Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
Geoteknik 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hampir setiap bangunan teknik sipil terdiri dari bagian bangunan diatas tanah
(superstructure) dan bagian bangunan dibawah permukaan tanah (substructure).
Bagian bangunan dibawah permukaan tanah akan meneruskan seluruh beban
bangunan ke tanah pondasi. Untuk menyiapkan desain dan melaksanakan
konstruksi bangunan, perencana perlu mengetahui sifat material bangunan yang
digunakan dan sifat massa fondasinya yang dapat berupa tanah atau batuan.
Pengetahuan tersebut sangat penting khususnya bagi ahli geologi teknik dan
juga bagi perencana (engineer) untuk memahami perilaku fondasi. Pengetahuan
tersebut juga sangat dibutuhkan ketika membangun bangunan yang seluruh
materialnya bangunannya menggunakan material alami seperti tanggul atau
bendungan.
Informasi mengenai sifat material fondasi dan material bangunan dapat diperoleh
dari hasil penyelidikan geoteknik terhadap fondasi dan material bangunan yang
mencakup material timbunan dan agregat beton.
Modul Penyelidikan Geoteknik, disiapkan bagi para perencana untuk memahami
prinsip-prinsip penyelidikan geoteknik yang akhirnya nanti diharapkan mampu
memanfaatkan dengan benar data hasil penyelidikan geoteknik untuk
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar.
Salah satu dari modul perencanaan bendungan urugan tingkat dasar ini adalah
modul geoteknik bendungan yang membahas mengenai dasar-dasar geoteknik
yang menjelaskan kelakuan kondisi tanah yang berbeda-beda yang sering kita
jumpai di dalam praktek. Keragam dan perbedaan yang ada ini menentukan sifat
tanah dengan berbagai persoalan sesuai dengan kondisi tertentu yang
dikehendaki dalam perencanaan suatu bendungan urugan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
2
Geoteknik
1.2 Deskripsi Singkat
Mata diklat ini membahas tentang: jenis-jenis batuan, sifat-sifat material tanah
dan batuan serta uji yang terkait, program penyelidikan geoteknik dan
persyaratan teknis penyelidikan geoteknik.
1.3 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU):
Setelah mengikuti pelajaran ini, para peserta diharapkan mampu memahami
prinsip-prinsip penyelidikan geoteknik untuk menunjang perencanaan bendungan
urugan.
1.4 Tujuan Pembelajaran Khusus (TPU):
Setelah peserta mengikuti mata pelajaran ini, diharapkan mampu:
a. Menjelaskan secara garis besar kelompok jenis batuan,
b. Menjelaskan sifat-sifat material tanah dan batuan,
c. Menjelaskan program penyelidikan geoteknik,
d. Menjelaskan persyaratan teknis penyelidikan geoteknik
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
3
Geoteknik
BAB II
KLASIFIKASI TANAH DAN BATUAN
2.1 Tanah
2.1.1 Pembentukan Tanah
Pembentukan tanah ini dimulai dari pelapukan batuan yang ada baik batuan
sedimen, batuan metamorf atau batuan beku. Pelapukan dianggap bagian yang
sangat penting dari proses degradasi. Secara umum tanah terbentuk akibat
proses pelapukan/penguraian batuan secara kimia, fisik dan biologi.
Pelapukan adalah perubahan fisik atau kimiawi batuan yang disebabkan
karena berhuhungan dengan udara, air, dan organisma. Pelapukan digolongkan
sebagai pelapukan fisika, pelapukan kimiawi, dan pelapukan biologis
tergantung kepada penyebab utamanya. Pada pelapukan fisik, tenaga yang
berupa tekanan dan temperatur memegang peranan yang sangat penting,
sedangkan pada pelapukan kimiawi reaksi kimia menyebabkan parubahan pada
komposisi kimia batuan. Pelapukan fisik menyebabkan batuan berubah ukuran
menjadi lebih kecil yaitu dengan pemecahan atau desintegrasi. Penyebab
terjadinya disintegrasi dapat berupa pengembangan karena berkurangnya
tekanan, pertumbuhan kristal, pengembangan dan pengerutan karena
pemanasan dan pendinginan, serta pengisian koloid.
Pelapukan kimiawi dapat disebabkan karena oksidasi, hidrasi, dan
karbonisasi. Dengan kemudian mempunyai volume yang lebih basar atau
mengembang dan berat jenisnya menjadi kecil. Oksidasi pada batuan yang
mengandung besi menghasilkan hematite yang berwarna coklat kekuning-
kuningan. Hidrasi menghasilkan perubahan volume pada tiap molekul batuan yang
disebabkan oleh masuknya air. Akibat perubahan volume ini maka batuan
mengelupas menghasilkan keratin yang tipis. Pada proses karbonisasi, terbentuk
karbonat sebagai hasil reasi asam karbonat dengan mineral pada batuan. Batuan
yang mudah larut seperti batu gamping akan mengalami proses karbonasi ini.
Asam karbonat terbentuk karena udara yang mempunyai kandungan CO2 bereaksi
dengan adanya air.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
4
Geoteknik
Pelapukan organik sebenarnya merupakan kombinasi antara kedua jenis
pelapukan yang telah diuraikan sebelumnya, disebabkan karena tumbuh--
tumbuhan ataupun makhluk hidup, misalnya akar pepohonan, cacing, dsb. Baik
larutan kimia maupun energi yang dihasilkan oleh organisme, dapat
mempercepat proses pelapukan batuan.
Pelapukan batuan di satu sisi memiliki peran yang menguntungkan bagi umat
manusia. Akibat proses pelapukan, batuan yang keras menjadi lunak sehingga
memudahkan umat manusia untuk mengelola suatu bentang alam tertentu
menjadi lahan budidaya (misalnya tahan pertanian).Gambar dibawah
menunjukkan proses pembentukan tanah akibat adanya pelapukan batuan.
Gambar 2.1 Pembentukan Tanah Akibat Proses Pelapukan Batuan
(Strahler & Strahler, 1984)
Pelapukan kimia umumnya terjadi di daerah yang memiliki curah hujan tinggi,
mengandung asam yang tinggi dan suhu yang tinggi. Proses pelapukan terjadi
karena reaksi batuan dengan asam, basa, oksigen dan karbon dioksida, yang
hasil akhirnya akan berupa partikel/butiran cristalin berukuran colloid (<0,002
MM) yang dikenal sebagai mineral lempung yang memiliki komposisi yang
berbeda dengan batuan induknya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
5
Geoteknik
Pelapukan secara fisik atau mekanik terjadi akibat erosi oleh angin, air,
perubahan suhu atau cuaca. Hasil pelapukan berupa partikel-partikel kecil yang
masih memiliki komposisi yang sama dengan batuan induk, dapat berupa lanau,
pasir, kerikil dan boulder.
Yang dimaksud dengan tanah (soil), adalah: campuran atau himpunan
partikel/butiran mineral tanah dari berbagai ukuran yang relatif lepas
(uncemented/partially cemented) yang dapat berupa lempung, lanau, pasir,
kerikil, boulder atau campuran diantara material-material tersebut. Diantara
butir-butir tanah terdapat ruang/pori-pori yang dapat berisi udara atau air, lihat
gambar 2-1 .
Hasil pelapukan batuan induk yang masih ditempat asal, disebut residual soil,
yang ditandai dengan warna merah atau cokelat yang umumnya dijumpai di
daerah pegunungan atau perbukitan.
Bila hasil pelapukan terangkut oleh air, es atau angin, kemudian diendapkan
didaerah lain, disebut tanah angkutan (transported soil).
Tanah juga dapat berasal dari hasil pelapukan material organik seperti tumbuhan
yang membusuk. Yang disebut tanah organik, biasanya berupa tanah angkutan
hasil pelapukan yang bercampur dengan tanaman yang membusuk.
Gambar 2.2 Massa tanah jenuh air sebagian
air
udara
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
6
Geoteknik
Dalam keadaan alami, massa tanah terdiri dari pori-pori diisi oleh cairan atau gas
(udara) atau keduanya dan butiran tanah (solid). Pengisian oleh gas tersebut
biasanya adalah udara.
2.1.2 Pembagian Butiran Tanah
Tanah dimasukkan ke dalam kelompok yang mempunyai sifat teknis serupa,
berdasarkan perilaku dan sifat masing-masing jenis tanah. Ukuran saringan
secara internasional digunakan untuk memisahkan beberapa kelompok material
dengan yang lainnya. Saringan dan ukuran bukaan yang penting adalah :
Tabel 2.1 Ukuran Saringan dan Bukaan
Ukuran Saringan Standar Ukuran Bukaan (mm)
3‖
¾‖
# 4
# 10
# 40
# 200
-
-
4.76
2.00
0.42
0.074
Tanah dibagi menjadi butir kasar dan butir halus oleh saringan no.200. Bila lebih
dari 50% terhadap berat kering tertinggal diatas saringan no. 200, material
tersebut adalah material berbutir kasar. Bila 50% atau lebih lolos saringan 200,
material tersebut disebut sebagai material berbutir halus.
1) Tanah Berbutir Kasar
Tanah berbutir kasar dipisahkan sebagai pasir dan kerikil oleh saringan no. 4.
Bila 50% atau lebih dari butir yang kasar tertahan oleh saringan no. 4, butir tanah
tersebut digolongkan sebagai kerikil. Bila lebih dari 50% lolos saringan no. 4,
butiran tersebut digolongkan sebagai pasir.
i) Butiran dengan kehalusan kurang dari 5%
Bila kurang dari 5% dari contoh tanah terhadap berat kering adalah berupa
butiran halus, hal tersebut tidak cukup mempengaruhi sifat teknik tanah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
7
Geoteknik
Gambar 2.3 Grafik Pembagian Ukuran Butir
Dalam hal ini, hanya sifat tanah berbutir kasar yang merupakan hal yang penting
dan bagian tanah yang berbutir halus dapat diabaikan dalam melakukan
klasifikasi tanah. Klasifikasi sebagai pasir atau kerikil adalah merupakan sifat
utama dari material.
Karakteristik sekunder dari butiran yang mempunyai butir halus kurang dari 5%
adalah gradasi tanahnya sendiri. Butiran tanah mungkin hanya terdiri dari satu
ukuran butiran yang dominan; campuran dari butiran kasar dan halus dengan
ukuran diantaranya hilang; atau suatu campuran yang terdiri dari berbagai
macam ukuran partikel. Material dalam dua kelompok pertama diklasifikasikan
sebagai gradasi buruk. Kelompok yang terakhir adalah butiran yang bergradasi
baik. Batas (range) dari ukuran partikel dapat diperoleh dengan cara
mengoyang-goyangkan saringan. Hasilnya diplotkan dalam grafik pembagian
butiran tanah dan dianalisis untuk memperoleh kriteria berikut bila material
bergradasi baik.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
8
Geoteknik
Gambar 2.4 Grafik Pembagian Ukuran Butir Berbagai Jenis Tanah
Kerikil adalah termasuk bergradasi baik menurut sistem klasifikasi Unified, bila :
10
60
D
DCu lebih dari 4 , dan
6010
2
30
D x D
)(DCc diantara 1 dan 3
Pasir adalah bergradasi baik, bi la :
10
60
D
DCu lebih dari 6, dan
6010
2
30
D x D
)(DCc diantara 1 dan 3
Dimana :
Cu = Koefisien keseragaman
Cc = Koefisien gradasi
D60 = Diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lobs = 60%
D30 = Diameter butir padaa keadaan banyaknya persen yang lolos =
30%
D10 = Diameter butir pada keadaan banyaknya persen yang lolos = 10%
Kedua kondisi (Cu dan Cc) harus dipenuhi untuk mendapatkan tanah yang
bergradasi baik. Bila salah satu kondisi tidak terpenuhi tanah tersebut
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
9
Geoteknik
dimasukkan sebagai material bergradasi buruk.
Beberapa material dapat ditentukan klasifikasinya dengan memeriksa secara
visual terhadap grafik. Bila hasil plotting membuat kurva yang baik dan
membentuk kurva cekung dengan kecenderungan naik diantara garis 10% dan
60% dalam grafik distribusi ukuran butiran, berarti tanah bergradasi baik. Semua
kombinasi dari tanah dengan butiran halus kurang dari 5%, adalah termasuk
tanah bergradasi buruk.
Ada empat klasifikasi tanah berbutir kasar dimana persentase butiran halus
kurang dari 5 persen, yaitu kerikil bergradasi baik (GW), kerikil bergradasi buruk
(GP), pasir bergradasi baik (SW) dan pasir bergradasi buruk (SP). Klasifikasi
butiran kasar seperti yang diatas hanya berdasarkan hasil analisis saringan.
ii) Material dengan butiran halus di antara 12% sampai 50%
Bila tanah adalah berbutir kasar (baik pasir maupun kerikil) tetapi mengandung
butiran halus antara 12% sampai 50%, karakteristik dari bagian yang lebih kecil
dari saringan no 40 akan menentukan karakteristik sekunder dari tanah. Bila
bagian dari material adalah tanah lempungan, tanah adalah berbutir kasar
mengandung butiran halus lempungan. Bila tidak tanah ini adalah berbutir kasar
mengandung butiran halus lanauan. Untuk menentukan dimana tanah
dikelompokkan lempung atau lanau, ditentukan oleh batas plastis dan batas
cairnya.
Ada empat kelompok dari butiran kasar dimana persentase dari tanah berbutir
halus melebihi 12%. Empat kelompok tersebut adalah kerikil mengandung
mengandung butiran halus lempung (GC), kerikil mengandung butiran halus
lanau (GM), pasir mengandung butiran halus lempung (SC), dan pasir butiran
halus lanau (SM).
Simbol-simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi USCS adalah :
W : well graded (tanah dengan gradasi baik)
P : poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)
L : low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)
H : high plasticity (plastisitas tinggi) (LL > 50)
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
10
Geoteknik
Tanah berbutir kasar ditandai dengan simbol kelompok seperti : GW, GP, GM,
GC, SW, SP, SM, dan SC. Untuk klasifikasi yang benar, faktor-faktor berikut
ini perlu diperhatikan :
- Persentase butiran yang lolos ayakan No.200 (ini adalah fraksi halus)
- Persentase fraksi kasar yang lolos ayakan No.40.
- Koefisien keseragaman (uniformity coeffisien, Cu) dan koefisien gradasi
(gradation coefficient, Cc) untuk tanah di mana 0 -12% lolos ayakan No.200.
- Batas cair (LL) dan indeks plastisitas (PI) bagian tanah yang lolos ayakan
No.40 (untuk tanah di mana 5% atau lebih lolos ayakan No.200).
Bilamana persentase butiran yang lolos ayakan No. 200 adalah antara 5 sampai
dengan 12%, simbol ganda seperti GW-GM, GP-GM, GW-GC, SW-SM, SW-SC,
SP-SM, dan SP-SC diperlukan.
Klasifikasi tanah berbutir halus dengan simbol ML, CL, OL, ME, CH, dan OH
diperoleh dengan cara menggambar batas cair dan indeks plastisitas tanah yang
bersangkutan pada bagan plastisitas (Casagrande, 1948).
iii) Material mengandung butiran halus 5 sampai 12 persen
Material mengandung butiran halus antara 5 sampai 12% tidak dapat dipisahkan
berdasarkan klasifikasi. Material tersebut mempunyai klasifikasi ganda yang
terdiri kelompok tanah dengan butiran halus dari 0 sampai 5% dan kelompok
tanah dengan butiran halus diatas 12%. Klasifikasi ganda berarti bahwa material
terletak pada garis batas dari sifat tekniknya yang signifikan.
2) Tanah Berbutir Halus
Material tanah ditentukan sebagai material halus, bila tanah tersebut
mengandung butiran halus 50% atau lebih yang lolos saringan no. 200.
i) Lempung dan Lanau
Plastisitas adalah sifat teknis yang paling penting dari tanah berbutir halus. Oleh
karena itu tanah berbutir halus diklasifikasikan berdasarkan sifat plastisitasnya.
Plastisitas dari tanah berbutir halus ditentukan banyaknya butiran tanah yang lolos
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
11
Geoteknik
saringan no 40. Material tanah yang teletak diatas garis "A" pada gambar di atas
dapat dikelompokkan ke dalam tanah berbutir halus berlempung. Bila terletak
dibawah garis A tanah tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tanah berbutir
halus berlanau.
Didalam sistem klasifikasi unified, "lempung' atau "berlempung" dikelompokkan
sebagai tanah yang terletak diatas garis A. "Lanau" atau "berlanau" adalah
material yang terletak di bawah garis "A". Sebagai garis batas adalah "Garis A"
berdasarkan indeks plastisitas PI.
ii) Batas Cair yang tinggi dan yang rendah
Karakteristik penting kedua dalam kiasifikasi tanah berbutir halus adalah batas
cair.
Tanah yang mempunyai batas cair diatas 50% adalah merupakan tanah
lempungan atau lanauan dengan batas cair yang tinggi. Tanah yang mempunyai
batas cair dibawah 50% adalah tanah lempungan atau lanauan yang mempunyai
batas cair rendah.
Ada empat kelompok tanah berbutir halus, yaitu tanah berlempung dengan berbatas cair
rendah (CL), tanah berlempung dengan berbatas cair tinggi (CH), tanah berlanau
dengan berbatas cair rendah (ML) dan tanah berlanau dengan batas cair tinggi (MH)
(3) Material Organik
Tanah mengandung sejumlah besar bahan organik dapat dikenali dari warna
dan baunya. Karakteristik dari tanah organik tidak mempunyai batasan-batasan
yang jelas. Jenis tanah ini tidak dapat digunakan dalam kontruksi dan
memerlukan pengarahan khusus dari tenaga ahli, bila digunakan dalam
konstruksi. Beberapa jenis dari tanah ini dapat dikelompokkan sebagai tanah
organik dengan batas cair tinggi dan tanah organik dengan batas cair rendah,
bila diuji di laboratorium. Tanah organik mengandung serat yang tidak dapat diuji
di laboratorium dikenal sebagai gambut. Ada tiga jenis tanah organik, yaitu tanah
organik dengan batas cair tinggi (OH), tanah organik dengan batas cair rendah
(OL) dan gambut (Pt).
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
12
Geoteknik
2.1.3 Klasifikasi Tanah
Mengklasifikasi adalah melakukan serangkaian pengamatan, pengujian dengan
cara yang relatif sederhana memperbandingkan sifat-sifat teknis bahan tanah
untuk pengelompokan bahan - bahan tersebut dalam beberapa golongan
tertentu.
Hasil dari pada pengklasifikasian tanah tersebut dapat digunakan untuk berbagai
tujuan, antara lain untuk perancangan tubuh bendungan, rencana teknisnya serta
pelaksanaan pembangunannya guna memperoleh gambaran kemampuan
adaptasi bahan tersebut untuk suatu calon tubuh bendungan, pemilihan
peralatan yang paling sesuai untuk pelaksanaan pembangunan tubuh
bendungan, penentuan kelayakan (adequacy) pondasi yang akan mendukung
dan lain-lain.
Berbagai jenis (sistem) pengklasifikasian dari tanah ini telah dibuat oleh para ahli,
terutama dari Amerika Serikat seperti dari Massachusetts Institute of Technology
(MIT), American Assosiation of States Highway Officials US.Dept.of Algriculture,
United States Bureau Of Reclamation dan lain-lain yang semuanya membuat
klasifikasi tanah berdasarkan ukuran butir dengan sedikit perbedaan yang
disesuaikan dengan kebutuhan.
Di Indonesia secara umum menggunakan sistim klasifikasi dari USBR yaitu
Unified Soil Classification System (USCS) dalam melakukan klasifikasikan tanah
untuk keperluan teknik sipil. Sistem ini pada mulanya diperkenalkan oleh
Casagrande pada tahun 1942 untuk dipergunakan pada pembangunan lapangan
terbang yang dilaksanakan oleh The Army Corps of Engineers. Sistem ini
kemudian dengan bekerja sama dengan United States Bureau of Reclamation
tahun 1952, disempurnakan agar dapat terpakai untuk bendungan dan
konstruksi-konstruksi lainnya.
Sistem Unified Classification mengelompokkan tanah ke dalam 2 kelompok besar,
yaitu :
1. Tanah berbutir-kasar (coarse-grained-soil), yaitu : tanah kerikil dan pasir
dimana kurang dari 50% berat total contoh tanah lolos ayakan No.200. Simbol
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
13
Geoteknik
dari kelompok ini dimulai dengan huruf awal G atau S. G adalah untuk kerikil
(gravel) atau tanah berkerikil, dan S adalah untuk pasir (sand) atau tanah
berpasir.
2. Tanah berbutir-halus (fined-grained-soil), yaitu tanah dimana lebih dari 50 %
berat total contoh tanah lolos ayakan No.200. Simbol dari kelompok ini dimulai
dengan huruf awal M untuk lanau (silt) anorganik, C untuk lempung (clay).
anorganik, dan 0 untuk lanau-organik dan lempung-organik. Simbol Pt
digunakan untuk tanah gambut (peat), muck, dan tanah-tanah lain dengan
kadar organik yang tinggi. Pada bagian ini, sebuah garis empiris (garis A)
memisahkan lempung anorganik (C) dari lanau (M) dan tanah organic (O), dan
garis A tersebut diberikan dalam persamaan :
IP = 0,73 (wL – 20)
Tanah gambut (peat), adalah merupakan bahan berupa kayu yang berserabut
dan hanya diklasifikasikan lewat penampilan secara visual.
C= Plastic H=High liquid limit=LL above M= Nonplastic or slightly plastic L=Low liquid limit =LL below
Gambar 2.5 Grafik Plastisitas
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
14
Geoteknik
Pada gambar di atas, grafik dibuat dengan wL sebagai absis dan IP sebagai
ordinat. Dalam grafik ini, garis yang dinamakan "Garis A" yang telah diplotkan
sedemikian rupa, sehingga hampir sejajar terhadap plot dari sejumlah material
dan bermula pada IP = 4% dan wL = kira - kira 25. Untuk tujuan klasifikasi, semua
material yang terletak diatas garis A dikelompokkan sebagai lempung dan yang
terletak dibawah garis A dikelompokkan sebagai lanau. Daerah tertentu dari
grafik yang mempunyai IP antara 4 sampai 7% dari "Garis A" kearah 0% dari wL
mempunyai dua penunjuk ganda dan dapat dianggap sebagai perpanjangan dari
garis A untuk memisahkan material.
Bahasa standar sangat penting dalam deskripsi tanah, baik untuk mengenali
karakteristik material tanah maupun massa tanah di lapangan. Karakteristik-
karaktcristik tersebut dapat diperoleh dari contoh tanah tak terganggu (undisturb
soil) dan contoh tanah terganggu (disturb soil). Karakteristik material utama
tanah adalah distribusi ukuran partikel (gradasi) dan plastisitas, yang
digunakan sebagai pedoman penamaan. Sedangkan karakteristik material
yang menunjang (sekunder) adalah warna tanah, tekstur, komposisi partikel
tanah. Untuk deskripsi karakteristik massa tanah harus meliputi taksiran
kekerasan dan kekuatannva, rincian tempat, bidangbidang diskontinuitas, dann
batuan asal dari tanah tersebut.
Istilah deskripsi dan klasifikasi tanah perlu dibedakan. Deskripsi tanah sudah
termasuk meliputi baik massa tanah maupun karakteristik material tanah, karena
itu tidak ada dua jenis tanah dengan deskripsi yang benar-benar sama. Pada
klasifikasi tanah, sebalikmya, tanah ditempatkan hanya salah sate dari beberapa
kelompok berdasarkan hanya pada karakteristik material saja.
Contoh deskripsi tanah :
PASIR LANAUAN, coklat keabuan, berukuran pasir halus hingga kasar sedikit
kerikilan (mencapai 5%), membundar tanggung hingga menyudut tanggung,
bergradasi baik, tersusun atas fragmen batuan vulkanik (75%), mineral felsik
dan mineral felspar (5%), kadang - kadang dijumpai sisa - sisa akar tumbuhan,
agak basah, padat, pemneabilitas sedang hingga tinggi.
TANAH PASIR LEMPUNGAN, merupakan batuan terlapukkan tinggi (higly
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
15
Geoteknik
weathered), dicirikan berwarna abu-abu sampai abu-abu kemerahan,
lanau-kerikil, lepaslepas sampai agak padat, porositas tinggi, lembab, kemas
terbuka, mengandung kerikil, kekerasan rendah (dapat diremas oleh tangan),
dan tidak kompak, dijumpai pada kedalaman 1,5 -5,75 m.
TANAH LANAU LEMPUNGAN, merupakan batuan terlapukan tinggi (higly
weathered), dicirikan berwarna coklat – hitam, lanau – lempung, dijumpai
dalam keadaan kering, lembab hingga basah, plastisitas rendah – sedang,
konsistensi teguh (firm), kemas terbuka, kekerasan rendah (lunak) hingga
sedang, dijumpai pada kedalaman 3,50 – 8,00 m. Jumlah N-SPt berkisar
antara 1,5 – 4.
