9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Loyalitas Pelanggan
a. Pengertian Loyalitas Pelanggan
Loyalitas pelanggan pada dasarnya merupakan menunjukkan
kesetiaan konsumen yang dipresentasikan dalam pembelian yang konsisten
terhadap produk atau jasa sepanjang waktu dan ada sikap yang baik untuk
merekomendasikan orang lain untuk membeli produk. Indikasi loyalitas yang
sesungguhnya diperlukan suatu pengukuran terhadap sikap yang
dikombinasikan dengan pengukuran terhadap perilaku. Perasaan loyal pada
pelanggan tidak terbentuk dalam waktu yang singkat, pelanggan perlu
mendapatkan pengalaman dan perasaan senang sesuai harapan, maka
pelanggan akan loyal dan membeli lagi.
Menurut Engel (2006) menyatakan bahwa loyalitas konsumen adalah
kesetiaan konsumen akan suatu produk atau jasa dengan melakukan pembelian
ulang barang atau jasa tersebut secara terus-menerus. Loyalitas (customer
loyalty) dalam terjemahannya menurut Oliver (2006:392), antara lain
:“Komitmen untuk bertahan secara mendalam dengan melakukan pembelian
ulang atau berlangganan kembali dengan produk atau jasa terpilih secara
konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-
usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku”.
10
Loyalitas pelanggan merupakan hal yang sangat penting bagi
perusahaan di era kompetisi bisnis yang semakin ketat seperti saat ini.
Pentingnya loyalitas pelanggan bagi perusahaan sudah tidak diragukan lagi,
banyak perusahaan sangat berharap dapat mempertahankan pelanggannya
dalam jangka panjang, bahkan jika mungkin untuk selamanya. Perusahaan
yang mampu mengembangkan dan mempertahankan loyalitas konsumen akan
memperoleh kesuksesan jangka panjang (Zeithamel et al, 2003).
Dick dan Basu (2007:103) menyatakan bahwa loyalitas bukan hanya
menyangkut tingkat kesetiaan terhadap suatu merk (brand loyalty) namun juga
menyangkut loyalitas dalam hal pelayanan (service loyalty). Berdasarkan
uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa loyalitas adalah bentuk kesetiaan
yang dimiliki oleh responden dalam melakukan konsumsi terhadap produk atau
jasa. Loyalitas dapat digunakan sebagai tolak ukur atas kinginan atau minat
konsumen terhadap produk.
2. Tahap-tahap Loyalitas Pelanggan
Tahap-tahap loyalitas pelanggan dapat digunakan sebagai dasar
dalam pembentuk tingkat loyalitas pelanggan terhadap produk atau jasa.
Menurut Griffin (2005:35) tahap-tahap loyalitas pelanggan dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Suspect (tersangka)
Pada tahap ini perusahaan percaya atau “menyangka” bahwa konsumen
mungkin membeli produk atau jasa yang ditawarkan namun belum cukup
meyakinkan.
11
b. Prospek
Prospek adalah orang yang membutuhkan produk atau jasa dari suatu
perusahaan dan memiliki kemampuan membeli. Meskipun prospek belum
membeli, namun mungkin konsumen telah mendengar, mengetahui,
produk atau jasa yang ditawarkan namun masih belum membelinya dari
suatu perusahaan tersebut.
c. Prospek yang diskualifikasi
Prospek yang diskualifikasi adalah prospek yang telah cukup dipelajari
untuk mengetahui bahwa konsumen tidak membutuhkan, atau tidak
memiliki kemampuan membeli produk.
d. Pelanggan pertama kali
Pelanggan pertama kali adalah orang yang telah membeli satu kali. Orang
tersebut bisa jadi merupakan pelanggan perusahaan dan sekaligus juga
pelanggan pesaing perusahaan.
e. Pelanggan berulang
Pelanggan berulang adalah orang-orang yang telah membeli dari
perusahaan dua kali atau lebih. Konsumen mungkin telah membeli produk
yang sama dua kali atau membeli dua produk atau jasa yang berbeda pada
dua kesempatan atau lebih.
f. Klien
Klien membeli apapun yang perusahaan jual dan dapat digunakan oleh
konsumen. Perusahaan memiliki hubungan yang kuat dan berlanjut, yang
menjadi kebal terhadap daya tarik pesaing.
12
g. Penganjur (advocate)
Seperti klien, pendukung membeli apapun yang perusahaan jual dan dapat
digunakan oleh konsumen serta membelinya secara teratur. Tetapi
penganjur juga mendorong orang lain untuk membeli dari perusahaan kita.
Konsumen membicarakan perusahaan, melakukan pemasaran bagi
perusahaan, dan membawa pelanggan kepada perusahaan.
