BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Kombucha
2.1.1 Pengertian Kombucha
Kombucha merupakan salah satu minuman antioksidan. Sumber
antioksidan yang terdapat pada kombucha berasal dari senyawa yang terdapat
pada bahan dasar teh kombucha (Nur & Indrayati, 2018). Teh kombucha adalah
cairan teh hasil fermentasi oleh mikroorganisme dari kelompok bakteri dan ragi
(Nurikasari, 2017). Kombucha merupakan minuman fungsional hasil dari
fermentasi larutan teh dan gula yang memiliki aroma dan rasa yang khas, yaitu
asam dan manis, mengandung berbagai vitamin dan mineral, asam-asam organik,
serta alkohol yang baik untuk kesehatan tubuh (Siahaan,2011).
Starter kultur kombucha disebut “jamur kombu” atau “jamur dipo”. Dalam
istilah asing disebut dengan SCOBY (Symbiotic Culture of Bacteria and Yeast. Di
dalam SCOBY terdapat bakteri dan ragi. Pada golongan bakteri terdapat
Acetobacter xylinum, Acetobacter aceti, Acetobacter pasteurianus, Glucono
oxydans (Greenwalt, Steinkraus, & Ledford, 2016). Pada golongan ragi terdapat
Saccharomyces cereviseae, Saccharomyces ludwigii, Saccharomyces bisporus,
Zygosaccharomyces sp dan Torolupsis sp (Aloulou,2012). Dari penampilan
fisiknya, koloni kombucha yang berperan dalam proses fermentasi mempunyai
bentuk yang menyerupai lembaran gelatin (gel) yang bewarna putih dengan
ketebalan 0,3-1,2 cm dan terbungkus selaput liat (Naland, 2008).
9
2.1.2 Kandungan Kimia Kombucha dan Manfaat Bagi Kesehatan
Selama fermentasi kombucha, simbiosis bakteri Acetobacter dan khamir
akan memproduksi berbagai enzim, asam asetat, asam asam glukonat, asam
glukoronat, asam laktat, berbagai asam amino, fruktosa, karbondioksida, dan
sejumlah kecil alkohol (0,5-1%), vitamin C, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3,
vitamin B6, vitamin B12 (Nainggolan, 2009). Menurut Kumar & Joshi, (2016)
kombucha normal mengandung kurang dari 0,5% alkohol, sehingga minuman
kombucha dinyatakan sebagai minuman non-alkohol. Lebih tua usia minuman
serta lebih asam, kombucha mengandung alkohol berkisar 1,0%-1,5%, tergantung
pada lama waktu fermentasi, proporsi gula, dan ragi yang digunakan. Kadar
glukonat dan asam asetat pada kombucha bervariasi tetapi umumnya dianggap
mempunyai jumlah yang sama dalam fermentasi produk. Etil-glukonat, asam
oksalat, asam sakarrat, asam keto-glukonat, asam suksinat, dan asam karbonat
adalah komponen lain yang biasanya ditemukan dalam sampel kombucha
(Greenwalt et al., 2016). Teh kombucha di Indonesia memiliki total asam organik
yang berkisar antara 1-2% (Ardheniati, Andriani, & Amanto, 2018).
Sebagai minuman fermentasi, kombucha berkhasiat untuk membantu
pencernaan, memberikan bantuan melawan radang sendi, bertindak sebagai
pencahar, mencegah infeksi mikroba, memerangi stres dan kanker, memberikan
bantuan melawan wasir, memberikan pengaruh positif pada kadar kolesterol, dan
memfasilitasi ekskresi toksin serta pembersihan darah. Minuman ini juga
dikaitkan dengan pengaruh mikroba gastrointestinal pada manusia dengan
10
bertindak sebagai minuman probiotik dan membantu menyeimbangkan mikroba
usus, dengan demikian memfasilitasi normalisasi aktivitas usus sampai batas
tertentu (Watawana, 2015). Menurut Naland (2008) kombucha mengandung
komponen senyawa kimia seperti pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Komponen yang dimiliki teh kombucha
Senyawa Kimia Kombucha Manfaatnya Bagi Manusia
Asam laktat Membantu dalam pencernaan manusia
Asam asetat Menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya
Asam malat Membantu dalam detoksifikasi tubuh
Asam glukonat Pengawet alami
Asam butirat Penginfeksi yeast seperti Candida
Asam nukleat Melawan infeksi beberapa jenis jamur
Vitamin B-1 Untuk regenerasi sel
Vitamin B-2 Membantu dalam pembentukan protein
Vitamin B-3 Membantu proses metabolisme
Vitamin B-6 Memproses asam amino, lemak, karbohidrat
Vitamin B-12 Membantu menurunkan kadar kolesterol
Vitamin B-15 Membantu masalah saluran pencernaan
Vitamin C Meningkatkan daya tahan tubuh
Asam folat Pembentukan substansi antar sel
Asam glukoronat Memproduksi sel-sel darah
Asam hyaluronic Mengkonjugasi toksik dan racun dalam tubuh
Asetaminophen Menghilangkan nyeri pada tubuh (analgetik)
Antibiotik Membatasi pertumbuhan mikroba
2.1.3 Proses Pembuatan Kombucha
Pembentukan awal kombucha pertama kali dimulai dari proses fermentasi
dengan sedikit oksigen. Saat terjadi proses ini, organisme seperti bakteri dan
khamir menghasilkan enzim yang menguraikan senyawa gula menjadi alkohol
dan gas karbondioksida. Pada kondisi lingkungan yang berkecukupan oksigen,
reaksi yang terjadi bukan fermentasi. Proses ini tidak menghasilkan etanol, tetapi
air dan karbondioksida. Pada kedua reaksi, produk samping yang dihasilkan
11
berupa panas, ditandai dengan naiknya suhu lingkungan saat proses terjadi. Ragi
atau khamir memulai aktivitasnya memecah fruktosa dan sukrosa (gula) dengan
bantuan enzim ekstraseluler sehingga tidak menjadi glukosa. Hasilnya adalah
alkohol (etanol) dan gas karbondioksida. Kemudian, hasil ini akan bereaksi
dengan air membentuk senyawa asam karbonat. Setelah beberapa hari melakukan
aktivitasnya, koloni jamur dan bakteri akan berkumpul dalam cairan tersebut pada
selulosa yang terbentuk berupa lapisan kenyal bewarna putih. Lapisan inilah yang
merupakan agen kombucha yang bisa dimanfaatkan lagi pada proses
pembentukan kombucha berikutnya (Naland, 2008).