Sistem klasifikasi tanah USCS dibuat berdasarkan sifat-sifat teknis material, yaitu:
ukuran butiran, gradasi, plastisitas dan kompressibilitasnya.
Sifat tanah berbutir kasar sangat dipengaruhi oleh ukuran butiran dan gradasinya
sedang sifat tanah berbutir halus oleh plastisitasnya oleh karenanya klasifikasi
dibuat berdasar ukuran butiran, gradasi dan palstisitasnya.
Ukuran butir dan gradasi ditentukan dengan analisis saringan sedang batas cair
dan batas plastis ditentukan melalui pengujian dilaboratorium dengan
menggunakan metode standar.
Klasifikasi tanah menurut sistem USCS dibuat untuk tanah dengan diameter butiran
kurang dari 75 mm (3 inchi), tanah dibagi menjadi dua, yaitu: berbutir kasar dan
berbutir halus berdasar penyaringan melalui ayakan no.200 (Ø > 0.074 mm).
Presentasi kandungan kerikil, pasir dan butiran halus didalam tanah akan
menentukan apakah tanah termasuk kelompok tanah berbutir kasar atau berbutir
halus. Disebut tanah berbutir kasar, bila material yang tertinggal diatas ayakan
no.200 lebih dari 50 % terhadap berat kering dan disebut tanah berbutir halus bila
material yang lolos ayakan .200 lebih dari 50 %.
1). Tanah berbutir kasar, dibedakan menjadi pasir atau kerikil berdasarkan
ayakan no. 4 atau Ø 4,76 mm. Bila material tertahan diatas saringan ≥ 50 %
atau lebih, digolongkan sebagai kerikil,. Sebaliknya bila yang lolos > 50 %
digolongkan sebagai pasir.
- kerikil/gravel diberi simbol ”G”, memiliki ukuran Ø 75 ~ 6 mm,
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
16
Geoteknik
terdiri dari: kerikil kasar Ø 75 ~19 mm, kerikil halus Ø 19 mm ~
ayakan no. 4 atau Ø 4,76 mm
- pasir diberi simbol “S”, memiliki ukuran ayakan no.4 ~ no.200,
terdiri dari:
- pasir kasar, ayakan no.4 (4,76 mm) ~ no.10 (2,0 mm)
- pasir sedang, (médium) ayakan no.10(2,0 mm) ~ no.40 (0,42
mm)
- pasir halus, ayakan no.40 (0,42 mm) ~ no.200 (0,074 mm)
2). Tanah berbutir halus, dibagi menjadi dua yaitu:
- lanau diberi simbol ―M” dan
- lempung diberi simbol ―C‖.
Karakteristik lanau dan lempung dibedakan berdasar pada karakteristik
plastisitasnya bukan ukuran butirannya seperti tanah berbutir kasar.
Material organik (diberi simbol ―O”) sering menjadi komponen dari tanah, tetapi
tidak memiliki ukuran butiran secara spesifik. Pembedaan material ini lebih
didasarkan pada komposisi partikel dari pada ukurannya, yang memiliki rentang
ukuran dari koloid sampai beberapa inchi yang berupa bagian-bagian berserat
hasil proses dekomposisi tumbuhan. Tanah yang mengandungsejumlah besar
bahan organik dapat dikenali dari warna dan baunya.
Tabel di bawah menyajikan klasifikasi tanah menurut sistem USCS.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
17
Geoteknik
Tabel 2.2 Klasifikasi tanah berdasarkan USCS
Simbol sifat tanah yang digunakan dalam sistem klasifikasi USCS:
G = kerikil (gravel) W = bergradasi baik (well graded)
S = pasir (sand) P = bergradasi buruk (poorly graded)
M = lanau (silt/loam) H = plastisitas tinggi (high liquid limit)
C = lempung (clay) L = plastisitas rendah (low liquid limit)
Pt = gambut (peat) O = organik (organic)
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
18
Geoteknik
2.2 Batuan
2.2.1 Umum
Kerak dan selubung atas bumi terdiri atas batuan yang bermacam-macam usia
dana asal usulnya. Menurut asal-usulnya, batuan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok/jenis batuan utama, yaitu:
- batuan beku (igneous),
- batuan sedimen/batuan endap, dan
- batuan malihan (metamorfik).
Dari ketiga kelompok batuan tersebut (beku, malihan dan sedimen), bagian
terbesar dari batuan yang terbuka di permukaan tanah adalah batuan sedimen
yang mencapai 75%. Dan dari bagian tersebut yang menonjol adalah batuan
serpih (serpih lempung, batu lanau, batu lumpur dan batu lempung) yang
meliputi 50% lebih dari batuan sedimen terbuka (Foster, 1975). Informasi
distribusi jenis batuan di Indonesia dapat diperoleh dari peta geologi yang
dikeluarkan oleh Direktorat Geologi.
2.2.2 Batuan beku
Batuan beku terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, yang
sebagian besar terdiri atas silika (SiO2). Namun tergantung pada komposisi
magmanya, batuan beku dapat berbeda-beda: warnanya, kepadatan, komposisi
mineral dan teksturnya. Jenis batuan beku diidentifikasi dan diklasifikasi berdasar
ciri-ciri tersebut.
Perbedaan warna terutama disebabkan oleh adanya mineral. Batuan yang
mengandung banyak mineral warna disebut ultramafik, contoh batuan peridotit
yang membentuk selubung bumi. Batuan biasa yang berwarna gelap disebut
mafik, contoh: batuan basalt dan gabro. Batuan yang berwarna muda disebut
felsik, contoh: granit.
Perbedaan tekstur terjadi karena perbedaan laju pendinginan magma. Laju
pendingan magma, tergantung pada letak magmanya yang dapat terjadi: di
dapur magma, didalam saluran magma (korok) dan dipermukaan bumi.
Umumnya semakin dalam letak magma, semakin lambat mendinginnya
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
19
Geoteknik
sehingga kristal mineralnya cukup waktu untuk tumbuh sebelum magma
mengeras, dan batuannya akan bertekstur kasar. Misal granit, pendinginannya
paling lambat (batuan beku dalam/plutonik) bertekstur kasar dan sangat kuat,
kemudian andesit yang pendinginannya agak cepat. Batuan yang membeku
dibawah permukaan bumi dengan menjorok kebatuan lain disebut batuan beku
intrusi (batuan retas/korok).
Magma yang muncul ke permukaan bumi, proses mendinginnya akan lebih cepat
sehingga kristalnya hanya memiliki sedikit waktu untuk tumbuh. Batuan yang
terbentuk berbutir lembut misal:batu gelas, obsidian, basalt, tufa, batuan vulkanik.
Bila magmanya banyak mengandung unsur gas, hasil pembekuannya adalah
batu apung. Batuan yang membeku di permukaan bumi disebut batuan beku
ekstrusi atau batuan leleran.
2.2.3 Batuan sedimen (batuan endapan)
Angin dan hujan akan mengikis/merombak batuan menjadi partikel remukan,
kerikil, pasir dan lumpur. Hasil perombakan kemudian terangkut oleh aliran air
atau angin kemudian diendapkan secara berlapis-lapis ditempat lain seperti
dataran rendah, muara sungai, dasar danau dan dasar samudra. Di samudra,
lama kelamaan bobot lapisan di atas memadatkan lapisan di bawahnya
membentuk batuan sedimen yang terkonsolidasi (proses lithifikasi). Fosil akan
memberi informasi mengenai lingkungan pada waktu dan tempat terbentuknya
batuan tersebut.
Menurut proses terbentuknya, batuan sedimen dapat dikelompokkan menjadi:
aluvium yang diendapkan oleh sungai-sungai; batuan muda yang lunak dan
tidak dipengaruhi oleh gerakan orogen atau gempa; batuan tua yang keras,
telah melengkung atau terlipat, bahkan retak oleh gaya endogen..
Menurut bahan asal pembentukannya, secara garis besar batuan sedimen
dikelompokkan menjadi: sedimen klastik dan sedimen non-klastik.
Batuan sedimen klastik terbentuk oleh disintegrasi batuan asal melalui proses
pelapukan, yang kemudian terangkut dan diendapkan. Proses transportasi oleh
air dan angin dapat mengubah atau memperkecil pecahannya dalam berbagai
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
20
Geoteknik
ukuran dan bentuk. Jenis-jenis batuan ini dilihat dari aspek butirannya yang
berbutir kasar: konglomerat, breksi; berbutir sedang: batu pasir, batu lanau;
berbutir halus: serpih dan batu lumpur.
Batuan sedimen klastik memiliki satu golongan khusus, yaitu batuan sedimen
pyroklastik yang berasal dari erupsi gunung berapi yang keluar berbentuk debu
halus, kemudian terbentuk endapan berlapis-lapis, misal batuan sedimen tuff.
Batuan sedimen non-klastik dapat berupa:
- Batuan sedimen karbonat; berasal dari kegiatan binatang dan tumbuhan yang
mengalami karbonatisasi. Batuan jenis ini pada kondisi segar dapat bersifat
sangat kuat sampai sangat lemah. Yang tergolong kuat~sangat kuat misal
dolomit (mengandung calsium magnesium carbonat/CaMg(CO3)2) dan marble
(mengandung crystalline calcite/CaCO3), dan yang tergolong lemah~sangat
lemah adalah berbagai macam calcarenites yang loose dan tersementasi
lemah. Pada tabel di bawah disajikan klasifikasi batuan sedimen karbonat
menurut Dearman 1981.
- Batuan sedimen kimiawi; terbentuk dari elemen-elemen hasil pelapukan
batuan secara kimiawi seperti: calcium, sodium, pottasium dan magnesium
yang yang kemudian terlarutkan dan terbawa aliran air. Bila aliran yang
mengandung elemen-elemen tersebut masuk ke kedaerah rendah dan
kemudian terjadi evaporasi yang tinggi, maka akan terbentuk batuan
sedimemen epavorit seperti anhydrite (CaSO4), gypsum, halite (NaCl).
2.2.4 Batuan metamorfik
Ketika gerakan lempeng mendorong batuan beku atau batuan sedimen jauh
kedalam bumi, tekanan dan suhu tinggi memampatkan dan meremukkannya
menjadi batuan metamorf. Perubahan dapat terjadi karena suhu yang tinggi,
tekanan yang berat atau gabungan keduanya yang berlangsung berabad-abad.
Contoh granit berubah menjadi geneiss (karena tekanan yang tinggi dan panas),
batu lempung berubah menjadi batu hijau (karena tekanan tinggi), batu lumpur
menjadi hornfels ( karena sentuhan suhu tinggi), batu kapur menjadi batu
marmer, batu serpih menjadi batu sabak, batu bara lunak menjadi grafit, batu
pasir menjadi kuarsa..
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
21
Geoteknik
Secara garis besar batuan malihan dibedakan menjad dua macam yaitu: foliasi
(strukturnya berlapis) dan masif. Contoh untuk foliasi: gneiss, schist, phyllit,
slate/batu sabak , sedang untuk kelompok masif: marmer, kuarsa, amphibolite.
Tabel 2.4 Penggolongan jenis-jenis batuan utama
Sumber: Pedoman Penyelidikan Geoteknik untuk Bangunan Air Dept PU
Tabel 2.5 Klasifikasi batuan sedimen karbonat menurut Dearman 1981
2.2.5 Klasifikasi teknik batuan
Langkah awal dalam kegiatan penyelidikan, jenis batuan utama digolongkan
sebagai batuan dasar seperti disajikan pada tabel 2-2. Kemudian bedasar hasil
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
22
Geoteknik
uji lapangan dan laboratorium dilakukan pengklasifikasian lebih rinci berdasar
sifat-sifat tekniknya agar dapat dievaluasi mengenai cocok tidaknya batuan
sebagai pondasi dan sebagai bahan bangunan serta agar dapat diperkirakan
perilakunya setelah bangunan dikonstruksi.
Batuan dasar adalah merupakan campuran massa batuan dan/ atau
pecahan-pecahan batuan. Jaringan rekahan membagi massa batuan menjadi
blok-blok prismatik atau pecahan-pecahan yang mempengaruhi respon
dan kinerjanya. Pada umumnya sifat teknik batuan dapat diperkirakan
pertama-tama berdasar: diskontinuitas, rekahan, kekar, celah-celah, retakan
dan bidang perlemahan. Blok batuan utuh diantara diskontinuitas biasanya
cukup kuat, kecuali untuk jenis batuan lunak dan porus serta yang mudah
lapuk.
Secara garis besar sistem klasifikasi batuan menggolongkan batuan menjadi
dua macam, yaitu:
- batuan utuh yang padat, dan
- massa batuan.
Alternatif sistem klasifikasi lain, dibuat berdasarkan aspek-aspek: perilaku atau
komposisi dan tekstur. Banyak ahli yang telah mengusulkan metode klasifikasi
teknis untuk massa batuan, namun masih selalu dibutuhkan
penyempurnaan-penyempurnaan agar dapat diterapkan untuk semua kondisi lokasi
bangunan. Didalam praktek penyelidikan geoteknik, pemilihan metode klasifikasi
yang digunakan hendaknya mempertimbangkan desain serta konstruksinya (misal
bendung, terowong).
Diantara beberapa metode klasifikasi yang ada, adalah metode klasifikasi yang
dikembangkan oleh: Tanaka; Barton, Lien and Lunde (1974); Bieniawski (1974,
1984), and Wickham, Tiedemann, and Skinner (1974). Metode Tanaka biasa
digunakan untuk klasifikasi batuan fondasi, sedang metode lainnya (yang tersebut
diatas) memiliki keunggulan dalam pengklasifikasi batuan untuk terowong.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
23
Geoteknik
a. Klasifikasi batuan menurut Tanaka:
Metode Tanaka adalah merupakan metode klasifikasi batuan fondasi yang tertua
yang diterapkan di Jepang. Pada tabel di bawah disajikan klasifikasi menurut
Tanaka yang disusun dengan mempertimbangkan faktor-faktor sbb:
- kekerasan, dinilai berdasar rekasi bunyi sewaktu dipalu dengan palu geologi
- tingkat pelapukan mineral/batuan
- karakteristik kekar
b. Klasifikasi batuan menurut Rock Mass Rating =RMR (Bieniawski),
memberi nilai batuan dari yang terjelek = 0 sampai yang terbaik =100. System
ini disusun berdasar enam parameter umum batuan, yaitu:
- kekuatan batuan,
- kwalitas inti pemboran (berdasar RQD),
- kondisi air tanah,
- jarak dikontinyuitas atau kekar dan rekah (joint and fracture),
- karakteristik diskotinyuitas atau kekar, serta
- orientasi kekar (yaitu: very favorable, favorable, fair, unvaforable, veri
unvaforble) yang nilai ratingnya berbeda-beda untuk pekerjaan terowong,
fondasi dan tambang.
Uraian rinci mengenai metode klasifikasi RMR akan dibahas pada Modul
Penyelidikan Geoteknik tingkat selanjutnya atau dapat dilihat di Volume III
Pedoman Penyelidikan Geoteknik untuk Fondasi Bangunan Air.- Departemen
Pekerjaan Umum.
Pada pemetaan geologi permukaan dan pemboran batuan, sering perlu dicatat
nama dan umur satuan batuan untuk membantu pemilahan perlapisan stratigrafi
dan perkiraan profil geoteknik. Pada tabel 2-5 disajikan skala waktu geologi umum
dan perioda yang terkait. Pada umumnya batuan tua mempunyai porositas lebih
rendah dan kekuatan lebih tinggi dari pada batuan muda (Goodman, 1989).
Beberapa jenis batuan dapat digunakan untuk menduga beberapa masalah yang
mungkin akan terjadi dalam konstruksi. Misal pada batu gamping sering dijumpai
masalah adanya rongga dan lubang benam; serpentin bersifat licin; serpih bentonit
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
24
Geoteknik
bersifat mengembang, dan bermasalah dengan stabilitas lereng; diabas berbentuk
bongkah, dll.
Tabel 2.6 Klasifikasi batuan untuk fondasi menurut Tanaka
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
25
Geoteknik
Tabel 2.7 Skala waktu Geologi
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
26
Geoteknik
BAB III
SIFAT MATERIAL TANAH DAN BATUAN
3.1 Umum
Secara umum material (tanah dan batuan) dapat dibagi menjadi tiga macam:
1) Butiran (granular), berupa lanau, pasir, kerikil dan boulder yang tidak
tersementasi.
2) Kohesif; berua lempung atau material yang mengandung banyak lempung
sehingga bersifat seperti lempung.
3) Litifikasi; berupa batuan atau material yang membatu/ mengalami proses
pembatuan.
Hampir setiap material terbentuk dari berbagai macam jenis mineral. Sifat
material (kering) ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
- mineralogi (jenis mineral yang terkandung)
- ukuran dan bentuk butiran
- tumpukan alami (grain packing)
- ikatan butiran (grain bonding)
Namun sayangnya, walaupun kita mengenal faktor-faktor tersebut tapi
kenyataannya sulit (kecuali ukuran butiran) melakukan pengukuran dan menarik
kesimpulan parameter yang akan digunakan dalam perencanaan. Umumnya
pengujian lapangan dan laboratorium dilakukan untuk mendapatkan
parameter-parameter yang terkait dengan sifat-sifat teknis, yakni :
- Kepadatan (density)
- Permeabilitas
- Kekuatan (strength)
- Perubahan bentuk (deformability)
- Stabilitas kimiawi (chemical stability)
Sebagian besar material endapan bersifat anisotropik yang merupakan akibat
dari proses terbentuknya secara geologist, misal: sedimen umumnya
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
27
Geoteknik
berlapis-lapis, batuan metamorf umumnya foliasi (strukturnya berlapis), dan
batuan mungkin merupakan suatu kumpulan batuan (banded). Oleh karenanya
sifat material berfariasi terkait dengan tekstur internal dan struktur materialnya.
Pengaruh anisotropik nampak nyata pada sifat permeabilitas, kekuatan dan sifat
deformasi. Dalam beberapa kasus sifat anisotropik tidak begitu nyata (slgiht)
sehingga untuk keperluan praktis, material dianggap homogin atau isotropik.
Sebagian besar background teori mekanika tanah dan mekanika batuan
dikembangkan dengan asumsi material bersifat isotropik.
Bermacam-macam uji dapat dilakukan langsung untuk mengetahui sifat-sifat
teknis material, disamping itu untuk keperluan penyiapan desain juga dilakukan
pengukuran-pengukuran atau pengujian parameter yang terkait, seperti:
- kadar air
- plastisitas bagi tanah berbutir halus/lempung,
- analisis ayakan bagi tanah berbutir kasar/pasir,
- pengukuran kecepatan ultra sonic batuan.
Dari pengukuran kecepatan ultrasonik akan diperoleh cepat rambat gelombang
ultrasonik batuan, yang kemudian dapat digunakan untuk mengetahui harga
modulus elastisitas dinamis; dan dengan membandingkan dengan gelombang
seismik akan diketahui tingkat kerusakan batuan.
3.2 Sifat Tanah
Secara garis besar sifat tanah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
- sifat fisik (index properties), dan
- sifat teknis (engineering properties)
Pengujian sifat fisik tanah, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
menyeluruh dan rinci, mengenai sifat fisik, antara lain:
- berat isi (γn)
- berat jenis (Gs)
- kadar air (Wn)
- susunan butiran (m%)
- batas-batas atterberg (batas cair (wL), batas plastis (wP), batas kerut
(shrinkage limit), dll.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
28
Geoteknik
Pengujian sifat teknis tanah, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran
menyeluruh dan rinci, mengenai sifat fisik, antara lain:
- Kepadatan
- Permeabilitas
- Kuat geser
- Konsolidasi
Secara sederhana, susunan material tanah dapat digambarkan seperti gambar
3-1, yang terdiri dari butiran tanah, air dan udara. Tanah dapat dalam kondisi
jenuh air dimana seluruh Pada kondisi sebagian jenuh air, susunan terdiri dari
butiran tanah, air dan udara, kering; sedang pada kondisi kering kandungan
airnya tidaka ada dan pada kondisi jenuh air, semua pori terisi air tidak ada
kandungan udaranya.
Berat tanah W = Ws + Ww + (Wa = 0)
Gambar 3.1 Susunan tanah pada kondisi jenuh air sebagian
3.2.1 Sifat Fisik Tanah
a) Pori-Pori Tanah
Pori - pori tanah adalah bagian dari volume tanah yang tidak diisi oleh tanah
seluruhnya. Dalam keadaan alami, pori-pori diisi oleh cairan atau gas atau
keduanya. Pengisian oleh gas tersebut biasanya adalah udara. Di dalam teknik
tanah, pori-pori udara dianggap seperti tanpa bobot. Pengisian oleh cairan
biasanya adalah air. Air yang mengisi pori-pori dianggap bersifat tidak mudah
termampatkan .
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
29
Geoteknik
b) Kadar air (w)
Kadar air di dalam tanah dapat diuraikan sebagai berikut :
- Perbandingan dari volume air di dalam pori - pori terhadap total volume pori
-pori.
- Berat air dalam pori - pori terhadap berat partikel tanah kering.
Kadar air optimum adalah persentase dari kadar air, berdasarkan berat kering,
pada kepadatan kering maksimum yang diperoleh dari hasil pemadatan. Tanah
yang jenuh adalah tanah yang pori-porinya seluruhnya diisi oleh air. contohnya
adalah tanah yang berada dibawah muka air tanah. Tanah yang basah
memerlukan pengeringan untuk mencapai kadar air optimum. Tanah yang
lembab dan alami biasanya mempunyai kadar air yang mendekati kadar air
optimum.
Tanah yang kering hanya berisi udara dalam pori-pori (air telah dikeluarkan
dengan cara memanaskan sampai tercapai berat yang tetap). Tanah pada
kondisi ini memerlukan penambahan air untuk mencapai kadar air optimum untuk
melakukan pemadatan standar. Kondisi yang jenuh dan kering, biasanya
menggambarkan keadaan kadar air yang telah tetap, sedangkan kondisi lembab
dan basah adalah suatu keadaan diantara dua kondisi tersebut. Semua bagian
dari tanah dalam teknik tanah, tersusun dari material padat ditambah hanya
dengan udara atau air atau udara dan air. Selanjutnya istilah "tanah" akan
digunakan secara umum termasuk material padat, air dan udara.
Kadar air adalah perbandingan antara berat air dengan berat butiran tanah.
Kadar air tanah dalam keadaan asli merupakan salah satu data yang sangat
penting. Kadar air sangat berpengaruh pada sifat teknis tanah (kuat geser, daya
dukung, plastisitas, dll).
Kadar air tanah dapat dihitung dengan rumus:
dimana : w = kadar air
%100xW
Ww
s
w
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
30
Geoteknik
Ww = berat air
Ws = berat tanah kering
c) Berat volume dan berat isi spesifik
Berat volume dapat didefinisikan sebagai berat tanah per satuan volume
(dalam satuan kN/m3) dan dinyatakan dengan simbol γ. Namun, untuk
kepadatan massa tanah diukur sebagai massa per volume (dalam satuan gr/cc
atau kg/m3) dan dinyatakan dengan simbol ρ.
Berat isi:
Berat isi kering:
Berat isi basah:
Berat isi jenuh air
Berat spesifik butiran atau berat jenis padat:
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain:
1) Secara umum penggunaan istilah berat volume dan kepadatan
sering mengalami hubungan timbal balik, seperti dinyatakan dengan
persamaan:
γ = ρg
dengan g adalah konstanta gravitasi = 9,8 m/det2. Nilai acuan untuk air murni
adalah ρw = 1 g/cc sesuai dengan γ w = 9,8 kN/m3.
V
W )(
V
Wsd
V
WWW swsw
V
WW wssat
V
WWG
ws
sat
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
31
Geoteknik
2) Di laboratorium berat volume tanah diuji dari contoh tabung tanah asli yang
bergantung pada berat jenis padat (Gs), kadar air (wn) dan angka pori (e0)
maupun derajat kejenuhan (S). Parameter ini saling berhubungan secara
timbal balik dengan persamaan:
Gs wn = S e0
dengan S = 1 (100%) untuk tanah jenuh (umumnya diasumsi untuk
lapisan tanah di bawah muka air tanah) dan S = 0 (diasumsi untuk tanah
butiran di atas muka air tanah). Untuk lempung dan lanau yang berada di
atas muka air tanah, derajat kejenuhannya antara 0 sampai 100%.
Kejenuhan penuh dapat terjadi akibat pengaruh kapilaritas dan bervariasi
karena pengaruh kondisi cuaca/atmosfir.
