9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MASALAH SOSIAL
2.1.1 Pengertian Masalah Sosial
Masalah Sosial adalah suatu yang ketidak sesuaian antara unsur-
unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan
kelompok sosial. Atau menghambat terpenuhnya keinginan-keinginan
pokok warga kelompok sosial tersebut, sehingga menyebabkan
kepincangan ikatan sosial. Permasalahan sosial dibedakan menjadi dua
macam yaitu antara masalah masyarakat (scientific or societal problems
) dengan problema sosial (amelioratavie or social problems ). Yang
pertama tentang menyangkut analisis tentang macam-macam gejala
kehidupan masyarakat.
a. Sedangkan yang kedua meneliti gejala-gejala abnormal masyarakat
dengan maksud untuk memperbaiki atau bahkan untuk
menghilangkanya. Pada dasarnya, masalah sosial menyangkut nilai-
nilai sosial dan moral. Masalah tersebut merupakan persoalan, karena
menyangkut tata kelakukan yang immoral, berlawanan dengan hukum
dan bersifat merusak. Sebab itu masalah–masalah sosial tak akan
mungkin tanpa mempertimbangkan ukuran-ukuran masyarakat
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.
(Soekanto Soerjono,1990:401).
10
2.1.2 Sebab-sebab terjadinya Masalah Sosial
b. Masalah sosial timbul dari kekurangan-kekurangan dalam diri manusia
atau kelompok sosail yang bersumber pada faktor-faktor ekonomis,
biologis, biopsikologis dan kebudayaan.setiapa masyarakat
mempunyai norma yang bersangkut-paut dengan kesejahteraan,
kebendaan, kesehatan fisik, kesehatan mental, serta penyusaain diri
indivindu atau kelompok sosial. Penyimpangan-penyimpangan
terhadap norma-norma tersebut merupakan gejala abnormal yang
merupakan masalah sosial.( Soekanto Soerjono,1990:401).
2.1.3 Macam-Macam Masalah Sosial
c. Masalah sosial dianggap sebagai masalah masyrakat tergantung dari
sistem nilai sosial masyarkat terserbut adapun beberapa masalah sosial
yang di hadapi masyarakt-masyarakat pada umumnya sama yaitu :
(Soekanto Soerjono,1990:416).
Kemiskinan
Kejabatan
Disorganisasi Keluarga
Masalah Generasi Muda dalam Masyarakat Modern
Peperangan
Pelanggaran Terhadap Norma-norma Masyarakat
Masalah Kpendudukan
Masalah Lingkungan Hidup
Birokrasi
11
A Kemiskinan diartikan sebagai sesuatu keadaan di mana seseorang tidak
sanngup untuk memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan
kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun
fisiknya dalam kelompok tersebut.(Soekanto Soerjono,1990:406).
B Peperangan mukin merupakan masalah sosial paling sulit dipecahkan
sepanjang sejarah kehidupan manusia. Masalah peperangan berbeda
dengan masalah sosial lainnya karena menyangkut beberapa masyarakat
sekaligus,sehingga memerlukan kerja sama internasional yang hingga kini
belum berkembang dengan baik.(Soekanto Soerjono,1990:416).
C Kelaparan adalah suatu kondisi di mana tubuh masih membutuhkan
makanan, kelaparan salah satu bentuk ekstrem dari nafsu makan normal.
Istilah ini umumnya digunakan untuk merujuk kepada kondisi kekurangan
gizi yang dialami sekelompok orang dalam jumlah besar untuk jangka
waktu yang relatif lama, biasanya karena kemiskinan, konflik politik,
maupun kekeringan cuaca. (http://id.wikipedia.org/wiki/Kelaparan)
2.2 Komunikasi Massa
Secara etimologis atau menurut asal katanya, istilah komunikasi berasal
dari bahasa latin communicatio, dan perkataan ini bersumber pada kata
communis yang berarti sama. Sedangkan secara paradigmatis komunikasi
adalah proses penyampaian suatu pesan oleh seseorang kepada orang lain
untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku,
baik langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media (Effendy,
1992:5).
12
Komunikasi tidak berlangsung dalam ruang hampa-sosial, melainkan
dalam konteks atau situasi tertentu. Kategori berdasarkan tingkat (level)
paling lazim digunakan untuk melihat konteks komunikasi, dimulai dari
komunikasi yang melibatkan jumlah peserta komunikasi paling sedikit hingga
komunikasi yang melibatkan jumlah peserta paling banyak. Terdapat tingkat
komunikasi yang disepakati banyak pakar, yaitu (Mulyana,2007 : 80) :
1. Komunikasi Intrapribadi (intrapersonal communication) adalah
komunikasi dengan diri-sendiri. Contohnya berpikir. Komunikasi ini
merupakan landasan komunikasi antarpribadi dan komunikasi dalam
konteks-konteks lainnya.
2. Komunikasi Antarpribadi (interpersonal communication) adalah
kominkasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang
memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal.
3. Komunikasi Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai
tujuan bersama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai
tujuan bersama (adanya saling kebergantungan), mengenal satu sama
lainnya, dan memandang mereka sebagai bagian dari kelompok
tersebut.
4. Komunikasi Public (public communication) adalah komunikasi antara
seorang pembicara dengan sejumlah besar orang (khalayak), yang
tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga
disebut pidato, ceramah, atau kuliah umum.