Proses pembuatan kombucha melalui beberapa tahap yang pertama setelah
larutan gula dan teh tercampur, larutan teh didiamkan dalam suhu ruang, suhu
ruangan yang dianjurkan tidak kurang dari 20oC dan tidak lebih dari 30
oC
(Naland, 2004). Selanjutnya adalah penambahan starter kombucha, yaitu SCOBY.
Menurut Simanjuntak & Siahaan (2011) kultur kombucha yang bagus dan layak
dipakai sebagai media proses fermentasi kombucha umumnya bewarna putih
bersih, mengkilap serta tidak terdapat bercak atau totol bewarna. Jika terdapat
bercak merah, kemungkinan kultur kombucha sudah tercemar dan sebaiknya tidak
dipakai sebagai media fermentasi. Starter kombucha ditambahkan pada saat
larutan teh sudah sama dengan suhu ruang. Setelah ditambahkan dengan stater
toples kaca ditutup menggunakan tisu dan serbet agar oksigen masih dapat masuk
tetapi terhindar kontaminan luar. Wadah yang paling baik dalam pembuatan
kombucha adalah dengan menggunakan wadah dari kaca. Setelah itu
difermentasikan selama 4-12 hari dalam ruangan yang kedaan gelap, tetapi
12
kondisi udaranya tidak lembab. Kultur kombucha akan rusak jika terkena sinar
matahari langsung (Naland, 2004). Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan
kombucha selama fermentasi berlangsung menurut Suprapti (2003) adalah sebagai
berikut :
a. Dijaga agar tidak terguncang
b. Wadah dan isinya jangan dipindah-pindahkan
c. Tidak terkena sinar matahari langusung
d. Diletakkan pada suhu ruang
e. Tidak sampai kekurangan udara (aerasi lancar)
f. Tidak terdapat semut, kecoa, atau serangga lainnya.
2.1.4 Mekanisme Fermentasi Kombucha
Fermentasi adalah sebuah proses yang menyebabkan perubahan kimiawi
pada suatu senyawa organik kompleks melalui pengaruh beberapa enzim yang
dihasilkan mikroba (Naland, 2004). Fermentasi kombucha melibatkan beberapa
jenis mikroorganisme yang bekerja secara simbiotik. Mikroorganisme yang
mendominasi dalam proses fermentasi kombucha yaitu bakteri A. xilynum dan
khamir S. cereviseae. Selama proses fermentasi, khamir akan merombak gula
(sukrosa) menjadi alkohol yang dilanjutkan dengan oksidasi alkohol menjadi
asam asetat dengan bantuan bakteri A. xilynum (Isdadiyanto & Tana, 2018).
Khamir bersifat fakultatif anaerob, artinya ada atau tidak ada ketersediaan
oksigen di lingkungan, khamir tetap dapat tumbuh, sedangkan bakteri asam asetat
merupakan mikrobia yang bersifat obligat aerob, artinya bakteri tersebut hanya
13
tumbuh apabila tersedia oksigen (Ardheniati, Andriani, & Amanto, 2018). Bakteri
A. xylinum bersifat sebagai aerob obligat yang mampu mensintesis lapisan
sellulosa yang menempel pada mikrofibril penyusun nata (selulosa) agar kontak
dengan oksigen. Bakteri asam asetat mengubah glukosa menjadi glukonat, dan
fruktosa menjadi asam asetat (Yulia, 2018).
Mikroorganisme membutuhkan energi untuk kelangsungan hidupnya.
Energi dibutuhkan untuk mempertahankan perkembangbiakan sel, kehidupan sel,
dan untuk membantu pergerakan organisme yang bersifat motil. Substrat yang
paling mudah digunakan untuk ketersediaan energi adalah gula reduksi. Glukosa
dan fruktosa adalah gula reduksi yang digunakan sebagai sumber karbon oleh
bakteri asam asetat. Sukrosa bersifat non reduksi karena sukrosa tidak mempunyai
gugus OH yang bersifat reaktif, dimana keduanya saling mengikat, sehingga
sukrosa akan mengalami inverse terlebih dahulu menjadi glukosa dan fruktosa,
dengan demikian jalur metabolisme terjadi semakin panjang. Enzim invertase
tersebut bekerja optimum pada pH yang berkisar antara 4-5,25 dan suhu 37-52ºC
(Ardheniati, Andriani, & Amanto, 2018). Menurut Jayabalan (2014) Sukrosa
adalah sumber karbon paling umum dalam fermentasi kombucha.
