6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat dari beberapa para ahli yang
mendukung penelitian. Dari pendapat para ahli tersebut mengkaji objek yang
sama tetapi mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Pembahasan kajian teori
dalam penelitian ini berisi tentang pembelajaran IPA melalui model pembelajaran
group investigation (GI) dan hasil belajar IPA.
2.1.1. Hakikat IPA
Secara singkat IPA adalah pengetahuan yang rasional dan objektif tentang
alam semesta dengan segala isinya (Darmojo, 1992:3). Selain itu, Nash 1993
(dalam Darmojo, 1992:3) menyatakan bahwa IPA itu adalah suatu cara atau
metode untuk mengamati alam.
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan
dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) itu, yakni ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam
ini.
IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis
yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh
manusia. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Powler (dalam Winaputra,
1992:112), bahwa IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam
dan kebendaan sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku umum yang berupa
kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen. Selanjutnya Winaputra (1992:123)
mengemukakan bahwa tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan benda atau
makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berfikir, dan cara memecahkan
masalah. Jadi dapat disimpulkan bahwa IPA adalah ilmu pengetahuan yang
7
berhubungan dengan alam dan segala isinya yang disusun secara sistematis yang
didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan oleh manusia
dengan menggunakan metode ilmiah.
2.1.2. Pembelajaran IPA
Model belajar mengajar IPA yang cocok bagi anak sekolah dasar yakni
dengan melihat kondisi, karakteristik dan sikap budayanya. Pendekatan belajar
mengajar yang cocok dan efektif dapat dilihat dari kesesuaian antara situasi dan
belajar anak dengan situasi nyata di masyarakat.
Model belajar IPA yang cocok yakni, belajar melalui pengalaman
langsung. Anak belajar melalui pengalaman langsung akan memperkuat daya
ingat anak, selain biaya yang dikeluarkan sedikit sebab menggunakan alat-alat
atau media belajar yang ada di lingkungan anak sendiri.
(Dalam Carin, 1993:5), bahwa pembelajaran IPA membutuhkan
keterampilan proses: (1) mengamati, (2) mencoba memahami apa yang diamati,
(3) menggunakan pengetahuan baru untuk meramalkan apa yang terjadi, (4)
menguji ramalan-ramalan di bawah kondisi-kondisi untuk melihat apakah ramalan
tersebut benar.
Menurut Alverman (1991:23), pembelajaran IPA menjadi berarti apabila
IPA diajarkan kepada anak dengan menjalani proses perubahan konsepsi menjadi
nyata. Jadi anak tidak hanya butuh konsep saja untuk yakin bahwa teori-teori
benar, tetapi anak membutuhkan prosesnya untuk membuktikan sendiri dengan
bereksperimen bahwa teori tersebut benar adanya.
2.1.3. Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Secara umum IPA di SD mempunyai tujuan untuk mengembangkan sikap
dan kemampuan serta memberikan pengetahuan dan keterampilan dasar yang
diperlukan untuk hidup dalam masyarakat serta mempersiapkan siswa mengikuti
pendidikan menengah (UUSPN:1989).
Tujuan pembelajaran IPA di SD dalam (BSNP, 2006) diharapkan siswa
dapat: (1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
8
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaanNya, (2)
Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3)
Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat, (4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan, (5) Meningkatkan
kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan
lingkungan alam, (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturan sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (7) Memperoleh bekal pengetahuan,
konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke
SMP/MTs.
Pembelajaran IPA di SD dirancang dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran yang sudah ditetapkan untuk memperoleh hasil belajar yang baik.
2.2. Hakikat Hasil Belajar
Implementasi PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional
Pendidikan, membawa implikasi terhadap model dan teknik penilaian proses dan
hasil belajar. Pelaku penilaian hasil belajar diantaranya internal dan eksternal.
Penilaian internal merupakan penilaian yang dilakukan dan direncanakan oleh
guru pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan penilaian eksternal
merupakan penilaian yang dilakukan pihak luar yang tidak melaksanakan proses
pembelajaran, biasanya dilakukan oleh lembaga/ institusi.
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
menerima pengalaman belajarnya (Sudjana, 2011:22). Hasil belajar menurut
Gagne dan Briggs (1979:51), adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa
sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui penampilan siswa.
Makna hasil belajar, yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil
dari kegiatan belajar. Hal tersebut ditegaskan (oleh Nawawi dalam K. Brahim
2007:39) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat
9
keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pembelajaran di sekolah yang
dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi
pelajaran tertentu.
Secara sederhana, yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah
kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Karena belajar
itu sendiri merupakan suatu proses dari seseorang yang berusaha untuk
memperoleh sesuatu bentuk perubahan perilaku yang relatif menetap.