13
5. Komunikasi Organisasi (organizational communication) terjadi dalam
suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung
dalam jaringan yang lebih besar daripada komunikasi kelompok.
6. Komunikasi Massa (mass communication) adalah komunikasi yang
menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau
elektronik (radio, televise), berbiaya relative mahal, yang dikelola
oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan
kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonym,
dan heterogen.
2.2.1 Pengertian Komunikasi Massa
Komunikasi massa berasal dari perkembangan kata media of mass
communication (media komunikasi massa). Nurudin (2007, 11-12)
Josep A. Devito mengemukakan : Pertama, komunikasi massa adalah
komunukasi yang ditujukan kepada massa, kepada khalayak yang luar
biasa banyaknya. Kedua, komunikasi massa adalah komunukasi yang
disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau visual.
2.2.2 Ciri – ciri Komunikasi Massa
Ciri–ciri komunikasi massa yang diungkapkan Nurudin dalam
bukunya pengantar Komunikasi Massa (Nurudin, 2007:19) yaitu:
1. Komunikator dalam komunikasi massa melembaga.
Artinya, gabungan antarberbagai macam unsur dan bekerja satu
sama lain dalam sebuah lembaga
14
2. Komunikan dalam komunikasi massa bersifat hiterogen.
Artinya, penonton televisi beragam pendidikan, umur, jenis
kelamin, status sosial ekonomi, memiliki jabatan yang beragam,
memiliki agama atau kepercayaan yang tidak sama pula, namun
mereka adalah komunikan televisi
3. Pesannya bersifat umum.
Pesan-pesan dalam komunikasi massa tidak ditujukan kepada satu
orang atau satu kelompok msyarakat tertentu, pesannya ditujukan
pada khalayak yang plural
4. Komunikasinya berlangsung satu arah.
Jadi,komunikasi yang hanya berjalan satu arah akan memberi
konsekuensi umpan balik (feedback) yang sifatnya tertunda atau
tidak langsung (delayed feedback).
5. Komunikasi massa menimbulkan keserempakan.
Dalam komunikasi massa ada keserempakan dalam proses
penyebaran pesan-pesannya, serempak berarti khalayak bisa
menikmati media massa tersebut hampir bersamaan.
6. Komunikasi massa mengandalkan peralatan teknis.
Media massa sebagai alat utama dalam menyampaikan pesan
kepada khalayaknya sangat membutuhkan bantuan peralatan
teknis, yang dimaksud misalnya pemancar untuk media elektronik
(mekanik atau elektronik).
7. Komunikasi massa dikontrol oleh Gatekeeper.
15
Gatekeeper sering disebut dengan penapis informasi/ palang pintu/
penjaga gawang adalah orang yang sangat berperan dalam
penyebaran informasi melalui media massa. Gatekeeper ini
berfungsi sebagai orang yang ikut menambah atau mengurangi,
menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang
disebarkan lebih mudah dipahami.
2.2.3 Fungsi Komunikasi Massa
Fungsi komunikasi massa menurut Jay Black dan Federick C.
Whitney: yangdikutip oleh Nurudin (2007:64), antara lain:
1. To inform (menginformasikan).
Fungsi informasi merupakan fungsi paling penting yang terdapat
dalam komunikasi massa. Komponen paling penting untuk
mengetahui fungsi informasi ini adalah berita-berita yang
disajikan. Iklan pun dalam beberapa hal memiliki fungsi
memberikan informasi disamping fungsi-fungsi yang lain.
2. To entertaint (memberi hiburan).
Fungsi hiburan untuk media elektronik menduduki posisi yang
paling tinggi dibandingkan dengan fungsi-fungsi lain. Setelah
kelelahan dengan aktivitas masing-masing, ketika waktu istirahat
kemungkinan besar mereka menjadikan film sebagai media hiburan
sekaligus sarana untuk berkumpul bersama keluarga.
3. To persuade (membujuk).
Fungsi mempengaruhi dari media massa secara implisit terdapat
pada editorial, features, iklan, artikel. Khalayak dapat terpengaruh
16
oleh iklan yang ditayangkan televisi. Fungsi persuasif komunikasi
massa tidak kalah penting dengan fungsi informasi dan hiburan.
Banyak bentuk tulisan, film, berita yang kalau diperhatikan sekilas
hanya berupa informasi, tetapi jika diperhatikan secara jeli ternyata
terdapat fungsi persuasi.
4. Transmission of the culture (transmisi budaya).
Transmisi budaya merupakan salah satu fungsi komunikasi massa
yang paling luas, meskipun paling sedikit dibicarakan. Transmisi
budaya tidak dapat dielakan selalu hadir dalam berbagai bentuk
komunikasi yang mempunyai dampak penerimaan individu.
5. Mendorong kohesi social.
Kohesi yang dimaksud disini adalah penyatuan. Artinya, media
massa mendorong masyarakat untuk bersatu. Dengan kata lain,
media massa merangsang masyarakat untuk memikiirkan dirinya
bahwa bercerai-berai bukan keadaan yang baik bagi kehidupan
mereka.
6. Pengawasan.
Bagi Laswell, komunikasi massa mempunyai fungsi pengawasan.
Artinya, menunjuk pada pengumpulan dan penyebaran informasi
mengenai kejadian-kejadian yang ada di sekitar kita. Fungsi
pengawasan dibagi menjadi 2, yakni warning or beware
surveillance atau pengawasan peringatan dan instrumental
surveillance atau pengawasan instrumental.