Persamaan hubungan berat volume total adalah sbb:
γT = Gs γw (1 + wn ) / (1 + e0 )
Pengujian kepadatan massa tanah timbunan di lapangan dapat dilakukan
dengan metode konus pasir (sand cone replacement), atau alat ukur nuklir.
Pengambilan contoh yang dalam memerlukan waktu dan kadang-kadang
mengalami kesulitan.
d) Batas-Batas Konsistensi
Plastisitas adalah sifat fisik yang didefinisikan sebagai sifat dari tanah yang
mengalami perubahan bentuk melebihi bentuk awal tanpa retak atau perubahan
volume yang berarti. Sifat ini menunjukkan bahwa tanah tersebut dapat mudah
dibentuk; tanah dapat bersifat plastis dan mudah dibentuk atau tidak plastis dan
tidak mudah dibentuk. Semua tanah yang plastis biasanya mempunyai tekstur
yang halus, tetapi semua tanah yang bertekstur halus belum tentu bersifat plastis.
Tanah hasil pelapukan dari kwarsa (batu yang telah terhaluskan) adalah tidak
plastis, sedangkan tanah lempung dari ukuran partikel tertentu mungkin plastis
dan mudah dibentuk. Campuran dari tanah tertentu akan menunjukan derajat
plastisitas diantara plastis dan nonplastis. Kadar air dari tanah plastis
mempengaruhi konsistensinya atau kemudahan untuk dibentuk. Konsistensi
didefinisikan sebagai relatif mudahnya tanah mengalami perubahan bentuk.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
32
Geoteknik
Derajat konsistensi dinyatakan dengan istilah keras, sangat kaku, kaku, teguh
(sedang) dan lunak. Menambahkan air secara terus menerus pada tanah plastis
yang kering akan membuat campuran mempunyai semua karakteristik dari cairan.
Pada perubahan dari padat menjadi cair, tanah pertama-tama menjadi semi
padat dan kemudian menjadi plastis. Seorang ilmuwan Swedia yang bernama
Atterberg mengembangkan pengujian untuk menentukan kadar air pada setiap
perubahan bentuk. Pengujian ini kemudian dikenal sebagai Batas-batas
Atterberg.
Tabel 3.1 Identifikasi dari Konsistensi Tanah Berbutir Halus
Konsistensi Prosedur Identifikasi Kekuatan Kg/cm2
Lunak Sedang (medium) Kaku Sangat kaku Keras
Mudah ditekan dengan ibu jari Dapat ditekan beberapa cm dengan ibujari dengan sedikit tenaga Dapat ditekan dengan ibu jari dengan tenaga yang besar Mudah ditekan dengan kuku ibu jari Sukar ditekan dengan ibu jari
< 0.25
0.25 - 0.5
0.5 - 1.00
1.00 - 2.00 >2.00
Meskipun butiran halus diukur sebagai persentase yang lolos saringan no.200
(0,074 mm), batas-batas Atterberg digunakan untuk material yang lolos saringan
no. 40. Di sini terlihat jelas tidak konsistennya yang terjadi, karena batas-batas
Atterberg digunakan untuk material yang lolos saringan no.40, beberapa tahun
sebelum saringan no. 200 digunakan. Untuk memperoleh sifat konsistensi tanah
dapat dilakukan dengan pengujian Atterberg.
e) Gradasi butiran
Gradasi (distribusi) butiran menunjukkan susunan /tingkat pencampuran butiran
pada suatu lapisan tanah yang dinyatakan dalam prosentasi berat. Gradasi
butiran sangat berpengaruh pada sifat teknik tanah berbutir kasar, seperti:
kepadatan, kuat geser, permeabilitas, dll. Semakin besar ukuran butiran dengan
gradasi yang baik, biasanya kekuatannya juga akan semakin besar dan
kompresibilitasnya semakin menurun.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
33
Geoteknik
Gradasi butiran dapat diperoleh dari uji gradasi atau analisis ayakan. Hasil analisis
kemudian diplot pada kertas semi logaritma. Tanah bergradasi baik (well graded)
umumnya memiliki grafik distribusi berbentuk lengkung yang ‖smooth‖. Tanah
bergradasi buruk, memiliki rentang ukuran butiran yang sempit (uniform) yang
ditunjukkan dengan grafik yang mendekati tegak atau memiliki ‖gap‖ butiran yang
ditunjukkan dengan grafik yang lelatif tegak dibagian tengah.
Kerikil termasuk bergradasi baik bila:
- koefisien keseragaman, Cu = D60/D10 > 4 dan
- koefisien gradasi, Cc = (D30)2 / (D10 x D60) diantara 1~3
Pasir termasuk bergradasi baik bila:
Cu > 6 dan Cc = 1~3.
Gambar 3.4 Contoh grafik gradasi butiran
Tabel 3.2 Identifikasi terhadap konsistensi tanah berbutir halus
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
34
Geoteknik
3.2.2 Sifat Teknik Tanah
1) Kepadatan
Sebagaimana yang dijelaskan di atas, kepadatan dan berat volume sering
mempunyai hubungan timbal balik, dimana untuk berat volume dinyatakan
dengan simbol γ dengan satuan kN/m3 sementara untuk kepadatan massa
tanah diukur sebagai massa per volume (dalam satuan gr/cc atau kg/m3) dan
dinyatakan dengan simbol ρ.
Pengujian kepadatan/kompaksi massa tanah dapat dilakukan dilaboratorium
maupun dilapangan. Untuk mendapatkan parameter-parameter yang terkait
dengan kepadatan (kepadatan kering maksimum/ maximum dry density , kadar
air optimum), dilakukan uji kompaksi atau uji pemadatan di laboratorium.
Pemadatan adalah proses untuk meningkatkan kepadatan tanah dengan
memperkecil jarak antara butiran akibat berkurangnya volume udara. Tujuan
pemadatan adalah: meminimalkan angka pori tanah, meningkatkan kuat geser
dan meningkatkan sifat kedap air. Kepadatan kering tanah setelah dipadatkan,
tergantung pada kadar air dan besarnya energi yang diberikan oleh alat
pemadat.
Sifat kepadatan tanah dapat diketahui melalui pengujian pemadatan tanah di
laboratorium dengan metode Standard Proctor. Contoh hasil percobaan
pemadatan dapat dilihat pada gambar 3-3. Bila setelah pemadatan seluruh
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
35
Geoteknik
udara dalam tanah dapat dikeluarkan semuanya (zero void) , maka tanah
tersebut berada pada kondisi jenuh sempurna dan kepadatan kering mencapai
harga maksimum.
Gambar 3.5 Contoh hasil uji pemadatan di laboratorium
2) Korelasi kepadatan relatif
Kepadatan relatif (DR) digunakan untuk menunjukkan derajat kepadatan butiran
pasir dan hanya berlaku untuk tanah berbutir kasar dengan kadar butiran halus
kurang dari 15%. Kepadatan relatif dihitung dengan rumus:
DR = (emax – eo) / (emax – emin )
dengan emax adalah angka pori pada keadaan paling lepas, dan emin adalah
angka pori pada keadaan paling padat. Namun perkiraan langsung DR tersebut
kurang praktis, sebab sangat sulit memperoleh contoh tanah tidak terganggu
untuk menghitung ke tiga parameter e0, emax, dan emin tersebut di
laboratorium.
Kepadatan relatif juga dapat diketahui dengan menggunakan rumus:
DR = (γd max/ γd) x [(γd-γd min)/ (γd-γd min)]
Pada tabel 3- , disajikan derajat kepadatan relatif material alami .
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
36
Geoteknik
Tabel 3.3 Derajat kepadatan material alami
Kepadatan relatif % Diskripsi Nilai NSPT
0 – 15
15 – 35
35 – 65
65 – 85
85 - 100
Sangat lepas
Lepas
Agak padat
Padat
Sangat padat
0 – 4
4 – 10
10 -30
30 – 50
> 50
3) Kuat Geser Tanah
Tanah seperti halnya bahan-bahan padat akan runtuh baik karena tarikan
maupun geseran. Pengetahuan tentang kekuatan geser diperlukan untuk
menyelesaikan masalah-masalah yang berhubungan dengan stabilitas massa
tanah. Bila suatu titik pada sembarang bidang dari suatu massa tanah memiliki
tegangan geser yang sama dengan kekuatan gesernya, maka keruntuhan akan
terjadi pada titik tersebut. Kekuatan geser tanah (f) di suatu titik pada suatu
bidang tertentu dikemukakan oleh Coulomb sebagai suatu fungsi linier terhadap
tegangan normal (f) pada bidang tersebut pada titik yang sama, yakni :
f = C + f tan Ø
dimana c dan Ø berturut-turut adalah kohesi (cohesion intercept atau apparent
cohesion) dan sudut geser dalam (internal angle of shearing resistance).
Berdasarkan konsep dasar Terzaghi (1948), tegangan geser pada suatu tanah
hanya dapat ditahan oleh tegangan partikel-partikel padatnya. Kekuatan geser
tanah dapat juga dinyatakan sebagai fungsi dari tegangan normal efektif sebagai
berikut :
f = C, + f, tan Ø,
dimana c' dan Ø' adalah parameter-parameter kekuatan geser pada tegangan
efektif. Dengan demikian keruntuhan akan terjadi pada titik yang mengalami
keadaari kritis yang disebabkan oleh kombinasi antara tegangan geser dan
tegangan normal efektif.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
37
Geoteknik
Selain itu, kekuatan geser dapat juga dinyatakan dalam tegangan utama
(principle stress) 1 dan 3 pada keadaan runtuh di titik yang ditinjau. Garis yang
dihasilkan oleh persamaan di bawah pada keadaan runtuh merupakan garis
singgung terhadap lingkaran Mohr yang menunjukkan keadaan tegangan dengan
nilai positif untuk tegangan tekan. Koordinat titik singgungnya adalah f dan ,f,
dimana :
f = ½ (,1 - ,3) sin 20
,f = ½ (,
1 - ,3) + ½ (,
1 - ,3)
cos 20
Gambar 3.6 Kondisi Tegangan Pada Keadaan Runtuh
Sudut θ adalah sudut teoritis antara bidang utama besar dan bidang runtuh.
Dengan demikian jelas bahwa :
θ = (45° + Ø)1/2
Dari Gambar 3.6 dapat dilihat juga hubungan antara tegangan utama efektif pada
keadaan runtuh dan parameter - parameter kekuatan geser. Kini :
)''(2
1
)''(2
1
31
31
co t c' sin
Sehingga :
(‘1 - ‘3) = (‘1 - ‘3) sin Ø‘ + 2‘ cos Ø‘
atau
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
38
Geoteknik
‘1 = ‘3 tan 2 (450 + Ø‘/2‘) + 2c‘ tan (450 + Ø‘/2‘)
Persamaan disebut sebagai kriteria keruntuhan Mohr-Coulomb. Kriteria tersebut
berasumsi bahwa bila sejumlah keadaan tegangan diketahui, dimana masing-
masing menghasilkan keruntuhan geser pada tanah, sebuah garis singgung akan
dapat digambarkan pada lingkaran Mohr; garis singgung tersebut dinamakan
setubunq keruntuhan (failure envelove) tanah. Keadaan tegangan tidak
mungkin berada di atas selubung keruntuhannya. Kriteria ini tidak
mempertimbangkan regangan pada saat atau sebelum terjadinya keruntuhan
dan secara tidak langsung menyatakan bahwa tegangan utama efektif a' tidak
mempengaruhi kekuatan geser tanah. Di dalam praktek, kriteria keruntuhan
Mohr-Coulomb ini paling sering digunakan karena kesederhanaannya, walaupun
bukan merupakan satu-satunya kriteria keruntuhan tanah. Selubung keruntuhan
untuk tanah tertentu tidak selalu berbentuk garis lurus, tetapi secara perkiraan
dapat dibuat garis lurus, yang diambil dari suatu rentang tegangan serta
parameter - parameter kekuatan geser pada rentang tersebut.
Dengan memplot p = ½ (‘1 - ‘3) terhadap q = ½ (‘1 + ‘3), maka setiap kondisi
tegangan dapat dinyatakan dengan suatu titik tegangan (stress point), yang
lebih baik dari pada lingkaran Mohr. Setelah itu dapat dibuat selubung
keruntuhan yang dimodifikasi, yang dinyatakan dengan persamaan :
½(‘1 - ‘ 3 )=a '+½ (‘1 -‘3)tan α ' dimana a' dan α' adalah parameter-parameter kekuatan geser yang dimodifikasi.
Kemudian parameter - parameter c' dan Ø' didapat dari :
Ø‘'= sin-1 (tan α') dan
'cos
a' c'
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
39
Geoteknik
Gambar 3.7 Alternatif cara p-q diagram
Garis-garis yang digambar dari titik tegangan pada sudut 45° terhadap
horizontal, seperti pada gambar di atas, berpotongan dengan sumbu horizontal di
titik-titik yang menyatakan nilai - nilai tegangan utama ‘1 dan ‘3.
Dalam keadaan simetris aksial, suatu keadaan tegangan efektif dapat juga diplot
terhadap koordinat - koordinat vertical dan horizontal berturut - turut q' dan p',
dimana :
q'= )''(31
2
1
p'= )''(
31
21
Besarnya tegangan-tegangan ini (yang merupakan fungsi dari tegangan utama)
tidak tergantung pada orientasi sumbu-sumbu koordinat, sehingga tegangan-
tagangan semacam itu disebut invarian tegangan. Tegangan-tegangan yang
sesuai adalah :
q = (1- 3)
p = ½ (1+ 3)
Dalam hal ini hubungan antara tegangan efektif dan tegangan total adalah :
q'= q
p‘ = p – u
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
40
Geoteknik
Uji kuat geser, bertujuan untuk memperoleh nilai c dan Ø yang nantinya akan
digunakan untuk menghitung kekuatan geser suatu contoh bahan tanah atau
bahan fondasi. Pengujian dapat dilakukan dengan cara: geser langsung, triaksial
dan kuat tekan bebas. Untuk uji bahan timbunan tanah sebaiknya dilakukan uji
triaksial BP (back pressure – dengan memberi tekanan 3 secara
berangsur-angsur sedemikain rupa, sehingga contoh menjadi jenuh)
Beberapa cara pengujian kuat geser di laboratorium, antara lain seperti dijelaskan
di bawah.
a) Uji Geser Langsung
Uji kuat geser langsung mempunyai tujuan untuk mengukur kuat geser tanah
sepanjang permukaan bidang datar yang telah ditentukan sebelumnya
(horisontal). Benda uji ditempatkan kedalam suatu boks logam berbentuk
empat persegi panjang atau silinder yang terpisah menjadi dua bagian yang
sama. Pada bagian atas dan bawah benda uji ditempatkan masing-masing
batu pori untuk mengalirkan air didalam benda uji. Benda uji tersebut
kemudian diberi beban vertikal dan kemudian digeser secara horisontal yang
mengakibatkan kedua bagian boks menggeser satu sama lain seperti pada
gambar di bawah.
Hasil pengujian kemudian diplotkan kedalam grafik hubungan antara tegangan
vertikal dengan tegangan geser untuk memperoleh kohesi (c) dan sudut geser
dalam (Ø), detail pengujian diuraikan pada sub bab 5.3.7.
b) Uji Triaksial
Cara pengujian menggunakan triaksial adalah merupakan cara yang sering
digunakan dan cocok untuk semua jenis tanah. Keutungan dari cara ini
adalah kondisi pengaliran (drainasi) dari benda uji dapat dikontrol, disamping
dapat diberikannya tegangan kesemua arah (3) terhadap benda uji.
Ada 3 jenis pengujian triaksial, yakni UU (unconsolidated undrained), CU
(consolidated undrained) dan CD (consolidated drained), yang pemilihannya
tergantung dari kondisi pembebanan. Detail pengujian dibahas pada sub bab
5.3.7.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
41
Geoteknik
Kuat geser takterdrainase : Suv = 6 T/(7D2)
untuk, H/D = 2
Sensitivitas lapangan : St = Suv (puncak)/ Suv (remolded)
c) Vane Shear
Alat ini dapat digunakan untuk mengukur kuat geser undrained yang cocok untuk
jenis lempung kohesif. Terdapat dua jenis alat vane shear yaitu vane shear untuk
di lapangan dan vane shear untuk di laboratorium. Alat ini kurang cocok (hasilnya
meragukan) untuk mengukur kuat geser dari jenis tanah yang mengandung pasir
atau lanau. Alat ini terdiri dari baling-baling (vane) tipis terbuat dari logam anti
karat (steinless steel) yang disambungkan pada suatu batang baja. Panjang
baling- baling biasanya dibuat dua kali lebarnya. Ukuran baling-baling tersebut
biasanya sekitar 150 mm x 75 mm dan 100 mm x 50 mm.
Gambar 3.8 Alat dan prosedur pengujian vane shear di lapangan
Pengoperasiannya adalah dengan memasukan baling-baling yang telah
disambungkan path batangnya kedalam dasar lubang (atau benda uji di
laboratorium, bila menggunakan jenis vane shear laboratorium) sampai seluruh
panjang baling-baling masuk kedalam kedalam massa tanah Batang pemutar
dibagian atas kemudian diputar searah jarum jam dengan kecepatan antara 6°-
12° per menit dan baca skala alat baca pada interval waktu tertentu. Pengujian
dihentikan setelah tercapai keadaan longsornya tanah yang ditandai dengan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
42
Geoteknik
pembacaan yang hampir tetap (konstan)
4) Rembesan
Semua jenis tanah adalah dapat dilalui oleh air melalui pori-pori tanah. Tekanan
air pori diukur relatif terhadap tekanan udara (atmosfir) dan bila permukaan
didalam tanah sama dengan tekanan atmosfir, disebut muka air tanah atau muka
air freatik. Tanah yang ada dibawah muka air tanah, biasanya dalam keadaan
jenuh sempurna dengan tingkat penjenuhan mendekati 100%.
Permeabilitas atau kelulusan air tergantung dari ukuran rata - rata butiran tanah
yang mempunyai hubungan dengan pembagian butiran tanah, bentuk partikel
dan struktur tanah.
Pada umumnya, bertambah kecil ukuran partikel tanah, bertambah rendah
koefisien kelulusan airnya, k dapat dihitung : k = 10-2. D10
2 (m/s) dimana : D10 adalah ukuran efektif butiran tanah dalam satuan mm. Nilai tipikal koefisien kelulusan air dari berbagai jenis tanah adalah sebagai
berikut :
- kerikil : >1 cm/det
- pasir campur kerikil : 10-2 - 1 cm/det
- pasir halus, lanau dan lanau lempung : 10-5-10-3 cm/det
- lampung dan lanau lempung :< 10 - 6 cm/det
Nilai koefisien kelulusan air (k) dapat diperoleh dari pengujian di laboratorium dan
pengujian lapangan.
Pada pengujian laboratorium, k untuk tanah lempung dapat dengan cara "falling
head" dan untuk pasir dengan cara "constant head". Salah satu cara sederhana
dan mudah dari pengujian k di lapangan dilakukan melalui pemberian air
kedalam lubang bor. Cara ini dikenal dengan cara "open end test"
Air bebas adalah air yang masuk ke dalam tanah melalui permukaan dan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
43
Geoteknik
bergerak ke bawah akibat gaya gravitasi sumpai mencapai lapisan yang tak
dapat dirembesi. Permukaan air ini disebut sebagai permukaan air tanah.
Tekanan pada permukaan air tanah = 1 atmosfir. Air yang terdapat dibawah
muka air tanah dinamakan air tanah, yang berada di dalam pori - pori akibat gaya
tarik antar molekul dinamakan air hogroskopis.
5) Konsolidasi
Konsolidasi adalah pemampatan tanah yang disebabkan oleh proses keluarnya
air pori dari tanah secara berangsur-angsur akibat pembebanan secara konstan.
Kemampuan konsolidasi suatu material dapat diketahui dengan cara membebani
suatu contoh material yang jenuh air sehingga terjadi konsolidasi yang
diakibatkan oleh proses pengerutan karena keluarnya air pori dari celah-celah
butiran.
Semakin kecil koefisien filtrasi suatu material, akan semakin lama pula waktu
yang dibutuhkan untuk mengeluarkan air pori dari material tersebut, demikian
pula penurunan yang terjadi juga akan semakin lambat. Semakin banyak
kandungan kerikil dalam tanah, maka konsolidasinya juga semakin kecil
3.2.3 Material Tanah Timbunan
Secara garis besar bahan atau material pokok timbunan tubuh bendungan dapat
dibedakan dalam 2 (dua) macam, yaitu :
- Material yang fungsi utamanya untuk mendukung stabilitas tubuh bendungan,
berupa material lulus air, seperti pasir, kerikil dan batu.
- Material yang fungsi utamanya untuk mencegah rembesan air dari waduk,
berupa material kedap air yang umumnya berupa tanah lempungan.
Pada umumnya material lulus air tidak sensitif terhadap perubahan tingkat kadar
air yang dikandungnya, sehingga karakteristik mekanisnya juga tidak banyak
berubah saat terjadi perubahan kadar air, baik yang berasal dari air hujan
maupun dari air tanah. Sebaliknya material kedap air sangat sensitif terhadap
perubahan tingkat kadar air yang dikandungnya. Oleh karena itu, pada saat
penimbunan, kadar air material tersebut harus selalu diawasi secara teliti, apabila
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
44
Geoteknik
kadar airnya berbeda dari spesifikasi desain, maka kadar air material tersebut
harus disesuaikan lebih dulu sebelum digunakan untuk timbunan.
Material untuk tubuh bendungan, biasanya diusahakan agar dapat diambil
sedekat mungkin dari tempat lokasi calon bendungan. Hampir semua material
tanah/batuan dapat digunakan sebagai material tubuh bendungan, kecuali
tanah yang mengandung zat-zat organik atau zat-zat yang mudah larut lainnya.
Berhubung banyaknya jenis material yang terdapat di daerah sekitar lokasi
calon bendungan, maka dengan dasar pemilihan material yang paling ideal,
tubuh bendungan dapat direncanakan sedemikian rupa, sehingga didapatkan
altermatif bentuk geometri yang paling menguntungkan.
Material timbunan/urugan, secara umum dapat dibedakan dalam 3 jenis, yaitu :
1. Tanah
2. Pasir Kerikil
3. Batu
1) Lapisan Kedap Air
Seperti telah diuraikan diatas, semakin kecil ukuran butiran tanah, maka
koefisien permeabilitasnya akan semakin rendah. Biasanya jenis tanah yang
baik untuk zone atau lapisan kedap air adalah tanah dengan butiran yang agak
kasar (coarse grains), tetapi bercampur secara homogen dengan dua jenis tanah
yang lebih halus yaitu :
- Tanah yang 10 -15 % bagiannya dapat melewati saringan berukuran 0,074
mm.
- Tanah lempungan yang 5 % bagiannya dapat melewati saringan 0,005 mm.
Material kedap air terdiri dari: lempung berplastisitas tinggi dan plastisitas rendah
(CH dan CL), pasir lempungan dan kerikil lempungan(SC-GC), dan lanau
lempungan (CL-ML). Material ini biasa digunakan sebagai material urugan zona
inti dan selimut kedap air, memiliki koefisien permeabilitas setelah dipadatkan
lebih kecil dari orde 10-5 cm/s.
Material semi kedap air, mecakup: lanau, pasir lanauan (SM), kerikil lanauan
(GM), pasir lanauan dan pasir bergradasi buruk (SP) yang mengandung butiran
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
45
Geoteknik
halus yang lolos ayakan no. 200 hingga 12% (biasanya 5% adalah batas atas
material lulus air) bersifat semi kedap air, walaupun dalam spesifikasi material
diizinkan dipakai untuk material urugan zona lolos air.
Disamping sebagai bahan tubuh bendungan, biasanya material pasir dan kerikil
ini merupakan material vital untuk lapisan filter atau transisi suatu bendungan.
Oleh karena itu, gradasi dari bahan tersebut perlu mendapat perhatian khusus.
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
- Gradasi material sesuai dengan fungsi yang dibebankan pada lapisan atau
zona-zona pada calon tubuh bendungan.
- Tingkat kekerasan materioal setinggi mungkin dan mempunyai kekuatan
geser yang cukup tinggi.
- Tidak mengandung campuran zat-zat organik atau mineral-mineral yang
mudah larut.
- Mempunyai kestabilan struktur yang tinggi terhadap pengaruh-pengaruh
atmosfir maupun kimiawi lainnya.
- Mempunyai kemampuan drainase yang cukup memadai.
