Download - BAB II

Transcript

20

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. HIDROCELEA.1. Anatomi TestisTestis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis pada orang dewasa adalah 432,5 cm dengan volume 15-25 ml berbentuk ovoid kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat pada testis. Diluar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada disekitar testis memungkinkan testis dapat digerakan mendekati rongga abdomen untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.Secara histopatologis, testis terdiri atas kurang lebih 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri atas tubuli seminiferi. Didalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel spermatogenia dan sel Sertoli, sedang diantara tubulus seminiferi terdapat sel-sel Leyding. Sel-sel spermatogenia pada proses spermatogenesis menjadi sel spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makanan pada bakal sperma, sedangkan sel-sel Leyding atau disebut sel interstisial testis berfungsi dalam menghasilkan hormon testosteron.Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan dan mengalami pematangan atau maturasi diepididimis setelah mature (dewasa) sel-sel spermatozoa bersama-sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah dicampur dengan cairan-caidari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat menbentuk cairan semen.VaskularisasiTestis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu :1. Arteri spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta2. Arteri deferensialis cabang dari arteri vesikalis inferiorArteri kremasterika yang merupakan cabang arteri epigastrika.Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul membentuk pleksus Pampiniformis. Plesksus ini pada beberapa orang mengalami dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.

