1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia adalah negara dengan GDP terbesar di ASEAN. Menurut McKinsey
Global Institute, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.1, total GDP Indonesia
pada tahun 2011 sekitar 40% dari total GDP seluruh negara ASEAN.
Gambar 1.1 Komposisi GDP di ASEAN
Sumber: Conference Board Total Economy Database, IMF, World Bank dan Mckinsey Global
Institute.
Menurut Conference Board Total Economy Database, IMF, World Bank dan
Mckinsey Global Institute, seperti yang dapat dilihat pada Gambar 1.2, Indonesia
juga merupakan salah satu negara dengan pertumbuhan GDP yang paling cepat
dan stabil di dunia. Pertumbuhan GDP Indonesia dekade 2000-2010 adalah 5.2%
hanya kalah dari India 7.7% dan China 11.5%.
40%
18%
14%
13%
6%
6%
2%1% 1%
0%
Total GDP = USD 1848 Milyar (2011)
Indonesia
Thailand
Malaysia
Singapura
Vietnam
Filipina
Myanmar
Brunei
Kamboja
Laos
2
Gambar 1.2 Pertumbuhan GDP 2000-2010
Sumber: Conference Board Total Economy Database, IMF, World Bank dan Mckinsey Global
Institute.
Pada tahun 2011, menurut World Bank, GDP Indonesia berada di peringkat
16 dengan USD 1131 Milyar dan telah berada di atas Australia, Polandia,
Argentina dan Arab Saudi. Pada tahun 2030, menurut PWC, GDP Indonesia
diprediksi berada di peringkat 11 dengan USD 2912 Milyar dan telah berada di
atas Turki, Italia, Korea Selatan, Spanyol, Kanada, Arab Saudi, Australia,
Polandia, dan Argentina. Pada tahun 2050, menurut PWC, GDP Indonesia
diprediksi berada di peringkat 8 dengan USD 6345 Milyar, di atas Jerman,
Prancis, Inggris, Turki, Nigeria, Italia, Spanyol, Kanada, Korea Selatan, Arab
Saudi, Vietnam, Argentina dan hanya dibawah China, Amerika Serikat, India,
Brazil, Jepang, Rusia, Meksiko. Detail mengenai posisi GDP Indonesia dapat
dilihat pada Tabel 1.1.
11,5%
7,7%
5,2% 4,9% 4,9%4,2% 4,0% 3,9% 3,8% 3,7% 3,6% 3,5% 3,4% 3,1% 3,1%
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
Pertumbuhan GDP 2000-2010
3
Tabel 1.1 Proyeksi GDP 2011-2030-2050
2011 2030 2050
No Negara GDP
($ Milyar)
Negara Proyeksi
GDP
($Milyar)
Negara Proyeksi
GDP
($ Milyar)
1 A.S 15,094 China 30,634 China 53,856
2 China 11,347 A.S 23,376 A.S 37,998
3 India 4,531 India 13,716 India 34,704
4 Jepang 4,381 Jepang 5,842 Brazil 8,825
5 Jerman 3,221 Russia 5,308 Jepang 8,065
6 Russia 3,011 Brazil 4,685 Russia 8,013
7 Brazil 2,305 Jerman 4,118 Meksiko 7,409
8 Prancis 2,303 Meksiko 3,662 Indonesia 6,345
9 Inggris 2,287 Inggris 3,499 Jerman 5,822
10 Italia 1,979 Prancis 3,427 Prancis 5,714
11 Meksiko 1,761 Indonesia 2,912 Inggris 5,598
12 Spanyol 1,512 Turki 2,760 Turki 5,032
13 Korea Selatan 1,504 Italia 2,629 Nigeria 3,964
14 Kanada 1,398 Korea Selatan 2,454 Italia 3,867
15 Turki 1,243 Spanyol 2,327 Spanyol 3,612
16 Indonesia 1,131 Kanada 2,148 Kanada 3,549
17 Australia 893 Arab Saudi 1,582 Korea Selatan 3,545
18 Polandia 813 Australia 1,535 Arab Saudi 3,090
19 Argentina 720 Polandia 1,415 Vietnam 2,715
20 Arab Saudi 586 Argentina 1,407 Argentina 2,620
Sumber: World Bank, PWC
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang signifikan akan terus berlangsung
didorong oleh permintaan konsumsi domestik. Menurut McKinsey Consumer and
Shopper Insight (CSI Indonesia 2011), pada tahun 2020 diperkirakan terdapat 85
juta orang Indonesia yang menjadi bagian consuming class, naik 40 juta orang
dari sebelumnya di tahun 2010 hanya 45 juta orang Indonesia yang menjadi
bagian consuming class. Selanjutnya pada tahun 2030 diperkirakan terdapat 135
juta orang Indonesia yang menjadi bagian consuming class, naik 50 juta orang
dari sebelumnya di tahun 2020 hanya 85 juta orang Indonesia yang menjadi
bagian consuming class.
