14
BAB II
DETERMINASI DIRI
A. Hakikat Determinasi Diri
1. Definisi Determinasi Diri
Menurut Ryan & Deci (2017) Determinasi diri adalah sebuah pendekatan
motivasi dan kepribadian manusia yang menggunakan metode empiris
tradisional dengan menggunakan matateori organismik yang memusatkan pada
pentingnya sumber daya manusia (SDM) untuk pengembangan kepribadian dan
teori empiris yang berasal dari motivasi dan kepribadian manusia dalam konteks
sosial yang membedakan motivasi di bagian yang otonom dan terkontrol.
Determinasi diri didefinisikan sebagai pengalaman yang berhubungan dengan
perilaku otonom yang sepenuhnya didukung oleh diri sendiri, sebagai lawan dari
alasan rasa tertekan atau terpaksa (Ryan & Deci, 2017).
Determinasi diri adalah sikap mental yang ditandai dengan komitmen yang
kuat untuk mencapai tujuan tertentu meskipun terdapat hambatan dan kesulitan;
suatu proses dalam pembuatan keputusan, mencapai kesimpulan, atau
memastikan hasil akhir dari setiap proses (Vandenbos, 2008)
Menurut Geon & Stefani (2016) mengungkapkan bahwa determinasi diri
adalah kemampuan individu untuk memiliki control diri dalam memfasilitasi
dirinya mencapai tujuan hidup pribadi dengan menerima kekuatan dan
keterbatasan diri.
Berdasarkan prespektif psikologi yang dipaparkan Ryan dan Deci (2002)
mendefinisikan bahwa determinasi diri diartikan sebagai kapasitas seseorang
untuk memilih dan memiliki beberapa pilihan untuk menentukan suatu tindakan
atau dikatakan kebulatan tekad seseorang atau ketetapan hati seseorang pada
suatu tujuan yang hendak dicapainya. Determinasi diri adalah kemampuan diri
dalam mengidentifikasi dan mencapai tujuan berdasarkan pengetahuan dan
penilaian individu terhadap diri sendiri (Field, Hoffman & Posch. 1997).
Determinasi diri adalah teori yang berfokus pada level motivasi yang
individu miliki ketika melakukan kegiatan, serta alasan mengapa individu
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
15
tersebut termotivasi untuk melakukannya. Dalam teori ini, orientasi motivasi
yang berbeda berfungsi sebagai stimulus untuk melakukan kegiatan dan sejauh
mana individu ditentukan oleh makna dan kepentingan pribadi (Ryan &
Deci,2000a). Seseorang yang tidak memiliki dorongan atau inspirasi dalam
melakukan suatu kegiatan dikarakteristikan tidak termotivasi, sedangkan
seseorang yang bersemangat dan aktif dalam melakukan suatu kegiatan
dikarakteristikan termotivasi (Ryan & Deci, 2000a).
Powers, dkk berpendapat bahwa determinasi diri merupakan sikap dan
kemampuan individu yang dapat memfasilitasi dirinya dalam mengidentifikasi
dan mencapai tujuan. Power juga berpendapat bahwa determinasi diri dapat
direfleksikan sebagai penguasaan diri sendiri atau kontrol diri, berpartisipasi
aktif dalam pembuatan keputusan, dan kemampuan memimpin dirisendiri untuk
menggapaitujuanhidup pribadiyang bernilai (Field, Hoffman & Posch. 1997).
Berdasarkan dari beberapa definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa
determinasi diri merupakan kemampuan individu dalam mengarahkan dirinya
untuk mencapai tujuan sehingga terpenuhi kebutuhan Autonomy, kompetensi dan
dapat terhubung dengan oranglain.
2. Sejarah Teori Determinasi diri
Teori Determinasi diri diperkenalkan lebih dari dua puluh tahun yang lalu
oleh dua psikolog yaitu bernama Richard M. Ryan, PhD dan Edward L. Deci,
PhD. Ryan adalah seorang psikolog klinis, Profesor Riset di Institute untuk
psikologi positif dan pendidikan di Australian Catholic University serta sebagai
Profesor Ilmu Klinis dan Sosial dalam Psikologi di University of Rochester.
Ryan adalah anggota dari Asosiasi psikologi Amerika, Asosiasi untuk Ilmu
Psikologi, Asosiasi Penelitian Pendidikan Amerika, dan The Society for
Personality dan Psikologi sosial.
Ryan menerima penghargaan karier yang menonjol dari masyarakat
Internasional untuk identitas diri dan Jaringan Internasional tentang makna
pribadi, serta Penghargaan Peneliti Terhormat Shavelson, disajikan oleh
International Global Pusat Penelitian Self, di antara penghargaan lainnya.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
16
Sebagai anggota kehormatan Masyarakat Psikologis Jerman dan penerima gelar
doktor kehormatan dari Universitas Thessaly di Yunani, ia juga penerima
beasiswa James McKeen Cattell Fund Fellowship dan Leverhulme Fellowship.
Ryan juga pernah menjadi profesor tamu di Institut Pendidikan Nasional di
Singapura, Universitas Bath di Inggris, dan Institut Max Planck di Berlin,
Jerman (Ryan & Deci,2017).
Edward L. Deci, PhD, adalah professor Helen F. dan Fred H. Gowen
dalam Ilmu Sosial di University of Rochester, dengan penunjukan sekunder di
University College of South Norway dan Australian Catholic University. Dr.
Deci adalah anggota dari Asosiasi Ilmu Psikologi, Asosiasi Psikologis Amerika,
dan Society for Personality dan psikologi sosial, di antara asosiasi lainnya.
Banyak penghargaannya termasuk penghargaan sarjana terkemuka dari
Masyarakat untuk Kepribadian dan Psikologi Sosial, penghargaan prestasi
seumur hidup dari Masyarakat Internasional untuk identitas diri, dan
penghargaan kontribusi ilmiah terkemuka dari Jaringan Psikologi Positif. Dia
diangkat sebagai presiden kehormatan Asosiasi Psikologis Kanada dan
merupakan penerima James McKeen Cattell Fund Fellowship.
Self determination theory (SDT) adalah teori organismik perilaku manusia
dan pengembangan kepribadian yang berbasis empiris. Analisis SDT difokuskan
terutama pada tingkat psikologis, dan itu membedakan jenis motivasi sepanjang
kontinum yang diarahkan pada kebutuhan Autonomy. Teori ini, berkaitan
dengan bagaimana faktor-faktor kontekstual sosial mendukung atau
menggagalkan perkembangan individu dalam kebutuhan psikologis dasar yaitu
kompetensi, keterkaitan, dan Autonomy. Meskipun teorinya adalah penelitian
psikologis tetapi memberikan fokus pada dasar-dasar biologis dari proses
psikologis dan menempatkannya dalam perspektif evolusi.
Teori determinasi diri meneliti bagaimana kondisi biologis, sosial, dan
budaya dapat meningkatkan atau merusak sumber daya yang dimiliki manusia
yang melekat untuk pertumbuhan, hubungan dan kesejahteraan psikologis baik
secara umum maupun dalam domain sceara khusus. Dengan demikian,
penelitian SDT secara kritis menyelidiki faktor-faktor, baik intrinsik untuk
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
17
perkembangan individu dan dalam konteks sosial, yang memfasilitasi motivasi,
integrasi sosial dan kesejahteraan, serta sebagai alternatif, faktor-faktor yang
berkontribusi pada penipisan, fragmentasi, perilaku antisosial, dan
ketidakbahagiaan.
3. Konsep Determinasi diri
Teori determinasi diri merupakan teori yang sangat unik di antara teori
kognitif sosial karena mencoba memahami mengapa orang melakukan apa yang
mereka lakukan (Bryan, 2006). Determinasi diri termasuk ke dalam aliran
humanistik yang dibuktikan dengan adanya pandangan penolakan terhadap
pendapat bahwa tingkah laku manusia semata-mata ditentukan oleh faktor diluar
dirinya. Sebab teori humanistik memandang bahwa manusia merupakan actor
dalam drama kehidupan, bukan reactor terhadap insting atau tekanan lingkungan
(Desmita, 2017 : 45).