Gambar 2.1. Anatomi normal testis

A.2. DefinisiHidrokel adalah penumpukan cairan berbatas tegas yang berlebihan di antara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada di dalam rongga itu memang ada dan berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya.A.3. EtiologiHidrokel yang terjadi pada bayi baru lahir dapat disebabkan karena : (1) belum sempurnanya penutupan prosesus vaginalis sehingga terjadi aliran cairan peritoneum ke prosesus vaginalis atau (2) belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam melakukan reabsorbsi cairan hidrokel.Pada orang dewasa, hidrokel dapat terjadi secara idiopatik (primer) dan sekunder. Penyebab sekunder dapat terjadi karena didapatkan kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu mungkin suatu tumor, infeksi, atau trauma pada testis/epididimis. Kemudian hal ini dapat menyebabkan produksi cairan yang berlebihan oleh testis, maupun obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus.Hidrokel dapat diklasifikasi menjadi dua jenis berdasarkan kapan terjadinya yaitu: 1. Hidrokel_primer Hidrokel primer terlihat pada anak akibat kegagalan penutupan prosesus vaginalis. Prosesus vaginalis adalah suatu divertikulum peritoneum embrionik yang melintasi kanalis inguinalis dan membentuk tunika vaginalis. Hidrokel jenis ini tidak diperlukan terapi karena dengan sendirinya rongga ini akan menutup dan cairan dalam tunika akan diabsorpsi.2. Hidrokel_sekunderPada orang dewasa, hidrokel sekunder cenderung berkembang lambat dalam suatu masa dan dianggap sekunder terhadap obstruksi aliran keluar limfe. Dapat disebabkan oleh kelainan testis atau epididimis. Keadaan ini dapat karena radang atau karena suatu proses neoplastik. Radang lapisan mesotel dan tunika vaginalis menyebabkan terjadinya produksi cairan berlebihan yang tidak dapat dibuang keluar dalam jumlah yang cukup oleh saluran limfe dalam lapisan luar tunika.Berdasarkan kejadian:1) Hidrokel akutBiasanya berlangsung dengan cepat dan dapat menyebabkan nyeri. Cairan berrwarna kemerahan mengandung protein, fibrin, eritrosit dan sel polimorf.2) Hidrokel kronisHidrokel jenis ini hanya menyebabkan peregangan tunika secara perlahan dan walaupun akan menjadi besar dan memberikan rasa berat, jarang menyebabkan nyeri.Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu1) Hidrokel testis.Kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.2) Hidrokel funikulus.Kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial dari testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.3) Hidrokel KomunikansTerdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah pada saat anak menangis. Pada palpasi kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan kedalam rongga abdomen.A.1. A.2. A.3. A.4. PatofisiologiHidrokel disebabkan oleh kelainan kongenital (bawaan sejak lahir) ataupun ketidaksempurnaan dari prosesus vaginalis tersebut menyebabkan tidak menutupnya rongga peritoneum dengan prosessus vaginalis. Sehingga terbentuklah rongga antara tunika vaginalis dengan cavum peritoneal dan menyebabkan terakumulasinya cairan yang berasal dari sistem limfatik disekitar. Hidrokel cord terjadi ketika processus vaginalis terobliterasi di atas testis sehingga tetap terdapat hubungan dengan peritoneum, dan processus vaginalis mungkin tetap terbuka sejauh batas atas scrotum. Area seperti kantung di dalam canalis inguinalis terisi dengan cairan. Cairan tersebut tidak masuk ke dalam scrotum. Cairan yanng seharusnya merupakan keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya. Tetapi pada penyakit ini, telah terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan limfa. Dan terjadilah penimbunan di tunika vaginalis tersebut. Akibat dari tekanan yang terus-menerus, mengakibatkan Obstruksi aliran limfe atau vena di dalam funikulus spermatikus. Dan terjadilah atrofi testis dikarenakan akibat dari tekanan pembuluh darah yang ada di daerah sekitar testis tersebut.Selama perkembangan janin, testis terletak di sebelah bawah ginjal, di dalam rongga peritoneal. Ketika testis turun melalui canalis inguinalis ke dalam scrotum, testis diikuti dengan ekstensi peritoneum dengan bentuk seperti kantung, yang dikenal sebagai processus vaginalis. Setelah testis turun, procesus vaginalis akan terobliterasi dan menjadi fibrous cord tanpa lumen. Ujung distal dari procesus vaginalis menetap sebagai tunika yang melapisi testis, yang dikenal sebagai tunika vaginalis. Normalnya, region inguinal dan scrotum tidak saling berhubungan dengan abdomen. Organ viscera intraabdominal maupun cairan peritonel seharusnya tidak dapat masuk ke dalam scrotum ataupun canalis inguinalis. Bila procesus vaginalis tidak tertutup, dikenal sebagai persistent patent processus vaginalis peritonei (PPPVP). Bila PPPVP berdiameter kecil dan hanya dapat dilalui oleh cairan, dinamakan sebagai hidrokel komunikan. Bila PPPVP berdiameter besar dan dapat dilalui oleh usus, omentum, atau organ viscera abdomen lainnya, dinamakan sebagai hernia. Banyak teori yang membahas tentang kegagalan penutupan processus vaginalis. Otot polos telah diidentifikasi terdapat pada jaringan PPPVP, dan tidak terdapat pada peritoneum normal. Jumlah otot polos yang ada mungkin berhubungan dengan tingkat patensi processus vaginalis. Sebagai contoh, jumlah otot polos yang lebih besar terdapat pada kantung hernia dibandingkan dengan PPPVP dari hidrokel. Penelitian terus berlanjut untuk menentukan peranan otot polos pada pathogenesis ini.Mekanisme terjadinya PPPVP juga berhubungan dengan adanya peningkatan tekanan intraabdominal. Keadaan apapun yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan intraabdominal dapat menghambat atau menunda proses penutupan processus vaginalis. Keadaan tersebut antara lain batuk kronis (seperti pada TB paru), keadaan yang membuat bayi sering mengedan (seperti feses keras), dan tumor intraabdomen. Keadaan tersebut di atas menyebabkan peningkatan risiko terjadinya PPPVP yang dapat berakibat sebagai hidrokel maupun hernia.

Gambar 2.2 Jenis-jenis HidrokelA.5. Gambaran KlinisPasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi. Pada hidrokel yang terinfeksi atau kulit skrotum yang sangat tebal kadang-kadang sulit melakukan pemeriksaan ini, sehingga harus dibantu dengan pemeriksaan ultrasonografi. Menurut letak kantong hidrokel terhadap testis, secara klinis dibedakan beberapa macam hidrokel, yaitu (1) hidrokel testis, (2) hidrokel funikulus, dan (3) hidrokel komunikan. Pembagian ini penting karena berhubungan dengan metode operasi yang akan dilakukan pada saat melakukan koreksi hidrokel.

