BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Gagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung
tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh.
Keadaan ini dapat timbul dengan atau tanpa penyakit jantung.
Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau
sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan
afterload. Keadaan ini dapat menyebabkan kematian pada (Santoso A,
Erwinanto, Munawar M, Suryawan R, Rifqi S, Soerianata S. Diagnosis
dan tatalaksana praktis gagal jantung akut. 2007).
Gagal jantung kongestif adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda
dan gejala) ditandai dengan sesak nafas dan fatique (saat istirahat
atau aktifitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung.5 Ada juga sumber yang mengatakan bahwa gagal jantung
adalah penyakit di mana aksi pemompaan jantung menjadi kurang
kuat, seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Artinya, jantung tidak
memompa darah sebagaimana mestinya. Ketika ini terjadi, darah tidak
bergerak efisien melalui sistem peredaran darah dan mulai membuat
cadangan, meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah dan
memaksa cairan dari pembuluh darah ke jaringan tubuh (O'Brien,
Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical University
of South Carolina: 2006. Available from URL:
http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/article_em.h
tm. Diakses pada tanggal 4 Februari 2011.)
B. Anatomi/Fisiologi
Jantung terletak dalam ruang mediastinum rongga dada, yaitu
diatara paru. Perikardium yang meliputi jantung terdiri dari dua lapisan;
lapisan dalam (perikardium viseralis) dan lapisan luar (perikardium
parietalis). Kedua lapisan perikardium ini dipisahkan oleh sedikit cairan
pelumas, yang mengurangi gesekan akibat pemompaan jantung.
Perikardium parietalis melekat ke depan pada sternum, ke belakang
pada kolumna vetebralis, dan ke bawah pada diafragma. Perlekatan ini
menyebabkan jantung terletak stabil di tempatnya. Perikardium viseralis
melekat secara langsung pada permukaan jantung. Perikardium juga
melindungi terhadap penyebaran infeksi atau neoplasma dari organ-
organ sekitarnya ke jantung. Jantung terdiri dari 3 lapisan yakni lapisan
terluar (epikardium), lapisan tengah merupakan lapisan otot yang
disebut miokardium, dan lapisan terdalam merupakan lapisan endotel
yang disebut endokardium.
Ruangan jantung bagian atas (atrium) dan pembuuh darah besar
(arteria pulmonaris dan aorta) membentuk dasar jantung. Atrium secara
anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah (ventrikel) oleh
suatu annulus fibrosus (tempat terletaknya keempat katup jantung dan
tempat melekatnya katup maupun otot). Secara fungsional jantung
dibagi menjadi pompa sisi kanan dan sisi kiri, yang memompa darah
vena ke sirkulasi paru, dan darah bersih ke peredaran darah sistemik.
Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi urutan aliran
darah secara anatomi: vena kava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteria
pulmonalis, paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta,
arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Gambar II.1. (A) Hubungan anatomi jantung dan struktur di sekitarnya. Inset menunjukkan lapisan jantung dan pericardium. (B) Skematik aliran darah melalui sistem kardiovaskular. (Sumber : Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, Ed. 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal: 518).
(B)(A)
Atrium Kanan yang berdinding tipis ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan darah, dan sebagai penyalur darah dari vena-vena sirkulasi
sistemik yang mengalir ke ventikel kanan. Darah yang berasal dari
pembuluh vena ini masuk ke dalam atrium kanan melalui vena kava
superior, vena kana inferior, dan sinus koronarius. Dalam muara vena
kava tidak terdapat katup-katup sejati. Yang memisahkan vena kava dari
atrium jantung ini hanyalah lipatan katup atau pita otot yang rudimenter.
Oleh karena itu peningkatan tekanan atrium kanan akibat bendungan
darah di sisi kanan jantung akan dibalikkan kembali kedalam vena
sirkulasi sistemik.
Atrium Kiri menerima darah teroksigenasi dari paru-paru melalui
keempat vena pulmonalis dan atrium kiri tidak terdapat katup sejati. Oleh
karena itu, perubahan tekanan atrium kiri mudah membalik secara
retrogard ke dalam pembuluh paru-paru. Peningkatan akut tekanan atrium
kiri akan menyebabkan bendungan paru. Atrium kiri memiliki dinding yang
tipis dan bertekanan rendah. Darah mengalir dari atrium kiri ke dalam
ventrikel kiri melalui katup mitralis.
Ventrikel Kanan berbentuk bulan sabit yang unik, guna
menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan
darah ke dalam arteria pulmonalis.
Ventrikel Kiri harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk
mengatasi tahanan sirkulasi sistemik, dan mempertahankan aliran darah
kejaringan perifer. Ventrikel kiri mempunyai otot-otot yang tebal dengan
bentuk yang menyerupai lingkaran sehingga mempermudah pembentukan
tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi.
