BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Senile Atropi
2.1.1 Pengertian Senile Atropi
Atropi merupakan atropi yang secara fisiologis terjadi diusia tua. Secara
teoritis atropi merupakan suatu perubahan kuantitatif yaitu berkurangnya jumlah
sel-sel yang mengakibatkan ukuran jaringan atau organ jadi berkurang. Atrofi
yang terjadi pada suatu alat tubuh menyebabkan alat tubuh mengecil. Dengan
perkataan lain alat tubuh tersebut melisut. Mengecilnya alat tubuh tersebut terjadi
karena sel sel spesifik, yaitu sel sel parenchym yangmenjalankan fungsi alat tubuh
tersebut mengecil. Jadi, bukan mengenai sel sel jaringan ikat atau stroma alat
tubuh tersebut. Stroma tampaknya bertambah yang sebenarnya hanya relatif,
karena stroma tetap(Harry, 2000).
Kadang kadang dapat terjadi atrofi akibat jumlah sel parenchym
berkurang, yaitu atrofi numerik (Harry, 2000).
Meskipun atrofi biasanya merupakan proses patologik juga dikenal atrofi
fisiologik. Beberapa alat tubuh dapat mengecil atu menghilang sama sekali selama
masaperkembangan/kehidupan, dan jika alat tubuh tersebut sesudah masa usia
tertentu tidak menghilang, malah dianggap patologik. Atropi dibagi menjadi
beberapa macam diantaranya (Harry, 2000):
1. Atrofi setempat
Atrofi setempat dapat terjadi akibat keadaan keadaan tertentu.
2. Atrofi inaktivitas
Terjadi akibat inaktivitas alat tubuh atau jaringan misalnya inaktivitas otot otot
mengakibatkan otot otot tersebut mengecil. Atrofi ini disebut juga atrofi
neurotrofik.
3. Atrofi desakan
Atrofi ini terjadi akibat desakan yang terus menerus atau desakan yang lama
dan mengenai suatu lat tubuh atau jaringan.
3
4
4. Atrofi endokrin
Atrofi endokrin terjadi pada alat tubuh yang aktivitasnya bergantungkepada
rangsang hormon tertentu. Atrofi ini akan terjadi apabila hormon tersebut
berkurang atauterhenti sama sekali.
2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Senile Atropi
Proses penuaan dipicu oleh laju peningkatan radikal bebas dan system
penawaran racun yang semakin berubah seiring berjalannya usia. Factor yang
mempengaruhi proses penuaanada 3, yaitu (Barnes, 2006):
1. Faktor genetic
a. Penuaandini
b. Resikompenyakit
c. Intelegensia
d. Pharmakogenik
e. Warnakulit
f. Tipe/kepribadianseseorang
2. Faktor endogenic
a. Perubahan structural danpenurunanfungsional
b. Kemampuan/skill menurun
c. Kapasitaskulituntukmensintesis vitamin D
3. Factor eksogenik (factor lingkungandangayahidup)
a. Diet/asupanzatgizi
b. Merokok
c. Obat
d. Penyinaran ultra violet
e. Polusi
Selain faktor-faktor di atas, ada beberapa faktor lain yang mempercepat/
memperlambat proses aging, yaitu:
1. Radikal-radikal bebas
Molekul-molekul terdiri dari atom dan elektron, dan electron biasanya
berpasangan. Terdapat kondisi dimana terdapat molekul-molekul yang
5
mempunyai elektron yang tidak berpasangan, maka molekul-molekul inilah yang
dikenal sebagai radikal bebas. Elektron yang tidak mempunyai pasangan akan
mencari elektron lain untuk dijadikan pasangan, maka radikal bebas ini akan
menyerang molekul terdekat untuk mendapatkan elektron. Dengan demikian ia
menyebabkan kehancuran molekul lain. Bila menimpa DNA, terutama pada
mitokondria di dalam sel-sel, radikal itu menyebabkan mutasi-mutasi yang dapat
memacu sel-sel berlaku secara menyimpang. Lama kelamaan kerusakan karena
radikal bebas ini membuat tubuh menua dan mendapat berbagai penyakit (Dewi,
2002).
Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya radikal bebas,
antaranya adalah sinar matahari, zat kimia, zat pengawet, pewarna dan pelezat
makanan, polusi udara, dan pengobatan dengan sinar ultra violet jangka panjang.
Radikal bebas juga digenerasi dari tubuh manusia. Contohnya radikal bebas yang
tercipta sepanjang proses produksi energy oleh mitokondria yang menggunakan
oksigen sebagai bahan utamanya. Akhir dari proses metabolic tersebut akan
menghasilkan radikal bebas yang akan merusak sel-sel tubuh seterusnya
menyebabkan penuaan (Dewi, 2002).
2. Antioksidan
Antioksi dan adalah bahan kimia yang dapat memberikan sebuah elektron
yang diperlukan radikal bebas, tanpa menjadikan dirinya berbahaya. Secara
kimiawi anti oksidan dirancang untuk menawarkan radikal bebas yang merusak,
menghentikan serangan radikal bebas sehingga degenerasi dihambat atau proses
penuaan diperlambat. Antara anti oksidan yang terdapat dalam makanan yang
dapat menunda proses penuaan mencakup Vitamin B, Vitamin E, Vitamin C, Beta
Karoten, Khromium, Selenium,Kalsium, Zinc, Magnesium, dan Koenzim Q-10.