Proses fermentasi kombucha terdapat dua kali proses fermentasi, yang
pertama adalah fermentasi alkohol dan selanjutnya fermentasi asam asetat. Proses
fermentasi alkohol dimulai dari sel-sel ragi akan menghidrolisis sukrosa untuk
membentuk glukosa dan fruktosa yang digunakan untuk produksi etanol
(Jayabalan, 2014). Ragi akan mendegradasi glukosa melalui tahap glikolisis
menjadi asam priruvat. Kemudian asam piruvat akan dikarboksilasi oleh enzim
14
piruvat dekarboksilase menjadi asetildehid dan CO2. Selanjutnya asetildehid
diubah menjadi etanol oleh enzim alkohol dehidrogenase (Mehta, 2012).
Gambar 2.1. Alur fermentasi alkohol (Mehta, 2012).
Setelah alkohol dihasilkan, selanjutnya fermentasi asam asetat. Etanol
diubah menjadi asetaldehid oleh enzim alkohol dehidrogenase. Setelah itu
asetaldehid dioksidasi menjadi asetil-koenzim A (CoA) oleh enzim aldehid
dehidrogenase, selanjutnya asetil CoA diubah menjadi asetil fosfat oleh enzim
fosfotransasetilase. Yang terakhir, asetil-fosfat mengalami defosforilasi menjadi
asam asetat oleh asetat kinase (Mehta, 2012).
Bakteri asam asetat memanfaatkan etanol untuk pertumbuhan sel dan
memproduksi asam asetat dan asam-asam organik lainnya. Asam asetat bersifat
volatil yang menghasilkan aroma asam kuat dan menusuk yang merupakan rasa
khas pada minuman kombucha. Adanya asam asetat menstimulasi khamir untuk
memproduksi etanol kembali. Akumulasi setiap metabolit selain membentuk asam
asetat juga membentuk asam glukuronat, asam laktat, vitamin, asam amino,
CO2
Glukosa
Asam piruvat
Asetildehid
Etanol
Alkohol dehidrogenase
Piruvat dekarboksilase
Glikolisis
15
antibiotik, dan zat lain yang bermanfaat bagi kesehatan dan beraroma spesifik
(Jayabalan, 2014).
Gambar 2.2. Alur fermentasi asam asetat (Mehta, 2012).
Lama fermentasi memiliki peranan terhadap aktivitas antioksidan dari
kombucha, namun lama fermentasi yang berkepanjangan tidak dianjurkan karena
adanya akumulasi dari asam organik yang mungkin bisa mencapai tingkat yang
berbahaya untuk dikonsumsi secara langsung (Srihari & Satyanarayana, 2012).
Kombucha yang dikonsumsi hendaknya memiliki pH antara 2,5 sampai 4,6.
Selain menghasilkan asam asetat dan asam glukonat, bakteri A. xylinum
menghasilkan vitamin C. Hal ini disebabkan proses fermentasi bakteri asam asetat
akan menghasilkan asam askorbat atau vitamin C. prosesnya, D-Glukosa akan
direduksi menjadi D-sorbitol. Pada tahap awal fermentasi, senyawa D-sorbitol
akan berubah bentuk menjadi senyawa L-sorbosa karena adanya enzim yang
dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Gugus alkohol dari senyawa gula
Asetat kinase
fosfotransasetilase
Etanol
asetaldehid
Asetil CoA
Asetil fosfat
Aldehid dehidrogenase
Alkohol dekarboksilase
Asam asetat
16
dapat dioksidasi oleh bakteri dengan adanya oksigen Selanjutnya L-Sorbosa akan
difermentasikan menjadi asam askorbat (vitamin C) (Apriani, 2017). Reaksi asam
askorbat (vitamin C) disintesa dengan bantuan bakteri adalah sebagai berikut :
D-glukosa D-sorbitol L-Sorbosa Vitamin C
Semakin lama fermentasi, kadar vitamin C akan semakin meningkat (Apriani,
2017).
2.2 Tinjauan Tentang Daun Mengkudu
2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi Daun Mengkudu
Mengkudu (Morinda citrifolia L.) atau popular disebut noni, merupakan
tanaman perdu atau tumbuhan berbentuk pohon kecil. Mengkudu terkenal karena
toleransi lingkungannya yang sangat tinggi. Tumbuhan ini tumbuh secara liar di
hutan atau di tempat yang berair seperti di tepi-tepi sungai, dapat tumbuh di tanah
infertil, asam, dan alkali maupun di daerah yang sangat kering hingga sangat
basah (Nelson, 2006). Berasal dari Asia Tenggara dan tersebar ke Australia,
Hawaii, Prancis Kepulauan Polynesia, dan daerah tropis lainnya (Youn & Chang,
2017). Tanaman mengkudu pada beberapa daerah di Indonesia dikenal dengan
istilah eodu, lengkudu, bangkudu, bakudu, pamarai, mangkudu, beteu (Sumatera);
kudu, cangkudu, pace, kemudu (Jawa); tibah, wungkudu, ai kombo, manakudu,
bakudu (Nusa Tenggara); mangkudu, wangkudu, labanau (Kalimantan); baja, noni
(Sulawesi) (Hidayat, 2015).
oks red
Acetobacter
17
Klasifikasi daun mengkudu sebagai berikut (Kaur, Gurjar, & Gill, 2018) :
Domain : Eukarya
Kingdom : Plantae
Phylum : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Rubiales
Family : Rubiaceae
Genus : Morinda
Spesies : Morinda citrifolia
Tinggi pohonnya dapat mencapai 10 m. Kulit batang keabu-abuan atau
cokelat kekuningan. Daun tunggal, mengkilap, berbentuk jorong melanset dengan
panjang 10-40 cm, lebar 7-25 cm. Panjang tangkai daun dapat mencapai 1,5-2 cm
(Nelson, 2006).
