8
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Prestasi Belajar
Sehubungan dengan prestasi belajar, Purwanto (1986:28) memberikan
pengertian prestasi belajar yaitu “hasil yang dicapai oleh seseorang dalam
usaha belajar sebagaimana yang dinyatakan dalam raport.” Sedangkan
menurut Nasution (1996:17) prestasi belajar adalah: “Kesempurnaan yang
dicapai seseorang dalam berfikir, merasa dan berbuat. Prestasi belajar
dikatakan sempurna apabila memenuhi tiga aspek yakni: kognitif, affektif dan
psikomotor, sebaliknya dikatakan prestasi kurang memuaskan jika seseorang
belum mampu memenuhi target dalam ketiga kriteria tersebut.”
Winkel (1996:226) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan
bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Maka prestasi belajar
merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar. Sedangkan menurut Shofiana (2008 : 34)
mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal yang dicapai
oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar. Selaiin itu,
Wiriatmadja (2005:23) mendefinisikan hasil sebagai suatu kegiatan yang
telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok dalam
bidang tertentu. Banyak kegiatan yang biasa dijadikan sebagai sarana untuk
mendapatkan hasil, semuanya tergantung dari kesenangan setiap individu.
Djuwariyah (2008:37) menjelaskan bahwa prestasi belajar di bidang
pendidikan adalah hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi
faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran
yang diukur dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan.
Jadi prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang
dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang menceritakan
hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode tertentu. Prestasi
8
9
belajar merupakan hasil dari pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi
faktor kognitif, afektif dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran
yang diukur dengan menggunakan instrumen tes yang relevan.
Prestasi belajar adalah pernyataan khusus tentang apa yang akan
diketahui dan dapat dilakukan oleh siswa, sebagai hasil kegiatan belajar,
biasanya berupa pengetahuan, keterampilan, atau sikap (knowledge, skill or
attitude) (Louis dalam Slameto, 2006) atau pencapaian kompetensi siswa
(Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan Bab X pasal 63).
Selanjutnya, pengertian prestasi belajar dapat dipersempit sebagai
kualitas dan kuantitas pekerjaan siswa, yang dipakai untuk menghitung rata-
rata tingkat pencapaian keseluruhan mata pelajaran, dalam satu semester atau
satu tahun ajaran. Slameto (2006) memberi batasan tentang prestasi belajar
(achievement) sebagai hasil pengukuran tentang apa yang diketahui atau yang
dapat dilakukan oleh seseorang, setelah belajar. Pengukuran yang dimaksud
adalah sebagai alat yang dipakai untuk menyediakan balikan bagi siswa dan
pihak lainnya, untuk menentukan posisi siswa dalam hubungannya dengan
tujuan yang telah ditetapkan.
Prestasi belajar mempunyai dua peranan penting bagi siswa dan guru,
yaitu sebagai pencerminan keberhasilan mengajar bagi seorang guru dan
penceminan kemampuan siswa dalam penguasan materi baik pengetahuan,
sikap, maupun keterampilan. Peran itulah yang mendasari penulis memilih
prestasi belajar sebagai variabel terikat pada penelitian ini.
Kajian prestasi belajar yang lain mengadopsi dari Slameto (2002)
Sukmadinata (2005) dan Benjamin S Bloom (2003) mengklasifikasi prestasi
belajar menjadi tiga ranah, yaitu: 1) Ranah kognitif yang berkaitan dengan
hasil belajar intektual, 2) Ranah Afektif yang berkaitan dengan sikap, dan 3)
Ranah psikomotorik yang berkenaan dengan keterampilan dan kemampuan
bertindak.
10
Dengan pemahaman yang demikian maka dapat dirumuskan bahwa
prestasi belajar siswa adalah performance dan kompetensinya dalam mata
pelajaran setelah mempelajari materi untuk mencapai tujuan pengajaran dalan
satu satuan waktu yang biasa berupa semester, atau tahun pelajaran.
Performance dan kompetensi tersebut meliputi:
(1) Ranah kognitif seperti informasi atau pengetahuan /knowledge, konsep
dan prinsip (understanding), pemecahan masalah dan kreativitas,
(2) Ranah psikomotorik/ skill, dan
(3) Ranah afektif seperti perasaan, sikap, nilai dan integritas pribadi (Slameto
2002).
Pada penelitian ini prestasi belajar yang akan diukur adalah prestasi
belajar kognitif. Asperk kognitif yang akan diukur adalah: pengetahuan uang
sebagai alat tukar menukar yang sah. Mata pelajaran yang akan diujikan
adalah mata pelajaran matematika.
Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal dengan tes
prestasi belajar. Soetjipto (2004: 8) mengemukakan tentang tes prestasi
belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap keberhasilan sesorang
dalam belajar. Testing pada hakikatnya menggali informasi yang dapat
digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Tes prestasi belajar berupa
tes yang disusun secara terrencana untuk mengungkap performasi maksimal
subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan.