Katup Jantung berfungsi untuk mempertahankan aliran darah
searah melalui bilik-bilik jantung. Ada dua jenis katup; katup
arterioventrikularis yang memisahkan atrium dengan ventrikel, dan katup
semilunaris yang memisahkan arteria pulmonalis dan aorta dari ventrikel
yang bersangkutan. Katup-katup ini membuka dan menutup secara pasif,
menanggapi perubahan tekanan dan volume dalam bilik dan pembuluh
darah jantung.
Katup arterioventrikularis terdiri atas katup trikuspidalis dan katup
mitralis. Katup trikuspidalis yang terletak antara atrium dan ventrikel kanan
mempunyai tiga buah daun katup. Katup mitralis yang memisahkan atrium
dan ventrikel, merupakan katup bikuspidalis dengan dua buah daun katup.
Katup seminularis. Kedua katup semilunaris sama bentuknya ,
katup ini terdiri dari tiga daun katup simetris menyerupai corong yang
terlambat kuat pada annulus fibrosus. Katup aorta terletak antara ventrikel
kiri dan aorta, sedangkan katup pulmonalis. Katup seminularis mencegah
aliran kembali darah dari aorta atau arteria pulmonalis ke dalam ventrikel,
sewaktu ventrikel dalam keadaan istirahat.
Sistem Konduksi memiliki jaringan dengan sifat-sifat :
Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls secara spontan.
Ritmisasi : pembangkitan impuls yang teratur
Konduktivitas : kemampuan menghantarkan impuls
Gambar II.3. Sistem konduksi jantung. (Sumber : Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005, Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit, Ed. 4, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, hal: 520).
Daya rangsang : kemampuan berespon terhadap stimulasi
Impuls jantung berasal dari nodus SA dan bergerak melalui sistem
hantaran berikut: melalui jalur interatrium dan internodus, ke nodus AV,
melalui berkas his, melalui cabang berkas kanan dan kiri dan melalui
sistem purkinje.
Penghantaran impuls jantung melalui nodus AV relatif
lambat.Keterlambatan ini memungkinkan sinkronisasi kontraksi atrium
sebelum kontraksi ventrikel, sehigga mengoptimalkan pengisian ventrikel
dan untuk melindungi ventrikel dari banyaknya impuls atrial abnormal.
Nodus SA, nodus AV dan serat purkinje mampu menghasilkan
impuls secara spontan (otomatis). Impuls ditimbulkan lebih cepat pada
nodus SA, sehingga nodus SA adalah pacemaker dominan pada jantung.
Sirkulasi Sistemik menyuplai darah ke semua jaringan tubuh
dengan pengecualian pada paru. Sebanyak 84% volume darah yang
tersisa terdapat dalam jantung dan paru. Sirkulasi sistemik terbagi menjadi
5 kategori berdasarkan anatomi dan fungsinya, antara lain: arteria,
arteriola, kapiler, venula, dan vena.
Sirkulasi Koroner. Efisiensi jantung sebagai pompa bergantung
pada nutrisi dan oksigenisasi otot jantung melalui sirkulai koroner.
Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan epikardium jantung,
membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang
intramiokardial yang kecil-kecil.
Arteria koronaria utama adalah yang arteria koronaria kanan
(RCA) dan arteria koronaria utama kiri. arteria koronaria utama kiri
bercabang menjadi arteri desenden anterior kiri dan arteria sirkumfleksa
kiri. Arteria koronaria terdiridari 3 lapisan : intima, media, dan adventitia.
Intima adalah bagian terdalam dinding arteri yang mengalami kontak
langsung dengan suplai darah. Intima teridiri dari sel endotel yang
berfungsi sebagai sawar antara aliran darah dan dinding pembuluh darah
bagian dalam, melindungi integritas dinding arteri dan menyekresi zat
vasoaktif yang mempengaruhi vasodilatasi dan vasokontriksi. Media terdiri
dari sel otot polos yang memberikan respon terhadap zat vasoaktif
dengan melakukan kontraksi atau dilatasi. Adventitia memeberikan
kekuatan bagi dinding pembuluh darah dn terdiri atas berkas fibril kolagen,
serabut elastis, fibroblast, dan beberapa sel-sel otot polos.
Sirkulasi Paru. Pembuluh darah paru mempunyai dinding yang
lebih tipis dengan sedikit otot polos dibandingkan dengan pembuluh darah
sistemik. Oleh karena itu, sirkulasi paru lebih mudah teregang dan
resistensinya terhadap aliran darah lebih kecil. Besarnya tekanan dalam
sirkulasi paru kira-kira seperlima tekanan dalam sirkulasi sistemik. Dinding
pembuluh darah paru jauh lebih kecil reaksinya terhadap pengaruh
otonom dan humoral, namun perubahan kadar O2 dan CO2 dalam darah
dan alveoli mampu mengubah aliran darah yang melalui pembuluh paru.
