8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pengertian Pelaksanaan Program Pengertian Pelaksanaan Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI), pelaksanaan adalah proses, cara, perbuatan
melaksanakan (rancangan, keputusan, dsb). Pelaksanaan adalah
tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana yang sudah disusun
secara matang dan terperinci, implementasi biasanya dilakukan
setelah perencanaan sudah dianggap siap. Secara sederhana
pelaksanaan bisa diartikan penerapan.1
Keberhasilan dalam pelaksanaan pendidikan dipengaruhi oleh
profesionalitas atau kompetensi guru yang menyampaikan materi.
Agar pelaksanaan pembelajaran dapat berjalan dengan optimal, maka
metode pembelajaran harus dipilih dan dikembangkan sehingga dapat
meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.2
Program adalah suatu unit atau suatu kesatuan kegiatan maka
program merupakan sebuah sistem, yaitu rangkaian kegiatan yang
dilakukan bukan hanya satu kali tetapi berkesinambungan.3
Menurut Shaifuddin Anshari, program adalah daftar terinci
mengenai acara dan usaha yang akan dilaksanakan. Berbeda dengan
Wiryanto Dewobroto, program adalah hasil penyusunan detail
langkah-langkah solusi (algoritma) masalah tersebut.4
Jadi program adalah sederetan kegiatan yang akan dilakukan
untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
Oleh karena itu suatu program merupakan kegiatan yang
direncanakan maka tentu saja perencanaan itu diarahkan pada
pencapaian tujuan.5
Program ditinjau arti berbagai aspek, yakni tujuan, jenis,
jangka waktu, luas, sempitnya, pelaksana, sifatnya dan sebagainya.6
1https://repository.widyatama.ac.id/xmlui/bitstream/handle/123456789/7241/Bab%202.pdf?seq
uence=10, 24/05/2019, 14:45 pm 2 Subyantoro, Pelaksanaan Pendidikan Agama, (Semarang: Balai Penelitian dan
Pengembangan Agama Semarang, 2010), 127. 3 Suharsimi Arikunto, DKK, Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004),
3. 4http://www.spengetahuan.com/2016/06/10-pengertian-program-menurut-para-ahli-
lengkap.html 1 okt 2017 2:06 pm. 5 Suharsimi Arikunto, DKK, Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004),
1. 6 Suharsimi Arikunto, DKK, Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004),
2
9
1) Ditinjau dari tujuan, ada program yang kegiatannya bertujuan
mencari keuntungan (kegiatan komersial) dan ada yang bertujuan
sukarela (kegiatan sosial).
2) Ditinjau dari jenis, ada program pendidikan.
3) Ditinjau dari jangka waktu, ada program berjangka pendek,
jangka menengah, dan jangka panjang.
4) Ditinjau dari keluasannya, ada program sempit, hanya
menyangkut variabel yang terbatas. Dan program luas,
menyangkut banyak variabel.
5) Ditinjau dari pelaksana, maka program kecil yang hanya
dilaksanakan oleh beberapa orang, dan program besar yang
dilaksanakan oleh berpuluh, bahkan beratus orang.
6) Ditinjau dari sifatnya, ada program penting adalah program yang
dampaknya menyangkut nasib mengenai hal yang vital,
sedangkan program kurang penting adalah sebaliknya.
Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan
program.7
Menurut Cronbach dan Stufflebeam, evaluasi program adalah
upaya menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil
keputusan.8
Melakukan evaluasi program adalah kegiatan yang
dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan
dari kegiatan yang direncanakan (Suharsimi Arikunto, 1993: 297).
Beberapa pendapat diatas, dapat dikatakan bahwa evaluasi
program merupakan proses pengumpulan data atau informasi yang
ilmiah yang hasilnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
bagi pengambil keputusan dalam menentukan alternatif kebijakan.9
Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
pelaksanaan program bina keagamaan merupakan bentuk kegiatan
pengkajian Agama Islam yang menyatu dan diwujudkan dalam
bentuk pengajian rutin siswa di kelas sebelum jam pelajaran dimulai
seperti membaca juz amma, membaca yasin dan tahlil bersama serta
sholat fardlu dzuhur setelah jam pelajaran berakhir yang dilaksanakan
dimusholla. bentuk kegiatan ini untuk meningkatkan diri menuju
manusia berkarakter.
7 https://eprints.uny.ac.id/7772/3/BAB%202%20-%2010511247003.pdf 24/5/2019 14:41 pm 8 Suharsimi Arikunto, DKK, Evaluasi Program Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), 9 https://eprints.uny.ac.id/7772/3/BAB%202%20-%2010511247003.pdf 24/5/2019 14:41pm
10
2. Kegiatan Bina Keagamaan Program Bina keagamaan adalah program kegiatan
Unggulan berbasis Keagamaan yang diselenggarakan MI NU
Miftahul Ulum 02 di sebelum jam pelajaran dalam rangka
memberikan arahan bagi peserta didik untuk dapat mengamalkan
ajaran agama yang diperolehnya melalui kegiatan belajar dikelas
serta untuk mendorong pembentukan pribadi peserta didik dan
penanaman nilai-nilai agama dan akhlakul karimah peserta didik.
