7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Kajian Teori
2.1.1. Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil
penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang
berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada
tingkat operasional di kelas (Suprijono, 2009: 46).
Menurut Arends dalam Suprijono (2009: 46), model pembelajaran
mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan
pembelajaran, tahap-tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan
pengelolaan kelas.
Merujuk pemikiran Joyce, fungsi model pembelajaran yaitu guru dapat
membantu peserta didik mendapat informasi, ide ketrampilan, cara berpikir, dan
mengekspresikan ide (Suprijono 2009: 46).
Pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran
adalah sebuah konsep yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan
suatu kegiatan pembelajaran atau aktivitas belajar mengajar.
2.1.2. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2004 : 22). Sedangkan menurut
Horwart Kingsley dalam bukunya Sudjana membagi tiga macam hasil belajar
mengajar : (1). Keterampilan dan kebiasaan, (2). Pengetahuan dan pengarahan,
(3). Sikap dan cita-cita (Sudjana, 2004 : 22).
Sedangkan menurut Reigeluth dalam Hamzah (2007) menyebutkan bahwa
hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagi indikator tentang nilai
dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang berbeda. Degeng (Hamzah:
2007) hasil belajar biasanya mengikuti pelajaran tertentu yang harus dikaitkan
dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
8
Anni dalam Deden, (2010) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas
belajar. Perolehan aspek-aspek perubahan tersebut tergantung pada apa yang
dipelajari oleh pembelajar.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan keterampilan, sikap dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah ia
menerima perlakuan yang diberikan oleh guru sehingga dapat menerapkan
pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor
dari dalam diri siswa dan faktor dari luar diri siswa Faktor dari luar diri siswa
yakni lingkungan yang paling dominan berupa kualitas pembelajaran (Sudjana,
2004 : 39).
Gagne dalam Hamzah (2007: 137) menyebutkan bahwa hasil belajar
merupakan kapasitas terukur dari perubahan individu yang diinginkan
berdasarkan ciri-ciri atau variabel bawaannya melalui perlakuan pengajaran
tertentu. Sedangkan menurut Reigeluth dalam Hamzah (2007) menyebutkan
bahwa hasil belajar adalah semua efek yang dapat dijadikan sebagi indikator
tentang nilai dari penggunaan suatu metode di bawah kondisi yang berbeda.
Dengan (Hamzah: 2007) hasil belajar biasanya mengikuti pelajaran tertentu yang
harus dikaitkan dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui suatu kegiatan belajar.
Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui suatu
kegiatan belajar.
Gagne dalam Suprijono, Agus (2009: 5) menyatakan bahwa hasil belajar
berupa:
1) Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tertulis.
2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang. Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan
aktivitas kognitif bersifat khas.
9
3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah
dalam memecahkan masalah.
4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasakan penilaian
terhadap objek tersebut. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai
sebagai standar perilaku.
Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dari setiap individu adalah
sebagai berikut :
1. Faktor Internal (faktor dari dalam diri individu yang belajar)
Faktor yang mempengaruhi kegiatan belajar ini lebih ditekankan pada faktor
dari dalam individu yang belajar. Adapun faktor yang mempengaruhi kegiatan
tersebut adalah faktor psikologis, antara lain yaitu : motivasi, perhatian,
pengamatan, tanggapan dan lain sebagainya.
2. Faktor Eksternal (faktor dari luar individu yang belajar)
Pencapaian tujuan belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar
yang kondusif. Hal ini akan berkaitan dengan faktor dari luar siswa. Adapun
faktor yang mempengaruhi adalah mendapatkan pengetahuan, penanaman
konsep dan keterampilan, dan pembentukan sikap.
Dari beberapa pendapat, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua
faktor dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (internal) dan faktor
dari luar diri siswa yakni lingkungan. Dengan demikian hasil belajar adalah
sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau fikiran yang
mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak
pada diri indivdu penggunaan penilaian terhadap sikap, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak
pada diri individu perubahan tingkah laku secara kuantitatif.
10
2.1.3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan model belajar dengan sejumlah siswa
sebagai kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam
menyelasaiakan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Selama
kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.
Menurut Slavin dalam Isjoni (2011: 15), pembelajaran kooperatif adalah
suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok –
kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4 – 6 orang dengan struktur
kelompok heterogen.
Menurut Stahl dalam Isjoni (2011: 15), pembelajaran kooperatif dapat
meningkatkan hasil belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong -
menolong dalam perilaku sosial.
Menurut Trianto (2007: 41), pembelajaran kooperatif adalah
mempermudah siswa menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka
saling berdiskusi dengan temannya.