ABGambar 2.3. A.Hidrokel komunikans (pada anak), B.Hidrokel non-komunikans (pada dewasa)Pada hidrokel testis, kantong hidrokel seolah-olah mengelilingi testis sehingga testis tak dapat diraba. Pada anamnesis, besarnya kantong hidrokel tidak berubah sepanjang hari.Pada hidrokel funikulus, kantong hidrokel berada di funikulus yaitu terletak di sebelah kranial testis, sehingga pada palpasi, testis dapat diraba dan berada di luar kantong hidrokel. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya tetap sepanjang hari.Pada hidrokel komunikan terdapat hubungan antara prosesus vaginalis dengan rongga peritoneum sehingga prosesus vaginalis dapat terisi cairan peritoneum. Pada anamnesis, kantong hidrokel besarnya dapat berubah-ubah yaitu bertambah besar pada saat anak menangis. Pada palpasi, kantong hidrokel terpisah dari testis dan dapat dimasukkan ke dalam rongga abdomen.

A.6. Pemeriksaan Penunjan1. Transiluminasi Merupakan langkah diagnostik yang paling penting sekiranya menemukan massa skrotum..Dilakukan didalam suatu ruang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi pembesaran skrotum . Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis normal tidak dapat ditembusi sinar. Trasmisi cahaya sebagai bayangan merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti hidrokel .2. UltrasonografiUltrasonografi dapat mengirimkan gelombang suara melewati skrotum dan membantu melihat adanya hernia, kumpulan cairan (hidrokel), vena abnormal (varikokel) dan kemungkinan adanya tumor.