Pertumbuhan ekonomi yang cepat ini akan sejalan dengan kenaikan
kebutuhan energi. Minyak bumi akan terus menjadi sumber energi terpenting di
4
Indonesia hingga 2030. Menurut McKinsey Global Institute, nilai pasar energi
Indonesia akan naik dari kondisi saat ini yaitu USD 80 Milyar menjadi USD 210
Milyar pada 2030 dan kenaikan kebutuhan energi minyak bumi 3% per tahun
dengan komposisi pada tahun 2030 adalah 27% serta kebutuhan bahan bakar
minyak diperkirakan akan meningkat 4% setiap tahunnya.
Dengan basis penambahan dua kilang minyak baru dan modernisasi kilang
minyak yang ada saat ini, kebutuhan bensin Premium di Indonesia pada tahun
2025 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.3 masih defisit 448 MBSD. Tanpa
penambahan kilang minyak baru dan modernisasi kilang defisit kebutuhan
Premium akan bertambah menjadi 784 MBSD.
Gambar 1.3 Kebutuhan Gasoline di Indonesia 2025
Sumber: Pertamina
2011 2012 2015 2020 2025
Delta Kebutuhan Gasoline 275 259 396 237 448
Kapasitas Kilang Baru 0 0 0 177 177
Modernisasi Kilang Lama 0 0 0 159 159
Kapasitas Kilang Lama 184 187 193 193 193
184 187 193 193 1930 0 0
159 1590 0 0
177 177275 259
396
237448
0
200
400
600
800
1000
1200
MB
SD
Kebutuhan Gasoline Tahun 2011-2025
5
Sedangkan kebutuhan LPG di Indonesia pada tahun 2025 seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 1.4 masih defisit 36 MBSD. Tanpa penambahan kilang
minyak baru dan modernisasi kilang defisit kebutuhan LPG akan bertambah
menjadi 52 MBSD.
Gambar 1.4 Kebutuhan LPG di Indonesia 2025
Sumber: Pertamina
Dengan basis penambahan dua kilang minyak baru dan modernisasi kilang
minyak yang ada saat ini, kebutuhan Avtur di Indonesia pada tahun 2025 seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 1.5 masih defisit 15 MBSD. Tanpa penambahan
kilang minyak baru dan modernisasi kilang defisit kebutuhan Avtur akan
bertambah menjadi 106 MBSD.Sedangkan kebutuhan Solar di Indonesia pada
tahun 2025 seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.6 akan surplus 268 MBSD
jika dilakukan penambahan dua kilang baru dan modernisasi kilang. Tanpa
2011 2012 2015 2020 2025
Delta Kebutuhan LPG 42 37 36 28 36
Kapasitas Kilang Baru 0 0 0 5 5
Modernisasi Kilang Lama 0 0 0 11 11
LPG Non Kilang 0 34 38 38 38
Kapasitas Kilang Lama 13 12 13 13 13
13 12 13 13 130
0 0 11 11
0
0 05 5
42
37 3628 36
0
20
40
60
80
100
120
MB
SD
Kebutuhan LPG Tahun 2011-2025
6
penambahan kilang minyak baru dan modernisasi kilang kebutuhan minyak
Diesel/Solar akan defisit menjadi 243 MBSD.
Gambar 1.5 Kebutuhan Avtur di Indonesia 2025
Sumber: Pertamina
Gambar 1.6 Kebutuhan Solar di Indonesia 2025
Sumber: Pertamina
2011 2012 2015 2020 2025
Delta Kebutuhan Avtur 12 14 31 -28 15
Kapasitas Kilang Baru 0 0 0 74 74
Modernisasi Kilang Lama 0 0 0 17 17
Kapasitas Kilang Lama 47 46 45 45 45
47 46 45 45 45
0 0 017 170 0 0
74 74
12 14 31
-28
15
-40-20
020406080
100120140160
MB
SD
Kebutuhan Avtur Tahun 2011-2025
2011 2012 2015 2020 2025
Delta Kebutuhan Solar 166 85 135 -323 -268
Kapasitas Kilang Baru 0 0 0 257 257
Modernisasi Kilang Lama 0 0 0 255 255
Kapasitas Kilang Lama 319 345 345 345 345
319 345 345 345 3450 0 0
255 255
0 0 0
257 257
166 85 135
-323 -268
-400
-200
0
200
400
600
800
1000
MB
SD
Kebutuhan Solar Tahun 2011-2025
7
Selain defisit kuantitas produksi dibandingkan kebutuhan, sebagai catatan
Refinery Unit IV Cilacap dibangun pada tahun 1976. Tuntutan lingkungan yang
semakin ketat serta perkembangan teknologi yang semakin tinggi merupakan daya
pendorong bagi kilang minyak untuk menghasilkan produk Gasoline dan Solar
yang ramah lingkungan terutama pada aspek kandungan Sulfur.