7. Korelasi.
17
Fungsi korelasi yang dimaksud adalah fungsi yang menghubungkan
bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya.
Erat kaitannya dengan fungsi ini adalah peran media massa sebagai
penghhubung antara berbagai komponen masyarakat.
8. Pewarisan sosial
Dalam hal ini media massa berfungsi sebagai seorang pendidik,
baik yang menyangkut pendididkan formal maupun informal yang
mencoba meneruskan atau mewariskan suatu ilmu pengetahuan,
nilai, norma, pranata, dan etika dari satu generasi ke generasi
berikutnya.
9. Melawan kekuasaan dan kekuatan represif.
Dalam kurun waktu lama, komunikasi massa dipahami secara linier
memerankan fungsi fungsi klasik seperti yang diungkapkan
sebelumnya. Hal yang dilupakan banyak orang adalah bahwa
komunikasi massa bisa menjadi sebuah alat untuk melawan
kekuasaan represif. Komunikasi massa berperan memberikan
informasi, tettapi informasi yang diungkapkannya ternyata
mempunyai motif-motif tertentu untuk melawan kemapanan.
Memang diakui bahwa komunikasi massa juga berperan untuk
memperkuat kekuasaan, tetpai juga bisa sebaliknya.
10. Menggugat hubungan trikotomi.
Hubungan trikotomi adalah hubungan yang bertolak belakang
antara tiga pihak. Dalam hal kajian komunikasi hubungan trikotomi
melibatkan pemerintah, pers, dan masyarakat. Ketiga pihak ini
18
dianggap tidak pernah mencapai sepakat karena perbedaan
kepentingan masing-masing pihak. Hubungan trikotomi tersebut
tidak demokratis. Di sinilah komunikasi massa memiliki tugas
penting untuk mengubah hubungan trikotomi yang tidak adil
tersebut.
2.3 Media Massa
Pusat dari studi mengenai komunikasi massa adalah media. Media
adalah organisasi yang menyebarkan informasi yang berupa produk budaya
atau pesan yang mempengaruhi dan mencerminkan budaya dalam
masyarakat. Media juga diartikan alat yang digunakan oleh komunikator
untuk menyampaikan, meneruskan atau menyebarkan pesannya agar dapat
sampai kepada komunikan (khalayak).
Media massa menurut Kuswandi (1996 :110) adalah: “Sarana
komunikasi dalam kehidupan manusia yang memunyai kemampuan untuk
mengungkapkan aspirasi antar manusia secara universal berbagai isi
pesan.” Cangara (1998:122) menjelaskan tentang definisi media, yakni :
“Media massa adalah alat yang di gunakan dalam penyampaian pesan dari
sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat
komunikasi mekanis seperti surat kabar, televisi, radio dan film.”
Media tersebut sangatlah banyak ragam dan bentuknya. Media
massa terbagi menjadi dua seperti yang dikatakan Kuswandi (1996: 98)
yaitu:
1. Media massa cetak : surat kabar, majalah, dll.
2. Media elektronik : radio, televisi, film.
19
Penjelasan di atas sudah jelas bahwa media massa berfungsi sebagai
media informasi, mendidik, menghibur, serta mempengaruhi khalayak
dalam berbagai kehidupan sehari-hari masyarakat.
Pesan pada komunikasi massa sudah pasti mempunyai efek yang
sangat signifikan pada masyarakat luas. Beberapa efek pesan komunikasi
massa menurut Ardianto (2007: 52-57) yaitu: a) Efek Kognitif; b) Efek
Afektif; c) Efek Behavorial.
Efek kognirtif yaitu efek yang timbul pada diri komunikan yang
sifatnya informatif bagi dirinya. Efek afektif ini berpengaruh lebih tinggi
dari efek kognitif. Tujuan dari komunikasi massa bukan hanya sekedar
memberitahu khalayak tentang sesuatu, tetapi lebih dari itu, khalayak
diharpakan dapat merasakn perasaan ibu, terharu, sedih, gembira, marah,
dan sebagainya. Efek behavorial merupakan akibat yang timbul pada diri
khalayak dalam bentuk perlaku, tindakan atau kegiatan.
2.4 Film
2.4.1 Pengertian Film
Film merupakan media campuran dari media audio dan visual,
karena film merupakan medium audio visual, suarapun mengambil
peranan di dalamnya, apakah itu suara manusia (dialog, monolog),
suara music atau hanya sound effect. Suara manusia tentu karena
pelaku-pelaku film adalah manusia.Sedangkan music dibutuhkan untuk
memperkuat irama film (Eneste, 1991).
20
Berbagai teknologi dan unsur-unsur kesenian digabungkan
dalam pembuatan film seperti seni rupa, teater, sastra, arsitektur hingga
music. Film pertama kali lahir di pertengahan kedua abad 19, dibuat
dengan bahan dasar seluloid yang sangat mudah terbakar bahkan oleh
percikan rokok sekalipun.Sejalan dengan waktu, para ahli berlomba-
lomba untuk menyempurnakan film agar lebih aman, lebih mudah
diproduksi dan enak ditonton (Effendy, 2014: 10).