Semuanya mempunyai cara kerja dan efek yang berbeda. Asam folat (vitamin B)
yang terdapat pada sayuran hijau (dolasin), sangat berperan dalam proses anti tua,
mencegah kemerosotan fungsi mental dan menghentikan kanker, yang lebih
penting lagi dapat menyelamatkan kerusakan arteri yang memicu serangan
jantung dan stroke dengan merangsang enzim-enzim untuk metabolism
homosistein sehingga dapat mencegah penyumbatan arteri. Vitamin E merupakan
6
vitamin larutterhadaplemak yang berfungsidalammenghambataterosklerosis.
Vitamin E mempunyai peran dalam menghambat aterosklerosis dengan
memangkas oksidasi kolesterol LDL. Dengan demikian dapat mencegah
timbulnya kerusakan arteri dan timbulnya penyakit jantung. Vitamin C pula
merupakan salah satu bentuk vaksinasi melawan kanker, terutama kanker
lambung, esofagus, rongga mulut dan kemungkinan mulut rahim, rectum dan
payudara. Selain itu, Vitamin C juga dapat membantu menyelamatkan arteri
dengan mendorong naiknya kolesterol HDL sehingga menghambat penyumbatan
arteri, mencegah penyakit asma dan bronchitis kronis serta mencegah katarak.
Umumnya untuk rongga mulut, vitamin C melawan penyakit periodontal yaitu
gingiva mudah berdarah dan sariawan (Dewi, 2002).
2.2 Pengaruh Perubahan Usia pada Jaringan Rongga Mulut
2.2.1 Perubahan pada Gigi
1. Degenerasi Email
Dengan bertambahnya umur, email menjadi lebih tipis karena abrasi atau
erosi, dan dentin menjadi lebih tebal karena deposisi dentin sekunder dan
reparatif, yang menghasilkan perubahan warna pada gigi selama hidup seseorang.
Gigi orang – orang tua biasanya lebih kuning atau keabu – abuan atau abu – abu
kekuning – kuningan daripada gigi orang muda(Grossman, 1995).
a) Atrisi
Secara umum atrisi gigi adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan
hilangnya suatu substansi gigi secara bertahap pada permukaan oklusal dan
proksimal gigi karena proses mekanis yang terjadi secara fisiologis akibat
penguyahan. Atrisi gigi ini dapat terjadi pada insisal, oklusal, dan proksimal dari
gigi. Atrisi adalah keausan pada gigi karena proses penguyahan. Cirinya
permukaan oklusal gigi molar terlihat aus, tonjolan palatinal molar atas aus, molar
bawah tonjolan bukalnya terlihat aus, dentin terlihat dan kalau ausnya banyak,
warna dentin berubah. Ini terlihat jelas pada gigi depan bawah berwarna coklat
seperti terbakar (Glinka, 2008).
7
Atrisi dibagi atas tiga kategori:
1. Atrisi fisiologi merupakan keausan gigi yang dialami oleh semua individu dan
hal ini dianggap normal
2. Atrisi intensif merupakan keausan gigi yang ekstrim atau berlebihan, oleh
karena itu beberapa sebab misalnya bruxism, kebiasaan makanan yang keras
atau keras
3. Atrisi patologis merupakan keausan satu gigi atau sekelompok gigi yang
letaknya tidak normal.
Gambaran klinis atrisi, sebagai berikut:
a. Kerusakan yang terjadi sesuai dengan permukaan gigi yang berkontak saat
pemakaian.
b. Permukaan enamel yang rata dengan dentin.
c. Kemungkinan terjadinya fraktur pada tonjol gigi atau restorasi
Atrisi sangat sering terjadi pada permukaan atas gigi akibat kebiasaan
mengunyah yang salah dan kebiasaan menggerakkan gigi yang berulang-ulang.
Selain itu gangguan ini dapat pula disebabkan oleh kebiasaan menghisap
tembakau, menggigit kuku, mengunyah sirih, atau menggunakan tusuk gigi yang
berlebihan. Penyebab lainnya adalah suatu kebiasaan yang disebut bruxism, yaitu
menggeser-geser gigi atau mengerat gigi sehingga terdengar bunyi yang
mengilukan. Biasanya hal ini dilakukan tanpa disadari misalnya pada saat tidur
(Glinka, 2008).
Martin, 1990 mengemukakan keausan gigi sangat bergantung pada jenis
makanan. Kebiasaan mengonsumsi makanan yang keras akan mempercepat
terjadinya keausan. Dari pengertian atrisi di atas, jelas bahwa atrisi berhubungan
dengan penguyahan. Berbicara tentang penguyahan akan akan berhubungan
dengan system penguyahan, yaitu tulang, persendian, ligament gigi, dan otot-otot.
Semua ini akan dikontrol oleh system control saraf. Setiap gerakan akan
terkordinasi dengan kerusakan seminimal mungkin (Mayfira, 2008).