Kegiatan bina keagamaan ini dilakukan setiap hari sebelum
jam pelajaran dimulai di kelas masing-masing.
Dalam setiap program kegiatan yang dilakukan, tidak
terlepas dari aspek tujuan. Begitu pula program bina keagamaan ini
bertujuan secara umum adalah menghendaki peserta didik menjadi
Insan Kamil, agar setiap peserta didiknya memiliki akhlakul
karimah dan memiliki keimanan serta ketaqwaan kepada Allah
SWT, serta program ini sebagai penyempurna dari tujuan
pendidikan islam dan aktualisasi materi pembelajaran keagamaan.
Adapun kegiatan bina keagamaan ini diisi dengan kegiatan :
a. membaca juz AMMA
b. Membaca surat yasiin
c. tahlil bersama yang dipimpin oleh guru kelas,
Tujuan tahlil ini adalah :
1) dapat menyambung dan mempererat tali silaturrahmi antara
para undangan dengan keluarga almarhum/almarhumah.
2) Meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat oleh
almarhum/almarhumah.
3) Sebagai sarana penyelesaian terhadap hak-hak dan kewajiban-
kewajiban almarhum/almarhumah terhadap orang-orang yang
masih hidup.
4) Melakukan amal shaleh dan mengajak beramal shaleh dengan
bersilaturrahmi, membaca do’a dan ayat-ayat al-Qur’an,
berdzikir, dan bersedekah.
5) Berdo’a kepada Allah agar segala dosa-dosa
almarhum/almarhumah diampuni, dihindarkan dari siksa
neraka dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah.
6) Untuk mengingat akan kematian bagi para undangan
dankeluarga almarhum serta dapat mempersiapkan diri untuk
menghadapinya.
Kegiatan Tahlilan ini memberikan Manfaat sebagai berikut:
11
a) Sebagai ikhtiar (usaha) bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala untuk diri sendiri dan saudara yang telah meninggal
dunia.
b) Mempererat tali persaudaraan antar sesama, baik yangg masih
hidup atau yang telah meninggal dunia.
c) Untuk mengingat bahwa akhir dari kehidupan dunia ini adalah
kematian, yang setiap jiwa tidak akan terlewati.
d) Ditengah hiruk pikuk dunia, manusia yang selalu bergelut
dengan materi tentu memerlukan dzikir. (mengingat Allah
Subhanahu Wa Ta’ala).
e) Tahlil sebagai salah satu media dakwah yang efektif didalam
penyebaran agama islam.
f) Sebagai manifestasi dari rasa cinta sekaligus penenang hati
bagi keluarga almarhum yang sedang dirundung duka cita.
Tahlilan merupakan Segala usaha dan kegiatan dalam wujud
sikap ucapan dan perbuatan yang mengandung ajakan atau seruan
kepada orang lain untuk mendo’akan orang yang telah meninggal
dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
untuk kemudian dapat meraih kebahagiaan dunia akherat. firman
Allah SWT dalam surat An Najm ayat 38 & 39 yang berbunyi :
Artinya: bahwasanya seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa
orang lain, (Q.S. An Najm ayat: 38)
Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain
apa yang telah diusahakannya, (Q.S. .S. An Najm ayat: 39) 10
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan
terhadap keyakinan adanya kekuatan gaib, luar biasa atau supernatural
yang berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat,
bahkan terhadap segala gejala alam. Kepercayaan itu menimbulkan
perilaku tertentu, seperti berdoa, memuja dan lainnya, serta
menimbulkan sikap mental tertentu, seperti rasa takut, rasa optimis,
10 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Surya Prisma Sinergi,
2012), 528.
12
pasrah, dan lainnya dari individu dan masyarakat yang
mempercayainya.11
Fenomena keagamaan adalah gejala universal dan unik serta
penuh misteri, berbagai ilmu sosial tertarik untuk mempelajarinya.12
Koentjaraningrat (1987:58-77) mengemukakan tiga macam
teori antropologi tentang asal-usul agama:
a. Teori berorientasi kepada keyakinan keagamaan
R.R. Marett (1886-1940) berpendapat bahwa kepercayaan
beragama berasal dari kepercayaan akan adanya kekuatan gaib
luar biasa yang menjadi penyebab darin gejala-gejala yang tidak
dapat dilakukan manusia biasa.
b. Teori yang berorientasi kepada sikap manusia terhadap yang gaib
Rudolf Otto menekankan sikap kagum terpesona dari penganut
agama terhadap zat yang gaib (mysterium), maha dahsyat, maha
baik, maha adil, maha bijaksana (tremendum) dan keramat
(sacer). Kepercayaan masyarakat primitif belumlah agama, hanya
tahap mpendahuluan kepada agama.