Perbedaan-perbedaan ini menyebabkan sirkulasi paru benar-benar tepat
memenuhi fungsi fisiologis yaitu untuk mengambil O2 dan melepaskan
CO2.
Persarafan Sistem Kardiovaskular. Sistem kardiovaskular
banyak dipersarafi oleh serabut-serabut sistem saraf otonam. Sistem saraf
otonom dapat dibagi menjadi sistem saraf parasimpatis dan simpatis
dengan efek yang berlawana dan bekerja bertolak belakang untuk
mempengaruhi perubahan pada denyut jantung. Stimulasi parasimpatis
melalui nervus vagus menurunkan pembakaran nodus SA, menurunkan
kecepatan konduksi melewati nodus AV dan menurunkan daya kontraksi
atrium. Inhibisi sistem saraf parasimpatis menimbulkan efek yang
berlawanan.
Saraf simpatis meluas ke sistem konduksi, miokardium, dan sel otot
polos pembuluh darah. Stimulasi sistem saraf simpatis menyebabkan
pelepasan norepinefrin dan epinefrin dari medulla adrenal. Zat ini secara
selektof terikat pada reseptor α dan reseptor β1 dan β2 untuk menimbulkan
vasokontriksi pembuluh darah, peningkatan pembakaran nodus SA,
peningkatan kecepatan konduksi melalui nodus AV, dan peningkatan daya
kontraksi ventrikal. Inhibisi sistem saraf simpatis menimbulkan efek yang
berlawanan.
Fisiologi Jantung
Siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang
saling terkait. Gelombang rangsangan listrik tersebar dari nodus SA
melalui sistem konduksi menuju miokardium untuk merangsang kontraksi
otot. Rangsangan listrik ini disebut sebagai depolarisasi, dan diikuti
pemulihan listrik kembali yang disebut repolarisasi. Respon mekaniknya
adalah sistolik (kontraksi otot) dan diastolik (relaksasi otot).
Eksitasi listrik dalam jantung bergantung pada perpindahan Na+, K+,
dan Ca2+ melewati sel membran jantung. Perpindahan ion ini
menyebabkan perbedaan listrik melewati membrane sel, yang secara
grafik dapat ditunjukkan sebagai potensial aksi. Dua jenis potensial aksi
utama-respon cepat dan lambat-digolongkan berdasarkan kekuatan
depolarisasi primer baik saluran Na+ cepat atau saluran Ca2+ lambat.
Potensial aksi respon lambat dijumpai pada sel otot atrium dan ventrikel
serta serabut purkinje. Potensial aksi respon lambat dijumapi pada nudus
SA dan AV.
Periode refrakter efektis atau absolute dan periode refrakter relative
menunjukkan fase potensial aksi pada saat kesulitan menstimulasi ulang
sel jantung. EKG memperlihatkan aktivitas listrik simultan pada sel
jantung. Nodus SA, nodus AV, dan serabut purkinje mampu melakukan
eksitasi sendiri (automatis). Nodus SA merupakan pacemaker jantung
yang dominan pada jantung, karena mampu mengeksitasi diri sendiri
dengan laju yang lebih cepat dari pada nodus AV dan serabut purkinje.
Namun demikian, apabila nodus SA mengalami cedera, nodus AV dan
serabut purkinje mengambil alih peran pacemarker tetapi dengan laju
yang lebih perlahan. Kecepatan intrinsic nodus AV dan serabut purkinje
masing-masing secara berurutan adalah 40-60 denyut per menit dan 15-
40 denyut per menit.
Kontraksi jantung mengandalkan hubungan antara miofilamen aktin
dan miosin. Kalsium diperlukan untuk terjadinya hubungan ini dan tersedia
bagi sel selama fase puncak (plateu) potensial aksi. Hubungan anatara
stimulasi listrik dan kontraksi mekanis jantung ini disebut gabungan
eksitasi-kontraksi. Siklus jantung menerangkan urutan kontaksi ventrikel
dan pengosongan (sistolik) serta relaksasi dan pengisian ventrikel
(diastolik).
Aliran darah satu arah melalui jantung bergantung pada adanya
katup jantung, yang membuka dan menutup sebagai respons terhadap
perbedaan yang timbul. Curah jantung merupakan jumlah darah yang
dipompa oleh masing-masing ventrikel permenit. Curah jantung rata-rata
adalah 5L/menit. Namun demikian, curah jantung bervariasi untuk
memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan perifer. Kebutuhan
curah jantung bervariasi sesuai ukuran tubuh, sehingga indikator yang
lebih akurat untuk fungsi jantung adalah indeks jantung ( cardiac index ).
