1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara maritim dengan luas perairan laut yang diperkirakan
sebesar 5,1 juta km2dan garis pantai sepanjang 80.791 km (Soeprapto, 2001). Untuk
mengelola kekayaan laut yang sangat besar diperlukan informasi geospasial yang baik,
benar, lengkap dan detail mengenai wilayah laut Indonesia dalam bentuk informasi
kelautan. Dalam kondisi wilayah perairan ini banyak aktivitas masyarakat yang terfokus
pada bidang kelautan seperti perencanaan navigasi, pengembangan wilayah pesisir,
pelayaran atau transportasi barang antar pulau, pembangunan dermaga pelabuhan dan
anjungan lepas pantai, penambangan lepas pantai, dan sebagainya. Aktivitas tersebut
senantiasa menuntut ketersediaan sumberinformasi kelautan.
Salah satu bentuk dari informasi kelautan adalah pasang surut (pasut). Informasi
pasut pada umumnya diperoleh dari stasiun-stasiun pasut yang jumlahnya relatif sedikit
dan umumnya terletak di pelabuhan-pelabuhan. Data pasut di Indonesia disediakan oleh
dua instansi pemerintah yaitu BIG (Badan Informasi Geospasial) dan DISHIDROS
(Dinas Hidro-Oseanogtafi) TNI-AL. Jumlah total stasitun pasut di Indonesia baik yang
dioperasikan oleh BIG, UHSLC (University of Hawaii Sea Level Center) dan GITEWS
(German Indonesia Tsunami Early Warning System) adalah sebanyak 115 stasiun.
Jumlah ini relatif sangat kecil bila dibandingkan panjang garis pantai Indonesia. Oleh
karena kecilnya rasio antara jumlah stasiun pasut dan panjang garis pantai Indonesia
(1:856), diperlukan cara lain untuk mendapatkan data pasut. Salah satu alternatif untuk
mendapatkan data pasut adalah menggunakan model pasut global yang dapat
memodelkan pasut di lokasi manapun di perairan laut dunia. Hal yang dapat ditampilkan
melalui suatu modelpasut adalah nilai amplitudo serta nilai fase pasang surut pada lokasi
perairan laut manapun. Dari nilai fase dan amplitudo, dapat dilakukan penggambaran
peta cotidal chart, yaitu peta yang menggambarkan garis-garis dengan fase dan atau
2
amplitudo yang sama. Selain itu, dengan modelpasut dapat pula dilakukan prediksi
pasang surut laut untuk waktu yang akan datang berupa nilai elevasi muka laut pada
lokasi dan waktu yang ditentukan.
Salah satu model pasut yang tersedia adalah model pasut global yang
dikembangkan pada tahun 2003 oleh Oregon State University (OSU), Amerika Serikat,
yaitumodelpasutglobal TPXO 7.1. TPXO adalah salah satu model pasut hasil asimilasi
data pasut (konvensional, satelit altimetri T/P dan Jason) dan model hidrodinamika.
Model pasut ini termasuk model inversi yang dikenal dengan OTIS (OSU Tidal
Inversion Software). TPXO 7.1 merupakan model pasut global versi terbaru yang
dihasilkan menggunakan teknik hitung kuadrat terkecil terhadap persamaan pasut
Laplace dikombinasikan dengan data pasut T/P dan Jason sepanjang lintasan (track).
Model TPXO 7.1dapat dijalankan dengan perangkat lunakTidal Model Driver (TMD).
TMD digunakan untuk melakukan ekstraksi konstanta pasut serta melakukan ramalan
(prediksi) ketinggian pasut di permukaan bumi dari model pasut dengan perangkat lunak
MATLAB. Dari model pasut dapat dilakukan ekstraksi konstanta harmonik dan prediksi
elevasi pasut pada lokasi dan waktu yang diberikan. Secara global, untuk melakukan
ekstraksi serta prediksi kostanta pasut tersebut, model pasut TPXO 7.1 melibatkan
konstituen pasut M2, S2, K1, O1, N2, P1, K2, Q1, MM, MF dan M4. Model pasut ini
dapat diunduh dari internet dan telah divalidasi dengan data pasut dari satelit altimetri
dan stasiun pasut pantai dan lautan (Shum et al., 1997; Zahran et al., 2006). Model ini
mempunyai akurasi dalam beberapa cm untuk daerah laut dalam dan akurasinya dapat
sangat bervariasi di daerah perairan dangkal/paparan dan pantai dengan nilai maksimum
sebesar 1 m.
Model pasutTPXO 7.1dapat memodelkan pasut di seluruh lokasi perairan di
dunia. Pada penelitian ini lokasi pemodelan adalah wilayah perairan Pulau Jawa.
Penelitian ini dimaksudkan untuk memodelkan pasut menggunakan TMD dan model
pasut global TPXO 7.1untuk studi kasus perairan Pulau Jawa serta mengetahui kualitas
akurasi data yang dihasilkan dari model pasut, sehingga model tersebut dapat
3
dipertimbangkan untuk digunakan sebagai penyedia data pada pekerjaan-pekerjaan
oseanografi.