2) Lapisan Lulus Air
Yang dimaksudkan material lulus air menurut ‖Pedoman Uji Mutu konstruksi
Tubuh Bendungan Tipe Urugan‖ adalah pasir dan atau kerikil non kohesif yang
mempunyai sifat meluluskan air (free drain) dan mengandung butiran yang lolos
saringan no. 200 kurang dari 5%. Uji kompaksi standar (standard proctor, SNI
03-2832-1992) di laboratorium terhadap material ini tidak dapat menghasilkan
kadar air optimum dan kepadatan kering maksimum yang jelas, seperti halnya
material kedap air (lempung). Kepadatan kering di lapangan dapat diperoleh dari
hubungan kepadatan maksimum dan minimum yang dapat diperoleh dari
pengujian kepadatan relatif di laboratorium dengan menggunakan meja getar
(SNI 03-1965-1990). Biasanya, zona urugan luar (shell) suatu bendungan
menggunakan tanah berbutir kasar yang mengandung sejumlah butiran halus
dan didesain sebagai zona lulus air.
Material batu digunakan sebagai zona lulus air atau setengah lulus air pada
bendungan zonal dan untuk hamparan pelindung pada lereng udik atau timbunan
drainase tumit di sebelah bawah lereng hilir (tumit) bendungan tanah. Jenis
batuan yang cocok sebagai material urugan dari suatu bendungan, adalah seperti
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
46
Geoteknik
tabel di bawah.
Tabel 3.4 Jenis Batuan yang Cocok untuk Bendungan.
Jenis batuan yang baik untuk digunakan sebagai bahan.
Jenis batuan yang harus
dipertim-bangkan sebelumdigunakan sebagai bahan.
Granit Basalt, andesit, dan riolit Batu pasir yang berumur sebelum era Mesozoik Batu gamping Kwarsit
Serpih, batu sabak Tufa Batu pasir yang berumur Era kenozoikum Genes, sekis yang mengandung banyak retakan
3) Material Campuran
Material ini digunakan untuk memenuhi persyaratan tertentu, karena material yang
ada dan tersedia di lapangan tidak memenuhi persyaratan, misalnya lempung
dengan platisitas tinggi dengan kadar air dan indeks plastisitas tinggi (CH) yang
berpotensi bersifat ekspansif dan sulit dikerjakan pada kadar air mendekati kadar
air optimum.
Untuk memperbaiki sifat dan konsistensinya tersebut jenis tanah tersebut yang
dikenal sebagai stabilisasi tanah dengan cara pencampuran dengan pasir atau
kapur, tergantung kemudahan dan tersedianya material pencampur tersebut di
lapangan. Dengan cara stabilisasi tersebut disamping kemudahan pengerjaan
(workability), juga meningkatkan kuat geser tanah. Khusus mengenai tanah
dispersif ini dibahas lebih dalam pada bab tersendiri.
4) Material Random
Selain material seperti yang telah diuraikan di atas, kadang-kadang juga
digunakan material yang kualitasnya lebih rendah, seperti:
a) Material batu yang berasal dari batuan lunak yang mudah lapuk.
b) Material dari dua jenis material tanah, pasir atau kerikil yang tidak mungkin
terpisahkan, karena pelapisannya pada tempat penggalian terlalu tipis.
c) Material hasil galian dari pondasi zone kedap air atau pondasi bangunan
pelengkap bendungan.
d) Material hasil galian jalan jalan masuk atau jalan exploitasi.
e) Material yang penyebarannya cukup luas, tetapi tidak mempunyai
karakteristik yang seragam.
Material seperti tersebut biasanya dimanfaatkan sebagai material timbunan zona
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
47
Geoteknik
sembarang (random zone). Zona sembarang ini bersama-sama dengan
zona-zona lain dari tubuh bendungan berfungsi untuk mempertahankan
kestabilan tubuh bendungan.
Bila material random ini digunakan pada bendungan tipe sekat, maka sebagai
lapisan kedap air yang dipasang pada lereng hulu, digunakan material seperti
beton aspal, beton bertulang, material pelapis kedap air. Akan tetapi pada
perhitungan stabilitas bendungan, terutama perhitungan longsoran, kekuatan
geser material pelapis kedap air yang tipis ini biasanya diabaikan.
3.2.4 Tanah Bersifat Khusus
Dalam penyiapan desain bangunan air, sering dijumpai tanah atau batuan alami
yang bersifat khusus yang perlu lebih kehati-hatian dalam penanganannya.
Tanah tersebut, antara lain adalah tanah dispersif, tanah ekspansif, tanah lunak,
tanah yang mudah runtuh (colapsible soil), dan lain-lain.
1) Tanah Dispersif.
Dilapangan tanah dispersif dapat diperkirakan berdasarkan tanda-tanda yang
sering terlihat di lapangan berupa rongga kecil sampai besar di permukaan tanah.
Untuk memastikan apakah suatu tanah termasuk dipersif atau tidak,
dilaboratorium biasanya dilkukan uji pinhole (SNI-03-3405-1994). Tanah lempung
yang mudah tergerus disebabkan karena proses pelarutan dikategorikan sebagai
lempung bersifat khusus yang disebut sebagai tanah dispersif (dispersive clays).
2) Tanah lunak
Tanah lunak adalah tanah yang mempunyai kuat geser rendah dan sifat
kompresibilitas tinggi. Pada umumnya lapisan tanah ini selalu dalam kondisi
terendam air atau mempunyai kadar air yang tinggi. Tanah lunak banyak
dijumpai dipesisir timur Sumatra, Kalimantan dan Irian
Tanah lunak juga merupakan salah satu jenis dari tanah bersifat khusus
(problematic soil) yang apabila tidak diselidiki secara seksama dapat
menimbulkan masalah ketidakstabilan dan pergerakan/deformasi berlebihan
yang membahayakan bangunan diatasnya. Tanah yang dimaksud dapat berupa
tanah lempungan atau lanauan baik mengandung organik maupun inorganik.
Untuk jenis tanah ini sulit untuk memperoleh contoh tanah tidak terganggu,
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
48
Geoteknik
sebagai gantinya dapat dilakukan uji lapangan, misal dengan pisokonus atau uji
baling.
Berdasarkan kuat geser dan daya dukungnya, tanah lunak dapat dibagi menjadi
2 kelompok, seperti tabel di bawah.
Tabel 3.5 Kelompok Tanah Lunak
No. Konsistensi Kuat geser
Undrained,Su, (kN/m2)
Perlawanan konus
Sondir, qc (kN/m2)
Standard Penetraion Test, NSPT
(Pukulan/30 cm)
I 1. 2.
Tanah Lempungan
- Sangat lunak - Lunak
< 12.5
12.5 – 25.0
< 5
5 - 10
< 3
3 - 5
II. Tanah pasiran / lanauan
- < 10
-
Disamping tanah bersifat khusus, ada beberapa jenis tanah/batuan yang juga
memerlukan penanganan khusus dalam hal cara melakukan identifikasi,
pengambilan contoh, cara uji dan karakteristiknya, seperti disarikan pada tabel di
bawah. Untuk tanah bersifat khusus (problematic soil) dibahas tersendiri pada
bab VI.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
49
Geoteknik
Tabel 3.6 Ikhtisar identifikasi, pengambilan contoh, cara uji dan karakteristiknya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
50
Geoteknik
3.3 Sifat Batuan
Sama seperti tanah, batuan juga memiliki sifat fisik dan kimiawi maupun sifat
teknik seperti yang dijelaskan pada sub bab 3.1. Uji dilakukan untuk
mengetahui sifat fisik, kimiawi dan sifat teknik massa batuan atau pecahannya
untuk bahan bangunan.
3.3.1 Sifat Fisik dan Kimiawi
Untuk mengetahui sifat fisik batuan biasa dilakukan uji fisik yang mencakup:
berat jenis, porositas batuan, permeabilitas, satuan berat, dan lain sebagainya,
seperti:
1) Uji muai (swelling), untuk mengetahui besarnya pemuaian batuan yang digali
kemudian terendam air; uji dilakukan untuk batuan lapuK, batuan lunak, tanah
dll.
2) Uji serap air, untuk mengetahui ketahanan batuan terhadap air, khususnya
untuk batuan lunak, lapuk, atau selang-seling. Dilakukan dengan cara
mengukur berat contoh batuan sebagai akibat proses penghancuran atau
perusakan dengan cara direndam dan dipanaskan secara berulang-ulang.
3) Uji sifat kimiawi, dilakukan untuk mengetahui keberadaan mineral-mineral
yang dapat menyebabkan kerusakan pada beton (karena reaksi alkali atau
asam) seperti: apatite, allite; pyrite (mudah teroksidasi), asam belerang, dll.
3.3.2 Kekuatan Batuan
Batuan dasar bisa berupa campuran massa batuan dan/atau pecahan-pecahan
batu. Sifat mekanik massa batuan terutama ditentukan oleh jenis batuan itu
sendiri dan merupakan unsur terpenting dalam mengklasifikasi massa batuan.
Kuat desak, cepat rambat gelombang seismik, kekerasan restitusi, kuat tarik, uji
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
51
Geoteknik
indeks beban titik, uji tekan tidak terkekang, uji tekan triaksial,dan lain-lain adalah
cara yang umum untuk mengevaluasi sifat-sifat mekanis batuan dan
mengklasifikasi massa batuan
Uji indeks beban titik merupakan uji sederhana sebagai pengganti uji UCS,
karena dapat digunakan potongan inti batuan tidak teratur. Untuk uji tarik
langsung diperlukan persiapan khusus yang biasanya sulit bagi laboratorium
pabrik. Oleh karena itu, kuat tarik sering kali dievaluasi dengan pembebanan
tekan benda uji silindris yang melintang diameter (dikenal sebagai uji Brazilian).
Uji geser langsung digunakan untuk menyelidiki karakteristik friksi sepanjang
bentuk diskontinuitas batuan.
1) Uji indeks beban titik: untuk menentukan klasifikasi kekuatan batuan. Indeks
batuan biasa digunakan untuk mengevaluasi kekuatan tekan uniaksial (σu),
dan nilai rata-rata σu. Uji ini dilakukan dengan mengacu pada standar uji
SNI 03-2814-1992.
2) Uji tekan uniaksial (UCS = Uniaxial Compression Strength): untuk mengukur
kuat tekan uniaksial batuan (qu, σu , σc). Uji ini dapat dilakukan dengan
mengacu pada standar uji SNI 03-2825-1992.
3) Uji Brasilian, untuk mengetahui kuat tarik batuan. SNI 06-2486-1991.
4) Uji geser langsung, untuk mengetahui kuat geser batuan. Uji ini dapat
dilakukan dengan mengacu pada standar uji SNI 06-2486-1991
Hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk mengklasifikasi batuan, pemilihan
mesin bor yang cocok untuk penggaliannya, program kerja penggalian batu dll.
3.3.3 Ketahanan
Evaluasi ketahanan batuan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor alami, seperti
cuaca musiman dan siklus ulang temperatur (misalnya aliran air, pembasahan
dan pengeringan, kegiatan gelombang, pembekuan dan pencairan, dan lain-lain).
Oleh karena itu, sebaiknya dilakukan uji ketahanan bahan.
Prinsip dasar uji ketahanan adalah cara empirik dan hasilnya merupakan
petunjuk atau indikasi ketahanan batuan terhadap proses alami. Perilaku batuan
dalam aplikasi sebenarnya dapat berbeda dengan hasil uji. Oleh karena itu, uji
Ketahanan batuan merupakan cara uji mutu yang handal dan terpercaya. Selain
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
52
Geoteknik
hasil uji ini, kesesuaian berbagai jenis batuan dan penggunaannya bergantung
pada kinerja aplikasi awal. Sebagai contoh penggunaan uji ketahanan batuan
adalah pada evaluasi serpih dalam bendungan urugan batuan.
1) Uji tahan lekang (slake durability test) batuan adalah untuk mengetahui
ketahanan serpih atau batuan lunak lainnya yang mengalami siklus
pembasahan dan pengeringan. Uji ini dapat dilakukan dengan mengacu pada
standar uji SNI 03-3406-1994.
2) Uji keawetan (soundness) adalah untuk menentukan keawetan batuan rip-rap
yang mengalami erosi. Uji ini dapat dilakukan dengan mengacu pada standar
uji ASTM D 5240.
3.3.4 Karakteristik Deformasi Batuan Utuh
Kekakuan batuan dapat diwakili dengan modulus elastisitas, untuk regangan-
regangan kecil sampai sedang. Jenis uji ini adalah:
1) Uji modulus elastistas adalah untuk mengetahui karakteristik deformasi
batuan utuh dengan regangan antara dan perbandingan yang memadai
dengan jenis batuan utuh lainnya. Uji ini dapat dilakukan dengan mengacu
pada standar uji A ST M D 3148.
2) Uji gelombang ultrasonik, untuk mengetahui harga modulus elastis dinamis
batuan dengan mengukur cepat rambat gelombang ultrasonik batuan. untuk
mengukur kecepatan pulsa gelombang tekan dan geser dalam batuan utuh
dan konstanta elastis ultrasonik dari batuan isotropik.
Uji ini dapat dilakukan dengan mengacu pada standar uji A ST M D 2845.
Keuntungan utama uji ultrasonik adalah menghasilkan kecepatan gelombang
tekan P dan gelombang geser S, serta nilai-nilai ultrasonik untuk konstanta
elastis benda uji batuan utuh isotropik homogen. Untuk memperoleh
konstanta elastis batuan yang mempunyai lapisan anisotropik perlu dilakukan
pengukuran arah melintang yang berbeda untuk menggambarkan kekakuan
orthorhombic dan modulus, terutama jika terjadi foliasi, sementasi, perlapisan,
dan serat.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
53
Geoteknik
BAB IV
PENYUSUNAN PROGRAM PENYELIDIKAN
4.1 Umum
Investigasi geoteknik dilakukan untuk mengumpulkan semua data yang berkaitan
dengan kondisi fondasi dan cadangan material yang tersedia untuk mendukung
desain bendungan. Investigasi harus dilakukan antara lain di lokasi bendungan
dan bangunan pelengkapnya, cekungan waduk dan daerah sekelilingnya serta
pada sumber bahan galian. Investigasi geoteknik tersebut mencakup investigasi
lapangan dan pengujian-pengujian di laboratorium.
Tujuan investigasi geoteknik adalah untuk memperoleh data tanah guna
keperluan desain dan pelaksanaan konstruksi suatu bendungan. Investigasi
geoteknik, dilakukan pada tahap studi kelayakan, desain awal (basic design),
desain rinci maupun saat pelaksanaan konstruksi.
Penyelidikan Geoteknik pada bendungan, bangunan pelengkap dan borrow area
harus cukup lengkap untuk mengevaluasi hal-hal sebagai berikut :
a) Kondisi fondasi dan kedua tumpuan;
b) Cara perbaikan fondasi yang dibutuhkan;
c) Penggalian lereng;
d) Persediaan dan karakteristik bahan urugan;
e) Kemungkinan dewatering yang diperlukan.
Data yang diperoleh sangat berguna untuk menentukan tataletak yang lebih tepat
dan tipe bendungan. Pengumpulan data ini mencakup klasifikasi, sifat fisik
perlapisan tanah dan batuan, dan variasi muka air tanah. Pengetahuan
mengenai geologi regional dan lokal, dapat menghasilkan peta dan potongan
geologi. Peta yang menunjukkan tentang litologi, struktur geologi, kelulusan air,
topografi, dan geometri sangat dibutuhkan untuk menyusun program
penyelidikan Geoteknik, interpretasi kondisi antara dua lubang bor dan evaluasi
geoteknik (lihat SNI-03-2436-1991 dan SNI-03-2849-1992).
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
54
Geoteknik
Jumlah titik eksplorasi ditentukan oleh kompleksnya kondisi fondasi
dan besarnya proyek yang akan dibangun. Penyelidikan awal bahan urugan
biasanya sudah dilakukan, sehingga jumlah dan sifat teknis bahan urugan sudah
diketahui sebelum melakukan studi pemilihan tipe bendungan.
Struktur geologi dapat menggambarkan jurus (strike) dan kemiringan (dip) dari
bidang perlapisan, rongga dalam batu kapur, rekahan, kekar, lensa-lensa
lempung, zona patahan (gauge zone) dan sesar. Struktur ini sangat
mempengaruhi stabilitas fondasi dan lereng galian, terutama yang berhubungan
dengan rembesan air. Perlapisan tanah yang berpotensi mengalami likuifaksi
waktu terjadi gempa bumi harus diselidiki dengan uji penetrasi standar
(SPT).
Penyelidikan tanah dan batuan fondasi secara lebih rinci dibutuhkan bila
ditemukan hal-hal khusus sebagai berikut :
a) Lapisan pasir yang berpotensi mengalami proses likuifaksi
(liquefaction).
b) Lempung lunak dan sensitif;
c) Tanah organik ;
d) Tanah ekspansif;
e) Tanah bersifat ―collapsible‖ biasanya terjadi pada tanah berbutir halus yang
mempunyai kohesi rendah, berat volume asli rendah, mudah mengalami
perubahan volume (menurun) bila dibasahi dan diberi beban.
f) Batu lempung atau shales yang bersifat mengembang
dan menurun kekuatan gesernya bila dibongkar (unload) atau
dikupas .Jenis batuan ini kadang-kadang mempunyai kekuatan geser yang
rendah.
g) Batu kapur atau tanah calcareous yang mengandung rongga bekas
pelarutan.
h) Batu atau tanah ―gypsiferous‖.
i) Lempung berlapis-lapis (varved clay).
j) Bukaan dalam tanah atau batuan bekas tambang yang sudah
ditinggalkan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
55
Geoteknik
k) Formasi batuan dimana inti sama sekali tidak dapat terambil atau batang bor
terjatuh.
Jenis investigasi geoteknik yang perlu dilakukan serta analisis perhitungannya
pada setiap tahap desain, disajikan pada tabel di bawah.
Tabel 4.1 Jenis investigasi geoteknik dan metode analisis pada desain awal dan
desain rinci.
No. Uraian Desain awal Desain rinci
1. INVESTIGASI
a) Pemetaan x
b) Pemetaan rinci x x
c) Investigasi pondasi
- Geolistrik x
- Sondir (CPT) x
- Bor tangan x
- Bor inti,sampling,SPT,
permeabilitas
x x
, vane shear,muka air tanah,dll
- Sumur uji, paritan, dll
-
-
x x
- Pengujian laboratorium x x
2. INVESTIGASI BAHAN URUGAN
a) Bor tangan x x
b) Sumur uji dan pengambilan contoh x x
Tanah terganggu
c) Pengujian laboratorium, mineralogi,dll x x
3. METODE ANALISIS
Pembebanan
a) Beban/berat timbunan x x
b) Beban luar x x
c) beban akibat air tanah/pori x x
4. STABILITAS
a) Keseimbangan (equilibrium) x x
b) Elastoplastis (FEM) x
c) Squeezing x x
5. PENURUNAN (SETTLEMENT)
a) 1-D konsolidasi primer x
b) Elastoplastis (FEM) x
c) Kompresi primer dan sekunder x x
d) Deformasi elastoplastis FEM x
Catatan: Lihat Panduan Perencanaan Bendungan Urugan, Volume I, Survey dan
Investigasi, Juli 1999, Dep.PU.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
56
Geoteknik
Pada umumnya investigasi lapangan dikelompokkan menjadi dua, yakni
investigasi fondasi dan investigasi material. Investigasi fondasi dilakukan
terhadap fondasi bendungan dan bangunan-bangunan pelengkap seperti
pelimpah, bangunan intake, terowongan, dll.
Kegiatan yang dilakukan, secara garis besar, antara lain :
- Pengumpulan dan pengkajian data dan hasil studi yang telah ada.
- Investigasi geologi permukaan
- Investigasi bawah permukaan
- Uji insitu geoteknik
- Uji laboratorium
- Pengolahan dan penyajian hasil investigasi
Sedangkan investigasi material dilakukan untuk mengetahui dan menentukan:
- Kualitas material timbunan dan agregat beton, yang mencakup klasifikasi
teknik, sifat fisik, sifat teknik, termasuk tanah ekspansif, dispersif,dll.
- Ketersediaan cadangan matrial yang memenuhi syarat.
- Kondisi yang berkaitan dengan: penggalian, lokasi, jalan masuk, jarak,
status, perlunya konservasi, dll.
Pengambilan bahan urugan disebelah hulu bendungan
harus mempertimbangkan pengaruh perendaman daerah borrow area. Karena
itu disarankan agar lokasi borrow area terletak pada elevasi cukup tinggi dan
tidak terletak dibawah mula air waduk. Banyaknya titik penyelidikan tergantung
pada homoginitas daerah yang diselidiki. Macam penyelidikan
yang sering dilakukan biasanya meliputi pembuatan sumuran uji, bor tangan
dan uji DCPT(Dutch Cone Penetration Test/sondir) .
Disamping investigasi fondasi dan material di atas, dinding kolam waduk
harus diselidiki untuk mengetahui apakah :
- Dapat menahan air tanpa rembesan yang berarti.
- Lereng alam dalam kolam waduk cukup stabil bila terjadi penurunan air
waduk secara tiba-tiba atau ada gempa bumi. Analisis harus dilakukan
secara rinci untuk mengetahui lokasi lereng yang berpotensi longsor.
Longsoran massa tanah/batuan dalam jumlah besar dapat menimbulkan
gelombang sangat tinggi, sehingga dapat terjadi overtopping.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
57
Geoteknik
- Penyelidikan muka air tanah dalam kolam waduk dan sekitarnya juga
diperlukan, termasuk muka air tanah dari sumur-sumur penduduk.
Pada daerah berbatu kapur gua dan rongga yang terbentuk karena pelarutan
perlu diselidiki untuk mengetahui apakah air waduk tetap dapat tertampung.
Daerah-daerah bekas pertambangan juga perlu diselidiki secara lebih
seksama.
Tumpuan dari suatu bendungan adalah bagian dari bukit dimana kedua
ujung bendungan menumpu. Daerah sekitar ebatmen seperti fondasi perlu
diselidiki secara seksama. Kegagalan desain bendungan sering terjadi karena
penyelidikan pada daerah ebatmen kurang rinci. Rembesan
sering sekali terjadi melewati daerah tumpuan. Dinding perbukitan sebelah
udik dan hilir ebatmen kadang-kadang mempunyai lereng alam yang tegak.
Tempat ini sering mengalami longsor, sehingga menimbulkan kerusakan berat
pada mulut galeri, saluran pengeluaran dan kenaikan permukaan air waduk.
Karena itu harus diselidiki dengan lebih rinci.
Lokasi rencana pelimpah atau bangunan pengeluaran harus diselidiki secara
teliti untuk mengetahui kualitas batuan dan perlapisan tanah yang lemah.
Penyelidikan ini harus dapat memberi informasi tentang tebal
lapisan tanah dan batu, sehingga dapat digunakan untuk analisis
stabilitas lereng galian dan menentukan cara penggalian yang paling tepat.
Bila pelimpah dibangun berdekatan ujung bendungan, maka batuan dan
tanah diantara bendungan dan pelimpah harus diselidiki dengan teliti.
Lingkup, metode dan tingkat akurasi investigasi geologi ditentukan sesuai dengan
tahapan perencanan. Lingkup kegiatan utama penyelidikan geoteknik pada setiap
tahapan perencanaan jaringan utama irigasi disajikan pada tabel 4-1. Secara
umum lingkup kegiatan penyelidikan untuk mendukung perencanaan irigasi
mencakup:
1) Pengumpulan data.
2) Penyelidikan geoteknik pada calon lokasi bangunan utama dan bangunan
besar lainnya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
58
Geoteknik
3) Pengambilan contoh tanah pada trase saluran dan bangunan
4) Penyelidikan bahan bangunan
5) Uji laboratorium
6) Pelaporan yang mencakup evaluasi, kesimpulan dan saran.
Penyelidikan geoteknik pada calon lokasi bangunan utama (bendungan), ditujukan
untuk penyelidikan fondasi guna memperoleh data mengenai: daya dukung,
kelulusan air, batas-batas galian fondasi, rencana perbaikan fondasi, dll.
Penyelidikan geoteknik bahan bangunan dilakukan untuk memperoleh data
mengenai: kualitas material, ketersediaan material, kondisi lokasi sumber material,
metode penggaliannya, dan lain-lain, yang mencakup bahan timbunan,
bahan/agreragat beton dan batu.
Untuk mendapatkan data fondasi dan bahan bangunan, penyelidikan yang
dilakukan mencakup:
- penyelidikan geologi teknik permukaan
- penyelidikan geoteknik bawah permukaan.
Dalam pelaksanaannya, perlu didukung dengan berbagai penyelidikan lapangan
dan uji laboratorium. Sesuai dengan tahapan studi, kegiatan penyelidikan
geoteknik dibagi atas penyelidikan geoteknik pendahuluan dan penyelidikan
geoteknik rinci yang dilakukan baik bagi proyek baru maupun proyek rehabilitasi.
4.2 Penyelidikan Geoteknik untuk Proyek
Baru 4.2.1 Penyelidikan Geoteknik
Pendahuluan
Penyelidikan geoteknik pendahuluan atau tahap pemilihan, utamanya
dimaksudkan untuk mengumpulkan data geoteknik guna menentukan pilihan
lokasi, tipe dan ukuran bangunan utama. Lingkup kegiatannya meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi lokasi yang terbaik dari beberapa lokasi rencana bangunan.
