BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan kita sehari-hari kita seringkali kedapatan memiliki kartu-
kartu yang memiliki fungsi masing-masing di dalam dompet kita. Fungsi dari
kartu-kartu tersebut juga beragam, ada yang berfungsi sebagai kartu identitas
seperti biasa hingga kartu yang menyangkut asuransi, kesehatan, jaminan, hingga
kartu perbankan seperti kartu ATM dan kartu kredit. Namun, bila kita diberi satu
kartu untuk keperluan identifikasi dari masing-masing perusahaan, institusi,
organisasi, dan perbankan, serta ditambah dengan kartu-kartu seperti kartu KTP
dan SIM (Surat Izin Mengemudi), maka sudah dapat dipastikan banyaknya kartu
yang akan kita miliki. Hal ini mungkin saja dapat merepotkan kita dalam
beraktifitas karena satu kartu hanya untuk satu kepentingan. Namun, bila satu
kartu identifikasi saja bisa digunakan untuk berbagai macam kepentingan, tentu
hal itu akan memudahkan kita dalam aktifitas kita sehari-hari.
Dalam upaya untuk mengabungkan kartu-kartu tersebut, masih
diperlukannya sebuah sistem dimana kita memiliki satu kode atau nomor
tersendiri yang dapat mewakili data diri kita di database. Hal ini menuntut kita
untuk menerapkan sistem “Single Identification Number” dimana satu individu
diberikan satu nomor unik yang digunakan sebagai nomor identifikasi untuk
berbagai macam keperluan seperti identifikasi warga negara, surat izin
mengemudi, kartu kesehatan, dan lain-lain. Tuntutan ini juga disebabkan karena
masih seringnya kita menemukan adanya permintaan data diri kita secara
berulang-ulang untuk masing-masing keperluan.
Bila kita bandingkan di Indonesia, tentunya penggunaan konsep Single
Identification Number sudah banyak dibahas khususnya semenjak
dikembangkannya “e-KTP” dan upaya untuk menciptakan “e-Government” yaitu
suatu pemerintahan berbasis teknologi di Indonesia. Meskipun sebenarnya juga
masih ada proyek-proyek pemerintah lain yang berkaitan dengan ini selain e-
KTP seperti INAFIS (Indonesian Automatic Fingerprint Identification System)
oleh POLRI.
1
Oleh karena itu, dengan adanya upaya pemerintah sekarang untuk mulai
menerapkan sistem Single Identification Number, maka penulis mengira bahwa
dimasa yang akan datang perlu diciptakannya “Single Identity Card” dimana satu
kartu identifikasi yang berisi identitas kita dapat dipergunakan untuk berbagai
keperluan. Single Identity Card itu sendiri adalah sebuah ide penggabungan
semua kartu penanda identitas kita kedalam satu kartu yang memanfaatkan
konsep dari Single Identification Number. Namun, kita ketahui bersama untuk
menciptakan hal ini diperlukan waktu dan proses yang panjang. Oleh sebab itu,
penulis mengira bahwa integrasi SIM dan KTP kedalam e-KTP dapat
dipergunakan sebagai langkah awal untuk menciptakan Single Identity Card ini.
Sehingga diharapkan melalui makalah ini, penulis bisa menyajikan analisis
dan proyeksi tentang bagaimana bila Single Identity Card ini diterapkan di
Indonesia, serta dampak yang akan ditimibulkan bagi kehidupan di masyarakat.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan sebelumnya, penulis
menemukan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Pendataan di Indonesia yang dilakukan oleh banyak instansi, menjadikan
adanya data yang saling tumpang tindih dan mengurangi efektivitas
pengambilan / pencatatan data.
2. Proses pengurusan data kita di pemerintahan menjadi berbelit-belit dan
tidak efektif.
3. Dalam integrasi SIM dan KTP, pasti memerlukan proses yang panjang.
Hal ini disebabkan karena database yang sudah terlanjur berdiri sendiri-
sendiri. Ditambah lagi, proses integrasi ini juga harus melibatkan banyak
institusi pemerintahan.
1.3 Rumusan Masalah
Dari identifikasi masalah sebelumnya, dapat dirumuskan masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini sebagai berikut :
1. Tinjauan sistem KTP dan e-KTP sekarang;
2. Tinjauan sistem SIM sekarang;
2
3. Proyeksi integrasi sistem SIM dan KTP kedalam e-KTP; dan
4. Kemungkinan kendala dalam integrasi sistem.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kartu Tanda Penduduk
2.1.1 KTP secara umum
KTP (Kartu Tanda Penduduk) adalah sebuah kartu yang harus dimiliki
sebagai identitas resmi untuk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga
Negara Asing (WNA) yang memiliki Izin Tinggal Tetap (ITAP) yang sudah
berumur 17 tahun atau sudah menikah atau pernah menikah. KTP itu sendiri
memiliki masa aktif yang harus diperpanjang setelah masa berlakunya habis.
Untuk WNI, masa aktifnya adalah sepanjang 5 tahun yang masa berakhirnya
disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran dari individu yang memiliki
kartu tersebut. Dan untuk WNA yang memiliki ITAP masa aktifnya adalah
disesuaikan dengan masa izin tinggal. Selain itu, warga yang sudah berusia 60
tahun ke atas berhak mendapatkan KTP seumur hidup yang tidak perlu
diperpanjang lagi. KTP itu sendiri juga diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2006 yang berisi “Undang-undang Tentang
Administrasi Kependudukan”.
KTP itu sendiri pada umumnya memiliki informasi yang menyangkut
hal-hal yang berhubungan dengan pemilik KTP tersebut. Hal-hal tersebut
adalah :
a. N.I.K (Nomor Induk Kependudukan);
b. Nama lengkap;
c. Tempat dan Tanggal Lahir;
d. Jenis kelamin;
e. Agama;
f. Status;
g. Golongan darah;
h. Alamat lengkap;
i. Pekerjaan;
j. Pas foto;
k. Tempat dan tanggal KTP tersebut dibuat;
4
l. Tanda tangan pemilik KTP; dan
m. Nama dan nomor induk pegawai pejabat serta tanda tangannya.
Gambar 1 : KTP untuk WNI tampak depan (Kiri) dan tampak belakang
(kanan)
2.1.2 Sejarah KTP
Seperti yang sudah kita ketahui, KTP yang kita miliki sekarang ini
merupakan KTP yang diatur berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia no.23 tahun 2006. Hal ini mungkin terasa aneh dikarenakan KTP
yang kita miliki sekarang baru diatur 61 tahun setelah Indonesia merdeka.
Sebelum diterbitkannya Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
No.23 Tahun 2006 ini, Indonesia menggunakan peraturan peninggalan
pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pada kondisi saat itu, banyak pihak yang
memanfaatkan peraturan peninggalan tersebut untuk membuat identitas
kependudukan yang tidak benar mulai dari data palsu hingga penggandaan.
Hingga pada akhirnya atas konsiderasi akan hal-hal tersebut diciptakanlah
peraturan perundang-undangan untuk mencegah hal tersebut.