Index jantung diperoleh dengan membagi curah jantung dengan luas
permukaan tubuh. Curah jantung ditentukan melalui hubungan nadi
dengan volume sekuncup (CO = nadi x SV). Volume sekuncup ditentukan
oleh interaksi 3 variabel yakni beban awal, beban akhir dan kontraktilitas.
Beban awal adalah derajat peregangan miokardium tepat sebelum
kontraksi. Dalam batas fisiologis, semakin besar regangan serat
miokardium pada akhir diastolic, maka akan semakin kuat kekuatan
kontraksi selama diastolik (Mekanisme Frank-Starling). Sedangkan beban
akhir merupakan tegangan serabut miokardium untuk berkontraksi dan
memompa darah.
Faktor-faktor yang meningkatkan beban akhir dapat menurunkan
volume sekuncup. Kontraktilitas yaitu merupakan herediter serabut
miokardium untuk berkontraksi, tidak bergantung pada beban akhir dan
awal, namun bergantung pada kadar kalsium intasel.
Aliran darah melalui pembuluh darah bergantung pada 2 variabel
yang berlawanan. Perbedaan tekanan antara 2 ujung pembuluh dan
resistensi terhadap aliran. Hubungan variable ini, paling baik ditujukan
oleh hokum Ohm : Q = Δ P / R ( Q= aliran darah, Δ P = perbedaan
tekanan, dan R = resistensi). Berdasarkan hokum ohm, aliran darah atau
curah jantung, merupakan fungsi perbedaan tekanan dalam sistem
pembuluh darah {(tekanan darah arteri rata-rata “mean arterial pressure”,
MAP) – (tekanan atrium kanan “right atrial pressure”, RAP)} dan keadaan
pembuluh resistan (arterial). Ringkasnya, menurut Ohm Q = Δ P / R,
aliran berbanding lurus secara langsung dengan perbedaan tekanan dan
berbanding terbalik dengan resistensi vaskular. Perbedaan tekanan pada
ujung arteri dan vena sirkulasi menentukan perbedaan tekanan.
Resistensi merupakan merupakan fungsi utama dari radius pembuluh
darah, yang sangat berubah pada tingkat alveolar. Dari ketiga variabel
dalam rumus ini, resistensi merupakan satu-satunya variabel yang tidak
dapat diukur secara langsung. Namun resistensi dapat diperhitungkan
dengan rumus aljabar seperti : R = Δ P / Q. Dengan mengukur MAP, RAP,
dan curah jantung (Cardiac aoutput, CO), dapat diukur resistensi
pembuluh darah sistemik.
Dilatasi arteriol menyebabkan penurunan resistansi dan
peningkatan aliran darah. Sebaliknya kontriksi arteriol menyebabkan
peningkata resistansi dan penurunan aliran darah. Aliran darah melalui
perifer dipengaruhi oleh mekanisme pengaturan ekstrinsik dan intrinsik.
Mekanisme pengaturan ekstrinsik yang terutama adalah sistem saraf
simpatis. Pengaturan intrinsik aliran darah diatur oleh keadaan jaringan
lokal dan sangat penting dalam optimaliasi aliran darah ke otak dan
jantung. Jantung memiliki kemampuan untuk meningkatkan kapasitas
pompanya pada saat istirahat dengan mengubah frekuensi denyut jantung
dan kekuatan kontraksi, keduanya dikendalikan oleh sistem saraf
simpatis.
C. Etiologi
(*Harbanu H Mariyono, **Anwar Santoso *Bagian/SMF Ilmu Penyakit
Dalam, FK Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar *Bagian/SMF Kardiologi
FK Unud/ RSUP Sanglah, Denpasar J Peny Dalam, Volume 8 Nomor
3 Bulan September 2007) Mariyono, Harbanu M, Gagal Jantung,
Bagian Kardiologi FK Unud, RSUP Sanglah, Denpasar, 2010
Gagal jantung dapat disebabkan oleh banyak hal. Secara
epidemiologi cukup penting untung mengetahui penyebab dari gagal
jantung, di Negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi
merupakan penyebab terbanyak sedangkan di negara berkembang
yang menjadi penyebab terbanyak adalah penyakit jantung katup dan
penyakit jantung akibat malnutrisi.4 Pada beberapa keadaan sangat
sulit untuk menentukan penyebab dari gagal jantung. Terutama pada
keadaan yang terjadi bersamaan pada penderita.