I.2. Perumusan Masalah
Model pasut global TPXO 7.1 dapat digunakan untuk memprediksikan data pasut
dan mengekstraks konstanta harmonik di seluruh perairan dunia termasuk di perairan
Pulau Jawa. Namun demikian, akurasi model belum diketahui. Dari rumusan masalah
dapat dikemukakan pertanyaan penelitian yaitu: Bagaimanakah akurasi data pasut dan
konstanta harmonik hasil prediksi dan ekstraksi dari model TPXO 7.1?
I.3. Pembatasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Daerah yang dimodelkan pasang surutnya adalah wilayah perairan Pulau Jawa,
Indonesia.
2. Pemodelan meliputi prediksi elevasi pasut serta ekstraksi konstanta pasut.
3. Data pengamatan pasut yang digunakan untuk pengecekan akurasi hasil prediksi
pasut oleh model diperoleh dari pengamatan IOC (Intergovernmental Oceanographic
Commission) yang diunduh dari situs http://www.ioc-sealevelmonitoring.org/,
sedangkan untuk pengecekan akurasi konstanta pasut digunakan data pengamatan
Dinas Hidro Oseanografi (DISHIDROS).
I.4. Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan pemodelan pasutdi wilayah perairanPulau Jawa dengan menggunakan
model TPXO 7.1 dan perangkat lunak TMD.
2. Melakukan evaluasi data hasil prediksi elevasi dan ekstraksi konstanta pasut sehingga
akurasi model pasut dapat diketahui.
4
I.5. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian iniadalah:
1. Dapat diketahui cara memperoleh data pasut dari seluruh wilayah perairan di
Indonesia.
2. Dapat dilakukan ekstraksi konstanta pasut serta prediksi pasut pada lokasi serta waktu
yang dikehendaki.
I.6. Tinjauan Pustaka
Yonathan (2012) melakukan penelitian pemodelan pasang surut di perairan Teluk
Bone dengan menggunakan Estuary Lake Coastal Ocean Model (ELCOM). Hasil
pemodelan menunjukkan perambatan gelombang pasut K1 terwakili secara cukup baik
dengan hasil elevasi amplitudo yang kurang dari 10 cm, dan perbedaan nilai fase
terbesar mencapai 58 menit, bila dibandingkan dengan komponen pasut K1 di kedua
stasiun pasut milik DISHIDROS. Pada hasil pemodelan perambatan gelombang pasut
M2 juga terwakili secara cukup dari hasil elevasi amplitudo yang kurang dari 10 cm dan
perbedaan nilai fase terbesarnya 39 menit, dibandingkan dengan DISHIDROS.
Iskandar (2009) melakukan simulasi model pasang surut laut tiga dimensi di Selat
Malaka denganmenggunakan model Hamburg Shelf Ocean Model (HAMSOM). Hasil
menunjukkan bahwa model memperlihatkan pemecahan persamaan dinamika
oseanografi yang cukup akurat yang memperlihatkan jenis pasang surut laut di Selat
Malaka adalah semi diurnal dengan komponen utama yang berpengaruh pada pasang
surut laut ialah komponen M2 dan S2.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang telah dilakukan dia atas terletak
pada model pasut yang digunakan, komponen pasut yang dilibatkan serta tujuan
penelitian. Penelitian ini menggunakan perangkat lunak TMD untuk memprediksikan
nilai elevasi pasut dan mengekstraks konstanta pasutdari model TPXO 7.1, kemudian
data hasil prediksi dan ekstraksi dibandingkan dengan data pengamatan IOC dan
DISHIDROS. Yonathan (2012) menggunakan model ELCOM untuk melakukan
5
ekstraksi konstanta pasut berupa amplitudo dan fase pasut dengan konstituen pasut K1
dan M2, kemudian dibandingkan dengan data pengamatan pasut oleh DISHIDROS.
Iskandar (2009) menggunakan model HAMSOM dalam melakukan simulasi model
pasut tiga dimensi untuk mengetahui jenis pasang surut laut di Selat Malaka dan
komponen pasut utama yang mempengaruhinya.
I.7. Landasan Teori
I.7.1 Pasang surut
Pasang surut adalah fenomena naik turunnya permukaan air laut secara periodik
yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi dan gaya tarik benda-benda langit
terutama bulan dan matahari terhadap massa air di Bumi. Sebenarnya, benda angkasa
lainnya juga mempengaruhi, namun pengaruhnya dapat diabaikan karena jarak yang
jauh terhadap bumi atau ukurannya yang jauh lebih kecil dari bumi. Jadi, benda-benda
angkasa yang paling mempengaruhi pasang surut laut di bumi adalah bulan dan
matahari.
