12
Bab II
Kajian Pustaka
A. Landasan Teoritis
1. Makroekonomi
Dalam buku Pengantar Teori Makroekonomi oleh Sadono Sukirno (2004:3)
dijelaskan bahwa analisis-analisis dalam teori makroekonomi lebih global atau lebih
menyeluruh sifatnya. Dalam makroekonomi yang diperhatikan adalah tindakan
konsumen secara keseluruhan, kegiatan-kegiatan keseluruhan pengusaha dan
perubahan-perubahan keseluruhan kegiatan ekonomi. Menurut Menurut
Makroekonomi tidak hanya mempelajari satu pasar saja, melainkan terdiri dari empat
pasar besar yang saling berhubungan satu sama lain, yaitu (1) Pasar Barang; (2) Pasar
Uang; (3) Pasar Tenaga Kerja dan (4) Pasar Luar Negeri.
Masalah-masalah makroekonomi yang umumnya dihadapi dalam suatu negara
seperti yang dijelaskan oleh Sadono Sukirno (2004:9) adalah sebagai berikut:
a. Masalah pertumbuhan ekonomi
b. Masalah ketidakstabilan kegiatan ekonomi
c. Masalah pengangguran
d. Masalah kenaikan harga-harga (inflasi)
e. Masalah neraca perdagangan dan neraca pembayaran
2. Teori Uang
a. Pengertian Dan Fungsi Uang
Uang merupakan segala sesuatu yang dapat dipakai atau diterima untuk
melakukan pembayaran barang, jasa maupun hutang (Nopirin, 1987). Uang juga
merupakan unsur yang tidak terpisahkan dalam suatu sistem perekonomian modern.
13
Kehadiran uang sudah sedemikian melembaga dalam masyarakat, sehingga sadar
atau tidak hamper semua kegiatan masyarakat dipengaruhi, diukur, dan banyak
ditentukan oleh uang. Dalam bukunya yang berjudul Teori Moneter (1988), Sri
Mulyani menyatakan bahwa memang peranan uang sangat penting, baik dilihat dari
fungsinya maupun dari peranannya dalam meningkatkan efisiensi kegiatan
ekonomi masyarakat.
Untuk melihat peranan uang dan pengaruhnya terhadap perekonomian,
pembahasannya tidak terlepas dari teori-teori ekonomi yang berhubungan dengan
peranan uang dari zaman klasik hingga zaman modern. Perkembangan teori
moneter sudah sedemikian pesatnya dan sangat menarik untuk diikuti.
(1) Pengertian Uang
Menurut Mulyani (1988), uang diartikan sebagai suatu alat/komoditi yang
memiliki beberapa fungsi, yaitu :
i. sebagai alat tukar (medium of exchange),
ii. sebagai satuan pengukur (unit if account),
iii. sebagai penyimpan nilai atau penyimpan daya beli (stor of value),
iv. sebagai ukuran/standar pembayaran yang dapat ditangguhkan (standard for
deffered payment).
Sementara itu, komoditi yang dimasukkan dalam kategori uang dapat berbeda-
beda, tergantung pada definisi uang yang digunakan. Definisi yang sangat lazim
antara lain :
i. M1, yang sering disebut sebagai uang dekat (near money), meliputi uang kartal
(uang logam; uang kertas) dan uang giral (demand deposit).
14
ii. M2, yang sering disebut sebagai uang dalam arti luas (broad money), yaitu M1
ditambah time deposit.
(2) Fungsi Uang
Dalam buku yang berjudul Ekonomi Makro: Teori, Analisis dan Kebijakan (2001),
secara prinsip uang memiliki 3 fungsi yang melekat sebagai kesatuan yaitu:
i. Penyimpan Nilai (Store of Value)
Uang disini berfungsi sebagai sarana transfer daya beli dari waktu sekarang
untuk besok. Orang bekerja dan memperoleh pendapatan dalam bentuk uang yang
dapat dipergunakan untuk konsumsi sekarang atau besok. Dengan demikian disini
uang berfungsi sebagai penyimpan nilai pekerjaannya.
ii. Satuan Hitung (Unit of Account)
Uang dipergunakan untuk istilah ‘harga’. Misalkan saja dua barang memiliki
harga relative maka harga relative tersebut dihitung dalam satuan uang.
iii. Alat Tukar (Medium of exchange)
Uang dipakai sebagai alat untuk membeli barang dan jasa. Jika kita
mempergunakan cara barter maka diperlukan dua kepentingan yang sama (double
coincidence of wants) yang mungkin sulit dipertemukan dalam satu waktu yang
sama.
b. Teori Permintaan Uang
Permintaan uang diartikan permintaan untuk saldo riil (demand for real
balance), dimana orang memegang uang karena keperluan untuk daya beli
(purchasing power). Jika terjadi kenaikan tingkat harga (inflasi) maka keperluan
15
uang akan naik agar daya beli tetap atau tidak berkurang. Secara teoritis ada 2
pendekatan terhadap permintaan uang yaitu, teori permintaan uang secara klasik
(Teori Kuantitas) dan teori permintaan uang menurut Keynes (Teori Keynes).