2.2.2 Manfaat dan Kandungan Kimia Daun Morinda citrifolia L
Semua bagian tanaman memiliki kegunaan tradisional dan / atau modern,
termasuk akar dan kulit kayu (pewarna, obat-obatan), batang (kayu bakar,
peralatan), daun dan buah (makanan, obat-obatan) (Nelson, 2006). Pemanfaatan
daun Morinda citrifolia L sebagai tanaman obat adalah untuk pengobatan
penyakit kencing manis, diare, encok, melancarkan air seni serta menguatkan
ingatan/pikiran. Bukti penelitian ilmiah mengenai manfaat Morinda citrifolia L
bagi kesehatan, yaitu untuk mengobati penyakit degeneratif seperti kanker, tumor,
dan diabetes (Regiarti & Susanto, 2015).
18
Terdapat sekitar 160 zat fitokimia yang telah diidentifikasi di tanaman
Morinda citrifolia L termasuk kandungan klorofil, namun belum diketahui jumlah
pastinya. Komponen-komponen mikro ini akan memberikan efek farmakologis
ketika dikonsumsi. Sebagai contoh, ekstrak alkohol daun Morinda citrifolia L
memiliki aktivitas antihelmintik terhadap cacing Pherestima posithuma, selain itu
juga menunjukkan aktivitas antibakteri dan antifungi.
Daun Morinda citrifolia L memiliki banyak kandungan kimiawi yang
sangat baik bagi kesehatan tubuh. Pada 100 g daun pucuk Morinda citrifolia L
mengandung 72,72 mg total fenol, 24,93 mg quersetin, 9,55 mg kaemferol, 1,11
mg antosianin, 2,03 mg asam klorogenat, dan 0,76 mg asam ferulat (Ramayulis,
2015). Menurut Saragih (2014) Daun Morinda citrifolia L mengandung vitamin C
sebesar 52 mg, karotenoid 36,265 , mineral kalsium 36 mg, dan serat kasar 4,0
g/100g. Kandungan Kimia pada daun M. citrifolia L. mentah dapat dilihat pada
Tabel 2.2 (Bresson et al., 2008):
Tabel 2.2. Kandungan kimia pada daun M. citrifolia L.
Unsur Per 100 g
Air (g) 93,7
Protein (g) 1
Lemak (g) 0,2
Karbohidrat (g) 4,4
Serat (g) 1,1
Abu (g) 0,7
Kalsium (mg) 58
Fosfor (mg) 93
Besi (mg) 4,4
Beta-Karoten (mg) 0,3
Riboflavin (mg) 0,07
Niasin (mg) 5,6
Asam askorbat (mg) 50
19
Tanaman Morinda citrifolia L merupakan tanaman obat yang cukup
dikenal oleh masyarakat Indonesia, hal ini terbukti dengan adanya sebutan
tersendiri untuk tanaman ini dari berbagai daerah di Indonesia. Pada tanaman
Morinda citrifolia L daunnya dapat dijadikan sayuran. Daun mudanya biasanya
dikukus atau direbus dan dimakan sebagai lalap (Regiarti, 2015).
2.2.3 Pengolahan Daun Morinda citrifolia L
Tanaman Morinda citrifolia L merupakan tanaman obat yang cukup
dikenal oleh masyarakat Indonesia, hal ini terbukti dengan adanya sebutan
tersendiri untuk tanaman ini dari berbagai daerah di Indonesia. Pada tanaman
Morinda citrifolia L daunnya dapat ditanam sebagai sayuran dan cairan buahnya
untuk obat tekanan darah tinggi. Daun mudanya biasanya dikukus atau direbus
dan dimakan sebagai lalap. Pesatnya tingkat produksi pengolahan dari berbahan
baku Morinda citrifolia L di Indonesia tahun 2003 mencapai 1910 ton per tahun
dengan luas area kebun 23 hektar dan meningkat menjadi 73 hektar pada tahun
2004 dengan produksi sebesar 3509 ton per tahun. Daun Morinda citrifolia L
dapat berperan sebagai antibakteri dan minuman dalam bentuk effervescent.
Minuman dalam bentuk effervescent banyak digemari oleh masyarakat karena
praktis, cepat larut dalam air, memberikan larutan yang jernih, dan memberikan
efek sparkle atau seperti pada rasa minuman soda (Regiarti, 2015).
Dalam mengolah daun Morinda citrifolia L menjadi produk teh, suhu dan
waktu pengeringan menjadi variabel penting yang diteliti sehingga ditemukan
suhu dan waktu yang tepat untuk mengolah daun Morinda citrifolia L menjadi
20
produk teh. Idealnya waktu menyeduh teh, berlangsung selama lima menit dengan
suhu air 80oC dan tiga menit dengan suhu air 90
oC (Saragih, 2014). Pengolahan
teh pada prinsipnya adalah mengeringkan bagian (lembaran) dari tanaman baik
berupa daun, kulit, maupun biji dengan tujuan mengurangi kadar air pada bagian
tersebut (Ghani, 2002).