2) Mengevaluasi beberapa alternatif fondasi.
3) Melakukan tinjauan geologi dan beberapa pengambilan contoh, identifikasi
kondisi di bawah permukaan untuk mengetahui karakteristik kondisi
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
59
Geoteknik
perlapisan tanah/batuan secara umum, antara lain kedalaman batuan atau
tanah, ada tidaknya: struktur sesar, lubang benam (sinkholes), atau
lubang-lubang pelarutan, endapan tanah organik di daerah rawa, dan atau
adanya timbunan tua, debris, atau pencemaran.
4) Pada umumnya hanya diperlukan beberapa uji laboratorium, dan sangat
bergantung pada deskripsi kondisi geoteknik dari lubang bor yang disiapkan
oleh tenaga ahli lapangan dan atau geologi yang berpengalaman.
5) Mengkaji dan memecahkan masalah kondisi fondasi dan biaya pelaksanaan
konstruksi yang tinggi, jika ditemukan hal-hal yang meragukan.
Sebelum dilakukan penyelidikan lapangan, lebih dulu perlu dikumpulkan
data-data dan menyiapkan daftar simak untuk kemudian diisi sesuai hasil
pengamatan dilapangan.
4.2.2 Penyelidikan Geoteknik Tahap Desain Awal
Penyelidikan geoteknik pada tahap ini dilakukan untuk mendapatkan data-data
geoteknik yang diperlukan untuk menyiapkan desain awal. Penyelidikan dilakukan
di lokasi calon bendungan termasuk waduknya dan sumber galian, dengan
maksud :
- Penyelidikan di lokasi bangunan utama dimaksudkan untuk mengkaji
mengenai daya dukung dan permeabilitas fondasi, batas-batas galian fondasi,
rencana awal pekerjaan perbaikan fondasi, stabilitas dll.
- Penyelidikan dilokasi sumber galian, dimaksudkan untuk mengetahui: kualitas
bahan, ketersediaan bahan, kondisi lokasi (jarak, jalan masuk, status, perlu
tidaknya konservasi, dll.
Penyelidikan dilakukan secara tipikal meliputi: penyelidikan geoteknik terbatas
pada lokasi bendungan dan bangunan pelengkapnya dengan pemboran untuk
mengetahui stratigrafi umum, karakteristik tanah dan batuan, kondisi muka air
tanah dan kondisi lainnya yang penting untuk keperluan desain fondasi.
Melakukan pemboran tangan atau membuat sumur uji dan melakukan beberapa
pengambilan contoh di daerah sumber material (borrow area) serta uji
laboratorium untuk mengetahui sifat-sifat tekniknya. Bila perlu pada lokasi
bendungan dilakukan survai seismik untuk memperkirakan secara cepat
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
60
Geoteknik
ketebalan dan kedalaman lapisan tanah dan batuan, lokasi rekahan, struktur
sesar, serta ketebalan pelapukan batuan.
4.2.3 Penyelidikan Geoteknik Tahap Desain Rinci
Penyelidikan geoteknik pada tahap ini dilakukan untuk: melengkapi data-data
geoteknik yang diperlukan untuk menyiapkan desain rinci dan perkiraan biaya rinci
konstruksi, serta untuk mendapatkan informasi geoteknik lapangan secara khusus
pada lokasi-lokasi tertentu guna mengurangi risiko kondisi tanah yang tidak
terduga selama konstruksi. Lokasi pemboran, ditetapkan dengan
mempertimbangkan titik-titik pemboran dan hasilnya yang telah dilakukan pada
tahap sebelumnya.
Pada tahap penyelidikan geoteknik rinci, perlu dilakukan evaluasi
karakteristik/sifat tanah dan batuan untuk mendapatkan parameter perencanaan
bendungan dan bangunan pelengkapnya serta menyajikan ikhtisar
permasalahan geoteknik yang dibutuhkan dalam desain geoteknik bangunan
air secara umum yang mencakup : data/informasi yang diperlukan, uji
lapangan dan uji laboratorium untuk menunjang berbagai macam analisis
desain bangunan air. Setelah penyelidikan geoteknik tahap ini selesai,
kadang-kadang masih diperlukan penyelidikan geoteknik tambahan jika terdapat
perubahan desain yang signifikan atau jika terdapat keganjilan kondisi geoteknik
di lapangan ( insitu).
Sebelum melakukan penyelidikan, tenaga ahli geoteknik perlu mendapat
informasi dari perencana yang meliputi hal-hal sebagai berikut :
1) jenis/tipe, kriteria beban dan kinerja bangunan, lokasi, geometri dan elevasi
bangunan yang direncanakan;
2) lokasi dan dimensi galian dan timbunan, bendungan, bangunan pelengkap,
tembok penahan, dan fondasinya yang harus diidentifikasi dengan cermat;
3) lokasi calon bendungan, jalan masuk dan jenis konstruksi bangunan air yang
harus disediakan secara terperinci untuk memudahkan penentuan lokasi,
kedalaman, jenis dan jumlah pemboran yang harus dilakukan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
61
Geoteknik
4.3 Penyelidikan Geoteknik untuk Proyek Rehabilitasi
4.3.1 Penyelidikan Geoteknik Pendahuluan
Penyelidikan geoteknik pendahuluan perlu dilakukan pada proyek rehabilitasi dan
perbaikan bangunan air, seperti rehabilitasi tanggul atau timbunan yang
longsor, bangunan air yang mengalami penurunan, bocoran pada pipa
pengeluaran (culvert) bendungan, perbaikan stabilitas lereng, dll. Lingkup
penyelidikan tergantung jenis bangunan dan tingkat kerusakannya.
4.3.2 Penyelidikan Geoteknik Rinci
Penyelidikan geoteknik secara terperinci yang perlu dilakukan untuk proyek
rehabilitasi bergantung pada faktor-faktor seperti berikut:
1) Kondisi fasilitas/bangunan yang akan direhabilitasi;
2) Jenis dan tingkat kerusakan, misalnya kerusakan bendungan atau jalan
inspeksi, penurunan struktur, longsoran, drainase dan aliran air, seberapa
tinggi tingkat kerusakan yang terjadi serta kemungkinan kegagalan yang akan
datang;
3) Apakah bangunan akan diperbaiki seperti keadaan aslinya dan sesuai
dengan gambar konstruksi, atau akan diperbaharui misalnya penambahan
lereng pada tanggul jalan atau timbunan;
4) Jika bangunan akan diperbaharui, adakah perubahan pada geometri, lokasi,
pembebanan dan struktur yang direncanakan.
Informasi tersebut di atas sangat diperlukan untuk membantu perencanaan suatu
program penyelidikan geoteknik yang memadai.
4.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan dan pengkajian data yang tersedia mutlak diperlukan dalam
perencanaan penyelidikan geoteknik. Hasil pengkajian data dan informasi ini
akan sangat membantu pekerjaan lapangan, penentuan lokasi dan kedalaman
pemboran, dan mengetahui informasi sejarah dan geologi yang sangat penting
yang kemungkinan perlu disajikan dalam laporan geoteknik.
Sumber-sumber data dan informasi geologi, historis dan topografi yang penting
antara lain adalah
1) Penyelidikan geoteknik masa lampau (data historis) pada atau dekat lokasi
proyek;
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
62
Geoteknik
2) Permasalahan konstruksi masa lampau dan catatan metode konstruksi di
lapangan (misalnya longsoran lereng, longsoran batuan, rembesan
berlebihan, penurunan tidak terduga, dan informasi lain); informasi yang
sangat penting ini harus diselidiki, didokumentasi, dan dievaluasi oleh tenaga
ahli;
3) Peta, laporan dan publikasi dari Direktorat Geologi ;
4) Peta zona daerah rawan banjir dari institusi yang terkait;
5) Perpustakaan universitas setempat dan perpustakaan pusat dari institusi
terkait;
6) Data geologi, data gempa, peta bahaya gempa, peta patahan, dan informasi
dari instansi atau institusi yang terkait (BMG, Direktorat Geologi, Puslitbang
Sumber Daya Air);
7) Foto udara (USGS, SCS, Earth Resource Observation System);
8) Pemetaan jarak jauh (LANDSAT, Skylab, NASA);
9) Peta lapangan yang memperlihatkan lokasi-lokasi parit, saluran air,
gorong-gorong, prasarana, dan jaringan pipa;
10) Peta aliran air, sungai dan badan air lainnya yang berhubungan dengan
bendungan dan bangunan pelengkapnya, jembatan, gorong-gorong dan
lain-lain, termasuk data bathimetrik.
4.5 Peninjauan Lapangan
Peninjauan lapangan ke lokasi rencana proyek diperlukan untuk memperluas
informasi mengenai topografi, geologi, geoteknik, dan kondisi jalan masuk. Data
dan informasi ini akan sangat membantu dalam penyusunan program dan
rencana penyelidikan geoteknik, termasuk penyusunan spesifikasi dan rencana
anggaran biaya. Data dan informasi yang diperoleh, antara lain mengenai:
a) Pengolahan tanah dan vegetasi yang ada sekarang
b) Tanah-tanah yang strukturnya sulit (problematic soil) seperti tanah dengan
kembang susut besar, tanah yang mudah longsor, tanah berplastisitas tinggi,
gambut, dll.
c) Tanda-tanda terjadinya erosi, longsoran, lereng yang curam, penurunan
permukaan, singkapan, adanya batu-batu bongkah dipermukaan, bahan
timbunan, agregat beton.
d) Keberadaan patok BM dan titik referensi lainnya untuk
e) Kondisi lapangan secara umum, keamanan, gudang tempat penyimpanan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
63
Geoteknik
peralatan
f) Kondisi jalan masuk untuk transportasi peralatan lapangan
g) Pengaturan lalu lintas selama pekerjaan penyelidikan lapangan, lokasi
prasarana apakah berada di atas dan di bawah permukaan, jenis dan
kondisi fasilitas yang tersedia (jalan, jembatan dan lain-lain), penggunaan
lahan yang berdekatan (bangunan sekolah, tempat ibadah, fasilitas penelitian
dan lain-lain), pembatasan jam kerja, batasan hak melintas lebih dulu dan
persoalan lingkungan.
Sebelum ke lapangan ahli geoteknik perlu diberi informasi mengenai rencana
desain dan konstruksi.
4.6 Komunikasi Dengan Perencana/Pemberi Tugas
Selama pelaksanaan penyelidikan geoteknik, perlu dilakukan diskusi bersama
secara berkala antara tenaga ahli geoteknik dengan pengawas lapangan. Hal
ini akan membantu memberikan informasi kepada pihak pemberi tugas atau
perencana mengenai kondisi yang tidak biasa atau kesulitan dan perubahan
yang ditemukan di lapangan dalam pelaksanaan penyelidikan.
Frekuensi komunikasi bergantung pada keadaan lokasi proyek dan
permasalahan yang dihadapi. Formulir informasi penyelidikan geoteknik
lapangan yang dapat digunakan untuk memperjelas komunikasi persyaratan
umum program penyelidikan kepada semua personil.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
64
Geoteknik
BAB V
PENYELIDIKAN GEOTEKNIK
5.1 Penyelidikan Lapangan
5.1.1 Tanggung Jawab Tenaga Ahli Geoteknik
Program penyelidikan geoteknik lapangan direncanakan oleh tenaga ahli
geoteknik berdasarkan hasil pengumpulan dan pengkajian data yang tersedia.
Metode penyelidikan lapangan, persyaratan pengambilan contoh, serta jenis
dan frekuensi uji lapangan yang akan dilakukan ditentukan berdasarkan data
dan informasi geoteknik yang tersedia, persyaratan desain proyek,
ketersediaan peralatan, dan kondisi lapangan ( insitu).
Program penyelidikan geoteknik biasanya perlu dimodifikasi setelah dilakukan
penyelidikan pendahuluan, sehubungan dengan hal-hal berikut ini:
1) Adanya kendala transportasi/jalan masuk ke lokasi pekerjaan.
2) Adanya perubahan kondisi geoteknik dari yang diperkirakan sebelumnya.
Untuk keperluan modifikasi program penyelidikan, tenaga ahli geoteknik atau
geologi harus segera melaporkan kepada proyek mengenai kendala dan
perubahan yang terjadi dilapangan dan menyampaikan usulan modifikasi yang
akan dilakukan.
Tenaga ahli geoteknik, bertanggung jawab atas pemeriksaan (verifikasi)
pekerjaan yang berkaitan dengan pelaksanaan program, kemajuan pekerjaan,
komunikasi dengan tenaga ahli geoteknik dari pihak pemberi tugas mengenai
kondisi geoteknik yang tidak biasa atau yang mengalami perubahan.
Petunjuk umum yang harus diikuti ahli geoteknik di lapangan meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1) Memahami lingkup proyek, spesifikasi teknik dan perihal pembayaran
(disarankan ada dokumentasi satu kopi dari hasil rencana lokasi pemboran
dan spesifikasi di lapangan).
2) Memahami kondisi lapangan jalan masuk dan setiap pembatasan.
3) Mengkaji informasi geologi dan geoteknik yang tersedia.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
65
Geoteknik
4) Mengkaji data lapangan yang diperoleh berkaitan dengan tujuan penyelidikan
secara kontinyu.
5) Mengatur hubungan harian dengan tenaga ahli geoteknik proyek; dan
memberikan uraian ringkas berkaitan dengan kemajuan pekerjaan, kondisi,
permasalahan dan lain-lain.
6) Mengisi formulir tipikal secara teratur, yang terdiri atas
a) memo lapangan harian;
b) lubang bor, sumuran uji, instalasi sumur dan lain-lain;
c) laporan pengeluaran subkontrak-formulir isian harian, penandatangan
dengan petugas pemboran.
7) Mengamati dengan seksama pekerjaan pemboran pada setiap waktu, dan
memperhatikan dengan cermat hal-hal berikut:
a) kedalaman rata-rata (pengukuran panjang batang dan contoh);
b) prosedur pengambilan contoh dan pemboran;
c) adanya ketidakseragaman, kehilangan air, batang jatuh, dan lain-lain;
d) penghitungan pukulan SPT dan pukulan pada pipa lindung (casing);
e) penguku ran kedalaman air tanah dan pencatatan derajat kadar air
contoh.
8) Membimbing petugas pemboran untuk mengikuti spesifikasi.
9) Mengklasifikasi contoh-contoh tanah dan batuan, meletakkan contoh dalam
tabung contoh dan memberi label, memastikan inti batuan telah disimpan
dengan baik, membuat foto, dan perlindungan contoh.
10) Memverifikasi bahwa contoh tidak terganggu telah diambil, ditangani,
dilindungi (sealed) , diberi label dan diangkut dengan baik.
11) Tidak membuka rahasia informasi kepada siapa pun, kecuali kepada tenaga
ahli geoteknik atau pemberi tugas.
12) Jika dirasakan ada keraguan atau timbul permasalahan, sebaiknya pekerjaan
dihentikan dan didiskusikan dengan tenaga ahli geoteknik dari pihak pemberi
tugas.
5.1.2 Jenis Penyelidikan
Secara garis besar kegiatan penyelidikan dibagi menjadi dua, yaitu penyelidikan
lapangan dan uji laboratorium yang keduanya dilakukan untuk mendapatkan
informasi geoteknik untuk fondasi, bahan timbunan, bahan beton dan batu. Jenis
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
66
Geoteknik
penyelidikan geoteknik yang dilakukan dilapangan, antara lain meliputi :
1) interpretasi penginderaan jarak jauh (remote sensing) atau interpretasi
foto udara.
2) pemetaan geologi teknik
3) pendugaan geofisik;
4) pemboran inti dan pemboran tangan
5) pembuatan lubang uji (sumuran uji, paritan uji, terowong uji)
6) pengambilan contoh tak terganggu;
7) pengambilan contoh terganggu, bahan beton dan batu
8) pengujian lapangan.
Selanjutnya contoh yang diperoleh dari lapangan diuji dilaboratorium untuk
meperoleh data mengenai sifat fisik dan sifat teknik tanah dan batuan fondasi,
bahan timbunan, bahan beton dan batu.
a) Penyebaran dan kedalaman pemboran
Untuk mendukung perencanaan bendungan dan bangunan pelengkapnya,
diperlukan data sifat-sifat tanah dari permukaan sampai kedalaman tertentu,
yang dapat diperoleh melalui pemboran, pembuatan sumuran dan paritan uji.
Penyelidikan dengan pembuatan sumuran dan paritan uji, umumnya dapat
dilakukan sampai kedalaman 5 m atau 1 m dibawah muka air tanah. Untuk
penyelidikan yang lebih dalam dari 5 m, diperlukan pemboran. Jumlah, jarak,
lokasi, dan kedalaman pemboran bergantung pada beberapa faktor sbb:
1) tipe dan keadaan kritis bangunan,
2) formasi tanah dan batuan,
3) perubahan stratifikasi yang diketahui,
4) beban-beban fondasi.
Pada tahap penyelidikan geoteknik rinci di rencana lokasi bendungan
sekurang-kurangnya diperlukan 3 titik pengeboran inti, 2 titik di rencana
bangunan pelimpah (spillway) dan 3 titik di rencana saluran/terowongan
pengelak. Cara ini cukup memadai untuk bendungan dengan tinggi < 40 m dan
untuk kondisi tanah normal (bukan tanah berperilaku khusus/problematic soil).
Untuk bendungan > 40 m diperlukan data geoteknik yang lebih detail agar
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
67
Geoteknik
diperoleh hasil perencanaan yang aman dan ekonomis. Penempatan titik-titik
pemboran di calon lokasi bendung hendaknya mampu memberi gambaran profil
geologi dan profil permeabilitas/lugeon dari pondasi melintang dan memanjang
rencana bendungan dan bangunan pelengkapnya, termasuk saluran/terowongan
pengelak. Sedangkan untuk penyelidikan di sumber-sumber ketersediaan
material harus dapat memberikan gambaran menganai kualitas dan kuantitas
material, ketersediaan material paling tidak harus dua kali kebutuhan.
5.2 Penyelidikan Permukaan
5.2.1 Pemetaan Geologi
Penyelidikan geologi permukaan perlu dilakukan pada tahap desain awal
maupun desain rinci yang kegiatannya mencakup pengkajian data yang telah
ada, pengenalan lapangan, pengamatan terhadap singkapan-singkapan dan
pembuatan peta geologi yang dilakukan dengan cara analogi terhadap kondisi
bawah permukaan.
Data yang perlu dikaji antara lain topografi, stratigrafi, struktur geologi, sifat
batuan, material endapan, hidrogeologi dan sejarah geologi (geohistory).
Penyebaran dan ketebalan endapan permukaan, jenis dan sifat bahan, derajat
pelapukan, pola dan penyebaran bidang-bidang diskontinyuitas dikaji lewat
pengamatan terhadap singkapan-singkapan yang ada dengan bantuan peta
topografi. Tebal, derajat pelapukan dan sifat tanah penutup, diamati dengan
membuat paritan dan sumur uji.
Peta dasar yang digunakan berupa foto udara atau peta topografi :
- Peta wilayah dengan skala 1:50.000 sampai 1:100.000
- Peta semi detil lapangan skala 1:10.000 sampai 1:25.000
- Peta detil dengan skala 1:500 sampai 1:5.000
Data yang diperoleh dari investigasi ini harus mampu memberi informasi
mengenai : stratigrafi; struktur geologi; orientasi bidang diskontinyuitas seperti
struktur sesar; kekar; jurus; kemiringan lapisan; jenis dan sifat batuan;
hidrogeologi; daerah longsoran; lokasi sumber material timbunan dan aggregat
beton.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
68
Geoteknik
Hasil investigasi ini bersama dengan hasil kegiatan investigasi yang lain,
selanjutnya dituangkan didalam peta geologi skala detil yang harus mampu
menggambarkan hasil investigasi geologi permukaan dengan jelas, dan dibuat
berdasarkan klasifikasi geologi sesuai dengan tujuan investigasi.
Investigasi untuk fondasi, klasifikasi geologi terutama didasarkan pada kekuatan
dan permeabilitas batuan fondasi, sedang investigasi cadangan material lebih
diutamakan pada faktor gradasi, plastisitas serta hal-hal yang berkaitan dengan
penggaliannya. Lokasi singkapan, batas formasi batuan dan lokasi struktur sesar,
kekar, bidang geser harus dinampakkan dengan jelas didalam peta. Formasi
batuan sebaiknya diklasifikasi berdasar sifat mekaniknya.
Peta geologi perlu disiapkan, pada lokasi-lokasi berikut :
- Cekungan waduk dan daerah sekitarnya, dengan skala 1:500 1:5.000
- Lokasi bendungan utama dan pelana, bangunan pelengkap, skala 1:500
1:1.000
- Lokasi sumber galian, skala 1:500 1:1.000
- Lokasi lain yang dianggap perlu
5.2.2 Interpretasi Penginderaan Jarak Jauh
Data hasil penginderaan jarak jauh dapat digunakan secara efektif untuk
mengidentifikasi kondisi permukaan tanah secara regional, formasi geologi,
lereng gunung yang curam dan permukaan refleksi patahan, dasar sungai
terbenam, kondisi jalan masuk lokasi, dan formasi umum tanah dan batuan. Data
penginderaan jarak jauh dari satelit (peta/gambar LANDSAT dari NASA), foto
udara dari USGS, dan pemetaan udara dengan menggunakan foto udara yang
tersedia, dapat membantu tenaga ahli geoteknik dalam melakukan interpretasi.
Pengambilan contoh, penyelidikan dan teknik pengujian maupun batasan dan
kemampuannya, mutlak dipahami oleh tenaga ahli geoteknik sebelum
menerapkannya pada proyek.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
69
Geoteknik
5.2.3 Pendugaan Geofisik
Pengujian geofisik yang biasa digunakan adalah resistivitas permukaan (SR =
Surface reisitivity), penetrasi tanah dengan radar (GPR = ground penetrating
radar), dan konduktivitas elektromagnit (EM). Penyelidikan ini akan sangat
membantu untuk hal-hal sebagai berikut :
a) Menentukan stratigrafi tanah,
b) Mendeteksi perubahan cepat dalam satuan tanah dasar, dan lokasi lubang
kavitasi bawah tanah dalam formasi karst,
c) Mengidentifikasi prasarana bawah tanah dan atau gangguan.
Gelombang mekanik terdiri atas gelombang tekan (P-wave) dan gelombang
geser (S-wave), yang dapat diukur dengan metode-metode refraksi gempa,
crosshole, dan uji gempa downhole serta memberikan informasi sifat elastik
dinamik tanah dan batuan untuk berbagai keperluan. Pada khususnya,
kecepatan gelombang geser diperlukan baik untuk studi amplifikasi gempa
lapangan akibat getaran tanah maupun untuk evaluasi likuifaksi tanah.
Pada desain awal survai seismik diperlukan untuk memperkirakan kedalaman
lapisan tanah dan batuan, lokasi rekahan, struktur sesar, kondisi dan tingkat
pelapukan batuan. Jalur survai, paling tidak dilakukan di sepanjang tapak
bendungan sejajar poros bendungan, palung sungai, tumpuan kanan dan kiri,
serta sepanjang bangunan pelimpah. Untuk desain rinci survai seismik
diperlukan untuk melengkapi data yang diperoleh pada tahap desain awal.
Pengujian geofisik dilakukan menggunakan alat geofisik untuk menentukan
kecepatan gelombang, seperti gambar-gambar di bawah.
Gambar 5.1 Pengujian geofisik di lapangan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
70
Geoteknik
Gambar 5.2 Alur gelombang melalui formasi batuan
5.3 Penyelidikan Bawah Permukaan
5.3.1 Umum
Investigasi ini dimaksudkan untuk mengklasifikasi batuan fondasi berdasarkan
sifat-sifat teknisnya yang antara lain, kondisi geologi yang mencakup jenis dan
sifat batuan baik fisik, mekanik, dan sifat hidrauliknya, serta mengumpulkan data
lengkap guna menentukan tipe bendungan, batas galian serta perbaikan fondasi.
Kondisi diatas dapat diketahui dari hasil pemboran inti. Selain pemboran inti,
metode lain yang lazim digunakan adalah pendugaan geo fisik dengan survai
seismik, dan terowongan uji. Secara umum lokasi dan kuantitas investigasi ini
ditetapkan dengan mempertimbangkan tipe dan ukuran bendungan, serta kondisi
geologi setempat.
Jumlah dan jenis investigasi lapangan harus direncanakan dengan seksama,
agar dapat diperoleh data dan parameter tanah yang diperlukan. Untuk tanah
lunak, jenis investigasinya sangat berbeda dibandingkan jenis tanah lainnya.