(1) Permintaan Uang Secara Klasik (Teori Kuantitas)
Teori Kuantitas (The Quantity Theory of Money) beranalogi bahwa orang
memegang uang untuk melakukan transaksi. Di dalam setiap transaksi selalu ada
pembeli dan penjual. Jumlah uang yang dibayarkan oleh pembeli harus sama
dengan jumlah uang yang diterima oleh penjual. Hal ini berlaku pula untuk seluruh
perekonomian: di dalam suatu periode tertentu nilai dari barang/jasa yang dibeli
harus sama dengan nilai dari barang/jasa yang dijual. Nilai dari barang/jasa yang
dijual sama dengan volume transaksi dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut.
Dilain pihak, nilai dari barang yang ditransaksikan ini harus pula sama dengan
volume uang yang ada didalam masyarakat dikalikan berapa kali rata-rata uang
bertukar dari tangan satu ke tangan yang lain, atau disebut juga rata-rata perputaran
uang dalam periode tersebut.
Irving Fisher
Permintaan atau kebutuhan akan uang dari masyarakat adalah suatu proporsi
tertentu dari nilai transaksi. Fisher mengatakan bahwa permintaan akan uang timbul
dari penggunaan uang dalam proses transaksi. Setiap perekonomian dalam setiap
tahap pertumbuhannya mempunyai suatu sistem kelembagaan yang menentukan
sifat dari proses transaksi. Besar-kecilnya perputaran uang di masyarakat ditentukan
oleh sifat proses transaksi yang berlaku di masyarakat dalam suatu periode. Sistem
kelembagaan ini mencakup faktor-faktor misalnya tingkat “monetisasi” sector-
sektor ekonomi (masyarakat agraris tradisional memerlukan uang yang lebih kecil
16
untuk setiap volume transaksi daripada masyarakat industry/perdagangan),
kebiasaan memberikan kredit perdagangan oleh supplier kepada pembeli juga bisa
mengakibatkan menurunnya kebutuhan akan uang, perbaikan-perbaikan dalam
komunikasi dan jaringan perbaikan yang memungkinkan dana bisa dikirim antar
daerah secara cepat dan mengakibatkan kebutuhan akan uang menurun.
Teori Cambridge (Marshall – Pigou)
Teori Cambridge, seperti halnya dengan teori Fisher dan teori klasik lainnya,
berpokok pangkal pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (means of exchange).
Karena itu, teori-teori klasik melihat kebutuhan uang atau permintaan uang dari
masyarakat sebagai kebutuhan akan alat likuid untuk tujuan transaksi.
Perbedaan utama antara teori Cambridge dan teori Fisher, terletak pada tekanan
teori permintaan akan uang Cambridge pada perilaku individu dalam
mengalokasikan kekayaannya antara berbagai kemungkinan bentuk kekayaan, yang
salah satunya bisa berbentuk uang. Perilaku ini dipengaruhi oleh pertimbangan
untung-rugi dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang. Teori Cambridge
mengatakan bahwa kegunaan dari pemegangan kekayaan dalam bentuk uang adalah
karena uang berbeda dengan bentuk kekayaan lain, uang mempunyai sifat likuid
sehingga dengan mudah bisa ditukarkan dengan barang lain. Uang dipegang atau
diminta oleh seseorang karena sangat mempermudah transaksi atau kegiatan-
kegiatan ekonomi lain dari orang tersebut.
Berdasarkan pendekataan ini dapat dijelaskan sebagai berikut: Ekonom yang
menganut pendekatan Cambridge sependapat dengan pendekatan Fisher bahwa
tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap money demand dalam jangka
pendek (Mishkin, 2016)
17
(2) Permintaan Uang Menurut Keynes (Teori Keynes)
Permintaan Uang menurut Keynes didasarkan pada 3 motif yaitu: transaksi;
berjaga-jaga; dan spekulatif. Adapun penjelasan tiga motif tersebut ialah sebagai
berikut.
(a) Motif transaksi (Transaction Motive)
Motif transaksi adalah motif yang mendasari permintaan uang untuk keperluan
aktivitas sehari-hari dari unit ekonomi. Pada awalnya Keynes menyetujui
permintaan uang nominal untuk motif transaksi merupakan proporsi konstan dari
tingkat pendapatan tetap. Dengan terjadinya perubahan interval penerimaan dan
pembayaran maka proporsi ini akan berubah pula. Permintaan uang cenderung akan
naik (dalam hal ini M1) jika pola pembayaran yang regular meningkat. Uraian lebih
lanjut mengenai permintaan uang dengan motif transaksi dikemukakan oleh
William Baumol (1952), yang mempergunakan konsep teori inventory untuk
mencari niai rata-rata uang yang optimal.
(b) Motif Berjaga-jaga (Precautionary Motive)
Motif berjaga-jaga adalah motif yang mendasari permintaan uang untuk
mengantisipasi fluktuasi dari aktivitas ekonomi disamping juga untuk menutupi jika
misalnya terjadi kerugian karena motif spekulasi. Esensi dari motif ini adalah
adanya faktor ketidakpastian (uncertainty) di masa datang. Jika motif spekulasi
berkenaan dengan ekspektasi tingkat bunga di masa yang akan datang dari obligasi
atau saham yang dimiliki, maka motif berjaga-jaga ditujukan untuk mengantisipasi
jika perkiraan memperoleh keuntungan dari motif spekulasi ini tidak terealisasi. Hal
ini karena memegang uang memang tidak menghasilkan keuntungan, tetapi juga
tidak mengandung resiko.