3. Faktor- faktor yang mempengaruhi loyalitas pelanggan
Kesetiaan pada diri pelanggan ini timbul tanpa adanya paksaan dari pihak
manapun, tetapi timbul dari kesadaran sendiri dari masa lalu.Adapun beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas pelanggan. Menurut Kertajaya
dalam Sari Kartikawati, el. al. (2007) menyatakan sebagai berikut:
a. Kepuasan pelanggan
Jika perusahaan dapat memberikan service yang melebihi ekspektasi
pelanggan, maka pelanggan akan puas. Pelanggan yang puas pasti
akanmempunyai loyalitas yang tinggi terhadap produk dibandingkan
dengan pelanggan yang tidak puas.
b. Retensi pelanggan
Retensi pelanggan merupakan lamanya hubungan dengan pelanggan.Tingkat
retensi pelanggan adalah presentase pelanggan yang telah memenuhi sejumlah
pembelian ulang selama periode waktu yang terbatas.
13
c. Migrasi pelanggan
Perpindahan pelanggan terus terjadi meski pelanggan telah puas, dengan
produk dan service yang diberikan perusahaan dan bahkan dengan
program loyalitas yang disediakan perusahaan.
d. Antusiasme pelanggan
Loyalitas tidak hanya berada dalam pikiran, mengingat dan menggunaka
produk, mereferensikan dan merekomendasikan pemakaian kepada orang
lain, tetapi juga telah menjadi bagian dari diri pelanggan seutuhnya.
Ciri- ciri loyalitas pelanggan menurut Griffin (2003: 223) antara lain:
a. Memiliki komitmen pada merek tersebut.
b. Berani membayar lebih pada merek tersebut bila dibandingkan dengan
merek lain.
c. Merekomendasikan merek tersebut kepada orang lain.
d. Dalam melakukan pembelian kembali produk tersebut, tidak melakukan
pertimbangan.
e. Selain mengikuti informasi yang berkaitan dengan merek tersebut, juga
selalu mengikuti perkembangannya.
f. Dapat menjadi semacam juru bicara dari merek tersebut dan selalu
mengembangkan hubungan dengan merek tersebut.
4. Indikator loyalitas pelanggan
Indikator loyalitas pelanggan menurut Kotler dan Keller (2006:57)
a. Kesetiaan terhadap produk.
b. Ketahanan terhadap pengaruh yang negatif mengenai perusahaan.
c. Mereferensikan secara total esistensi perusahaan.
14
Indikator loyalitas menurut Griffin (2003: 223) yaitu:
a. Pembelian ulang
b. Rekomendasi kepada orang lain
c. Menambah frekuensi konsumsi
d. Menceritakan hal-hal positif tentang produk
e. Kesediaan membayar dengan harga yang lebih tinggi.
Indikator loyalitas menurut Tjiptono (2001:85) sebagai berikut:
a. Pembelian ulang.
b. Kebiasaan mengkonsumsi merek tersebut.
d. Selalu menyukai merek tersebut.
e. Tetap memilih merek tersebut.
f. Yakin bahwa merek tersebut yang terbaik.
g. Merekomendasikan merek tersebut pada orang lain.
Mempertahankan pelanggan ternyata lebih sulit daripada mendapatkan
pelanggan baru, maka pelanggan harus dipertahankan agar tidak beralih pada
pesaing. Loyalitas dapat terbentuk jika pelanggan merasa puas dengan
merek/tingkat layanan yang diterima dan berniat untuk terus melanjutkan
hubungan (Selnes dalam Mouren Margaretha 2004:297).
Menurut Griffin (1995) dalam Prayogi (2007:25), dengan meningkatkan
loyalitas konsumen maka akan memberikan manfaat bagi perusahaan, setidaknya
dalam beberapa hal berikut:
a. Menurunkan biaya pemasaran, bahwa biaya untuk menarik pelanggan baru jauh
lebih besar bila dibandingkan dengan mempertahankan pelanggan yang ada.
15
b. Menurunkan biaya transaksi, seperti biaya negosiasi kontrak, pemprosesan
pesanan, pembuatan account baru, dan biaya lain-lain.
c. Menurunkan biaya turnover konsumen, karena tingkat kehilangan
konsumen rendah.
d. Menaikkan penjualan yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan.
e. Word of mouth yang bertambah, dengan asumsi bahwa pelanggan yang
setia berarti puas terhadap produk yang ditawarkan.
f. Menurunkan biaya kegagalan, seperti biaya penggantian atas produk yang
rusak.
Teori diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan adalah kesetiaan
pelanggan setelah mengalami pelayanan yang dinyatakan dalam perilaku untuk
menggunakan jasa tersebut. Pelanggan juga memberikan perilaku yang dapat
menguntungkan perusahaan dalam proses promosi perusahaannya tanpa adanya
paksaan dari perusahaan. Perilaku tersebut mencerminkan adanya ikatan jangka
panjang antara perusahaan dan pelanggan.