Dalam kegiatan pendidikan formal tes prestasi belajar dapat berbentuk
ulangan harian, tes formatif, tes sumatif, bahkan ebtanas dan ujian-ujian
masuk perguruan tinggi.
Dalam proses belajar tentu ada yang berhasil, sukses dan tidak
mengalami kesulitan untuk mencapai tujuan, ada yang gagal dan mengalami
hambatan untuk mencapai tujuan. Ukuran keberhasilan dalam proses belajar
diberikan istilah prestasi belajar. Menurut Slameto (2003:52), prestasi belajar
11
adalah hasil belajar yang dicapai siswa dalam suatu mata pelajaran tertentu
dengan menggunakan tes standar sebagai alat pengukur keberhasilan murid.
Sedangkan Tirtaraharja (1981:19) mengemukakan bahwa prestasi belajar
adalah taraf kemampuan aktual yang bersifat terukur, berupa pengalaman
ilmu pengetahuan, keterampilan, sikap, interes yang dicapai oleh murid dari
apa yang dipelajari di sekolah.
Menurut Suharsimi Arikunto (2002) tes adalah alat atau prosedur yang
digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan
cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Agar dapat alat ukur prestasi
siswa, terdapat 5 syarat atau ciri dalam tes yang baik yaitu: 1)Valid/ tepat, 2)
Reliabel/ tetap (ajeg), 3) Objektif, 4) Praktis, dan 5) Ekonomis.
Berdasarkan beberapa pengertian yang diajukan di atas, maka dapat
dijelaskan bahwa prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang
dimiliki siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi
yang diperoleh dalam proses belajar mengajar. Prestasi belajar seseorang
sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu dalam mempelajari materi
pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi
setelah mengalami proses belajar mengajar. Prestasi belajar siswa dapat
diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan
tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
Pada dasarnya segala sesuatu yang dilaksanakan berorientasi pada suatu
hasil. Hasil adalah sesuatu yang dihadapi dari usaha yang dilakukan.
Demikian pula halnya dengan belajar yang senantiasa mengharapkan suatu
hasil yang baik. Hasil belajar tersebut dapat diukur dengan menggunakan alat
tes hasil belajar, baik melalui lisan dan tulisan ataupun dalam bentuk unjuk
kerja. Evaluasi ini bertujuan untuk mengukur dan mengetahui tingkat
keberhasilan belajar siswa. Terkait dengan dengan uraian ini, maka Haling
(2006:107) mengemukakan secara jelas mengenai penilaian atau evaluasi ini
12
sebagai berikut : Penilaian merupakan suatu usaha yang bertujuan untuk
mengetahui keberhasilan belajar dalam penguasaan kompetensi, disamping
itu, penilaian juga berfungsi untuk mengetahui berhasil tidaknya pelaksanaan
pembelajaran.
Alat pembelajaran yang biasa digunakan adalah; (a) Tes, yaitu suatu
cara untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh pebelajar, sehingga
menghasilkan suatu nilai tentang tingkah laku atau prestasi pebelajar tersebut,
yang dapat dibandingkan dengan nilai yang dicapai oleh pebelajar lain atau
dengan nilai standar yang ditetapkan. (b) Non Tes, yaitu untuk menilai aspek-
aspek tingkah laku yang meliputi kegiatan observasi, wawancara, studi kasus,
skala penilaian, check list dan inventori”.
Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang diperoleh
siswa dalam bentuk nilai dalam satu mata pelajaran atau keterampilan
tertentu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prestasi merupakan hasil
usaha yang telah dicapai oleh seseorang sedang prestasi belajar adalah hasil
yang dapat dicapai oleh seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dalam
kurun waktu tertentu.
2.2 Mata Pelajaran Matematika
Kata "matematika" berasal dari Yunani μάθημα (máthēma), yang berarti
pengkajian, pembelajaran, ilmu, yang ruang lingkupnya menyempit, dan arti
teknisnya menjadi "pengkajian matematika", bahkan demikian juga pada
zaman kuno. Kata sifatnya adalah (mathēmatikós), berkaitan dengan
pengkajian, atau tekun belajar, yang lebih jauhnya berarti matematis. Secara
khusus, (mathēmatikḗ tékhnē), di dalam bahasa Latin ars mathematica, berarti
seni matematika.
Kita sebagai pendidik perlu tahu kebutuhan yang diinginkan siswa.
Setiap siswa berbeda kebutuhan berprestasinya. Ada siswa yang memiliki
13
motivasi tinggi, sedang dan ada yang rendah untuk berprestasi. Siswa
mempunyai motivasi tinggi kalau keinginan untuk sukses benar-benar berasal
dari dalam diri sendiri. Siswa akan bekerja keras jika minat timbul dalam
dirinya sendiri. Sedang siswa yang mempunyai motivasi rendah cenderung
takut gagal dan tidak mau menanggung resiko dalam mencapai prestasi yang
tinggi.