Pada awalnya, KTP yang diterbitkan sebelum diterbitkannya Undang-
Undang Republik Indonesia no.23 tahun 2006 ini juga memiliki karakteristik
masing-masing.
5
Berikut adalah KTP yang pernah berlaku untuk warga Indonesia.
No
.
Tahun Karakteristik Bentuk
1 1921-1942 Dicetak diatas kertas
zegel jenis emboss
Ukuran 15 cm x 10 cm
Tercantum nama,
daerah, tanggal terbit,
dan tanda tangan
pejabat pemerintah
daerah
2. 1942-1945 Mirip seperti KTP
sebelumnya namun
mencantumkan
bangsa / ras.
Pemegang KTP ini
secara implisit
menyatakan
kesetiannya pada
tentara Nippon
3. 1945-1977 KTP ditulis dengan
mesin tik atau tulisan
tangan
KTP setiap daerah
memiliki perbedaan
6
masing-masing
4. 1977-2003 KTP dibuat
menggunakan blanko
kertas yang kemudian
dilaminating plastik
Data mulai tercetak
dengan komputer
Hanya berlaku pada
untuk tingkat
kabupaten/kota
5. 2004-2010 KTP terbuat dari
plastik
Kartu dapat tahan lebih
lama dibanding
sebelumnya
Terdapat N.I.K
Berlaku secara
nasional
2.1.3 Sejarah e-KTP
7
Setelah memahami permasalahan yang ada pada proses administrasi KTP
sebelumnya seperti banyaknya penggandaan KTP dan KTP palsu, pada era
kabinet Indonesia Bersatu II tahun 2009, Menteri dalam negeri akhirnya
mengajukan untuk diciptakan dan diterapkannya KTP elektronik. KTP
elektronik ini diharapkan untuk dapat menghentikan kerugian negara dari tidak
tertibnya administrasi kependudukan dan penerbitan KTP yang tidak benar
untuk keperluan seperti (1) menghindari pajak, (2) memudahkan pembuatan
paspor yang tidak dapat dibuat diseluruh kota, (3) sebagai alat untuk menutupi
korupsi atau tindak kejahatan lainnya, dan (4) untuk menyembunyikan identitas
dengan tujuan terorisme.
Pelaksanaan program e-KTP ini dimulai pada bulan Februari 2011 yang
terbagi menjadi 2 tahap dimana Tahap pertama diadakan mulai tahun 2011 dan
berakhir pada 30 April 2012 dan mencakup 67 juta penduduk di 2348
kecamatan dan 197 kabupaten/kota. Sedangkan tahap kedua yang diadakan
setelahnya mencakup 105 juta penduduk yang tersebar di kabupaten/kota
lainnya di Indonesia.
Pengembangan e-KTP ini juga berdampak pada perubahan Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan menjadi
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013. Setelah disahkannya undang-undang
ini, maka semua sebutan KTP dalam undang-undang harus dimaknai sebagai e-
KTP. Penamaan e-KTP ini juga dirubah kembali untuk mengikuti norma
Bahasa Indonesia menjadi “KTP-el” (KTP Elektronik)
2.1.4 Konsep, Karakteristik dan Fungsi e-KTP
a. Konsep
KTP elektronik menurut situs resmi e-KTP secara konsep adalah “Dokumen
kependudukan yang memuat sistem keamanan/pengendalian baik dari sisi
administrasi ataupun teknologi informasi dengan berbasis pada basis data
kependudukan nasional”.
8
b. Karakteristik
Gambar 2 : Ilustrasi e-KTP
Bersumber dari website resmi e-ktp dan wikipedia, berikut adalah
karakteristik dari e-KTP :
1. Foto dicetak langsung pada kartu;
2. Data tercetak dengan komputer;
3. Mampu menyimpan data didalam chip sesuai dengan standar
internasional NISTIR 7123 dan Machine Readable Travel Documents
ICAO 9303 serta EU Passport Specification 2006;
4. Chip yang digunakan tidak nampak karena menggunakan teknologi
RFID (Radio Frequency Identification);
5. Menggunakan card reader tersendiri untuk membaca atau menyimpan
data kedalam e-ktp;
6. Berukuran 53,98 mm x 85,60 mm sesuai dengan ISO 7810;
7. Fisik e-ktp terbuat dari bahan PVC/PC;
8. Memiliki nomor serial khusus;
9. Terdapat Gulloche Patterns pada kartu;
10. Dalam pembuatannya diperlukan pemindaian foto dan tanda tangan /
cap jempol sebagai identifikasi unik setiap individu;
9
11. Mampu menampung seluruh data personal yang diperlukan dalam
berbagai aplikasi;
12. Dipercaya tidak dapat dipalsukan / digandakan;
13. Satu kartu hanya diperuntukan untuk satu orang;
14. Tingkat kepercayaan terhadap keabsahan kartu terbilang sangat tinggi;
dan
15. Berlaku untuk tingkat Nasional.
Berikut adalah sketsa e-KTP yang dipublikasikan pada 21 April 2011 :
Gambar 3 : Ilustrasi e-KTP
c. Fungsi e-KTP
Berikut adalah beberapa fungsi dari e-KTP (bersumber dari wikipedia
diakses 22 Februari 2015) :
1. Sebagai identitas diri;
2. Pemudahan dalam pengurusan izin, perbankan, dan sebagainya;
3. Untuk mencegah KTP ganda atau palsu; dan
4. Membantu dalam menciptakan keakuratan data penduduk.
2.2 Surat Ijin Mengemudi
2.2.1 SIM Secara Umum
SIM yang dimaksud disini adalah Surat Izin Mengemudi. Surat Izin
mengemudi itu sendiri di Indonesia merupakan hal yang wajib dibawa oleh
setiap pengendara kendaraan bermotor, baik itu roda 2, roda 4 atau lebih. SIM
10
berfungsi sebagai bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh
Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) kepada warga yang sudah
memenuhi syarat administrasi dan syarat untuk dapat mengendarai kendaraan
di jalanan umum seperti sehat jasmani dan rohani, serta memahami segala
peraturan lalu lintas. Setelah lulus syarat administrasi dan sebagainya, data
hasil tes dan informasi mengenai pengendara disimpan dalam database POLRI.
Surat Izin Mengemudi ini sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009. Setiap pengemudi kendaraan bermotor wajib untuk membawa
Surat Izin Mengemudi sesuai dengan kendaraan yang dikemudikannya. Jika
pengemudi pengandaraan bermotor melanggar peraturan ini, pengemudi
kendaraan bermotor tersebut akan terkena hukuman pidana dengan ketentuan
yang berbeda sesuai dengan aturan yang diatur Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009. Pengemudi yang hanya tidak dapat menunjukkan Surat Izin
Mengemudi akan dipidana dengan hukuman pidana kurungan maksimal 1
(satu) bulan dan/atau denda paling banyak Rp.250.000,-. Namun, pengemudi
yang mengemudikan kendaraan bermotor dijalan dan tidak memiliki Surat Izin
Mengemudi akan dikenakan dengan hukuman pidana kurungan maksimal 4
(empat) bulan atau denda paling banyak Rp.1.000.000,-.