Aliran humanistik berhubungan erat dengan aliran filosofis Eropa yang
disebut sebagai eksistensialisme. Para eksistensialis, seperti filosof Martin
Heidegger (1889-1976) dan Jean Paul (1905-1980), memokuskan perhatian dan
pencarian arti pentingnya pilihan pada eksistensi manusia. Para eksistensialis
juga meyakini bahwa kemanusiaan membuat kita bertanggung jawab atas arah
yang akan diambil dalam kehidupan kita (Desmita, 2017:45). Sependapat
dengan pandangan aliran humanistik dan filsafat eksistensialisme Wehmeyer
menyebutkan bahwa determinasi diri juga mendefinisikan sebagai tindakan atas
kehendak yang memungkinkan seseorang sebagai penggerak utama dalam
kehidupannya untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas hidup
(Shogren, et.al 2012).
Para teoretikus humanistik mempertahankan bahwa manusia memiliki
kecenderungan bawaan untuk melakukan aktualisasi diri, untuk berjuang
menjadi apa yang mereka mau (Desmita,2017 :45). Oleh karena itu, determinasi
diri sama halnya dengan aliran humanis filsafat eksistensialime yang dibuktikan
dengan pandangan terhadap manusia yang digambarkan secara optimis dan
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
18
penuh harapan. Humanis menyatakan bahwa didalam diri manusia terdapat
berbagai potensi untuk menjadi sehat dan tumbuh secara kreatif.
Manusia digambarkan sebagai individu yang aktif, bertanggung jawab,
mempunyai potensi kreatif, bebas, berorientasi ke depan, dan selalu berusaha
mengaktualisasikan dirinya. Kegagalan dalam mewujudkan potensi individu
lebih disebabkan oleh pengaruh yang bersifat menjerat dan keliru dari
pendidikan dan latihan yang diberikan oleh orangtua serta pengaruh-pengaruh
sosial lainnya.
Teori determinasi diri memiliki tiga kebutuhan psikologis dasar yaitu
Autonomy, kompetensi dan keterkaitan. Pencapaian kebutuhan ini dipengaruhi
oleh dua faktor, bagaimana orang-orang memutuskan sesuatu hal dan iya
tidaknya orang tersebut diperlakukan sebagai bagian dari lingkungan sosial.
(Deci dan Ryan, 2002). Ketika determinasi diri dan lingkungan individu
bertemu, maka ketiga kebutuhan yang muncul cenderung lebih termotivasi
secara intrinsic dan kurang termotivasi secara ekstrinsik (Deci & Ryan, 2000).
Kemungkinan adanya keuntungan bagi individu yang membutuhkan rasa puas,
hal ini dapat meliputi optimalisasi kesejahteraan individu dan perkembangan
sosial (Deci & Ryan, 2002).
4. Aspek-aspek Determinasi Diri
Sejarah psikologi empiris, berbagai teori telah mempertimbangkan konsep
kebutuhan manusia. Beberapa berfokus pada kebutuhan yang didasarkan pada
proses fisiologis yang mendasari keadaan pergerakan (Ryan & Deci, 2017).
Sedangkan yang lain berfokus pada kebutuhan yang dikonseptualisasikan dalam
hal proses psikologis (Baumeister & Leary, 1995; McClelland, Atkinson, Clark,
& Lowell , 1953; Murray, 1938 yang dikutip oleh Ryan & Deci, 2017).
Determinasi diri memiliki kebutuhan secara khusus yang didefinisikan
sebagai nutrisi yang penting untuk pertumbuhan, integritas, dan kesejahteraan.
Dengan demikian, kebutuhan fisiologis dasar berkaitan dengan nutrisi yang
diperlukan untuk kesehatan pada keselamatan tubuh, dan meliputi kebutuhan
seperti oksigen, air bersih, nutrisi yang memadai, dan bebas dari bahaya fisik.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
19
Bersamaan dengan kebutuhan fisik seperti itu, SDT berpendapat bahwa ada juga
kebutuhan psikologis dasar yang harus dipenuhi agar minat, perkembangan, dan
kesejahteraan psikologis dapat dipertahankan. (Ryan & Deci, 2017) Oleh karena
itu terdapat tiga kebutuhan psikologis dasar dalam determinasi diri yakni
Autonomy, competence dan relatedness, berikut ini penjelasan ketiga aspek
determinasi diri :
a. Autonomy (Otonomi)
Autonomy adalah suatu bentuk fungsi yang terkait dengan perasaan
kehendak, kongruen, dan terintegrasi (deCharms, 1968; Friedman, 2003; Ryan,
1993; Shapiro, 1981 yang dikutip oleh Ryan & Deci, 2017:10). Autonomy adalah
kebebasan yang dimiliki individu dalam melakukan sesuatu berdasarkan
pilihannya sendiri yang mengacu pada hal yang dirasakan dan bersumber dari
dirinya sendiri (Ryan & Deci,2000).
Autonomy sangat penting dalam membangun motivasi instrinsik. Ketika
individu melakukan tindakan karena pengaruh eksternal seperti controlling
reward, ancaman, paksaan, penilaian, tenggak waktu, maka hal tersebut dapat
merusak motivasi intrinsik. Sedangkan, ketika individu diberikam kesempatan
untuk memilih, merasa memiliki kebebasan untuk melakukan hal sesuai minat
mereka, maka motivasi instrinsik meningkat dan individu lebih percaya diri
dalam menunjukkan kinerjanya (Deci & Ryan, 2000).
b. Competence (Kompetensi)
Competence adalah salah satu masalah yang paling banyak diteliti dalam
psikologi dan secara luas dilihat sebagai elemen inti dalam tindakan termotivasi
(Ryan & Deci 2017 : 11). Di SDT, kompetensi mengacu pada kebutuhan dasar
kita untuk merasakan efek dan penguasaan. Orang perlu merasa mampu
beroperasi secara efektif dalam konteks kehidupan penting mereka. Kebutuhan
akan kompetensi terbukti sebagai upaya yang melekat, diwujudkan dalam rasa
ingin tahu, manipulasi, dan berbagai motif epistemik (Deci & Moller, 2005 yang
dikutip oleh Ryan & Deci, 2017).
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
20
Kompetensi berfokus pada keinginan untuk bertindak efektif dalam
menghadapi lingkungan (White dalam Deci, 2000). Kebutuhan kompetensi
membuat individu lebih terbuka, tertarik dan belajar lebih baik dalam
beradaptasi dengan tantangan baru (Deci & Ryan, 2000). Dalam hubungan
antara kompetensi dan motivasi intrinsik, respon positif terhadap suatu perilaku
akan memunculkan kepuasan terhadap kebutuhan kompetensi, yang selanjutnya
kan meningkatkan motivasi intrinsic individu. Sebaliknya, respon negative
terhadap suatu perilaku akan mengurangi rasa puas terhadap kompetensi dan
akan menghambat motivasi instrinsik.
c. Relatedness (Relasi)
Relatedness berkaitan dengan perasaan terhubung secara sosial (Ryan &
Deci, 2017:11). Orang merasakan keterkaitan yang paling khas ketika mereka
merasa diperhatikan oleh orang lain. Namun keterkaitan juga tentang
kepemilikan dan perasaan signifikan antara lain. Jadi sama pentingnya dengan
keterkaitan adalah mengalami diri sendiri sebagai seseorang yang memberi atau
berkontribusi kepada orang lain (Ryan & Deci 2017, : 11) Keterkaitan adalah
hubungan sosial atau relasi sosial individu dalam berinteraksi dengan individu
lain dalam satu komunitas serta memiliki rasa saling bergantung satu dengan
yang lain (Ryan & Deci 2017:11).