Siswa yang datang ke sekolah memiliki berbagai pemahaman tentang
dirinya sendiri secara keseluruhan dan pemahaman tentang kemampuan
mereka sendiri khususnya. Mereka mempunyai gambaran tertentu tentang
dirinya sebagai manusia dan tentang kemampuan dalam menghadapi
lingkungan. Ini merupakan cap atau label yang dimiliki siswa tentang dirinya
dan kemungkinan tidak dilihat oleh guru namun sangat mempengaruhi
kegiatan belajar siswa dalam proses belajar mengajar. Gambaran ini mulai
terbentuk melalui interaksi dengan orang lain, yaitu keluarga dan teman
sebaya maupun orang dewasa lainnya, dan hal ini mempengaruhi prestasi
belajarnya di sekolah.
Jika minat siswa dapat dibangkitkan kemudian seluruh perhatiannya
dapat dipusatkan kepada pelajaran yang diberikan oleh guru. Ditinjau dari
sudut fisiologis, perhatian adalah suatu gejala kejiwaan yang erat kaitannya
dengan dorongan minat atau tingkah laku seseorang.
Selanjutnya dipandang dari sudut pendidikan, pemusatan perhatian
sangat penting artinya bagi pembentukan watak anak yang sudah terlatih, dan
bisa menjadi memusatkan perhatian, tidak semata-mata kepada hal yang
digemari saja melainkan juga terhadap objek yang tidak menarik
perhatiannya, memaksa dirinya untuk menggerakkan kemampuannya
memberikan perhatian yang berarti pula memperluas kemauannya.
14
Ada beberapa usaha untuk membangkitkan perhatian siswa selama
proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
a. Mengajar yang menarik sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
b. Mengadakan selingan dalam mengajar yang sehat.
c. Menggunakan media yang sesuai dengan bahan ajar atau materi mengajar.
d. Menjauhkan pengaruh yang mengganggu konsentrasi belajar anak.
e. Memberikan pengertian manfaat bahan pelajaran yang akan diajarkan
kepada siswa.
f. Menghubungkan hal-hal yang sudah diketahui siswa dengan hal-hal yang
akan diketahui siswa.
g. Mengadakan kompetisi dalam belajar.
h. Memberikan hukuman dan pujian tetapi yang bijaksana.
Selain itu hubungan antara guru dan murid hendaknya tetap terjaga
dengan baik. Karena hal ini akan mempengaruhi yang sangat besar bagi siswa
terhadap bahan pelajaran yang diajarkan, terlebih-lebih berguru yang mereka
sukai.
Menurut Tenner dan Lindgen (1971) yang mengemukakan tentang
pengaruh guru terhadap tingkah laku dan aktivitas siswa dalam belajar. Siswa
secara terus menerus mereaksi terhadap sikap dan nilai yang dianut dan
kepribadian gurunya. Mereka menjadikan guru sebagai model yang perlu
dicontoh. Oleh karenanya siswa meniru gurunya apa yang dikerjakan maupun
apa yang dikatakan.
Proses belajar mengajar matematika berlangsung dengan lancar bila
dilaksanakan secara continue. Menurut pendapat Hudoyo (1990:5) belajar
matematika yang terputus-putus akan mengganggunya terjadinya proses
belajar. Di dalam proses belajar mengajar matematika terjadi pula proses
berfikir. Di dalam berfikir orang menyusun hubungan-hubungan antara
bgaian-bagian informasi yang sudah direkam dalam pikirannya itu sebagai
15
pengertian. Dari pengertian tersebut terbentuklah suatu kesatuan, akhirnya
ditarik kesimpulan.
Dalam proses belajar mengajar yang baik, subyek yang belajar akan
memahami dan mempelajari materi matematika sebelumnya sebagai syarat
untuk mempelajari matematika selanjutnya serta dapat melakukan aplikasi ke
situasi yang baru sehingga dapat menyelesaikan masalah matematika itu
sendiri maupun dalam ilmu yang lain, itu semua dapat terwujud bila di dalam
proses belajar mengajar berlangsung seimbang antara peran guru dan siswa
yang dilengkapi dengan sarana dan lingkungan belajar yang mendukung.
Pendidikan nasional yang dirumuskan dalam UU No 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 berfungsi untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Upaya untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut,
dijabarkan ke dalam tujuan institusional. Dalam tujuan itu tercakup proses-
proses atau program-program yang dipakai untuk mencapai tujuan lembaga
dan tertuang dalam pembelajaran setiap mata pelajaran seperti mata pelajaran
Matematika SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai
berikut.
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan
tepat, dalam pemecahan masalah
16
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh
4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media
lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari
matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah
Dalam tujuan mata pelajaran matematika tersebut, terdapat dua tujuan
yang terkait dengan proses dan hasil. Untuk mencapai tujuan tersebut
termanifestasikan dalam perilaku yang akan diukur. Pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP), untuk mencapai tujuan tersebut tergantung pada
tuntutan kompetensi, baik standar kompetensi maupun kompetensi dasarnya.