Untuk keperluan permohonan pembuatan SIM perseorangan, pemohon
harus memenuhi syarat dan proses sebagai berikut :
a. Memiliki KTP serta berusia minimal 17 tahun untuk SIM A, C, dan
D, 20 tahun untuk SIM B1, dan 21 tahun untuk SIM B2;
b. Mengisi formulir permohonan;
c. Sehat jasmani dan rohani; dan
d. Lulus ujian teori dan praktek baik langsung atau menggunakan
simulator.
SIM itu sendiri juga terbagi untuk dua jenis keperluan yaitu, umum dan
perseorangan. Selain itu, SIM juga terbagi berdasarkan golongan kendaraan
yang dikendarai.
11
Gambar 4 : Surat Izin Mengemudi Golongan A
Berikut adalah daftar golongan berdasarkan jenis kendaraan dan
peruntukannya yang diatur dalam pasal 80 UU No.22 Tahun 2009 untuk
perseorangan dan pasal 82 UU No.22 Tahun 2009 untuk umum :
1. SIM A perseorangan, untuk mengemudikan mobil penumpang dan
barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak
melebihi 3.500 kg.
2. SIM A umum, untuk mengemudikan kendaraan bermotor umum dan
barang dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak melebihi 3.500
kg.
3. SIM B1 perseorangan, untuk mengemudikan mobil penumpang dan
barang perseorangan dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari
3.500 kg.
4. SIM B1 umum, untuk mengemudikan mobil penumpang dan barang
umum dengan jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500 kg.
5. SIM B2 perseorangan, untuk mengemudikan kendaraan alat berat,
kendaraan penarik, atau kendaraan bermotor dengan menarik kereta
tempelan atau gandengan perseorangan dengan berat yang
diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan lebih dari 1.000
kg.
6. SIM B2 umum, untuk mengemudikan kendaraan penarik atau
kendaraan bermotor dengan menarik kereta tempelan atau gandengan
dengan berat yang diperbolehkan untuk kereta tempelan atau gandengan
lebih dari 1.000 kg.
12
7. SIM C (khusus perseorangan), untuk mengemudikan Sepeda Motor.
8. SIM D (khusus perseorangan), untuk mengemudikan kendaraan khusus
bagi penyandang cacat.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Proyeksi Integrasi SIM kedalam e-KTP
Berdasarkan hal-hal yang sudah ketahui bersama. SIM dan e-KTP adalah 2
hal yang berbeda baik dalam sistem pembuatan / permohonannya, atau dalam
tujuan serta fungsi-nya. Tetapi, hal ini tidak menutup kemungkinan akan
pembauran kedua sistem ini menjadi satu kesatuan yang utuh.
Sebagai langkah awal dalam pengembangan Single Identity Card, integrasi
SIM dan e-KTP penulis anggap sebagai langkah awal yang tepat. Hal ini
dikarenakan selain keduanya sama-sama dikeluarkan oleh instansi pemerintah,
SIM dan e-KTP pada umumnya merupakan hal yang mutlak harus dimiliki
sebagai bukti identitas warga negara serta mengharuskan adanya tindakan
proaktif dari warga masyarakat untuk mendapatkannya. Dan teknologi untuk
menciptakan sebuah sistem SIM dan e-KTP yang terintegrasi sudah ada saat ini.
Berikut adalah gambaran integrasi sistem, dan manfaat yang dapat diberikan
bila kedua sistem ini berhasil terintegrasi :
1. Gambaran Bila Terjadinya Integrasi Sistem
SIM nantinya akan terintegrasi dengan e-KTP. Hal ini dimungkinkan
dengan cara semua data yang berkaitan dengan SIM tersebut akan
13
dimasukkan ke dalam e-KTP. Karena KTP kita pada umumnya pasti
memiliki beberapa informasi yang sama dengan informasi pada SIM
seperti nama, tempat dan tanggal lahir, alamat, serta tanda identifikasi
unik kita seperti sidik jari dan tanda tangan.
Karena nanti e-KTP akan terintegrasi dengan SIM, maka tentu akan
dibutuhkan sebuah database untuk menampung informasi dasar dari
warga negara dan menggambarkan secara rinci bagian-bagian data dan
hubungan-hubungannya dalam kehidupan bermasyarakat sebagai warga
negara. Database ini nantinya tidak boleh sembarangan dan database ini
nanti harus diatur oleh pemerintah yang menuju ke arah e-Goverment.
Database ini tentu nanti akan menampung semua informasi yang ada
pada KTP dan SIM secara bersamaan sehingga akan lebih mudah dalam
mengakses informasi yang menyangkut kedua hal tersebut secara
bersamaan. Ditambah lagi, e-KTP yang akan menyimpan semua data diri
kita nanti dan menyambungkannya ke database secara online dapat
dipergunakan demi kepentingan akurasi data kependudukan. Hal ini juga
bisa dimanfaatkan untuk mengetahui berapa jumlah orang yang sudah
memiliki SIM baik itu golongan A,B,C, dan D.
Di Indonesia sendiri kita sering menemui banyaknya pengambilan
data berulang kali untuk setiap instansi. Data-data yang tidak terintegrasi
ini pada umumnya dapat menciptakan “Data Redundancy”, suatu kondisi
dimana data dengan tipe yang sama seperti nama, tempat tanggal lahir,
dan alamat, diambil berulang kali dan dimasukkan ke database yang
berbeda-beda untuk masing-masing cabang. Kondisi ini dapat
menciptakan suatu permasalahan dimana bila terjadi suatu perubahan di
suatu cabang, data yang dirubah tidak akan merubah data di cabang yang
lain. Sehingga, bisa jadi menimbulkan adanya permasalahan pada
keakuratan data dan klarifikasi / validasi data. Namun dengan
terintegrasinya SIM kedalam e-KTP, hal seperti Data Redundancy dapat
dikurangi karena databasenya sudah menjadi satu atau setiap database
memiliki relasi hubungan. Ditambah lagi, hal ini juga dapat dimanfaatkan
untuk menghindari terjadinya tindak kriminal pemalsuan dokumen
14
karena semua properti menyangkut seorang warga negara dalam database
itu terproteksi dengan identifikasi unik secara biometrik, yaitu dimana
dimanfaatkannya karakteristik biologi khusus yang terukur pada manusia
sebagai metode untuk autentikasi.