Klorofil dalam jaringan tanaman terikat pada lipoprotein. Pemanasan
menyebabkan protein yang terikat di dalam lipoprotein mengalami denaturasi
sehingga klorofil terbuka. Khususnya gugusan methyl ester akan terlepas sehingga
menyebabkan molekul klorofil larut dalam air (polar). Suhu pengeringan yang
tinggi dan waktu pengeringan yang lama akan membuat warna seduhan teh daun
Morinda citrifolia L semakin pekat sebab semakin banyak pigmen klorofil dan
karoten yang teroksidasi dalam air (Saragih, 2014).
2.3 Tinjauan Tentang Vitamin C
2.3.1 Karakteristik Vitamin C
Asam askorbat atau vitamin C merupakan senyawa antioksidan yang
mudah larut dalam air (Putri & Setiawati, 2015). Dalam keadaan murni vitamin C
berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176,3 dan rumus C6H6O6. Secara
alami bentuk vitamin C adalah isomer-L. Isomer-L memiliki aktivitas yang lebih
besar dibandingkan dengan bentuk isomer-D. Vitamin C dapat menghilangkan
senyawa oksigen relatif di dalam sel netrofil, monosit, protein pada lensa, dan
retina mata. Di luar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen
reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer elektron ke dalam
21
tokoferol teroksidasi, dan mengarbsorpsi logam dalam saluran pencernaan
(Haryanto, 2018).
Antioksidan vitamin C beraksi dengan radikal bebas kemudian
mengubahnya menjadi radikal askorbil. Senyawa radikal ini akan segera
mengubah menjadi askorbat dan dehidroaskorbat (Hacisevki, 2009). Asam
dehidroaskorbat, produk oksidasi pertama asam askorbat telah dianalisis dengan
kristalografi x-ray menjadi dimer. Studi elektrokimia telah mengindikasikan
bahwa asam askorbat dan asam dehidroaskorbat membentuk pasangan redoks
yang reversibel.
Gambar 2.3 Mekanisme perubahan vitamin C menjadi asam dehidroaskorbik
Molekul asam askorbat terdiri dari dua atom karbon asimetris, C-4 dan C-
Oleh karena itu, selain asam L-askorbat itu sendiri, ada tiga stereoisomer lainnya:
asam D-askorbat, Asam D-isoascorbic, dan asam L-isoascorbic. Ketiga isomer ini
memiliki sangat sedikit atau tidak memiliki aktivitas antiscorbutic (Hacisevki,
2009). Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam
larutan asam. Vitamin C tidak disimpan melainkan dikeluarkan oleh sistem
pembuangan tubuh. Vitamin C langsung diserap melalui saluran darah dan
22
ditransportasikan ke hati, dan mekanisme penyerapan dalam usus halus melalui
difusi pasif yang lambat.
2.3.2 Manfaat Vitamin C
Vitamin C berperan sebagai antioksidan dan efektif mengatasi radikal
bebas yang merusak sel atau jaringan. Asam askorbat atau vitamin C terlibat
dalam banyak fungsi fisiologis dalam organisme hidup. Perannya dalam sintesis
kolagen dalam jaringan ikat sudah dikenal sejak lama. Tidak adanya
penyembuhan luka dan kegagalan fraktur untuk diperbaiki adalah fitur klasik
penyakit kudis. Fitur-fitur ini disebabkan oleh gangguan pembentukan kolagen
karena kekurangan vitamin C. Dalam berbagai fungsi lainnya, peran asam
askorbat dalam metabolisme seluler dapat diperhitungkan oleh sifat pereduksi
yang dilimiki dapat melindungi komponen seluler dari kerusakan oksidatif.
Vitamin C bertindak sebagai pengoksidasi radikal bebas dan spesies berbahaya
yang dibawa oksigen dan terhirup, seperti radikal hidroksil dan hidrogen
peroksida (5-7) (Hacisevki, 2009).
Vitamin C juga berkontribusi pada spermatogenesis setidaknya sebagian
melalui kapasitasnya untuk mengurangi tokoferol dan mempertahankan
antioksidan ini dalam keadaan aktif. Vitamin C berperan penting dalam
perlindungan terhadap stres oksidatif pada berbagai jaringan. Vitamin C memiliki
banyak fungsi luas pada manusia dan mamalia lain. Selain perannya yang terkenal
sebagai antioksidan, vitamin berfungsi sebagai kofaktor dalam beberapa reaksi
23
enzim, termasuk yang terlibat dalam sintesis katekolamin, karnitin, kolesterol,
asam amino, dan hormon peptida tertentu (Akbari, 2016).
2.3.3 Kebutuhan Vitamin C Pada Manusia
Pada kebanyakan mamalia, vitamin C dapat dibentuk oleh tubuhnya
sendiri akan tetapi tidak pada primata termasuk pada manusia dan sebagian kecil
hewan lainnya. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan vitamin C, manusia
perlu mengkonsumsi makanan, minuman maupun suplemen yang mengandung
vitamin C (Pakaya, 2014).