Persamaan gaya gravitasi menurut Hukum Newton (Soeprapto, 1993) adalah:
F = k
……………………………………………(I.1)
Dari persamaan (I.1) besarnya gaya gravitasi bergantung pada jarak antar kedua benda
dan besarnya massa dari masing-masing benda. Gaya gravitasi antara bumi dan bulan
lebih besar pengaruhnya terhadap pasut dari pada gaya gravitasi antara bumi dan
matahari. Hal ini disebabkan jarak antara bumi dengan bulan lebih dekat dibandingkan
dengan jarak antara bumi dengan matahari.
Selain gaya tarik tersebut, gaya sentrifugal juga mempengaruhi pasang surut di
bumi. Gaya ini merupakan akibat dari rotasi bumi yang berlawanan arah dengan gaya
gravitasi sehingga terbentuklah resultan antar kedua gaya tersebut. Besarnya gaya
sentrifugal di semua bagian bumi adalah sama besarnya dengan gaya graivtasi bulan di
pusat massa bumi, sehingga muncullah teori kesetimbangan pasut atau equilibrium tide.
6
Persamaan gaya tarik antara bumi bulan dapat dilihat pada persamaan (I.2) sampai
dengan persamaan (1.4.) (Heliani, 2003).
2
2
22 R
a
m
mg
R
mG
R
mmGF
e
mmmp
p ……………………… (I.2)
Persamaan gaya sentrifugal yang terjadi di bumi dapat dilihat pada persamaan (I.3)
2
2
2 r
a
m
mg
r
mGF
e
mmc
………………………. (I.3)
Resultan dari kedua gaya tersebut untuk gaya pembangkit pasut (Fpp) adalah :
Fpp = Fp+ Fc
22 r
GM
R
GM mm (Fc bernilai negatif karena berlawanan arah dengan Fp)
………………………. (I.4)
GambarI.1. Resultan arah gaya gravitasi bulan dan gaya sentrifugal
(Poerbandono, 2005)
Gaya gravitasi bulan (Fb) yang bekerja pada titik pengamatan Pyang memiliki
lokasi terdekat dengan bulan dan segaris dengan sumbu bumi-bulanlebih besar
dibandingkan dengan gaya sentrifugalnya (Fs). Hal ini menyebabkan badan air tertarik
ke arah bulan dan menjauhi bumi. Lokasi P ditunjukkan pada Gambar I.1. Seiring
dengan menjauhnya lokasi titik pengamat terhadap bulan, gaya gravitasi yang bekerja
pada titik-titik di permukaan bumi pun akan semakin kecil. Di titik P’, gaya sentrifugal
lebih dominan dibanding gaya gravitasi bulan, sehingga badan air tertarik menjauhi
bumi pada arah menjauhi bulan (Poerbandono, 2005).
Bumi
Bulan
P’ Fs Fb P
7
Berdasarkan geometri kedudukan bumi-bulan dan matahari, pasut dapat dibagi
menjadi 2 macam yakni pasut purnama (spring tides) dan pasut perbani (neap tides).
Pasut purnama memiliki ciri-ciri fenomena air pasang yang sangat tinggi dan surut yang
sangat rendah. Hal ini dikarenakan posisi kedudukan antara bulan,matahari dan bumi
berada pada satu garis lurus sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi
saling menguatkan (Gambar I.2). Pasut purnama terjadi pada saat bulan purnama dan
bulan baru/mati. Pasut perbani memiliki ciri-ciri fenomena air pasang yang sangat
rendah dan surut yang sangat tinggi. Hal ini dikarenakan posisi kedudukan antara
bulan,matahari dan bumi membentuk sudut siku, sehingga gaya tarik bulan dan matahari
terhadap bumi saling mengurangi (Gambar I.3). Pasut perbani terjadi pada saat bulan
seperempat dan tiga perempat.
Gambar I.2.Pasut Purnama saat bulan purnama
Gambar I.3. Pasut Perbani saat bulan perbani
Bumi Bulan
Matahari
Bumi
Matahari
Bulan
8
Persamaan tinggi muka air laut dapat ditulis pada persamaan (I.5) (Soeprapto,
1993):
))cos(()(1
0 iiiii
k
i
ii tguVAfSth ……………...……(I.5)
Dimana, h(t) = tinggi muka laut saat waktu t
S0 = muka laut rerata
fi = faktor koreksi nodal untuk komponen harmonik ke-i
Ai = amplitudo rerata komponen harmonik ke-i
Vi+ui = nilai elemen astronomik atau harga argumen dari pasut setimbang
komponen ke-n pada saat t=0
gi = fase komponen pasut ke-i
= kecepatan sudut anguler dari komponen pasut ke-i
t = waktu yang dinyatakan dalam GMT (Greenwich Meridian Time)
I.7.2. Tipe Pasang Surut
Pasang surut dibagi menjadi empat tipe (Wyrtki, 1961), yaitu :
1. Pasut harian tunggal (diurnal tide), yaitu apabila hanya terjadi satu kali pasang dan
satu kali surut dalam satu hari, seperti ditunjukan pada Gambar I.4.