B. Anestesi RegionalB.1. DefinisiAnestesi regional adalah penggunaan obat analgetik lokal untuk menghambat hantaran saraf sensorik, sehingga impuls nyeri dari suatu bagian tubuh diblokir untuk sementara (revesible). Fungsi motorik dapat terpengaruh sebagian atau seluruhnya, akan tetapi pasien tetap dalam keadaan sadar.B.2. Klasifikasi Anestesi RegionalKlasifikasi anestesia/analgasia regional terbagi menjadi 2 bagian yaitu :1) Blok sentral atau blok neuroaksial, yang meliputi blok spinal, epidural, dan kaudal. Tindakan ini merupakan tindakan pada anestesi regional yang sering dikerjakan.2) Blok perifer atau blok saraf, yang meliputi anestesi topikal, infiltrasi lokal, blok lapangan, dan analgesia regional intravena.B.3. Keuntungan dan Kerugian Anestesi Regionala. Keuntungan anestesi regional meliputi:1) Alat yang dibutuhkan tidak banyak dan teknik relatif sederhana, sehingga biaya relatif lebih murah.2) Relatif aman untuk pasien yang tidak puasa (operasi darurat, keadaan lambung penuh) karena penderita sadar.3) Tidak ada komplikasi jalan nafas dan respirasi.4) Tidak ada polusi kamar operasi oleh gas anestesi.5) Perawatan post operasi lebih ringan.b. Kerugian anestesi regional meliputi :1) Tidak semua penderita mau dilakukan anestesi secara regional.2) Membutuhkan kerjasama pasien yang kooperatif.3) Sulit diterapkan pada anak-anak.4) Tidak semua ahli bedah menyukai anestesi regional.5) Terdapat kemungkinan kegagalan pada teknik anestesi regional.B.4 Persiapan PreoperatifPersiapan anestesi regional sama dengan persiapan anestesi umum karena untuk mengantisipasi terjadinya reaksi toksik sistemik yang bisa berakibat fatal, perlu persiapan resusitasi. Misalnya: obat anestesi spinal/epidural masuk ke pembuluh darah kolaps kardiovaskular sampai cardiac arrest. Selain itu, juga untuk mengantisipasi terjadinya kegagalan, sehingga operasi bisa dilanjutkan dengan anestesi umum. Yang biasa dilakukan pada persiapan preoperative ialah :a. Kunjungan preoperative dilakukan untuk menilai keadaan umum pasien dan menjelaskan prosedur yang akan dilakukanb. Penderita dengan operasi elektif dipuasakan 6 jamc. PremedikasiBerguna untuk menenangkan pasien, misalnya pethidin 1 mg/kg BB, atau midazolam 0,07-0,1 mg/kg IV. Premedikasi juga dapat diberikan secara oral.B.5 Pengawasan Pada Analgesia RegionalPada pemberian analgesia regional ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam pengawasan selama anestesi regional itu berjalan yaitu meliputi :a. Pengawasan fungsi vital pasien (tensi, nadi diukur berkala).b. Perhatikan tempat-tempat yang tetekan (pressure points), harus diberi alas yang lunak.c. Jarum sayap (wing needle) atau sebaiknya infus harus selalu dipasang untuk memberi obat darurat atau cairan secara cepat.B.6 Obat Analgetik LokalAnalgetik lokal ialah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade saluran natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsangan transmisi sepanjang saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifer. Anestetik lokal setelah keluar dari saraf diikuti oleh pulihnya konduksi saraf secara spontan dan lengkap tanpa diikuti kerusakan struktur saraf. Obat-obat anestesi lokal yang digunakan pada pembedahan harus memenuhi syarat-syarat yaitu blokade sensorik dan motorik yang adekuat, mula kerja yang cepat, tidak neurotoksik, dan pemulihan blokade motorik yang cepat pascaoperasi sehingga mobilisasi lebih cepat dapat dilakukan dan risiko toksisitas sistemik yang rendah.Obat anestesi lokal adalah suatu senyawa amino organik atau gabungan alkaloid larut lemak dan garam larut air. Rumus bangun terdiri dari bagian kepala cincin aromatik tak jenuh bersifat lipofilik, bagian badan cincin hidrokarbon sebagai penghubung, bagian ekor amino tersier bersifat hidrofilik. Bagian aromatik mempengaruhi kelarutan dalam air dan rantai penghubung menentukan jalur metabolisme obat anestetik lokal11. Struktur umum dari obat anestetik lokal tersebut mencerminkan orientasi dari tempat bekerja yaitu membran sel saraf. Jika dilihat susunan dari membran sel saraf yang terdiri dari dua lapisan lemak dan satu lapisan protein di luar dan dalam, maka struktur obat anestetik lokal gugus hidrofilik berguna untuk transport ke sel saraf sedangkan gugus lipofilik berguna untuk migrasi ke dalam sel saraf.Obat anestesi lokal yang digunakan dibagi ke dalam dua macam, yakni golongan ester seperti kokain, benzokain, prokain, kloroprokain, ametokain, tetrakain dan golongan amida seperti lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain, etidokain, dibukain, ropivakain, levobupivakain. Perbedaannya terletak pada kestabilan struktur kimia. Golongan ester mudah dihidrolisis dan tidak stabil dalam cairan, sedangkan golongan amida lebih stabil. Golongan ester dihidrolisa dalam plasma oleh enzim pseudo-kolinesterase dan golongan amida dimetabolisme di hati. Di Indonesia golongan ester yang paling banyak digunakan ialah prokain, sedangkan golongan amida tersering ialah lidokain dan bupivakain.a. Lama KerjaLama kerja obat anestetik lokal dipengaruhi oleh :(1) kelarutan dalam lemak, obat dengan kelarutan dalam lemak yang tinggi akan memiliki kerja lebih panjang sebab lebih lambat dikeluarkan dari sirkulasi darah .(2) Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja, obat dengan kelarutan lemak yang tinggi juga mempunyai ikatan protein plasma yang tinggi terutama terhadap alfa-1 asam glikoprotein dan sedikit terhadap albumin, sebagai konsekuensinya eliminasi memanjang. (3) Potensi dan lama kerja anestesi spinal berhubungan dengan sifat individual obat anestesi dan ditentukan oleh kecepatan absorpsi sistemik, sehingga semakin tinggi tingkat daya ikat protein pada reseptor, semakin panjang lama kerja anestesi spinal tersebut. Potensi dan lama kerja dapat ditingkatkan dengan meningkatkan konsentrasi dan dosis. Potensi yang kuat berhubungan dengan tingginya kelarutan dalam lemak, karena hal ini akan memungkinkan kelarutan dan memudahkan obat anestesi regional.Pemilihan obat lokal anestesi yang akan digunakan pada umumnya berdasar pada perkiraan durasi dari pembedahan yang akan dilakukan dan kebutuhan pasien untuk segera pulih dan mobilisasi.Tabel 2.1. Perbandingan golongan ester dan golongan amida KlasifikasiPotensiMula kerjaLama kerjaToksisitas

Ester

Prokain1 (rendah)Cepat45-60Rendah

Kloroprokain3-4 (tinggi)Sangat cepat30-45Sangat rendah

Tetrakain8-16 (tinggi)Lambat60-180Sedang

Amida

Lidokain1-2 (sedang)Cepat60-120Sedang

Etidokain4-8 (tinggi)Lambat240-480Sedang

Prilokain1-8 (rendah)Lambat60-120Sedang

Mepivakain1-5 (sedang)Sedang90-180Tinggi

Bupivakain4-8 (tinggi)Lambat240-480Rendah

Ropivakain 4 (tinggi)Lambat240-480Rendah

Levobupivakain4 (tinggi)Lambat240-480

Tabel 2.2. Sifat beberapa anestetik lokal amida AgenWaktu-Paruh Distribusi (menit)Eliminasi t1/2 (jam)Vdss (L)B (L/menit)