Pada saat mengunyah, komponen yang pertama berhubungan dengan
makanan adalah gigi geligi untuk menghancurkan partikel-partikel makanan agar
8
dapat ditelan. Keras, lunaknya makanan akan berpengaruh langsung terhadap
keausan permukaan email, sebelum berpengaruh terhadap komponen-komponen
lain seperti dentin, pulpa, jaringan penyangga gigi, TMJ (temporomandibular
joint), dan otot-otot. Individu yang sering menkonsumsi makanan keras,
permukaan daerah kunyah akan terlihat aus. Selama proses mastikasi, gigi pada
mandibula dan maxilla bergesekan secara terus menerus dan berhadpan dengan
partikel makanan yang keras di dalam mulut. Aksi atrisi berkelanjutan sering
mempengaruhi permukaan oklusal gigi, menghancurkan pola tonjolan di mahkota
molar, dan sering membuka dentin lapisan bawah. Kebanyakan atrisi destruktif ini
sangat dipengaruhi pada pola makan populasi yang terlibat (Mayfira, 2008).
b) Abrasi
Abrasi adalah hilangnya struktur gigi secara patologis akibat dari keausan
mekanis yang abnormal. Berbagai hal dapat menyebabkan abrasi, tetapi bentuk
yang paling umum adalah’’ abrasi sikat gigi’’ yang membuat lekuk berbentuk’’
V’’ dibagian servikal dari permukaan vasial suatu gigi. Daerah abrasi biasanya
mengkilat dan kuning karena dentin yang terbuka sering kali bagian yang
terdalam dari alur peka terhadap ujung sonde. Sebagai tambahan pada kepekaan
dentin, maka komplikasi –komplikasi abrasi pada akhirnya adalah terbukanya atau
patahnya gigi (Langlais, 2000).
Takik abrasi pada gigi dapat terjadi karena gigi tiruan sebagian, jepit jepit
atau kuku kuku atau pipa rokok yang digigit diantara gigi-gigi. Abrasi dari
permukaan insisal dan oklusal sering kali berakibat dari terpajan bahan bahan
abrasive dalam diet dan keausan oklusal dari restorasi porselen yang terletak di
oklusal. Proses abrasi adalah lambat dan kronis, memerlukan bertahun tahun
sebelum menimbulkan gejala-gejala. Restorasi dari kontur gigi yang normal
mungkin tidak berasil jika pasien tidak di beri tahu factor – factor penyebanya
(Langlais, 2000).
9
c) Erosi
• Definisi
Erosi ataupun lubang gigi (akibat asam). Hal ini bisa dipicu oleh kebersihan
mulut yang buruk, makanan atau minuman asam, penyakit atau kelainan tertentu
(GERD, Chron’s disease, bulimia, xerostomia), tambalan ataupun anatomi gigi
yang sedemikian rupa sehingga menyebabkan retensi atau menempelnya plak.
Erosi adalah hilangnya jaringan keras gigi karena bahan kimia (Al-Drees AM,
2010).
• Etiologi
Disebabkan oleh kebiasaan makan asam seperti terlalu banyak minum jus
jeruk, minuman asam, terlalu banyak makan buah jeruk atau apel asam atau
yoghurt. Juga disebabkan oleh muntahan asam dari perut pada beberapa pasien
yang terserang kelainan pencernaan seperti hiatus hernia, atau pasien penderita
anoreksia nervosa atau bulimia nervosa (Al-Drees AM, 2010).
• Gambaran klinis
Pada tahap yang masih dini, perikimata pada permukaan gigi menghilang dan
gigi akan terlihat datar tetapi warnanya normal bila dibandingkan warna email
karies yang mengapur. Jika erosi berjalan terus maka dentin akan terbuka yang
sering sangat peka karena kalsifikasi di tubulus telah terdemineralisasi oleh asam.
Akhirnya pulpa bisa terinflamasi. Pada erosi yang meluas, keseluruhan mahkota
gigi mungkin terkena pengaruhnya, dengan hilangnya ketajaman permukaan yang
menghasilkan suatu lapisan kaca, penampilan yang tidak menarik dengan tidak
tajamnya daerah enamel seperti ini menjadi membulat. Permukaan enamel
mungkin menjadi relatif cembung sampai dentin terlihat, kemudian reduksi gigi
bertambah cepat karena perbedaan kelunakan pada dentin. Hal ini menyebabkan
penampilan yang berlubang (Al-Drees AM, 2010).
• Patofisiologi
Aplikasi asam lemah berulang-ulang dan teratur pada permukaan gigi akan
menghilangkan mineral yang terdapat di daerah itu. Hilangnya gigi karena erosi
10
dipercepat oleh atrisi dan abrasi. Penyikatan gigi setelah aplikasi asam secara
signifikan telah meningkatkan hilangnya jaringan gigi. Pada erosi yang
berhubungan dengan diet yang paling banyak terkena adalah permukaan bukal
gigi atas dan permukaan oklusal gigi bawah. Pada erosi karena muntah yang
paling parah terkena adalah permukaan palatal gigi anterior atas (Al-Drees AM,
2010).
• Penatalaksanaan
Perawatan erosi yang berhubungan dengan diet meliputi anjuran pada pasien
agar menghentikan kebiasaan mengkonsumsi buah asam, makanan dan minuman
ber-pH rendah. pada keadaan kronis seperti pada pencicip anggur profesional,
gunakan obat kumur yang berflourida juga. Setelah mengkonsumsi asam, akan
cukup hanya dengan mencuci mulut dengan baik dengan menggunakan air untuk
menghilangkan residu asam dan menunda menyikat gigi hingga 3 jam. Tentu saja,
tidak ada masalah yang mungkin muncul dari saran ini yang berhubungan dengan
aktivitas karies karena, tanpa adanya plak yang matang, tidak akan ada generasi
karies, dan apakah plak dihilangkan sebelum atau sesudah makan, itu tidak ada
kaitannya.Abfraksi merupakan proses mekanik yang melibatkan perubahan
bentuk gigi dan kelenturan oleh tekanan eksentrik, yang mengakibatkan hilangnya
struktur gigi pada daerah servikal dan berkembangnya takik berbentuk V yang
menyebabkan struktur gigi menjadi lebih lemah (Al-Drees AM, 2010).
2. Degenerasi pada dentin
Dentin merupakan lapisan dibawah enamel dan menyusun sebagian besra gigi.