Gambar 1.4. Tipe pasut tunggal (diurnal)
9
2. Pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), yaitu apabila terjadi dua kali pasang
dan dua kali surut yang tingginya hampir sama dalam satu hari, seperti ditunjukan
pada GambarI.5
Gambar 1.5. Tipe pasut ganda (semidiurnal)
3. Pasang surut campuran condong harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal), yaitu
apabila pada tiap harinya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi terkadang
dengan dua kali pasang dan dua kali surut yang sangat berbeda dalam tinggi dan
waktu seperti pada GambarI.6.
Gambar 1.6. Tipe pasut campuran condong harian tunggal
4. Pasang surut campuran condong harian ganda (mixed tide, prevailing semidiurnal),
yaitu apabila terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari tetapi terkadang
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dengan memiliki tinggi dan waktu yang
berbeda yang ditunjukan pada GambarI.7.
10
Gambar 1.7. Tipe pasut campuran condong harian ganda
Periode dari tiap tipe pasut berbeda, untuk harian tunggal (diurnal) memiliki
periode 24 jam 50 menit dan harian ganda adalah 12 jam 25 menit. Penentuan tipe pasut
pada suatu daerah didasarkan pada persamaan Formzahl (F) yaitu :
F = (K1+O1 )/ (M2+S2) ……................................................. (I.6)
K1,O1,M2 dan S2 pada persamaan (I.6) adalah nilai amplitudo komponen
harmonik pasut yang diperoleh dari analisis harmonik pasut. Dalam hal ini nilai
Formzahl,
0.00 <F ≤ 0.25 ; pasut bertipe ganda (semidiurnal)
0.26 < F≤ 1.50 ; pasut bertipe campuran dengan tipe ganda yang menonjol
(mixed, mainlysemidiurnal)
1.51< F ≤ 3.00 ; pasut bertipe campuran dengan tipe tunggal yang menonjol
(mixed, mainly diurnal)
F > 3.00 ; pasut bertipe tunggal (diurnal)
I.7.3. Konstituen Pasut
Kedudukan muka tinggi air laut di setiap tempat bervariasi. Variasi ketinggian
ini sebenarnya adalah hasil dari penggabungan atau superposisi dari berbagai komponen
atau konstituen harmonik gelombang pasut sebagai akibat dari gaya pembangkit pasut.
Konstituen harmonik pasut ditentukan berdasarkan pada nilai amplitudo dan kelambatan
fase dari setiap gelombang tunggal. Menurut Laplace, gelombang komponen pasang
11
surut setimbang dalam penjalarannya akan mendapatkan respon dari laut yang
dilewatinya, sehingga amplitudonya akan mengalami perubahan dan kelambatan fasenya
akan mengalami keterlambatan, namun frekuensi dan kecepatan sudut masing-masing
komponen adalah tetap. Dalam hal ini, konstituen pasut merupakan konstituen yang
bersifat periodik yang memiliki frekuensi dan kecepatan sudut tertentu (Pugh, 1987).
Konstituenpasut terbagi menjadi dua yaitu komponen pasut utama/umum dan
komonen pasut lokal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel I.1.
Tabel I. 1. Konstituen harmonik pasut (Pond dan Pickard, 1983)
Jenis / Nama Konstituen Simbol Periode (jam)
Kecepatan
Sudut
(derajat/jam)
Tengah Harian (SemiDiurnal)
Principal Lunar
Principal Solar
Larger lunar elliptic
Luni Solar
M2
S2
N2
K2
12.4
12.0
12.7
11.97
28.9841
30.0000
28.4397
30.0821
Harian (Diurnal)
Luni-solar diurnal
Principal Lunar Diurnal
Principal Solar Diurnal
Larger lunar elliptic diurnal
K1
O1
P1
Q1
23.9
25.8
24.1
26.9
15.0411
13.943
14.9589
Periode panjang
Lunar Forthnightyl
Lunar Monthly
Solar semmi annual
Mf
Mm
Ssa
328.0
661
2191
1.098
0.5444
0.0821
Perairan Lokal/Shallow water
Kombinasi S2 dan M2
Kombinasi S2,M2 dan N2
Kombinasi M2 dan K1
Kombinasi M2 dan M2
Kombinasi M2 dan S2
2SM2
MNS2
MK3
M4
MS4
11.61
13.13
8.18
6.21
6.20
31.0161
27.424
44.025
57.968
58.084
12
Konstituen pasut dibentuk karena fenomena-fenomenat tertentu seperti ditunjukan
pada Tabel I.2.