Selain itu, untuk mempermudah akses data yang tersimpan, selain
menggunakan chip yang tertanam dalam e-KTP, pemerintah bisa saja
memanfaatkan teknologi “QR Code” sebuah teknologi yang dapat
mengubah tulisan menjadi code yang dapat dipindai menggunakan “QR
Code Scanner”. QR code itu sendiri merupakan teknologi yang sudah
sering kita jumpai saat ini untuk menggantikan barcode yang jumlah
karakter yang dapat di simpannya hanya terbatas sekitar 6 digit angka
awal dan 6 digit angka pangkat atau kurang lebih sekitar
1.000.000.000.000 (satu triliun) kombinasi angka, dan sedangkan, jumlah
karakter yang dapat disimpan QR code yaitu sekitar 4.296 karakter
alfanumerik. QR code itu sendiri juga merupakan teknologi yang
dikembangkan di Jepang pada awalnya untuk keperluan otomotif di
Jepang. Namun sekarang, QR code ini sudah merambah ke berbagai
bidang dan pada umumnya QR code ini menyimpan sebuah link atau
tulisan tertentu. Sehingga di Indonesia, QR code ini nanti dapat
dimanfaatkan untuk menyimpan sebuah link / pratinjau pada e-KTP
setiap warga. Link ini nanti merupakan link menuju database kita yang
ada di server pemerintah dimana kita dapat mengakses informasi dasar
publik yang akurat dari pemilik e-ktp tersebut. QR code ini juga nantinya
dapat berguna untuk keperluan akses data lengkap pemilik e-KTP
dilapangan seperti pada penilangan, atau registrasi darurat di rumah sakit
dimana tidak ada card reader untuk membaca data yang tersimpan di chip
di e-KTP .
15
Gambar 5 :QR Code dan pemanfaatannya untuk tiket dan Visa
Intinya, Integrasi SIM kedalam e-KTP dapat memudahkan
masyarakat akan kepentingan kepengurusan kedua hal tersebut. Selain
itu, integrasi ini juga dapat memudahkan atau menyederhanakan
pengurusan hal-hal yang berkaitan dengan birokrasi yang sebelumnya
berbelit-belit. Semua ini juga untuk membentuk suatu akurasi dalam
pendataan yang diharapkan dapat bermanfaat nanti, ditambah lagi nanti
dengan adanya tren IT yaitu “Big Data” atau “Data Mining” yang cepat
atau lambat pasti akan masuk ke Indonesia.
Dan bila integrasi ini berhasil, mungkin akan didapati terbukanya
kemungkinan bahwa instansi-instansi lain juga dapat masuk dan
mengintegrasikan sistemnya sehingga dapat menciptakan “Single
Identity Card” dimana satu kartu identitas dapat dipergunakan untuk
semua keperluan. Semua kegiatan sosial kemasyarakatan seperti
pembuatan asuransi, tabungan, dan sebagainya akan dapat terhubung dan
menjadi lebih mudah dikarenakan database yang sudah terintegrasi.
2. Proyeksi Teknis Pelaksanaan
Berikut adalah proyeksi teknis pelaksanaan yang mungkin untuk
proses permohonan dan pelaksanaan perekaman data untuk e-KTP dan
16
SIM baru, ketika e-KTP dan SIM sudah terintegrasi dan semua data
warga negara sebelumnya sudah dikonversi mengikuti sistem yang baru :
a. Warga negara yang sudah melahirkan anaknya dan akan diciptakan
akte kelahirannya akan disertai dengan perekaman data awal untuk
database utama kependudukan. Perekamanan ini akan mencakup hal-
hal seperti nama, tempat tanggal lahir, dan hal-hal yang berkaitan
dengan catatan sipil seperti Kartu Keluarga. Pada saat ini jugalah
warga negara yang baru lahir ini menerima NIK (Nomor Induk
Kependudukan) sementara yang akan dipergunakan nanti saat
pembuatan e-KTP.
b. Warga negara yang sudah berumur 17 tahun atau sudah memenuhi
syarat untuk mengajukan KTP akan mencocokkan datanya dengan
data yang sudah direkam sebelumnya dengan menggunakan NIK
sementaranya untuk kemudian ditambahkan data biometriknya
seperti tanda tangan, sidik jari, dan lain-lain. Setelah itu, warga
negara tersebut akan mendapatkan kartu fisik e-KTP dan dipatenkan
datanya di database Negara. Kecuali bila penduduk tersebut
berpindah kewarganegaraan dari warga negara asing menjadi warga
negara Indonesia atau warga negara asing tersebut mengajukan KTP
karena memiliki ITAP, proses perekaman untuk data awal dapat
langsung dilakukan ditempat dan pada database Negara akan
terdapat penanda khusus.
c. Warga negara yang sudah memenuhi syarat untuk mengajukan
permohonan SIM dapat langsung mengajukan permohonan secara
online atau mengajukannya kepada instansi yang bersangkutan baik
itu instansi yang menangani pengurusan e-KTP atau POLRI secara
langsung dengan menggunakan referensi data dari database e-KTP.
Setelah syarat permohonan dan syarat administratif sudah dipenuhi
maka pemohon hanya tinggal menuju lokasi ujian dan menerima
hasil ujiannya. Bila lulus, maka e-KTP pemohon akan memiliki data
SIM.
17
d. Warga negara yang kehilangan e-KTP karena suatu ketidaksengajaan
dapat mengajukan permohonan e-KTP baru dengan menggunakan
identifikasi biometrik.
e. Warga negara yang pada e-KTP -nya sudah dicabut SIM-nya tidak
dapat mengajukan permohonan pembuatan SIM kembali kecuali
dengan alasan dan perizinan khusus.
f. Pemilik e-KTP yang sudah meninggal atau berpindah kependudukan
akan ditandai didalam database namun datanya tidak akan dihapus
melainkan akan dibiarkan atau dipindahkan ke database khusus demi
kepentingan arsip data kependudukan. Hal ini dilakukan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan seperti pemanfaatan /
penyalahgunaan identitas dan lain-lain.
3. Manfaat Integrasi Sistem
Integrasi dari sistem ini tentu memiliki tujuan dan akan membawa
manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut bila kita lihat dari berbagai
sisi antara lain :
a. Dari segi birokrasi
Bila kita lihat dari tata cara pemerintahan, dengan adanya
integrasi SIM ke e-KTP, akan tercipta suatu kondisi dimana adanya
keakuratan data penduduk, serta mempermudah dalam administrasi
kependudukan dan birokrasi. Manfaat yang dapat diperoleh dari
adanya integrasi sistem ini dari segi birokrasi antara lain adalah
adanya kemudahan dalam pengurusan e-KTP dan SIM, adanya
kemampuan untuk mencegah terjadinya kecurangan dilapangan yang
berkaitan dengan data kependudukan serta SIM, serta dapat
menciptakan kondisi dimana pemerintah dan kepolisian memiliki
kesatuan karena database-nya sudah bersatu yang dapat memudahkan
semua pihak dalam birokrasi.
Dengan adanya integrasi ini, pengurusan data penduduk serta SIM
akan dimudahkan dan tidak berbelit-belit karena pengurusannya sudah
menjadi satu pintu. Warga yang ingin mengajukan permohonan
18
perpanjangan KTP bisa saja sekaligus mengajukan permohonan SIM,
atau permohonan SIM bisa dilakukan dengan proses yang sama
dengan KTP atau bisa juga dilakukan secara online sehingga pemohon
bisa langsung datang ke pihak kepolisian hanya untuk melakukan
ujian tulis dan praktik. Data Redudancy juga dapat diminimalisir dan
menjadikan sistem pendataan menjadi lebih efektif.