2.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa merupakan hasil interaksi antara
berbagai faktor yang mempengaruhi, baik faktor internal maupun faktor eksternal.
Menurut pendapat Wasliman (2007:158) secara perinci, uraian mengenai faktor
internal dan eksternal sebagai berikut:
1) Faktor Internal
Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri siswa,
yang memengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi:
kecerdasan, minat dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap,
kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa yang
memengaruhi hasil belajar yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.
Faktor internal dan faktor eksternal sangat mempengaruhi hasil
belajar. Faktor yang menjadi penyebab utama masalah dalam belajar salah
satunya adalah penggunaan metode pembelajaran yang kurang sesuai
sehingga berpengaruh terhadap hasil belajar.
2.2.2. Aspek Hasil Belajar
Untuk mengetahui keberhasilan hasil belajar, dapat dinilai melalui tiga
ranah (domain) hasil belajar, yaitu: kognitif, afektif, dan psikomotor. Menurut
Bloom (Iryani: 2010:9), setiap domain disusun menjadi beberapa jenjang
kemampuan, perinciannya adalah sebagai berikut:
10
a) Ranah Kognitif
Berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 aspek yaitu
pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan penilaian.
b) Ranah Afektif
Berkenaan dengan sikap dan nilai ranah afektif meliputi lima jenjang
kemampuannya itu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi, dan
karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai.
c) Ranah Psikomotor
Meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda, menghubungkan
dan mengamati. Tipe hasil belajar kognitif lebih dominan daripada afektif dan
psikomotor karena lebih menonjol, namun hasil belajar penilaian dalam
proses pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar adalah tingkatan perkembangan mental yang mengukur suatu proses
tentang pengambilan keputusan untuk mengukur atau menilai kemampuan diri
sendiri dengan pengukuran pada tiga ranah hasil belajar yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik.
2.2.3. Macam-Macam Hasil Belajar
Hasil belajar telah dijelaskan di atas meliputi pemahaman konsep (aspek
kognitif), keterampilan proses (aspek psikomotor), dan sikap siswa (aspek
afektif). Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Pemahaman Konsep
Pemahaman menurut Bloom (1979:89) diartikan sebagai kemampuan untuk
menyerap arti dari materi atau bahan yang dipelajari. Pemahaman menurut Bloom
ini adalah seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan memahami
pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat
memahami serta mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang
ia rasakan berupa hasil penelitian atau observasi langsung yang dilakukan.
11
2) Keterampilan Proses
Usman dan Setiawati (1993:77), mengemukakan bahwa keterampilan proses
merupakan keterampilan yang mengarah kepada pembangunan kemampuan
mental, fisik, dan sosial yang mendasari sebagai penggerak kemampuan yang
lebih tinggi dalam diri siswa. Keterampilan berarti kemampuan menggunakan
pikiran, nalar, dan perbuatan secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu hasil
tertentu, termasuk kreativitasnya.
3) Sikap
Menurut Lange dalam Azwan (1998:3), sikap tidak hanya merupakan aspek
mental semata, melainkan mencakup pula respons fisik. Jadi, sikap ini harus ada
kekompakan antara mental dan fisik secara serempak. Selanjutnya, Azwan
mengungkapkan tentang struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling
menunjang, yaitu: komponen kognitif, afektif, dan konatif. Komponen kognitif
merupakan representasi apa yang dicapai oleh individu: pemilik sikap; komponen
afektif, yaitu perasaan yang menyangkut emosional; dan komponen konatif
merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang
dimiliki seseorang.
2.3. Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Secara umum perencanaan pengorganisasian kelas menggunakan teknik
kooperatif group investigation adalah kelompok dibentuk oleh siswa itu sendiri
dengan beranggotakan 2-6 orang, tiap kelompok bebas memilih subtopik materi
yang akan diajarkan, kemudian membuat atau menghasilkan laporan kelompok
dan selanjutnya setiap kelompok mempresentasikan laporan kelompok atau
memamerkan laporannya kepada seluruh kelas, untuk berbagi dan saling tukar
informasi temuan mereka (Burns, et al., tanpa tahun).
Menurut Slavin (1995a), strategi kooperatif group investigation (GI)
secara luas digunakan dalam penelitian dan memperlihatkan kesuksesannya
terutama untuk progam-progam pembelajaran dengan tugas-tugas spesifik.