Tabel I.2. Fenomena konstituen pasut (Poerbandono, 2005)
Jenis Namakonstituen Fenomena
Semi –
diurnal
M2 Gravitasi bulan dengan orbit lingkaran dan sejajar
ekuator bumi
Gravitasi matahari dengan orbit lingkaran dan
sejajar ekuator bumi
S2 Perubahan jarak bulan ke bumi akibat lintasan yang
berbentuk elips
N2 Perubahan jarak bulan ke bumi akibat lintasan yang
berbentuk elips
Semi-diutnal K2
Perubahan jarak matahari ke bumi akibat lintasan
yang berbentuk elips
Diurnal K1 Deklinasi sistem bulan dan matahari
O1 Deklinasi bulan
P1 Deklinasi matahari
Perairan
dangkal
M4 Dua kali kecepatan M2
MS4 Interaksi M2 dan S2
I.7.4. Pengamatan Pasut
Pengamatan pasut dapat dilakukan dengan cara mendirikan stasiun pasut yang
berada di dekat pantai. Pengamatan di stasiun pasut umumnya menggunakan
seperangkat alat pengukuran pasut yang disebut dengan tide gauge. Jenis-jenis tide
gauge bermacam macamsesuai dengan jenis sensornya, diantaranya pole gauge (palem
pasut), echosounder gauge, float gauge, radar gauge dan pressure gauge.
Sebagai alat pembanding untuk uji validasi model dalam penelitian ini, data yang
digunakan adalah data pengamatan pasut olehIOC dari alat pressure gauge. Prinsip kerja
pressure gauge hampir sama dengan float gauge, namun perubahan naik-turunnya
air laut menyebabkan terjadinya perubahan tekanan pada kolom pipa yang selanjutnya
13
dihubungkan dengan alat pencatat (recording unit). Pemasangan alat pressure gauge
dapat dilihat pada Gambar I.8.
Gambar I.8. Pressure gauge
(sumber:http://www.psmsl.org/train_and_info/training/gloss/gb/gb2/bgauge.html)
Alat pressure gauge diletakkan dalam sebuah stilling well (pipa) pada dinding
dermaga yang berfungsi untuk mengurangi efek riak dari permukaan air laut. Alat ini
dipasang sedemikian rupa sehingga selalu berada di bawah permukaan air laut tersurut.
Pressure gauge merekam data perubahan tekanan air di sekitarnya dengan alat sensor
yang mencerminkan ketinggian kolom air dan tekanan atmosfer di permukaan. Hal ini
penting untuk mengetahui tekanan atmosfer dan kerapatan air untuk menentukan
kedalaman air, sehingga diperoleh tinggi muka air dari nilai ini dengan
mempertimbangkan nilai densitas dan gravitasi.
I.7.5. Prediksi Pasut
Tujuan dilakukan prediksi pasut adalah untuk memperkirakan nilai tinggi
permukaan air laut pada masa yang dikehendaki dan terletak pada lokasi tertentu.
Prediksi pasut dilakukan dengan menurunkan atau mencari nilai komponen pasut dari
pengamatan data pasut pada periode tertentu. Pendekatan yang dilakukan untuk prediksi
pasut adalah dengan menetukan terlebih dahulu analisis harmonik pasutnya. Hasil
Data disampaikan
lewat satelit
Pipa dipasang
pada dinding
dermaga
transmitter barometer
Pencatat data dan
pemroses sinyal
14
prediksi pasut dapat disajikan dalam dua bentuk yaitu: pertama dalam bentuk tabel serta
grafik yang berisi rentang waktu prediksi dan tinggi muka laut prediksi. Kedua disajikan
dalam bentuk Co-tidal chart yang merupakan interpolasi kelambatan fase pasut. Namun
dalam penelitian ini, prediksi pasut disajikan dalam bentuk tabel dan grafik dengan
bantuan software.
I.7.6. Satelit Altimetri TOPEX/POSEIDON
Satelit altimetri termasuk teknik pengamatan space-to-earth yang memberikan
data ketinggian permukaan laut di atas elipsoid acuan pada hampir sebagian besar
permukaan laut. Operasional pengukuran oleh satelit altimetri sangat mudah dipahami
namun interpretasi terhadap data pengamatannya sangat kompleks (Basith, 2001).
Sistem satelit altimetri terdiri atas radar altimeter yang mengamati tinggi satelit di
atas permukaan laut dan sistem pelacak yang menentukan tinggi satelit di atas bidang
acuan (elipsoid) dengan teknik penentuan orbit yang teliti. Selisih tinggi keduanya
disebut Sea Surface Height (SSH). Jarak ukuran altimeter didapatkan dengan
memancarkan sinyal tajam ke permukaan laut. Kemudian pulsa altimeter mengenai
footprintsebuah luasan berbentuk lingkaran dengan diameter beberapa kilometer di
permukaan laut. Sebuah receiver mencatat sinyal yang dipantulkan oleh permukaan laut.
Pencatat waktu yang sensitif diperlukan untuk mencatat perbedaan waktu tempuh ( )
saat transmisi dan penerimaan sinyal. Ketinggian ρ satelit di atas permukaan laut dapat
diperoleh dari waktu tempuh perjalanan sinyal saat dipancarkan satelit, lalu dipantulkan
oleh permukaan laut dan diterima oleh receiver, ρ sehingga ρ dapat dirumuskan dengan:
ρ = c
………………….(I.7)
dengan c adalah kecepatan rambat sinyal dan adalah waktu tempuh.