Karena seperti yang kita ketahui bersama, permohonan pengajuan
SIM memiliki prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh
pemohon. Namun, dari sini kecurangan dapat kita temui dengan
alasan untuk mempercepat proses dalam permohonan SIM.
Kecurangan yang sering kita jumpai dilapangan ini biasanya kita sebut
sebagai “SIM tembak” dimana pemohon SIM dibantu oleh orang
dalam kepolisian yang dapat memalsukan hasil test dan syarat-syarat
administrasi lainnya dengan bayaran tertentu.
Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah bisa saja memanfaatkan
integrasi ini untuk melakukan pelacakan dan pencegahan atas pelaku-
pelaku kecurangan. Karena nanti SIM terintegrasi dalam e-KTP, tidak
ada cara lain bagi kepolisian untuk mengeluarkan “SIM tembak”
secara langsung, sehingga mau tidak mau pihak kepolisian harus
menyerahkan hasil test pemohon kepada pusat yang kemudian disana
di cek keabsahannya, seperti adanya dokumentasi, cara penjawaban
soal, serta kecocokan dengan data e-KTP pemohon. Setelah itu, pusat
hanya tinggal merubah di database pemohon bahwa pemohon tersebut
sudah lulus atau tidak lulus test pada hari dan tanggal sekian dan oleh
siapa. Kemudian pusat bisa saja memasukkan dokumentasi yang
dikirimkan oleh pihak kepolisian saat test kedalam database e-ktp
pemohon tersebut. Meskipun nanti bisa saja ada pihak yang tidak
bertanggung jawab, namun data-nya dapat dilacak dan dapat
ditindaklanjuti karena semuanya terhubung ke database dan dapat
dilacak log aktifitasnya. Hal ini meningkatkan kemampuan
traceability / pelacakan riwayat yang selama ini sangat lemah dalam
praktek keseharian, hal yang paling mudah untuk dijadikan contoh
19
adalah memungkinkannya seorang warga negara yang melakukan
pelanggaran lalu lintas dan disita SIM nya tapi bisa mengajukan
pengajuan SIM baru di tempat lain.
b. Dari segi teknis
Ada 2 jenis manfaat yang dapat tercipta dari terintegrasinya SIM
kedalam e-KTP. Diantaranya adalah manfaat berupa adanya
penghematan biaya dan memperkuat Standard Operating Procedure
(SOP) / prosedur standar operasi proses praktik yang sudah terjadi
dilapangan.
Seperti yang kita ketahui proses permohonan SIM akan
menyebabkan kita menerima SIM secara fisik yang berbentuk kartu.
Dalam proses pembuatan kartu tersebut juga pasti akan membutuhkan
biaya tambahan dan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit untuk
setidaknya membeli peralatan untuk percetakannya, dan dasar dari
kartu SIM tersebut setiap tahunnya. Namun, dengan adanya Integrasi
ini, POLRI tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk hal-hal yang
berkaitan dengan produksi kartu. Biaya yang diperlukan bila integrasi
SIM kedalam e-KTP ini sudah berlangsung hanyalah biaya untuk
kartu e-KTP, dan biaya maintenance / kepengurusan hal-hal yang
menunjang e-KTP seperti pengurusan terhadap server e-KTP, dan
pemindai e-KTP. Walaupun mungkin biayanya tidak sebanding
karena bisa jadi biaya e-KTP lebih mahal, namun setidaknya dengan
menipisnya biaya pengeluaran untuk SIM, biaya tersebut dapat
dipergunakan untuk pengembangan e-KTP selanjutnya.
Lalu, dilapangan sering kita temui adanya praktik penilangan oleh
pihak kepolisian dijalan ketika terjadi pelanggaran yang dilakukan
oleh pengguna kendaraan bermotor dijalan. Dalam prosedur
penilangan ini biasanya polisi akan menghentikan pengemudi
kendaraan yang melanggar peraturan lalu akan diberikan penjelasan
mengenai pelanggaran yang sudah dilanggar oleh pengemudi
kendaraan tersebut serta tabel denda yang harus dibayar sesuai dengan
pelanggaran yang dilakukan pengemudi kendaraan bermotor tersebut.
20
Pelanggar kemudian berhak untuk menerima surat bukti pelanggaran /
surat tilang. Surat tilang ini sendiri dibagi menjadi 2 jenis tergantung
dari bagaimana pengemudi kendaraan bermotor yang ditilang polisi
tersebut bertindak. Bila pelanggar menerima / mengaku atas kesalahan
yang Ia lakukan maka pelanggar tersebut berhak untuk mendapatkan
“slip Biru” dan membayar denda di BRI setempat, setelah itu
pelanggar tersebut harus mengambil surat-surat seperti SIM dan
STNK yang ditahan / disita pihak kepolisian setempat dimana
kejadian pelanggarangan / penilangan tersebut berada. Namun,
pelanggar juga berhak untuk menolak penilangan polisi untuk
kemudian diberikan “slip Merah”. Pelanggar yang menolak akan
disidang di pengadilan atas dakwaan yang diberikan polisi saat
penilangan. Kemudian, pengadilan akan memutuskan apakah
terdakwa bersalah atau tidak berdasarkan keterangan dari polisi yang
menilang dan pelanggar. Persidangan ini dilakukan di peradilan
setempat pada waktu sekitar 5 sampai 10 hari kerja setelah hari
pelanggaran.
Gambar 6 :Slip tilang kendaraan Merah (Kiri) dan Biru (Kanan)
Namun dengan adanya Integrasi SIM dan e-KTP, proses
penilangan dapat ditambah dengan memanfaatkan teknologi yang ada
pada e-KTP untuk menciptakan sebuah log pelanggaran yang sudah
dilakukan oleh pemilik e-KTP tersebut.
Seperti yang sudah diproyeksikan sebelumnya, kedepannnya
mungkin e-KTP akan menyediakan tempat untuk memasukkan “QR
Code”. Dengan memanfaatkan QR code yang ada ini, pihak kepolisian
tidak perlu lagi untuk menyediakan surat tilang karena bisa saja akan
terciptanya sebuah aplikasi pemindaian QR code di KTP untuk 21
keperluan penilangan. Dimana nanti, QR code yang memiliki link ke
database pemilik e-KTP ini akan dipindai dan diberikan tanda di
database e-KTP bahwa pemilik e-KTP tersebut sedang dalam proses
penilangan / atau terkena tilang. Hal ini juga dapat membantu pihak
kepolisian atau pihak-pihak lainnya yang berkepentingan untuk
mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang sudah dilakukan oleh
pemilik e-KTP itu sebelumnya. Dan bisa saja bila pemilik e-KTP
sudah melakukan banyak pelanggaran, SIM-nya dapat disita.