Penyakit jantung koroner pada Framingham Study dikatakan
sebagai penyebab gagal jantung pada 46% laki-laki dan 27% pada
wanita.4 Faktor risiko koroner seperti diabetes dan merokok juga
merupakan faktor yang dapat berpengaruh pada perkembangan dari
gagal jantung. Selain itu berat badan serta tingginya rasio kolesterol
total dengan kolesterol HDL juga dikatakan sebagai faktor risiko
independen perkembangan gagal jantung.
Hipertensi telah dibuktikan meningkat-kan risiko terjadinya gagal
jantung pada beberapa penelitian. Hipertensi dapat menyebabkan
gagal jantung melalui beberapa mekanisme, termasuk hipertrofi
ventrikel kiri. Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi
ventrikel kiri sistolik dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya
infark miokard, serta memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu
aritmia atrial maupun aritmia ventrikel. Ekokardiografi yang
menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri berhubungan kuat dengan
perkembangan gagal jantung.4
Kardiomiopati didefinisikan sebagai penyakit pada otot jantung
yang bukan disebabkan oleh penyakit koroner, hipertensi, maupun
penyakit jantung kongenital, katup ataupun penyakit pada perikardial.
Kardiomiopati dibedakan menjadi empat kategori fungsional : dilatasi
(kongestif), hipertrofik, restriktif dan obliterasi. Kardiomiopati dilatasi
merupakan penyakit otot jantung dimana terjadi dilatasi abnormal pada
ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Penyebabnya
antara lain miokarditis virus, penyakit pada jaringan ikat seperti SLE,
sindrom Churg-Strauss dan poliarteritis nodosa. Kardiomiopati
hipertrofik dapat merupakan penyakit keturunan (autosomal dominan)
meski secara sporadik masih memungkinkan. Ditandai dengan adanya
kelainan pada serabut miokard dengan gambaran khas hipertrofi
septum yang asimetris yang berhubungan dengan obstruksi outflow
aorta (kardiomiopati hipertrofik obstruktif). Kardiomiopati restriktif
ditandai dengan kekakuan serta compliance ventrikel yang buruk, tidak
membesar dan dihubungkan dengan kelainan fungsi diastolic
(relaksasi) yang menghambat pengisian ventrikel.4,5
Penyakit katup sering disebabkan oleh penyakit jantung rematik,
walaupun saat ini sudah mulai berkurang kejadiannya di negara maju.
Penyebab utama terjadinya gagal jantung adalah regurgitasi mitral dan
stenosis aorta. Regusitasi mitral (dan regurgitasi aorta) menyebabkan
kelebihan beban volume (peningkatan preload) sedangkan stenosis
aorta menimbulkan beban tekanan (peningkatan afterload).
Aritmia sering ditemukan pada pasien dengan gagal jantung dan
dihubungkan dengan kelainan struktural termasuk hipertofi ventrikel kiri
pada penderita hipertensi. Atrial fibrilasi dan gagal jantung seringkali
timbul bersamaan.
Alkohol dapat berefek secara langsung pada jantung, menimbulkan
gagal jantung akut maupun gagal jantung akibat aritmia (tersering atrial
fibrilasi). Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan
kardiomiopati dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol
menyebabkan gagal jantung 2 – 3% dari kasus. Alkohol juga dapat
menyebabkan gangguan nutrisi dan defisiensi tiamin. Obat – obatan
juga dapat menyebabkan gagal jantung. Obat kemoterapi seperti
doxorubicin dan obat antivirus seperti zidofudin juga dapat
menyebabkan gagal jantung akibat efek toksik langsung terhadap otot
jantung.
D. Patofisiologi
Gagal jantung merupakan kelainan multisitem dimana terjadi
gangguan pada jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem
saraf simpatis serta perubahan neurohormonal yang kompleks.
Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini
menyebabkan.
Aktivasi mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin –
Angiotensin – Aldosteron (sistem RAA) serta kadar vasopresin dan
natriuretic peptide yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan
jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor
menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung,
meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan
katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan
gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis
miokard fokal.
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor
menjaga cardiac output dengan meningkatkan denyut jantung,
meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi perifer (peningkatan
katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyeababkan
gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya apoptosis miosit, hipertofi dan nekrosis
miokard fokal.
Stimulasi sistem RAA menyebabkan penigkatan konsentrasi renin,
angiotensin II plasma dan aldosteron. Angiotensin II merupakan
vasokonstriktor renal yang poten (arteriol eferen) dan sirkulasi sistemik
yang merangsang pelepasan noradrenalin dari pusat saraf simpatis,
menghambat tonus vagal dan merangsang pelepasan aldosteron.