Sama halnya dengan aspek autonomy dan kompetensi, aspek keterkaitan
berpengaruh terhadap pertumbuhan determinasi diri, namun lingkungan sosial
dapat menjadi penghambat pertumbuhan determinasi diri melalui control, kritik
dan penolakan sosial. Untuk mendukung pertumbuhan determinasi diri, individu
secara eksternal memerlukan lingkungan sosial yang mendukung dan secara
internal diperlukan adanya kesadaran individu (mindfulness) dan fungsi
autonomy pribadi (Brown & Ryan, 2004).
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
21
5. Dimensi-dimensi Determinasi Diri
Menurut Ryan & Deci (2000a) mengidentifikasi tiga dimensi motivasi,
untuk menjelaskan alasan yang berbeda mengapa individu terlibat dalam
kegiatan, yaitu :
a. Motivasi Intrinsik
Motivasi Intrinsik adalah melakukan suatu kegiatan karena kepuasan yang
didapat dari melakukan suatu kegiatan tersebut, lebih dari pada memikirkan
konsekuensi yang mereka dapatkan karena kegiatan tersebut. Ketika seseorang
termotivasi secara instrinsik, individu merasa senang dalam melakukan sesuatu
dan menyukai tantangan bukan karena paksaan eksternal, tekanan atau imbalan.
b. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ekstrinsik adalah melakukan setiap kegiatan karena untuk
mencapai hasil yang diinginkan, sehingga motivasi ekstrinsik ini berbeda dengan
motivasi instrinsik, yang melakukan kegiatan dalam melakukan aktivitas
melainkan dari nilai kegiatan tersebut. Contohnya, siswa mengerjakan PR hanya
karena ia takut hukuman dari orangtua atau guru saat tidak melakukannya, hal
ini adalah motivasi ekstrinsik karena siswa menghindari hukuman.
Selain itu, kedispilinan yang dilakukan pada siswa dari pihak sekolah
dapat membentuk determinasi diri siswa. Sebagaimana yang disebutkan bahwa
disiplin sebagai salah satu cara untuk memberikan pembelajaran baik bagi
individu akan pentingnya manajemen diri dan waktu agar mampu memanfaatkan
waktu dengan sebaik mungkin. Kontrol diri sangat diperlukan oleh individu
untuk melatih dan mengembangkan perilaku positif dalam diri individu dan
mampu berinteraksi dengan lingkungannya, karena proses adaptasi terhadap
lingkungan sangatlah penting dibutuhkan dalam setiap situasi. (Haqiqi,2016)
Menurut Fachrudin (1989), disiplin itu juga mempunyai dua macam tujuan
yaitu:
1) Membantu anak untuk menjadi matang pribadinya dan mengembangkan
pribadinya dari sifat-sifat ketergantungan menuju tidak ketergantungan,
sehingga ia mampu berdiri sendiri di atas tanggung jawab sendiri.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
22
2) Membantu anak untuk mampu mengatasi, mencegah timbulnya masalah-
masalah pencapaian target sekolah dan berusaha menciptakan situasi yang
menyenangkan bagi kegiatan belajar mengajar, dimana mereka menaati
segala peraturan yang telah ditetapkan. (Haqiqi,2016)
Selain itu, menurut Hurlock (Haqiqi,2016), fungsi disiplin adalah:
1) Fungsi yang bermanfaat, untuk mengajarkan bahwa perilaku tertentu selalu
diikuti hukuman, namun yang lain akan diikuti dengan pujian dan untuk
mengajar anak suatu tindakan penyesuaian yang wajar, tanpa menuntut suatu
konfirmasi yang berlebihan. Serta untuk membantu anak mengembangkan
pengendalian diri sehingga mereka dapat mengembangkan hati nurani untuk
membimbing tindakan mereka.
2) Fungsi yang tidak bermanfaat, untuk menakut-nakuti anak, sebagai
pelampiasan agresi orang yang disiplin.
Sedangkan menurut Singgih (Haqiqi,2016) disiplin perlu dalam
pendidikan anak supaya dengan mudah anak dapat:
1) Meresapkan pengetahuan dan pengertian sosial antara hak milik orang lain.
2) Mengerti dan segera menurut untuk menjalankan kewajiban dan secara
langsung mengerti larangan-larangan.
3) Mengerti tingkah laku yang baik dan buruk.
4) Belajar mengendalikan keinginan dan berbuat tanpa merasa terancam
hukum.
5) Mengorbankan kesenangan sendiri tanpa peringatan dari orang lain.
Secara garis besarnya, fungsi disiplin adalah cara untuk mengendalikan
perilaku yang merupakan suatu proses ke arah pembentukan yang lebih baik
sehingga menciptakan suatu pribadi yang mandiri. Disiplin dapat membuat
seseorang tidak merasa dipaksa alam menaati peraturan dalam menjalankan
tugasnya, akan tetapi dapat memerintah diri sendiri untuk melakukan sesuatu
dengan penuh rasa tanggung jawab, berdisiplin juga dapat menjadikan seseorang
memiliki kecakapan dalam melkukan suatu pekerjaan yang baik, juga
pembentukan proses kearah pembentukan yang luhur.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
23
c. Amotivation
Amotivasi adalah tidak adanya niat seseorang dalam melakukan suatu
kegiatan. Tidak menghargai apa yang dilakukan, merasa tidak kompeten bahkan
tidak percaya akan menghasilkan sesuatu yang diinginkan.
6. The Six Mini Theory of Determinasi diri Theory
Menurut Ryan & Deci (2017:123) terdapat Enam mini teori yang
berpengaruh pada determinasi diri, diantaranya sebagai berikut :
a. Cognitive Evaluation Theory (CET)
Cognitive evaluation theory (CET) adalah motivasi instrinsik yang
terdapat dalam aktivitas determinasi diri. Dalam melakukan tindakan, individu
dapat bertindak secara bebas, berkelanjutan dan mendapatkan pengalaman yang
menarik dan menyenangkan. Terdapat 2 tipe motivasi didalamnya yakni
motivasi ekstrinsik yang berasal dari luar diri individu dan motivasi instrinsik
yang berasal dari diri sendiri individu.
Fokus utama dalam hal ini adalah penghargaan eksternal yang dapat
merusak motivasi instrinsik. Penelitian yang sudah dilakukan, penghargaan
dalam bentuk barang atau benda berwujud dapat merusak motivasi instrinsik
seseorang, sedangkan penghargaan secara verbal cenderung meningkatkan
motivasi instrinsik seseorang. Dua hal utama yang mempengaruhi proses
kognitif dari motivasi intrinsik seseorang sebagai berikut :
1) Perceived causality, merupakan hubungan individu dengan kebutuhan akan
kebebasan. Ketika individu cenderung menggunakan lokus eksternal dan
tidak diberikan pilihan, maka akan merusak motivasi instrinsik. Sedangkan
ketika individu fokus terhadap lokus internal dan bertindak sesuai pilihannya,
maka itu dapat meningkatkan motivasi intrinsiknya.
2) Perceived competence, merupakan hubungan individu dengan kebutuhan
akan kompetensi, dimana ketika seseorang meningkatkan kebutuhan akan
kompetensi nya maka kompetensi seseorang itu akan dapat ditingkatkan,
sedangkan ketika seseorang mengurangi kebutuhan akan kompetensinya
maka motivasi intrinsiknya pun akan berkurang.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
24
Dua konteks dari CET dapat bersifat kontrol dan informasional. Bila
sebuah kejadian bersifat controlling, maka kejadian itu akan menekan seseorang
untuk bertindak dengan cara tertentu, maka seseorang akan merasa memiliki
control dan motivasi instrinsik yang akan hilang. Bila di pihak lain, kejadian itu
memberikan informasi yang meningkatkan sense of competence, maka motivasi
instrinsik akan meningkat, tetapi sebaliknya bila informasi yang diberikan
membuat seseorang merasa kurang kompeten, maka kemungkinan besar
motivasi akan menurun. Terdapat 2 hal penting di dalam konteks ini yaitu:
1) Positive feedback sebenarnya bersifat informational tetapi jika diberikan
dalam tekanan, seperti “should do well” maka positive feedback menjadi
bersifat mengontrol, sedangkan Ryan, Mims, Koester (dalam Deci & Ryan,
2002) mengatakan “meskipun penghargaan bersifat mengontrol, tetapi jika
diberikan dengan tidak mengevaluasi, maka dapat mendukung kebebasan.