Belajar kooperatif dengan teknik group investigation (GI) sangat cocok
untuk bidang kajian yang memerlukan kegiatan studi proyek terintegrasi (Slavin,
12
1995a), yang mengarahkan pada kegiatan perolehan, analisis, dan sintesis
informasi dalam upaya untuk memecahkan suatu masalah. Menurut Slavin
(1995a), strategi belajar kooperatif group investigation (GI) sangat ideal
diterapkan dalam pembelajaran IPA.
Dalam model pembelajaran group investigation (GI) terdapat empat
komponen dasar yang dijadikan sebagai pondasinya, diantaranya; investigasi,
interaksi, penafsiran, dan motivasi intrinsik (Sharan & Sharan, 1992).
Yang pertama tentang komponen investigasi itu sendiri merupakan proses
investigasi menekankan inisiatif siswa, dibuktikan dengan pertanyaan-pertanyaan
yang mereka ajukan, dengan sumber-sumber yang mereka temukan, dan dengan
jawaban yang mereka rumuskan. Selanjutnya yang kedua interaksi, pada tiap-tiap
tahap investigasi, siswa memiliki kesempatan yang cukup untuk berinteraksi
mendiskusikan rencana penelitian. Yang ketiga yakni tahap penafsiran, pada saat
siswa menjalankan penelitian mereka secara individual, berpasangan, dan dalam
kelompok kecil, mereka mengumpulkan banyak sekali informasi dari berbagai
sember yang berbeda. Dan yang terakhir yakni tahap motivasi intrinsik, pada
tahap ini mengundang siswa untuk membuat pilihan serta keputusan secara
bersama maupun individu berdasarkan pada pertanyaan-pertanyaan yang mereka
ajukan dan masalah yang mereka amati. Garis panduan yang mereka buat dipakai
untuk landasan bertindak, sehingga mereka memiliki kontrol yang kuat atas
pembelajaran mereka.
Model pembelajaran group investigation (GI), dapat dipakai guru untuk
mengembangkan kreativitas siswa, baik secara perorangan maupun kelompok.
Model ini dirancang untuk membantu terjadinya pembagian tanggung jawab
ketika siswa mengikuti pembelajaran dan berorientasi menuju pembentukan
manusia sosial (Manufe, 2005:4).
13
2.3.1. Langkah-langkah Model Pembelajaran Group Investigation (GI)
Langkah-langkah model pembelajaran group investigation (GI) meliputi
sebagai berikut (Rusman, 2011:221) :
1) Langkah pertama memilih topik, siswa memilih subtopik khusus di dalam
suatu masalah umum yang biasanya diterapkan oleh guru. Selanjutnya siswa
diorganisasikan menjadi 2-6 anggota tiap kelompok menjadi kelompok-
kelompok yang berorientasi tugas. Komposisi kelompok hendaknya heterogen
secara akademis maupun etnis.
2) Merencanakan tugas-tugas belajar, siswa dan guru merencanakan prosedur
pembelajaran, tugas dan tujuan yang konsisten dengan subtopik yang telah
dipilih pada tahap pertama.
3) Melakukan investigasi, siswa menerapkan rencana yang telah mereka
kembangkan di dalam tahap kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya
melibatkan ragam aktivitas dan keterampilan yang luas dan hendaknya
mengarahkan siswa kepada jenis-jenis sumber belajar yang berbeda baik di
dalam atau di luar sekolah. Guru secara ketat mengikuti kemajuan tiap
kelompokdan menawarkan bantuan bila diperlukan.
4) Menyimpulkan laporan akhir, siswa menganalisis informasi yang diperoleh
pada tahap tiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan
disajikan dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk mempresentasikan
kepada seluruh kelas.
5) Mempresentasikan laporan akhir, beberapa atau semua kelompok menyajikan
hasil penyelidikannya dengan cara yang menarik kepada seluruh kelas, dengan
tujuan agar siswa lain saling terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka
dan memperoleh perspektif luas pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh
guru.
6) Evaluasi, dalam hal kelompok-kelompok mengenai aspek yang berbeda dari
topik yang sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok
terhadap kerja kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat
berupa penilaian individual atau kelompok.
14
Dalam implementasinya pembelajaran kooperatif group investigation (GI),
setiap kelompok mempresentasikan hasil investigasi mereka di depan kelas,
kemudian tugas kelompok lain, ketika satu kelompok presentasi di depan kelas
adalah melakukan evaluasi sajian kelompok.