Aldosteron akan menyebabkan retensi natrium dan air serta
meningkatkan sekresi kalium. Angiotensin II juga memiliki efek pada
miosit serta berperan pada disfungsi endotel pada gagal jantung.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur hampir
sama yeng memiliki efek yang luas terhadap jantung, ginjal dan
susunan saraf pusat. Atrial Natriuretic Peptide (ANP) dihasilkan di
atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan natriuresis
dan vasodilatsi. Pada manusia Brain Natriuretic Peptide (BNO) juga
dihasilkan di jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip dengan
ANP. C-type natriuretic peptide terbatas pada endotel pembuluh darah
dan susunan saraf pusat, efek terhadap natriuresis dan vasodilatasi
minimal. Atrial dan brain natriuretic peptide meningkat sebagai respon
terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja
antagonis terhadap angiotensin II pada tonus vaskuler, sekresi
ladosteron dan reabsorbsi natrium di tubulus renal. Karena peningkatan
natriuretic peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis,
bahkan telah digunakan sebagai terapi pada penderita gagal jantung.
Vasopressin merupakan hormon antidiuretik yang meningkat
kadarnya pada gagal jantung kronik yang berat. Kadar yang tinggi juga
didpatkan pada pemberian diuretik yang akan menyebabkan
hiponatremia.
Endotelin disekresikan oleh sel endotel pembuluh darah dan
merupakan peptide vasokonstriktor yang poten menyebabkan efek
vasokonstriksi pada pembuluh darah ginjal, yang bertanggung jawab
atas retensi natrium. Konsentrasi endotelin-1 plasma akan semakin
meningkat sesuai dengan derajat gagal jantung. Selain itu juga
berhubungan dengan tekanan pulmonary artery capillary wedge
pressure, perlu perawatan dan kematian. Telah dikembangkan
endotelin-1 antagonis sebagai obat kardioprotektor yang bekerja
menghambat terjadinya remodelling vaskular dan miokardial akibat
endotelin. Disfungsi diastolik merupakan akibat gangguan relaksasi
miokard, dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian
ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung
koroner, hipertensi dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati
hipertrofik, selain penyebab lain seperti infiltrasi pada penyakit jantung
amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30 – 40 % penderita
gagal jantung memiliki kontraksi ventrikel yang masih normal. Pada
penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolic
yang timbul bersamaan meski dapat timbul sendiri.
E. Klasifikasi
New York Heart Association (NYHA) membuat klasifikasi fungsional dalam 4
kelas.
Tabel II.1 Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
Tahap ACC/AHA Kelas Fungsional NYHA
Tahap Deskripsi Kelas Deskripsi
A Pasien berisiko tinggi mengalami gagal jantung, karena adanya kondisi penyebab gagal jantung. Pasien-pasien tersebut tidak mengalami abnormalitas struktural atau fungsional pericardium, miokardium atau katup jantung yang teridentifikasi dan tidak pernah menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala gagal jantung
Tidak adaperbandingan
kelasfungsional
B Pasien yang telah mengalamipenyakit jantung struktural, yang menyebabkan gangguan jantung tapi belum pernah menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala gagal jantung
I (ringan) Tidak ada batasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan fatigue, palpitasi, atau dispnea yang tidak semestinya
C Pasien yang memiliki atau sebelumnya pernah memiliki gejala-gejala gagal jantung, yang disebabkan penyakit jantung struktural
II (ringan) Sedikit keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman saat beristirahat, tapi aktivitas fisik biasa menghasilkan fatigue, palpitasi, atau dispnea
Lanjutan Tabel II.1Klasifikasi Gagal Jantung Kongestif
TahaHA Kelas Fungsional NYHA
Tahap Deskripsi Kelas Deskripsi
II (sedang) Ditandai keterbatasan aktivitas fisik. Nyaman saat istirahat, tapi aktivitas yang lebih sedikit dari biasa mengakibatkan fatigue, palpitasi atau dispnea
D Pasien dengan penyakit jantungstruktural tingkat lanjut dan gejala-gejala gagal jantung pada istirahat, walaupun terapi medis maksimal dan membutuhkan intervensikhusus
IV (parah) Tidak dapat melakukan aktivitas fisik dengan nyaman. Gejala-gejala insufisiensi kardiak pada istirahat. Jika aktivitas fisik dilakukan, ketidaknyamanan bertambah
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita dengan gagal jantung meliputi
penalaksanaan secara nonfarmakologis dan secara farmakologis,
keduanya dibutuhkan karena akan saling melengkapi untuk
penatlaksaan paripurna penderita gagal jantung. Penatalaksanaan
gagal jantung baik itu akut dan kronik ditujukan untuk memperbaiki
gejala dan progosis, meskipun penatalaksanaan secara individual
tergantung dari etiologi serta beratnya kondisi. Sehingga semakin cepat
kita mengetahui penyebab gagal jantung akan semakin baik
prognosisnya.