Teknik pengeboran dan pengambilan contoh tanah tak terganggu sangat sulit
dilakukan, akibatnya sulit memperoleh hasil yang memuaskan. Bila
menggunakan tabung biasa, lubang bor sering menutup kembali dan contoh
tanah tidak berhasil diambil. Penggunaan alat dan metoda pengambilan yang
tidak tepat akan mengakibatkan, hasil yang diperoleh tidak akan memadai,
sehingga banyak membuang waktu dan biaya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
71
Geoteknik
5.3.2 Pengeboran
Pengeboran diperlukan untuk mengetahui secara langsung kondisi geologi
dicalon lokasi bendungan, bangunan pelengkap dan sumber galian. Pengeboran
dilakukan dengan “rotary core drilling” dengan diameter mata bor >56 mm.
Kedalaman pengeboran dilokasi bendungan pada prinsipnya harus sampai
menembus batuan dasar lebih dari 5 meter, atau secara umum paling tidak 2/3~1
kali tinggi bendungan. Kedalaman yang pasti ditetapkan berdasarkan hasil uji
seismik dan geologi setempat.
Selama pengeboran dapat dilakukan berbagai uji, yang antara lain :
- Uji penetrasi standar (SPT) setiap kedalaman 2 meter atau setiap pergantian
lapisan.
- Uji permeabilitas setiap kedalaman 1,5 3 meter. Metode uji permeabilitas
(uji packer, tekanan, open end) disesuaikan dengan karakteristik formasi.
- Disamping itu juga dapat dilakukan pengambilan contoh tanah tak terganggu
(undisturbed samples).
Pengeboran harus dilakukan secara hati-hati agar tidak menyebabkan tingkat
ketergangguan yang tinggi pada dinding dan dasar lubang bor. Untuk
memperoleh contoh tanah yang baik dari dasar lubang bor, diperlukan metode
pengeboran yang teliti dan alat pengambil yang tepat. Mesin bor yang digunakan
juga mempengaruhi kualitas dari lubang yang dibuat.
Lakukan pemeriksaan visual di lapangan terhadap contoh tanah yang diambil,
antara lain : bila ujung tabung pengambil contoh dalam kondisi rusak, contoh
yang terambil akan terganggu. Bila bagian ujung tabung berisi lumpur atau
kotoran bekas pemboran, lakukan pemeriksaan di laboratorium sebagai berikut :
a) Saat contoh tanah dikeluarkan dari tabung dengan menggunakan alat
pengeluaran (extruder), periksa bagian-bagian yang terganggu,
b) Sebagai tambahan, pengujian dengan menggunakan alat penetrasi atau
baling ukuran saku, juga dapat membantu untuk menentukan bagian yang
terganggu.
Pengambilan contoh tanah tak terganggu dapat dilakukan melalui lubang bor
dengan diameter tertentu. Saat pengambilan contoh tanah, dasar lubang harus
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
72
Geoteknik
bersih dan pengeboran harus dilaksanakan sesuai prosedur Tata Cara
Penyelidikan Geoteknik, Volume I, Penyelidikan Pendahuluan, Pengeboran dan
Diskripsi Lubang Bor (Pd T-03.1-2005-A), karena sangat menentukan kualitas
contoh tanah yang diambil. Jenis mesin bor yang sering digunakan adalah mesin
bor putar (rotary drilling machine), seperti Gambar 4.9, penggunaan mesin bor
perkusi (percussion boring) dan bor air (wash boring) tidak dianjurkan karena
dasar lubang bor dapat terganggu.
Gambar 5.3 Konfigurasi mesin bor putar
Kecepatan pengeboran dan mata bor yang direkomendasikan adalah seperti
tabel di bawah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
73
Geoteknik
Tabel 5.1 Kecepatan mata bor yang direkomendasikan (USBR,Clark, 1963)
Jenis mata bor Jenis
tanah
Putaran mata
bor
(putaran/detik)
Kecepatan
Penetrasi
(mm/detik)
Tekanan sirkulasi lumpur (kPa)
Tiga pisau
(Three blade
drag)
Pasir 1,7 100 – 150 105 – 175
lempung 3,3 – 5,0 25 - 50 175 – 281
Tabung ganda
(double tube)
untuk sampling
pasir 1,3 – 1,7 100 - 127 105 -175
lempung 1,7 50 - 100
250 – 280, untuk lempung
lanauan lunak, dan 350 – 530,
untuk lempung teguh
Berdasarkan penelitian di Jepang, direkomendasikan kecepatan putaran mata
bor sekitar 0,8 – 2,5 putaran/detik dengan gaya penetrasi sebesar 500 N.
Gambar 5.4 Sistem bor auger tangga putar batang padat menerus: (a) Perlengkapan sistem bor auger, (b) matabor berbentuk jari (finger) dan ekor ikan (fish tail), (c) ukuran alat bor batang masif, (d) beberapa bentuk potongan
bor auger dan sambungannya (FHWA NHI-01-031) Sumber : Pedoman penyelidikan geoteknik untuk fondasi bangunan air, Volume I, Pd T-03.1-2005-A
Untuk kedalaman bor yang dangkal (maksimum 8 -10 m) dapat dilakkan dengan
menggunakan bor tangan. Pengeboran tangan tersebut dilakukan dengan
menggunakan mata bor jenis Iwan atau spiral, sebagai tenaga pemutar, dapat
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
74
Geoteknik
menggunakan tenaga manusia (mata bor Iwan) atau mesin (mata bor spiral).
5.3.3 Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan Contoh Tanah Tak Terganggu (undisturbed samples) dapat
dilakukan melalui lubang bor pada kedalaman yang ditentukan, antara lain pada
setiap perubahan perlapisan atau pada interval kedalaman tertentu.
Pengambilan contoh tanah tak terganggu juga harus mempertimbangkan
posisinya terhadap muka air tanah (MAT), yaitu :
a) Pengambilan di atas MAT
Pengeboran dengan lumpur atau air, tidak boleh dilakukan, sebab dapat
mengubah kadar air tanah. Dasar lubang dapat dibersihkan dengan tekanan
angin atau dengan cara lain.
b) Pengambilan di bawah MAT
Tekanan lumpur/air harus diperhitungkan terhadap posisi MAT. Tekanan yang
berlebihan dapat merusak dasar lubang dan menyebabkan terbukanya lapisan
tanah (rekah hidraulis).
Pada pengambilan contoh tanah tak terganggu (undisturbed samples), kedua
ujung tabung yang berisi contoh tanah tak terganggu harus ditutup dengan
lilin/parafin untuk menjaga kadar air contoh tidak berubah.
Gambar 5.5 Tabung contoh yang ditutup dengan parafin
Untuk mengurangi terganggunya contoh tanah selama
pengangkutan/transportasi, tabung harus disusun dalam peti yang dilengkapi
dengan bahan peredam goncangan seperti gambar di bawah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
75
Geoteknik
Gambar 5.6 Tampak atas contoh cara pengepakan tabung contoh
5.3.4 Uji in-situ geoteknik
Pengujian lapangan (insitu testing) diantaranya adalah meliputi uji penetrasi
standar (SPT), uji penetrasi konus (CPT), uji geser baling (VST), uji dilatometer
(DMT), uji pressuremeter (PMT), uji lapangan dan probe khusus dan uji geofisik.
(i) Standard Penetration Test (SPT) atau uji penetrasi standar dilakukan di
dalam lubang bor untuk mengetahui kondisi kepadatan lapisan tanah. Tabung
SPT yang digunakan biasanya berupa tabung belah (split spoon sampler)
yang disamping digunakan untuk mengetahui kekerasan lapisan tanah
(dengan cara malakukan penumbukan), juga dapat mengambil contoh tanah
terganggu (disturbed samples). Tabung belah tersebut adalah seperti gambar
di bawah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
76
Geoteknik
Gambar 5.7 Tabung belah SPT
Sedangkan prosedur penetrasi SPT dengan tabung belah adalah seperti
gambar di bawah.
Gambar 5.8 Skema urutan uji penetrasi standar (SPT)
Uji penetrasi standar (Standard Penetration Test, SPT) dilaksanakan
bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui baik perlawanan dinamik
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
77
Geoteknik
tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan.
Uji SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah
dan disertai pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah
sedalam 300 mm (1 ft) vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu
dengan berat 63,5 kg (140 lb) yang dijatuhkan secara berulang dengan tinggi
0,76 m (30 in). Pelaksanaan pengujian dibagi dalam tiga tahap, yaitu
berturut-turut setebal 150 mm (6 in) untuk masing-masing tahap. Tahap
pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk
memasukkan tahap kedua dan ketiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai
pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m atau
pukulan per foot). Uji SPT dilakukan di dasar lubang bor yang telah disiapkan
dengan menggunakan metode pengeboran auger tangga putar atau metode
bor putar. Pada waktu uji SPT dilakukan, proses pengeboran dihentikan.
Pada umumnya, pengujian dilakukan setiap 0,76 m (2,5 ft) pada kedalaman
kurang dari 3 m (10 ft), dan setiap interval 1,5 m (5,0 ft) pada kedalaman
selanjutnya. Tinggi tekan air dalam lubang bor harus diatur berada di atas
muka air tanah, untuk menghindari masuknya aliran air yang dapat
menimbulkan ketidakstabilan lubang bor.
(ii) Uji penetrasi dinamik; dilakukan dengan menggunakan Cone Penetration
Test (CPT) atau lebih dikenal dengan sondir kapasitas 2 ton atau piezocone
elektrik yang kecuali mengetahui perlawanan konus juga dapat mengukur
tekanan air pori dan uji disipasi di lapangan. Uji penetrasi konus atau uji
sondir adalah uji lapangan yang paling terkenal di Indonesia, karena dapat
dilakukan dengan cepat, ekonomis, dan memberikan gambaran profil lapisan
tanah yang kontinu untuk digunakan dalam evaluasi karakteristik tanah.
Pengujian dilakukan dengan mendorong probe baja silindris ke dalam tanah
dengan kecepatan konstan 20 mm/detik dan mengukur besarnya tahanan
konus. Penetrometer standar mempunyai ujung yang berbentuk konus
bersudut puncak 600, diameter selubung 35,7 mm (luas proyeksi =10 cm2),
dan lengan friksi 150 cm2. Tahanan terukur pada ujung atau tahanan ujung
konus dinyatakan dengan qc, sedangkan tahanan gesek terukur atau friksi
dinyatakan dengan fs. Alat dengan diameter konus lebih besar, yaitu 43,7 mm
(luas ujung 15 cm2 dan lengan 200 cm2) juga diperbolehkan dalam standar.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
78
Geoteknik
Uji CPT dapat digunakan dalam tanah lempung sangat lunak sampai pasir
padat, tetapi tidak memadai untuk kerikil atau batuan. Uji CPT memberikan
hasil yang lebih akurat dan lebih dapat dipercaya (lebih handal) untuk analisis,
tetapi tidak dapat digunakan untuk pengambilan contoh uji. Oleh karena itu,
hasilnya sangat bermanfaat untuk melengkapi hasil pengeboran dengan
pengambilan contoh yang diuji di laboratorium dan uji SPT.
Akhir-akhir ini, telah dilakukan tambahan sensor untuk membentuk alat
khusus seperti konus resistivitas, konus akustik, konus gempa, konus getar,
alat tekanan konus, dan konus tegangan lateral. Selain itu, dengan
pemeliharaan tanda, penyaringan, pengerasan, dan pendigitisasi telah
digabung dengan probe, sehingga menjadi konus elektronik (Mayne dkk,
1995).
Gambar 5.9 Penetrometer konus termasuk friksi elektrik dan jenis-jenis
pisokonus
Sumber : Pedoman penyelidikan geoteknik untuk fondasi bangunan air, Vol II, Pd
T-03.2-2005-A
(iii) Uji geser baling (VST = vane shear test) atau uji baling lapangan (FV = field
vane) dapat digunakan untuk mengevaluasi kuat geser tidak terdrainase
setempat dari lempung lunak-kaku dan lanau pada interval kedalaman 1 m
(3,28 ft) atau lebih. Uji ini terdiri atas proses pemasukan baling ke dalam
lempung dan pemutaran alat pemuntir pada sumbu vertikal, sesuai dengan
standar SNI 06-2487 atau ASTM D 2573. Dalam perhitungan kuat geser
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
79
Geoteknik
digunakan cara keseimbangan batas dengan menghubungkan gaya puntir
(torsi) puncak yang terukur dengan nilai su terhitung (kuat geser tidak
terdrainase). Rasio dari kedua parameter kekuatan puncak dan contoh
terganggu (remolded) yang diuji, disebut sensitivitas St. Pemilihan ukuran
baling biasanya bergantung pada karakteristik konsistensi dan kekuatan
tanah. Baling standar mempunyai geometri empat persegi dengan diameter D
= 65 mm, tinggi H = 130 mm (H/D = 2), dan tebal mata pisau e = 2 mm.
Gambar 5.10 Baling-baling untuk mata pisau runcing dan empat persegi
(iv)Uji dilatometer (DMT); uji dilatometer (DMT) adalah suatu metode uji yang
menggunakan alat baca tekanan melalui pelat daun runcing yang didorong
masuk ke dalam tanah, untuk membantu memperkirakan stratigrafi tanah dan
tegangan lateral dalam keadaan diam (at rest lateral stresses), modulus
elastisitas dan kuat geser pasir, lanau dan lempung. Peralatan uji ini terdiri
atas mata pisau nirbaja yang meruncing dengan baji bersudut 180, yang
didorong masuk secara vertikal ke dalam tanah pada interval kedalaman 200
mm (atau interval alternatif 300 mm) dengan kecepatan 20 mm/det. Mata
pisau (panjang 240 mm, lebar 95 mm dan tebal 15 mm) dihubungkan ke alat
ukur tekanan di permukaan tanah melalui pipa kawat khusus melewati batang
bor (drill rod) atau batang konus (cone rod). Suatu membran baja fleksibel
berdiameter 60 mm yang dipasang pada salah satu sisi dari mata pisau yang
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
80
Geoteknik
dipompa secara pneumatik, digunakan untuk menghasilkan dua jenis
tekanan.
Gambar 5.11 Peralatan dilatometer datar (a) sistem alat ukur tekanan
rangkap,
(b) alat ukur tekanan tunggal, (c) sistem data akuisisi dengan komputer
Sumber : Pedoman penyelidikan geoteknik untuk fondasi bangunan air, Vol II, Pd T-03.2-2005-A
(v) Uji pressuremeter; uji ini terdiri atas probe silinder panjang yang
dikembangkan secara radial di dalam tanah sekelilingnya, dengan
menggunakan sejumlah cairan bertekanan pada waktu pemompaan probe.
Data dapat diinterpretasi sebagai kurva hubungan
tegangan-regangan-kekuatan secara lengkap. Di dalam tanah media cairan
biasanya air (atau gas), sedangkan dalam batuan lapuk dan retak digunakan
minyak hidraulik. Alat pressuremeter asli diperkenalkan oleh seorang ahli
Perancis Louis Menard pada tahun 1955. Prototip ini mempunyai pengaturan
yang komplek dari tabung air dan udara, serta pemasangan alat-alat ukur
tekanan dan katup-katup pengujian. Pada saat ini, desain sel tunggal
menggambarkan penggunaan sederhana air bertekanan dengan pompa ulir.
Ada dua faktor kekuatan penting yang harus diketahui pada batuan fondasi,
yaitu : kuat desak atau kuat tarik, dan kuat geser. Uji kuat desak atau kuat tarik
dapat dilakukan di laboratorium terhadap contoh inti pemboran dan galian uji,
namun evaluasi terhadap fondasi tidak dapat hanya berdasar pada uji
laboratorium, karena pengaruh dari retakan dan kelembapan alamiah batuan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
81
Geoteknik
tidak tercermin didalam hasil uji. Oleh karena itu, disamping uji laborat juga perlu
dilakukan uji insitu pada tanah batuan asli yang langsung dilakukan pada lobang
bor seperti yang telah diuraikan diatas, dan atau pada galian uji.
Jenis uji in-situ yang dilakukan pada terowongan atau sumuran uji antara lain :
Uji pembebanan / uji deformasi
Uji insitu geseran
Uji cepat rambat gelombang elastis
Disamping itu perlu dikaji ketahanan batuan terhadap proses pelapukan (slaking)
untuk mengetahui stabilitasnya jangka panjang.
5.3.5 Sumur/Parit Uji
Maksud dari penggalian sumuran uji ini adalah :
- Pengamatan visual perlapisan tanah dan diskripsinya.
- Mencari kelongsoran/struktur geologis dengan membuat/ memperluas sumur
uji menjadi paritan untuk mendapatkan kedalaman lapisan tanah/batuan
- Mendapatkan cara yang mudah untuk penggalian ditinjau dari segi biaya dan
untuk menetapkan kedalaman lapisan batuan
- Mengadakan percobaan di tempat dalam skala besar termasuk percobaan
daya dukung pelat dan percobaan pembebanan horisontal
- Mengambil contoh tanah tak terganggu (block samples dan tabung) serta
tanah terganggu (material timbunan di borrow area) untuk pengujian
pemadatan di laboratorium (Proctor test).
Sebelum pekerjaan dimulai semua peralatan yang dibutuhkan harus disiapkan.
Salah satu langkah pertama adalah pemilihan lokasi yang tepat sehingga data
yang diharapkan bisa diperoleh. Kadang-kadang perlu diperhatikan kerusakan
yang timbul pada lengkungan baik akibat sumur uji itu sendiri maupun akibat
peralatan yang dibawa. Setelah lokasi ditemukan, rencana sumur uji ditandai
dengan patok. Lapisan humus dibuang terlebih dahulu. Setiap penggalian
dilakukan lapis demi lapis setebal ± 30 cm untuk memungkinkan pengujian-
pengujian setempat. Untuk sumur uji dengan kedalaman lebih dari 1,50 m harus
diberi kemiringan atau diberi turap pelindung, tetapi untuk tanah lumpur yang
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
82
Geoteknik
sangat lunak kadang-kadang diperlukan tuiap meskipun kedalaman galian
kurang dari 1,50 m. Untuk tanah lempung kenyal kadang-kadang tidak
dibutuhkan turap sampai kedalaman 1,50 m tetapi untuk lebih dari 1,50 m
diperlukan turap. Tanah pasir dan lanau akan membahayakan terutama jika
mengandung air dan terutama jika berada di bawah muka air tanah. Tanah
batuan sering-sering tidak membutuhkan turap hanya perlu diperhatikan adanya
bahaya batu jatuh.
Jika pengujian telah selesai, maka sumur uji harus ditutup kembali tetapi jika
masih dibutuhkan untuk tidak tertimbun kembali.
Gambar 5.12 Pengambilan block sample dan deskripsi tanah di sumur uji
5.3.6 Terowongan Uji (Adit)
Maksud dari pekerjaan ini adalah untuk membuat "exploratory adit" atau
terowongan uji, yaitu terowongan berukuran kecil (kurang lebih 2 m x 2 m)
dengan tujuan:
a. Mengetahui keadaan geologi bawah permukaan di tempat lintasan rencana
terowongan.
b. Pengujian lapangan ("insitu test), antara lain: "loading test", "shear test", "flat
jack test" dan lain sebagainya.
Peralatan yang digunakan, antara lain adalah :
a. Peralatan penggalian untuk tanah, batuan lapuk, dan batuan lunak.
b. Peralatan peledakan untuk penggalian batu segar yang bersifat keras.
c. Peralatan untuk membuang material galian.
d. Balok kayu atau besi untuk penyangga.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
83
Geoteknik
e. Generator, pompa air, dan lain-lain perlengkapan yang biasa dipakai untuk
penggalian "exploratory adit".
Tahap pelaksanaan penggalian/penerowongan dilakukan sebagai berikut :
- Di tempat pintu masuk biasanya dijumpai tanah pelapukan tebal, sehingga
perlu dibuat galian terbuka terlebih dahulu.
- Pintu masuk "exploratory adit" perlu dipasang penyangga secara seksama
dan pengaman lain untuk menghindari runtuhan.
- Penyangga yang menerus perlu dipasang pada tempat dengan tanah atau
batuan yang mudah runtuh.
- Penggalian dengan bahan peledak pada tempat dengan batuan keras perlu
dilakukan oleh ahli yang berpengalaman.
- Perlu dipasang lampu penerangan, tanda-tanda ukuran jarak dan juga
peralatan untuk ventilasi.
- Bocoran air tanah perlu segera didrainasi.
- Dinding dan atap "exploratory adit" perlu dibersihkan, misal disemprot dengan
air, untuk memudahkan deskripsi geologi.
- Pada tempat-tempat yang telah ditentukan agar dilakukan pengujian
lapangan sesuai instruksi pihak perencana, misal: "loading test", "shear test"
dan lain sebagainya.
- Bila perlu, beberapa contoh batuan diambil untuk pengujian lebih lanjut di
laboratorium.
Data yang diperoleh adalah log "exploratory adit", yaitu deskripsi geologi dinding
kiri, kanan, dan atap "exploratory adit", yang antara lain memuat: litologi berikut
sifat fisiknya, diskontinuitas, rembesan air tanah, hasil-hasil pengujian yang
dilakukan dan lain sebagainya.
Catatan:
a. Mengingat pekerjaan ini berbahaya, maka faktor keselamatan perlu diprioritaskan.
b. Bentuk "exploratory adit" yang umum adalah trapesium dengan ukuran lantai dasar 1,8
m, sisi tegak masing-masing 1,8 m, dan lebar atap 1,4 m. Untuk keperluan khusus,
ukurannya dapat dibuat lebih besar. Panjang "exploratory adit" bisa puluhan sampai
ratusan meter tergantung dari keperluan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
84
Geoteknik
Gambar 5.13 Kondisi Geologi Pada Galian Explorasi Adit
5.3.7 Pengujian Laboratorium
a) Umum
Disamping metode pengeboran dan pengambilan contoh tanah di lapangan, cara
menangani contoh tanah dalam transportasi ke laboratorium, juga merupakan
faktor penting untuk menjaga agar gangguan tidak terjadi pada contoh tanah.
Alat dan cara menangani contoh tanah lunak di laboratorium mulai dari
mengeluarkan contoh dari tabungnya, mencetak, sampai memasang ke dalam
alat uji laboratorium, harus dilakukan dengan hati-hati.
Uji laboratorium diperlukan untuk :
Melakukan analisis sifat teknik batuan (fragmen pembentuk batuan) dan
melengkapi data untuk mengklasifikasi batuan dengan membandingkan sifat
fisik dan sifat kimiawi fragmen batuan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
85
Geoteknik
Mengetahui sifat teknik batuan atau fragmen batuan sebagai bahan timbunan,
agregat beton dan lain sebagainya, serta untuk mengevaluasi mutu bahan.
Sesuai jenis material yang diuji, pekerjaan uji laboratorium dapat dikelompokkan
menjadi dua macam, yaitu uji laboratorium mekanika tanah dan mekanika batuan
seperti berikut di bawah.
b) Laboratorium Mekanika Tanah
Pengujian-pengujian penting di laboratorium mekanika tanah, diantaranya
diuraikan sebagai berikut di bawah.
i) Pengujian rutin, di antaranya :
1. kadar air asli,SNI 03-1965-1990.
2. berat isi dan berat spesifik,SNI 03-1964-1990
3. pembagian butiran tanah, SNI 03-3423-1994
4. batas-batas konsistensi Atterberg, SNI 03-1966-1990 dan SNI 03-1967-1990
5. kuat geser, triaksial :
- Triaksial UU (SNI 03-4813-1998), CU, CD (SNI 03-2455-1991); pemilihannya
tergantung dari kondisi dan jenis pembebanan untuk jangka pendek dan
jangka panjang. Pengujian dengan menggunakan Back Pressure (BP)
tergantung dari kondisi penjenuhannya ; pada kondisi pondasi atau tubuh
bendungan jenuh air (air waduk terisi air, kondisi steady seepage) diperlukan
BP, pada kondisi tidak jenuh, tidak diperlukan BP.
- Geser langsung, SNI 03-2813-1992
- Geser langsung residual,
6. konsolidasi, SNI 03-2812-1992
7. permeabilitas, SNI 03-6870-2002 dan SNI 03- 6871-2002
8. pin hole test. SNI 03-3405-1994
ii) Pengujian tambahan untuk tanah lunak, berupa :
1. kadar organik, SNI 03-2816-1992.
2. uji geser baling laboratorium,
3. kompresi sekunder, diameter standard dan bila perlu diameter lebih besar Ø
20 cm ( rowe cell),
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
86
Geoteknik
4. uji tekanan air berlebih dan disipasinya, menggunakan alat triaksial.
1) Batas-Batas Konsistensi Tanah
Pengujian konsistensi tanah di laboratorium dilakukan dengan menggunakan
batas-batas Atterberg.