2.3.2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Group Investigation
Model pembelajaran group investigation (GI) mempunyai kelebihan dan
kekurangan, diantaranya adalah:
Kelebihan model pembelajaran group investigation (GI) :
a) Kegiatan belajar berfokus pada siswa sehingga pengetahuannya benar-benar
diserap dengan baik.
b) Meningkatkan tingkat kemampuan berfikir tinggi dan keterampilan inkuiri
kompleks.
c) Meningkatkan keterampilan sosial dimana siswa dilatih untuk bekerjasama
dengan siswa lain.
d) Meningkatkan pengembangan softskills (kritis, komunikasi, kreatif) dan group
process skill (managemen kelompok).
e) Menggunakan berbagai sumber baik yang terdapat di dalam maupun di luar
sekolah.
f) Mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan.
g) Mampu menumbuhkan sikap saling menghargai, bertanggung jawab, dan
merasa berguna untuk orang lain.
h) Dapat mengembangkan kemampuan professional guru dalam mengembangkan
pikiran kreatif dan inovatif.
Kekurangan model pembelajaran group investigation (GI) :
a) Memerlukan waktu belajar relative lebih lama.
b) Suasana kelas mudah rebut.
c) Tidak semua matapelajaran dapat diterapkan dengan metode ini.
d) Menuntup kesiapan guru untuk menyiapkan materi atau topik, sehingga akan
sulit terlaksana bagi guru yang kurang kesiapannya.
15
e) Kesalahan dan kegagalan siswa yang tidak terdeteksi oleh guru dalam
mengambil keputusan.
Solusi dari kekurangan model pembelajaran group investigation (GI) yakni
model ini dapat dilakukan kepada siswa secara berkelompok dengan bimbingan
guru, kemudian guru memberikan arahan kepada siswa, aba-aba, petunjuk untuk
melaksanakan. Kegiatan ini dapat berbentuk praktik dengan menggunakan alat-
alat peraga yang ada disekitar siswa, dalam hal ini guru melatih keterampilan
siswa dalam penggunaan alat-alat yang telah diberikan sehingga hasil dalam
pembelajaran akan dicapai oleh siswa secara maksimal.
2.3.3. Implementasi Model Pembelajaran Group Investigation pada IPA
Implementasi model pembelajaran group investigation pada IPA adalah
sebagai berikut:
1) Grouping, menetapkan jumlah anggota kelompok, sumber, memilih topik,
merumuskan masalah.
2) Planning, menetapkan apa yang akan dipelajari.
3) Investigation, berdiskusi dengan mengumpulkan informasi maupun
menganalisis masalah.
4) Organizing, anggota kelompok menulis laporan, merencanakan presentasi
laporan.
5) Presenting, salah satu kelompok menyajikan sedangkan kelompok lain
mengamati, mengevaluasi, maupun mengajukan pertanyaan atau tanggapan.
6) Evaluating, siswa dan guru berkolaborasi mengevaluasi pembelajaran yang
dilakukan dengan melakukan penilaian hasil belajar yang difokuskan pada
pencapaian pemahaman.
2.4. Keterkaitan Penggunan Model Pembelajaran Group Investigation
(GI) Terhadap Hasil Belajar IPA
Pembelajaran yang dilakukan guru merupakan hal yang sangat penting dan
pokok. Di mana hal ini sangat berpengaruh terhadap hasil belajar IPA yang
dicapai oleh siswa. Siswa sekolah dasar memiliki pola berfikir yang konkret
16
sedangkan kebanyakan guru memberikan ilmu secara abstrak. Hal ini akan
menimbulkan rendahnya hasil belajar IPA. Tujuan penerapan pembelajaran
menggunakan model pembelajaran group investigation (GI) dapat berpengaruh
terhadap peningkatan hasil belajar IPA dengan baik.
Penerapan pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran group
investigation (GI), diharapkan dapat membantu guru dalam meningkatkan hasil
belajar IPA. Pembelajaran IPA menggunakan model pembelajaran group
investigation (GI), yakni belajar secara berkelompok dengan memilih topik atau
materi sendiri, kemudian kelompok menginvestigasi mendalam materi yang
dipilih dengan bimbingan guru, kemudian kelompok menyiapkan dan menyajikan
suatu laporan di depan kelas secara keseluruhan. Misalnya, siswa secara
berkelompok diajak untuk melakukan percobaan secara langsung kemudian siswa
menganalisis, berdiskusi, berargumentasi dengan teman sebaya sehingga akan
menimbulkan pengalaman belajar yang baik.
Selain itu, melalui pembelajaran IPA dengan menggunakan model
pembelajaran group investigation (GI), siswa juga akan membangun pikirannya
untuk berpikir secara kritis yang terjadi pada kehidupan sehari-hari.