18
(c) Motif Spekulasi (Liquidity Preference)
Keyness mempertegas teori Cambridge, bahwa ketidakmenentuan di masa
datang mempengaruhi masyarakat untuk meminta uang. Uang bersifat sebagai
penyimpan kekayaan, dan masyarakat kadangkala akan menggunakan uang untuk
kepentingan spekulasi. Biaya imbangan dari seseorang memegang uang adalah
tingkat suku bunga dan interest jika dananyadisimpan dalam bentuk portofolio.
Dalam hal ini beliau memfokuskan pada variabel ekonomi, tingkat suku bunga di
masa yang akan datang, yielddari obligasi di masa yang akan datang. Jika tingkat
suku bunga sangat rendah, maka tiap individu dalam perekonomian akan
berekspektasi bahwa suku bunga akan meningkat di masa yang akan datang.
Sehingga mereka lebih senang untuk memegang uang berapapun penawarannya.
Dalam keadaan ini, permintaan agregat dari uang akan elastis sempurna terhadap
tingkat suku bunga (Sriram, 1999). Keadaan ekonomi demikian disebut dengan
liquidity trap.
c. Konsep Uang Beredar
Pengertian uang beredar yang umum digunakan di Indonesia dapat dibedakan
dalam dua kategori, yaitu uang beredar dalam arti sempit atau disebut juga narrow
money (M1) dan uang beredar dalam arti luas atau broad money (M2). M1 terdiri
atas semua uang kartal yang beredar di masyarakat (tidak termasuk uang kartal
yang ada di bank) ditambah dengan uang giral. M2 merupakan penjumlahan dari
M1 ditambah tabungan dan deposito berjangka atau disebut juga uang kuasi (quasy
money). Perkembangan uang beredar di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor,
antara lain: sector luar negeri, sector pemerintah, sector swasta domestik, dan sector
lainnya. Transaksi-transaksi dari sector-sektor tersebut dicatat dalam neraca sistem
19
moneter yang memperlihatkan besarnya jumlah uang beredar dan faktor-faktor
yang memperngaruhi perubahannya.
Strategi pengendalian uang beredar dirumuskan berdasarkan penyesuaian
instrument kebijakan moneter, antara lain: operasi pasar terbuka, penyesuaian
ketentuan likuditas wajib minimum (reserve requirement), dan fasilitas diskonto.
Pelaksanaan penyesuaian tersebut diharapkan agar nilai yang ditargetkan terhadap
tujuan akhir ekonomi makro, misalnya tingkat pertumbuhan dan tingkat inflasi
akan tercapai. Di negara-negara industry, pengendalian uang beredar dilakukan
dengan menggunakan besaran-besaran moneter, seperti jumlah uang beredar atau
tingkat bunga jangka panjang sebagai target antara (intermediate target). Besaran-
besaran moneter tersebut terletak diantara besaran target operasional (operational
target), seperti agregat cadangan atau tingkat bunga jangka pendek, dengan tujuan-
tujuan akhir ekonomi makro. Besaran-besaran target operasional tersebut dapat
dikendalikan oleh otoritas moneter dengan menggunakan instrument kebijakan
moneter. Permasalahan yang krusial atas penggunaan strategi pengendalian
moneter adalah memilih besaran moneter yang ada serta target antara mana yang
bisa digunakan dalam pengendalian moneter di masa yang akan datang dalam
situasi yang penuh ketidakpastian.
Dalam dunia ketidakpastian, maka gerak-gerik besaran tujuan akhir menjadi
tidak pasti dan sangat bergantung pada tingkah laku besaran target antara tertentu.
Dalam kondisi tersebut, pilihan besaran target antara menjadi sangat penting karena
penggunaan besaran target antara yang satu mungkin memberikan hasil yang lebih
baik daripada yang lain, tergantung situasi ekonomi yang sedang dihadapi oleh
suatu perekonomian. Agregat atau besaran-besaran moneter yang mungkin dapat
20
dipertimbangkan untuk dipilih sebagai target antara dapat digolongkan dalam dua
kelompok, yaitu:
(1) Jumlah uang beredar, kredit perbankan, dan uang primer
(2) Penghasilan yang diperoleh dari agregat moneter, seperti tingkat bunga
pinjaman bank atau surat berharga pemerintah.
Sementara itu, sejak Indonesia menggunakan target antara dalam pengendalian
moneter maka variabel agregat moneter yang digunakan adalah jumlah uang
beredar yang meliputi uang primer (M0), M1 dan M2. Alasan kenapa jumlah uang
beredar lebih disukai daripada suku bunga jangka panjang sebagai target karena
dalam jangka pendek tingkat output-lah yang terutama dipengaruhi oleh jumlah
uang beredar. Tetapi dalam jangka panjang, tingkat pertumbuhan uang beredar
terutama akan menentukan tingkat inflasi.
3. Sistem pembayaran
Sistem pembayaran tidak dapat dipisahkan dari perkembangan uang yang diawali
dari pembayaran secara tunai sampai kepada pembayaran elektronis yang bersifat non
tunai. Perkembangan sistem pembayaran didorong oleh semakin besarnya volume dan
nilai transaksi, peningkatan risiko, kompleksnya transaksi dan perkembangan
teknologi. Sistem pembayaran tunai berkembang dari commodity money sampai fiat
money, sementara sistem pembayaran non tunai berkembang dari yang berbasis warkat
(cek, bilyet, giro, dan sebagainya) sampai kepada yang berbasis elektronik (kartu dan
electronic money). Dengan perkembangan tersebut, peran sistem pembayaran menjadi
semakin penting dalam perekonomian.