c. Teori yang berorientasi kepada upacara religi
Melalui tindakan terhadap kekuatan gaib yang berperan dalam
kehidupan, manusia mengira dapat memenuhi kebutuhan dan
tujuan hidupnya. Dengan demikian, tindakan itu bersifat religio-
magis, penyembahan dan usaha magis untuk membujuk dewa
atau Tuhan yang disembah.13
Ajaran agama bersifat komprehensif, dan juga terpadu, yaitu
supaya semuanya dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah
(Agus 1995). Agama juga mengatur tindakan manusia, baik dalam
ajaran hukum atau ajaran moral. Agama tidak ada tanpa adanya umat
penganut agama tersebut.14 Risalah agama diturunkan Tuhan kepada
banyak nabi untuk masing-masing periode perkembangan kehidupan
dan kebudayaan manusia.15Manusia hidup dihadapkan kepada
11 Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2006), 1. 12 Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2006), 11. 13 Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2006), 153-156. 14 Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2006), 100-103. 15 Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2006), 115.
13
tantangan dan bahaya. Tantangan dan bahaya dapat datang dari alam
sekitar, dan dapat pula dari manusia lain.16
Sebagai tindak lanjut dan amanat TAP MPR No.
IV/MPR/1973 jo. Tap MPR No. IV/MPR 1978 dan TAP MPR No. II/
MPR/ 1983 tentang GBHN, maka lahirlah UU sistem Pendidikan
Nasional No. 2 tahun 1989. UU No. 2 tahun 1989 tersebut
dimaksudkan selain untuk memperbaharui sistem pendidikan di
indonesia juga untuk memperkuat eksistensi pendidikan agama di
sekolah sebagai kurikulum yang wajib diberlakukan secara nasional.
Dalam agama islam misalnya, sebagaimana terkandung dalam Al-
Qur’an, diperoleh penegasan, pesan pokok agama adalah menciptakan
sebuah kehidupan sosial yang tertib, harmonis, dan bermoral, serta
keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa.17
3. Karakter Siswa Berprestasi
a. Karakter
Menurut bahasa (etimologis) istilah karakter berasal dari
bahasa Latin kharakter, kharassaein, dan kharax, dalam bahasa
Yunani character dari kata charassaein, yang berarti membuat
tajam dan membuat dalam. Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kata karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti, yang membedakan seseorang dengan yang lain, atau
bermakna bawaan, hati jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak. Maka istilah
berkarakter artinya memiliki karakter, memiliki kepribadian,
berperilaku, bersifat, bertabiat, dan berwatak.18
Berbagai pengertian karakter dalam berbagai perspektif
diatas mengindikasikan bahwa karakter identik dengan
kepribadian, atau dalam islam disebut akhlak. Dengan demikian,
kepribadian merupakan ciri, karakteristik, atau sifat. Karakter atau
akhlak merupakan ciri khas seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya
keluarga pada masa kecil dan bawaan sejak lahir (Doni Koesoema,
2007)19
16 Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada,
2006), 259. 17 Ahmad Habibullah, Kajian peraturan dan perundang-undangan pendidikan agama pada
sekolah, (Jakarta: PT. Penacitasatria, 2008), Hlm. 68. 18 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2014), 2. 19 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2015), 6.
14
Kementerian pendidikan nasional (selanjutnya disebut
kemendiknas telah merumuskan 18 nilai karakter yang akan
ditanamkan dalam diri peserta didik sebagai upaya membangun
karakter yang akan ditanamkan dalam diri peserta didik sebagai
upaya membangun karakter bangsa. Berikut ini akan dikemukakan
18 nilai karakter versi Kemendiknas sebagaimana tertuang dalam
buku pengembangan pendidikan Budaya dan karakter bangsa yang
di susun kemendiknas melalui badan penelitian dan pengembangan
pusat kurikulum (kementerian pendidikan nasional, 2010).
a. Religius, yakni ketaatan dan kepatuhan dalam memahami dan
melaksanakan ajaran agama (aliran kepercayaan) yang dianut,
termasuk dalam hal ini adalah sikap toleran terhadap
pelaksanaan ibadah agama (aliran kepercayaan) lain, serta
hidup rukun dan berdampingan.
b. Jujur, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan kesatuan
antara pengetahuan, perkataan dan perbuatan (mengetahui
yang benar, mengatakan yang benar dan melakukan yang
benar), sehingga menjadikan orang yang bersangkutan sebagai
pribadi yang dapat dipercaya.
c. Toleransi, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan
penghargaan terhadap perbedaan agama, aliran kepercayaan,
suku, adat, bahasa, rasa, etnis, pendapat, dan hal-hal lain yang
berbeda dengan dirinya secara sadar dan terbuka, serta dapat
hidup tenang ditengah perbedaan tersebut.
d. Disiplin, yakni kebiasaan dan tindakan yang konsisten
terhadap segala bentuk peraturan atau tata tertib yang berlaku.
e. Kerja keras, yakni perilaku yang menunjukkan upaya secara
sungguh-sungguh (berjuang hingga titik darah penghabisan)
dalam menyelesaikan berbagai tugas, permasalahan,
pekerjaan, dan lain-lain dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan inovasi
dalam berbagai segi dalam memecahkan masalah, sehingga
selalu menemukan cara-cara baru, bahkan hasil-hasil baru
yang lebih baik dari sebelumnya.
g. Mandiri, yakni sikap dan perilaku yang tidak tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan berbagai tugas maupun
persoalan. Namun hal ini bukan berarti tidak boleh kerja sama
secara kolaboratif, melainkan tidak boleh melemparkan tugas
dan tanggung jawab kepada orang lain.