Berdasarkan pendapat, belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan
untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai
pendapat orang lain, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu
dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal pemecahan
masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan
karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas
yang dihadapinya.
Model pembelajaran kooperatif tidak hanya unggul dalam membantu
siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk
menumbuhkan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam
pembelajaraan kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga
memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang
berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya.
Isjoni (2010: 18), adanya kelebihan dan kelemahan dalam pembelajaran
kooperatif.
11
a. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif antra lain : a) saling ketergantungan
positif, b) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, c) siswa
dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, d) suasana kelas yang
rileks dan menyenangkan, e) terjalinnya hubungan yang hangat dan
bersahabat antara siswa dengan gurunya, dan f) memiliki banyak kesempatan
untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.
b. Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor
dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu
sebagai berikut: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang,
disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2) agar
proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan
fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. 3) selama kegiatan diskusi
kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang
dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal
ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.
Berdasarkan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, sebelum
pembelajaran berlangsung sebaiknya guru mempersiapkan pembelajaran secara
matang seperti alat peraga atau yang lainnya, agar pada saat proses belajar
mengajar berlangsung tidak ada hambatan. Pada waktu pembelajaran kooperatif
berlangsung guru sebaiknya membatasi masalah yang dibahas, agar waktu yang
telah ditentukan tidak melebihi batas.
Ketika pembelajaran kooperatif berlangsung guru harus berusaha
menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para siswa. Maksudnya
suasana kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan
kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana yang terbuka
dengan kebiasaan-kebiasaan kerjasama, terutama dalam memecahkan kesulitan-
kesulitan.
Seorang siswa haruslah dapat menerima pendapat siswa lainnya, seperti
siswa satu mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan
dimana letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada kekurangannya
12
maka perlu ditambah. Penembahan ini harus disetujui oleh semua anggota dan
harus saling menghormati pendapat orang lain.
Pembelajaran kooperatif dapat membuat kemajuan besar para siswa kearah
pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan mereka dapat
berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai karena tujuan utama pembelajaran
kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama temannya.
Pengetahuan itu tidak lagi diperoleh dari gurunya. Seorang teman haruslah
memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan
pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi
kesalahan, dan saling membetulkan sama lainnya.
Melalui teknik saling menghargai pendapat orang lain dan saling
membetulkan kesalahan secara bersama mencari jawaban yang tepat dan baik,
dengan cara mencari sumber-sumber informasi dari mana saja seperti buku paket,
buku-buku yang ada diperpustakaan, dan buku-buku penunjang lainnya, dijadikan
pembantu dalam mencari jawaban yang baik dan benar serta memperoleh
pengetahuan tentang pemahaman terhadap materi pelajaran yang diajarkan
semakain luas dan semakin baik.
2.1.4. Student Team Achievement Division (STAD)
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari model
pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan
anggota tiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali
dengan menyampaikan tujuan pembelajaran penyampaian materi, kegiatan
kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.
Trianto (2007: 52-53), pembelajaran kooperatif tipe STAD ini juga
membutuhkan persiapan yang matang sebelum kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Persiapan-persiapan tersebut antara lain:
a. Perangkat pembelajaran
Sebelum melaksanakan pembelajaran kegiatan pembelajaran ini perlu
dipersiapkan perangkat pembelajarannya, yang meliputi Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Buku Siswa, Lembar Kegiatan Siswa (LKS) beserta lembar
13
jawaban.
b. Membentuk kelompok kooperatif
Menentukan anggota kelompok diusahakan agar kemampuan siswa dalam
kelompok adalah heterogen dan kemampuan antar satu kelompok lainnya ralatif
homogen. Apabila memungkinkan kelompok kooperatif perlu memperhatikan ras,
agama, jenis kelamin, dan latar belakang sosial. Apabila dalam kelas terdiri atas
ras dan latar belakang yang relative sama, maka pembentukan kelompok dapat
didasarkan pada prestasi akademik, yaitu:
1) Siswa dalam kelas terlebih duli diranking sesuai kepandaian dalam mata
pelajaran sains.tujuan adalah untuk mengurutkan siswa sesuai kemampuan
sains dan digunakan untuk mengelompokkan siswa ke dalam kelompok.