Dentin dilapisi odontoblas. Pembentukan dentin dikenal dengan
dentinogenesis.dentin terdiri dari 70% Kristal hidroksiapatit inorganic, sisanya
30% persen merupakan organic yang tersusun dari kolagen, substansi dasar
mukopolisakarida dan air karena itu dentin lebih lunak daripada enamel, dan lebih
rentan untuk terjadinya karies. Walaupun demikian dentin masih berperan sebagai
lapisan pelindung dan pendukung mahkota gigi. Tipe modifikasi dentin dikenal
sebagai reparative dentin atau dentin sekunder. Reparative dentin sebagi respon
terhadap atrisi, karies, produser operatif, atau stimulus kerusakan lain biasanya
11
mempunyai beberapa atau lebih tubulus dentin irregular dari pada dentin yang
dihasilkan sebagai akibat penuaan(Grossman, 1995).
Perubahan-Perubahan Pada Dentinogenesis
Dentinogenesis adalah suatu proses pembentukan. dan maturasi dentin.
Dentinogenesis dimulai sebelum amelogenesis dan berlangsung sepanjang hidup.
Setelah sel-sel epitelium enamel dalam berubah menjadi ameloblas, sel-sel
ektomesenkim papila dental yang berbatasan dengannya berdifferensiasi menjadi
odontoblas yaitu sel-sel yang berperan dalam pembentukan dentin. Sel-sel
odontoblas awalnya membentuk matriks organik berisi serat kolagen dan
substansi dasar yaitu predentin. Kemudian terjadi mineralisasi pada matriks
tersebut dan menghasilkan struktur jaringan yang disebut dentin matur. Perubahan
dan kelainan selama dentinogenesis dapat (Grossman, 1995). mempengaruhi
struktur dentin yang terbentuk. Perubahan pada dentin karena faktor usia seperti
terlihatnya dentin sekunder dan tersier. Sedangkan kelainan pada dentin dapat
berupa displasia dentin dan dentinogenesis imperfekta yang disebabkan oleh
faktor herediter ataupun berkurangnya komponen-komponen pembentuk dentin
selama dentinogenesis(Grossman, 1995).
3. Degenerasi pulpa
Degenerasi pulpa jarang ditemukan, biasanya terdapat pada gigi orang dewasa.
Penyebabnya adalah iritasi ringan yang persisten sewaktu muda. Degenerasi pulpa
tidak selalu berhubungan dengan infeksi atau karies walaupun kadang-kadang
terjadi pada gigi yang telah ditumpat. Keadaan ini biasanya asimtomatis, gigi
tidak mengalami perubahan warna dan pulpa dapat bereaksi terhadap tes termal
maupun elektrik. Namun, jika degenerasi pulpa total, misalnya akibat trauma atau
infeksi, gigi dapat berubah warna dan tidak memberikan resspons terhadap
rangsangan (Rasinta, 2004).
Macam-macam degenerasi pulpa (Rasinta, 2004):
1. Degenerasi hialain
Terjadi penebalan jaringan ikat pulpa karena penempelan karbohidrat.
12
2. Degenerasi amiloid
Terlihat gumpalan-gumpalan sel pada pulpa.
3. Degenerasi kapur
Terjadinya mineralisasi pada pulpa sehingga dapat terbentuk
dentikel. Mineralisasi ini dapat terjadi pada jaringan saraf, jaringan ikat,
terutama pada saluran akar.
Dentikel terbagi menjadi 2 (Rasinta, 2004):
a) Dentikel asli, biasa terbentuk pada saluran akar pada masa
pembentukan gigi.
b) Dentikel palsu, terbentuk pada kamar pulpa karena degenersi sel pulpa
setelah pembentukan akar sempurna. Dentikel palsu ini terbagi lagi
menjadi dentikel bebas yang tidak ada hubungannya dengan dinding
kamar pulpa, dan dentikel lekat yang melekat pada dinding kamar
pulpa.
Dentikel ditemukan baik pada gigi susu maupun permanen. Pada
orang muda ditemukan dentikel antara 30-60%, sedangkan pada umur
di atas 50 tahun, 90%. Jika dentikel terjadi bersamaan dengan
pembentukan jaringan saraf pulpa, rasa sakit yang neuritis dapat timbul
(Rasinta, 2004).
Macam:
1. Degenerasi kalsifik
Pada degenerasi kalsifik, sebagian jaringan pulpa
digantikan oleh bahan mengapur, yaitu terbentuk batu pulpa
atau dentikel. Kalsifikasi ini dapat terjadi baik di dalam kamar
pulpa ataupun saluran akar, tapi umumnya dijimpai pada kamar
pulpa. Bahan mengapur mempunyai struktur berlamina seperti
kulit bawang, dan terletak tidak terikat di dalam badan pulpa.
Dentikel atau batu pulpa demikian dapat menjadi cukup besar
untuk memberikan suatu bekas pada kavitas pulpa bila massa
mengapur tersebut dihilangkan. Paa jenis kalsifikasi lain, bahan
mengapur terikat pada dinding kavitas pulpa dan merupakan
suatu bagian utuh darinya. Tidak selalu mungkin untuk
13
membedakan satu jenis dari jenis lain pada radiograf (Louis
dkk., 1995).
Di duga bahwa batu pulpa dijumpai pada lebih dari 60% gigi
orang dewasa. Batu pulpa dianggap sebagai pengerasan yag
tidak berbahaya, meskipun rasa sakit yang menyebar (referred
pain) pad beberapa pasien dianggap berasal dari kalsifikasi ini
pada pulpa (Louis dkk., 1995).