15
h. Demokratis, yakni sikap dan cara berpikir yang mencerminkan
persamaan hak dan kewajiban secara adil dan merata antara
dirinya dengan orang lain.
i. Rasa ingin tahu, yakni cara berpikir, sikap dan perilaku yang
mencerminkan penasaran dan keingintahuan terhadap segala
hal yang dilihat, didengar, dan dipelajari secara lebih
mendalam.
j. Semangat kebangsaan atau nasionalisme, yakni sikap dan
tindakan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara
diatas kepentingan pribadi atau individu dan golongan.
k. Cinta tanah air, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan
rasa bangga, setia, peduli dan penghargaan yang tinggi
terhadap bahasa, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya
sehingga tidak mudah menerima tawaran bangsa lain yang
dapat merugikan bangsa sendiri.
l. Menghargai prestasi, yakni sikap terbuka terhadap prestasi
orang lain dan mengakui kekurangan diri sendiri tanpa
mengurangi semangat berprestasi yang lebih tinggi.
m. Komunikatif, senang bersahabat atau proaktif, yakni sikap dan
tindakan terbuka terhadap orang lain melalui komunikasi yang
santun sehingga tercipta kerja sama secara kolaboratif dengan
baik.
n. Cinta damai, yakni sikap dan perilaku yang mencerminkan
suassana damai, aman, tenang dan nyaman atas kehadiran
dirinya dalam komunitas atau masyarakat tertentu.
o. Gemar membaca, yakni kebiasaan dengan tanpa paksaan untuk
menyediakan waktu secara khusus guna membaca berbagai
informasi, baik buku, jurnal, majalah, koran, dan sebagainya,
sehingga menimbulkan kebijakan bagi dirinya.
p. Peduli lingkungan, yakni sikap dan tindakan yang selalu
berupaya menjaga dan melestarikan lingkungan sekitar.
q. Peduli sosial, yakni sikap dan perbuatan yang mencerminkan
kepedulian terhadap orang lain maupun masyarakat yang
membutuhkannya.
r. Tanggung jawab, yakni sikap dan perilaku seseorang dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan
dengan diri sendiri, sosial, masyarakat, bangsa, negara maupun
agama.
16
Demikianlah kedelapan belas nilai karakter yang
dicanangkan kemendiknas dalam upaya membangun karakter
bangsa melalui pendidikan disekolah/madrasah.20
Karakter mulia berarti individu memiliki pengetahuan
tentang potensi dirinya, yang ditandai dengan nilai-nilai seperti
reflektif, percaya diri, rasional, logis, kritis, analitis, kreatif dan
inovatif, mandiri, hidup sehat, bertanggung jawab, cinta ilmu,
sabar, berhati-hati.
Sesuai dengan materi pembinaan dalam pendidikan
karakter, peserta didik (anak) harus memiliki kriteria tertentu
dalam aspek ideologi, ilmu pengetahuan, wawasan, dan
kepemimpinan, sehingga kualitas berbasis nilai agama dan budaya
bangsa terpadu pada dirinya dalam menjalankan tugas sebagai
peserta didik (anak) dilingkungan sekolah, keluarga, dan
masyarakat.
Masa konkreto prarasional (7,0-11,0 tahun) pada tahap ini,
anak sudah dapat melakukan berbagai tugas yang konkret. Ia mulai
mengembangkan tiga macam operasi berpikir, yaitu identifikasi
(mengenali sesuatu), negasi (mengingkari sesuatu), dan reprokasi
(mencari hubungan timbal balik antara beberapa hal).21 Sebaliknya,
profil peserta didik (anak) yang berkarakter (berkeadaban) harus
mampu menunjukkan integritas dan kompetensi akademik dan
intelektual, kompetensi keberagamaan dan kompetensi sosial-
kemanusiaan untuk menghadapi tantangan pada masa depan.22
Akhlakul karimah, Dalam kamus besar bahasa indonesia
(2008:27) kata akhlak diartikan sebagai budi pekerti atau kelakuan.
Menurut Abudin Nata (2002:2) secara etimologis kata akhlak
berasal dari bahasa arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari
kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan. Sesuai dengan bentuk tsulasi
majid wajan af’ala, yuf’ilu, if’alan yang berarti al-sajiyah
(perangai), at-tabi’ah (kelakuan, tabiat, atau watak dasar) al-’adat
(kebiasaan, kelaziman) al-maru’ah (peradaban yang baik) dan al-
din (agama).23
20 Suyadi, Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2015), 7-9. 21 Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 25. 22 Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), 273. 23 Kusuma Dharma, Dkk, Pendidikan Karakter, (Bandung: Remaja Rosdakarya Offset, 2013),
Hlm. 4.