Persamaan dasar altimetri dengan mengabaikan koreksi-koreksi yang harus
diterapkan adalah sebagai berikut:
H = ρ+h = ρ +N+hd
………………….(I.8)
15
dimana H adalah tinggi satelt, ρ adalah jarak altimeter, h adalah SSH, N adalah undulasi
geoid dan hd adalah Sea Surface Topography (SST).Konsep dasar pengukuran satelit
altimetri dapat dilihat pada Gambar I.9.
Gambar I.9 Konsep dasar pengukuran satelit altimetri dari koreksi-koreksi yang harus diterapkan
(Basith, 2001)
Satelit altimetri TOPEX/POSEIDON (T/P) merupakan proyek kerjasama NASA
(National Aeronautics and Space Agency) dan CNES (Centre National d’Etudes
Spatiales) dalam rangka mempelajari sirkulasi laut global. Misi inni menggunakan
teknik satelit altimetri untuk mendapatkan pengamatan tinggi air laut yang teliti dan
akurat untuk beberapa tahun (Benada, 1997).
Misi dari satelit T/P adalah:
1. Mengukur tinggi muka laut sedemikian sehingga dapat dilakukan studi dinamika
laut yang mencakup hitungan rata-rata maupun variasi arus geostropik permukaan
dan pasang surt lautan dunia.
2. Memproses, memverifikasi dan mendistribusikan data T/P beserta data geofisika
lainnya pada pemakai.
16
3. Meletakkan pondasi bagi keberlanjutan program pengamatan sirkulasi laut dan
variasinya untuk jangka waktu yang panjang.
Satelit T/P didesain khusus untuk mengamati dan memahami dinamika laut
(sirkulasi laut, pasut, dll) dengan interval sampling 9,915624999 hari (~10hari) atau
237,975 jam. Karena cakupan pengamatannya global, data T/P juga mencakup seluruh
perairan Indonesia. Data yang diperoleh satelit T/P dikirimkan oleh High-Gain Antenna
dalam bentuk gelombang satelit TDRSS (Tracking and Data Relay Satellite System)
milik Nasa dan kemudian dikirim ke ground segment NASA dan CNES yang bertugas
memproses data mentah T/P. Bersama data geofisis lainnya, data tersebut digabungkan
dan diproses untuk kemudian didistribusikan ke pemakai dalam bentuk Merged
Geophysical Data Record (MGDR). Sebelum digabungkan, data geofisika telah melalui
proses analisis, validasi dan kontrol kualitas. MGDR didistribusikan kepada pemakai
dalam bentuk CD-ROM dimana setiap CD mencakup 3 cycle pengukuran T/P (1 bulan
pengamatan seluruh lautan).
I.7.7. Analisis Validasi Silang (Cross Validation Analysis)
Validasi model pada dasarnya merupakan cara untuk menyimpulkan apakah suatu
model merupakan perwakilan yang valid dari realitas yang dikaji sehingga dapat dihasilkan
kesimpulan yang meyakinkan. Validasi merupakan proses iteratif yang berupa pengujian
berturut-turut sebagai proses penyempurnaan model. Teknik validasi silang pada dasarnya
membagi data sebagai data training dan data testing secara berurutan dan terus menerus
(Wilks,2006). Untuk melakukan validasi dilakukan penghitungan nilai Root Mean
Square Error (RMSE). Pengujian dilakukan berurutan sehingga setiap satu data prediksi
teruji sebagai data testing (data independen) dan menghasilkan sejumlah nilai RMSE
yangdihitung menggunakan persamaan I.9 (Wilks,2006).
RMSE =
……................................................. (I.9)
O (O1, O2, O3... On) = data hasil observasi
17
P (P1, P2, P3... Pn) = data hasil prediksi model.
n = jumlah periode
Semakin kecil nilai RMSE mengindikasikan model memiliki tingkat kesalahan
prediksi yang kecil. Begitupun sebaliknya, semakin besar nilai RMSE mengindikasikan
model memiliki tingkat kesalahan prediksi yang besar.
I.7.8. Model Pasut Global TPXO 7.1
Model Global TPXO 7.1 adalah model pasut yang mengasimilasikan data dari
TOPEX/Poseidon dan Jason dan diperoleh dengan perhitungan OTIS (OSU Tidal
Inversion Software). OTIS menerapkan skema perhitungan pemodelan pasut yang
merupakan dasar untuk paket inversi pasut yang praktis. Pada model global TPXO 7.1,
data pasut disediakan dari kombinasi nilai amplitudo dari 8 komponen utama pasut (M2,
S2, N2, K2, K1, O1, P1 dan Q1), komponen periode panjang (MF, MM) dan komponen
non-linear (M4) dengan resolusi spasial 1440x721, ¼ derajat grid global (Egbert dan
Erofeeva, 2002).