2. Degenerasi atrofik
Pada jenis degenerasi atrofik ini, yang diamati secara
histopatologis pada pulpa orang tua, dijumpai lebih sedikit sel-
sel stelat, dan cairan interselular meningkat. Jaringan pulpa
kurang sensitif daripada normal. Yang disebut atrofi retikular,
adalah suatu artifak yang dihasilkan oleh penundaan bahan
fiksatif dalam mencapai pulpa dan hendaknya tidak dikelirukan
dengan degenerasi atrofik (Louis dkk., 1995).
3. Degenerasi fibrus
Bentuk degenerasi pulpa ini ditandai denganpergantian
elemen selular oleh jaringan penghubung fibrus. Pada
pengambilan dari saluran akar, pulpa demikian mempunyai
penampilan khusus serabut keras. Penyakit ini tidak
menyebabkan gejala khusus untuk membantu dalam diagnosis
klinis (Louis dkk., 1995).
4. Artifak pulpa
Pernah diperkirakan bahwa vakuolisasi odontoblas adalah
suatu jenis degenerasi pulpa ditandai dengan ruang kosong
yang sebelumnya diisi oleh odontoblas. Kemungkinan ini
adalah suatu artifak yang disebabkan karena fiksasi jelek
spesimen jaringan. Degenerasi lemak pulpa, bersama-sam
dengan atrofi retikular dan vakuolisasi, semuanya mungkin
artifak dengan sebab sama, yaitu fikassi yang tidak
menyenangkan (Louis dkk., 1995).
14
2.2.2 Perubahan pada Sementum
Pembentukan sementum, terutama aselular, terjadi terus-menerus
sepanjang hidup dan peningkatan ketebalan yang sejalan dengan usia terlihat
paling jelas didaerah apikal gigi. Temuan yang terakhir tersebut diperkirakan
merupakan respons terhadap erupsi pasif. Sedikit penambahan pada remodeling
sementum juga terjadi sejalan dengan usia dan ditandai dengan area resorpsi serta
aposisi, yang mungkin ikut menyebabkan terjadinya peningkatan ketidakteraturan
dari permukaan semental gigi lansia(Barnes dkk, 2006).
2.2.3 Perubahan pada Jaringan lunak rongga Mulut
1. Kelenjar saliva
Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan merupakan
suatu keadaan normal pada proses penuaan manusia. Manula
mengeluarkan jumlah saliva yang lebih sedikit pada keadaan istirehat,
saat berbicara, maupun saat makan. Keadaan ini disebabkan oleh adanya
perubahan atropi pada kelenjar saliva sesuai dengan pertambahan umur
yang akan menurunkan produksi saliva dan mengubah komposisinya
sedikit (Amar, 2011).
Xerostomia merupakan simtom, bukan suatu penyakit. Salah satu
penyebab xerostomia adalah kelainan dalam produksi saliva, adanya
penyumbatan atau gangguan pada kelenjar saliva sehingga menghambat
pengaliran saliva ke rongga mulut, Sjogren’sSyndrome dan efek negatif
dari radioterapi akibat pengobatan kanker. Selain itu, penyakit-penyakit
sistemis yang diderita pada usia lanjut dan obat-obatan yang digunakan
untuk perawatannya dapat menyebabkan xerostomia pada manula.
Xerostomia adalah salah satu faktor yang penyebab berkurangnya
sensitifitas taste buds, pasien tidak dapat memakai gigitiruan sebagian /
gigitiruan penuh, serta mengakibatkan sensasi mulut terbakar pada
manula (Amar, 2011).
Fungsi utama dari saliva adalah pelumasan, buffer, dan
perlindungan untuk jaringan lunak dan keras pada rongga mulut. Jadi,
penurunan aliran saliva akan mempersulit fungsi bicara dan penelanan,
15
serta menaikkan jumlah karies gigi, dan meningkatkan kerentanan
mukosa terhadap trauma mekanis dan infeksi microbial (Amar, 2011).
2. Lidah dan pengecapan
Orang tua biasanya mengeluh tidak adanya rasa makanan, ini dapat
disebabkan bertambahnya usia mempengaruhi kepekaan rasa akibat
berkurangnya jumlah pengecap pada lidah. Permukaan lidah ditutupi
oleh banyak papilla pengecap dimana terdapat empat tipe papilla yaitu
papilla filiformis, fungiformis, sirkumvalata, dan foliate. Sebagian
papilla pengecap terletak dilidah dan beberapa ditemukan pada palatum,
epiglottis, laring dan faring. Pada manusia terdapat sekitar 10,000 putik
kecap, dan jumlahnya berkurang secara drastis dengan bertambahnya
usia.
Kesulitan untuk menelan (Dysphagia) biasanya muncul pada
manula dan perlu di berikan perhatian karena populasi manula semakin
meningkat setiap tahun. Dalam system pencernaan, terdapat beberapa
fase penting yang berkait erat dengan rongga mulut yaitu pengunyahan,
pergerakan lidah dan kebolehan membuka serta menutup mulut (bibir).
Sistem pencernaan di rongga mulut menunjukkan penurunan fungsi
dengan meningkatnya umur. Robbins dkk (cit. Al-Drees) menyatakan
bahwa fungsi penelanan (berkaitan dengan tekanan) menurun dengan
meningkatnya umur sehingga manula terpaksa bekerja lebih keras untuk
menghasilkan efek tekanan yang adekuat dan dapat menelan makanan,
seterusnya akan meningkatkan resiko untuk berkembangnya dysphagia.