Kandungan Sulfur dalam bensin Premium di Indonesia masih 500 ppm,
hanya bensin di Bangladesh yang memiliki kandungan Sulfur yang sama.
Sedangkan kandungan Sulfur di bensin negara lain sudah dibawah 500 ppm. Pada
tahun 2016 diharapkan turun menjadi 150 ppm dan pada tahun 2019 kembali
turun menjadi 50 ppm. Perbandingan spesifikasi bensin Premium di kawasan Asia
Pasifik dapat dilihat di Tabel 1.2 berikut:
Tabel 1.2 Spesifikasi Bensin Premium di Asia Pasifik
Kandungan Sulfur (ppm)
Negara 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Australia 50 10 10 10 10 10 10
Bangladesh 500 500 500 500 500 500 500
China 150-10 150-10 50-10 50-10 50-10 50-10 50-10
Hongkong 10 10 10 10 10 10 10
India 150-50 50-10 50-10 50-10 50-10 50-10 50-10
Indonesia 500 500 150 150 150 50 50
Jepang <10 <10 <10 <10 <10 <10 <10
Malaysia 50 10 10 10 10 10 10
Selandia Baru 50 10 10 10 10 10 10
Pakistan 150 150 10 10 10 10 10
Filipina 50 50 50 50 50 50 50
Singapura 50 50 50 50 50 50 50
Korea Selatan 10 10 10 10 10 10 10
Sri Lanka 150 150 150 150 150 150 150
Taiwan 10 10 10 10 10 10 10
Thailand 50 10 10 10 10 10 10
Vietnam 150-50 50 10 10 10 10 10
Sumber: Pertamina
Kandungan Sulfur dalam Solar di Indonesia masih 3500 ppm, paling tinggi
dibandingkan dengan negara lain di Asia Pasifik. Pada tahun 2016 diharapkan
8
turun menjadi 350 ppm dan pada tahun 2019 kembali turun menjadi 50 ppm.
Perbandingan spesifikasi Solar di kawasan Asia Pasifik dapat dilihat di Tabel 1.3
berikut:
Tabel 1.3 Spesifikasi Solar di Asia Pasifik
Kandungan Sulfur (ppm)
Negara 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Australia 10 10 10 10 10 10 10
Bangladesh 500 500 500 500 500 500 500
Brunei 50-10 50-10 50-10 50-10 50-10 50-10 50-10
China 350-10 350-10 50-10 50-10 50-10 50-10 50-10
Hongkong 10 10 10 10 10 10 10
India 350-50 50-10 50-10 50-10 50-10 50-10 50-10
Indonesia 3500 3500 350 350 350 50 50
Jepang 10 10 10 10 10 10 10
Malaysia 50 10 10 10 10 10 10
Selandia Baru 10 10 10 10 10 10 10
Pakistan 500 500-350 350 350 350 350 350
Filipina 50 50 50 50 50 50 50
Singapura 10 10 10 10 10 10 10
Korea Selatan 10 10 10 10 10 10 10
Sri Lanka 500-350 350 350 350 350 350 350
Taiwan 10 10 10 10 10 10 10
Thailand 50 10 10 10 10 10 10
Vietnam 50 50 50 50 50 50 50
Sumber: Pertamina
Untuk pemenuhan kebutuhan kuantitas dan kualitas bensin Premium, LPG,
Avtur, dan minyak Diesel/Solar maka diperlukan modernisasi kilang minyak
Pertamina termasuk Refinery Unit IV Cilacap yang memiliki kapasitas 348 MBSD
setara dengan 40% kapasitas total kilang Pertamina. Modernisasi kilang minyak
tersebut akan menambah jumlah produksi bensin Premium 159 MBSD, LPG 11
MBSD, Avtur 17 MBSD dan minyak Diesel/Solar 255 MBSD. Selain itu
modernisasi kilang minyak juga akan menurunkan kandungan Sulfur dalam
bensin Premium dari 500 ppm menjadi 50 ppm dan menurunkan kandungan
Sulfur dalam Solar dari 3500 ppm menjadi 50 ppm.