B. Store Atmosphere
1. Pengertian Store Atmosphere
Perusahaan yang menerapkan store atmosphere (suasana toko) apalagi
dalam persaingan dunia bisnis yang sedang bersaing saat ini adalah suatu hal
yang sangat penting, selain untuk menciptakan rasa kepuasan dan kenyamanan
pada pelanggan juga dapat sebagai metode perusahaan agar loyalitas
pelanggan tetap terjaga.
16
Store atmosphere adalah desain lingkungan melalui komunikasi visual,
pencahayaan, warna, musik, dan wangi-wangian untuk merancang respon
emosional dan persepsi pelanggan dan untuk memengaruhi pelanggan dalam
membeli barang (Utami, 2006). Store atmosphere (suasana toko) adalah
suasana terencana yang sesuai dengan pasar sasarannya dan yang dapat
menarik konsumen untuk membeli (Kotler 2005). Store atmosphere
mempengaruhi keadaan emosi pembeli yang menyebabkan atau
mempengaruhi pembelian. Keadaan emosional akan membuat dua perasaan
yang dominan yaitu perasaan senang dan membangkitkan keinginan.
Definisi yang lebih luas dijelaskan oleh Peter dan Olson (2008) yang
menjelaskan bahwa store atmosphere meliputi hal-hal yang bersifat luas
seperti halnya tersedianya pengaturan udara (AC), tata ruang toko,
penggunaan warna cat, penggunaan jenis karpet, warna karpet, bahan-bahan
rak penyimpan barang, bentuk rak dan lain-lain. Menurut Levi dan Weitz
(2001), atmosfer dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu Instore
atmosphere dan Outstore atmosphere.
1. Instore atmosphere
Instore atmosphere adalah pengaturan- pengaturan di dalam ruangan
yang menyangkut:
a. Internal layout merupakan pengaturan dari berbagai fasilitas dalam
ruangan yang terdiri dari tata letak meja kursi pengunjung, tata letak
meja kasir, dan tata letak lampu, pendingin ruangan.
17
b. Suara, merupakan keseluruhan alunan suara yang dihadirkan dalam
ruangan untuk menciptakan kesan rileks yang terdiri dari live music
yang disajikan restoran atau alunan suara dari sound system.
c. Bau, merupakan aroma-aroma yang dihadirkan dalam ruangan untuk
menciptakan selera makan yang timbul dari aroma makanan dan
minuman serta aroma yang ditimbulkan oleh pewangi ruangan.
d. Tekstur, merupakan tampilan fisik dari bahan- bahan yang digunakan
untuk meja dan kursi di dalam ruangan serta dinding ruangan.
e. Desain interior, merupakan penataan ruang- ruang meliputi luas ruang,
ruas jalan, desain, penataan meja, penataan lukisan, dan sistem
pencahayaan dalam ruangan.
2. Outstore Atmosphere
Outstore atmosphere adalah pengaturan- pengaturan di luar ruangan
yang menyangkut:
a. External Layout yaitu pengaturan tata letak berbagai fasilitas restoran
di luar ruangan yang meliputi tata letak parkir pengunjung, tata letak
papan nama, dan lokasi yang strategis.
b. Tekstur merupakan tampilan fisik dari bahan- bahan yang digunakan
bangunan maupun fasilitas diluar ruangan yang meliputi tekstur
dinding bangunan luar ruangan dan tekstur papan nama luar ruangan.
c. Desain eksterior merupakan penataan ruangan-ruangan luar restoran
meliputi desain papan nama luar ruangan, penempatan pintu masuk, bentuk
bangunan dilihat dari luar, dan sistem pencahayaan luar ruangan.
18
2. Elemen-Elemen Store Atmosphere
Elemen-elemen store atmosphere menurut Berman & Evans (2010:509)
dapat dibagi menjadi empat elemen utama, yaitu:
1) Exterior (Bagian Luar Toko) Exterior mempunyai pengaruh yang kuat
pada citra toko tersebut, sehingga harus direncanakan dengan sebaik
mungkin. Kombinasi dari exterior ini dapat membuat bagian luar toko
menjadi terlihat unik, menarik, menonjol dan mengundang orang untuk
masuk ke dalam toko. Exterior terdiri dari:
a. Store front (Bagian Depan Toko) Bagian depan toko meliputi
kombinasi papan nama, pintu masuk, dan konstruksi bangunan. Store
front harus mencerminkan keunikan, kemantapan, kekokohan atau hal-
hal lain yang sesuai dengan citra toko tersebut. Khususnya konsumen
yang sering menilai toko dari penampilan luarnya sehingga merupakan
faktor penting untuk mempengaruhi konsumen mengunjungi toko.