Fungsi penelanan pasti akan mengalami penurunan pada manula
walaupun mempunyai rongga mulut yang sehat. Aksi pergerakan lidah
akan berubah dengan meningkatnya umur. Perubahan yang terjadi
adalah perlambatan dalam mencapai tekanan otot dan pergerakan yang
efektif pada lidah, gangguan pada ketepatan waktu kontraksi otot lidah
sehingga menganggu fungsi pencernaan di rongga mulut secara
keseluruhannya (Al-Drees, 2010).
16
Akibat gangguan pada sistem pencernaan dan kehilangan sensori
pengecapan sehingga menyebabkan kehilangan selera makan, manula
kehilangan berat badan merupakan keadaan umum yang sering terjadi
(Amar, 2011).
3. Ligamen periodontal
Komponen jaringan ikat pada ligamen periodontal juga mengalami
perubahan akibat usia. Komponen serabut dan sel menurun sementara
struktur ligamen menjadi lebih tidak teratur. Perubahan lain pada
struktur ini termasuk penurunan kepadatan sel dan aktivitas mitosis,
penurunan produksi matriks organik, dan hilangnya asam
mukopolisakarida.
Namun penemuan lebih lanjut tentang efek dari usia pada lebar
ligamen periodontal ternyata bertentangan. Beberapa penelitian
melaporkan peningkatan sejalan dengan usia sementara yang lain
melaporkan penurunan. Bagaimanapun, sekarang telah dipastikan
bahwa lebar dari ligamen periodontal berhubungan dengan fungsi yang
dibutuhkan oleh gigi. Faktor perbedaan beban oklusal mungkin
merupakan penyebab hasil penelitian yang saling bertentangan ini. Oleh
sebab itu, semakin sedikit gigi yang masih ada akan semakin besar
proporsi beban oklusalnya. Hal ini akan mengakibatkan melebarnya
ligamen periodontal dan meningkatnya mobilitas gigi. Pada keadaan
seperti ini, gigi yang goyang tidak mesti mempunyai pognosis yang
buruk. Juga telah dilaporkan bahwa tekanan pengunyahan menurun
sejalan dengan usia, yang ikut berpengaruh pada penurunan lebar
ligamen periodontal (Barnes dkk, 2006).
2.2.4 Perubahan pada TMJ
Perubahan umum yang dapat terjadi karena pengaruh usia pada TMJ
adalah :
1. Berkurangnya kemampuan proliferasi sel secara keseluruhan
kemampuan reparasi menurun
17
2. Menurunnya kemampuan reaksi jaringan terhadap rangsangan
pertumbuhan
3. Penurunan respon imun
4. Penurunan kemampuan pembentukan protein akibat rangsang dari luar
5. Penurunan sintesa serat kolagen
6. Perubahan pada jar tulang rawan sendi
7. Pengurangan ketebalan lapisan fibrokartilago pd permukaan kondilus
sendi
8. Terjadi degenerasi kondrosit , penurunan kemampuan kartilago
terhadap rangsang tekanan
9. Pengurangan jumlah, ukuran dan berat molekul inti protein dari
proteoglikan serta tjd perubahan komposisi glikosaminoglikan,
menurunkan kemampuan tulang rawan sendi thd rangsang tekanan
Osteoartritis (OA) adalah bentuk dari arthritis yang berhubungan
dengan degenerasi tulang dan kartilago yang paling sering terjadi pada
usia lanjut. Osteoartritis, yang juga disebut dengan penyakit sendi
degeneratif, artritis degeneratif, osteoartrosis, atau artritis hipertrofik,
merupakan salah satu masalah kedokteran yang paling sering terjadi
dan menimbulkan gejala pada orang – orang usia lanjut maupun
setengah baya. Terjadi pada orang dari segala etnis, lebih sering
mengenai wanita, dan merupakan penyebab tersering disabilitas jangka
panjang pada pasien dengan usia lebih dari 65 tahun. Lebih dari
sepertiga orang dengan usia lebih dari 45 tahun mengeluhkan gejala
persendian yang bervariasi mulai sensasi kekakuan sendi tertentu dan
rasa nyeri intermiten yang berhubungan dengan aktivitas, sampai
kelumpuhan anggota gerak dan nyeri hebat yang menetap, biasanya
dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi.
Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoartritis
muncul paling sering pada sendi tangan, kaki, panggul, dan spine,
meskipun dapat terjadi pada sendi synovial mana pun. Prevalensi
kerusakan sendi synovial ini meningkat dengan bertambahnya usia.
1. Etiologi
18
Osteoartritis seringkali terjadi tanpa diketahui sebabnya, yang
disebut denganosteoartritis idiopatik. Pada kasus yang lebih jarang,
osteoartritis dapat terjadi akibat trauma pada sendi, infeksi, atau variasi
herediter, perkembangan, kelainan metabolik dan neurologik., yang
disebut dengan osteoartritis sekunder. Onset usia pada osteoartritis
sekunder tergantung pada penyebabnya; maka dari itu, penyakit ini
dapat berkembang pada dewasa muda, dan bahkan anak-anak, seperti
halnya pada orang tua. Sebaliknya, terdapat hubungan yang kuat antara
osteoartritis primer dengan umur. Presentasi orang yang memiliki
osteoartritis pada 1 atau beberapa sendi meningkat dari dibawah 5%
dari orang-orang dengan usia antara 15-44 tahun menjadi 25%-30%
pada orang-orang dengan usia 45-64 tahun, dan 60%-90% pada usia
diatas 65 tahun. Selain hubungan erat ini dan pandangan yang luas
bahwa osteoartritis terjadi akibat proses wear & tear yang normal dan
kekakuan sendi pada orang-orang dengan usia diatas 65 tahun,
hubungan antara penggunaan sendi, penuaan, dan degenerasi sendi
masih sulit dijelaskan. Terlebih lagi, penggunaan sendi selama hidup
tidak terbukti menyebabkan degenerasi. Sehingga, osteoartritis bukan
merupakan akibat sederhana dari penggunaan sendi.