Bupivakain283,5720,47

Lidokain101,6910,95

Mepivakain71,9840,78

Prilokain51,52612,84

Ropivakain234,2470,44

B= bersihan, Vdss= volume distribusi pada keadaan stabil

b. Beberapa anestetik lokal yang sering digunakan1) KokainHanya dijumpai dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan nafas atas dengan lama kerja 20-30 menit.2) ProkainDigunakan untuk infiltrasi dengan konsentrasi 0,25-0,5%, penggunaan untuk blok saraf degan konsentrasi 1-2%. Dosis 15 mg/kgBB dan lama kerja 30-60 menit.3) LidokainKonsentrasi efektif minimal 0,25%, penggunaan infiltrasi mula kerja 10 menit dan relaksasi otot cukup baik. Lama kerja sekkitar 1-1,5 jam tergantung konsentrasi larutan. Larutan standar 1 atau 1,5% untuk blok perifer. 0,25%-0,5% ditambah adrenalin 200.000 untuk infiltrasi, 0,5% untuk blok sensorik tanpa blok motorik, 1,0% untuk blok motorik dan sensorik, 2,0% untuk blok motorik pasien berotot, 4,0% atau 10% untuk topikal semprot faring-laring (pump spray), 5,0% unutk jeli yang dioleskan pada pipa trakea, 5,0% lidokain dicampur 5,0% prilokain untuk topikal kulit, 5,0% hiperbarik untuk analgesia intratekal (subarakhnoid).4) BupivakainKonsentrasi efektif minimal 0,125%, mula kerja lebih lambat dibanding lidokain tetapi lama kerja sampai 8 jam. Setelah suntikan kaudal epidural, atau infiltrasi, kadar plasma puncak dicapai dalam 45 menit, kemudian menurun perlahan-lahan dalam 3-8 jam. Untuk anestesia spinal 0,5% volum antara 2-4 ml iso atau hiperbarik. Untuk blok sensorik epidural 0,375% dan pembedahan 0,75%.B.7 Komplikasi pada Obat AnalgesikObat analgetik lokal, melewati dosis tertentu merupakan zat toksik, sehingga untuk tiap jenis obat analgetik lokal dicantumkan dosis maksimumnya. Komplikasi dapat bersifat lokal atau sistemik. Contoh dosis maksimum yang dianjurkan (dewasa 70kg) dapat dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini. Tabel 2.3. Dosis maksimum obat analgetik lokal yang dianjurkanObatDosis Maksimum yang Dianjurkan