Teknologi yang sudah ada sekarang ini juga dikira sudah dapat
mendukung penerapan sistem ini dilapangan. Karena pengembangan
aplikasi untuk pemindaian ini hanyalah menggunakan perangkat
smartphone Android yang sudah sering kita temui yang dilengkapi
dengan aplikasi pemindai QR code. Aplikasi yang akan
dikembangkan nanti hanya bertugas untuk menerima input berupa
scan QR code e-KTP pelanggar, memberi tanda di server secara
online dan melakukan komputasi otomatis tentang hal-hal yang
menyangkut dengan penilangan seperti : (1) slip apa yang akan
pemilik e-KTP yang di scan terima; (2) pasal hukum serta denda yang
akan pelanggar terima; dan (3) penerimaan / pengakuan atas
pelanggaran yang dilakukannya. Namun bila tidak ada koneksi ke
server karena masalah jaringan seperti Internet dan sebagainya, data
pelanggaran akan disimpan sebagai file berkas yang dapat dicetak
ditempat untuk kemudian dikirimkan ke pusat dan/atau disimpan
sebagai arsip dan diberikan ke pelanggar sebagai slip pelanggaran
secara fisik.
3. 2 Proyeksi Kendala dalam Integrasi Sistem
Dalam proses integrasi kedua sistem yang berbeda baik tujuan dan fungsi
serta tata cara pembuatannya ini, penulis menyadari banyaknya kendala yang
akan dihadapi. Namun, penulis berusaha untuk menyajikan gambaran dan
pembahasan permasalahan yang mungkin akan muncul nanti serta pemikiran
akan solusinya. Permasalahan / kendala yang akan dibahas tersebut antara lain :
22
1. Dari segi birokrasi
Kita mengetahui setiap instansi pemerintahan pasti memiliki
database mereka masing-masing. Dan menggabungkan dua database atau
lebih juga merupakan hal yang tidak mudah karena setiap instansi harus
mencocokan dan mencari relasi yang ada dari setiap data. Proses ini
mungkin akan memakan waktu lama dan dapat mengganggu birokrasi
yang sedang berjalan sekarang ini.
Database pemerintahan juga harus dikembangkan dengan sistem dan
teknologi yang maju serta dilakukan perawatan oleh tim ahli khusus
untuk menangani database kependudukan. Penggunaan metode “File
Processing” dimana satu instansi memiliki database tersendiri juga sudah
harus diganti dengan database yang terintegrasi satu sama lain dimana
hanya ada satu database umum yang sebagian datanya hanya dapat
diubah oleh sebagian instansi tertentu saja. Data yang ada dalam database
tersebut juga harus memenuhi syarat-syarat seperti :
a. Adanya keakuratan data;
b. Data yang ada dapat di verifikasi;
c. Data yang ada merupakan data yang terbaru;
d. Adanya keteraturan data; dan
e. Data tersebut dapat diakses baik itu hanya untuk pembacaan data
ataupun menambah atau mengurangi data.
Pemerintah juga harus menciptakan sebuah sistem birokrasi baru
yang dapat digunakan sebagai penunjang dalam proses integrasi SIM
kedalam e-KTP ini. Dan dalam penciptaan sistem birokrasi yang baru ini,
pemerintah harus mempertimbangkan tata cara pemerintahan yang sangat
sederhana agar dapat mempermudah dalam konversi sistem lama menjadi
sistem yang baru dan dapat mencegah kebingungan di masyarakat dan
tidak menambah sistem yang berbelit-belit yang dapat menghilangkan
tujuan dari integrasi sistem SIM kedalam e-KTP ini yaitu sebagai
langkah awal untuk menciptakan “Single Identity Card”. Ditambah lagi,
masalah otorisasi dalam penanganan database besar ini akan menjadi hal
yang krusial karena menyangkut data warga negara yang sangat besar
23
dan perlu jaminan yang sangat tinggi dari segi kemanan, pengelolaan,
dan teknis pemeliharaan data. Untuk itu, pasti diperlukannya perangkat
hukum yang sangat mapan agar sistem ini dapat terjamin legalitasnya.
Oleh karena itu sekali lagi, akan membutuhkan waktu dalam proses
pengembangannya karena hal ini menyangkut pembentukan payung
hukum berupa Undang-undang atau Peraturan Pemerintah.
Selain itu, kendala paling besar dari segi birokrasi yang dapat
menghambat perkembangan integrasi sistem ini adalah sebuah “Ego
Sektoral”. Ego sektoral itu sendiri dapat diartikan sebagai sebuah
perilaku mementingkan kepentingan dirinya dan kelompoknya sendiri.
Hal ini dapat disebabkan dengan adanya perasaan tertekan dan tidak
nyaman atau terganggu bila urusannya dicampuri, atau kelompok
tersebut dalam keadaan dimana kelompok tersebut menganggap
kelompoknya paling berkuasa atau dalam kasus birokrasi menganggap
instansinya paling berperan, atau ketika kelompok tersebut sedang
mencari keuntungan untuk mereka sendiri. Ego sektoral ini juga biasa
disebut sebagai perebutan kewenangan atau kekuasaan antar instansi
yang merupakan gejala yang sangat tidak sehat dalam pemerintahan.
Kita sering menjumpai adanya kasus Ego Sektoral di Indonesia.
Salah satu contohnya adalah dimana POLRI tidak ingin dicampuri
dengan instansi pemerintahan lain. Contohnya adalah pada kasus
“Konfrontasi Cicak dan Buaya” atau lebih sering dinamakan dengan
“Cicak Vs Buaya” dimana pihak POLRI tidak ingin KPK mencampuri
urusan / wewenang POLRI. Kasus-kasus Ego Sektoral ini menunjukkan
bahwa birokrasi di Indonesia masih belum terkoordinasi dengan baik
antara satu sama lain sehingga dapat menghambat proses integrasi kedua
sistem. Sehingga cepat atau lambat, Ego sektoral haruslah ditangani oleh
pemerintah sebelum melakukan integrasi SIM kedalam e-KTP ini.
Ditambah lagi bila integrasi ini dianggap dapat mengancam keuntungan
yang didapatkan dari sistem birokrasi yang sudah ada.
Setiap instansi yang bersangkutan bisa saja menolak rencana
integrasi ini dengan berbagai macam alasan demi untuk menjaga
24
pekerjaan mereka dan pemasukan yang dapat didapatkan dari sistem
yang sudah ada sekarang. Dimungkinkan juga bahwa ada pihak-pihak
yang sengaja menolak integrasi ini demi kepentingan masing-masing.
Dimungkinkan juga rencana integrasi ini digagalkan untuk menjaga
ladang korupsi yang ada.
Sehingga satu-satunya solusi untuk menangani masalah ini adalah
dukungan dan pengawasan dari masyarakat yang akan sangat dibutuhkan
untuk melakukan integrasi ini. Demi kepentingan Integrasi sistem ini
juga, baik pihak dari pembuatan SIM dan pembuatan e-KTP harus saling
bekerja sama dan tidak mementingkan kepentingan masing-masing.
Meski mungkin hal ini dapat mengurangi pendapatan untuk salah satu
instansi, namun dampak positif yang mungkin dibawa oleh integrasi SIM
kedalam e-KTP tidak boleh dibuang begitu saja. Namun sekali lagi,
semua tergantung dari niat dan keinginan pihak yang bersangkutan untuk
membangun Indonesia.