Meskipun akhiran –itis menunjukkan bahwa osteoartritis merupakan
suatu penyakit inflamasi dan ada beberapa bukti sering terjadi
sinovitis, inflamasi bukan merupakan komponen utama dari kelainan
yang terjadi pada pasien. Tidak seperti kerusakan sendi yang
disebabkam oleh inflamasi sinovial, osteoartritis merupakan sekuen
retrogresif dari perubahan sel dan matrik yang berakibat kerusakan
struktur dan fungsi kartilago artikuler, diikuti dengan reaksi perbaikan
dan remodeling tulang. Karena reaksi perbaikan dan remodeling tulang
ini, degenerasi permukaan artikuler pada osteoartritis tidak bersifat
progresif, dan kecepatan degenerasi sendi bervariasi pada tiap individu
dan sendi. Osteoartritis sering terjadi, tapi pada sebagian besar kasus
osteoartritis berkembang lambat selama bertahun-tahun, meskipun
dapat menjadi stabil atau bahkan membaik dengan spontan dengan
19
restorasi parsial yang minimal dari permukaan sendi dan pengurangan
gejala.
Osteoartritis biasanya melibatkan semua jaringan yang membentuk
sendi sinovial, termasuk rawan sendi, tulang subchondral, tulang
metafise, synovium, ligamen, kapsul sendi, dan otot – otot yang
bekerja melalui sendi; tetapi perubahan primer meliputi kerusakan
rawan sendi, remodeling tulang subchondral, dan pembentukan
osteofit.
Perubahan struktur tulang rawan sendiyang paling dini terlihat
pada osteoartritis adalah kerusakan atau fibrilasi zona superfisial
sampai ke zona transisional dan violasi oleh pembuluh darah tulang
subchondral. Berberapa peneliti memperkirakan bahwa kekakuan
tulang subchondral menyebabkan dan mempercepat degenerasi rawan
sendi, dan progresi degenerasi kartilago mengakibatkan kekakuan
tulang subchondral, tapi beberapa peneliti lain mengatakan bahwa
kerusakan tulang rawan sendimeningkatkan stress pada tulang
subchondral yang menyebabkan remodeling tulang.
Degenerasi kartilago artikuler dan remodeling tulang subchondral
muncul pada pasien yang mengeluhkan gejala, dan kerusakan rawan
sendilah yang mengakibatkan kerusakan fungsi sendi.
Walaupun insidens OA meningkat dengan bertambahnya usia, ternyata
proses OA bukan sekedar suatu proses wear and tear yang terjadi pada
sendi di sepanjang kehidupan. Dikatakan demikian karena beberapa
hal.
1) Perubahan biokimiawi rawan sendi pada tingkat molekuler
yang terjadi akibat proses menua berbeda dengan yang
terjadi pada rawan sendi akibat OA.
2) Perubahan menyerupai OA dapat terjadi pada rawan sendi
percobaan berusia muda yang dirangsang dengan berbagai
trauma seperti tekanan mekanik dan zat kimia.
Penyebab OA bukan tunggal, OA merupakan gangguan
yang disebabkan oleh multifaktor, antara lain usia, mekanik,
20
genetik, humoral dan faktor kebudayaan. Menipisnya rawan
sendi diawali dengan retak dan terbelahnya permukaan
sendi di beberapa tempat yang kemudian menyatu dan
disebut sebagai fibrilasi. Di lain pihak pada tulang akan
terjadi pula perubahan sebagai reaksi tubuh untuk
memperbaiki kerusakan. Perubahan itu adalah penebalan
tulang subkondral dan pembentukan osteofit marginal,
disusul kemudian dengan perubahan komposisi molekular
dan struktur tulang
2. Patogenesis
a. Tulang rawan sendi
Stage I : Gangguan atau perubahan matriks kartilago. Berhubungan
dengan peningkatan konsentrasi air yang mungkin disebabkan
gangguan mekanik, degradasi makromolekul matriks, atau perubahan
metabolisme kondrosit. Awalnya konsentrasi kolagen tipe II tidak
berubah, tapi jaring-jaring kolagen dapat rusak dan konsentrasi
aggrecan dan derajat agregasi proteoglikan menurun.
Stage II : Respon kondrosit terhadap gangguan atau perubahan
matriks. Ketika kondrosit mendeteksi gangguan atau perubahan
matriks, kondrosit berespon dengan meningkatkan sintesis dan
degradasi matriks, serta berproliferasi. Respon ini dapat menggantikan
jaringan yang rusak, mempertahankan jaringan, atau meningkatkan
volume kartilago. Respon ini dapat berlangsung selama bertahun-
tahun.
Stage III : Penurunan respon kondrosit. Kegagalan respon kondrosit
untuk menggantikan atau mempertahankan jaringan mengakibatkan
kerusakan tulang rawan sendidisertai dan diperparah oleh penurunan
respon kondrosit. Penyebab penurunan respon ini belum diketahui,
namun diperkirakan akibat kerusakan mekanis pada jaringan, dengan
kerusakan kondrosit dan downregulasi respon kondrosit terhadap
sitokin anabolik.
b. Perubahan Tulang.