Sistem pembayaran merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan
dan perbankan suatu Negara. Keberhasilan sistem pembayaran akan menunjang
21
perkembangan sistem keuangan dan perbankan, sebaliknya risiko ketidaklancaran atau
kegagalan sistem pembayaran akan berdampak negatif pada kestabilan ekonomi secara
keseluruhan. Berkenaan dengan permasalahan tersebut, maka sistem pembayaran perlu
diatur dan dijaga keamanan serta kelancarannya oleh suatu lembaga, dan umumnya
dilakukan oleh bank sentral.
Sistem pembayaran yang aman dan lancar merupakan salah satu prasyarat bagi
pencapaian stabilitas moneter dan keuangan yang merupakan tujuan utama dari bank
sentral. Oleh karena itu, bank sentral pada umumnya terlibat dalam penyelenggaraan
sistem pembayaran, terutama sebagai pembuat kebijakan dan peraturan, penyelenggara,
serta pengawasan dalam rangka mengontrol risiko, baik yang diakibatkan oleh
transaksi harian, seperti risiko likuiditas dan risiko kredit, maupun risiko yang bersifat
sistemik.
Disadari atau tidak, sistem pembayaran sangat dekat dengan kehidupan kita
sehari-hari. Setiap orang yang melakukan transaksi, misalnya dalam jual beli,
menyimpan uang di bank, mengirim uang, membayar telepon, listrik, dan banyak lagi
kegiatan ekonomi, dapat dilakukan karena adanya sebuah sistem yang mengatur.
Seperti yang diilustrasikan dalam Gambar 2.1, sistem pembayaran sangatlah
penting dalam memfasilitasi interaksi pertukaran barang dan jasa dalam perekonomian
(Benjamin Friedman & Michael Woodford, 2011).
22
Gambar 2.1
Alur Kegiatan Transaksi
Sumber : (Friedman & Woodford, 2011)
a. Pengertian Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran terdiri atas dua kata yakni “sistem” dan “pembayaran”.
Kata “sistem” menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia adalah sekelompok
bagian-bagian yang bekerja bersama-sama untuk melakukan sesuatu maksud. Atau
bisa juga diartikan sebagai cara atau metode yang teratur untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan kata “pembayaran” lazim diartikan sebagai perpindahan nilai
antara dua belah pihak. Secara sederhana, kedua belah pihak dimaksud adalah
pihak pembeli dan pihak penjual. Dengan pengertian ini, maka dalam setiap
kegiatan ekonomi, dimana terjadi perpindahan barang atau jasa, pasti melibatkan
apa yang disebut dengan proses pembayaran. Melalui definisi per kata tersebut
dapat dipahami bahwa Sistem Pembayaran merupakan kerja yang teratur dari
berbagai bagian dalam rangka perpindahan nilai di antara dua belah pihak yang
melakukan transaksi (Pohan, 2013).
Untuk memahami lebih jauh mengenai sistem pembayaran, kita lihat
beberapa definisi sistem pembayaran sebagai berikut :
CPSS Glossary, March 2003
“A payment system consists of a set of instruments, banking procedures and,
typically, interbank funds transfer systems that ensure the circulation of money”.
Money (Payment System)
Goods
PEMBELI
(Buyer)
PENJUAL
(Seller)
23
Bruce Summers, 1994
“The payment system which consists of the set of rules, institutions, and technical
mechanisms for the transfer of money, is an integral part of any monetary system
and is especially important in a market economy”
UU No.23/1999 tentang Bank Indonesia
“Sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga dan mekanisme yang
digunakan untuk melaksanakan pemindahan dana guna memenuhi suatu
kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi”.
Dari semua definisi diatas, intinya adalah bila berbicara mengenai
sistem pembayaran adalah bicara tentang alat pembayaran, prosedur perbankan
sehubungan dengan pembayaran dan juga sistem transfer dana antarbank yang
dipakai dalam proses pembayaran. Jika ditarik garis besar dari seluruh definisi
diatas, Sistem Pembayaran adalah suatu sistem yang melakukan pengaturan
kontrak, fasilitas pengoperasian dan mekanisme teknis yang digunakan untuk
penyampaian, pengesahan, dan penerimaan instruksi pembayaran, serta pemenuhan
kewajiban pembayaran yang dikumpulkan melalui pertukaran “nilai”
antarperorangan, bank dan lembaga lainnya baik domestic maupun cross border
(Pohan, 2013).
Sesuai dengan pengertian sistem pembayaran sebagaimana tersebut di atas,
dalam pelaksanaan diperlukan adanya komponen sistem pembayaran yang
memadai, antara lain :
(1) Institusi atau lembaga yang menyediakan jasa pembayaran;
(2) Instrument yang digunakan dalam sistem pembayaran yang mengatur hak dan
kewajiban keuangan peserta pembayaran;
24
(3) Kerangka hukum yang mengatur ruang lingkup hukum dan instrument sistem
pembayaran, hak dan kewajiban peserta, sanksi, dan aturan lainnya untuk
menjamin terlaksananya sistem pembayaran secara hukum; dan
(4) Kerangka kebijakan sistem pembayaran yang jelas, baik kebijakan umum
maupun operasional, yang mendasari pengembangan sistem pembayaran.
Dalam pelaksanaan sistem pembayaran, seluruh komponen tersebut di atas
saling berkaitan.