17
Berbagai literatur dalam Ilmu Akhlak Islami, dijumpai
uraian tentang akhlak yang secara garis besar dibagi dua bagian,
yaitu akhlak yang baik (al-akhlaq al-karimah), dan akhlak yang
buruk (al-akhlaq al-mazmumah).24
Apa yang dinamakan dengan akhlak yang baik? Rasulullah
memberikan bahan jawaban terkait dengan akhlak yang baik ini.
Akhlak yang baik adalah akhlak yang menjadi tujuan utama di
utusnya nabi muhammad ق )رواه احمد(عثت ل تممم م كمارمم الم ب خلم
Artinya:”sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak
yang baik” (HR. ahmad).
Ajaran islam terdapat perbedaan antara akhlak dan etika.
Atau dengan kata lain, berbeda antara akhlak dan etika.
Ilmu akhlak adalah ilmu yang membahas perbuatan-
perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan
tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang
buruk.25
“Akhlak (etika) adalah kebaikan atau kejahatan, dimana
jiwa manusia diatribusikan (disifatkan) dengannya, serta terjadi
lewat pengusahaan dan kebiasaan, sesuai dengan standar-standar
kebaikan yang dibuat oleh manusia untuk dirinya sebagai makhluk
yang berakal dan berkehendak merdeka.”
Etika murid adalah sebagai berikut:26
a. Tawadlu’ yaitu sikap tengah antara angkuh dan hina.
b. Sabar dan Tabah adalah pangkal yang besar untuk segala
urusan.
c. Menghargai ilmu.
d. Menghormati guru
e. Memuliakan kitab
f. Menghormati teman
g. Sikap khidmat, dianjurkan untuk penuntut ilmu agar
memperhatikan seluruh ilmu dengan hikmah dengan penuh
ta’dhim serta hormat.
Oleh karena itu, kita bisa mengetahui bahwa manusia
adalah makhluk yang beretika, karena dia adalah makhluk yang
24 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan karakter mulia, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2015), 36. 25 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf Dan Karakter Mulia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2015),
7. 26 Aliy As’ad, Ta’limul Muta’allim, (Kudus: Menara Kudus , 2007), 22-48.
18
berakal yang mencari nilai idealnya, yaitu kebaikan tertinggi yang
dijadikannya sebagai standar perilakunya, utama atau tercela, baik
atau jahat.27
Al-Qur’an adalah sumber utama dan mata air yang
memancarkan ajaran islam. Pokok-pokok akhlak dan perbuatan
dapat dijumpai sumber yang aslinya didalam Al-Qur’an. Allah
SWT. Berfirman,
Artinya:”Sesungguhnya Al-Qur’an ini menunjukkan kepada jalan
yang lebih lurus.” (QS Al-Isra: 9)28
Perhatian ajaran islam terhadap pembinaan akhlak, dari
hasil penelitian Thabathabi terhadap kandungan Al-Qur’an
mengenai jalan yang harus ditempuh manusia itu ada tiga macam,
dengan uraian secara singkat sebagai berikut.
1) Pertama, dalam hidupnya manusia hanya menuju kepada
kebahagiaan, ketenangan dan pencapaian cita-cita.
2) Kedua, perbuatan-perbuatan yang dilakukan manusia
senantiasa berada dalam suatu kerangka peraturan dan hukum
tertentu. Yakni, ia merasakan adanya tuntutan-tuntutan hidup
yang harus dipenuhinya, kemudian berbuat untuk memenuhi
tuntutan-tuntutan itu untuk dirinya sendiri. Karenanya, antara
semua perbuatannya itu ada suatu tali kuat yang
menghubungkan sebagiannya dengan yang lain.
3) Ketiga, jalan hidup terbaik dan terkuat manusia adalah jalan
hidup berdasarkan fitrah, bukan berdasarkan emosi dan
dorongan hawa nafsu.
Jalan hidup yang demikian telah ditetapkan Tuhan pada
setiap makhluk-Nya. Mereka yang mengikuti jalan hidup tersebut
akan sampai pada tujuan dan kebahagiaan. Sebaliknya mereka
yang menyimpang dari jalan tersebut akan mengalami
penderitaan.29
Selanjutnya tidak pula termasuk ke dalam perbuatan akhlaki, yaitu
perbuatan alami. Rasulullah SAW bersabda:
27 Fu’ad Farid, Abdul Hamid Mutawalli, Cara Mudah Belajar Filsafat, (Jogjakarta: Ircisod,
2012), 264. 28 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: PT. Surya Prisma Sinergi,
2012), 284 29 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan karakter mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2015), 57-63.
19
ا عملميه )رواه ابن امجة عن ابن ومالنسيمانم وممما است ل ومعمن أ مت المطمأم ناللهم ت معمالم تمما ومزم ا ك الزار(
Artinya: “Bahwasanya Allah memaafkanku dan umatmu
yang berbuat salah, lupa dan dipaksa.” (HR Ibn Majah dari Abi
Zar).