Di zaman sekarang ini, film merupakan salah satu hiburan yang
dapat diakses dengan mudah. Masyarakat sudah tidak asing lagi
menonton film, baik di televise, bioskop, maupun melalui media-media
tradisional seperti layar tancap. Masyarakat bisa setiap hari menonton
film lebih dari satu judul film, ini dikarenakan kecanggihan teknologi
sudah semakin maju.Berbagai macam film sudah beredar di
masyarakat, dari mulai film documenter yang berkaitan dengan sejarah,
hingga film-film animasi untuk anak-anak, tinggal bagaimana
masyarakat bisa memilih tontonan film yang sesuai dengan seleranya.
Dalam Undang-Undang No. 08 tahun 1992 dan Rancangan
Undang-undang yang disusun oleh BP2N (Badan Penyehatan Perfilman
Nasional). Film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan
media komunikasi audio visual yang dibuat berdasarkan asa
sinematografi yang direkam pada pita seluloid, pita video dan atau
bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis dan
ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik atau proses lainnya,
dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau
21
ditayangkan dengan system proyeksi mekanik, elektronik, dan system
lainnya.
2.4.2 Film Sebagai Media Komunikasi
Sebelum membahas film sebagai media komunikasi massa, kita
harus mengetahui terlebih dahulu apa itu komunikasi massa.
Komunikaasi massa adalah proses penciptaan makna bersama antara
media massa dan khalayaknya. (Baran, 2012: 7). Film dikatakan
sebagai media komunikasi massa karena merupakan bentuk komunikasi
yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan
komunikator dan komunikan secara massal, dalam arti berjumlah
banyak, tersebar dimana-mana, khalayaknya heterogen dan anonym,
dan menimbulkan efek tertentu.
Film mampu menjangkau populasi dalam jumlah besar dengan
cepat, bahkan di wilayah pedesaan. Sebagai media massa, film
merupakan bagian dari respon terhadap penemuan waktu luang, waktu
libur dari kerja, dan jawaban atas tuntutan untuk cara menghabiskan
waktu luang keluarga yang sifatnya terjangkau (Mcquail, 2011).
Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh
terhadap massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio
visual, yaitu gambar dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara,
film mampu bercerita banyak dalam waktu singkat. Pesan film sebagai
media komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi
film tersebut. Akan tetapi, umumnya sebuah film dapat mencakup
berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi.
22
Film pertama kali dibuat di Indonesia pada tahun 1927 bukan
oleh orang Indonesia, tetapi oleh orang kulit putih yang bernama F.
Carli dan Kruger yang awalnya sibuk dengan alat-alat fotografi,
kemudian tertarik membuat film di Bandung (Said, 1991: 17). Dewasa
ini terdapat berbagai ragam film, meskipun cara pendekatannya
berbeda-beda, semua film dapat dikatakan mempunyai satu sasaran,
yaitu menarik perhatian orang terhadap muatan-muatan masalah yang
dikandung. Selain itu, film dapat dirancang untuk melayani keperluan
publik terbatas maupun publik seluas-luasnya.
Pada dasaranya film dapat dikelompokkan ke dalam dua
pembagian dasar, yaitu kategori film cerita dan non cerita. Pendapat
lain menggolongkan menjadi film fiksi dan non fiksi. Film cerita adalah
film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang, dan dimainkan
oleh aktor dan aktris.Pada dasarnya film cerita bersifat komersial,
artinya dipertunjukkan di bioskop dengan harga karcis tertentu atau
diputar di televisi dengan dukungan sponsor iklan tertentu.Film non
cerita adalah film yang mengambil kenyataan sebagai subyeknya, yaitu
merekam kenyataan yang terjadi dalam kehidupan manusia tanpa
adanya rekayasa.
Dalam perkembangannya, film cerita dan non cerita saling
mempengaruhi dan melahirkan berbagai jenis film yang memiliki ciri,
gaya dan corak masing-masing. Film cerita agar tetap diminati
penonton harus tanggap terhadap perkembangan zaman, artinya
ceritanya harus lebih baik, penggarapannya harus professional dengan
23
teknik penyuntingan yang semakin canggih sehingga penonton tidak
merasa dibohongi dengan trik-trik tertentu bahkan seolah-olah justru
penonton yang menjadi aktor/aktris di film tersebut.
Dalam pembuatan film cerita diperlukan proses pemikiran dan
proses teknis, yaitu berupa pencarian ide, gagasan atau cerita yang
digarap, sedangkan proses teknis berupa keterampilan untuk
mewujudkan segala ide, gagasan atau cerita menjadi film yang siap
ditonton.
2.4.3 Film Sebagai Media Massa
Film sebagai media massa yang merupakan sebuah bentuk
seni selain bertujuan untuk dinikmati, juga merupakan media yang
efektif penyadaran terhadap masyarakat. Budiono (2004:21) dalam
Menafsir Buruan Cium Gue mengemukakan bahwa” Film adalah
mredia komunikasi seseorang atau sekelompok orng yang bermaksud
menyampaikan pesan dan makna tertentu kepada para penonton melalui
rrangkaian gambar atau dasar skenario”.
Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen
sosial, hingga membuat para ahli sepakat bahwa film memiliki potensi
untuk mempengaruhi penontonnya. Sejak itu, merebahkan berbagai
penelitian yang melihat dampak film terhadap masyarakat. Film
umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk
berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik dalam upaya
mencapai efek yang diharpkan. Sobur (2009:127-128) berpendapat
bahwa “ Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara ;
24
kata yang diucapkan ditambah denga suara-suara lain yang mengiri
gambar-gambar dan musik fil”
Film merupakan suatu makna, sedang gambar merupakan
bahasanya. Bahasa merupakan suatu sistem yang sistematis dan
sistemis. Dalam bahasa terdapat subsitem-fonologi, gramatika, dan
leksikon-dunia bunyi dan dunia makna yang bertemu dan membentuk
struktur. Di antara keduanya itu terdapatlah konteks yang
mempengaruhi keserasian sistem suatu bahasa. Konteks yaitu unsur di
luar bahasa yang kemudian dikaji dalam pragmatik ini.
Film sementara itu adalah merupakan suarty media
komunikasi massa yang digunakan bukan hanya sekedar sarana hiburan
saja, melainkan dapat juga digunakan sebagai sarana penerangan dan
pendidikan. Seperti yang diungkapkan Effendy (2003:209) yang
menjelaskan bahwa “ Film juga banyak digunakan sebagai alat bantu
untuk memberikan suatu penjelasan, baik dari gambar maupun
suaranya, ataupun dalam segi atur ceritanya”. Film merupakan suatu
makna, sebagai alat bantu untuk memberikan suatu penjelasan, sedang
gambar merupakan bahasanya. Bahasa merupakan suatu sistem yang
sistematis dan sistemis.
2.4.4 Jenis –jenis ( genre film )
Genre merupakan istilah yang digunakan untuk
mengalifirasikan teks –teks media ke dalam kelompok- kelompok
terntu dengan karakteristik sejenis.Sebuah gendre dalam film biasanya
ditetapkan setelah beberapa film nyang mewakili genre itu sukses dan
25
berekmbang menjadi trend.Semua genre akan mengalami pasang-surut
dan berkembangnya tidak selalau popiler sepanjang masa.Variasi genre
sendri jumlahnya bisa mencapai ratusan,namun biasanya sebuah film
tetap memiliki satu atau dua genre yang dominan ( Pratista,2008:11) .
Berikut adalah klarifikasi genre film menurut Himawan Pratista
dalam bukunya memahami film ( Pratista,2008:13).
1. Film Aksi.
Film-film bergenre aksi berhubungan dengan adegan-adegan aksi fisik
seru, menegangkan, berbahaya, nonstop dengan tempo cerita yang
cepat. Film-film aksi umunya berisi adegan kejar-mengejar,
perkelahian, temnak-menembak, balapan, berpacu dengan waktu,
ledakan, serta aksi-aksi fisik lainya. Film-film aksi umunya
menggunakan karakter laki-laki sebagai tokoh utama dan sasaran
penonton pun biasanya ditujukan untuk kaum pria.
2. Film Drama.
Film-film drama umunya berhubungan dengan tema, cerita, setting,
karakter, serta suasananya yang memotret kehidupan nyata. Kisahnya
sering kali menggugah emosi, dramatic, dan mampu menguras air mata
penontonya. Tema umumnya mengangkat isu social baik skala besar
(masyarakat) maupun skala kecil (keluarga) seperti ketidak adilan,
kekerasan, diskriminasi, rasisme, ketidak harmonisan, penyakit,
kemiskinan, polotik, dan sebagainya.
Genre roman, melodrama, biografi merupakan pengembangan
langsung dari genre drama. Film-film drama umumnya bisa ditonton
26
oleh semua kalangan namun sering kali juga membidik kalangan
penonton tertentu seperti keluarga, remaja, dan anak-anak.
3. Epic / Film Sejarah.
Genre ini umumnya mengambil tema periode masa silam (sejarah),
berdasarkan cerita mengenai tokoh pahlawan yang benar-benar ada
pada kejadian masa lalu, atau peristiwa tokoh besar yang menjadi
mitos. Film bergenre ini sering kali menggunakan setting mewah dan
megah, ratusan hingga ribuan figuran. Film epic sejarah juga sering
menyajikan aksi pertempuran skala besar yang berlangsung lama.
Genre biografi merupakan pengembangan dari genre epic sejarah.
4. Film Fantasi.
Film fantasi berhubungan dengan tempat, peristiwa, serta karakter
yang tidak nyata. Film fantasi berhubungan dengan unsure magis,
mitos, negeri dongeng, imajinasi, halusinasi, serta alam mimpi. Film
fantasi juga terkadang berhubungan dengan aspek religi, seperti Tuhan
atau malaikat yang turun ke bumi, campur tangan kekuatan ilahi,
surge dan neraka, dll.
5. Film Ilmiah.
Film fiksi ilmiah berhubungan dengan masa depan, perjalan angkasa
luar, percobaan ilmiah, penjelajahan waktu, invasi, dan kehancuran
bumi. Fiksi ilmiah sering kali berhubungan dengan teknologi serta
kekuatan yang berada diluar jangkauan teknologi masa kini. Film fiksi
ilmiah juga biasanya berhubungan dengan karakter non manusia,
seperti makhluk asing, robot, monster, hewan purba, dan sebagainya.
27
6. Film Horor.
Film horror memiliki tujuan utama memberikan efek rasa takut,
kejutan, serta terror yang mendalam bagi penontonya. Film horror
umunya menggunakan karakter-karakter antagonis non-manusia yang
berwujud fisik menyeramkan. Pelaku terror bisa berwujud manusia,
makhluk gaib, monster, hingga makhluk asing. Film horror biasanya
berkombinasi dengan genre supernatural.