Adapun Standar kompetensi dan kompetensi dasar Matematika untuk
siswa Kelas V, Semester 1 adalah sebagai berikut:
17
Tabel 2.1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
Kelas V, Semester 1
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Bilangan
1. Melakukan operasi hitung bilangan
bulat dalam pemecahan masalah
1.1 Melakukan operasi hitung bilangan
bulat termasuk penggunaan sifat-
sifatnya, pembulatan, dan
penaksiran
1.2 Menggunakan faktor prima untuk
menentukan KPK dan FPB
1.3 Melakukan operasi hitung
campuran bilangan bulat
1.4 Menghitung perpangkatan dan akar
sederhana
1.5 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan operasi hitung,
KPK dan FPB
Geometri dan Pengukuran
2. Menggunakan pengukuran waktu,
sudut, jarak, dan kecepatan dalam
pemecahan masalah
2.1 Menuliskan tanda waktu dengan
menggunakan notasi 24 jam
2.2 Melakukan operasi hitung satuan
waktu
2.3 Melakukan pengukuran sudut
2.4 Mengenal satuan jarak dan
kecepatan
2.5 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan waktu, jarak, dan
kecepatan
18
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
3. Menghitung luas bangun datar
sederhana dan menggunakannya
dalam pemecahan masalah
3.1 Menghitung luas trapesium dan
layanglayang
3.2 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan luas bangun datar
4. Menghitung volume kubus dan balok
dan menggunakannya dalam
pemecahan masalah
4.1 Menghitung volume kubus dan
balok
4.2 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan volume kubus dan
balok
Tabel 2.2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Matematika
Kelas V, Semester 2
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Bilangan
5. Menggunakan pecahan dalam
pemecahan masalah
5.1 Mengubah pecahan ke bentuk persen
dan desimal serta sebaliknya
5.2 Menjumlahkan dan mengurangkan
berbagai bentuk pecahan
5.3 Mengalikan dan membagi berbagai
bentuk pecahan
5.4 Menggunakan pecahan dalam
masalah perbandingan dan skala
Geometri dan Pengukuran
6. Memahami sifat-sifat bangun dan
hubungan antar bangun
6.1 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun
datar
6.2 Mengidentifikasi sifat-sifat bangun
ruang
6.3 Menentukan jaring-jaring berbagai
bangun ruang sederhana
6.4 Menyelidiki sifat-sifat kesebangunan
dan simetri
6.5 Menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan bangun datar dan
bangun ruang sederhana
19
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembanganteknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai
disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang
teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan
matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang dan
matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan
diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua peserta
didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik
dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan
informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak
pasti, dan kompetitif.
Standar kompetensi dan kompetensi dasar matematika dalam
dokumen ini disusun sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan
kemampuan tersebut di atas. Selain itu dimaksudkan pula untuk
mengembangkan kemampuan menggunakan matematika dalam pemecahan
masalah dan mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan menggunakan
simbol, tabel, diagram, dan media lain.
Pendekatan pemecahan masalah merupakan fokus dalam
pembelajaran matematika yang mencakup masalah tertutup dengan solusi
tunggal, masalah terbuka dengan solusi tidak tunggal, dan masalah dengan
berbagai cara penyelesaian. Untuk meningkatkan kemampuan memecahkan
masalah perlu dikembangkan keterampilan memahami masalah, membuat
model matematika, menyelesaikan masalah, dan menafsirkan solusinya.
20
Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya
dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual
problem).
Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk
meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan
teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media
lainnya.
Ruang Lingkup Mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan
SD/MI meliputi aspek-aspek bilangan, geometri dan pengukuran dan pengolahan
data.
2.3 Metode Kerja Kelompok
2.3.1 Pengertian Metode Kerja Kelompok
Metode kerja kelompok dalam pembelajaran menurut Mujiman
(2006: 84) dapat disamakan dengan penugasan kelompok, karena sama-
sama mengandung arti belajar kelompok. Pekerjaan kelompok biasanya
dimulai dengan diskusi kelompok untuk menyatu-persepsikan tentang
tugas yang harus dikerjakan secara kelompok, dan output yang harus
dicapai. Dilanjutkan dengan diskusi tentang langkah-langkah untuk
mencapai output yang disepakati bersama, pembagian tugas,
pelaksanaan tugas, diskusi-diskusi untuk analisis data dan informasi
yang terkumpul, penulisan laporan, pendiskusian laporan dan dinalisasi.
Modjiono (1992: 61) mengemukakan metode kerja kelompok dapat
diartikan sebagai format belajar-mengajar yang menitikberatkan kepada
interaksi anggota yang satu dengan anggota yang lain dalam suatu
kelopk guna menyelesaikan tugas-tugas belajar secara bersama-sama.