2. Praktik di lapangan
Dalam praktinya di lapangan, pengembangan atau pemanfaatan
integrasi SIM kedalam e-KTP dapat menjumpai beberapa permasalahan /
kendala. Beberapa kemungkinan kendala tersebut antara lain adalah
mulai dari sisi sarana prasarana, sisi pelaksana dan pengguna, serta
otorisasi akses ke data penduduk di database yang akan menyangkut
kemasalah privasi.
Berikut adalah pembahasan masalah / kendala yang mungkin akan
terjadi di lapangan
a. Sarana Prasarana
Salah satu permasalahan / kendala yang paling mendasar yang
mungkin akan kita temukan dilapangan ketika pengembangan
integrasi ini adalah permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan
infrastruktur khususnya infrastruktur jaringan dan internet yang
merupakan teknologi penunjang utama dalam integrasi SIM kedalam
e-KTP ini. Karena seperti yang kita ketahui, koneksi Internet dan
jaringan di Indonesia bisa terbilang jauh dari standar internasional dan
25
memiliki banyak permasalahan seperti jaringan yang tidak stabil dan
penyebaran Internet yang belum menjangkau seluruh pelosok wilayah
Negara Indonesia.
Padahal bila kita lihat fakta berdasarkan data yang diambil dari
wearesocial.sg pada bulan Januari 2015, penggunaan internet di
Indonesia sudah mencapai sekitar 72.7 juta pengguna dari total
penduduk di Indonesia yang mencapai sekitar 255.5 juta. Fakta ini
menunjukkan bahwa seharusnya infrastruktur seperti Internet dan
jaringan di Indonesia harus mulai diperbaiki dan diawasi serta
dilakukan perawatan. Pemerintah juga seharusnya mulai menyediakan
sebuah ISP (Internet Service Provider) atau penyedia jasa internet
sendiri yang dikhususkan untuk keperluan pemerintahan. Hal ini
selain akan membantu dalam pemanfaatan integrasi SIM kedalam e-
KTP, dapat dipastikan juga dapat membantu dalam proses
pemerintahan yang menuju ke arah “e-government”.
Hal lain yang tidak boleh kita lupakan juga adalah penyebaran
prasarana penunjang dasar seperti komputer dan peralatan lain untuk
mendukung dalam pemanfaatan sistem yang terintegrasi ini.
Pemerintah harus mulai memikirkan sebuah rencana atau
merencanakan sebuah program untuk memperkenalkan teknologi
seperti komputer ke seluruh penjuru Nusantara. Pengenalan teknologi
ini bukan hanya sekedar memberikan informasi dasar tentang apa itu
komputer atau teknologi yang akan digunakan, namun juga
memberikan pelatihan pemanfaatan teknologinya secara penuh dan
utuh kepada masyarakat.
b. Pelaksana dan Pengguna
Dalam praktik dilapangan pasti akan dijumpai adanya pihak
pelaksana dari pemerintah dan pihak pengguna baik itu masyarakat,
instansi, perusahaan, dan lain-lain.
Masalah atau kendala lain yang mungkin dapat ditemui dari segi
pengguna nanti adalah masalah kepercayaan masyarakat, lembaga,
atau instansi lain terhadap kredibilitas data yang ada dalam e-KTP
26
termasuk SIM didalamnya. Hal ini hanya dapat diselesaikan bila
pemerintah mengadakan sosialisasi ke masyarakat dan melakukan
akreditasi secara berkala terhadap sistem yang terintegrasi ini. Karena
bisa saja nanti banyak lembaga yang tidak menerima sebuah format
elektronik dalam lembaga-nya yang bisa jadi disebabkan karena
kurangnya pemahaman mereka terhadap teknologi ini atau karena
tidak tersedianya peralatan yang memadai untuk mendukung atau
memanfaatkan sistem integrasi ini. Sehingga mau tidak mau, harus
disediakan kembali sebuah sistem manual yang bisa jadi dapat
memakan biaya lebih.
Dan kendala yang mungkin sukar untuk dicari solusinya adalah
masalah yang berkaitan dengan “Human Error”. Karena sebaik-
baiknya sebuah teknologi tidak akan pernah bisa terlepas dari
kesalahan yang dibuat oleh penggunanya, baik itu kesalahan input
atau keteledoran petugas. Hal lain juga yang dapat terjadi adalah bila
adanya kerusakan tidak terduga dari teknologi yang digunakan seperti,
kerusakan pada komputer, kesalahan pada alat pemindaian e-KTP,
adanya fungsi yang tidak berjalan dengan seharusnya, dan adanya
pihak yang tidak bertanggung jawab yang melakukan penyerangan ke
database e-KTP Negara. Hal ini menuntut negara dan masyarakat
untuk melakukan pengawasan serta perawatan terhadap infrastruktur
penunjang sistem SIM dan e-KTP yang terintegrasi ini. Pelatihan dan
evaluasi kinerja yang benar harus dilaksanakan oleh pemerintah
kepada pihak pelaksana agar sistem ini nantinya tidak akan
mendapatkan masalah lebih dari yang seharusnya dan tingkat
kredibilitas dari sistem ini dapat terjaga dengan baik.
c. Otorisasi Akses Data
Kendala yang dapat ditemui adalah ketika adanya perebutan
otoritas / kekuasaan atas data warga Negara yang ada di database
Nasional nanti. Oleh sebab itu, Otoritas terhadap akses data yang ada
pada database pemerintahan harus mulai diatur dengan jelas dan
serinci-rincinya. Hal ini karena data yang ada merupakan informasi
27
privasi setiap warga Negara Indonesia yang dipercayakan kepada
pemerintah.
Hal ini merupakan hal yang hanya dapat diselesaikan dengan
menghilangkan “Ego Sektoral” yang ada pada setiap instansi
pemerintahan. Setiap instansi tidak boleh saring berebut hak untuk
memperoleh otoritas, karena hal ini justru akan menambah
permasalahan yang tidak seharusnya. Otorisasi ini juga harus dibuat
payung hukum dan didukung dengan Undang-Undang yang mengatur
tingkatan otoritas yang jelas antar setiap instansi pemerintahan yang
berkepentingan agar terdapat sebuah tim pelaksana dan penanganan
yang jelas akan seluruh data penduduk warga Negara Indonesia.
Pemilik kekuasaan atas data penduduk ini juga tidak boleh
sembarangan dan harus dapat menjaga seluruh privasi data / informasi
dan hanya menggunakan data-data tersebut untuk keperluan birokrasi,
hukum, dan hal-hal yang sudah diatur dalam perundang-undangan.
Pemilik kekuasaan terhadap akses ini juga berhak untuk membatasi
informasi apa saja yang dapat diakses dari bagian instansi atau
masyarakat tertentu.