7. Film Komedi.
Komedi boleh jadi merupakan genre yang paling popular di antara
semua genre lainnya sejak era silam. Komedi adalah jenis film yang
tujuanya memancing tawa penontonnya. Film komedi juga biasanya
selalu berakhir dengan penyelesaian cerita yang memuaskan
penontonya (happy ending). Film komedi secara umum dibagi
menjadi dua jenis yakni, komedi situasi (unsure komedi menyatu
dengan cerita serta komedi), dan komedi lawakan (unsure komedi
bergantung pada figure comedian).
8. Film Kriminal/Kejahatan/Gangster.
Film-film criminal dan gangster berhubungan dengan aksi-aksi
criminal seperti, perampokan bank, pencurian, pemerasan, perjudian,
pembunuhan, persaingan antar kelompok, serta aksi kelompok bawah
tanah yang bekerja diluar system hokum. Genre ini juga sering
menampilkan perseteruan antara pelaku criminal dengan penegak
hukum. Tidak seperti film aksi, film-film criminal dan gangster sering
menampilkan adegan aksi kekerasan yang tidak manusiawi (sadis).
28
9. Musik.
Genre musical adalah film yang mengkombinasi unsure music, lagu,
tari, serta gerak. Lagu-lagu tarian biasanya mendominasi sepanjang
film dan biasanya menyatu dengan cerita. Cerita film musical
umumnya berkisah ringan seperti percintaan, kesuksesan, serta
populeritas.
10. Petualangan (Adventure)
Film petualangan berkisah tentang perjalanan, eksplorasi, atau
ekspedisi ke suatu wilayah asing yang belum pernah tersentuh. Film-
film petualangan selalu menyajikan panorama alam eksotis seperti
hutan rimba, pegunungan, savanna, gurun pasir, lautan, serta pulau
terpencil. Film petualangan sering kali berkombinasi dengan genre
aksi, epic sejarah, fantasi, fiksi ilmiah.
11. Perang
Genre perang mengkat tema kengerian serta terror yang ditimbulkan
oleh aksi perang. Film perang umunya menampilkan adegan pertempuran
seru baik di darat, laut dan udara. Film perang biasanya memperlihatkan
kegigihan, perjuangan, dan pengornan para tentara dalam melawan musuh.
Film perang juga kadang digunakan sebagai media propaganda anti perang
melalui isu-isu seputar moral serta kehancuran akibat perang.
12. Western
Western adalah sebuah genre orisinil milik Amerika. Tema film
western umunya seputar konflik antara pihak baik dan jahat. Setting
29
seringkali menampilkan kota kecil, bar, padang gersang, sungai, rel
kerata api.
Menurut Effendy, (2003:210-215) menjelaskan bahwa didalam film terdiri
dari jenis-jenis berikut:
a. Film Cerita (Story Film)
b. Film Berita (news reef)
c. Film Dokumenter (Documentary)
d. Film Kartun (Cartoon Movie).
Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita, yaitu yang
lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dengan para bintang film
yang tenar. Film cerita adalah film yang menyajikan kepada publik sebuah
cerita, sebagai cerita harus mengangandung unsur-unsur yang dapat
menyentuh rasa manusia. Film berita atau new rreel adalah film mengenai
fakta peristiwa yang benar-benar terjadi. Film dokumenter biasanya
diputar di kampus-kampus, sekolah, ruang-ruang pertemuan pabrik-pabrik
dan bangsal-bangsal lainnya.Tetapi dengan adanya televisi dan televisi
kabel film dokumenter yang hanya bisa di lihat oleh publik terbatas kini
bisa di tonton oleh banyak orang.
2.4.5 Film Dokumenter
Film merupakan salah satu media penyampai pesan kepada
khalayak. Sebuah film merupakan representasi dari budaya yang ada di
sekitar masyarakat sehari-hari. Film dokumenter ialah film yang dapat
menyampaikan pesan faktual kepada khalayaknya. Salah satu bentuk
dari pesan adalah kritik. Kritik muncul akibat danya tindakan sosial
30
yang menyimpang dari nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat.
Tindakan kritik bisa digunakan dalam berbagai cara, seperti
demonstrasi massa, pertunjukkan seni, karya sastra, lirik lagu, hingga
melalui film dokumenter yang memiliki sifat aktualitas yang tinggi.
Grierson (dalam Hayward, 2006:106) mengatakan bahwa film
dokumenter dan sejarah merupakan media informasi, edukasi, dan
propaganda untuk menyampaikan realitas yang ada kepada masyarakat.
Film dokumenter lebih bisa menampilkan realitas yang tidak mengada-
ngada dan bisa menangkap kenyataan keseharian dari sebuah objek.
Willard Van Dyke yakni seorang dokumentarian Amerika memaparkan
bahwa dokumenter adalah sebuah film yang dimaksudkan untuk
membawa perubahan kepada audiens, merubah pemahaman mereka,
sikap mereka, dan mungkin tindakan mereka (dalam Ellis, 1989: 6).
Dyke percaya bahwa dokumenter bukan hanya sebuah catatan
yang merekam kebenaran, tetapi dari kebenaran tersebut membawa
perubahan di tingkat masyarakat.