Kebutuhan vitamin C yang dianjurkan adalah sebesar 30-60 mg per hari,
sedangkan rata-rata kecukupan vitamin C untuk keluarga adalah sebesar
(53,7±2,2) mg. Sumber vitamin C yang penting di dalam makanan terutama
berasal dari buah-buahan dan sayur-sayuran (Putri & Setiawati, 2015). Kebutuhan
harian vitamin C biasa dikenal dengan RDA (Recommended dietary allowance),
dimana kebutuhan vitamin C harian adalah 60 mg atau setara dengan sebuah
jeruk. Cadangan sebesar 1500 mg merupakan jumlah maksimum yang dapat
dimetabolisir di dalam tubuh manusia. Dengan jumlah tersebut turn over vitamin
C adalah 60 mg/hari. Kebutuhan vitamin C dapat meningkat 300%-500% pada
manusia yang terkena penyakit neoplasma, infeksi, hipertiroid, pasca bedah atau
trauma, kehamilan, laktasi dan sebagai antioksidan (Pakaya, 2014).
Penggunaan vitamin C secara berlebih dapat menyebabkan urtikaria dan
eritema multiforme. Penggunaan dosis toksik dari vitamin C dapat menyebabkan
apoptosis sel yaitu dengan pemakaian 100-200 kali dari dosis harian yang
24
direkomendasikan (Utami, 2016). Menurut Kembuan (2013) vitamin C dengan
dosis lebih dari 1 g/hari dapat menyebabkan diare. Hal ini terjadi karena efek
iritasi langsung pada mukosa usus yang mengakibatkan pening-katan peristaltik.
Dosis besar juga dapat meningkatkan bahaya terbentuknya batu ginjal, karena
sebagian vitamin C dimeta-bolisme dan diekskresikan sebagai oksalat.
Penggunaan vitamin C dosis lama dan besar dapat menyebabkan ketergantungan,
sehingga vitamin C dapat menimbulkan rebound scurvy. Hal ini dapat dihindari
de-ngan mengurangi penggunaan vitamin C secara bertahap.
2.4 Tinjauan Tentang Asam Organik
2.4.1 Karakteristik Asam Organik
Asam-asam organik terbentuk melalui asam-asam terdisosiasi dalam
bentuk ion-ion H+. Semakin banyak ion H+ menandakan bahwa asam yang
dihasilkan akan semakin banyak ditandai oleh elektroda pH meter menunjukkan
nilai yang semakin menurun. Asam adalah zat yang apabila dilarutkan dalam air
dapat menghasilkan ion H+. Akibat kelebihan ion H+ maka air yang sud ah
ditambahkan zat asam disebut sebagai larutan asam. Semua senyawa organik
merupakan turunan dari golongan senyawa yang dikenal sebagai hidrokarbon
sebab senyawa tersebut terbuat hanya dari hidrogen dan karbon (Chang, 2010).
Asam-asam organik dapat dianalisis dengan menggunakan dua metode
yaitu dengan mengukur keasaman (pH) dan metode titrasi (Saputra et al., 2015).
Untuk menghitung total asam organik dapat dilakukan metode titrasi, dalam uji
total asam tertitrasi kombucha yang dihitung adalah seluruh asam organik yang
25
terkandung di dalam teh. Jumlah total asam tertitrasi merupakan indikator yang
menunjukkan jika terjadi proses pembentukan asam-asam organik selama
fermentasi. Total asam organik yang dihitung dengan metode titrasi dianggap
sebagai asam asetat yang merupakan hasil metabolisme dalam proses fermentasi
kombucha. Hal ini dikarenakan asam asetat merupakan jenis asam organik
terbesar yang dihasilkan dari proses metabolisme mikroorganisme selama proses
fermentasi (Cahyaningtyas, 2018). Menurut (Suhartatik, 2009)) asam asetat
dikatakan sebagai jumlah secara keseluruhan total asam pada kombucha. Teh
kombucha di Indonesia memiliki total asam organik yang berkisar antara 1-2%
(Ardheniati, Andriani, & Amanto, 2018).
Kenaikan total asam tertitrasi berkaitan dengan terjadinya reaksi-reaksi
kimia secara asmilatif dan disimilatif oleh kultur kombucha selama fermentasi
berlangsung. Biotransformasi glukosa oleh bakteri asam asetat yaitu A. xylinum
akan menghasilkan dan asam-asam organik yang terhitung sebagai total asam.
Dalam proses fermentasi, semakin lama proses fermentasi akan semakin habis
sumber karbon dalam hal ini glukosa dan sebagai akibatnya tingkat keasaman
kombucha akan semakin tinggi sampai proses fermentasi berhenti (Naland, 2008).
2.4.2 Macam Asam Organik dan Manfaatnya
Asam organik adalah komponen umum dalam makanan dan minuman, dan
memainkan peran penting dalam karakteristik produk, seperti rasa dan aroma.