3. Sosialisasi di masyarakat
Masalah terakhir yang mungkin dapat ditemui nanti saat proses
pengembangan sistem SIM dan e-KTP yang terintegrasi adalah pada
masalah yang berkaitan dengan sosialisasi dan pemberian edukasi
dimasyarakat. Sosialisasi ini menjadi penting dikarenakan integrasi ini pada
awalnya bertujuan untuk membantu masyarakat dan masyarakat pasti akan
perlu mengetahui akan apa saja hal-hal yang perlu mereka ketahui seperti
teknologi, pemanfaatan, dan teknis pelaksanaan. Penyelesaian masalah ini
dapat mencakup pembahasan dari tata cara dan metode pengenalan, materi
edukasi yang harus diberikan kepada masyarakat, hingga penggambaran
masa depan dari teknologi nanti.
a. Metode Sosialisasi
28
Untuk dapat melakukan penyampaian program tentang Integrasi SIM
dan e-KTP ini harus menggunakan metode sosialisasi bertahap mulai dari
bangku sekolah hingga umum dan dilaksanakan secara berkala. Kita tahu
sendiri di Indonesia metode sosialisasi yang terlalu teknis dan berbelit-
belit tidak akan dimengerti oleh masyarakat, hal inilah yang menjadi
tantangan besar untuk pemerintah. Sosialisasi ini juga harus berhasil
untuk menjangkau seluruh masyarakat termasuk warga negara di pelosok
Nusantara. Selain itu, pihak pemberi edukasi juga harus dilatih untuk
dapat menjawab pertanyaan yang berbeda-beda dari setiap daerah.
Metode dalam sosialisasi ini nanti mungkin dapat dibagi menjadi 2
yaitu untuk warga di kota-kota besar dan warga di pelosok. Untuk warga
di kota-kota besar, pemanfaatan media sosial seperti Facebook, Twitter,
dan lainnya dapat memberikan manfaat sangat banyak karena
sosialisasinya akan mencakup banyak warga negara dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya. Pemerintah bisa menciptakan sebuah akun media
sosial tersendiri dan melakukan sosialisasi menggunakan akun tersebut.
Tentunya hal ini dapat mengurangi biaya untuk sosialisasi dan
mengalokasikannya untuk sosialisasi di daerah-daerah lain yang
membutuhkannya. Sedangkan, untuk warga-warga dikota kecil atau di
daerah pelosok yang tidak terjangkau media baik itu Internet. televisi,
radio, atau koran sekalipun, harus mendapatkan sosialisasi dengan
adanya tim yang langsung terjun kelapangan dan memberikan arahan
langsung baik itu pada ketua masyarakat disana atau kepada perwakilan
di setiap daerah.
b. Materi Sosialisasi
Materi sosialisasi harus mencakup penjelasan secara sederhana
tentang teknologi yang digunakan serta pemanfaatannya sebagai
penunjang program Integrasi ini. Materi sosialisasi ini harus melihat dari
target masyarakat yang akan diberikan edukasi. Untuk masyarakat awam
yang tidak terlalu paham dengan teknologi, isi materi bisa hanya
memperkenalkan teknologinya saja yang tidak secara teknis tapi lebih
ditekankan ke pemanfaatannya. Namun, untuk orang-orang di perkotaan
29
yang cenderung kritis, sosialisasi secara teknis, rinci, dan menyeluruh
haruslah dilakukan secara jelas untuk tidak menimbulkan keraguan
masyarakat akan sistem yang terintegrasi ini.
Selain itu, teknis pelaksanaan dari sistem yang terintegrasi ini juga
merupakan hal yang wajib disertakan dalam sosialisasi. Pemberian
simulasi pelaksanaan juga bisa dijadikan opsi untuk materi sosialisasi.
Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak kaget dan meminimalisir waktu
adaptasi terhadap sistem baru ini.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dari pembahasan dalam karya tulis ini, penulis dapat mengambil beberapa
simpulan yaitu :
1. Sistem SIM dapat terintegrasi dengan sistem e-KTP memperkaya sistem
yang sudah ada pada e-KTP;
30
2. Terintegrasinya SIM dan e-KTP dapat membuka sebuah langkah baru untuk
menciptakan “Single Identity Card” dimana semua data kita dapat diwakili
oleh satu kartu;
3. Teknologi yang digunakan dalam integrasi ini bukanlah suatu teknologi
yang baru, sehingga dalam proses implementasinya sekiranya hanya akan
memerlukan sedikit waktu adaptasi dan pemantapan sistem;
4. Sistem yang terintegrasi ini dapat mempermudah dalam urusan Birokrasi
dan memperkaya sistem yang sudah ada di lapangan; dan
5. Akan banyak Kendala yang mungkin akan ditemui dalam pengembangan
atau penerapan teknologi sistem yang terintegrasi ini, mulai dari masalah
infrastruktur hingga masalah politik.
4.2 Saran
Penulis berharap bahwa pemerintah nantinya akan lebih bisa
mengembangkan dan memanfaatkan teknologi untuk masyarakat. Dimulai dari
penyediaan dan pemanfaatan teknologi yang sudah ada. Penulis juga berharap
bahwa nantinya inovasi dan proyeksi yang tertulis dalam karya tulis ini dapat
dilaksanakan dan disesuaikan lagi dengan keperluan pemerintahan.
DAFTAR PUSTAKA
Admin situs e-KTP. 2011. Perbedaan KTP Lama, KTP Nasional, KTP Elektronik (e-KTP) (Online). Tersedia : http://www.e-ktp.com/2011/05/perbedaan-ktp-lama-ktp-nasional-ktp-elektronik-e-ktp/.
Kaskus, rino.nas.4ever. 2014. Rupa-rupa KTP yang Pernah Eksis di Indonesia (Online). Tersedia : http://www.kaskus.co.id/thread/535aa86f128b46cf598b494b/ooooo-seperti-ini-lho-ktp-ktp-yang-pernah-eksis-di-indonesia-1921-sd-2014.
31
Kementrian Dalam Negeri Republik Indonesia . 2014. Sejarah KTP di Indonesia (Online). Tersedia : http://www.dukcapil.kemendagri.go.id/detail/sejarah-ktp-di-indonesia.
Kemp, Simon. 2015. Digital, Social, and Mobile in 2015 (Online). Tersedia : http://wearesocial.sg/blog/2015/01/digital-social-mobile-2015.
Wikipedia Indonesia. 2016. Kartu Tanda Penduduk (Online). Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_Tanda_Penduduk.
Wikipedia Indonesia. 2016. Nomor Induk Kependudukan (Online). Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Nomor_Induk_Kependudukan.
Wikipedia Indonesia. 2016. Kartu Tanda Penduduk Elektronik (Online). Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Kartu_Tanda_Penduduk_elektronik.
Wikipedia Indonesia. 2016. Surat Izin Mengemudi (Online). Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Surat_Izin_Mengemudi.
Wikipedia Indonesia. 2016. Bukti Pelanggaran (Online). Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Bukti_pelanggaran.
Wikipedia. 2016. QR Code (Online). Tersedia : http://en.wikipedia.org/wiki/QR_code.
Wikipedia Indonesia. 2016. Biometrik (Online). Tersedia : http://id.wikipedia.org/wiki/Biometrik.
32