b. Marquee (Papan Nama Toko) Marquee adalah suatu tanda yang
digunakan untuk memajang nama atau logo suatu toko. Marquee dapat
dibuat dengan teknik pewarnaan, penulisan huruf, atau penggunaan
lampu neon. Marquee dapat terdiri dari nama atau logo saja, atau
dikombinasikan dengan slogan dan informasi lainnya. Supaya efektif,
marquee harus diletakan di luar, terlihat berbeda, dan lebih menarik
atau mencolok daripada toko lain disekitarnya.
c. Entrance (Pintu Masuk Toko) Pintu masuk harus direncanakan sebaik
mungkin, sehingga dapat mengundang konsumen untuk masuk melihat ke
dalam toko dan juga mengurangi kemacetan lalu lintas keluar masuk
konsumen.
19
d. Dispay Windows (Tampilan Pajangan) Tujuan dari display window
adalah untuk mengidentifikasikan suatu toko dengan memajang barang-
barang yang mencerminkan keunikan toko tersebut sehingga dapat
menarik konsumen masuk. Dalam membuat jendela pajangan yang baik
harus dipertimbangkan ukuran jendela, jumlah barang yang dipajang,
warna, bentuk, dan frekuensi penggantiannya.
e. Exterior Building Height.Exterior Building Height dapat disamarkan
atau tidak disamarkan. Dengan menyamarkan tinggi bangunan, bagian
dari toko atau shopping center dapat di bawah ground level. Dengan
tidak menyamarkan tinggi bangunan, maka seluruh toko atau shopping
center dapat dilihat oleh pejalan kaki.
f. Sorrounding Storesand Area (Toko dan Area Sekitarnya) Lingkungan
sekitar toko dapat mengisyaratkan kisaran harga, level of service, dan
lainnya. Daerah sekitar toko mencerminkan demografi dan gaya hidup
orang-orang yang tinggal dekat dengan toko.
g.arking Facilities (Fasilitas Tempat Parkir) Fasilitas parkir yang luas,
gratis, dekat dengan toko akan menciptakan citra positif dibandingkan
dengan parkir yang langka, mahal dan jauh.
2) General Interior (Interior Umum) terdiri dari:
a. Flooring (Jenis Lantai) Penentuan jenis lantai, ukuran, desain, dan warna
lantai dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap citra toko.
b. Colour and Lighting (Warna dan Pencahayaan) Pencahayaan yang
terang, warna-warna cerah berkontribusi pada suasana yang berbeda
daripada cahaya pastel atau dinding putih polos. Kadang-kadang
20
ketika warna berubah, pelanggan mungkin awalnya tidak nyaman
sampai mereka terbiasa dengan skema yang baru.
h. Scent and Sound (Aroma dan Musik) Aroma dan musik dapat
mempengaruhi suasana hati pelanggan.
i. Store Fixtures (Perabot Toko) Perabot toko dapat direncanakan
berdasarkan kedua utilitas dan estetika.
j. Wall Textures (Tekstur Dinding)
k. Temperature (Suhu Udara) Pengelola toko harus mengatur suhu udara
dalam toko sehingga tidak terlalu panas ataupun tidak terlalu dingin.
l. Aisle Space (Lorong Ruangan)
m. Dressing Facilities (Kamar Pas)
n. Vertical Transportation (Alat Transportasi Antar Lantai) Suatu toko
yang terdiri dari beberapa lantai harus memiliki vertical
transportation berupa elevator, eskalator, atau tangga.
o. Store Personnel (Karyawan Toko) Karyawan yang sopan, rapi,
berpengetahuan dapat membuat atmosphere yang positif.
p. Technology (Teknologi) Toko yang menggunakan teknologi akan
mengesankan orang dengan operasi yang efisien dan cepat.
q. Cleanliness (Kebersihan) Kebersihan dapat menjadi pertimbangan utama
bagi konsumen untuk berbelanja di toko tersebut. Pengelola toko harus
mempunyai rencana yang baik dalam pemeliharaan kebersihan toko.
3) Store Layout (Tata Letak Toko) Merupakan rencana untuk menentukan
lokasi tertentu dan pengaturan dari peralatan, barang dagangan, gang-gang
21
dalam toko serta fasilitas toko. Dalam merancang store layout perlu
diperhatikan hal-hal berikut:
1. Allocation of Floor Space (Alokasi Ruang Lantai)
a. Selling Space. Digunakan untuk memajang barang, berinteraksi
antara konsumen dan karyawan toko, demonstrasi, dan lainnya.
b. Merchandise Space. Digunakan untuk ruang menyimpan barang
yang tidak dipajang.
c. Personnel Space. Ruangan yang disediakan untuk karyawan
berganti pakaian, makan siang dan coffee breaks, dan ruangan
untuk beristirahat.
d. Customer Space. Ruangan yang disediakan untuk meningkatkan
kenyamanan konsumen.