Asam organik ditemukan di banyak produk makanan termasuk buah-buahan, keju,
26
dan berbagai minuman seperti jus dan anggur (Saputra et al., 2015). Beberapa
macam asam organik dan manfaatnya yaitu:
a. Asam butirat
Asam butirat berasal dari hasil metabolisme bakteri dengan memanfaatkan
glukosa sebagai sumber energi pada proses fermentasi kombucha dan juga di
usus manusia. Asam butirat dapat menyehatkan sel-sel usus dan mencegah
peradangan sel-sel usus besar, mampu memodulasi stres oksidatif, menurunkan
H2O2 yang dapat menginduksi kerusakan DNA. Dapat dijadikan agen
penghambat karsinogenesis kolon dengan cara induksi apoptosis, menghambat
proliferasi, dan menghambat migrasi sel tumor, dapat mencegah kanker usus, dan
dapat menekan stres (Eric, 2013).
b. Asam sitrat
Asam sitrat merupakan salah satu asam organik yang banyak digunakan
dalam industri makanan dan minuman (60 % dari total produksi). Mempunyai
fungsi untuk antioksidan, pemberi rasa asam, dan pengemulsi. Sebagai bahan
pengawet dalam pembuatan perasa sari buah, ekstrak sari buah, dan es krim.
c. Asam folat
Tubuh manusia tidak dapat mensintesis struktur folat, sehingga membutuhkan
asupan dari makanan. Walaupun banyak bahan makanan yang mengandung folat,
tetapi karena sifatnya termolabil dan larut dalam air, sering kali folat dari bahan-
bahan makanan tersebut rusak karena proses memasak. Pemanasan dapat
merusak 50-90% folat yang terdapat dalam makanan. Asupan sebanyak 3,1
mg/kgbb/hari asam folat dapat memenuhi angka kecukupan gizi yang dianjurkan
27
di Indonesia. Untuk wanita hamil dan wanita menyusui dianjurkan 0,4 mg/hari
atau 400 mg/hari asam folat. Apabila kebutuhan asam folat tercukupi, tubuh
manusia akan menyimpan sekitar 5-10 mg folat, dan hampir setengahnya
disimpan di hati. Cadangan ini cukup untuk 3-6 bulan tanpa asupan folat dari
makanan. Asam folat memberikan harapan baik sebagai pencegahan terjadinya
kelainan cacat bawaan yang disebabkan kelainan pertumbuhan susunan saraf
pusat (Pediatri, 2002).
d. Asam glukoronat
Digunakan oleh limpa dalam tubuh manusia sebagai zat anti racun. Unsur-
unsur beracun di dalam tubuh manusia, oleh asam glukoronat akan dinetralisir
dan diuraikan menjadi produk akhir. Unsur-unsur di dalam tubuh yang netral
(tidak beracun) akan dimanfaatkan oleh sel-sel tubuh dalam menjalankan
fungsinya. (Simanjuntak & Siahaan, 2011).
e. Asam asetat
Asam asetat merupakan bagian terbesar dari asam yang dihasilkan oleh
proses fermentasi kombucha. Asam inilah yang memberikan rasa asam pada
minuman kombucha. Bentuk asam cuka yang dihasilkan adalah cairan encer,
jernih, dan tidak berwarna sesuai dengan SNI 01-3711-1995 untuk produk cuka
makan. Menurut Awad (2012) asam asetat memiliki manfaat bagi kehidupan
manusia, diantaranya digunakan sebagai pengatur keasaman, pemberi rasa asam,
dan aroma dalam makanan, serta untuk menambah rasa sedap pada masakan.
Dalam bidang industri bahan kimia, asam asetat merupakan bahan yang
berguna untuk memproduksi anhidrida asetat, aspirin, dan ester. Selain itu asam
28
asetat dapat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai
senyawa kimia. Sebagian besar (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan
sebagai bahan untuk memproduksi monomer vinil asetat (Vinyl Acetate
Monomer, VAM) (Awad, 2012).
Dalam bidang kesehatan, dalam konsentrasi rendah, asam asetat digunakan
sebagai antiseptik, antibakteri, dan deodorant alami yaitu zat penghilang bau
(Setyaningsih, 2013). Peran utama asam asetat dalam kesehatan tubuh manusia
adalah mengikat toksin dan bisa menjadi bentuk ester yang mudah larut dalam air,
sehingga mudah dikeluarkan oleh tubuh. Di dalam tubuh, peranan asam asetat
diperkirakan lebih besar dibandingkan dengan asam glukoronat. Asam asetat juga
berfungsi sebagai pengontrol kadar gula darah, sebagai detoxifikasi dan
menurunkan kolesterol.
f. Asam laktat
Pada penderita kanker berat, kadar laktat di dalam tubuh rendah. Salah satu
peran asam laktat yang dihasilkan kombucha adalah menangkal radikal bebas
sehingga dapat juga dipercaya sebagai pencegah kanker. Kandungan asam laktat
dalam kombucha tinggi, hal ini yang mendasari bahwa kombucha dapat
mencegah timbulnya kanker dalam tubuh (Eric, 2013).
g. Asam malat
Asam ini higroskopis dan kelarutannya dalam air cukup baik. Kekuatan
asamnya lebih kecil dari asam sitrat dan asam tartrat tetapi dapat menghasilkan
reaksi effervescing ketika direaksikan dengan sumber basa. Selain itu asam malat
memiliki rasa yang lebih asam dari asam sitrat (Regiarti, 2015).