2) Menetukan tiga kelompok dalam kelas yaitu kelompok atas, kelompok
menengah, dan kelompok bawah.
c. Menentukan Skor awal
Skor awal yang dapat digunakan dalam kelas kooperatif adalah nilai
ulangan sebelumnya. Skor awal ini dapat berubah setelah ada kuis. Misalnya pada
pembelajaran lebih lanjut dan setelah diadakan tes, maka hasil tes masing-masing
individu dapat dijadikan skor awal.
d. Pengaturan tempat duduk
Pengauran tempat duduk dalam kelas kooperatif perlu juga diatur dengan
baik, hal ini dilakukan untuk menunjang keberhasilan pembelajaran kooperatif
apabila tidak ada pengaturan tempat duduk dapat menimbulkan kekacauan yang
menyebabkan gagalnya pembelajaran pada kelas kooperatif.
e. Kerja Kelompok
Untuk mencegah adanya hambatan pada pembelajaran kooperatif tipe
STAD, terlebih dahulu diadakan latihan kerjasama kelompok. Hal ini bertujuan
untuk lebih jauh mengenalkan masing-masing individu dalam kelompok.
Trianto (2007: 54), langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe STAD
ini didasarkan pada langkah-langkah kooperatif yang terdiri dari enam langkah
atau fase. Fase-fase tersebut sebagai berikut:
Fase 1 : Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
14
tersebut dan memotifasi siswa belajar.
Fase 2 : Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat
bahan bacaan.
Fase 3 : Menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok belajar.
Fase 4 : Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan
tugas mereka.
Fase 5 : Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari, masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
Fase 6 : Memberikan penghargaan hasil belajar individu dan kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran yang
sesuai dengan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia. Dengan sifat
masyarakat yang homogen ini dapat diterapkan dalam kerjasama kelompok untuk
dapat saling membantu antar anggota kelompok tersebut. Pembelajaran STAD ini
lebih mengutamakan pada kelompok dan perkembangan kemampuan siswa yang
terjadi secara terus-menerus sesuai dengan bahasan yang dipelajari. Dengan
penerapan model ini juga akan membantu dalam pemerataan kemampuan siswa
dalam pemahaman materi yang diberikan.
Berdasarkan tahapan-tahapan yang telah dikemukakan di atas, dapat
disusun langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Division (STAD) sebagai berikut:
a. Pendahuluan
1) Guru menyampaikan salam pembuka.
2) Guru melakukan apersepsi.
3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan dicapai.
4) Guru memberikan motivasi.
b. Kegiatan Inti
Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan langkah-langkah
pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD).
1) Tahap pertama (Penyajian Materi)
15
a. Guru menyajiakn informasi kepada siswa dengan jalan
mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.
2) Tahap kedua (Membentuk kelompok)
a. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok dan masing-masing
kelompok terdiri 4-5 siswa.
b. Dalam kerja kelompok, masing-masing kelompok akan mendapatkan
lembar diskusi untuk memecahkan suatu masalah
c. Setiap kelompok akan melakukan presentasi hasil diskusi.
3) Tahap keempat (Membimbing kelompok)
a. Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka
mengerjakan tugas.
4) Tahap ketiga (Evaluasi)
a. Siswa akan mengerjakan soal yang diberikan guru.
b. Setelah selesai mengerjakan tes individu, maka akan dilakukan penilaian
dari nilai tes oleh guru.
5) Tahap kelima (Penghargaan kelompok)
a. Guru akan memberikan penghargaan kepada kelompok yang mempunyai
nilai tertinggi.
c. Penutup
a. Siswa dan guru, menyimpulkan materi yang telah dipelajari.
b. Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari materi yang telah dipelajari.
c. Guru menutup pembelajaran.
Menurut Ruhadi (2008) setiap penggunaan model pembelajaran, memiliki
kelebihan dan kekurangan, begitu juga dengan penggunaan pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division). Ada beberapa
kelebihan dalam menggunakan pembelajaran kooperatif STAD (Student Team
Achievement Division) yaitu:
1) Aktivitas guru dan siswa selama kegiatan belajar mengajar terjadi interaksi
atau kerjasama.
2) Siswa cenderung aktif dalam kegiatan pembelajaran.
3) Mendorong siswa untuk menghargai pendapat orang lain.
16
4) Kemampuan kerjasama siswa dapat terbangun.
5) Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.
Kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement
Division (STAD) yaitu:
1) Karena siswa tidak terbiasa dengan penggunaan pembelajaran tipe Student
Team Achievement Division (STAD) maka alokasi waktu tidak mencukupi.
2) Guru dituntut untuk bekerja cepat dalam menyelesaikan tugas yang berkaitan
dengan kegiatan pembelajaran seperti koreksi pekerjaan siswa, melakukan
perubahan kelompok belajar.
3) Jika jumlah siswa terlalu banyak maka guru kurang maksimal mengamati
kegiatan belajar kelompok.