Dengan demikian perbuatan yang bersifat alami, dan
perbuatan yang dilakukan tidak karena sengaja, atau khilaf tidak
termasuk perbuatan akhlaki, karena dilakukan tidak atas dasar
pilihan.30
b. Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona (1991)
adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang
melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam
tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik,jujur
bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan
sebagainya.
Menurut elkind dan sweet (2004) pendidikan karakter
adalah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia,
peduli dan inti atas nilai-nilai etis/susila.
Menurut Ramli (2003), pendidikan karakter memiliki esensi
dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan
akhlak.31
Urgensi, tujuan, fungsi, dan media pendidikan karakter32
1. Meningkatnya kekerasan di kalangan remaja/masyarakat
2. Penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk/tidak
baku
3. Pengaruh peer-group (geng) dalam tindak kekerasan,
menguat
4. Meningkatnya perilaku merusak diri, seperti penggunaan
narkoba, alkohol dan seks
5. Semakin kaburnya pedoman moral baik dan buruk
6. Menurunnya etos kerja
7. Semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua dan guru
8. Rendahnya rasa tanggung jawab individu dan kelompok
9. Membudayanya kebohongan / ketidakjujuran, dan
30 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf dan karakter mulia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2015), 9. 31 Heri Gunawan, pendidikan karakter, (Bandung: Alfabeta, 2014), 23 32 Heri Gunawan, pendidikan karakter, (Bandung: Alfabeta, 2014), 28
20
10. Adanya rasa saling curiga dan kebencian.
Ciri dasar pendidikan karakter, yaitu: 33
1. keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur
berdasarkan hirarki nilai.
2. Koherensi yang memberi keberanian membuat seseorang
teguh ada prinsip.
3. Otonomi.
4. Keteguhan dan kesetiaan.
Kemampuan pendidik selalu mendapat perhatian, karena
pendidik merupakan subyek utama pendidikan.34Karakter pendidik
yang berkarakter adalah:
1. Mengharap ridha Allah
2. Jujur dan amanah
3. Komitmen dalam ucapan dan tindakan
4. Adil
5. Berakhlak mulia
6. Rendah hati
7. Berani
8. Menciptakan nuansa keakraban
9. Sabar dan mengekang hawa nafsu
10. Baik dalam tutur kata
11. Tidak egois35
c. Berprestasi Prestasi belajar secara etimologi terdiri dari dua kata yaitu
prestasi dan belajar. Menurut kamus bahasa Indonesia dijelaskan
bahwa prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan atau
dikerjakan).36
Orang yang berprestasi didalam dunia pendidikan adalah
yang sanggup membawa kontribusi bagi berjalannya pendidikan.
Karena keterbatasan pemerintah juga, maka prestasi bukan hanya
mereka yang menjabat lalu diberi penghargaan dari presiden, lebih
dari itu prestasi adalah bermanfaat bagi orang lain meski tak
banyak diketahui banyak orang.37
33 Heri Gunawan, pendidikan karakter, (Bandung: Alfabeta, 2014), 37 34 Kisbiyanto, Manajemen Pendidikan Pendekatan Teoritik & Praktik, (Yogyakarta: Idea Press,
2011), 87 35 Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, S.Ag.,Pendidikan Karakter, (Bandung: Cv Pustaka
Setia, 2013) 135. 36 WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka, 1984), 784. 37 Http://www.academicindonesia.com/pengertian-prestasi/1 okt 2017 1:57
21
Banyak contoh menunjukkan bahwa siswa yang mencari
tujuan-tujuan sosial tertentu di sekolah meraih kesuksesan secara
akademik. Wentzel mengemukakan bahwa siswa yang berprestasi
dan kurang berprestasi dapat dibedakan atas dasar apakah mereka
memiliki tujuan yang dicari atau tidak di dalam sekolah. Siswa
yang berprestasi baik seringkali mencari tujuan-tujuan yang
berorientasi kognitif dan kemampuan kognitif. Sebaliknya, siswa
yang berprestasi kurang baik seringkali mencari tujuan-tujuan
berupa standar-standar sosial dan norma kelas yang menghambat
perkembangan kemampuan intelektual dan kognitif mereka.38
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi akademik siswa
adalah :
a. Kepercayaan (trust) dan hubungan yang sehat (healthy
relationship) dalam lingkungan sekolah.
b. Sikap guru seperti menunjukkan perhatian, rasa hormat dan
kasih sayang kepada siswa., mudah ditemui dan terlibat secara
total dalam pembelajaran.
c. Kesiapan dan kemampuan menyampaikan materi pelajaran
merupakan aspek-aspek yang menentukan kesuksesan dan
kegagalan siswa.
d. Kepala Sekolah juga memberi pengaruh yang tidak langsung
terhadap efektifitas sekolah dan keberhasilan siswa melalui
visi, misi, tujuan, dan strategi yang dikembangkan dalam
menjalankan roda aktivitas sekolah.