2) Tindakan yang berasal dari dalam diri dan tidak dipengaruhi dari faktor
eksternal, itu akan membuat individu lebih mempunyai harga diri sehingga
akan meningkatkan kompetensinya.
Salah satu bagian dari cognitive evaluation theory yaitu relasi yang
merupakan keinginan untuk membangun pertalian emosional dengan orang lain.
Bila guru dan orang tua bersikap responsive dan menunjukkan bahwa mereka
peduli terhadap kesejahteraan anak mereka, maka anak tersebut dapat
menunjukkan motivasi instrinsik, begitu juga sebaliknya.
b. Organismic Integration Theory
Motivasi instrinsik menyangkut aktifitas yang bersifat autotelik, dimana
aktifitas tersebut merupakan tujuan akhir dan kesenangan individu yang telah
secara bebas memilih aktivitas tersebut. Motivasi ekstrinsik menyangkut empat
jenis perilaku yang termotivasi, yang dimulai dari perilaku yang awalnya
sepenuhnya termotivasi secara ekstrinsik, namun kemudian dihayati dan
akhirnya merasakan determinasi diri (Ryan & Deci 2017).
Pada saat yang bersamaan juga, tidak semua aktivitas atau perilaku
termotivasi secara instrinsik. Di sekolah terdapat struktur, kontrol, dan juga
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
25
penghargaan yang sifatnya ekstrinsik, yang mungkin tidak cocok dengan
determinasi diri dan motivasi instrinsik, namun dapat membantu menghasilkan
perilaku yang baik dan fungsi sosial yang diinginkan. Para motivator ekstrinsik
kemudian menjadikannya sebagai bagian dari proses pengaturan diri dan
mengembangkan sebuah subteori yang termasuk di dalam teori determinasi diri
yang lebih besar, yang dilabelkan sebagai teori integrasi organisme. Dalam teori
organisme ini mengonsepkan motivasi, yang dimulai dari yang tidak termotivasi,
lalu motivasi ekstrinsik, kemudian motivasi instrinsik (determinasi diri) yang
merupakan sebagai dari proses pengaturan diri (Schunk, Pintrich, Meece, 2012).
Berikut merupakan bagan proses pengaturan diri di dalam organismic
integration theory :
Gambar 2.1
Proses Pengaturan Diri (Schunk, Pintrich, Meece)
Berikut penjelasan mengenai empat proses pengaturan diri di dalam organismic
integration theory:
1) Pengaturan eksternal
Pengaturan eksternal adalah perilaku yang ditunjukkan hanya untuk
menghindari hukuman dan mendapatkan penghargaan. Ketika siswa awalnya
tidak ingin mengerjakan sebuah tugas yang diberikan, namun siswa itu akan
mengerjakannya untuk mendapatkan penghargan dan menghindari hukuman.
Siswa ini sangat bereaksi terhadap ancaman hukuman dan penghargaan
ekstrinsik, dan cenderung memenuhi perintah. Mereka tidak termotivasi
secara instrinsik, dan tidak menunjukkan minat yang tinggi, namun mereka
motivasi ekstrinsik
Eksternal Introjeksi Identifikasi Integrasi
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
26
cenderung bertingkah laku dan berusaha untuk mengerjakan tugasnya agar
dapat memperoleh penghargaan eksternal dan juga menghindari hukuman.
Dalam hal ini, kontrol bersifat eksternal dan tidak ada determinasi diri dalam
diri siswa (Schonk et.al, dalam Ryan & Deci, 2017). Skinner & de Charms
menyatakan bahwa pengaturan eksternal merupakan teori sentral dari operant,
dimana seseorang melakukan sesuatu karena permintaan rewards dan untuk
menghindari hukuman (Deci & Ryan, 2017).
2) Pengaturan introjeksi
Pengaturan introjeksi adalah perilaku yang ditunjukkan untuk menyenangkan
orang lain dan adanya keterpaksaan dalam melakukan suatu aktifitas. Siswa
mengerjakan sebuah tugas karena mereka merasa bahwa harus melakukannya
dan mungkin merasa bersalah apabila mereka tidak melakukannya (misalnya:
belajar untuk menghadapi ujian). Dalam pengaturan introjeksi ini terdapat
perasaan tepat, wajib, dan bersalah, sehingga tidak ada determinasi diri dalam
diri siswa.
Siswa hanya akan mengerjakan tugas karena perasaan “harus” sesungguhnya
bersifat internal bagi individu tersebut, namun sumbernya agak eksternal,
karena mereka mungkin mengerjakan tugas untuk menyenangkan individu
lain (orang tua, guru) (Schonk et.al dalam Ryan & Deci, 2017). Jika ego
terlibat sebagai salah satu hasil, itu dapat menghilangkan motivasi instrinik
dan tujuan aktifitas mereka, sehingga dapat mengindikasikan bahwa
pengaturan introjeksi ini bersifat kontrol (Deci & Ryan, 2002).
3) Pengaturan identifikasi
Pengaturan identifikasi adalah perilaku yang didasarkan pada kepentingan
personal.Siswa melakukan sebuah aktivitas atau mengerjakan sebuah
aktivitas karena aktivitas itu secara personal penting bagi diri mereka.Sebagai
contoh, seorang murid belajar berjam-jam untuk mendapatkan nilai akademis
yang bagus dan dapat mengikuti suatu tes agar dapat diterima di perguruan
tinggi. Wigfield & Eccles menyebutkan bahwa perilaku ini menggambarkan
tujuan murid ini sendiri dan secara sadar dipilih oleh individu, sehingga lokus
kausalitasnnya lebih bersifat internal bagi murid ini, karena ia secara personal
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
27
merasa bahwa tujuan tersebut sangat penting bagi diri sendiri bukan hanya
penting bagi orang lain (orang tua, guru) (Schonk et.al, dalam Ryan &
Deci,2017).
4) Pengaturan integrasi
Pengaturan intergrasi adalah perilaku yang menunjukkan bentuk paling bebas
dari motivasi ekstrinsik, dimana kebutuhan, nilai, dan tujuan didukung dari
diri sendiri.Individu mengintegrasikan berbagai sumber informasi baik yang
internal maupun eksternal ke dalam skema diri mereka sendiri, serta
menjalankan pemahaman tentang diri mereka sendiri.
Pengaturan integrasi ini merupakan suatu bentuk determinasi diri dan bersifat
Autonomy. Dengan demikian, motivasi instrinsik dan pengaturan integrasi
menyebabkan lebih banyak keterlibatan kognitif dan pembelajaran
dibandingkan dengan pengaturan eksternal dan juga introjeksi (Ryan & Deci,
2002).
c. Causality Orientation Theory
Menjelaskan perbedaan individu dalam orientasinya terhadap lingkungan
sosial yang dapat mendukung pilihannya sendiri, memberikan control atau
amotivating yang melibatkan aspek perilaku regulasi, yang terdiri dari tiga:
1) The autonomy orientation, merupakan dasar dari motivasi instrinsik yang
mencakup nilai untuk mendukung diri sendiri dalam melakukan tindakan
sesuai pilihannya sendiri.
2) The controlled orientation, merupakan dasar dari motiavasi eksternal dan
introjected regulation, dimana tindakan terkontrol dan cenderung “harus
bersikap”.
3) The impersonal orientation, merupakan bagian dari amotivation, dan tidak
ada kebebasan dalam memilih.