Robert L. Cilstrap (dalam Roestiyah N.K (1998: 15) menyatakan bahwa
kerja kelompok merupakan suatu kegiatan kelompok siswa yang
21
biasanya berjumlah kecil untuk mengerjakan atau menyelesaikan suatu
tugas
Sagala (2006) mengatakan bahwa metode kerja kelompok
adalah cara pembelajaran dimana siswa dalam kelas dibagi dalam
beberapa kelompok, dimana setiap kelompok dipandang sebagai
satu kesatuan tersendiri untuk mempelajari materi pelajaran yang
telah ditetapkan untuk diselesaikan secara bersama-sama.
Lebih lanjut Mujiman mengemukakan bahwa keuntungan belajar
kelompok adalah terbangunnya kerjasama tim, dimana siswa dilatih
untuk membangun kebersamaan tim, pembagian tanggungjawab, dan
pendidikan etik. Aspek etik memang ada dalam kerja kelompok, karena
dapat tumbuhnya rasa ewuh pakewuh atau rasa bersalah kalau seorang
anggota tim tidak ikut bekerja, padahal ia turut menikmati hasil kerja
kelompok. Maka dari itu, anggota kelompok terdorong untuk aktif
bekerja sesuai dengan tanggung jawabnya dalam mencapai output.
Rosdiana (2008:12) mengemukakan empat keuntungan
pembelajaran kelompok yaitu :
1. Dapat memberikan kesempatan untuk lebih intensif mengadakan
penyelidikan mengenai kasus atau masalah.
2. Dapat memungkinkan guru untuk lebih mempertahankan siswa
sebagai individu serta kebutuhan belajarnya.
3. Siswa lebih aktif tergabung dalam pelajaran dan berpartisipasi dalam
diskusi.
4. Dapat memberikan kesempatan mengembangkan rasa menghargai
dan menghormati pribadi temannya, menghargai pendapat orang
lain, hal mana membantu kelompok mencapai tujuan bersama.
Di samping keuntungan penggunaan metode kerja kelompok
dalam satu pembelajaran, metode ini juga memiliki kekurangan antara
lain :
1. Kerja kelompok sering kali hanya melibatkan siswa yang mampu
dan cakap.
22
2. Kerja kelompok kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk
yang berbeda dan gaya mengajar yang berbeda pula.
3. Keberhasilan kerja kelompok tergantung kemampuan memimpin
atau bekerja sendiri.
Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan
Nasional (2008) sebagaimana dikutip dari sumber internet tanggal akses
8 Agustus 2009 dijelaskan bahwa metode kerja kelompok atau bekerja
dalam situasi kelompok mengandung pengertian bahwa siswa dalam
satu kelas dipandang sebagai satu kesatuan (kelompok) tersendiri
ataupun dibagi atas kelompok-kelompok kecil (sub-sub kelompok).
Kelompok bisa dibuat berdasarkan :
1. Perbedaan individual dalam kemampuan belajar, terutama bila kelas
itu sifatnya heterogin dalam belajar.
2. Perbedaan minat belajar, dibuat kelompok yang terdiri atas siswa
yang punya minat yang sama.
3. Pengelompokan berdasarkan jenis pekerjaan yang akan kita berikan.
4. Pengelompokan atas dasar wilayah tempat tinggal siswa yang tinggal
dalam satu wilayah yang dikelompokkan dalam satu kelompokan
sehingga memudahkan koordinasi kerja.
5. Pengelompokan secara random atau dilotre, tidak melihat faktor-
faktor lain.
6. Pengelompokan atas dasar jenis kelamin, ada kelompok pria dan
kelompok wanita.
Sebaiknya kelompok menggambarkan yang heterogen, baik dari
segi kemapuan belajar maupun jenis kelamin. Hal ini dimaksudkan agar
kelompok-kelompok tersebut tidak berat sebelah (ada kelompok yang
baik dan ada kelompok yang kurang baik). Kalau dilihat dari segi
proses kerjanya maka kerja kelompok ada dua macam, yaitu kelompok
jangka pendek dan kelompok jangka panjang.
1. Kelompok jangka pendek, artinya jangka waktu untuk bekerja dalam
kelompok tersebut hanya pada saat itu saja, jadi sifatnya insidental.
23
2. Kelompok jangka panjang, artinya proses kerja dalam kelompok itu
bukan hanya pada saat itu saja, mungkin berlaku untuk satu periode
tertentu sesuai dengan tugas/masalah yang akan dipecahkan.
Untuk mencapai hasil yang baik, maka faktor yang harus
diperhatikan dalam kerja kelompok adalah :
1. Perlu adanya motif (dorongan) yang kuat untuk bekerja pada setiap
anggota.
2. Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai satu unit dipecahkan
bersama, atau masalah dibagi-bagi untuk dikerjakan masing-masing
secara individual. Hal ini bergantung kepada kompleks tidaknya
masalah yang akan dipecahkan.
3. Persaingan yang sehat antarkelompok biasanya mendoronganak
untuk belajar.
4. Situasi yang menyenangkan antar anggota banyak menentukan
berahsil tidaknya kerja kelompok.