Pemodelan pasut dengan teknik asimilasi mengaplikasikan metode inversi dalam
mengkombinasikan informasi pemerolehan data pasut dari persamaan hidrodinamika
dengan data yang diperoleh dari observasi langsung menggunakan tide gaugesdan data
dari satelit TOPEX/Poseidon. Metode inversi(generalized inversion). secara umum
bertujuan mencari medan pasut (u) yang konsisten dengan persamaan hidrodinamika.
Hasil dari solusi inversi adalahsejumlah solusi langsung untuk persamaan pasang surut
Laplace secara astronomis dan kombinasi linear representer untuk data fungsional.
Fungsi representer ditentukan dengan persamaan dinamis dan statistik kesalahannya.
Penghitungan numeris secara intensif cocok untuk pemrosesan paralel skala
besar.Dengan perhitungan tersebut, model pasut sebagai data tambahan
TOPEX/Poseidon dapat diperbaharui dengan mudah. Secara sederhana, pemodelan ini
menginversi konstanta harmonis dari alat tide-gauges di perairan terbuka, kemudian
menampilkan skema praktis untuk inversi langsung dari data TOPEX/Poseidon. Metode
18
ini mengaplikasikan 38 siklus rekaman data geofisis dan mengestimasi konstituen
pasutsecara global. Solusi inversi menghasilkan medan pasut yang halus secara simultan
dan lebih baik daripada model pasut lain karena melibatkan data altimetri dan data
observasi langsung (Egbert dan Erofeeva, 2002).
I.7.9. Perangkat Lunak Tidal Model Driver (TMD)
Tidal Model Driver (TMD) adalah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk
melakukan pemodelan pasang surut laut yaitumengakses konstituen harmonik dan
melakukan ramalan(prediksi) ketinggian pasut di permukaan bumi dari model pasang
surut denganplatform MATLAB. Model pasut yang dipakai adalah solusi model yang
disediakan oleh OTIS (OSU Tidal Inversion Software). TMD dikembangkan pada tahun
2003 di Oregon State University.Secara global, TMD menggunakan konstanta-konstanta
pasut yang telah dikombinasikan dari berbagai sumber (Padman, 2005).
TMD terdiri dari dua komponen, yaitu:
1. Tampilan grafis (Graphic User Interface / GUI) untuk menjelajah serta menentukan
medan pasang surut (tidal field)dan menentukan titik-titik dan rentang waktu prediksi
untuk variabel yang spesifik. Contoh tampilan GUI dapat dilihat pada Gambar I.10.
2. Serangkaian script untuk mengakses daerah pasang surut dan membuat prediksi
elevasi pasang surut laut.
19
Gambar I.10. Contoh tampilan (GUI) dari pemodelan elevasi pasut daerah “Larsen Ice Shelf”
dengan konstituen M2
(Sumber: http://www.esr.org/polar_tide_models/Model_TPXO71.html)
Model pasang surut yang dapat digunakanoleh TMD adalah model yang
disediakan oleh Earth Science Research, badan riset kebumian di bawah naungan OSU.
Model tersebut tersedia dalam tiga kelompok, yaitu Global, Antarctic dan Arctic yang
dapat dideskripsikan pada Tabel I.3.
Tabel I.3. Model pasang surut global untuk Tidal Model Driver
No Model Deskripsi
Global
1 Model_tpxo6.2 , Model_TPXO
7.1
Resolusi 1/4ox1/4
o, model asimilasi secara global
penuh (seluruh muka bumi), Model global standar.
2 Model_tpxo6.2_load Resolusi 1/4ox1/4
o, model global untuk muatan
pasang surut.
Model muatan pasang surut global standar, berguna
untuk menghitung pasang surut geosentris (seperti
variabilitas elevasi dari satelit altimetri).
20
Lanjutan tabel I.3
No Model Deskripsi
Antarctic
3 Model_CATS02.01 Resolusi ¼o x 1/12
o (~10 km).
Model Antartika standar.
4 Model_CADA10 Resolusi ¼o x 1/12
o (~10 km).
Model Antartika lama.
5 Model_AntPen 1/30o x 1/60o (~2 km).
Model Antarctic Peninsula (76oS-58
oS, 240
oE-
330oE)
6 Model_Ross_Prior 1/8o x 1/24
o (~5 km).
Model Ross Sea (86oS-63
oS, 159
oE-215
oE)
7 Model_Ross_VMADCP_9cm 1/8o x 1/24
o (~5 km).
Model Ross Sea (86oS-63
oS, 159
oE-215
oE)
8 Model_Ross_Inv_2002 1/4o x 1/12
o (~10 km) model invers Ross Sea (86
oS-
63oS, 150
oE-220
oE)
Arctic
9 Model_Arc5kmT Model asimilasi samudera Arktik 5km.
Model pasang surut Arktik resolusi paling tinggi.