Bupivakain tanpa adrenalin150mg

Bupivakain dengan adrenalin150mg

Lignokain tanpa adrenalin200mg

Lignokain dengan adrenalin500mg

Prilokain tanpa adrenalin400mg

Prilokain dengan adrenalin600mg

1) Komplikasi local yan terjadi :(a) Terjadi pada tempat suntikan berupa edema, abses, nekrotik, ganggren.(b) Komplikasi infeksi hampir selalu disebabkan kelalaian tindakan asepsis dan antisepsis(c) Iskemia jaringan dan nekrosis karena penambahan vasokonstriktor yang disuntikkan pada daerah dengan arteri buntu.2) Komplikasi sistemik yang terjadi :1) Manifestasi klinik umumnya berupa reaksi neurologis dan kardiovaskuler.2) Pengaruh pada kortex cerebri dan pusat yang lebih tinggi adalah berupa perangsangan, sedangkan pengaruh pada pons dan pada batang otak berupa depresi.3) Pengaruh kardiovaskuler adalah berupa penurunan tekanan darah dan depresi miokardium serta gangguan hantaran listrik jantung.Jika terjadi reaksi toksik terhadap obat analgetik lokal seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat beberapa cara penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu, sebagai berikut: 1) Hal yang paling utama adalah menjamin oksigenasi adekuat dengan pernafasan buatan dengan oksigen.2) Tremor atau kejang diatasi dengan dosis kecil short acting barbiturate seperti pentothal(50-150mg) atau dengan diazepam (valium) 5-10mg IV/ Midazolam 0.07-0.1mg/kgbb IV .3) Depresi sirkulasi diatasi dengan pemberian vasopressor secara bolus dilanjutkan dengan drip dalam infuse (ephedrine, aramin, noradrenalin, dopamine). 4) Bila dicurigai ada henti jantung resusitasi jantung paru harus segera dilakukan.C. Anestesi SpinalC.1 Definisi Anesti SpinalPemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarakhnoid. Anestesi spinal diperoleh dengan cara menyuntikkan anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid. Penyuntikkan anestetik lokal dilakukan di region antara lumbal 2 dan 3, lumbal 3 dan 4, lumbal 4 dan 5 dengan tujuan untuk mendapatkan blokade sensorik, relaksasi otot rangka dan blokade saraf simpatis.Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik akan menembus kutis subkutis lig. Supraspinosum lig. Interspinosum lig. Flavum ruang epidural durameter ruang subarachnoid. Medula spinalis berada didalam kanalis spinalis dikelilingi oleh cairan serebrospinal, dibungkus oleh meningens yang terdiri dari duramater, lemak dan pleksus venosus. Pada dewasa berakhir setinggi L1, pada anak L2 dan pada bayi L3. Oleh karena itu, anestesi spinal dilakukan ruang sub arachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau L4-L5.C.2 Indikasi Anestesi SpinalPenggunaan atau indikasi digunakannya anestesi spinal dapat dilakukan pada keadaan seperti bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum perineum, bedah obstetrik-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringan.Anestesi ini dilakukan untuk pembedahan, daerah tubuh yang dipersarafi cabang T4 ke bawah (daerah pailla mammae ke bawah). Anestesi ini juga digunakan pada keadaan khusus seperti bedah endoskopi, urologi, bedah rektum, perbaikan fraktur tulang panggul, bedah obstetrik dan bedah anak. Anestesi spinal pada bayi dan anak kecil dilakukan setelah bayi ditidurkan dengan anestesi umum.C.3 Kontra Indikasi Anestesi SpinalMetode anestesi spinal memiliki beberapa kontra indikasi baik absolut amupun relatif diantaranya :Kontra indikasi absolut:(1) Pasien menolak(2) Infeksi pada tempat suntikan(3) Hipovolemia berat (syok), sebagai aibat kehilangan darah atau dehidrasi. Pasien-pasien semacam ini cenderung mengalami penurunan curah jantung yang berat karena hilangnya respons vasokonstriksi kompensatorik(4) Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan(5) Tekanan intrakranial meningkat(6) Fasilitas resusitasi minimKontraindikasi relatif:(1) Infeksi sistemik(2) Kelainan neurologis(3) Kelainan psikis(4) Lamanya waktu pembedahan (5) Penyakit jantung(6) Hipovolemia ringan(7) Nyeri punggung kronikC.4 Peralatan Anestesi SpinalPeralatan yang digunakan pada anestesi spinal antara lain :1) Peralatan monitor: tekanan darah, nadi, saturasi oksigen, dll.2) Peralatan resusitasi3) Jarum spinalJarum spinal dengan ujung tajam (ujung bambu runcing/quinckebacock) atau jarum spinal dengan ujung pinsil (pencil point whitecare).

Gambar 2.4. Jenis Jarum Spinal, (A) Jarum pinsil (whitecare), (B) Jarum tajam (Quincke-Babcock)Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan ukuran 16G sampai dengan 30G. Pada saat ini di pasaran hanya ada 23G sampai dengan 29G. Ujung pensil banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pasca penyuntikan spinal. Pilihan terbaik untuk sekarang ini adalah 26E ujung pensil.C.5 Teknik Anestesi SpinalPosisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.1) Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.2) Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau di atasnya berisiko trauma terhadap medula spinalis.3) Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol. 4) Beri anestesi lokal pada tempat tusukan, misalnya dengan lidokain 1-2% sebanyak 2-3 ml.

Gambar 2.5 Posisi Pasien pada Anestesi Spinal, (A) Posisi Duduk dan (B) Posisi Lateral Dekubitus5) Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10 cc. Tusukkan introduser sedalam kira-kira 2 cm agak sedikit ke arah sefal, kemudian masukkan jarum spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam (Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada posisi tidur miring bevel mengarah ke atas atau ke bawah, untuk menghindari kebocoran likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90 biasanya likuor keluar. Untuk analgesia spinal secara kontinyu dapat dimasukan kateter.6) Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir) dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit ligamentum flavum dewasa 6cm .