Di Indonesia, film dokumenter masih berada di posisi pinggiran
dalam medan media audio-visual di Indonesia. Dalam festival film yang
didanai oleh pemerintah, Festival Film Indonesia (FFI), film
dokumenter ditempatkan pada kategori program yang tidak bergengsi
dibandingkan program film fiksi. Banyak programer televisi Indonesia
juga melihat dokumenter sebagai genre yang ”terbatas” dan sangat sulit
mendapatkan penonton dibandingkkan sinetron atau acara-acara
infotainment (Irawanto, 2011: 184).
31
Irawanto (2011: 188) menyatakan bahwa dalam film
dokumenter kita dapat menemukan beragam perspektif tentang hidup
keseharian orang-orang yang terpinggirkan. Masyarakat terpinggirkan
juga identik dengan masyarakat kecil atau kaum marginal. Film
dokumenter menggambarkan kaum marginal dijadikan sebagai target
emosi penonton. Kaum marjinal adalah kelompok yang kecil dalam
masyarakat atau bisa dikatakan masyarakat pra-sejahtera (Sjafudian,
2009).
Kelompok ini hadir akibat dari hasil interaksi manusia dan
proses pembangunan yang melahirkan kaum-kaum marjinal. Kelompok
marginal mencakup orang yang mengalami satu atau lebih dimensi
penyingkiran, diskriminasi atau eksploitasi di dalam kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik kota. Tim Kerja Stakeholders City Development
Strategy mengkategorikan delapan kelompok kaum marginal adalah
pedagang kaki lima, komunitas pasar tradisional, pengemudi becak,
pemukim liar ,penata parkir, penyandang cacat, pemulung, dan musisi
jalanan (pengamen) (Sjafudian, 2009).
Film dokumenter memiliki ranah film festival, salah satunya
adalah Festival Film Dokumenter Yogyakarta. Festival Film
Dokumenter (FFD) adalah salah satu wadah bagi genre film
dokumenter. FFD merupakan salah satu bentuk perkembangan dunia
dokumenter di Indonesia. Festival film bergenre dokumenter pertama di
Asia Tenggara ini dimulai sejak tahun 2002. Fokus dalam FFD ini ialah
subjek marginal yang direfeleksinkan dalam slogan “merekam yang
32
tersisa, mencari yang tersembunyi, menemukan kearifan semesta”
(FFD, 2015). Melalui FFD inilah titik temu antara penikmat dan
pencipta film dokumenter.
Film adalah media yang ampuh dalam melancarkan kritik sosial
(Imanjaya, 2005). Eric Sasono menganggap ada dua argumen dalam
melihat film sebagai kritik sosial. Pertama, film punya peluang
menyumbangkan sesuatu bagi masyarakatnya. Tanggungjawab film
sebagai media dan wahana ekspresi tetap ada dan pesan yang
disampaikan dengan baik tetap bisa menghibur. Kedua, dalam konteks
produksi yang mahal, tanggungjawab film menjadi lebih nyaring lagi.
Jika media film digunakan semata-mata untuk bersenang-senang dan
tidak mampu menangkap sedikit banyak hal yang menjadi elan di
masyarakat, tentulah ini merupakan pemborosan (Kompas, 2005).
Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk
mengangkat pesan dalam film dokumenter. Penelitian ini akan
mengupas makna kritik terhadap masalah sosial yang disampaikan
oleh subjek film dalam film dokumenter.
2.4.6 Kritik Sosial
Semua kemajuan lahir dari kritik, karena tanpa kritik, bangsa
manusia tidak akan mungkin bisa mencapai hasil yang kini dicapainya
itu. Banyak orang berbicara mengenai kritik, baik dalam arti positif
maupun negatif. Kritik adalah sesuatu yang tabu dalam kebudayaan
tradisionil. Kritik adalah sesuatu bentuk kebebasan yang mesti
“disesuaikan dengan situasi dan kondisi” pada masa kebudayaan
33
transisi ini. Sementara itu, Muladi menilai, “Dinegara berkembang,
kritik sering dilihat sebagai sesuatu yang tidak loyal (disloyality).
Padahal, masyarakat yang maju, kritik justru merupakan sesuatu yang
penting, sebagai masukan agar sistem politik menjadi lebih baik”
(Sobur, 2001:194).
Orang memuji kritik sebagai nilai dasar bangsa manusia,
sebagai dasar untuk pandangan yang penuh harapan bagi masa depan.
Namun orang juga menentang kritik sebagai perusakan yang tidak
sopan, sebagai penyergapan terhadap nilai- nilai suci. Apakah termasuk
memuji atau menetang, kebanyakan orang tidak menyadari tentang
hakikat kritik, sifat kritik dan persyaratan-persyaratan kritik.
Kritik berasal dari bahasa yunani yaitu krinein yang berarti
memisahkan, memerinci. Dalam kenyataan tersebut, manusia
membuat pemisahan dan perincian antara nilai dan bukan nilai, arti
dan bukan arti, baik dan jelek. Jadi kritik suatu penilaian terhadap
kenyataan dalam sorotan norma.
Dalam buku berjudul Mens en Kritiek. Kwant (1975:12)
menuliskan bahwa kritik menentukan nilai suatu kenyataan yang
dihadapinya. Dalam melontarkan kritik, tidak cukup hanya mengetahui
kenyataan yang ada, namun orang yang melancarkan kritik harus
berusaha menentukan apakah yang dihadapinya itu benar-benar seperti
yang seharusnya. Oleh karenanya,orang tersebut harus mengetahui
sebelumnya bagaimana seharusnya (Kwant, 1975:90).