29
2.5 Pemanfaatan Hasil Penelitian Sebagai Sumber Belajar
Sumber belajar adalah semua sumber seperti pesan, orang, bahan, alat,
teknik, dan latar yang dimanfaatkan peserta didik sebagai sumber untuk kegiatan
belajar dan dapat meningkatkan kualitas belajarnya. Sumber belajar biologi adalah
segala sesuatu baik benda maupun gejalanya yang dapat dipergunakan untuk
memperoleh pengalaman dalam rangka pemecahan permasalahan biologi tertentu
(Supriadi, 2015). Dilihat dari perancangannya, secara garis besar sumber belajar
dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Sumber belajar yang dirancang (learning resources by design) yakni sumber-
sumber yang secara khusus dirancang atau dikembangkan sebagai komponen
sistem instruksional untuk memberikan fasilitas belajar yang terarah dan
bersifat formal.
b. Sumber belajar yang dimanfaatkan (learning resources by utililization) yakni
sumber belajar yang tidak didesain khusus untuk keperluan pembelajaran dan
keberadaannya dapat ditemukan, diterapkan dan dimanfaatkan untuk
keperluan pembelajaran (Jailani, 2017).
Terdapat beberapa syarat agar suatu hasil penelitian dapat dijadikan sebagai
sumber belajar. Syarat-syarat tersebut diantaranya kejelasan potensi, kejelasan
tujuan, kejelasan sasaran, kejelasan informasi yang diungkap, kejelasan pedoman
eksplorasi, dan kejelasan perolehan yang diharapkan. (Munajah & Susilo, 2015).
Sumber belajar ada yang berbasis manusia, cetak, visual, audio visual, dan sumber
belajar berbasis komputer (Supriadi, 2015). Terkait pemilihan sumber belajar,
Dick dan Carey (2005) mengatakan bahwa kriteria pemilihan sumber belajar,
30
yaitu: (1) Kesesuaian sumber belajar dengan tujuan yang ingin dicapai; sumber
belajar hendaknya dipilih berdasarkan tujuan apa yang akan dicapai dengan
menggunakan sumber belajar tersebut. Terdapat beberapa kemungkinan tujuan
penggunaan sumber belajar, antara lain untuk memberikan informasi,
mempermudah pemecahan masalah, menimbulkan motivasi, dan untuk menguasai
keterampilan tertentu, (2) Ekonomis; efektivitas pengeluaran biaya dalam jangka
waktu yang relatif lama, (3) Praktis dan sederhana; sumber belajar praktis artinya
mudah digunakan dan sederhana artinya tidak memerlukan berbagai perlengkapan
yang canggih atau kompleks, dan (4) Mudah diperoleh.
Lazimnya jenis sumber belajar yang cenderung digunakan pada satuan
pendidikan, yaitu: (1) Latar bentuk sumber belajar: Perpustakaan, laboratorium,
dan taman kampus, (2) Teknik bentuk sumber belajar: Ceramah, diskusi,
pembelajaran terprogram, pembelajaran individual, pembelajaran kelompok,
simulasi, permainan, studi eksplorasi, studi lapangan, tanya jawab, pemberian
tugas, (3) Pesan bentuk sumber belajar: Ide, fakta, makna yang terkait dengan isi
bidang studi atau mata kuliah, (4) Bahan bentuk sumber belajar: Buku, surat
kabar, hasil pekerjaan mahasiswa, papan, peta, globe, gambar-gambar, diagram,
majalah, komputer, LCD, radio, tape recorder, televisi (Supriadi, 2015).
31
- Daun mengkudu mengandung zat yang
berkhasiat mengandung vitamin C
sebesar 52 mg/100g, riboflavin 0,07
mg/100g, serat kasar 4,0 g/100g, fosfor 93
mg/100g bersifat antioksidan, diuretik,
menurunkan kadar kolesterol (Bresson,
2008)
- Produk olahan daun mengkudu belum
dimanfaatkan secara optimal (Saragih,
2014)
- Produk olahan daun mengkudu teh dan
minuman dalam bentuk effervescent.
Uji Kuantitatif :
- Konsentrasi vitamin C (mg/100 mL)
- Total Asam Organik (%)
Daun mengkudu
dikembangkan
menjadi teh
kombucha
Kenggulan minuman teh kombucha :
- Menambah nutrisi minuman dengan
sejumlah vitamin dan asam-asam organik
- Memperkaya variasi minuman dengan
mengubah rasa dan aroma
Sebagai sumber belajar biologi
khususnya siswa SMA kelas XII tentang
peran bioteknologi
Faktor yang
mempengaruhi :
- Lama
fermentasi
- Konsentrasi
gula
- Kadar inokulum
- Jumlah teh
2.6 Kerangka Konsep
Gambar 2.4 Bagan kerangka konsep
32
2.7 Hipotesis
1. Ada pengaruh variasi konsentrasi gula kombucha teh daun Morinda
citrifolia L terhadap kadar vitamin C.
2. Ada pengaruh lama fermentasi kombucha teh daun Morinda citrifolia L
terhadap kadar vitamin C.
3. Ada interaksi variasi konsentrasi gula dan lama fermentasi kombucha teh
daun Morinda citrifolia L terhadap kadar vitamin C.
4. Ada pengaruh variasi konsentrasi gula kombucha teh daun Morinda
citrifolia L terhadap total asam organik.
5. Ada pengaruh lama fermentasi kombucha teh daun Morinda citrifolia L
terhadap total asam organik.
6. Ada interaksi variasi konsentrasi gula dan lama fermentasi kombucha teh
daun Morinda citrifolia L terhadap kadar total asam organik.
7. Hasil penelitian pengaruh variasi konsentrasi gula dan lama fermentasi
kombucha teh daun Morinda citrifolia L terhadap kandungan vitamin C
dan total asam organik dapat dijadikan sebagai sumber belajar biologi.
Top Related