Gambar 5.14 Alat uji batas cair (Casagrande)
1) Batas susut (SL)
Batas susut adalah kadar air maksimum dimana pengurangan kadar air tidak
menyebabkan penyusutan di dalam volume massa tanah. Kondisi ini
menunjukkan batas antara kondisi kaku dan semi kaku.
2) Plastis Limit (wP)
Plastis limit adalah kadar air yang sesuai yang ketentuan batasnya antara plastis
dan semi solid dari konsistensi tanah. Ini adalah kadar air dimana tanah akan
mulai retak ketika digulung - gulung menjadi suatu gulungan dengan diameter
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
87
Geoteknik
kira - kira 3 mm.
3) Batas cair (wL)
Batas cair adalah kadar air dengan batas antara cair dan plastis dari
ketentuan batas - batas konsistensi tanah. Ini adalah kadar air, dimana suatu
massa tanah yang ditempatkan dalam cawan , dipotong dengan alat membentuk
suatu alur yang mempunyai ukuran standar. Alur tersebut akan menutup kembali
dengan celah beberapa cm pada ketukan 25 pukulan pada cawan Atterberg.
Standar.
Gambar 5.15 Batas - batas Atterberg
Pada penentuan batas-batas konsistensi ini, air ditambah secara berangsur-
angsur pada tanah kering yang melewati saringan no.40 tersebut. Pada batas
dimana tanah menjadi plastis, berat air dalam persentase berat tanah kering
adalah disebut batas plastis (wP).
Bila air ditambahkan sampai di atas batas plastis, tanah akan berubah menjadi
cairan (liquid). Pada batas tanah menjadi cair, berat air dalam persentase dari
berat tanah kering disebut batas cair (wL). Perbedaan diantara dua harga dari
kedua kondisi batas konsistensi tersebut, dimana. tanah dalam keadaan plastis
dinamakan indeks plastisitas (IP). Dalam praktek, tanda atau symbol %
dihilangkan ketika merujuk besaran-besaran Atterberg limits.
4) Indeks Plastisitas ( IP )
Indeks plastisitas adalah selisih antara batas cair dan batas plastis, yaitu :
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
88
Geoteknik
IP= wL - wP
Tanah dengan batas cair (wL) yang tinggi, memiliki sifat plastisas dan
kompresibilitas yang tinggi (kembang susut besar) dan sangat dipengaruhi oleh
kadar airnya. Sebaliknya bila batas cair rendah plastisitas dan kompressibilitas-nya
rendah. Kapasitas pengembangan dapat diperkirakan dari indeks plastisnya.
Tanah dengan IP > 20 potensi pengembangan sedang; IP > 35 potensi
pengembangan tinggi. Kekuatan tanah setelah pengembangan akan berkurang
sangat besar. Tanah dengan indeks plastis tinggi, pengerjaan untuk
pemadatannya relatif lebih sulit, dan bila indeks plastisnya yang rendah biasanya
kandungan material halusnya juga rendah dan pada batas tertentu akan bersifat
lolos air dan kurang plastis. Pada kondisi mengering sampai batas susut dari
kondisi jenuh, tanah yang memiliki batas susut rendah akan menyusut lebih besar
dibanding tanah yang batas susutnya tinggi. Oleh karenanya penggunaannya
perlu dibatasi, biasanya diletakkan dibagian dalam timbunan yang tidak
terpengaruh banyak kadar air.
5) Indeks Penyusutan ( SI)
Indeks penyusutan adalah selisih antara batas plastis dan batas susut, yaitu :
S I = wP – SL
Hasil pengujian diplotkan pada grafik di bawah, untuk memperoleh klasifikasi
tanah yang diuji. Klasifikasi tanah yang berlaku di Indonesia adalah mengikuti
Unified Soil Classification System (USCS)
Sample
Gambar 5.16
Klasifikasi tanah berdasarkan USCS
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
89
Geoteknik
Aktifitas tanah (A), adalah sifat aktif dalam penyesuaian perubahan volume
terhadap pengaruh air, yang ditunjukkan dari hubungan :
A = C
I p
Dimana :
Ip = Indeks plastis (%)
C = Kandungan fraksi lempung (%)
Sebagai gambaran untuk tanah kaolinit A sekitar 0,4 dan untuk tanah
monmorilonit A ≥ 5 (sangat aktif). Tingkat aktifitas tanah ditunjukkan tabel di
bawah.
Tabel 5.2 Tingkat aktifitas tanah
No. Tingkat aktifitas
(A) Klasifikasi
1. < 0,75 tidak aktif
2. 0,75 – 1,25 normal
3. 1,25 – 2,00 aktif
4. > 2,00 sangat aktif
2) Kadar Organik
Untuk mengetahui kandungan/kadar organik pada suatu contoh tanah dapat
dilakukan dengan menggunakan metoda pembakaran (ignition test) atau
menggunakan metoda oksidasi diakromat, yang kemudian di hitung kehilangan
beratnya. Pada metoda pembakaran, awalnya contoh tanah dipanaskan melalui
oven dengan suhu 105 0C. Setelah didinginkan, kemudian ditimbang untuk
memperoleh kadar airnya. Contoh tanah dipanaskan pada oven bersuhu 440 0C,
hingga material menjadi abu.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
90
Geoteknik
Kadar abu = %100kertan
xoveningahcontohmassa
abuMassa
Kadar organik = 100 – kadar abu (%)
Pada metoda oksidasi dikromat, kandungan bahan organik (O) diperoleh dari
rumus di bawah.
O = m
V67,0
dimana :
V = volume total larutan dikromat potasium untuk oksidasi contoh tanah (mL)
m = massa tanah yang diuji (gram)
Tanah yang mengandung sulfida atau klorida akan memberikan kandungan
organik yang tinggi.
3) Pengujian Triaksial
Cara pengujian menggunakan triaksial adalah merupakan cara yang sering
digunakan dan cocok untuk semua jenis tanah. Keutungan dari cara ini
adalah kondisi pengaliran (drainasi) dari benda uji dapat dikontrol, disamping
dapat diberikannya tegangan kesemua arah (3) terhadap benda uji, seperti
pada gambar di bawah.
Jenis pengujian tergantung dari jenis tanah (sifat drainasi) dan waktu
pembebanan (jangka pendek dan jangka panjang), yaitu :
Uji UU (unconsolidated undrained shearing test)
Di dalam pengujian tidak diperkenankan terjadi drainasi (termasuk udara)
serta kehilangan tekanan air pori. Hasil uji bergantung pada derajad
kejenuhan (S) benda uji. Jika S=100% akan diperoleh kuat geser tak
terdrainasi Su. Uji ini tidak dapat diaplikasikan pada tanah berbutir kasar
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
91
Geoteknik
Gambar 5.17 Alat Uji Triaksial
Uji CU (consolidated undrained shearing test)
Setelah tekanan pori hilang selama konsolidasi pada tekanan tertentu,
kemudian contoh yang dalam keadaan jenuh air/tidak jenuh dimampatkan
dibawah kondisi undrain
Uji CU‘ dengan pengukuran tekanan pori sangat bermanfaat karena dapat
karena dapat memberikan pengukuran kuat geser tidak terdrainasi Su, baik
dalam ragam tekan maupun parameter tegangan efektif c’ dan Ø’.
Uji CD (consolidated drained shearing test)
Dalam hal ini contoh diuji dalam keadaan terdrainasi penuh serta tekanan pori
dibuang pada setiap tahap pembebanan. Uji ini juga memberikan para meter
c’ dan Ø’.
Hasil-hasil uji dapat disajikan sesuai dengan tegangan lingkaran Mohr untuk
mendapatkan parameter kekuatan. Jika dilakukan lebih dari dua atau tiga
pengujian, sebaiknya hasil uji digambarkan sebagai hubungan p-q, dengan q = ½
(σ1 - σ3) dan p‘ = ½ (σ1‘- σ3‘) seperti diperlihatkan pada gambar di bawah.
Selain itu, seluruh lintasan tegangan dari mulai sampai selesai dapat diikuti.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
92
Geoteknik
Gambar 5.18 Lingkaran Mo hr tegangan efektif untuk uji triaksial terkonsolidasi
tidak terdrainase
Gambar 5.19 Kurva p‘- q‘ efektif untuk uji triaksial terkonsolidasi tidak terdrainase
Pada kondisi tertentu untuk mensimulasi kondisi lapangan, benda uji dibuat
dalam kondisi jenuh (saturated) dengan cara tekanan balik (back pressure).
Detail prosedur pengujian triaksial tersebut di atas dapat dilihat pada SNI
03-2455-1991 dan SNI 03-2815-1992.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
93
Geoteknik
4) Uji Geser Langsung (Direct Shear test)
Uji kuat geser langsung mempunyai tujuan untuk mengukur kuat geser tanah
sepanjang permukaan bidang datar yang telah ditentukan sebelumnya
(horisontal). Benda uji ditempatkan kedalam suatu boks logam berbentuk
empat persegi panjang atau silinder yang terpisah menjadi dua bagian yang
sama. Pada bagian atas dan bawah benda uji ditempatkan masing-masing
batu pori untuk mengalirkan air didalam benda uji. Benda uji tersebut
kemudian diberi beban vertikal dan kemudian digeser secara horisontal yang
mengakibatkan kedua bagian boks menggeser satu sama lain seperti pada
gambar di bawah.
Gambar 5.20 Alat Geser Langsung
Hasil pengujian geser langsung dapat dilihat seperti gambar di bawah.
Gambar 5.21 Contoh hasil uji DS pada lempung terkonsolidasi normal
Walaupun ada kelemahan, uji geser langsung masih tetap banyak digunakan
karena sederhana dan mudah dilaksanakan. Alat ini menggunakan jumlah tanah
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
94
Geoteknik
Kotak geser
yang lebih kecil daripada alat triaksial standar, sehingga waktu konsolidasi lebih
singkat. Uji kotak geser langsung (DS) dengan laju uji rendah akan memberikan
nilai parameter kuat geser efektif c‘ dan ö‗ yang handal atau terpercaya.
Pengulangan siklus geser sepanjang arah yang sama memberikan parameter
kuat geser residual (cr‘ dan ör‗). Uji geser langsung dapat diaplikasikan
khususnya pada desain fondasi yang diperlukan untuk menentukan sudut geser
antara tanah dan material fondasi yang dibangun, misalnya geseran antara dasar
fondasi beton dan tanah di bawahnya. Dalam hal ini, kotak bawah diisi dengan
tanah dan kotak atas terdiri atas material fondasi.
5) Geser Langsung Residual
Uji geser residual perlu dilakukan untuk memperoleh parameter kuat geser
residual pada tanah yang mengalami gangguan/kelongsoran. Alat yang
digunakan adalah sama seperti alat geser langsung, tetapi benda uji dapat
digeser secara bolak-balik (reversal). Parameter kuat geser yang diperoleh
adalah kohesi residual (Cr) yang akan mendekati nol, karena kohesinya
sengaja ‖dirusak‖ dan sudut geser dalam residual (Ør) > 0. Alat geser tersebut
dapat dilihat seperti gambar di bawah.
Gambar 5.22 Alat geser langsung bolak-balik (Head, 1981)
6) Konsolidasi Primer dan Kompresi Sekunder
Uji konsolidasi dilakukan untuk mengetahui parameter kompresibilitas (Cc, Cs,
Cr), kekakuan sesuai dengan modulus tertahan (D‘ = 1/mv), tegangan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
95
Geoteknik
prakonsolidasi (σp‘), koefisien konsolidasi (Cv), indeks kompresi (Cc), dan nilai
perkiraan kelulusan air (k). Berdasar hasil uji konsolidasi, dapat diperkirakan
besarnya penurunan pondasi atau puncak timbunan tanggul dan bendungan.
Gambar 5.23 Ilustrasi prinsip uji konsolidasi 1-D
Alat untuk uji konsolidasi biasanya disebut Konsolidometer 1-D (1-D
Oedometer). Konsolidasi adalah proses keluarnya air dari dalam benda uji
akibat beban yang bekerja di atasnya pada waktu tertentu. Proses konsolidasi
dikatakan selesai apabila air telah terdrainasi keluar ≥ 90% dalam waktu yang
relatif cukup lama. Proses keluar (terdrainasi)nya air pori dari dalam tanah ini
juga disebut disipasi.
Proses konsolidasi tersebut terjadi akibat :
- Kompresi (termampatnya) butiran-butiran tanah,
- Kompresi air di dalam rongga-rongga butiran tanah,
- Keluarnya air dari dalam pori-pori tanah.
Proses konsolidasi tersebut dapat dianalogikan seperti mekanisme pegas dan
piston di dalam bejana air yang diberi beban di atasnya.
Pada awalnya beban diterima seluruhnya oleh air (pada kondisi ini tekanan air
pori berlebihan mencapai maksimum); secara perlahan-lahan seiring dengan
waktu (time dependent), beban akan diterima oleh pegas (analog dengan butiran
tanah); dalam waktu yang lama kemudian beban akan diterima seluruhnya oleh
butiran tanah dan tekanan air pori kembali ke tekanan awal, seperti gambar di
bawah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
96
Geoteknik
Gambar 5.24 Analogi pegas dan piston menggambarkan proses konsolidasi (Taylor,
1948)
Asumsi yang digunakan dalam teori konsolidasi ini adalah :
a) Lapisan tanah yang terkonsolidasi adalah horisontal, homogin dan tebalnya
seragam,
b) Tanah dalam kondisi jenuh sempurna,
c) Butiran tanah dan air bersifat tidak termampatkan,
d) Mengikuti hukum Darcy,
e) Koefisien permeabilitas konstan pada setiap pembebanan,
f) Air hanya terdrainasi dalam arah vertikal, drainasi dan kompresi terjadi pada
satu dimensi,
g) Tekanan air pori awal akibat beban juga seragam pada seluruh tebal lapisan,
h) Lama waktu konsolidasi proporsional dengan permeabilitas tanah,
i) Bagian atas dan bawah lapisan tanah bersifat porous, sehingga air mudah
terdrainasi.
Rincian pengujian konsolidasi dapat dilihat pada SNI 03-2812-1992 seperti
gambar di bawah menunjukkan tahapan dari proses konsolidasi primer dan
kompresi sekunder.
Beban pada piston Katup di
tutup Katup di
buka
Beban (N) yang dipikul
oleh air
Beban (N) yang dipikul
oleh butiran tanah
Derajat konsolidasi
Luas mm2
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
97
Geoteknik
Gambar 5.25 Tahapan proses konsolidasi primer dan kompresi sekunder
Hasil tipikal pengujian dan konsolidasi primer dapat dilihat gambar di bawah.
Gambar 5.26 Hasil tipikal pengujian konsolidasi primer (Kurva e/log P)
Parameter indeks kompresi, Cc dapat dihitung dari bagian linier (lurus) dari
kurva :
e = e0 – Cc log 0
0
p
pp
Koefisien konsolidasi, Cu dapat dihitung menurut rumus :
Kompresi
awal
Konsolidasi primer
Kompresi sekunder
Angka
Pori
(e)
- av =
Sp
ee 21
e
Tekanan P (skala log )
ea
eb
Pc 10Pc
satu siklus log
e2
e1
Sp
ea – eb = Cc
Bagian Garis Lurus
Kurva teori P
em
ba
ca
an
dia
l (m
m)
Log waktu, t (menit)
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
98
Geoteknik
cv = 2ht
T
dimana :
e = angka pori
e0 = angka pori awal
p0 = tekanan lapangan sebelum ada beban
p = penambahan beban
T = faktor waktu konsolidasi
t = waktu konsolidasi
h = ketebalan lapisan :
- 2 h untuk lapisan yang bersifat aliran dua arah
- h untuk lapisan aliran satu arah
Waktu konsolidasi dapat diperoleh dari grafik square-root time hasil pengujian
seperti gambar di bawah.
Gambar 5.27 Contoh perhitungan grafik square-root time
Sedangkan faktor waktu, Tv tergantung dari tingkat konsolidasi yang diinginkan
(U), dapat diperoleh dari grafik gambar di bawah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
99
Geoteknik
Gambar 5.28 Hubungan Tv dan tingkat konsolidasi U
Kompresi sekunder merupakan hal yang cukup penting dan signifikan yang harus
diperhitungkan pada tanah organik lunak, setelah konsolidasi primer selesai.
Waktu kompresi sekunder, biasanya pengujian dibuat cukup lama sampai
mencapai sekitar 10.000 menit. Penentuan koefisien kompresi sekunder, Cα
dapat dilihat pada gambar di bawah.
Gambar 5.29 Penentuan koefisien kompresi sekunder (Head, 1982)
Parameter konsolidasi primer dan kompresi sekunder ini juga sangat penting
dalam melakukan analisis deformasi timbunan di atas tanah lunak. Penurunan
total dari timbunan dan pondasi yang harus diperhitungkan adalah :
2d
tcT
Waktu (log) t
1 siklus log
Tinggi awal contoh = Ho
s
Koefisien Kompresi Sekunder, Ho
Hs
t
tHsC
)(log
)/(
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
100
Geoteknik
Stot = Sp (timbunan + tanah dasar) + Ss,
Dimana Sp adalah penurunan akibat konsolidasi primer dan Ss adalah penurunan
sekunder. Untuk menentukan besar dan waktu konsolidasi primer (Sp) dan
penurunan sekunder (Ss) dapat dilihat modul penurunan dan konsolidasi tanah.
7) Permeabilitas
Nilai koefisien kelulusan air (k) dapat diperoleh dari pengujian di laboratorium dan
pengujian lapangan. Pada pengujian laboratorium, k untuk tanah lempung dapat
dengan cara "falling head" dan untuk pasir dengan cara "constant head".
Tahun 1856, Henri Darcy, seorang ahli hidrolika dari Perancis mengadakan suatu
percobaan aliran air yang melalui suatu lapisan tanah. Karena aliran air dalam
lapisan tanah meampunyai kecepatan yang kecil sekali, maka aliran tersebut
dapat dianggap sebagai aliran laminer.
Permeabilitas dipengaruhi oleh ukuran butiran dan volume pori-pori tanah.
Permeabilitas akan semakin besar pada butiran berukuran besar, begitu pula
sebaliknya dan juga akan berkurang bila kepadatan ditingkatkan. Tingkat
permeabilitas atau biasa disebut koefisien permeabilitas/filtrasi biasa
ditampilkan dalam satuan cm/dt. Koefisien permeabilitas dapat diperoleh dari uji
di lapangan dan di laboratorium. Dilaboratorium uji dapat dilakukan untuk contoh
tidak terganggu, cetak ulang atau dipadatkan. Untuk tanah kasar, cocok diukur
dengan uji tinggi tekan tetap (constant head), untuk tanah berbutir halus diukur
dengan uji tinggi tekan jatuh (falling head). Uji dilakukan dengan mengacu pada
prinsip rumus Darcy sbb:
Q = K i A
dimana :
Q = debit yang mengalir melalui suatu penampang persatuan waktu
(cm3/dt). K = koefisien filtrasi (cm/dt), menunjukkan tingkat permeabilitas
bahan tanah.
i = gradien hidrolik
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
101
Geoteknik
A = penampang lintang (cm2 ).
Gambar 5.30 Skema uji kelulusan air (a) uji tinggi tekan tetap, (b) uji tinggi tekan jatuh
8) Pin Hole Test
Uji dilakukan pada contoh tanah lempungan tidak terganggu ataupun yang
dicetak ulang. Benda uji ditempatkan dalam alat uji pinhole seperti diperlihatkan
pada Gambar 3-10, dengan memberi lubang ukuran 1 mm. Kemudian di aliri air
dengan menjaga tinggi tekanannya secara konstan yaitu secara berurutan
dengan beda tinggi 50 ;180 ;380 dan 1020 mm. Jumlah air yang mengalir yang
mengalir ke dalam gelas ukur dalam waktu tertentu diukur dan warna air
diamati.
Dari hasil uji, kemudian tanah diklasifikasi menjadi ND1, ND2, ND3 dan ND4
(lempung non dispersif tingkat 1, 2, 3 dan 4) atau kategori dispersif D1 dan D2
yaitu jenis tanah yang sangat berpotensi mengalami proses pelarutan dan sangat
berbahaya untuk bangunan air.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
102
Geoteknik
Gambar 5.31 Alat uji pinhole untuk tanah lempung/dispersif
c) Uji laboratorium mekanika batuan
Pengujian-pengujian penting di laboratorium mekanika batuan, antara lain adalah
sebagai berikut di bawah.
1) Sifat fisik :
- berat spesifik,
- berat satuan,
- porositas,
- serap lembab,
- permeabilitas;
- modulus elastisitas dinamis,
- nilai poison dinamis;
- stabilitas terhadap pembasahan dan penyerapan air;
- pengembangan (swelling) dan tekanan akibat peredaman, dll.
2) Sifat mekanik :
- kekuatan terhadap pemampatan bebas (unconfined compressive
strength),
- modulus deformasi (elastis), nilai poison
- triaksial-konstanta kekuatan batuan (c, ),
- modulus deformasi, nilai poison;
- geseran langsung kekuatan geser,
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
103
Geoteknik
- konstanta batuan : tegangan tarik Brasilian
- tegangan tarik satu dimensi;
- bengkokan;
- daya dukung kekerasan (shore hardness);
Di bawah adalah beberapa pengujian sifat fisik dan mekanik, antara lain :
a) Sifat Dasar Batuan
Tujuan : untuk mendapatkan data dasar parameter design
Peralatan : timbangan, bak air, oven dan desicator kadang-kadang mesin
vacum pump untuk mempercepat penjenuhan.
Cara pemeriksaan : Dilaksanakan secara berurutan pekerjaan seperti berikut :
Pemotongan contoh batuan untuk ditest
Penimbangan contoh asli/natural air dried (Wn) dalam gram.
Pengukuran pajang, lobar, tinggi, luas dan volume contoh batuan.
Penimbangan berat contoh dalam air (Ws) didapatkan dari selisih berat
contoh jenuh + air + bejana dikurangi berat contoh tergan tung + air + bejana
dalam satuan gram.
Pengukuran berat contoh jenuh (Ww) didapatkan dari selisihberat
contoh jenuh + air + bejana dikurangi berat air + bejana (gram)
b) Pengujian Ultrasonic Velocity
Untuk mengukur cepat rambat gelombang ultrasonic pada contoh batuan.
Dari hasil test ini akan didapatkan harga-harga compression wave velocity
(Vp), shear wave velocity (Vs) dan secara tidak langsung (dinamis)
didapatkan juga harga-harga Young's modulus elasticity (E), Poisson ratio (µ),
dll.nya.
Peralatan : Alat pemancar energi (Source of energy) merk : Terrametric.
Oscilloscope,
Jangka sorong.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
104
Geoteknik
Gambar 5.32 Alat Uji Ultrasobic Velosity
c) Uji Ketahanan Batuan (Slake Durability Test)
Maksud : Untuk mengetahui sifat ketahanan batuan (slake durability) ter-
hadap kelemahan dan disintegrasi apabila diuji secara standar putaran dalam
keadaan basah dan kering.
Peralatan :
- Mesin slake durability test lengkap dengan drum dan bak airnya.
- Oven dengan temperatur 105°C selama 12 jam.
- Timbangan dengan ketelitian 0,5 gram.
Gambar 5.33 Alat uji slake durability
d) Uji Kuat Tekan (Unconfined Compressive Strength)
Maksud : untuk mengetahui kekuatan batuan (strength) dan sifat perubahan
bentuk dari contoh batuan. Hasil test ini juga dipergunakan dan berhubungan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
105
Geoteknik
dengan harga kuat tarik dan sifat kuat geser (shear strength) batuan.
e) Indirect Tensile Strength Test / Brazilian Test
Maksud : Untuk mengetahui besaran kuat tarik dari contoh batuan secara
tidak langsung. Besaran kuat tarik ini diperlukan dalam perencanaan
terowongan, pembuatan gua dalam tanab, program pemboran dan peledakan
(blasting), dll.nya.
Peralatan :
- Mesin tekan (compression machine)
- Mesin potong batu bilamana perlu mesin bor inti laboratorium.
- Jangka sorong (Vernier Calliper)
Gambar 5.34 Peralatan dan Cara Uji Kuat Tarik Tak Langsung
f) Uji Triaxial Batuan
Maksud : metoda ini untuk mengukur kekuatan contoh batuan berbentuk
silinder (undrained) dibawah tekanan triaxial. Data hasil pengujian ini sangat
berguna untuk perhitungan "strength envelope" dan modulus deformasi
batuan. Secara langsung dari "strength envelope" dapat dievaluasi
harga-harga shear strength, sudut geser dalam ( ) dan kohesi (c).
Peralatan :
- Peralatan/mesin yang digunakan untuk membuat contoh model berbentuk
silinder sehingga memenuhi syarat pengujian antara lain : mesin bor lab.,
mesin potong batu, mesin poles, "rock squareness gauge" dan jangka
sorong (vernier caliper).