2.3.2 Tujuan Metode Kerja Kelompok
Penggunaan kerja kelompok dalam belajar bertujuan agar siswa
mampu bekerja bersama-sama dengan temannya yang lain dalam
mencapai tujuan bersama. Untuk mencapai tujuan kelompok tersebut
harus berlandaskan pada dasar pengelompokkan tersebut di bawah ini
(Rosdiana, 2008:13) :
1. Kemampuan belajar siswa
2. Minat khusus dari siswa
3. Memperbesar partisipasi siswa
4. Pemberian tugas atau pekerjaan
5. Kerjasama efektif
Tujuan harus jelas bagi setiap siswa agar diperoleh hasil yang
baik pula. Tiap siswa harus tahu persis apa yang harus dikerjakannya.
Itulah sebabnya dalam menghadapi setiap pekerjaan perlu adanya
diskusi untuk menentukan cara mengerjakannya, maka dari sinilah
24
fungsinya studi kelompok. Dalam rangka pencapaian tujuan kelompok
harus berlandaskan pada dasar pengelompokkan tersebut di atas dengan
didasari aspek-aspek seperti :
1. Tujuan, yang harus jelas bagi setiap siswa agar diperoleh yang baik
dengan kerja sama yang baik pula, dan harus dibarengi diskusi untuk
mengetahui cara mengerjakannya.
2. Interaksi, yang harus disadari atas dasar kerjasama yang merupakan
salah satu persyaratan bagi terjadinya suatu kerjasama yaitu
komunikasi yang efektif serta interaksi antar siswa.
3. Kepemimpinan, tugas yang jelas dan komunikasi yang efektif serta
kepemimpinan yang baik akan berpangaruh terhadap suasana belajar
dan pada gilirannya akan mempengaruhi proses belajar, penyelesaian
tugas dan pemecahan masalah.
Uraian di atas dapat memudahkan bagi seorang guru untuk
mencapai tujuan daripada penerapan metode kerja kelompok dan
memudahkan terjadinya transfer yang positif di dalam proses belajar
mangajar. Dengan tercapainya tujuan pengajaran yang telah ditetapkan
oleh gguru sebelum pelaksanaan pembelajaran yang biasa disebut
interaksi, maka itu berarti pelaksanaan metode kerja kelompok telah
tercapai.
2.3.3 Peranan Guru Dalam Kerja Kelompok
Hasibuan dan Moedjiono (2008:24) dalam kerja kelompok guru
berperan sebagai berikut :
1. Manager, membantu para peserta didik mengorganisasikan diri,
tempat duduk, serta bahan yang diperlukan.
2. Observer, mengamati dinamika kelompok yang terjadi sehingga ia
dapat mengarahkan serta membantunya bila perlu. Ia perlu
memberikan balikan kepada kelompok tentnag kepemimpinan,
interaksi, tujuan serta perasaan dan norma yang terjadi dalam
kelompok.
25
3. Advisor, memberikan saran-saran tentang penyelesaian tugas bila
diperlukan. Tetapi memberikan saran ini jangan berarti gguru yang
menyelesaikan tugas buat siswa. Berikan saran ini dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan, bukan memberikan informasi
secara langsung.
4. Evalator, nilailah proses kerja kelompok yang terjadi bersama-sama
dengan kelompok. Penilaian ini hendaklah selalu penilaian
kelompok, bukan penilaian terhadap individu.
Hasibuan dan Moedjiono (2008:25) menyebutkan rambu-rambu
yang harus diperhatikan dalam penyelenggaraan kerja kelompok
sebagai berikut :
1. Pesan terpenting, format kerja kelompok adalah pemecahan masalah
atau penunaian tugas melalui proses kerja kelompok. Secara umum
dapat dikatakan bahwa topik-topik yang cocok ditangani melalui
kerja kelompok adalah topik-topik yang :
1) Cukup kompleks isinya dan cukup luas ruang lingkupnya
sehingga bisa dibagi-bagi yang cukup memadai sebagai tugas-
tugas kelompok baik secara paralel maupun komplementer.
2) Membutuhkakn bahan dan informasi dari pelbagai sumber dan
pemecahannya.
2. Di dalam pelaksanaannya, kelas dibagi menjadi kelompok-kelompok
secara random atau berdasarkan pengaturan tertentu, misalnya
dengan menyebarkan peserta kelompok yang kurang mampu dan
yang mampu, cepat membuat ribut atau cepat teralihkan
perhatiannya dari tugas, dan lain-lain dasar penggolongannya, yang
penting bahwa penyebaran ini dilakukan untuk sedapat-dapatnya
menyeragamkan profil kelompok, meskipun tugas-tugasnya dapat
berbeda (penugasan komplementer). Pengelompokkan yang diatur
dilakukan bila produktivitas maupun kekohesifan kelompok
merupakan tujuan penting.