34
Bentuk kritik dapat dibedakan dalam dua macam yaitu: kritik
positif dan kritik negatif. Kritik negatif artinya sikap kritis yang
kesimpulannya tidak menyetujui, biasanya kritik negatif lebih banyak
dibanding kritik positif, sementara kritik positif artinya
suatupenilaian terhadap suatu yang mempunyai kesimpulan menyetujui.
Kepekaan sosial atau social sensitivity, merupakan inti suatu
kritik sosial. Menurut Susanto (1977:5), kritik sosial biasanya
dihubungkan dengan perlunya situasi ideal dan perilaku ideal (ideal
conduct). Suatu kritikan selalu menginginkan perubahan, hingga kritik
selalu berorientasi ke masa depan. Oleh karena itu suatu kritik perlu
dilandasi data dan pengetahuan yang tepat, yaitu agar prediksi tentang
masalah dalam bermasyarakat jadi tepat, setepat mungkin.
Kritik sosial yang murni kurang didasarkan pada peneropongan
kepentingan diri saja, melainkan justru menitikberatkan dan mengajak
khalayak untuk memperhatikan kebutuhan-kebutuhan dalam
masyarakat. Suatu media kritik sosial karenanya didasarkan pada rasa
tanggung jawab atau pengontrol bahwa manusia sama-sama
bertanggung jawab atas perkembangan lingkungan sosialnya. Kritik
sosial antara lain sebagai control terhadap jalannya sebuah sistem sosial
atau merupakan proses bermasyarakat, dalam kontek inilah kritik sosial
merupakan salah satu faktor penting dalam memelihara sistem sosial.
Adanya kritik dalam suatu masyarakat, mencerminkan
perubahan yang sedang dialami oleh masyarakat itu (Susanto,
1985:106). Jika suatu kritik sosial ingin memenuhi fungsinya dengan
35
efektif, harus memenuhi beberapa langkah dan syarat. Kritik sosial
sebagai pendapat pribadi, tidak terorganisir, akan hilang lenyap dalam
saingan pendapat.
Ternyata kritik sosial juga perlu melembagakan diri menemukan
saluran-saluran yang dapat lebih menjelaskan, memfokuskan,
memerinci dan merumuskan dalamlangkah-langkah operasional
mengenai apa yang akan diusulkan untuk diperbaiki. Kritik sosial perlu
juga melepaskan diri dari ikatan-ikatan komunal maupun kepentingan
pribadi. Data dan lingkungan lebih luas diperlukan oleh suatu kritik
untuk dapat berperan dan berpengaruh. Mengingat bahwa suatu kritik
sosial bukan lagi merupakan suatu “milik pribadi”. Sekali ia disebarkan
di masyarakat, maka mau tidak mau efektifitas kritik sosial akan sangat
melekat.
2.4.7 Film Sebagai Kritik Sosial
Film selain berfungsi sebagai media hiburan, juga dapat
dimanfaatkan sebagai media kritik. Karena bagaimanapun juga, film
tetap memuat ideologi pembuatnya. Film sebagai ideologi jelas memiliki
konteks yang berbeda daripada film sebagai sebuah produk hiburan.
Akan tetapi, sangat terbuka kemungkinan bagi film sebagai “komoditi
hiburan” untuk tetap bersifat “ideologis”, karena pada dasarnya sebuah
film secara otomatis pasti memuat gagasan pemikiran para pembuatnya
baik secara implisit maupun eksplisit.
36
Film tidak dapat dipungkiri mampu merekam suatu zaman,
kondisi masyarakat tertentu ataupun kode-kode budaya saat film tersebut
diproduksi sekalipun ia tidak pernah diarahkan serta dimaksudkan
untuk hal itu. Hal ini senada dengan apa yang dituturkan Ron
Mottram dalam Shofa (2013) dalam tulisannya “Cinema and
Communication”: “Films reflects the cultural codes of society ini which
they are produced” Melalui film pun kita mampu membaca tampilan
wajah suatu bangsa, belajar mengenai banyak hal dalam konteks
kehidupan bahkan mampu mencandra mentalitas suatu bangsa.
Sebagai contoh, film Gie (2005) yang menurut Sasono (2005)
dalam tulisannya yang dimuat di harian Kompas, Minggu 17 Juli 2005,
berbicara tentang kondisi bangsa saat itu. Film seakan mengingatkan
bahwa masih banyak agenda bangsa yang belum selesai dan masih
dibutuhkan kaum intelektual yang setia pada pikiran lurus. Dengan
tegas film ini memposisikan diri dalam konteks kepolitikan tahun
1960-an serta refleksinya pada kehidupan Indonesia kontemporer.
Sebagai kritik sosial, film mengungkapkan sebuah kondisi sosial
masyarakat yang terkait dengan nilai-nilai yang dianut ataupun nilai-nilai
yang menjadi pedoman. Film hadir dengan berbagai latar belakang. Ia
merupakan sebentuk seni sekaligus praktik sosial, yang memuat berbagai
unsur, baik sosial, politik, budaya, psikologi, serta estetis film, dimana
kesemua unsur tersebut berada dalam hubungan yang dinamis. Oleh
karena itu, jelas bahwa film tidaklah hanya menampilkan ulang akan
suatu gambaran realitas. Ia tidak hanya merepresentasikan, merefleksikan
37
atau sekedar cermin realitas melainkan melakukan konstruksi pula
terhadap realitas.
Top Related