9
I.2 Rumusan Masalah
Kilang Refinery Unit IV Cilacap dibangun menggunakan teknologi tahun
1970-an. Pada tahun 2020 nanti maka kilang-kilang tersebut telah beroperasi
selama 50 tahun. Kondisi ini perlu dipertimbangkan untuk kelangsungan
operasional. Secara umum harus segera dilakukan upaya peningkatan kehandalan
dan memperpanjang umur kilang.
Kendala lainnya adalah tuntutan produk-produk yang berwawasan lingkungan
dan dengan kualitas yang lebih baik seperti Premium bebas timbal dan rendah
aromatik, emisi gas buang (flue gas & flare) rendah Sulfur, produk Solar rendah
Sulfur, kebutuhan Naptha rendah Mercury, peningkatan kualitas buangan limbah
cair dan pengelolaan sludge sesuai ketentuan baku mutu lingkungan serta
keterbatasan dukungan utility akibat pendangkalan sumber air proses yang
menyebabkan penurunan jumlah dan mutu air proses, yang mempengaruhi kinerja
operasional, kelangsungan dan pengembangan Refinery Unit IV Cilacap.
Tuntutan lingkungan yang semakin ketat serta perkembangan teknologi yang
semakin tinggi merupakan daya pendorong bagi kilang minyak untuk
menghasilkan produk Gasoline dan Diesel yang ramah lingkungan terutama pada
aspek kandungan Sulfur.
Saat ini standar kualitas BBM produk Refinery Unit IV Cilacap telah
mengacu pada spesifikasi Euro 2. Sesuai regulasi dari pemerintah yaitu
kandungan Sulfur pada produk Gasoline maksimum 500 ppm dan kandungan
10
Sulfur pada produk Solar maksimum 3500 ppm. Untuk menaikkan ON produk
Premium sudah tidak menggunakan TEL, tetapi menggunakan HOMC.
Untuk memenuhi spek Euro IV untuk bensin Premium diperlukan
modernisasi kilang yang ada saat ini dan penambahan unit baru. Begitu juga untuk
memenuhi spek Euro IV untuk Solar juga diperlukan modernisasi kilang yang ada
saat ini dan penambahan unit baru.
Selain itu seiring pesatnya pertumbuhan ekonomi, kecenderungan kebutuhan
bahan bakar Indonesia, khususnya jenis Solar dan Gasoline diprediksi akan terus
mengalami peningkatan yang signifikan di masa yang akan datang. Pertumbuhan
tersebut bila tidak diikuti dengan investasi untuk meningkatkan kemampuan
kilang untuk memproduksi tambahan produk tersebut dapat berimplikasi pada
peningkatan impor BBM.
Pengembangan dan modernisasi kilang Refinery Unit IV Cilacap dengan
tujuan utama menekan impor BBM dan meningkatkan efisiensi serta memberikan
nilai tambah produk kilang sebagai bagian dari peningkatan kompleksitas di setiap
kilang Pertamina agar dapat menjadi kilang yang kompetitif.
Modernisasi kilang Refinery Unit IV Cilacap membutuhkan biaya sangat
besar. Estimasi biaya yang dibutuhkan untuk modernisasi adalah sebesar USD 5.5
Milyar setara dengan Rp 71.5 Triliun hanya untuk kilang Refinery Unit IV Cilacap
saja. Dengan kondisi saat ini dimana Refinery Unit IV Cilacap dimiliki 100%
pemerintah maka biaya investasi seharusnya ditanggung sepenuhnya oleh
11
pemerintah. Investasi dapat dilakukan dengan penambahan modal pemerintah atau
pengurangan deviden yang disetorkan Pertamina ke pemerintah.
Dalam kondisi APBN terutama sisi penerimaan yang terbatas, secara logika
penambahan modal pemerintah atau pengurangan deviden dapat menambah
defisit anggaran APBN. Jika penambahan defisit tersebut ditutup dengan
penerbitan surat utang negara (SUN) maka APBN akan semakin terbebani dengan
bunga pinjaman atas SUN tersebut. Hal tersebut yang menyebabkan hingga saat
ini modernisasi kilang Refinery Unit IV Cilacap belum terlaksana.
Sumber dana lain yang dapat digunakan untuk melakukan modernisasi kilang
Refinery Unit IV Cilacap adalah dengan hutang atau penyertaan modal pihak lain.