Gambar 2.2
Komponen Sistem Pembayaran
Sumber : Bank Indonesia (2013)
b. Evolusi Sistem Pembayaran
Dikutip dari buku The Economics of Money, Banking and Financial Markets
(Mishkin, 2016), evolusi sistem pembayaran melalui tahap sebagai berikut:
(a) Uang Komoditas
Kebijakan
Seperangkat Aturan /
Ketentuan
InfrastrukturKelembagaan
Instrumen
25
Dimulai pertama kali menggunakan uang komoditas seperti emas dan perak
yang digunakan beberapa ratus tahun lalu. Namun kelemahan sistem pembayaran
ini adalah susah untuk dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain, maka sistem
pembayaran mulai beralih ke uang fiat.
(b) Uang Fiat
Uang fiat adalah sistem pembayaran berbasis kertas dikeluarkan oleh
pemerintah sebagai legal tender1 namun tidak dapat dikonversi menjadi emas atau
perak. Keuntungan menggunakan kertas adalah lebih ringan jika dipindahkan tetapi
kelemahannya mudah dicuri dan memakan biaya yang mahal jika diangkut dalam
jumlah yang besar, sistem pembayaran kemudian berkembang dengan hadirnya
cek.
(c) Cek
Pengenalan cek adalah inovasi yang meningkatkan efisiensi dalam sistem
pembayaran karena tidak melibatkan perpindahan uang yang banyak serta dapat
dituilis pada setiap jumlah sesuai dengan jumlah yang ada dalam akun tabungan.
Kelemahannya adalah proses perpindahan dana cukup memakan waktu dan
mengeluarkan biaya yang mahal.
(d) Pembayaran Elektronik
Perkembangan komputer dan internet membuat pembayaran elektronik
menjadi lebih efisien. Tidak hanya menghemat biaya, usaha yang dibutuhkan juga
kecil. Cukup dengan log on dan klik beberapa kali kemudian pembayaran tagihan
secara otomatis diambil dari akun bank. Sistem ini telah umum dilakukan di
Amerika Serikat.
26
(e) Uang Elektronik
Terdapat tiga bentuk uang elektronik. Pertama adalah store value card,
contohnya seperti prepaid phone card. Bentuk lebih canggih dari store value card
adalah smart card. Ini terdiri dari chip komputer yang mengandung uang tunai
digital dari pemilik. Kartu ini dapat diisi di mesin ATM atau komputer
menggunakan smart card reader. Bentuk lainnya adalah e-cash yang biasa
digunakan di internet untuk pembelian barang dan jasa. Konsumen bisa
mendapatkan e-cash ini dengan mengatur akun bank yang mempunyai link dengan
internet lalu e-cash ditransferkan ke komputer.
Evolusi sistem pembayaran di Indonesia dapat dilihat dari Gambar 2.3 dimana
uang yang digunakan pertama kali sebagai media pertukaran.
Gambar 2.3
Evolusi Sistem Pembayaran
Sumber : Bank Indonesia (2015)
Alat pembayaran boleh dibilang berkembang sangat pesat dan maju. Kalau
kita menengok kebelakang yakni awal mula alat pembayaran itu dikenal, sistem
Uang
Paper Based
Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK)
Electronic Base
Perkembangan Sistem Pembayaran Terkini
Barter
27
barter antarbarang yang diperjualbelikan adalah kelaziman di era pra moderen.
Dalam perkembangannya, mulai dikenal satuan tertentu yang memiliki nilai
pembayaran yang lebih dikenal dengan uang. Hingga saat ini uang masih menjadi
salah satu alat pembayaran utama yang berlaku di masyarakat. Selanjutnya alat
pembayaran terus berkembang dari alat pembayaran tunai (cash based) ke alat
pembayaran nontunai (non cash) seperti alat pembayaran berbasis kertas (paper
based), misalnya, cek dan bilyet giro. Selain itu dikenal juga alat pembayaran
paperless seperti transfer dana elektronik dan alat pembayaran memakai kartu
(card-based) (ATM, Kartu Kredit, Kartu Debit dan Kartu Prabayar).
c. Prinsip Dasar Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran hadir karena berkembangnya kebutuhan manusia dalam
bertransaksi. Inovasi-inovasi yang muncul dalam transaksi pembayaran
membutuhkan suatu sistem yang mendukung transaksi dapat berjalan dengan baik.
Lagi pula, Sistem Pembayaran bukanlah sistem yang berdiri sendiri. Ia sangat erat
kaitannya dengan sistem moneter, stabilitas sistem keuangan, perbankan dan
perekonomian. Dan jangan dilupakan, transaksi pembayaran punya tali temali yang
kuat dengan budaya.
Transaksi pembayaran dapat berjalan dengan baik, apabila semua komponen
yang terlibat menjalankan perannya secara optimal dan saling mendukung satu
sama lain. Sistem pembayaran harus di kelola oleh sebuah lembaga khusus yang
akan mengatur bagaimana sistem dapat berjalan dengan sempurna. Dan dibanyak
Negara, bank sentral-lah yang memiliki peran dalam menetapkan kebijakan Sistem
Pembayaran. Demikian pula halnya di Indonesia.
28
Penetapan kebijakan Sistem Pembayaran umumnya mengacu pada prinsip-
prinsip dasar yang berlaku secara umum. Dikutip dari buku Sistem Pembayaran
(Pohan, 2013), ada 4 prinsip dasar yang dipegang oleh lembaga yang
mengendalikan Sistem Pembayaran.