4) Jika ditinjau dari sarana kelas maka untuk membentuk kelompok kesulitan
mengatur dan mengangkat tempat duduk.
Berdasarkan kekurangan dari pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Division (STAD) adalah dalam pelaksanaan pembelajaran, guru
harus benar-benar memperhatikan waktu dengan baik agar pembelajaran dapat
terlaksana dengan baik tanpa mengganggu jam pelajaran selanjutnya. Kerjasama
antara siswa dan guru harus terjalin dengan baik agar pembelajaran lebih
menyenangkan dan terjalin suasana yang akrab. Untuk mempersiapkan
pengaturan kelas yang digunakan untuk belajar kelompok harus disiapkan dengan
rapi sebelum pelaksanaan pembelajaran agar siswa tetatp nyaman mengikuti
pembelajaran.
Dapat disimpulkan bahwa Student Team Achievement Division (STAD)
merupakan tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana dimana siswa
ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan
campuran menurut tingkat kinerja, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan
pelajaran kemudian siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh
anggota tim telah menguasai pelajaran tersebut.
17
2.1.5. Pembelajaran IPA
Standar Isi IPA di SD yang terdapat dalam Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP) mengatakan bahwa “Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga
IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses
penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik
untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk
mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara
ilmiah”.
Pendidikan IPA di Sekolah Dasar berupa mata pelajaran yang mulai di
ajarkan pada kelas tinggi. IPA sebagai cara mencari tahu tentang alam secara
sistematis dan bukan hanya kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta,
konsep-konsep, prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan proses penemuan.
Pendidikan IPA di SD dan MI diharapkan dapat menjadi wahana bagi siswa untuk
mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitarnya, serta prospek pengembangan
lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 ruang
lingkup mata pelajaran IPA untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
1) Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan, dan
interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
2) Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaannya meliputi: cair, padat dan gas.
3) Energi dan perubahannya, yang meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4) Bumi dan alam semesta, yang meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
Tujuan Mata pelajaran IPA menurut Permendiknas nomor 22 tahun 2006
adalah sebagai berikut:
18
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan dan ciptaan Nya
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan
masyarakat.
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga
dan melestarikan lingkungan.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturanya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
Dalam Puskur, Balitbang Depdiknas (2009:4), merujuk pada pengertian
IPA itu maka disimpulkan bahwa hakikat IPA meliputi empat unsur utama yaitu:
a. Sikap
Rasa ingin tahu tentang benda, fenomena alam, makhluk hidup, serta
hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat
dipecahkan melalui prosedur yang benar.
b. Proses
Prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi
penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen atau percobaan, evaluasi
pengukuran dan penarikan kesimpulan.
c. Produk
Produk berupa fakta, prinsip, teori dan hukum atau dalil.
d. Aplikasi
Penerapan metode ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari.
Keempat unsur tersebut merupakan ciri IPA yang utuh yang sebenarnya
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Dalam proses pembelajaran IPA keempat
unsur itu diharapkan dapat muncul sehingga peserta didik dapat mengalami proses
pembelajaran secara utuh, memehami fenomena alam melalui pemecahan
19
masalah, metode ilmiah, dan meniru cara ilmuan bekerja dalam menemukan fakta
baru.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
pengajaran IPA mempunyai tujuan untuk menanamkan sikap ilmiah pada siswa
dan nilai positif melalui proses IPA dalam memecahkan masalah. Siswa akan
selalu tertarik dengan lingkungan dan siswa akan mengenal serta dapat
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber ilmu dan sumber belajar. Demikian
juga dalam diri siswa akan dapat mengembangkan pikiran melalui lingkungan
yang banyak memberikan pengalaman terhadap diri siswa dengan cara
berinteraksi langsung dan dapat dirasakan siswa.
2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
1) Amurwani, Novie. 2009. Cooperative Learning Model STAD Untuk
Meningkatkan Aktivitas Dan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SDN
Pulowetan 2 Kecamatan Jatikalen Kabupaten Nganjuk. Skripsi Jurusan
Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah FIP Universitas Negeri Malang.
Aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Hasil belajar
sebelum tindakan nilai rata-rata siswa adalah 59,8. Hanya 11siswa (55%) yang
memiliki nilai ketuntasan. Sedangkan 9 siswa (45%) belum mencapai
ketuntasan sesuai standar ketuntasan minimum yang telah ditetapkan oleh
lembaga sekolah yaitu 65%. Setelah dilakukan tindakan pada siklus I hasil
belajar mengalami peningkatan yaitu rata-rata siswa menjadi 74,04. Pada
siklus I terdapat 5 siswa (25%) belum mencapai KKM dan 15 siswa (75%)
sudah mencapai standar ketuntasan. Selanjutnya dilakukan tindakan pada
siklus II dan rata-rata hasil belajar siswa menjadi 80,5. Hal ini berarti 20 siswa
(100%) sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM).