2. Classification of Store Offerings (Klasifikasi Penawaran Toko)
Penawaran sebuah toko yang selanjutnya diklasifikasikan ke dalam
kelompok produk. Empat tipe dari pengelompokan yang biasa digunakan
adalah:
a. Pengelompokan produk berdasarkan fungsi
b. Pengelompokan produk berdasarkan motivasi membeli
c. Pengelompokan produk berdasarkan segmen pasar
d. Pengelompokan produk berdasarkan storability
3. Determination of a Traffic-Flow Pattern (Penentuan Pola Lalu Lintas Aliran)
4. Determination of Space Needs (Penentuan Kebutuhan Ruang)
5. Mapping Out in Store Locations (Penentuan Lokasi di Dalam Toko)
6. Arrangement of Individual Products (Penyusunan Produk Individu)
22
4) Interior (Point of Purchase) Displays Setiap point of purchase displays
menyediakan pembeli dengan informasi, menambahkan untuk atmosfer
toko, dan melayani peran promosi besar.
3. Indikator Store Atmosphere (suasana toko)
Indikator Store atmosphere (suasana toko) menurut Gilbert (2003:129)
sebagai berikut:
a. Senang berada pada toko tersebut.
b. Memberikan kenyamanan berada pada toko tersebut.
c. Pelanggan puas terhadap toko.
d. Pelanggan bersemangat untuk datang.
e. Tertarik untuk berlama-lama atau tinggal lebih lama.
Hal ini sejalan dengan pernyataan Rossiter and Bellman (dalam Sukma,
2012), bahwa internal suasana ritel dari outlet ritel dikodekan langsung oleh
para konsumen dalam hal dua dimensi emosional, yaitu kesenangan (pleasure)
dan gairah (arousal). Kedua emosional ini memilik pengaruh besar pada
kesediaan konsumen untuk menghabiskan waktu di toko dan juga untuk
membeli lebih banyak (Donovan dan Rossister dalam Sukma, 2012). Selain
itu pernyataan Mowen dan Minor (2002:139) bahwa keadaan emosional
terdiri dari dua perasaan yang dominan yaitu kesenangan dan bergairah.
Beberapa penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa Store atmosphere
(suasana toko) merupakan salah satu cara untuk menarik perasaan pelanggan, dan
suasana dalam sebuah kafe dapat mempengaruhi emosi atau perasaan konsumen
sehingga dapat menyebabkan terjadinya proses pembelian.
23
C. Experiential Marketing
1. Pengertian Experiential Marketing
Pada era persaingan bisnis yang semakin ketat ini, menanamkan persepsi
positif bagi konsumen merupakan faktor penting dalam kesuksesan penjualan
suatu usaha, maka dari itu para pebisnis kafe perlu memberikan pengalaman yang
berbeda bagi konsumen guna menyentuh sisi emosional konsumen. Experiential
marketing merupakan salah satu kegiatan marketing yang bisa dilakukan oleh
para pebisnis untuk menarik konsumen melalui sisi emosional mereka.
Verhoef et al. (2009) menyatakan bahwa pengalaman pelanggan
merupakan respon internal dan subjektif dari para pelanggan selama melakukan
kontak langsung atau tidak langsung dengan perusahaan. Kontak langsung
umumnya dimulai oleh pelanggan dan terjadi dalam proses pembelian, atau dalam
proses sedang menikmati layanan. Sementara itu, kontak tidak langsung sering
melibatkan pertemuan yang tidak direncanakan dengan perwakilan dari
perusahaan, layanan atau merek dan biasanya dalam bentuk rekomendasi atau kritik
word-of-mouth (WOM), iklan, berita, ulasan dan sebagainya.
Menurut Schmitt dalam jurnalnya Esti Dewayani (104:2008)
mengatakan bahwa experiential marketing adalah konsep pemasaran yang
menekankan kinerja produk atau jasa dalam memberikan pengalaman emosi
hingga menyentuh hati dan perasaan pelanggan. Pendekatan experiential
marketing dibentuk guna melengkapi pendekatan tradisional dengan
menghadirkan pengamatan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan
yang membentuk memorable experience bagi konsumen.
24
Menurut Kartajaya (2004) Experiential marketing adalah suatu konsep
pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang loyal
dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif
terhadap produk dan service. Experiential Marketing menurut Schmitt (2001)
dalam Balqiah (2002, p. 9) yaitu pemasaran yang memberikan pengalaman
(experience) kepada konsumen sebagai upaya untuk menarik konsumen
menggunakan produk/jasa, bahkan memotivasi konsumen untuk melakukan
pembelian ulang (repeat buying).