Untuk itu pilihan strategi spin off Refinery Unit IV Cilacap menjadi menarik untuk
dikaji lebih lanjut.
Usaha kilang minyak adalah usaha yang membutuhkan biaya yang besar dan
memiliki resiko yang tinggi sehingga sudah menjadi common practice di dunia
sebuah kilang minyak dimiliki tidak oleh satu perusahaan saja. Sebagai salah satu
contoh adalah Pertamina dan oil company Russia, Rosneft akan membangun
kilang minyak di Tuban, Jawa Timur kapasitas 300.000 barrel per hari dengan
nilai investasi USD 13 Milyar setara dengan Rp 176 Triliun. Penandatangan nota
kesepahaman telah dilakukan pada Mei 2016. Menurut Menteri BUMN Rini
Sumarno, perusahaan patungan akan dibentuk oleh Pertamina dan Rosneft dalam
3 bulan dan kepemilikan saham Pertamina adalah mayoritas yaitu 55%.
12
Untuk modernisasi kilang minyak Cilacap sebagai bagian dari investasi
rencana perluasan kilang atau Refinery Development Master Plan (RDMP),
Pertamina telah menandatangani Head of Agreement dengan oil company Arab
Saudi, Aramco pada November 2015. Menurut Direktur Utama Pertamina Dwi
Sucipto, pada tahun ini akan diselesaikan penyusunan perusahaan patungan
dengan Saudi Aramco. Pertamina akan mengambil porsi kepemilikan 55-60%
dalam perusahaan patungan tersebut sedangkan Saudi Aramco akan mengambil
sisanya yaitu sekitar 40%.
I.3 Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian yang akan dianalisa untuk didapatkan solusi/jawaban
pada penulisan thesis ini adalah:
“Apakah strategi spin off Refinery Unit IV Cilacap adalah strategi yang tepat
dan layak untuk diterapkan Refinery Unit IV Cilacap dalam usahanya menuju
kilang kelas dunia?”.
I.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi dan mengkaji
kelayakan strategi spin off untuk dilakukan Refinery Unit IV Cilacap dalam
usahanya menuju kilang kelas dunia.
13
I.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak-pihak seperti:
1. PT Pertamina (Persero) khususnya manajemen PT Pertamina (Persero), dan
manajemen Refinery Unit Cilacap sebagai masukan untuk pengambilan
keputusan jika melakukan spin off Refinery Unit IV Cilacap.
2. Pekerja PT Pertamina (Persero) khususnya pekerja Refinery Unit IV Cilacap
dan serikat pekerja PT Pertamina (Persero) sebagai informasi alasan
dilakukan spin off Refinery Unit IV Cilacap.
3. Pelaku industri migas, dan masyarakat umum sebagai bahan pembelajaran.
I.6 Lingkup Penelitian
Apabila digambarkan, ruang lingkup dan batasan penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.7 berikut ini.
Analisis Internal
Refinery Unit IV
Tanpa Spin Off
- Value Chain
Analisis External
Refinery Unit IV
Tanpa Spin Off
- Five Forces
Analisis SWOT
Refinery Unit IV
Tanpa Spin Off
Analisis Internal
Refinery Unit IV
Jika Spin Off
- Value Chain
Analisis External
Refinery Unit IV
Jika Spin Off
- Five Forces
Analisis SWOT
Refinery Unit IV
Jika Spin Off
Potensi Spin Off
Kelayakan Spin
Off
Refinery Unit IV
Cilacap
Gambar 1.7 Ruang Lingkup & Batasan Analisis Penelitian
14
I.7 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan thesis yang dilakukan adalah sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan: Dalam bab I ini akan dijelaskan segala hal yang
berkaitan dengan latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup atau batasan penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II Landasan Teori: Dalam bab II ini akan dijelaskan segala hal yang
berkaitan dengan teori yang digunakan untuk melakukan analisa pada penelitian
thesis ini.
BAB III Metode Penelitian: Dalam bab III ini akan dijelaskan segala hal yang
berkaitan dengan metode penelitian yang dilakukan pada penulisan thesis ini.
BAB IV Hasil Penelitian dan Pembahasan: Dalam bab IV ini akan dijelaskan
hasil analisis data yang telah dilakukan dan evaluasi terhadap hasil analisis data
tersebut sehingga dapat menjawab pertanyaan penelitian dari thesis ini.
BAB V Kesimpulan dan Saran: Dalam bab V ini akan dijelaskan hasil
kesimpulan dari penelitian thesis ini dan akan diberikan saran-saran sebagai hasil
tindak lanjut dari kesimpulan thesis ini.