 01 Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang pada Semester II

Tahun 2011-2012 rendah, hal ini disebabkan penggunaan model dan

metode pembelajaran monoton, sehingga siswa merasa bosan dan enggan

untuk mengikuti pelajaran, selain itu disebabkan juga oleh kurangnya

pemanfaatan media pembelajaran sehingga siswa kurang tertarik

mengikuti kegiatan belajar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

penerapan model pembelajaran Problem Solving Learning pada mata

pelajaran Matematika kelas 4 SD Negeri Sawangan 01 Kecamatan

Gringsing Kabupaten Batang pada Semester II Tahun 2011-2012, terbukti

dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Sedangkan penelitian yang penulis lakukan saat ini, penelitian

dilakukan pada tahun 2017 pada siswa kelas 2 SD Negeri Kenteng 01

Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen Semester I Tahun Ajaran

2017/2018 dengan judul, “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika

Melalui Model Pembelajaran Problem Solving Learning Berbantuan Math

Menu Pada Siswa Kelas 2 Sekolah Dasar Negeri Kenteng 01 Semester I

Tahun Ajaran 2017/2018”, menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas 2

SD Negeri Kenteng 01 Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen Semester

I Tahun Ajaran 2017/2018 rendah, hal ini tampak dari dominasi guru

Page 24: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

29

dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih bersifat pasif, guru

menggunakan metode ceramah, sehingga mengaktifkan guru, sehingga

siswa lebih banyak menunggu sajian guru daripada mencari, menemukan

sendiri pengetahuan atau sikap dalam pembelajaran Matematika, dan

melakukan praktik. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan

model pembelajaran Problem Solving Learning pada mata pelajaran

Matematika kelas 2 SD Negeri Kenteng 01 Kecamatan Sempor Kabupaten

Kebumen Semester I Tahun Ajaran 2017/2018, dan siswa kelas 2 SD

Negeri Kenteng 01 Kecamatan Sempor Kabupaten Kebumen Semester I

Tahun Ajaran 2017/2018 terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

2.6 Kerangka Pikir

Kegiatan pembelajaran merupakan proses komunikasi dan interaksi

antara guru dan siswa. Guru harus dapat menciptakan suasana belajar yang

memberikan kemudahan untuk siswa serta siswa mampu menerima yang

telah dijelaskan oleh guru. Guru menggunakan metode pembelajaran yang

monoton yaitu ceramah. Siswa hanya melihat, memperhatikan, dan

mendengarkan guru menjelaskan materi, sehingga membuat siswa lebih

banyak diam karena mengantuk dan tidak terlalu berkonsentrasi. Pada

kondisi seperti ini, siswa ketika diberi pertanyaan atau tes, hasil yang

diperoleh masih banyak dibawah KKM.

Kondisi seperti ini memerlukan suatu perbaikan, salah satunya

yaitu dengan menggunakan model pembelajaran yang dapat meningkatkan

hasil belajar siswa yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Problem

Solving Learning. Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe

Problem Solving Learning adalah:

1. Membagi daftar kegiatan aktivitas yang harus diselesaikan oleh siswa.

2. Membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dan mengarahkannya

untuk menuju ke kegiatan-kegiatan pemecahan masalah, hal ini

dilakukan agar siswa tidak menumpuk pada salah satu kegiatan saja.

Page 25: BAB II KAJIAN PUSTAKA - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/15871/2/T1_292013514_BAB II... · Selanjutnya Anthony Robbins (dalam Trianto, 2009 : ... maka dari

30

3. Siswa bekerja secara individu untuk menyelesaikan daftar kegiatannya

masing-masing.

4. Siswa yang telah menyelesaikan satu kegiatan harus menemui guru

untuk meminta tanda bahwa ia sudah mengerjakan kegiatan itu.

5. Setelah semua siswa selesai melakukan semua kegiatan yang ada dalam

daftar, siswa kembali ke tempat duduk masing-masing dan

mendiskusikan apa yang telah mereka kerjakan.

6. Mengecek konsep-konsep yang ditemukan oleh siswa dan meluruskan

jika ada kesalahpahaman konsep.

2.7 Hipotesis Tindakan

Dengan penggunaan model Problem Solving Learning Berbantuan

Math Menu ini, diduga terjadi peningkatan presentasi siswa tuntas KKM

dan siswa menjadi lebih positif atau menjadi sangat baik terhadap

Matematika. Adapun indikator kinerjanya adalah:

a) Guru terampil mengelola proses pembelajaran Matematika dengan

menggunakan metode Problem Solving Learning berbantuan Math

Menu.

b) Terjadi perubahan hasil belajar siswa selama mengikuti pelajaran

Matematika yang ditandai dengan aktivitas siswa yang dapat dilihat

pada lembar penilaian observasi siswa.

c) Siswa kelas 2 SD Negeri Kenteng 01 Sempor mengalami ketuntasan

belajar dalam pelajaran Matematika.