e. Keadilan yang dirasakan siswa dan kepuasan yang mereka
rasakan terhadap sekolah.39
Orangtua dan guru harus menjelaskan bahwa nilai substansi
motivasi untuk berprestasi adalah bahwa motivasi untuk
berprestasi harus semata-mata sebuah pengabdian kepada Allah
SWT. dan tidak untuk sebuah kebanggaan yang berlebihan atau
keriaan serta bermegah-megahan. Karena semua hasil ikhtiar yang
berprestasi adalah berkat kerja keras dan pertolongan Allah SWT.
dan prestasi merupakan “batu” ujian bagi prestasi tersebut. Anak
yang tidak meraih prestasi bukan tidak mampu dan tidak
38 Jamaluddin, Pembelajaran yang Efektif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Siswa,
(Jakarta, 2002), 50. 39 Jamaluddin, Pembelajaran yang Efektif Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Siswa,
(Jakarta, 2002), 13
22
berkualitas, tetapi mungkin kemampuannya belum maksimal
didayagunakan dalam kompetensi yang dilaksanakan.40
Menurut Klinger faktor-faktor yang menentukan motivasi
adalah:
1) Minat dan kebutuhan individu. Bila minat dan kebutuhan
jasmani, rohani, dan sosial anak-anak dipenuhi, maka motivasi
belajarnya akan muncul.
2) Persepsi kesulitan akan tugas-tugas. Bila anak-anak
memandang kesulitan pelajaran itu tidak terlalu berat,
melainkan cukup menantang, maka motivasi belajar mereka
pun akan muncul.
3) Harapan sukses. Harapan ini pada umumnya muncul karena
anak itu sering sukses. Agar anak-anak bodoh punya
kesempatan seperti ini, ada baiknya kalau materi pelajaran
dibuat bertingkat dan model evaluasi bersifat individual.41
B. Kajian Penelitian Terdahulu
Dalam penelitian ini, terlebih dahulu peneliti menelaah serta
mempelajari beberapa hasil tulisan atau skripsi yang sudah ada,
dengan apa yang hendak dipaparkan dalam skripsi peneliti nantinya.
Adapun penelitian ini terkait dengan tela’ah pustaka terdahulu yang
berusaha mengupas pembahasan tentang:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Moh Ahwani 112198, dengan
judul analisis pelaksanaan program kamis bertaqwa dalam
menumbuhkan pendidikan karakter sosial religius siswa (studi
kasus di MTS silahul ulum asempapan trangkil pati
2015/2016). menyimpulkan bahwa pelaksanaan program
kamis bertaqwa dalam menumbuhkan pendidikan karakter
sosial religius siswa (studi kasus di MTS silahul ulum
asempapan trangkil pati) adalah program kegiatan
ekstrakurikuler berbasis keagamaan yang diselenggarakan
MTS Silahul Ulum diluar jam pelajaran dalam rangka
memberikan arahan bagi peserta didik untuk dapat
mengamalkan ajaran agama yang diperolehnya melalui
kegiatan belajar dikelas serta untuk mendorong pembentukan
pribadi peserta didik dan penanaman nilai-nilai agama dan
akhlakul karimah peserta didik. Adapun faktor penghambat
40 Anas Salahudin, Irwanto Alkrienciehie, Pendidikan Karakter, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2013), 331. 41 Made Pidarta, Landasan Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 211.
23
kegiatannya kamis bertaqwa antara lain: karena jarak
madrasah dan masjid jauh dan dipisah dengan jalan raya maka
perlu petugas penyebrangan, faktor cuaca yang kurang
bersahabat misalnya hujan, adanya benturan jadwal dengan
agenda dan kegiatan madrasah, misal UTS, Try out, kegiatan
peringatan hari besar. Adapun faktor pendukung kegiatan
kamis bertaqwa yaitu: dukungan pengurus yayasan silabul
ulum secara totalitas. Kerjasama antar Civitas Akademika
madrasah mulai kepala madrasah guru BK, Wakasis, dan
dewan guru, partisipasi masyarakat yang ikut menasehati,
menegur dan memantau siswa saat dijalan jika tidak tertib,
kerjasama Ta’mir masjid yang ikut menfasilitasi sarana
prasarana.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nor Halim 109411, dengan
judul pelaksanaan program pembiasaan sholat dhuha dan
kontribusinya dalam pembentukan karakter siswa di MI
Muhammadiyah bae kudus tahun 2010/2011. Menyimpulkan
bahwa program pembiasaan sholat Dhuha di MI
Muhammadiyah bae kudus ternyata memberikan kontribusi
yang cukup baik terhadap proses
pembentukan karakter siswa-siswinya. Di antaranya adalah
sebagai berikut:
a. Siswa cukup mampu menerapkan rasa syukur mereka
atas segala nikmat Allah Swt. baik melalui ucapan
maupun perbuatan.
b. Siswa merasa lebih tawakkal setelah mereka berusaha
semaksimalnya dengan cara giat dan rajin belajar, baik
di rumah maupun dimadrasah.
c. Siswa dapat meningkatkan sikap keikhlasan, salah
satunya melalui amal jariyah atau sedekah yang mereka
keluarkan, bukan karena perintah dari siapa pun, tetapi
memang karena Allah Swt.
d. Siswa dapat menyadari akan pentingnya rasa
persaudaraan. Hal ini diaplikasikan dengan
menyambung tali silaturrahmi, baik antar siswa
maupun siswa dengan guru.
e. Siswa cukup mampu menerapkan adab kesopanan
terhadap setiap orang, terutama orangtua dan guru, baik
berupa perkataan maupun perbuatan.