Deci & Ryan (2002) mengatakan bahwa “autonomy orientation” bersifat
positif untuk aktualisasi diri, harga diri, perkembangan ego, dan juga indikator
lain atas kesejahteraan. Controlled orientation tidak ada kesejahteraan tetapi
berhubungan dengan kesadaran diri, cenderung fokus ke luar dan focus terhadap
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
28
tekanan.Impersonal orientation mengindikasikan rendahnya harga diri,
penghinaan diri, dan depersi.
d. Basic needs
Basic needs merupakan salah satu faktor untuk menambah kekuatan akan
motivasi, sehingga well being sangat dibutuhkan dalam mencapai determinasi
diri. Terdapat 2 pendekatan mengenai well being (Kahneman, Diener, Schwarz
dalam Deci & Ryan, 2002):
1) Well being berkaitan dengan kesenangan yang bersifat subjektif.
2) Well being berkaitan dengan fungsi keseluruhan dari individu.
Meskipun terdapat 2 pendekatan, namun well being tetap berhubungan
dengan autonomy, competence, dan juga relatedness. Basic need merupakan
konsep untuk individu dalam berperilaku sehari- hari, dan untuk mencapai
tujuan akhir serta memiliki kesehatan psikologis yang baik yang akhirnya
menuju pada well being (Ryan, Frederick, Deci, Grolnick dalam Deci & Ryan,
2002).
e. Goal Content Theory (GCT)
Goal Content Theory muncul dari perbedaan antara tujuan intrinsik dan
ekstrinsik dan dampaknya terhadap motivasi dan kesehatan. Tujuan dilihat
secara berbeda sesuai dengan basic needs satisfaction (kepuasan kebutuhan
dasar) dan dengan demikian secara berbeda berkaitan dengan kesejahteraan.
Tujuan ekstrinsik seperti kesuksesan finansial, pen ampilan, dan popularitas atau
ketenaran secara khusus kontras dengan tujuan intrinsik seperti masyarakat,
hubungan dekat, dan pertumbuhan individu, dengan pendahulu yang lebih
mungkin terkait dengan kesehatan yang lebih rendah.
f. Relatedness
Relatedness (hubungan) yang berhubungan dengan pengembangan dan
pemeliharaan hubungan pribadi yang dekat seperti teman-teman terbaik dan
partner romantis serta kelompok yang memiliki kelekatan adalah salah satu dari
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
29
tiga kebutuhan psikologis dasar. Relationships Motivation Theory (RMT)
berkaitan dengan hubungan lainnya, dan berpendapat bahwa beberapa jumlah
interaksi tersebut tidak hanya diinginkan bagi kebanyakan orang namun
sebenarnya penting untuk penyesuaian dan kesejahteraan karena hubungan
memberikan kepuasan dari kebutuhan keterkaitan.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa tidak hanya keterkaitan perlu puas
dalam hubungan berkualitas tinggi, tetapi Autonomy membutuhkan dan untuk
tingkat yang lebih rendah kebutuhan kompetensi juga puas. Memang, hubungan
pribadi kualitas tertinggi adalah orang yang masing-masing pasangan
mendukung Autonomy, kompetensi, dan kebutuhan keterkaitan dengan yang
lain.
7. Elemen Komponen Perilaku Determinasi Diri
Wehmeyer mengidentifikasi 11 elemen komponen yang berhubungan
dengan perilaku determinasi diri (Agran, 1997). Komponen tersebut yaitu:
a. Membuat pilihan
Guess dalam Agran mengajukan tiga level dalam membuat pilihan, yaitu
pilihan sebagai pengindikasi preferensi, pilihan sebagai proses membuat
keputusan, serta pilihan sebagai ekspresi atas kemandirian dan martabat. Reid,
dkk. mengidentifikasi dua komponen dasar dalam instruksi membuat pilihan,
yang pertama yaitu melibatkan perilaku tertentu yang diperlukan untuk memilih
satu hal atau peristiwa dari dua atau beberapa alternatif. Yang kedua yaitu
mengarahkan tindakan tersebut menuju pemilihan dari hasil pilihannya tersebut
(Mithaug et.al.:2003).
b. Membuat Keputusan
Terdapat kemiripan antara membuat pilihan dan membuat keputusan.
Membuat pilihan mengacu pada proses pemilihan alternatif berdasarkan pada
pilihan individual. Membuat keputusan mengacu pada satu set keterampilan
yang lebih luas yang menggabungkan pembuatan pilihan sebagai salah satu dari
sekian banyak komponen yang ada.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
30
c. Memecahkan Masalah
Elemen ketiga adalah pemecahan masalah. Pemecahan masalah juga
berkaitan dengan pengambilan keputusan, karena pengambilan keputusan
merupakan sebuah proses di mana individu mempertimbangkan berbagai solusi
atau pemecahan masalah. Masalah itu sendiri adalah merupakan sebuah tugas
yang solusinya belum didapatkan, atau lebih khusus masalah adalah situasi
tertentu di mana seseorang harus merespon agar dapat berfungsi secara optimal
dan efektif dalam lingkungannya.
Seperti halnya proses pembuatan pilihan, ketrampilan memecahkan
masalah juga tertanam di hampir semua prosedur pembuatan keputusan. Proses
membuat keputusan di-mulai dengan membuat daftar pilihan yang sudah
diidentifikasi. Praktisnya, individu harus menggunakan pemecahan masalah
sebelum terjadi-nya pembuatan keputusan. Dalam pemecahan masalah,
penekanan instruksional biasanya meliputi tiga titik fokus yaitu identifikasi
masalah, penjelasan masalah dan analisis, dan penyelesaian masalah.
d. Penetapan Tujuan dan Pencapaian
Untuk menjadi agen menyebab dalam kehidupan, individu perlu memiliki
ketrampilan yang diper lukan untuk merencanakan, mengatur, dan mencapai
tujuan. Tujuan di sini mengandung beberapa makna, menurut Locke dan Latham
tujuan di sini mencangkup arti penting dari istilah-istilah seperti niat atau
maksud, tugas, batas waktu, tujuan, arahan, dan tujuan akhir. Semua ini
memiliki kesamaan makna bahwa ada sesuatu yang ingin dicapai oleh seseorang.
e. Kemampuan Mengobservasi Diri
Menguji keadaan lingkungan belajar, dan mengevaluasi apa yang
diinginkan.
f. Kemampuan Mengevaluasi Diri
Membandingkan tingkah laku belajar yang diawasi sendiri dengan tujuan
yang dicapai.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
31
g. Kemampuan Menguatkan Diri
Berperan aktif dalam belajar, membuat jadwal penguat baru untuk lebih
memotivasi dirinya dalam belajar.
h. Lokus Kontrol Internal
Rotter dalam Agran mendefinisikan lokus kontrol sebagai sejauh mana
seseorang merasakan hubungan yang berkelanjutan antara tindakannya dan hasil.
Mercer dan Snell dalam Agran mendekripsikannya dengan cara berikut:
1) Jika individu memiliki lokus kontrol internal, ia melihat penguatan sebagai
akibat paling utama dari setiap tindakannya.
2) Jika individu memiliki lokus kontrol eksternal, ia melihat penguatan sebagai
hasil dari kekuatan dari luar, contohnya keberuntungan, nasib, kesempatan,
dan lainnya.
Lokus kontrol internal telah dikaitkan dengan hasil adaptif, termasuk hasil
pendidikan yang positif dan prestasi, serta meningkatkan waktu dan perhatian
pada tugas sekolah yang terkait.
i. Pengaruh Positif Dari Efikasi Dan Harapan
Efikasi diri mengacu pada keyakinan bahwa seseorang dapat berhasil
melaksanakan perilaku yang diperlukan untuk memproduksi hasil yang
diberikan. Efikasi harapan mengacu pada keyakinan individu bahwa jika suatu
perilaku tertentu dilakukan, hal itu akan menyebabkan hasil yang diharapkan. Ini
menjadi jelas bahwa kedua-nya perlu dimiliki oleh individu tetapi tidak cukup
untuk menciptakan sebuah determinasi diri.