Penatalaksanaan non farmakologis yang dapat dikerjakan antara
lain adalah dengan menjelaskan kepada pasien mengenai penyakitnya,
pengobatan serta pertolongan yang dapat dilakukan sendiri. Perubahan
gaya hidup seperti pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada
penderita dengan kegemukan. Pembatasan asupan garam, konsumsi
alkohol, serta pembatasan asupan cairan perlu dianjurkan pada
penderita terutama pada kasus gagal jantung kongestif berat. Penderita
juga dianjurkan untuk berolahraga karena mempunyai efek yang positif
terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel serta neurohormonal dan
juga terhadap sensitifitas terhadap insulin meskipun efek terhadap
kelengsungan hidup belum dapat dibuktikan. Gagal jantung kronis
dapat dicetuskan oleh infeksi paru, sehingga vaksinasi terhadap
influenza dan pneumococal perlu dipertimbangkan. Profilaksis
antibiotik pada operasi dan prosedur gigi diperlukan terutama pada
penderita dengan penyakit katup primer maupun pengguna katup
prostesis.
Penatalaksanaan gagal jantung kronis meliputi penatalaksaan non
farmakologis dan farmakologis. Gagal jantung kronis bisa
terkompensasi ataupun dekompensasi. Gagal jantung terkompensasi
biasanya stabil, dengan tanda retensi air dan edema paru tidak
dijumpai. Dekompensasi berarti terdapat gangguan yang mungkin
timbul adalah episode udema paru akut maupun malaise, penurunan
toleransi latihan dan sesak nafas saat aktifitas. Penatalaksaan ditujukan
Gagal Jantung untuk menghilangkan gejala dan memperbaiki kualitas
hidup. Tujuan lainnya adalah untuk memperbaiki prognosis serta
penurunan angka rawat.
Obat – obat yang biasa digunakan untuk gagal jantung kronis
antara lain: diuretik (loop dan thiazide), angiotensin converting enzyme
inhibitors, blocker (carvedilol, bisoprolol, metoprolol), digoxin,
spironolakton, vasodilator (hydralazine /nitrat), antikoagulan, antiaritmia,
serta obat positif inotropik.
Pada penderita yang memerlukan perawatan, restriksi cairan (1,5 –
2 l/hari) dan pembatasan asupan garam dianjurkan pada pasien. Tirah
baring jangka pendek dapat membantu perbaikan gejala karena
mengurangi metabolisme serta meningkatkan perfusi ginjal. Pemberian
heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas.
Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi
atrium, gangguan fungsi sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis
dispneu, takikardia serta cemas, pada kasus yang lebih berat penderita
tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias hipotensi (tekanan darah
sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah
menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal
jantung akut yang berat serta syok kardiogenik biasanya timbul pada
infark miokard luas, aritmia yang menetap (fibrilasi atrium maupun
ventrikel) atau adanya problem mekanis seperti ruptur otot papilari akut
maupun defek septum ventrikel pasca infark.
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi emergensi
dimana memerlukan penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui
penyebab, perbaikan hemodinamik, menghilangan kongesti paru, dan
perbaikan oksigenasi jaringan.
Menempatkan penderita dengan posisi duduk dengan pemberian
oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebagai tindakan pertama
yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang
akurat dengan kateterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di
ruangan khusus. Base excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin
rendah menunjukkan adanya asidosis laktat akibat metabolisme anerob
dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi memperbaiki
asidosis, pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang
refrakter.
Pemberian loop diuretik intravena seperti furosemid akan
menyebabkan venodilatasi yang akan memperbaiki gejala walaupun
belum ada diuresis. Loop diuretik juga meningkatkan produksi
prostaglandin vasdilator renal. Efek ini dihambat oleh prostaglandin
inhibitor seperti obat antiflamasi nonsteroid, sehingga harus dihindari
bila memungkinkan.
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam
penatalaksanaan gagal jantung akut berat karena dapat menurunkan
kecemasan, nyeri dan stress, serta menurunkan kebutuhan oksigen.
Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisian ventrikel serta
udem paru. Dosis pemberian 2 – 3 mg intravena dan dapat diulang
sesuai kebutuhan.
Pemberian nitrat (sublingual, buccal dan intravenus) mengurangi
preload serta tekanan pengisian ventrikel dan berguna untuk pasien
dengan angina serta gagal jantung. Pada dosis rendah bertindak
sebagai vasodilator vena dan pada dosis yang lebih tinggi
menyebabkan vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga
dosis pemberian harus adekuat sehingga terjadi keseimbangan antara
dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan.
Kekurangannya adalah teleransi terutama pada pemberian intravena
dosis tinggi, sehingga pemberiannya hanya 16 – 24 jam.
Sodium nitropusside dapat digunakan sebagai vasodilator yang
diberikan pada gagal jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal
jantung yang disertai krisis hipertensi. Pemberian nitropusside dihindari
pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 – 0,5
μg/kg/menit.