26
3. Produktivitas dan kekohesifan adalah dua aspek yang harus selalu
diperhatikan secara seimbang, akan tetapi tugas kelompok terutama
dilakukan untuk mengembangkan keterampilan bekerja sama dan
memupuk semangat kebersamaan, sedangkan pada kesempatan lain,
tugas kelompok diberikan karena ada produk-produk nyata yang
perlu dicapai seperti pengetahuan yang cukup luas dan pengertian
yang mendalam tentang suatu fenomena. Akan tetapi secara
keseluruhan sasaran penilaian adalah terhadap kedua aspek tersebut
produk kelompok serta peningkatan kemampuan kelompok dan
semangat kebersamaan di dalam kelompok bekerjasama
menyelesaikan tugas-tugasnya.
2.3.4. Langkah-langkah Pembelajaran Menggunakan Metode Kerja
Kelompok
Menurut Sagala (2006) langkah-langkah pembelajaran metode kerja
kelompok sebagai berikut:
1) Kegiatan Persiapan
a) Merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
b) Menyiapkan materi pembelajaran dan menjabarkan materi pembelajaran
tersebut ke dalam tugas-tugas kelompok.
c) Mengidentifikasi sumber-sumber yang akan menjadi sasaran kegiatan
kerja kelompok.
d) Menyusun peraturan pembentukan kelompok cara kerja, saat memulai
dan mengakhiri, dan tata tertib lainnya.
2) Kegiatan Pelaksanaan
a) Kegiatan Membuka Pelajaran
b) Melaksanakan apersepsi, yaitu pertanyaan tentang materi pelajaran
sebelumnya.
c) Memotivasi belajar dengan mengemukakan kasus yang ada kaitannya
dengan materi pelajaran yang akan diajarkan
27
d) Mengemukakan tujuan pelajaran dan berbagai kegiatan yang akan
dikerjakan dalam mencapai tujuan pelajaran itu.
3) Kegiatan Inti Pelajaran
a) Mengemukakan lingkup materi pelajaran yang akan dipelajari
b) Membentuk kelompok
c) Mengemukakan tugas setiap kelompok kepada ketua kelompok atau
langsung kepada semua siswa
d) Mengemukakan peraturan dan tata tertib serta saat memulai dan
mengakhiri kegiatan kerja kelompok.
e) Mengawasi, memonitor, dan bertindak sebagai fasilitator selama siswa
melakukan kerja kelompok.
f) Pertemuan klasikal untuk pelaporan hasil kerja kelompok,
pemberian balikan dari kelompok lain atau dari guru.
4) Kegiatan Mengakhiri Pelajaran
a) Meminta siswa merangkum isi pelajaran yang telah dikaji melalui kerja
kelompok.
Melakukan evaluasi hasil dan proses
b) Melaksanakan tindak lanjut baik berupa mengajari ulang materi
yang belum dikuasai siswa maupun memberi tugas pengayaan bagi
siswa yang telah menguasai materi tersebut.
Menurut Roestiyah N.K (1998: 19 – 20) menyebutkan bahwa ada 6
langkah agar kerja kelompok dapat berhasil yaitu :
a) Menjelaskan tugas kepada siswa
b) Menjelaskan apa tujuan kerja kelompok
c) Membagi kelas menjadi beberapa kelompok
d) Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat laporan
tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok tersebut
e) Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung, bila perlu
memberi saran/pertanyaan
f) Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil kerja
kelompok.
28
Keenam langkah di atas pelu diterapkan oleh peneliti agar siswa dalam
melakukan kerja kelompok yang dilakukan pada saat penelitian dapat
menghasilkan tujuan yang diharapkan yaitu siswa dapat memecahkan
masalah dengan baik.
Selanjutnya Nana Sudjana (2002 : 83) mengemukakan tentang petunjuk
pelakanaan bekerja dalam kelompok untuk mencapai hasil yang baik yaitu :
a) Perlu adanya motif (dorongan) yang kuat untuk bekerja pada setiap
anggota
b) Pemecahan masalah dapat dipandang, sebagai satu unit dipecahkan
bersama-sama atau masalah dibagi-bagi untuk dikerjakan masing-masing
secara individual, hal ini bergantung kepada kompleks tidaknya masalah
yang akan dipecahkan.
c) Persaingan yang sehat antar kelompok bisanya mendorong anak untuk
belajar
d) Situasi yang menyenangkan antara anggota banyak menentukan berhasil
tidaknya kerja kelompok.
Berdasarkan ahli di atas peneliti dapat menyimpulkan langkah-langkah
pembelajaran model kerja kelompok adalah melalui tahapan sebagai berikut:
1) Kegiatan Persiapan
a) Merumuskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
b) Menyiapkan materi pembelajaran dan menjabarkan materi pembelajaran
tersebut ke dalam tugas-tugas kelompok.
c) Mengidentifikasi sumber-sumber yang akan menjadisasaran kegiatan
kerja kelompok.
d) Menyusun peraturan pembentukan kelompok cara kerja, saat memulai
dan mengakhiri, dan tata tertib lainnya.
2) Kegiatan Pelaksanaan
a) Kegiatan Membuka Pelajaran
b) Melaksanakan apersepsi, yaitu pertanyaan tentang materi pelajaran
sebelumnya.