21
Perubahan tulang subchondral yang mengikuti degenerasi tulang
rawan sendi meliputi peningkatan densitas tulang subchondral,
pembentukan rongga-rongga yang menyerupai kista yang mengandung
jaringan myxoid, fibrous, atau kartilago. Respon ini muncul paling
sering pada tepi sendi tempat pertemuan tulang dan tulang rawan yang
berbentuk bulan sabit (crescent).Peningkatan densitas tulang
merupakan akibat dari pembentukan lapisan tulang baru pada trabekula
biasanya merupakan tanda awal dari penyakit degenerasi sendi pada
tulang subchondral, tapi pada beberapa sendi rongga – rongga
terbentuk sebelum peningkatan densitas tulang secara keseluruhan.
Pada stadium akhir dari penyakit, tulang rawan sendi telah rusak
seluruhnya, sehingga tulang subchondral yang tebal dan padat kini
berartikulasi dengan permukaan tulang “denuded” dari sendi lawan.
Remodeling tulang disertai dengan kerusakan tulang sendi rawan
mengubah bentuk sendi dan dapat mengakibatkan shortening dan
ketidakstabilan tungkai yang terlibat.
Pada sebagian besar sendi sinovial, pertumbuhan osteofit diikuti
dengan perubahan tulang rawan sendi serta tulang subchondral dan
metafiseal. Permukaan yang keras, fibrous, dan kartilaginis ini
biasanya muncul di tepi-tepi sendi. Osteofit marginal biasanya muncul
pada permukaan tulang rawan, tapi dapat muncul juga di sepanjang
insersi kapsul sendi (osteofit kapsuler). Tonjolan tulang intraartikuler
yang menonjol dari permukaan sendi yang mengalami degenerasi
disebut osteofit sentral. Sebagian besar osteofit marginal memiliki
pernukaan kartilaginis yang menyerupai tulang rawan sendi yang
normal dan dapat tampak sebagai perluasan dari permukaan sendi.
Pada sendi superfisial, osteofit ini dapat diraba, nyeri jika ditekan,
membatasi ruang gerak, dan terasa sakit jika sendi digerakkan. Tiap
sendi memiliki pola karakter yang khas akan pembentukan osteofit di
sendi panggul, osteoarthritis biasanya membentuk cincin di sekitar tepi
acetabulum dan tulang rawan femur. Penonjolan osteofit sepanjang
tepi inferior dari permukaan artikuler os humerus biasanya terjadi pada
22
pasien dengan penyakit degenartif sendi glenohumeral. Osteofit
merupakan respon terhadap proses degerasi tulang rawan sendi dan
remodelling tulang sudkhondral, termasuk pelepasan sitokin anabolik
yang menstimulasi proliferasi dan pembentukan sel tulang dan matrik
kartilageneus.
c. Jaringan Periartikuler.
Kerusakan tulang rawan sendi mengakibatkan perubahan sekunder
dari synovium, ligamen, kapsul, serta otot yang menggerakan sendi
yang terlibat. Membran sinovial sering mengalami reaksi inflamasi
ringan serta sedang dan dapat berisi fragmen-fragmen dari tulang
rawan sendi.Semakin lama ligamen, kapsul dan otot menjadi
contracted. Kurangnya penggunaan sendi dan penurunan ROM
mengakibatkan atropi otot. Perubahan sekunder ini sering
mengakibatkan kekakuan sendi dan kelemahan tungkai.
3. Faktor Resiko.
Predisposisi genetik dan kelemahan sendiri merupakan faktor
resiko osteoartritis sedangkan usia merupakan faktor resiko yang
paling penting. Bebannya mekanik yang mempengaruhi kemampuan
sendi memperbaiki atau mempertahankan dirinya juga merupakan
faktor bentuk sendi post trauma, instabilitas, atau alignment dan
displasia sendi dapat menghasilkan tekanan mekanik yang merusak
permukaan sendi tulang rawan.
a. Usia
Fungsi kondrosit menurun dengan bertambahnya usia. Sel-sel ini
mensintesis aggrecans yang lebih kecil dan protein penghubung yang
kurang fungsional sehingga mengakibatkan pembentukan agregat
proteoglikan yang ireguler dan lebih kecil. Aktivitas mitotik dan
sintesis menurun dengan bertambahnya usia, dan mereka kurang
responsif terhadap sitokin anabolik dan rangsang mekanik.
b. Beban Sendi yang Berlebihan dan Berulang-ulang.
Pemeliharaan struktur dan fungsi sendi synovial yang normal
dilakukan melalui penggunaan sendi yanng teratur dalam aktivitas
23
sehari-hari. Namun, beban berlebihan dan berulang-ulang dari sendi
yang normal dapat meningkatkan resiko kerusakan degeneratif pada
sendi.
2. Perubahan jaringan synovial
a. cairan synovial akan berkurang : mempengaruhi kelancaran
pergerakan dari diskus artikularis
b. akibat lebih lanjut : terjadi krepitasi pada gerak sendi
c. pada keadaan lebih parah dapat merobek atau merusak diskus
artikular
3. Perubahan pada ligamentum sendi
a. pengurangan ketebalan kapsula sendi
b. pengurangan daya tahan regangan dari serat kolagen yang
membentuk ligamentum TMJ : penurunan keleluasaan artikulasi
sendi TMJ
c. Sintesa kolagen juga akan menuru : bila tjd kerusakan
ligamentum, proses reparasi juga melambat
Top Related