Nesiritide adalah peptide natriuretik yang merupakan vasodilator.
Nesiritide adalah BNP rekombinan yang identik dengan yang dihasilkan
ventrikel. Pemberiannya akan memperbaiki hemodinamik dan
neurohormonal, dapat menurunkan aktivitas susunan saraf simpatis
dan menurunkan kadar epinefrin, aldosteron dan endotelin di plasma.
Pemberian intravena menurunkan tekanan pengisian ventrikel tanpa
meningkatkan laju jantung, meningkatkan stroke volume karena
berkurangnya afterload. Dosis pemberiannya adalah bolus 2 μg/kg
dalam 1 menit dilanjutkan dengan infus 0,01 μg/kg/menit.
Pemberian inotropik dan inodilator ditujukan pada gagal jantung
akut yang disertai hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan /
atau vasodilator digunakan pada penderita gagal jantung akut dengan
tekanan darah 85 – 100 mmHg. Jika tekanan sistolik < 85 mmHg maka
inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan
tekanan darah yang berlebihan akan dapat meningkatkan afterload.
Tekanan darah dianggap cukup memenuhi perfusi jaringan bila tekanan
arteri rata - rata > 65 mmHg.
Pemberian dopamin 2 μg/kg/mnt menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah splanknik dan ginjal. Pada dosis 2 – 5 μg/kg/mnt akan
merangsang reseptor adrenergik beta sehingga terjadi peningkatan laju
dan curah jantung. Pada pemberian 5 – 15 μg/kg/menit akan
merangsang reseptor adrenergik alfa dan beta yang akan
meningkatkan laju jantung serta vasokonstriksi. Pemberian dopamin
akan merangsang reseptor adrenergik 1 dan 2, menyebabkan
berkurangnya tahanan vaskular sistemik (vasodilatasi) dan
meningkatnya kontrkatilitas. Dosis umumnya 2 – 3 μg/kg/mnt, untuk
meningkatkan curah jantung diperlukan dosis 2,5 – 15 μg/kg/mnt.
Pada pasien yang telah mendapat terapi penyekat beta, dosis yang
dibutuhkan lebih tinggi yaitu 15 – 20 μg/kg/mnt.
Phospodiesterase inhibitor menghambat penguraian cyclic-AMP
menjadi AMP sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik
jantung. Yang sering digunakan dalam klinik adalah milrinone dan
enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderia gagal jantung
akut dengan hipotensi yang telah mendapat terapi penyekat beta yang
memerlukan inotropik positif. Dosis milrinone intravena 25 μg/kg bolus
10 – 20 menit kemudian infus 0,375 – 075 μg/kg/mnt. Dosis enoximone
0,25 – 0,75 μg/kg bolus kemudian 1,25 – 7,5 μg/kg/mnt.
Pemberian vasopressor ditujukan pada penderita gagal jantung
akut yang disertai syok kardiogenik dengan tekanan darah < 70 mmHg.
Penderita dengan syok kardiogenik biasanya dengan tekanan darah <
90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg
selama 30 menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan
norepinefrin. Epinefrin diberikan infus kontinyu dengan dosis 0,05 – 0,5
μg/kg/mnt. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2 – 1 μg/kg/mnt.
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang
menyebabkan terjadinya gagal jantung akut de novo atau
dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung koroner dan
sindrom koroner akut. Bila penderita datang dengan hipertensi
emergensi pengobatan bertujuan untuk menurunkan preload dan
afterload. Tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat seperti
loop diuretik intravena, nitrat atau nitroprusside intravena maupun
natagonis kalsium intravena (nicardipine). Loop diuretik diberkan pada
penderita dengan tanda kelebihan cairan. Terapi nitrat untuk
menurunkan preload dan afterload, meningkatkan aliran darah koroner.
Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi diastolik dengan
afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal diterapi sesuai penyakit
dasar. Aritmia jantung harus diterapi.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah Pompa balon
intra aorta, pemasangan pacu jantung, implantable cardioverter
defibrilator, ventricular assist device. Pompa balon intra aorta ditujukan
pada penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik yang tidak
memberikan respon terhadap pengobatan, disertai regurgitasi mitral
atau ruptur septum interventrikel. Pemasangan pacu jantung bertujuan
untuk mempertahankan laju jantung dan mempertahankan sinkronisasi
atrium dan ventrikel, diindikasikan pada penderita dengan bradikardia
yang simtomatik dan blok atrioventrikular derajat tinggi. Implantable
cardioverter device bertujuan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel dan
takikardia ventrikel. Vascular Assist Device merupakan pompa mekanis
yang mengantikan sebagian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita
dengan syok kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama
inotropik.