Sederhananya, individu harus percaya bahwa mereka dapat melakukan
perilaku tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan, dan
bahwa jika perilaku tersebut dilakukan, akan menghasilkan hasil yang
diinginkan. Jika seorang individu tidak yakin bahwa mereka dapat melakukan
perilaku tertentu, maka mereka tidak akan melakukan tindakan itu. Namun,
seorang individu mungkin percaya bahwa mereka mampu melakukan perilaku
tertentu, tetapi karena pengalaman masa lalu, mungkin tidak yakin bahwa hasil
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
32
yang diinginkan akan benar-benar terwujud walaupun sudah melakukan perilaku
yang dibutuhkan.
j. Kesadaran Diri
Untuk bertindak dengan kesadaran diri, seseorang harus memiliki
pemahaman dasar tentang kelebihan, kelemahan, kemampuan, dan keterbatasan
serta pengetahuan tentang bagaimana memanfaatkannya agar memberikan
keuntungan dan mempengaruhi kualitas hidup mereka. Pada dasarnya individu
harus terlebih dahulu memiliki rasa pembentukan diri dan kesadaran mereka
sebagai individu yang unik, individu harus menyadari keunikan dan perbedaan
mereka dari orang lain dan harus memahami bahwa mereka memiliki
keterbatasan dan akan bertahan meskipun keadaan akan berubah.
k. Pengetahuan Diri
Pengetahuan diri biasanya muncul pada saat individu berusia dua tahun,
pada saat itu anak perlu mengembangkan kesadaran diri dan pemahaman diri
untuk mempelajari apa yang mereka lakukan dengan baik, bantuan apa yang
mereka butuhkan, dimana letak minat mereka, dan bagaimana menggunakan
bakat mereka untuk memberikan keuntungan bagi mereka sendiri.
B. Determinasi Diri pada Remaja
Masa remaja sering dikenal dengan istilah adolescence yang memiliki arti
perkembangan menjadi dewasa. Masa Remaja ditandai dengan perubahan fisik
umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Perkembangan masa remaja yang
umum digunakan para ahli dimulai dari batasan rentang usia 12-15 tahun yang
disebut dengan remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan
sedangkan remaja akhir dimulai dari rentang usia 18-21 tahun. (Desmita, 2017)
Menurut Anna Freud berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses
perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan
perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
33
orangtua dan cita-cita mereka, di mana pembentukan cita-cita merupakan proses
pembentukan orientasi masa depan (Putro,2017:25).
Determinasi diri pada remaja dapat ditinjau dari aspek dan indikator yang
perlu dipenuhi diantaranya aspek Autonomy, kompetensi dan Relasi. Autonomy
menunjuk pada kemampuan diri sendiri untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan tanpa bantuan orang lain, tanpa dikontrol oleh orang lain, dapat
melakukan kegiatan dan menyelesaikan sendiri masalah-masalah yang
dihadapinya. Steinberg (1995 : 286) menegaskan becoming an autonomous
person – a self governing person – is one of the fundamental development tasks
of the adolescent years. Disebut fundamental karena pencapaian Autonomy pada
remaja sangat penting artinya dalam kerangka menjadi individu dewasa. Bahkan
pentingnya Autonomy diperoleh individu pada masa remaja sama dengan
pentingnya pencapaian identitas diri oleh mereka (Budiman, 2010 :4).
Autonomy (Steinberg, 1992) merupakan kapasitas individu dalam
menentukan pilihan dan mengambil keputusan. Remaja yang memiliki
Autonomy, bebas dari pengaruh pihak lain dalam menentukan pilihan dan
keputusan. Tetapi bukan berarti mereka tidak perlu pendapat orang lain. Bagi
remaja yang memiliki aspek Autonomy memadai, pendapat dan nasehat orang
lain yang sesuai dijadikan sebagai dasar pengembangan alternatif pilihan untuk
dipertimbangkan dalam pengambilan keputusan. Melalui pertimbangan diri
sendiri dan sugesti orang lain ia mengambil suatu keputusan yang mandiri
bagaimana seharusnya berperilaku atau bertindak (Budiman, 2010:9).
Sejalan dengan pendapat diatas, Desmita (2017:198) memaparkan bahwa
perkembangan remaja terkait pengambilan keputusan. Remaja adalah masa di
mana terjadi peningkatan pengambilan keputusan. Dalam hal ini mulai
mengambil keputusan tentang masa depan, memilih pergaulan, keputusan untuk
memilih kuliah atau mencari pekerjaan dan sebagainya.
Masa remaja cenderung menghasilkan pilihan-pilihan, menguji situasi dari
berbagai perspektif, mengantisipasi akibat dari setiap keputusan yang dipilih
serta mempertimbangkan kredibilitas dari keputusan tersebut. (Santrock, dalam
desmita,2017) Namut Mann, dkk berpendapat bahwa remaja cenderung
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
34
menghasilkan pilihan-pilihan yang mengutamakan kepuasan sesaat, menguji
situasi dengan perspektif yang terbatas, belum matang mengantisipasi akibat
darikeputusan-keputusan, dan kurang mempertimbangkan kredibilitas sumber-
sumber. (Papalia, Olds, & Feldmen, 2009) berpendapat bahwa remaja tergolong
pribadi yang belum matang dalam beberapa hal, khususnya dalam cara
berpikirnya. Dalam hal ini, terkait juga dengan cara berpikir remaja atau pilihan
remaja terhadap aspek karir (Munfarida, 2017).
Remaja yang telah berkembang Autonomynya, menurut Steinberg (1993,
293-297), akan memperlihatkan ciri-ciri perilaku sebagai berikut:
1. Mengarahkan diri untuk menjadi diri sendiri melalui proses detachment dan
individuation.
2. Mengarahkan diri pada beberapa perubahan pembuatan keputusan, ketahanan
diri terhadap pengaruh orang lain serta kepercayaan diri.
3. Mengarahkan diri pada perubahan cara berpikir yang lebih abstrak
konseptual, beliefs dan values diri.
Pada aspek kompetensi, remaja mampu bertindak secara efektif dalam
menghadapi lingkungan. Kebutuhan kompetensi membuat individu lebih
tertarik, terbuka dan belajar lebih baik dalam beradaptasi dengan tantangan baru
yang berupa kesulitan tugas di berbagai tingkat kesulitan (Deci & Ryan, 2000).
Individu perlu merasa dirinya kompeten dan bertingkah laku kompeten dalam
interaksinya dengan individu lain, dalam mengerjakan tugas dan aktivitas, dan
dalam konteks yang lebih besar (Mamahit, 2014:93).
Aspek ketiga adalah keterkaitan yakni remaja mampu menunjukan perasaan
diri untuk terhubung dengan orang lain, seperti menjadi bagian dari kelompok
tertentu dan kelompok tersebut peduli dengan individu. (Deci & Ryan, 2000)
Untuk mendukung pertumbuhan determinasi diri remaja secara eksternal
diperlukan lingkungan sosial yang mendukung dan secara internal diperlukan
adanya kesadaran remaja dan fungsi Autonomy pribadi (Brown & Lent, 2005)
Remaja akan fokus untuk berinteraksi dengan temannya, merasa terlibat dalam
berbagai hal dan peduli terhadap orang lain. Kebutuhann keterhubungan dapat
menjadi sarana internalisasi perilaku dan nilai melalui kelompok sosial (Deci &
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
35
Ryan, 2000) pada penelitian yang dilakukan Munfarida (2017:83) bahwa siswa
remaja berhubungan baik dengan orang disekitarnya. Siswa remaja menganggap
orang yang sering berinteraksi dengannya sebagai teman serta menikmati
pergaulannya dengan orang-orang disekitarnya.