Experiential marketing merupakan pemasaran berdasarkan apa yang
dirasakan konsumen saat membeli barang dan jasa dari sebuah merek selama
mengalami berbagai aktivitas dan stimulasi (Schmitt, 2001) dalam Maghnati,
et. al. (2012:170). Maksudnya jika perusahaan ingin menerapkan experiential
marketing, maka harus berpijak pada perspektif konsumen untuk menentukan
aktivitas dan stimulasi yang tepat dalam menciptakan pengalaman yang
diharapkan konsumen.
2. IndikatorEksperiential Marketing
a. Memberikan kesan mendalam pada panca indera pelanggan.
b. Perasaan yang menyenangkan selama mengkonsumsi jasa.
c. Perasaan senang atau kecewa.
d. Memberikan informasi mengenai jasa yang ditawarkan.
e. Memberikan perasaan loyal mengenai jasa yang ditawarkan.
25
3. Kerangka Eksperiential Marketing
Menurut Schmitt dan Roger (2008), Strategic Experiential Moduls (SEMs)
merupakan kerangka Eksperiential marketing yang terdiri dari 5 elemen
sebagai berikut:
a. Sense
Sense marketing ditunjukan kepada rasa dengan menciptakan pengalaman
melalui pendekatan panca indera seperti penglihatan (sight), suara (sound),
sentuhan (touch), rasa (taste), dan bau (smell).
b. Feel
Feel marketing tertuju pada perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan
mempengaruhi pengalaman melalui suasana hati dan yang lembut sampai
emosi yang kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan.
c. Think
Think marketing tertuju pada intelektualitas yang bertujuan menciptakan
suatu kesadaran (cognitive). Pengalaman sebagai problem solving yang
mengikutsertakan konsumen di dalamnya.
d. Act
Act marketing tertuju untuk mempengaruhi pengalaman jasmaniah, gaya
hidup dan interaksi.
e. Relate
Relate marketing berisikan aspek-aspek dari keempat hal diatas (sense,
feel, think, dan act marketing).
26
Saat ini, pelanggan menganggap fungsi feature&benefit, kualitas
produk, dan citra merek sebagai suatu keharusan. Yang mereka inginkan
adalah produk, komunikasi, dan kampanye pemasaran yang mempesona
indera mereka, menyentuh hati, dan menstimulasi pikiran mereka. Mereka
menginginkan produk, komunikasi dan kampanye yang dapat
menghubungkan serta menggabungkan ke dalam gaya hidup mereka dan
juga yang memberikan pengalaman. (Schmitt, 2001: 22).
Menurut (Schmitt, 2001:34), experiential marketing dapat
dimanfaatkan dalam banyak situasi: Untuk membangun kembali merek
yang sedang mengalami penurunan, untuk membedakan produk dari
pesaing, untuk membangun citra dan identitas bagi perusahaan, untuk
mempromosikan inovasi, untuk mendorong percobaan, pembelian dan yang
paling penting loyal consumption.
Kartajaya berpendapat, bahwa empati memiliki peran besar dalam
membentuk customer experience. Karena “layanan tak terduga” yang kita
berikan sebagai hasil dari kemampuan kita merasakan yang dirasakan
pelanggan, tak jarang mampu membangkitkan memorable experience bagi
si pelanggan. Tanpa hal tersebut, produk hanya dianggap sebagai komoditi
oleh konsumen, bahkan walaupun produk telah memiliki ekuitas merek
yang tinggi (Kartajaya dkk, 2003: 89).
Empati bukanlah kemampuan yang mudah diperoleh, karena tak
semua emosi dan perasaan seseorang diungkapkan dengan kata-kata. Dalam
banyak kasus, emosi dan perasaan justru tidak diungkapkan secara verbal,
27
tapi nonverbal melalui bahasa tubuh (gesture), ekspresi muka, atau intonasi
suara (tone ofvoice). (Kartajaya dkk, 2003:87).
Colin Shaw dan John Ivens, berpandangan bahwa suatu perusahaan
apabila mengambil aspek perbedaan hanya dari komoditi, maka akan ada
banyak kesamaan: produk yang sama, orang yang sama, teknologi yang
sama, dan harga yang sama. Yang menjadi perbedaan adalah merek,
persepsi, dan nuansa perusahaan, dan segala hal yang disampaikan dengan
melalui pengalaman pelanggan. Pengalaman pelanggan ini yang akan
membedakan suatu perusahaan. (Shaw dan Ivens, 2002: xi).