(1) Risk Reduction
Prinsip pertama adalah berkaitan dengan bagaimana meminimalisasi risiko
(risk reduction). Sistem pembayaran yang terkendali dengan baik akan dapat
mengurangi berbagai risiko yang mungkin timbul. Terdapat berbagai jenis risiko
yang dapat terjadi dalam Sistem Pembayaran. Mulai dari risiko operasional, risiko
likuiditas, risiko kredit dan risiko sistemik.
(2) Efisiensi
Prinsip kedua yang harus dipegang dalam implementasi Sistem pembayaran
adalah bagaimana sebuah Sistem Pembayaran dapat meningkatkan efisiensi. Dalam
mewujudkan perekonomian nasional yang efisien, diperlukan dukungan dari sistem
keuangan dan perbankan yang efisien (Pohan, 2013). Sistem keuangan dan
perbankan yang efisien tidak akan terwujud tanpa Sistem Pembayaran yang efisien
mengingat Sistem Pembayaran merupakan sarana yang digunakan dalam
melakukan segala aktivitas keuangan maupun perbankan secara nasional.
(3) Kesetaraan Akses
Prinsip ketiga adalah kesetaraan. Pemberian akses yang equal baik kepada
peserta di dalam Sistem Pembayaran maupun kepada masyarakat luas sebagai
pengguna. Sebuah Sistem Pembayaran belum sesuai dengan prinsip dasarnya
apabila dalam pengaturan dan operasionalnya tidak dapat melindungi dan
29
memenuhi hak-hak dari peserta Sistem Pembayaran dan masyarakat luas sebagai
pengguna secara equal.
(4) Consumer Protection
Prinsip keempat adalah prinsip perlindungan konsumen (consumer protection).
Sistem pembayaran harus dapat memastikan masyarakat luas dapat memeperoleh
jasa Sistem Pembayaran yang efisien, cepat, aman dan handal.
d. Jenis-jenis Sistem Pembayaran
(a) Retail Payment
Sistem pembayaran ini digunakan untuk memproses transaksi ekonomi
nilai kecil yang dikhususkan untuk bayar membayar tanpa menggunakan
sepeser uang (kartal). Jenis instrumen retail payment yang dikenal saat ini
adalah : Using Payment Cards (ATM/Debet and Credit Card) dan Electronic
Money.
(b) Batch System
Sistem ini memungkinkan dilakukannya pembacaan data dari instrument
paper-based kemudian memproses seluruh batches dari instrument paper-
based secara elektronik. Bank atau nasabah bank dapat menyiapkan langsung
instrumen paper-based tersebut dan menyerahkannya pada clearing house
melalui bank. Pembayaran dilakukan melalui sistem ini, termasuk ke
dalamnya adalah instrument cen dan credit remittance (dan bentuk instrument
paper-based lainnya), electronic direct debit payments dan electroninc credit
payments, standing orders, dan lain-lain.
30
(c) Wholesale Payment
Wholesale Payment Systems adalah pemrosesan transaksi khusus yang
bernilai besar dan bersifat penting yang muncul dari transaksi treasury,
dealing, trade finance dan operasi lainnya di bank-bank yang tersentralisasi.
Faktor utama yang membedakan sistem ini selain dari nilai pembayarannya,
adalah bahwa setiap pembayaran diproses secara individual. Karena
Wholesale Payment Systems dapat mengurangi tingkat systemic risk yang
mungkin timbul, Bank Indonesia bermaksud mengembangkan dan memantau
pengembangan sistem ini.
Sejak tahun 2000, Bank Indonesia memperkenalkan kepada stakeholder,
yakni perbankan nasional apa yang disebut real time gross settlement
(RTGS). BI-RTGS adalah proses penyelesaian akhir transaksi (settlement)
pembayaran yang dilakukan per transaksi dan bersifat real time. Melalui
mekanisme BI-RTGS ini rekening peserta dapat di-debet dan di-kredit
berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan
pembayaran.
(d) Payment versus Payment (PvP)
Saat ini proses penyelesaian transaksi FX USD/IDR antarbank di
Indonesia dilakukan secara terpisah antara settlement dana IDR dan USD
karena adanya perbedaan zona waktu. IDR dan USD, dimana dana IDR
diselesaikan melalui RTGS sistem pada siang hari waktu Indonesia,
sedangkan dana USD diselesaikan melalui kliring di New York pada malam
hari waktu Indonesia. Hal ini menimbulkan settlement risk yang dikenal
sebagai Herstatt Risk. Dengan PvP settlement, penyelesaian IDR dan USD
31
dilakukan secara simultan melalui lembaga kliring pada zona waktu yang
sama di wilayah Asia.
(e) Cross Border Payment System
Seluruh komponen operasional Sistem Pembayaran nasional harus dapat
digunakan untuk fasilitas pembayaran cross border yang efisien dan
terkontrol untuk mendukung perkembangan perdagangan Indonesia. Hal ini
dilakukan dengan menghilangkan hambatan baik teknis maupun
internasional, melalui pembayaran elektronik yang efisien, dan pertukaran
dokumen perdagangan lainnya secara elektronik pula. Untuk itu
pengembangan Sistem Pembayaran nasional dilakukan dengan standar
internasional dan dilaksanakan dengan baik, untuk memenuhi kewajiban
internasional seperti yang diungkapkan dalam perjanjian APEC, AFTA,
ASEAN, MEA dan perjanjian internasional lainnya.
e. Karakteristik Sistem Pembayaran yang Efektif
Efektifitas dari suatu sistem pembayaran telah menjadi unsur yang sangat
penting dalam perekonomian sekarang ini. Sistem pembayaran yang paling
mendekatinya adalah sistem pembayaran elektronik. Berikut ini merupakan kriteria
umum efisiensi sebuah sistem pembayaran dapat dikatakan tercapai (Listfield dan
Montes-Negret 1994 dalam Zainal, 2006).