Semua model di atas dapat diperoleh secara gratis dengan cara mengunduh dari
situs ESR/OSU. Masing-masing model pasang surut di atas memiliki empat dokumen
(file). Misalnya Model_TPXO 7.1, yang merupakan file ASCII yang berisi tiga baris,
yaitu:h_TPXO 7.1, u_TPXO 7.1dan grid_TPXO 7.1. Baris-baris tersebut menunjukkan
file biner (format OTIS). Baris pertama (h_TPXO 7.1) berisikan grid koefisien harmonik
kompleks, baris kedua (u_TPXO 7.1) berisi file kecepatan (velocity), dan baris ketiga
(grid_TPXO 7.1) berisi file grid batimetri.
Pemodelan dimulai dengan terlebih dahulu membuka program MATLAB
sebagai piranti untuk menjalankan perangkat lunak TMD. Tampilan MATLAB dapat
dilihat pada Gambar I.11. Pada program MATLAB tersebut dipilih folder yang berisi
21
program TMD sehingga seluruh komponen dalam program TMD tersebut dapat
ditampilkan dan dijalankan.
Gambar I.11. Tampilan Menu MATLAB
Proses selanjutnya adalah melakukan running pada program ‘tmd.m’ dan
kemudian memilih model pasut yang dikehendaki, dalam hal ini model TPXO 7.1.
Tampilan grafis pemodelan dapat dilihat pada Gambar I.14.
Gambar I.12.Tampilan grafis pemodelan TPXO 7.1
22
Secara umum, penjelasan mengenai menu grafis program TMD dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Pada panel bagian kanan atas terdapat pilihan mengenai konstituen pasut yang
digunakan. Terdapat 11 konstituen yang tersedia, dan dapat dipilih satu atau beberapa
konstituen. Untuk menampilkan grafis sebaran fase atau amplitudo konstituen yang
diinginkan dapat dilakukan pemilihan dengan melakukan klik kanan pada salah satu
konstituen, sehingga muncul tanda kotak hijau pada panel konstituen yang dipilih.
2. Pada bagian bawah panel kostituen terdapat panel pemilihan variabel pasut yang akan
dilakukan pengambilan datanya, yaitu z (elevasi), u (kecepatan sumbu-x), v
(kecepatan sumbu-y), U atau V (transport Hu dan Hv) atau Ell (properti ellips).
3. Kolom ‘input from file’ digunakan untuk memasukkan data input berupa koordinat
dan waktu dalam format ASCII berekstensi *.txt. Kolom ‘append file/rewrite file’
untuk menentukan filekeluaran berupa data hasil berekstensi *.out.
4. Panel bagian kiri bawah terdapat pilihan pemodelan yang ingin dilakukan, yaitu
‘Extract Tidal Constant’ atau ‘Predict Tide’ pada pilihan pertama. Dan ‘plot
bathymetri’, ‘plot amplitude’ atau ‘plot phase’ pada pilihan dibawahnya. ‘Extract
tidal constant’ digunakan jika ingin melakukan ekstraksi konstanta pasut. Hasil yang
dapat ditampilkan adalah berupa data output yang berisi data amplitudo serta fase.
‘Predict Tide’ digunakan untuk melakukan prediksi pasut berdasarkan variabel dan
waktu yang ditentukan. Prediksi ini menghasilkan data output berupa file ASCII
berekstensi *.out yang berisikan tabel data hasil sesuai variabel yang diminta (z, u, v,
U atau V) serta tampilan grafis hasil prediksi.
5. Pemilihan titik pemodelan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu dengan
menentukan langsung secara manual dengan memilih opsi ‘point’ dan mengarahkan
kursor pada titik yang dikehendaki. Cara kedua ditentukan berdasarkan data input
berupa filenotepad yang berisikan data koordinat (pada ekstraksi konstanta pasut)
atau dengan disertai waktu pemodelan yang diminta (pada prediksi pasut). Pada
prediksi pasut, pemilihan waktu prediksi juga dapat ditentukan secara manual pada
23
panel kanan bawah dengan memasukkan tanggal, bulan dan tahun mulai prediksi
serta lama prediksi (jam/menit/detik).
6. Panel tengah bawah digunakan untuk melakukan pembesaran (zoom) tampilan grafis
(full grid/ sub grid).
7. Tombol ‘GO’ digunakan untuk memulai melakukan pemodelan setelah pengaturan
selesai. Tombol ‘RESTART’ digunakan untuk melakukan pengulangan pemodelan
dari awal.
Tata cara penggunaan perangkat lunak TMD dapat dilihat pada Lampiran A.
I.8. Hipotesis
Berdasarkan penelitian mengenai validasi model-model pasut terdahuludengan
data pasut dari satelit altimetri dan stasiun pasut pantai dan lautan (Shum et al., 1997;
Zahran et al., 2006)dapat diambil hipotesis bahwa data elevasi hasil prediksimodel
TPXO 7.1 mempunyai akurasi yang dapat sangat bervariasi di daerah perairan
dangkal/paparan dan pantai dengan nilai maksimum sebesar 1 meter.