D. Kerangka Pikir dan Hipotesis
Loyalitas merupakan besarnya konsumsi dan frekuensi pembelian
dilakukan oleh seorang konsumen terhadap suatu perusahaan. Pelanggan
dalam menempatkan pelanggan pada tengah pusaran aktifitas bisnis,
diharapkan perusahaan selalu memperhatikan dan mengutamakan pelanggan
dalam segala aktifitas, sehingga pelanggan menjadi pihak yang selalu
didahulukan, dengan harapan akan merasa puas, nyaman, dan akhirnya
menjadi loyal. Adanya perasaan senang serta pengalaman yang dirasakan
oleh pelanggan yang dibentuk melalui suasana di dalam rumah makan, maka
rumah makan tersebut dapat menjaga dan mempertahankan sikap loyal
pelanggan tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat digambarkan dalam kerangka
konseptual sebagai berikut:
28
H1
H3
H2
Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian
E. Hipotesis
1. Hubungan Store Atmosphere dengan loyalitas pelanggan.
Loyalitas pelanggan dinilai memiliki pengaruh positif baik bagi
peritel maupun konsumen. Munculnya loyalitas pelanggan dapat disebabkan
karena berbagai hal diantaranya adalah atmosfer toko. Atmosfer toko
merupakan kegiatan merancang lingkungan pembelian melalui penataan
barang dan fasilitas fisik lainnya yang dapat mempengaruhi emosi konsumen
untuk melakukan pembelian Berman dan Evan (2007:545).
Kotler (2015:74) menyatakan bahwa lingkungan toko merupakan bagian
penting dari pengalaman belanja dan dapat mempengaruhi keputusan untuk
mengunjungi toko. Dengan melihat hal tesebut sangat penting untuk memperhatikan
atmosfer toko agar konsumen tertarik dan mau melakukan pembelian ditoko.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kocamaz (2000)
dinyatakan bahwa atmosfer toko berpengaruh terhadap niat konsumen untuk loyal
terhadap suatu produk. Hasil penelitian yang dilakukan Wijayanto, Endang dan
Lisytorini, (2013) menyatakan bahwa atmosfer toko berpengaruh terhadap loyalitas
Store
Atmosphere
(X1)
Experiental
Marketing
(X2)
Loyalitas
Pelanggan
(Y)
29
pelanggan karena dengan mendesain toko yang cukup menarik, penataan rak dan
barang yang rapi, serta adanya dukungan fisik bagunan seperti pendingin ruangan,
penerangan, pengharum ruangan, dan kebersihan ruangan akan membuat
pelanggan merasa betah dan nyaman berada ditoko.
Utami (2006:117) mendefinisikan bahwa atmosphere merupakan
kombinasi karakteristik fisik yang bertujuan untuk merespon emosional dan
persepsi pelanggan untuk mempengaruhi loyalitas pelanggan dalam membeli
barang. Penelitian yang dilakukan Gutiereez (2008:201) menyebutkan bahwa store
atmosphere (suasana toko) mempengaruhi loyalitas pelanggan dalam melakukan
pembelian.Wijayanto, Endang, dan Listyorini (2013) menunjukan bahwa atmosfer
toko semakin baik maka loyalitas pelanggan semakin bertambah, sehingga
atmosfer toko berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan.
Penelitian Andini (2013) menunjukkan bahwa atmosfer toko
berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas. Anna Jansone (2012)
menunjukkan bahwa atmosfer toko berpengaruh positif dan signifikan
terhadap loyalitas. Lili Karmela F dan Jujun Junaedi (2003) menunjukkan
bahwa atmosfer toko berpengaruh kuat terhadap loyalitas pelanggan. Noviaty
dan Yuliadi (2012) menunjukkan bahwa atmosfer toko berpengaruh signifikan
terhadap keputusan pembelian dan loyalitas pelanggan.