29
c) Memotivasi belajar dengan mengemukakan kasus yang ada kaitannya
dengan materi pelajaran yang akan diajarkan
d) Mengemukakan tujuan pelajaran dan berbagai kegiatan yang akan
dikerjakan dalam mencapai tujuan pelajaran itu.
3) Kegiatan Inti Pelajaran
a) Mengemukakan lingkup materi pelajaran yang akan dipelajari
b) Membentuk kelompok
c) Mengemukakan tugas setiap kelompok kepada ketua kelompok atau
langsung kepada semua siswa
d) Mengemukakan peraturan dan tata tertib serta saat memulai dan
mengakhiri kegiatan kerja kelompok.
e) Mengawasi, memonitor, dan bertindak sebagai fasilitator selama siswa
melakukan kerja kelompok.
f) Pertemuan klasikal untuk pelaporan hasil kerja kelompok,
pemberian balikan dari kelompok lain atau dari guru.
4) Kegiatan Mengakhiri Pelajaran
a) Meminta siswa merangkum isi pelajaran yang telah dikaji melalui kerja
kelompok.
Melakukan evaluasi hasil dan proses
b) Melaksanakan tindak lanjut baik berupa mengajari ulang materi
yang belum dikuasai siswa maupun memberi tugas pengayaan bagi
siswa yang telah menguasai materi tersebut.
2.4 Kajian Hasil Penelitian
Penelitian menggunakan model kerja kelompok pernah dilakukan oleh
Istiarini, Eka (2008) dengan judul skripsi “Upaya Peningkatan Minat Belajar
Matematika Melalui Pembelajaran Remedial Kerja Kelompok (PTK
Pembelajaran Matematika Kelas V SD Negeri 1 Bangsalan). Skripsi thesis,
Universitas Muhammadiyah Surakarta. Hasil penelitian ini dapat
disimpulkan; (1) melalui pembelajaran remedial kerja kelompok dapat
meningkatkan minat siswa dalam belajar matematika yang meliputi (a)
30
perasaan senang siswa sebanyak 19 siswa (76%), (b) perhatian siswa
sebanyak 20 siswa (80%), (c) kemauan siswa sebanyak 17 siswa (68%), (d)
konsentrasi siswa sebanyak 21 siswa (92%), (e) kesadaran siswa sebanyak 23
siswa (92). (2) Peran aktif siswa dalam proses pembelajaran dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa yang ditujukan dengan adanya
peningkatan ketuntasan belajar siswa sebesar 72%.
2.5 Kerangka Pikir
Proses belajar mengajar yang terlaksana di dalam kelas pada umumnya
dapat menimbulkan rasa bosan siswa ketika pembelajaran yang dilaksanakan
berkesan terlalu prosedural. Artinya, guru melaksanakan pembelajaran secara
sistematis sementara keadaan seperti ini umumnya tidak diinginkan siswa. Di
samping itu, perangkat pembelajaran dalam hal ini buku-buku paket yang
diberikan sebagai materi pembelajaran kepada siswa mengandung materi
yang terlalu padat dan meluas pula, sehingga dapat menyebabkan
ketidaktertarikan siswa untuk membaca materi pelajaran, terlebih lagi metode
pembelajaran yang tidak tepat digunakan dalam proses belajar mengajar.
Jika kondisi pembelajaran dalam kelas sebagaimana uraian di atas,
maka guru ada baiknya melakukan upaya untuk mengubah metode
pembelajaran yang digunakan, karena bukan tidak mungkin keadaan belajar
siswa sebagaimana uraian di atas salah satunya disebabkan karena metode
pembelajaran yang tidak sesuai dengan keinginan dan keadaan belajar siswa
dalam kelas. Salah satu upaya yang dapat ditempuh guru adalah dengan
menerapkan metode kerja kelompok sehingga aspek afektif dan kognitif
siswa dapat dibangun secara maksimal. Dengan demikian, penggunaan
metode pembelajaran kerja kelompok diharapkan dapat menimbulkan
ketertarikan minat belajar siswa sehingga prestasi belajar siswa meningkat
pula.
Untuk memberikan gambaran singkat dan jelas terhadap tindakan yang
akan dilaksanakan, maka berikut akan disajikan dalam skema kerangka pikir :
31
Gambar 2.1
Skema Kerangka Berpikir tentang
Hubungan Antara Penggunaan Metode Kerja Kelompok dan Prestasi Belajar
2.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir di atas, maka rumusan hipotesisnya
sebagai berikut : Penggunaan metode pembelajaran kerja kelompok pada
pembelajaran matematika tentang bangun ruang sisi datar, dapat
meningkatkan prestasi belajar siswa kelas V SDN Sunggingwarno 02 Gabus
Kabupaten Pati Semester I Tahun 2011/2012.
Prestasi belajar
rendah di bawah
KKM
Siklus I Prestasi Belajar
Meningkat
Siklus II Prestasi
Belajar meningkat
lebih meningkat
PBM
Guru menggunakan
metode ceramah
Pembelajaran dg
metode Kerja
kelompok
Top Related