Adapun Hurlock menambahkan berdasarkan tahap perkembangannya,
remaja seharusnya sudah memiliki tanggung jawab dalam belajar, siswa bisa
mengatur diri dengan cara belajarnya, mulai memilih dalam penentuan pilihan-
pilihan. Masa tersebut dipenuhi dengan berbagai peran dan kondisi yang harus
dipelajari remaja dalam waktu bersamaan. Masa remaja ditunjukkan dengan
masa penuh tanggung jawab dan kemandirian untuk membawa diri sendiri
berkembang, siap ke masa selanjutnya (Mamahit, 2014).
Determinasi diri pada siswa remaja yang memiliki determinasi diri yang
tinggi, maka ia akan mampu menuntaskan tugasnya dengan baik dan mandiri,
selain itu individu akan memiliki tingkat kreativitas yang tinggi dalam
mengerjakan tugasnya, sehingga diharapkan ia akan menghasilkan prestasi yang
memuaskan (Ryan, Kuhl, dan Deci, 1997).
Sedangkan apabila bahwa siswa remaja yang memiliki determinasi diri
rendah akan menunjukan perilaku seperti membolos, jenuh dalam belajar, malas
mengerjakan tugas, kurang motivasi, merasa tidak berdaya, memanjakan diri
sendiri, sering berpikir negatif dan bergantung pada oranglain serta kurangnya
self motivated (Deci, et.al (1991)
Berdasarkan uraian diatas, determinasi diri merupakan faktor kuat yang
dapat digunakan untuk mencapai tujuan remaja menuju kesejahteraan psikologis.
Dengan determinasi diri, individu dapat mandiri atas kehidupannya,
berkompetensi pada sehingga berbagai tingkat kesulitan (keterampilan yang
dimiliki) sehingga dalam hubungan dengan orang lain mampu mengatasi
penolakan maupun pengaruh buruk lainnya.
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
36
C. Layanan Bimbingan dan konseling untuk Meningkatkan Determinasi
Diri
Pendidikan adalah suatu usaha sadar dan terencana untuk menumbuh
kembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) melalui kegiatan pengajaran.
Dunia pendidikan saat ini dipandang oleh sebagian besar kalangan masyarakat
sebagai faktor utama yang seharusnya mengembangkan misi, mencerdaskan
kehidupan bangsa. Sebagaimana menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional pasal 1 ayat 1 berbunyi bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara.
Sebagaimana yang telah diketahui, bahwa dunia pendidikan saat ini
dipandang sebagai salahsatu faktor utama penentu keberhasilan dari setiap
individu baik secara akademik, pribadi, sosial maupun karir. Idealnya, individu
mampu mengarahkan dan mengatur dirinya sendiri untuk terlibat dalam proses
pembelajaran yang terjadi. Pembelajaran mandiri akan terjadi ketika individu
secara sistematis mampu mengarahkan perilaku dan kognisi mereka terhadap
pengendalian proses pembelajaran, pencapaian tujuan pembelajaran dan hal ini
disebut dengan determinasi diri. Upaya dalam meningkatkan determinasi diri
telah banyak dikaji pada berbagai bidang pendidikan salahsatunya layanan
Bimbingan dan Konseling.
Kartadinata (1998) mengartikan bimbingan sebagai proses membantu
individu untuk mencapai perkembangan optimal (Yusuf & Nurihsan, 2016 :6-7).
Bimbingan merupakan helping yang identik dengan aiding, assisting atau
availing, yang berarti bantuan atau pertolongan. Makna bantuan dalam
bimbingan menunjukkan bahwa yang mengambil keputusan adalah individu
sendiri. dalam proses bimbingan, pembimbing tidak memaksakan kehendaknya
sendiri, tetapi berperan sebagai fasilitator (Yusuf & Nurihsan, 2016:7).
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
37
ASCA (American School Counselor Association) mengemukakan bahwa
konseling adalah hubungan tatap muka yang bersifat rahasia, penuh dengan
sikap penerimaan dan pemberian kesempatan dari konselor kepada konseli,
konselor mempergunakan pengetahuan dan keterampilannya untuk membantu
konseli mengatasi masalahnnya (Yusuf & Nurihsan, 2016 :8). Dapat
disimpulkan bahwa bimbingan dan konseling merupakan upaya memberikan
bantuan baik bersifat pencegahan maupun penanganan terhadap suatu masalah
yang timbul atau dirasa mengganggu pada proses perkembangan individu.
Bimbingan dan Konseling merealisasikan fungsi pendidikan dalam upaya
membantu siswa menyadari potensi dirinya, memperhalus (refine),
menginternalisasi, memperbaharui, dan mengintegrasikan sistem nilai yang
diwujudkan secara kongruen ke dalam pola perilaku yang mandiri (Kartadinata,
2008). Upaya mengembangkan determinasi diri siswa melalui BK diperlukan
metode dan teknik psikologis untuk memfasilitasi perkembangan siswa.
Dalam mengembangkan determinasi diri, hasil kajian literatur ada
beberapa pendekatan konseling yang dapat mengembangkan determinasi diri.
Pertama, pendekatan Motivational Interviewing (MI), menjelaskan bahwa
pendekatan MI dapat diterapkan dengan baik untuk mengembangkan
determinasi diri pada aspek competence melalui pendekatan nondirective dan
reflection, aspek autonomy melalui penyediaan informasi, dan aspek relatedness
melalui hubungan komunikasi (Ryan, M. Richard & Deci, L. Edward, 2008).
Pendekatan Person Centered memandang individu yang memilki sumber
intrinsik dan memilki kapasitas untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya
serta bertanggung jawab atas kehidupannya, salah satu yang dapat
dikembangkan menggunakan pendekatan person centered yaitu determinasi diri
(Loman, Sheldon, et al, 2010).
Hasil Penelitian Visser, F. Coert. (2012) menjelaskan mengenai
penelitianya di sebuah survei berbasis web di administrasikan pada 134 praktisi
Konseling singkat berfokus solusi untuk menguji efektivitas penggunaan
konseling singkat berfokus solusi, responden di minta memberi rating sejauh
mana konseling singkat berfokus solusi dapat berguna untuk meningkatkan 9
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
38
aspek pada konseli. 3 dari 9 aspek yang diuji adalah aspek determinasi diri.
Hasilnya menunjukan bahwa intensitas penggunaan pendekatan konseling
singkat berfokus solusi berkorelasi terhadap pengembangan 3 aspek determinasi
diri yaitu autonomy, competence, relatedness dan 6 aspek lainnya yaitu existence
of past sucess, stepwise change, positive behaviour, cooperativity, client
perspective, dan focus on what works.
Penelitian Richarson (2013) menunjukan dalam praktiknya konseling
singkat berfokus solusi mendorong keterlibatan individu, melatih individu
memiliki determinasi diri yang baik dan merepresentasikan strength-based
approach (pendekatan konseling yang berbasis pada kekuatan dalam diri
individu).
Penelitian Dananier (2016) menunjukan adanya keterkaitan determinasi
diri dengan Cognitive Behaviour Therapy (CBT) dimana titik tekan terapi ini
adalah adanya modifikasi perilaku. Determinasi diri dalam penyesuaian diri,
pada dasarnya terkait dengan penggunaan kognitif dan penentuan sikap atau
perilaku. Dimana keduanya juga menjadi prinsip dasar dari CBT. Hasil analisis
peningkatan subjek dalam aspek determinasi diri diketahui bahwa subjek
meningkat pada semua aspek dengan masing-masing subjek mengalami
peningkatan yang berbeda-beda.
Menurut Menurut Corey (2012) konseling kelompok merupakan bantuan
yang diberikan untuk membahas fokus khususnya masalah pendidikan, karir,
pribadi dan sosial. Konseling kelompok upaya membantu individu melalui
proses interaksi yang bersifat pribadi antar konselor dan konseli, agar konseli
bisa memahami diri dan lingkunganya, mampu membuat keputusan dan
menentukan tujuan berdasarkan nilai-nilai yang diyakininya sehingga konseli
merasa bahagia,efektif atas perilakunya (Nurihsan, 2007).