H1: Atmosfer toko berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan pada
Warung Lesehan Yogyakarta di Malang
2. Pengaruh experiential marketing terhadap loyalitas pelanggan
Interaksi yang terjadi secara berulang akan memperkaya pengalaman
konsumen dengan suatu merk, yang mana dari waktu ke waktu akan
30
menguatkan keterikatan emosional mereka pada merk tersebut. Hal tersebut
juga konsisten bahwa keterikatan konsumen secara emosional akan dibangun
ketika mereka telah mengalami atau berinteraksi secara langsung dengan merk
tersebut. Sehingga dapat dikemukakan bahwa pengalaman dengan suatu merk
merupakan prasyarat sebelum konsumen memiliki keterlibatan emosional
pada suatu merk.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Rahmawati (2003) menunjukkan
bahwa experiential marketing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
loyalitas pelanggan. Hamzah (2007) menunjukkan bahwa Emotional branding
dan brand trust berpengaruh sangat signifikan terhadap loyalitas merek
sedangkan experiential marketing tidak signifikan. Brakus dkk.(2009) yang
menunjukkan bahwa pengalaman dengan suatu merk berpengaruh secara
positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Dewayani (2008)
menunjukkan bahwa experiential marketing dan emotion marketing
berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
Neheima H.S (2010) menunjukkan bahwa experiential marketing (sense,
feel, think, act, relate) merk berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap loyalitas pelanggan dan sense mempunyai pengaruh dominan
terhadap loyalitas pelanggan. Dharmawangsyah (2013) menunjukkan bahwa
experiential marketing dan kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap
loyalitas pelanggan. Dini Anggraini (2007) menunjukkan bahwa experiential
marketing (sense, feel, think, act, relate) merk berpengaruh secara positif dan
signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
31
Yuwndha dan Rahayu (2010) menunjukkan bahwa experiential marketing
(sense, feel, think, act, relate) merk berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap loyalitas pelanggan. Hamzah (2007) menunjukkan bahwa
experiential marketing tidak signifikan berpengaruh terhadap loyalitas
pelanggan. Saraswati dkk (2010) menunjukkan bahwa experiential marketing
(sense, feel, think, act, relate dan people) secara bersama-sama berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan.
H2: Experiential marketing berpengaruh signifikan terhadap loyalitas
pelanggan pada Warung Lesehan Yogyakarta di Malang.
3. Pengaruh store atmosphere pada experiential marketing
Atmosfer berbelanja yang menyenangkan adalah atmosfer dengan atribut
yang dapat menarik kelima indera manusia yaitu daya tarik penglihatan (sight
appeal), daya tarik pendengaran (sound appeal), daya tarik penciuman (scent
appeal), daya tarik sentuhan (touch appeal), dan daya tarik perasa (Simamora,
2003:170). Keadaan emosional akan membuat dua perasaan yang dominan
yaitu perasaan senang dan membangkitkan keinginan, baik yang muncul dari
psikologikal set ataupun keinginan yang bersifat mendadak (impulse). Kondisi
ruang dapat mempengaruhi keadaan emosi konsumen yang menyebabkan
meningkatnya atau menurunnya pembelian.
Menurut Kotler (2005), Rohman (2009:5) Lingkungan fisik
mempengaruhi persepsi konsumen melalui sensor penglihatan, pendengaran,
penciuman, dan bahkan sentuhan. Kotler (2005), Levy dan Weitzs (2009: 530)
juga menyebutkan bahwa atmospherics lebih digunakan untuk mendesain
32
lingkungan mencakup komunikasi visual, pencahayaan, warna, musik dan
aroma yang merangsang persepsi pelanggan dan respon emosi yang dapat
mempengaruhi perilaku pembelian.
Hasil studi tentang atmospherics toko yang dilakukan oleh Pratiwi (2010)
menunjukkan bahwa warna dapat mempengaruhi waktu yang dihabiskan
konsumen di dalam toko, menimbulkan dorongan dan menciptakan rasa
senang yang dialami konsumen serta mendorong terjadinya pembelian.
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Turley dan Milliman (2000)
merujuk pada model penelitian klasik dari M-R (Mehrabiandan Russel), yang
menelaah model Stimulus (S) - Organism (O) - Response (R), yang kemudian
diturunkan lagi ke dalam penelitian dalam consumer behaviour oleh banyak
ahli, salah satunya adalah Donovan dan Rositter 1982). Pada penelitian ini
stimuli pada store atmosphere (atmospheric stimuli/ S) adalah lima variabel
yang diambil dari Berman dan Evans untuk variabel fisik toko dan satu buah
human variabel yang dirujuk dari. Kelima variabel ini memiliki pengaruh
terhadap intensitas emosi (organism/O) pada karyawan dan pengunjung.
Berdasarkan penelitian pada jurnal Turley dan Milliman (2000) faktor-
faktor pembentuk atmospheric stimuli yang mempunyai pengaruh organism
(status emosi dari pengunjung). Berdasarkan riset dari Nielsen, 93% dari
konsumen Indonesia menjadikan retail sebagai tempat rekreasi. Konsumen ini
tentunya akan semakin banyak berbelanja dengan semakin banyaknya
experience baru yang diciptakan oleh peretail lewat berbagai sensasi indera
(misalnya tampilan secara visual, bunyi, bau dan tekstur).
33
H3: Store atmosphere berpengaruh signifikan terhadap experiential marketing
pada Warung Lesehan Yogyakarta di Malang.
H4: Experiential marketing mampu memediasi pengaruh Store atmosphere
loyalitas pelanggan pada Warung Lesehan Yogyakarta di Malang.
Top Related