(2) Kecepatan pembayaran. Setiap transaksi pembayaran memerlukan transfer dana
yang efektif dan seketika, sebab kini waktu telah menjadi biaya yang sangat
berpengaruh juga dalam transaksi pembayaran. Keterlambatan yang terjadi
32
membuat ketidakpastian dalam penyelesaian transaksi, transfer dana, serta
biaya imbangan dari penginvestasian modal untuk kegiatan perekonomian lain.
(3) Kepastian pembayaran (certainty payments). Para pengguna suatu alat
pembayaran harus yakin, bahwa pembayaran yang dilakukannya akan sampai
pada tangan yang berhak. Jika keyakinan ini tidak ada maka mereka akan
kembali pada sistem pembayaran tunai menggunakan uang koin dan uang fiat,
daripada menggunakan sistem pembayaran non-tunai.
(4) Keselamatan dan keamanan. Para pengguna suatu alat pembayaran harus
merasa aman dalam melakukan transaksi. Hal yang harus mendapat perhatian
dalam menjaga keselamatan dan keselamatan suatu transaksi adalah sebagai
berikut :
(a) Pengawasan dari penggelapan
Sistem pembayaran harus didesain sedemikian rupa dengan adanya
pengawasan yang cukup untuk menjamin dari adanya penggelapan dan akses
yang tak resmi terhadap data sistem pembayaran.
(b) Pengawasan resiko kredit
Dalam beberapa kejadian sehari-hari, sering kali ditemukan kasus adanya
pengguna kartu kredit over limit dan gagal bayar (default). Keadaan ini terjadi
karena pihak penerima pembayaran (retailer, dsb) tidak mengetahui apakah
pihak pembayar (pemilik kartu kredit) memiliki rekening yang cukup untuk
membayar barang dan jasa yang ditransaksikan. Seharusnya resiko kredit harus
diantisipasi semenjak awal.
33
(c) Kepercayaan
Masyarakat luas harus percaya bahwa data sistem pembayaran terlindungi
dan tidak akan diakses informasinya oleh sumber yang tidak resmi. Data
tersebut seharusnya terlindungi baik selama transaksi mapun sesudahnya.
(d) Kenyamanan
Suatu sistem pembayaran harus membuat para pengguna menjadi lebih
nyaman, baik untuk memegang maupun melakukan transaksi dengan alat
pembayaran tersebut. Dengan kata lain, apabila ada biaya transaksi dan biaya
waktu (berupa keterlambatan) dalam penggunaan jasa keuangan, hal ini akan
kontraproduktif dalam perekonomian dengan perekonomian di negara
berkembang.
(e) Biaya
Perekonomian membutuhkan sistem pembayaran yang memiliki biaya
paling rendah pada semua aspek.
4. Sistem Pembayaran Non-tunai
Alat pembayaran non tunai adalah alat pembayaran yang menggunakan
paper-based instrument dan card-based instrument guna memenuhi kewajiban
dalam transaksi ekonomi. Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK)
adalah salah satu alat pembayaran non tunai yang transaksi pembayarannya
dilakukan dengan menggunakan kartu (card) dengan pembayaran yang langsung
dengan memotong dana dari tabungan ataupun dengan pembayaran yang dilakukan
diakhir periode tertentu.
Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) ini terdiri dari
kartu kredit, kartu debet, dan ATM. Bank atau lembaga non bank yang
34
menerbitkan APMK disebut dengan penerbit. Bank atau lembaga non bank
yang melakukan kerjasama dengan pedagang disebut dengan acquirer.
Sedangkan prinsipal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan
sistem dan/atau jaringan antar anggotanya (Direktorat Jendral Akunting dan
Sistem Pembayaran, Bank Indonesia).
Kartu kredit merupakan salah satu alat pembayaran non tunai yang dapat
digunakan untuk transaksi pembelanjaan, dimana kewajiban pembayaran
dengan menggunakan kartu kredit dipenuhi terlebih dahulu oleh penerbit kartu
kredit tersebut, dan pengguna kartu kredit tersebut berkewajiban untuk mengganti
pembayaran tersebut kepada penerbit pada periode yang telah ditentukan.
Kartu ATM merupakan kartu debet yang dapat digunakan dalam
transaksi ekonomi. Penerbit kartu debet/ATM adalah pihak bank yang telah
mendapatkan izin dari Bank Indonesia untuk menerbitkan kartu debit/ATM.
Untuk dapat memiliki kartu debet/ATM, konsumen diwajibkan memiliki
rekening tabungan pada bank penerbit.
Emoney merupakan alat pembayaran non tunai yang bersifat prepaid
product atau stored product, yang artinya alat pembayaran dengan penyimpanan
sejumlah uang diawal da lam suatu media elektronik bernama chip.