24
f. Siswa dapat mengontrol emosi atau amarah, selain itu
pikiran dan hati siswa juga menjadi lebih tenang,
sehingga dapat memperlancar proses belajar.
g. Siswa menjadi lebih memiliki sifat jujur, baik
perkataan maupun perbuatan.
Penelitian saya yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Program
Bina Keagamaan Dalam Meningkatkan Karakter Siswa Berprestasi di
MI NU Miftahul Ulum 02 Honggosoco Jekulo Kudus“ saya
mengupas lebih mendalam pada bentuk pelaksanaan kegiatan Bina
Keagamaan yang ada di MI NU Miftahul Ulum 02 Honggosoco
Jekulo Kudus ini bagian dari program unggulan serta tujuan dan
manfaat pelaksanaan kegiatan Bina Keagamaan dalam meningkatkan
karakter siswa berprestasi.
C. Kerangka Berpikir
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Nampak jelas bahwa tujuan pendidikan nasonal pada
dasarnya membentuk manusia berkarakter. Manusia yang
berkarakter memiliki kualifikasi yang bukan hanya cerdas
intelektual saja namun memiliki sejumlah perilaku terpuji dan
kematangan kepribadian. Pendidikan karakter perlu diajarkan dan
juga ditanamkan kepada diri siswa di sekolah dalam upaya untuk
menghadapi globalisasi yang kian membawa pengaruh yang kuat
dalam kehidupan sehar-hari. Karakter yang baik tidak langsung
tercipta secara instan, tetapi perlu proses yang panjang melalui
pembiasaan. Pendidikan yang bersifat kekeluargaan dipandang
mampu untuk melakukan hal tersebut.
MI NU Miftahul Ulum 02 Honggosoco Jekulo Kudus dalam
proses penyelenggaraan pendidikan berupaya menanamkan nilai-
nilai karakter positif melalui sebuah program bina keagamaan.
Pengorganisasian program bina keagamaan dilakukan di kelas
sebelum KBM dimulai. Berdasarkan Standar Operasional
Pelaksanaan Bina keagamaan di Sekolah MI NU Miftahul Ulum 02
Honggosoco Jekulo Kudus, komponen dalam program bina
25
keagamaan harus tersedia pengelola bina keagamaan, guru,
kurikulum, dan juga program bina keagamaan.
Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan program bina
keagamaan Islam. Pada akhirnya program bina keagamaan diharapkan
dapat membentuk karakter siswa berprestasi.
D. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian merupakan pernyataan yang
dieksplorasi dalam penelitian kualitatif yang merupakan turunan dari
tujuan penelitian yang masih bersifat makro atau belum terlalu
spesifik. Tujuan dari pertanyaan penelitian adalah untuk membuka
dan mengeksplorasi sudut pandang subjek tentang fenomena yang
hendak diteliti dengan seluas-luasnya tetapi tetap terfokus kepada
tujuan penelitian.
Herdiansyah menjelaskan, bahwa ada beberapa strategi untuk
memudahkan peneliti dalam membuat pernyataan penelitian antara
lain:42
1. Mulailah dengan kata “bagaimana” atau “apa” (why or what) dari
pada “mengapa” (why).
2. Spesifikasikan central phenomenon yang direncanakan untuk
dieksplorasi.
3. Identifikasikan subjek penelitian dengan jelas.
4. Sebutkan lokasi penelitian yang akan dilakukan.
Creswell juga mengemukakan format penulisan pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
What/how is..... (central phenomenon)
For..... (participants) at..... (research site)
Format pertanyaan penelitian diatas secara sederhana dapat diartikan:
Apa/bagaimana (Central Phenomenon)
(Subjek Penelitian) pada (Lokasi Penelitian)
42 Haris Herdiansyah, Wawancara Observasi dan Fokus Groups, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2015), 78-80.
26
Contoh penulisan pertanyaan penelitian dikaitkan dengan
skripsi penulis, maka dapat kita uraikan beberapa komponen
pembentuknya sebagai berikut:
1. Kata awal : Bagaimana (how)
2. Central phenomenon : Pelaksanaan Program bina keagamaan
3. Subjek penelitian : Karakter Siswa Berprestasi
4. Lokasi penelitian : MI NU Miftahul Ulum 02
Honggosoco Jekulo Kudus
Dari keempat komponen pembentuk yang dikemukakan
diatas, maka pertanyaan penelitian yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut:
“Bagaimana gambaran analisis pelaksanaan program
binakeagamaandalam meningkatkan karakter siswa berprestasi
di MI NU Miftahul Ulum 02 Honggosoco Jekulo Kudus.”
Top Related