Gambar 2.6. Tusukan Jarum pada Anestesi Spinal

C.6 Faktor yang Mempengaruhi Blok Analgesia Spinal1). Volume obat analgetik lokal: makin besar makin tinggi daerah analgesi2). Konsentrasi obat makin pekat makin tinggi batas daerah analgetik.3). Barbotase: penyuntikan dan aspirasi berulang-ulang meninggikan batas daerah analgetik4). Kecepatan: Penyuntikan yang cepat menghasilkan batas analgesia yang tinggi. Kecepatan penyuntikan yang dianjurkan: 3 detik untuk 1 ml larutan.5). Manuver valsaava: mengejan meninggikan tekanan likuor serebrospinalis dengan akibat batas analgesia bertambah tinggi.6). Tempat pungsi: pengaruhnya besar, pada L4-5 obat hiperbarik cenderung berkumpul ke kaudal (saddle block) pungsi L2-3 atau L3-4 obat lebih mudah menyebar ke kranial.7). Berat jenis larutan: hiper, iso-atau hipobarik.8). Tekanan abdominal yang meninggi dengan dosis yang sama didapat batas analgesia yang lebih tinggi9). Tinggi pasien:makin tinggi makin panjang kolumna vertebralis, makin besar dosis yang diperlukan. (Berat badan tidak berpengaruh untuk dosis obat).10). Waktu: Setelah 15 menit dari saat penyuntikan, umumnya larutan analgetik sudah menetap (tidak berubah) sehingga batas analgesia tidak dapat diubah lagi dengan mengubah posisi pasien.C.3 Komplikasi Tindakan Anestesi Spinal1) Komplikasi Sirkulasi Hipotensi terjadi karena vasodilatasi, akibat blok simpatis, makin tinggi blok makin berat hipotensi.Pencegahan hipotensi dilakukan dengan memberikan infus cairan kristaloid (NaCl, Ringer Laktat dsb) secara cepat sebanyak 10-15 ml /kgb BB dalam 10 menit segera setelah penyuntikan analgesia spinal). Bila dengan cairan nfus cepat tersebut masih terjadi hipotensi harus diobati dengan vasopressor seperti efedrin intravena sebanyak 10 mg diulang tiap 3-4 menit sampai tercapai tekanan darah yang dikehendaki. (sebaiknya penurunan tidak lebih dari 10-15 mm Hg dari tekanan darah awal).Bradikardia dapat terjadi, karena aliran darah balik berkurang, atau karena blok simpatis T1-4 dapat dengan pemberian sulfas atropine 1/88-1/4 mg intra vena.2) Komplikasi Respirasia) Analisa gas darah cukup memuaskan pada blok spinal tinggi, bila fungsi paru-paru normalb) Penderita PPOM/COPD (penyakit paru-paru obstruktir menahun), merupakan kontraindikasi untuk blok spinal tinggi.c) Apnea: dapat disebabkan karena blok spinal yang lebih tinggi atau karena hipotensi berat dan iskemia medullad) Kesulitan bicara, batuk kering yang persisten, sesak nafas, merupakan tanda-tanda tidak adekuat adekuatnya pernafasan yang perlu segera ditangani dengan oksigen dan nafasa buatan.3) Komplikasi Gastrointestinal Nausea dan muntah, karena hipotensi, hipoksia, tonus parasimpatis berlebihan, pemakaian obat narkotik, reflek karena traksi pada traktus gastrointestinal serta komplikasi kemudian (delayed), pusing, kepala pasaca pungsi lumbal (post lumbal puncture headache), merupakan nyeri kepala dengan ciri khas: terasa lebih berat pada perubahan posisi dari tidur ke posisi tegak/duduk. Mulai terasa 24-48 jam pasca pungsi lumbal, dengan kekerapan yang bervariasi (kurang dari 10% dengan jarum no.22). pada usia tua lebih jarang, dan pada kehamilan meningkat.4) Komplikasi Pasca Tindakana) Nyeri tempat suntikanb) Nyeri punggungc) Nyeri kepala karena kebocoran likuord) Retensio urinee) Meningitis

2