B. Penelitian Terdahulu
Telah banyak penelitian dilakukan untuk meneliti pengaruh sistem pembayaran non
tunai terhadap permintaan uang (kartal). Penelitian-penelitian tersebut antara lain:
35
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No. Nama Peneliti Metodologi Hasil Penelitian
1. Irma AIdilia Putri
(2015)
Kointegrasi,
ECM
Cashless transaction belum bisa
mengurangi jumlah kebutuhan uang
tunai masyarakat Indonesia.
2. Vemby Ikrima
Nofianda (2015)
Kointegrasi,
ECM
E-money berpengaruh signifikan, akan
tetapi memiliki hasil yang negative
terhadap Money Multiplier.
3. Lasondy Istanto,
Syarief Fauzie
(2014)
Kointegrasi,
ECM
Sistem pembayaran non tunai
memiliki pengaruh (+) terhadap
permintaan uang (M1).
4. Tina Hirmawati
(2013)
Kointegrasi,
ECM Penggunaan Kartu ATM/Debet
memiliki pengaruh (+) trhadap
permintaan uang (M1)
Inflasi memiliki pengaruh (-)
terhadap permintaan uang (M1)
SBI memiliki pengaruh (-)
terhadap permintaan uang (M1)
5. Tiara Nirmala,
Tri Widodo
(2011)
VECM GDP (+) terhadap peningkatan
pembayaran non tunai
CPI (-) terhadap peningkatan
pembayaran non tunai
M1 (-) terhadap peningkatan
pembayaran non tunai
C. Kerangka Pemikiran
1. Pengaruh Variabel Alat Pembayaran Non Tunai Terhadap Permintaan Uang
Menurut Promono et al (2006), pembayaran non tunai menggunakan kartu
berpengaruh negatif signifikan terhadap permintaan uang tunai (kartal).
Peningkatan pengguna alat pembayaran non tunai akan menurunkan kepemilikan
uang tunai (Nirmala dan Widodo, 2011).
Dari paparan diatas dapat diajukan hipotesis berikut:
H1 : Terdapat pengaruh negatif transaksi alat pembayaran non tunai terhadap
permintaan uang (kartal) di Indonesia.
36
2. Pengaruh Variabel Inflasi Terhadap Permintaan Uang
Inflasi merupakan kenaikan tingkat harga umum dalam periode yang lama.
Inflasi akan mempengaruhi keinginan masyarakat dalam berbelanja. semakin tinggi
perkiraan tingkat inflasi (expected rate of inflation), semakin besar keinginan
masyarakat untuk mensubtitusikan uang dengan barang sehingga permintaan uang
menjadi berkurang (Hirmawati, 2013)
Dari paparan diatas dapat diajukan hipotesis berikut:
H2 : Terdapat pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap permintaan uang
(kartal) di Indonesia.
3. Pengaruh Variabel Suku Bunga Terhadap Permintaan Uang
Suku Bunga juga memiliki Pengaruh terhadap permintaan uang. Pergerakan
suku bunga akan mempengaruhi preferensi masyarakat dalam memegang uang
tunai. Dalam jangka pendek suku bunga memiliki hubungan negatif dan tidak
signifikan terhadap permintaan uang, sedangkan dalam jangka panjang, suku bunga
memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap permintaan uang di Indonesia
(Setiadi, 2013). Hal ini dapat di ilustrasikan, semakin tinggi tingkat bunga, makin
tinggi pula biaya memengang uang tunai, karena akan menghilangkan kesempatan
mendapatkan pendapatan yang didapat dengan menyimpan uang pada lembaga
keuangan dan perbankan.
Dari paparan diatas dapat diajukan hipotesis berikut:
H3 : Terdapat pengaruh negatif tingkat SBI terhadap permintaan uang (kartal)
di Indonesia.
37
4. Pengaruh Variabel Kurs Terhadap Permintaan Uang
Variabel kurs Dollar Amerika Serikat memiliki hubungan yang signifikan
positif terhadap permintaan uang di Indonesia. Berarti setiap terjadi depresiasi
rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat maka akan meningkatkan permintaan uang
di Indonesia, demikian juga sebaliknya. Hal ini disebabkan ketika nilai rupiah
terdepresiasi maka harga barang-barang impor menjadi lebih mahal sehingga
diperlukan rupiah yang lebih banyak guna untuk membeli barang impor tersebut
(Prasojo, 2003).
Dari paparan diatas dapat diajukan hipotesis berikut:
H4 : Terdapat pengaruh negatif nilai tukar terhadap permintaan uang (kartal) di
Indonesia.
Berdasarkan teori di atas, maka kerangka pemikiran penelitian ini diterangkan
dalam gambar berikut ini :
Gambar 2.4
SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN
(-)
(-)
Alat Pembayaran
Non Tunai
Permintaan
Uang
Inflasi
SBI
Kurs
(-)
(-)
38
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan uraian perumusan masalah serta tujuan penelitian, maka penulis
mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1. H1 : Terdapat pengaruh negatif transaksi alat pembayaran non tunai terhadap
permintaan uang (kartal) di Indonesia.
2. H2 : Terdapat pengaruh negatif tingkat inflasi terhadap permintaan uang (kartal) di
Indonesia.
3. H3 : Terdapat pengaruh negatif tingkat SBI terhadap permintaan uang (kartal) di
Indonesia.
4. H4 : Terdapat pengaruh negatif nilai tukar terhadap permintaan uang (kartal) di
Indonesia.
Top Related