2.5. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan
Sutanto (2012:36), dalam skripsi berjudul Upaya Meningkatkan Hasil
Belajar IPA Melalui Model Pembelajaran Group Investigation (GI) Siswa Kelas 4
SDN Gejayan Kecamatan Pakis Kabupaten Magelang Tahun Pelajaran
2011/2012. Dalam penelitian ini bersubjek pada siswa kelas 4 SDN Gejayan
dengan jumlah siswa 21. Dalam penelitian ini siswa mengalami peningkatan hasil
belajar IPA dari siklus I terdapat 7 siswa atau 33% yang tuntas dan 14 siswa atau
65% yang tidak tuntas, sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan sebesar
90% atau 20 siswa yang mendapatkan nilai tuntas dan hanya 5% atau 1 siswa
yang masih belum tuntas.
Asviati (2012:55), dalam skripsi yang berjudul Pengaruh Implementasi
Metode Pembelajaran Cooperatif Learning Tipe Group Investigation (GI)
terhadap hasil belajar IPA Siswa Kelas 5 SDN Sidorejo Lor 02 Berdasarkan
17
Gender Tahun Pelajaran 2011/2012. Dalam penelitian ini bersubjek pada siswa
kelas 5 dengan jumlah siswa 20 anak. Dalam penelitian ini siswa mengalami
peningkatan hasil belajar IPA dari siklus I dibuktikan dengan perolehan nilai rata-
rata 78 sedangkan pada siklus II memperoleh nilai rata-rata 88.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran group
investigation (GI) dapat berpengaruh terhadap peningkatan hasil belajar IPA. Dari
penelitian di atas masih ada kaitan dengan penilitian yang akan peneliti lakukan.
Maka dari itu penelitian di atas merupakan dukungan untuk penelitian ini. Pada
penelitian di atas terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan
dilakukan. Persamaan yang peneliti lakukan dengan peneliti di atas adalah model
yang digunakan dalam pembelajaran IPA, instrumen penilaian yang digunakan
sama-sama tes dan non tes. Sedangkan perbedaan penelitiannya adalah perbedaan
masalahnya, tujuan, tindakan, variabel dan subjek penelitian.
2.6. Kerangka Berpikir
Keberhasilan dalam pembelajaran salah satunya dapat dilihat dari
pencapaian hasil belajar. Langkah awal untuk mencapai hasil belajar yakni guru
harus menerapkan proses pembelajaran yang tepat, salah satunya dengan
pemililihan penggunaan model pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran
sebaiknya dapat disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan.
Dalam pembelajaran IPA, kebanyakan guru masih menggunakan metode
ceramah. Siswa hanya sebagai pendengar saja, siswa masih terlihat pasif sehingga
siswa akan cepat merasa bosan dalam melakukan proses pembelajaran. Hal
tersebut dapat berpengaruh terhadap rendahnya pencapaian hasil belajar IPA.
Pemilihan model dalam pembelajaran IPA yang tepat, salah satunya guru
menerapkan pembelajaran IPA dengan menggunakan model group investigation
(GI). Model ini dirancang untuk mengajak siswa menjadi aktif dan kreatif, siswa
akan lebih banyak belajar melalui proses pembentukan dan penciptaan, kerja
dalam kelompok dan berbagi pengetahuan serta tanggung jawab individu sebagai
kunci keberhasilan pembelajaran. Siswa akan mencari tahu sendiri proses belajar
dan pada akhirnya akan menemukan sendiri kesimpulannya. Dengan demikian
18
pembelajaran tersebut akan menjadi menyenangkan, selain itu siswa menjadi aktif
dan akan lebih banyak berpengaruh terhadap meningkatnya hasil belajar IPA.
Berikut ini peta konsep kerangka pikir mengenai penerapan model
pembelajaran group investigation pada mata pelajaran IPA:
Gambar 2.1 Peta Konsep Kerangka Berpikir
2.7. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir yang yang telah dikemukakan di atas, maka
hipotesis tindakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Penerapan model
pembelajaran group investigation (GI) diduga dapat meningkatkan hasil belajar
IPA secara signifikan mengalami ketuntasan hasil belajar IPA ≥65 dan
ketuntasan klasikal mencapai 80% dari jumlah siswa 18 sesuai KKM yang telah
ditetapkan oleh sekolah sebesar (KKM=65) pada materi energi panas dan energi
bunyi siswa kelas 4 SD Negeri Rowosari”.
Pembelajaran IPA
Kondisi Awal Metode
Konvensional
Siswa pasif
Tindakan Model
Pembelajaran
Group
Investigation
Siswa Aktif Siklus I & II
Hasil Belajar
Rendah, di
bawah < 65
Hasil Belajar IPA
Meningkat, di atas
≥ 65
Kondisi Akhir
Top Related