Edelson mengungkapkan self-management adalah sebuah terminologi
psikologis untuk menggambarkan proses pencapaian Autonomy diri
(Nurzaakiyah & Budiman, 2013). Menurut Timm (1987) Self management
adalah suatu strategi pengubahan perilaku yang dalam prosesnya konseli
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
39
mengarahkan perubahan perilakunya sendiri dengan suatu teknik atau kombinasi
teknik teurapetik (Annisa, 2017).
Menurut Cormier, L.J. & Cormier, L.S.(1989) teknik Self management
merupakan teknik terapi dalam konseling Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
yang membantu konseli untuk dapat mengatur, memantau dan mengevaluasi
dirinya sendiri dalam mencapai perubahan kebiasaan tingkah laku yang lebih
baik melalui tahap menentukan perilaku sasaran, memonitor perilaku tersebut,
memilih prosedur tersebut, dan mengevaluasi efektivitas prosedur tersebut
(Suwanto, 2016).
Konseling kelompok dengan teknik self-management merupakan
intervensi yang kondusif dengan memberikan kesempatan bagi anggotanya
untuk menambah penerimaan diri dan orang lain, memberikan ide, perasaan,
dukungan bantuan alternatif pemecahan masalah dan mengambil keputusan yang
tepat, dapat berlatih tentang perilaku baru dan bertanggung jawab atas pilihan
yang ditentukan sendiri. Suasana ini dapat menumbuhkan perasaan berarti bagi
anggota yang selanjutnya dapat mengubah perilaku yang kurang baik dan
mampu berfikir secara jernih (Alamri, 2015:58).
Konseling kelompok dengan teknik self management dipilih berdasarkan
hasil penelitian Wahyuningsih (2014) menunjukkan bahwa secara individu
teknik self management efektif untuk meningkatkan kemandirian belajar siswa
SMP. Skor kemandirian belajar sebelum dan sesudah intervensi dari masing-
masing subjek mengalami peningkatan yang tajam. Berdasarkan temuan ini,
disarankan agar konselor untuk menerapkan teknik self management dalam
meningkatkan kemandirian belajar siswa. Peneliti selanjutnya disarankan agar
melakukan penelitian pengembangan maupun tindakan kelompok ataupun
individu dalam konteks permasalahan yang lain dan populasi yang lebih besar,
desain penelitian yang berbeda atau membandingkan dengan jenis intervensi lain
untuk mengatasi masalah yang sama.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Monica & Gani (2016)
menunjukkan hasil bahwa layanan konseling behavioral dengan teknik self-
management dapat mengembangkan tanggung jawab belajar pada peserta didik
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
40
kelas XI SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung. Kemudian hasil penelitian yang
dilakukan oleh Dananier (2016) menunjukkan hasil perhitungan statistik yang
berarti bimbingan dan konseling CBT efektif dalam meningkatkan determinasi
diri siswa. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin efektif proses konseling
CBT maka semakin meningkat determinasi diri pada siswa. Berdasarkan hal ini,
Konseling kelompok dengan teknik Self Management dapat menjadi bagian dari
rancangan layanan bimbingan dan konseling pada penelitian yang hendak
dilakukan peneliti.
D. Penelitian yang Relevan
Penelitian terkait dengan variabel determinasi diri telah banyak dilakukan.
Beberapa penelitian telah dilakukan sebagai upaya pengembangan determinasi
diri yaitu penelitian untuk melihat hubungan antara determinasi diri dengan
berbagai varibel terikat. Determinasi diri diketahui berkolerasi dan berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan, self efficacy, prestasi akademik, peran ayah,
dan kemandirian belajar. Determinasi diri dominan dan banyak diteliti pada
berbagai kajian penelitian seperti variabel akademik dan kesehatan.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Yulva Isnaini M. pada tahun 2017 dengan
judul “Hubungan determinasi diri dengan pengambilan keputusan karir pada
siswa SMAN 1 Tumpang Kabupaten Malang”. Diketahui bahwa hasil
penelitian menunjukan tingkat determinasi diri siswa SMAN 1 Tumpang
berada pada kategori sedang dengan prosentase sebesar 71,1% sedangkan
tingkat pengambilan keputusan dengan prosentase sebesar 68,9%.
Selanjutnya, uji korelasi determinasi diri dengan pengambilan keputusan karir
memiliki nilai signifikansi sebesar 0,000 ≤ 0,005 dan nilai koefisien korelasi
bernilai positif, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif
antara determinasi dengan pengambilan keputusan karir siswa. Semakin
tinggi determinasi diri siswa maka pengambilan keputusan karir siswa juga
akan meningkat sehingga hipotesis pada penelitian ini diterima.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Stefani Aprilia B. Geon pada tahun 2016
dengan judul “Hubungan Antara Efikasi Diri dan Determinasi Diri Siswa
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
41
Kelas X SMA Charitas”. Hasil tersebut menunjukan adanya korelasi positif
yang signifikan antara efikasi diri dengan determinasi diri siswa kelas X SMA
Charitas. Artinya semakin tinggi efikasi diri maka semakin tinggi pula
determinasi diri yang dimiliki siswa. Sebaliknya semakin rendah efikasi diri
maka semakin rendah pula determinasi diri yang dimiliki siswa. Koefisien
determinasi yang diperoleh sebesar 58%.Artinya efikasi diri berkontribusi
terhadap determinasi diri siswa kelas X SMA Charitas sebesar 58%.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Sartika Budiarti pada tahun 2017 dengan judul
“Dissatisfaction dan Self-Compassion Terhadap Determinasi Diri Dalam
Berolahraga Pada Remaja Putri Di Kota Bandung”. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh peneliti mengenai pengaruh body
dissatisfaction dan self-compassion terhadap determinasi diri dalam
berolahraga pada remaja putri di Kota Bandung, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa hampir seluruh remaja putri di Kota Bandung memiliki
alasan untuk melakukan aktivitas olahraga bukan dikarenakan menginginkan
tubuh yang sehat, melainkan karena tingkat ketidakpuasan pada bentuk tubuh
yang tinggi.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Muna & Sa’diyah pada tahun 2015 dengan
judul “Pengaruh peran ayah (fathering) terhadap determinasi diri remaja”.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa peran ayah berpengaruh positif
terhadap determinasi diri dengan nilai p= 0.000 dan nilai R 0,37. Hasil
penelitian juga menemukan bahwa peran ayah sebagai pemberi perhatian dan
kasih sayang (caregiver) berpengaruh terhadap rasa kemandirian (autonomy)
dengan nilai p= 0,008, peran ayah sebagai konsultan dan penasihat (advocate)
berpengaruh terhadap rasa kompetensi (competence) dengan nilai p= 0,04,
dan peran ayah sebagai sumber daya sosial dan akademik (resource)
berpengaruh terhadap rasa keterhubungan (relatedness) remaja dengan nilai
p= 0,008. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa peran ayah pada anak
perempuan dan anak laki-laki tidak berbeda.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Vansteenkiste et.al. menemukan bahwa di
China, motivasi belajar otonom mampu meprediksi sikap belajar yang
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
42
adaptif, sukses secara akademik dan kesejahteraan psikologis (well being).
Oleh sebab itu, motivasi terkontrol berhubungan dengan kecenderungan drop
out, sikap belajar yang maladaptive dan well being (Saragi & Suryani, 2018).
6. Menurut Penelitian Muller dan Louw (2004) menemukan bahwa kebutuhan
psikologis yang mendasar (dukungan untuk otonom, kompeten dan hubungan
sosial) memiliki hubungan positif dengan motivasi determinasi diri (Prayugo,
2013).
7. Pendekatan self hypnosis dapat meningkatkan motivasi untuk mencapai
tujuan. Hal ini dilakukan dengan menentukan apa yang individu inginkan,
karena secara tidak disadari, pikiran bawah sadar akan membantu
mewujudkannya. Semakin tinggi motivasi, semakin dekat individu pada
kebahagiaan yang dia inginkan (Sugara, 2016).
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--
--
www.lib.umtas.ac.id
Top Related