2) Handayani, Nur Rini. Peningkatan hasil belajar IPA melalui pembelajaran
kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) pada siswa kelas
IV SDN Tulungrejo 01 Kecamatan Gandusari Kabupaten Blitar. Dalam
penelitian ini menunjukkan mampu meningkatakan hasil belajar siswa. Hasil
penelitian yang diperoleh sebagai berikut"hasil belajar siswa dari rata-rata
perolehan pada pra tindakan 31,98 menjadi 37,28 pada siklus I dan pada siklus
20
II meningkat menjadi 60,28" hasil dari peningkatan poin pada pra tindakan
dan siklus I sama yaitu 21,14 kemudian pada siklus II meningkat menjadi
41,7" Keterlaksanaan pembelajaran kooperatif pada pra tindakan memperoleh
skor 2, siklus I mendapat skor 9 dan siklus II mendapatkan skor 21" Untuk
ketrampilan kooperatif siswa pada pra tindakan memperoleh skor 1, siklus I
mendapat skor 5 dan untuk siklus II memperoleh skor 15" Berdasarkan
penelitian tersebut pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan
hasil belajar IPA pada siswa kelas IV SDN Tulungrejo 01 Kecamatan Nglegok
Kabupaten Blitar"
Penelitian yang pernah dilakukan dapat memberikan gambaran peneliti
untuk melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division) dalam
pembelajaran matematika. Dan dengan penelitian tersebut terbukti menguatkan
teori bahwa dalam kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achievement Division).
2.3. Kerangka Berfikir
Masalah yang ada pada pembelajaran IPA adalah IPA dianggap sebagai
mata pelajaran yang menghafalkan istilah-istilah latin yang sulit. Hal ini
disbabkan guru kurang kreatif dalam menggunakan media dan model
pembelajaran dan dalam pembelajaran guru cenderung lebih aktif sedangkan
siswa hanya mendengarkan dan mencatat apa yang diterangkan oleh guru.
Pembelajaran dengan metode konfensional seperti itu membuat siswa kurang
tertarik dan kesulitan dalam memahami materi yang dipelajari sehingga hasil
belajar yang dicapai menjadi rendah.
Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Division (STAD) diharapka siswa akan lebih mudah menemukan
dan memahami materi yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan
masalah-masalah tersebut dengan anggota kelompoknya. Dengan melalui diskusi
ini akan terjalin dimana siswa saling berbagi pengetahuan dan pendapat yang
dimiliki sehingga terjadi pemahaman yang sama mengenai hal yang mereka
diskusikan. Dengan penerapan model pembelajaran ini diharapkan siswa menjadi
21
lebih tertarik dan fokus dalam memahami materi yang diberikan sehingga hasil
belajar siswa akan meninggkat.
Kerangka berfikir dalam penilaian ini digambarkan sebagai berikut:
Kerangka berfikir
2.4. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pertanyaan. Dari rumusan masalah di atas, maka dapat dikemukakan
hipotesisnya sebagai berikut :
1) Hipotesis Nol
a) Ho : X1=X2 yaitu rata – rata hasil belajar IPA kelas eksperimen siswa
kelas VA SD Negeri Salatiga 06 sama dengan rata – rata hasil belajar IPA
kelas kontrol siswa kelas VB SD Negeri Salatiga 06. Artinya model
Kegiatan Belajar
Mengajar Kelas V
Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran Kooperatif tipe STAD
3. Evaluasi
1. Ceramah
5. Penghargaan Kelompok
Hasil Belajar Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
3. Membimbing Kelompok
2. Membentuk Kelompok
4. Evaluasi
1. Penyajian Materi
2. Tanya Jawab
Hasil Belajar Pembelajaran Konvensional
22
pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)
tidak efektif digunakan dalam peningkatan hasil belajar matematika pada
siswa kelas V Sekolah Dasar.
2) Hipotesis Alternatif
b) Ha : X1> X2 yaitu rata – rata hasil belajar matematika kelas eksperimen
siswa kelas VA SD Negeri Salatiga 06 lebih tinggi dibandingkan rata –
rata hasil belajar IPA kelas kontrol siswa kelas VB SD Negeri Salatiga 06.
Artinya model pembelajaran kooperatif tipe Student team Achievement
Division (STAD) efektif digunakan dalam peningkatan hasil belajar IPA
pada siswa kelas V Sekolah Dasar.
Top Related