- Peralatan pengukur perubahan panjang (dial gauge) atau electronic strain
gauge.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
106
Geoteknik
- Oli hidrolis
- Mesin kuat tekan (compression machine)
Gambar 5.35 Alat uji triaksial batuan dan alat untuk mempersiapkan contoh batu
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
107
Geoteknik
Gambar 5.36 Contoh hasil pengujian triaksial dan cell triaksial
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
108
Geoteknik
BAB VI
TANAH BERSIFAT KHUSUS
6.1 Umum
Tanah ini mempunyai sifat khusus yang sangat mempengaruhi kondisi bangunan
yang ada di sekitarnya atau secara umum sifat tanah ini dapat mempengaruhi
kondisi disekitarnya, karena mempunyai sifat-sifat khusus dan mengandung
mineral -mineral tertentu yang menyebabkan terjadinya kerusakan dan
keruntuhan bangunan.
Jenis tanah yang mempunyai sifat khusus (problematic soil), antara lain
diuraikan sebagai berikut di bawah.
6.2 Tanah Dispersif
Tanah lempung/tanah berbutir halus yang bersifat dispersif adalah tanah yang
mudah tererosi karena suatu proses terjadinya pemisahan butiran-butiran tanah
yang mengambang pada air yang tenang/diam. Sedangkan proses erosi pada
lempung biasa sedikit berbeda dan memerlukan adanya kecepatan air.
Erosi buluh (―piping‖) pada lempung dispersif terjadi karena pergerakan air yang
lambat yang menyebabkan terjadinya kerusakan atau keruntuhan pada
bendungan urugan tanah, saluran-saluran dan bangunan-bangunan keairan
lainnya.
Perbedaan yang prinsip antara tanah lempung dispersif dengan lempung biasa
yang tahan terhadap erosi adalah kandungan kation unsur kimia yang ada dalam
air pori, lempung dispersif banyak mengandung kation dari unsur Natrium,
sedangkan lempung biasa yang tahan terhadap erosi banyak mengandung
kation unsur Kalsium dan Magnesium di dalam air porinya. Sifat lain yang penting
dari lempung ini mudah sekali mengurai, karena banyaknya larutan kation
Natrium dalam air pori dalam hubungannya dengan banyaknya larutan kation
lainnya, terutama kalsium dan Magnesium.
Tanah lempung dengan persentase daya tukar Natrium (ESP) antara 7% - 10%
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
109
Geoteknik
adalah bersifat dispersif moderat, sangat berhubungan dengan keruntuhan yang
disebabkan erosi buluh (―piping”) pada bagian bendungan urugan tanah.
Lempung dengan ESP sebesar 15% atau lebih sangat berpotensial
menyebabkan terjadinya piping (erosi buluh) ESP yang tinggi biasanya terdapat
pada tanah lempung yang banyak mengandung mineral monmorillonite dan
kadang pada illite, sedangkan pada kaoline jarang terjadi.
Tanah lempung dispersif ini tidak bisa teridentifikasi dengan pengujian tanah
untuk klasifikasi tanah seperti batas Atterberg, analisis besar butir, kompaksi
bersifat tidak sejelas seperti pada tanah lempung biasa yang tahan terhadap
erosi.
Untuk mengetahui sifat dispersif ini dapat dilakukan dengan beberapa cara
antara lain :
a) Uji Permukaan / Penghancuran (Crumb Test)
Pengujian ini dilakukan dengan meletakkan tanah lempung yang utuh (asli)
berdiameter antara 0.5 cm - 1 cm pada suatu wadah yang diisi air murni
sebanyak 150 ml. Pada lempung biasa yang tahan erosi, terlihat jelas batas
antara gumpalan tanah dan air. Untuk tanah dispersif, akan terbentuk zona air
keruh (colored) yang berkembang di sekeliling gumpalan tanah tersebut (colloidal
cloud).
b) ”Pinhole Test”
Pengujian ini dikembangkan Sherad etal (1976) dan sangat umum dimanfaatkan
untuk mengetahui tanah yang bersifat dispersif.
Pada ‖Pinhole Test‖ ini air distilasi dialirkan lewat lubang berdiameter 1 mm pada
contoh tanah sepanjang 2.5 cm. Dimulai dengan mengalirkan air pada lubang
tersebut dengan beda tinggi air setinggi 5 cm.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
110
Geoteknik
Gambar 6.1 Alat Uji Pinhole
Untuk tanah dispersif aliran air dengan beda tinggi setinggi 5 cm akan
menyebabkan terjadinya kekeruhan dan terlihatnya colloid yang keruh dan tidak
bisa jernih kembali. Dalam waktu 10 menit lubang yang tadi berdiameter 1 mm
berubah membesar jadi lebih kurang 3 kalinya atau lebih. Klasifikasi dari tanah
dispersif tersebut dapat dilihat pada table di bawah.
Tabel 6.1 Hasil Uji Pinhole
Untuk tanah yang tahan erosi aliran air dengan beda tinggi yang sama sedikit
keruh dan dalam beberapa detik menjadi jernih kembali lubang aliran tidak
tererosi. Pada waktu 5 menit terakhir debit aliran rata - rata tidak berubah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
111
Geoteknik
Tabel 6.2 Kriteria Untuk Evaluasi Hasil Uji Pinhole
c) Uji Hydrometer Ganda (Soil Conservation Service Dispersion Test) Uji
Hydrometer Ganda dikembangkan oleh Volk (1937).
Pertama-tama dilakukan penentuan ukuran penyebaran besar butir dari contoh
tanah dengan cara hidrometer standar dan contoh diuraikan dengan alat agifasi
dan cairan kimia, sebaran besar butir diplotkan seperti gambar di bawah pada
kurva 1. Untuk uji hidrometer yang kedua pengujian dilakukan tanpa agitasi yang
kuat dan cair/bahan kimia sebaran besar butirannya diplot pada gambar seperti
pada kurva -2.
Gambar 6.2 Kurva Hasil Uji Hidrometer Ganda
Pada gambar di atas terlihat bahwa pada kurva 2, partikel-partikel halusnya lebih
sedikit dari pada partikel-partikel halus pada kurva 1 dan perbedaan ini
menunjukkan bahwa contoh tanah tersebut berpotensi bersifat dispersif.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
112
Geoteknik
d) Dissolved Salt Criteria / Exchangable Sodium Persentage
Faktor utama untuk mengetahui sifat dispersif adalah kandungan relatif dari
Natrium dalam air pori dan suatu hubungan secara umum dan berlaku untuk
semua jenis tanah.
Untuk mengetahui garam-garam terlarut tanah dalam kondisi kandungan air asli
dicampur dengan air distilasi sampai mendekati harga batas cair (liquid limit) dari
tanah tersebut sebagai campuran tanah jenuh air. Cara ini membiarkan
campuran tersebut didiamkan selama beberapa jam sampai keadaan seimbang
antara garam dalam air pori dan pertukaran kation yang terjadi secara komplek
seterusnya sedikit dari air pori sebanyak 10 ml – 25 ml diekstrak dari campuran
tanah jenuh tersebut menggunakan sebuah vakum dan filter. Cairan yang akan
diekstrak ini diperiksa untuk menentukan banyaknya kandungan 4 jenis kation
logam (Natrium, Magnesium, Kalsium dan Kalium) dalam satuan ekivalen
perlilter.
Total kandungan dari kation empat unsur logam ini disebut jumlah Total Garam
Terlarut (TDS) jumlah banyaknya Natrium di bagi dengan TDS semua dalam milli
equivalents / liter disebut persentase Natrium.
Gambar 6.3 Kriteria Larutan Garam Untuk Lempung Dispersif
Tanah yang masuk ke dalam zona A (lihat gambar) adalah termasuk dispersif
dalam “pin hole test‖, tanah yang masuk kedalam zona B adalah non dispersif
dan tanah yang masuk ke dalam zona C masuk diantara tanah dispersif dan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
113
Geoteknik
non dispersif.
6.3 Tanah Ekspansif
Faktor - faktor yang sangat mempengaruhi sifat ekspansif ini adalah :
a) Mineralogi Lempung dan Sifat Kimia Air dan Tanah
Kemampuan mengembang suatu tanah berhubungan dengan kandungan
mineralnya masing-masing. Kapasitas mengembang tergantung atas banyaknya
mineral lempung di dalam tanah, susunan butir, luas permukaan partikel lempung,
dan sifat kimia air-tanah di sekeliling partikel-partikel tersebut.
Ada 3 jenis mineral yang paling dominan pada tanah lempung ialah kaolinite,
illite, montmorillonite.
1) Kaolinite; sebuah lapisan/selembar kaolinite terdiri dari satu lapis Tetrahedral
dan satu lapis Oktahedral.
Gambar 6.4 Selembar Mineral Kaolinite (Mesri,1980)
Lapisan Tetrahedral terdiri dari silica tetrahedron, yang semuanya duduk pada
satu sisi dari bentuk segitiga dengan puncak yang berada pada arah yang sama.
Dasar tetrahedron terhubungkan satu sama lain dengan berbagi ion oksigen.
Gambar 6.5 Skematik Lapisan Tetrahedral (Mesri, 1980)
Pada lapisan Oktahedral, oktahedron berada pada sisinya yang berbentuk empat
persegi dengan masing - masing sisi lainnya berbentuk tetrahedron.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
114
Geoteknik
Gambar 6.6 Skematik Lapisan Octahedral (Mesri,1920)
Partikel Kaolinite berbentuk tumpukan antar lapisan seperti gambar berikut di
bawah.
Gambar 6.7 Skematik Partikel Kaolinite (Mesri, 1980)
Karena mineral lempung mempunyai bentuk partikel kecil sekali dan tidak
beraturan, maka cara terbaik untuk menyatakan ukuran partikel adalah dengan
specific surface, S. Semakin besar ukuran partikel, semakin kecil nilai specific
surface. Untuk kaolite besarnya specific surface berkisar antcra 5 - 15 m2/gram.
2) Illite
Illite adalah mica murni/halus yang terdiri dari 1 lapis Oktahedral dan 2 lapis
Oktahedral. Masing-masing lapisan dihubungkan satu sama lain dengan ikatan
Potassium (K) yang tidak dapat digantikan. Namun demikian beberapa ion
potassium masih dapat ditarik keluar dari ujung lapisan. Pada bagian ujung
sifat ikatan muatan lemah, sehingga ion potassium mudah digantikan dari
bagian ujung dan ion tambahan selalu terdapat pada bagian terluar dari lapisan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
115
Geoteknik
Gambar 6.8 Ion K Yang Dapat Diganiikan Oleh Ion Lain. (Mesri, 1980)
Sebuah partikel illite dapat digambarkan secara baik sebagai bidang datar
yang tidak beraturan seperti pada gambar di bawah.
Gambar 6.9 Bentuk Mineral Illite (Mesri,1980)
3) Montmorillonite
Bentuk partikel montmorillonite menyerupai suatu lapisan film yang tipis. Bentuk
dasar dari montmorillonite terdiri dari 1 Oktahedral diantara lapisan Tetrahedral.
Adanya dapat isomorphous substitution pada kedua tetrahedral ( AI untuk Si )
dan lapisan Oktahedral (Mg untuk Al) mengakibatkan partikel montmorillonite
tidak stabil ion-ionnya.
Gambar 6.10 Partikel Montmorrilonite (Mesri, 1980) Pada montmorillonite dengan kation valensi satu seperti Na, tidak ada ikatan
yang menggabungkan lapisan-lapisan menjadi satu kesatuan, maka masing-
masing berupa lapisan individual parfikel lempung. Namun demikian, pada
montmorillonite dengan valensi 2 misal Ca dan Mg, terlihat adanya hubungan
exchangeable cation, saling berhadapan, 8 - 10 lapis dari montmorillonite untuk
membentuk suatu kesatuan. Diantara lapisan yang bergabung terdapat jarak
hampir 20 A. Jarak antara lapisan diisi oleh kation air. Pada tiap unit sifatnya
sangat tidak stabil. Tiap unit akan dengan mudah berubah apabila kation Ca
digantikan dengan Na.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
116
Geoteknik
Gambar 6.11 Lapisan Air Di Tengah Lapisan Montmorillonite (Mesri. 1980)
Skempton ( 1953 ) dan Mitchelle ( 1976) memberikan informasi mengenai sifat
ikatan antar lapisan, spesific surface, sifat plastisitasnya dan aktifitasnya pada
masingmasing mineral sebagai berikut di bawah.
Tabel 6.3 Jenis Mineral Pada Tanah Lempung
a. LL,PL, SL, liquid, plastic, dan shrinkage limit b. Dari Skempton (1953) Disimpulkan dari Mitchell (1976) (Nelson & Miller, 1992)
Dari tabel di atas terlihat bahwa mineral utama yang menyebabkan perubahan
kembang susut adalah montmorillonite. Illite dan kaolinite umumnya tidak bersifat
ekspansif walaupun perubahan volume dapat terjadi terutama bila ukuran butir
amat halus.
Dengan mineralogi yang sama, pengembangan dapat terjadi lebih besar apabila
tanah memiliki kation sodium yang dapat berpindah-pindah (Na+) daripada
kalsium (Ca2+) atau kation magnesium (Mg2+).
b) Plastisitas dan Berat Isi
Pada umumnya tanah ekspansif berada pada kondisi plastis dengan rentang
kadar air yang besar. Perilaku ini disebabkan oleh kapasitas mineral tanah
lempung untuk menahan air dalam jumlah yang besar antar partikel.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
117
Geoteknik
Ikatan ion antar partikel ada hubungannya dengan jarak antar partikel, oleh
sebab itu berat isi dan susunan butir lempung dapat mempengaruhi
kemampuan pengembangannya. Peningkatan kepadatan tanah lempung akibat
pekerjaan kompaksi atau tambahan beban dari alam akan menyebabkan
meningkatnya swelling potential dan swelling pressure.
c) Kondisi Lingkungan
Pengembangan dan ponyusutan yang terjadi pada tanah ekspansif dipengaruhi
oleh perubahan kadar air. Di alam perubahan kadar air dapat disebabkan
oleh manusia maupun alam sendiri. Perubahan kadar air oleh manusia misalnya
pada penggalian tanpa proteksi, pelaksanaan sistem drainase yang kurang baik,
adanya sambungan pipa yang bocor pada area tanah ekspansif sedangkan
adanya perubahan siklus cuaca, fluktuasi tinggi muka air tanah dan vegetasi
disebabkan oleh alam.
Pada umumnya beberapa meter 'dari permukaan tanah adalah bagian yang
mempunyai variasi kadar air yang paling tinggi~. Di derah yang terpengaruh
oleh naik turunnya kadar air akibat siklus cuaca ini disebut zona aktif.
Gambar 6.12 Profil Kadar Air Pada Zona Aktif (Nelson & Miller, 1992)
d) Tegangan Kapiler dan Soil Suction
Suatu cairan akan mempunyai tegangan permukaan pada peristiwa kapiler,
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
118
Geoteknik
seperti yang diperlihatkan pada gambar di bawah. Dengan adanya tegangan
pada pipa kapiler tersebut, maka berlaku :
w ...4
1cos.. c
2s hdd.T
atau,
d
cos4.Th s
c.
.
w
dimana :
Ts = Tegangan permukaan
d = Diameter pipa
hc = Tinggi air dalam pipa
= Sudut T, terhadap dinding pipa
w = Berat jenis cairan
Gambar 6.13 Peristiwa kapiler (Punmia, 1975)
Untuk air umumnya = 0 dan w = 1.0 gr/cm3, sehingga :
d
4.Th s
c
Dapat disimpulkan bahwa tinggi air dalam pipa, hC berbanding terbalik
dengan d. Makin kecil d, makin besar hC. Tegangan pada titik B : UB = UA - hC.
Apabila bila UA dianggap nol, maka :
d
4.TU s
B
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
119
Geoteknik
Mekanisme yang serupa (peristiwa kapiler) juga terjadi pada tanah yang
mempunyai pori-pori yang saling berhubungan (bersambungan). Makin halus
butirnya, misalnya lempung, makin kecil d - nya, makin besar tegangan negatif
kapilernya. Pada tanah, peristiwa kapiler ini terjadi jika tanah tidak jenuh (non
saturated).
Harga tegangan kapiler pada tanah tidak jenuh juga ditentukan oleh besarnya
kadar air tanah. Makin besar kadar airnya, makin kecil tegangan kapilernya.
Dengan adanya tegangan kapiler yang harganya negatif, maka tegangan efektif
tanah akan lebih besar daripada tegangan efektif awal. Sehingga massa tanah
seakan-akan tertekan dan volumenya berkurang (menyusut). Penyusutan ini
terjadi dalam 3 arah (3 - Dimensi).
Pada musim kemarau, kadar air tanah akan berkurang, sehingga mengakibatkan
terjadinya hisapan tanah (soil suction). Sebaliknya pada musim penghujan akan
terjadi penjenuhan sehingga akan mengakibatkan mekanisme pengembangan.
2. Identifikasi Tanah Ekspansif
Hingga saat ini belum ada prosedur yang standar untuk mengidentifikasikan
tanah ekspansif berdasarkan klasifikasi dan definisi potensial pengembangan
yang sama pada setiap kondisi dan lokasi tanah ekspansif. Berikut adalah
beberapa macam cara untuk mengidentifikasikan potensi pengembangan tanah
ekspansif.
1). Berdasarkan Metode Mineralogi
Metode mineralogi yang paling populer untuk mengetahui adanya tanah
ekspansif adalah uji difraksi X-ray. Prinsip,kerja uji difraksi ialah difraksi sinar
X-ray dari kristal hampir sama dengan sinar refleksi bidang datar molekul kristal.
Pengujian ini baik dilakukan karena panjang gelombang dari X-ray sama dengan
jarak antar atom pada mineral lempung OA atau 10-9 mm).
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
120
Geoteknik
Gambar 6.14 Conloh Hasil Uji X-Ray Pada Tanah Lempung Di Majalengka
2). Berdasarkan Indeks Properties
Holtz (1959) mendefinisikan potensial pengembangan sebagai perubahan
volume sampel talk terganggu dengan keadaan kering udara yang dijenuhkan
pada beban 1 psi (6.9KPa). Berikut klasifikasi tanah ekspansit berdasarkan kadar
koloid, indeks plastisitas dan batas susut dari Holtz dan Gibbs (1956) di bawah.
Tabel 6.4 Klasifikasi Tanah Ekspansif Menurut Holtz Dan Gibbs (1956)
Altmeyer (1955) meniadakan penggunaan persentase lempung karena
menurutnya banyak laboratorium mekanika tanah tidak menyertakan uji
hidrometer dalam program pengujian mereka.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
121
Geoteknik
Tabel 6.5 Klasifikasi Tanah Ekspansif Menurut Altmeyer (1955)
Chen (1965) mengembangkan korelasi antara persentase butir halus yang lolos
saringan no. 200, batas cair, dan jumlah pukulan uji NSPT untuk memperkirakan
potensi pengembangan tanah ekspansif.
Tabel 6.6 Klasifikasi Tanah Ekspansif Menurut Chen (1965)
Pada tahun 1988, Chen memperlihatkan cara sederhana untuk identifikasi tanah
ekspansif berdasarkan nilai indeks plastisitas. Raman (1967) menunjukkan
derajat pengembangan sebagai fungsi dari indeks plastisitas dan indeks
penyusutan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
122
Geoteknik
Tabel 6.7 Klasifikasi berdasarkan Indeks Plastisitas Menurut Chen
(1988) Dan Raman ( 1967 )
Namun berbagai penelitian di Indanesia (Rahardjo & Soelistia,1997)
menunjukkan bahwa klasifikasi di atas tidak tepat digunakan di Indonesia. Hal ini
mengingat kondisi geologi di Indonesia berbeda dengan daerah-daerah dimana
Chen melakukan klasifikasi. Pada kenyataannya, tidak selalu nilai IP > 35 %
menjadi indikator pengembangan yang tinggi. Snethen et al (1977) mengevaluasi
17 kriteria yang telah dipublikasikan untuk memperkirakan potensial
pengembangan. Dari evaluasinya, batas cair dan indeks plastisitas adalah
indikator terbaik untuk menentukan potensial pengembangan berdasarkan
kondisi alam dan lingkungan
Tabel 6.8 Klasifikasi Tanah Ekspansif berdasarkan LL, PI dan suction
tes di lapangan
Seed et al (1962) membuat suatu studi pada tanah karakteristik pengembangan
dari tanah Iempung yang dikompaksi, menghasilkan suatu grafik hubungan
antara activity dan prosentase butiran lempung. Grafik tersebut dapat dilihat pada
gambar di bawah ini
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
123
Geoteknik
Gambar 6.15 Grafik Hubungan Prosentase Butiran Lempung Vs Activity
(Seed et al, 1962 )
3). Berdasarkan Uji California Bearing Ratio (CBR)
CBR adalah suatu uji untuk mengetahui daya dukung tanah pada perencanaan
jalan. Prosedur pengujian meliputi penelitian pengembangan verfikal. Sampel
dikompaksi pada ukuran mold tertentu dengan variasi kadar air dan kepadatan
tertentu dan kemudian direndam selama 4 hari. Pembacaan pengembangan
vertikal dilakukan oleh dial gauge setiap hari. Sebelum diuji sampel ditiriskan
maksimal 15 menit.
Pengujian CBR yang dikembangkan untuk tanah ekspansif dimaksudkan untuk
memperkirakan dampak pengembangan pada berat isi dan kekuatan tanah, bukan
pengujian untuk mengidentifikasi perilaku ekspansif. Namun demikian Kassiff et
al (1969) mengembangkan kurva hubungan prosentase pengembangan pada uji
CBR terhadap PI dan prosentase butiran tanah halus. Korelasi ini hanya
berlaku untuk tanah, dan proyek tertentu. Dalam hal ini data Kassiff diperoleh
dari lempung Israel dengan beban tambahan 10 psi (67 kPa).
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
124
Geoteknik
Gambar 6.16 Hubungan Antara Persentase Pengembangan Vs Indeks
Plastisitas
dan Persentase Butiran Tanah Halus. (Kassiff et al. 1969) (Nelson & Miller,
1992).
4). Berdasarkan Uji Consolidasi 1 Dimensi
Uji konsolidasi untuk mengetahui potensi pengembangan ada 2 metode yaitu free
swell/consolidation swell dan constant volume/swell presure. Pada metode free
swell/consolidation swell sampel diberi tegangan sebesar tegangan vertikal
semula, sebelum diberi air. Setelah kondisi sampel konstan, alat oedometer
diberi air dan sampel diberi kesempatan untuk mengembang hingga maksimum.
Apabila sampel telah mencapai pengembangan maksimum maka pembebanan
dapat dilanjutkan seperti uji konsolidasi pada umumnya dan diakhiri dengan
unloading seperti pada gambar dibawah ini.
Gambar 6.17 Kurva e Vs Log Pada Uji Free Swell (Nelson & Miller, 1992)
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
125
Geoteknik
Pada pengujian dengan metode constant volume/swell pressure, contoh tanah
dijaga agar volumenya tetap, tidak mengalami perubahan volume/mengembang
selama diberi air dengan memberikan beban tambahan pada alat oedometer
setiap kali contoh mengalami peningkatan pengembangan. Hasil dari uji
berupa swell pressure adalah besarnya tegangan maksimum yang harus
diberikan agar volume contoh tidak mengembang.
Setelah contoh tanah dalam kondisi konstan ada 2 pilihan dalam pelaksanaan uji
selanjutnva. Yang pertama adalah dengan memberikan pembebanan dan
unloading seperti uji konsolidasi. Yang kedua ialah dengan memberikan
kesempatan pada contoh untuk mengembang dengan memindahkan beban
secara bertahap ataupun langsung, setelah contoh kembali konstan, pengujian
dilanjutkan dengan pembebanan seperti uji konsolidasi biasa.
6.4 Tanah Mudah Likuifaksi
a) Umum
Salah satu penyebab kerusakan bangunan-bangunan sipil akibat gempa bumi
adalah terjadinya apa yang dikenal sebagai "liquefaction" pada lapisan pasir
yang jenuh, yang biasanya ditandai oleh adanya "sand boils" dan "mudspout"
pada permukaan tanah, menyebabkan bangunan-bangunan diatasnya ambles
(sink, bedakan dengan penurunan akibat konsolidasi).
Fenomena liquefaction tersebut biasanya terjadi pada daerah-daerah yang
mempunyai intensitas gempanya cukup tinggi dimana lapisan tanah/batuan
terdiri dari endapan-endapan pasir yang mempunyai konsistensi, gradasi dan
kepadatan relatif tertentu vang dapat berpotensi terjadinya liquefaction.
Proses geologi yang memungkinkan terakumulasinya material tersebut ada pada
pengendapan aluvial yang terjadinya di daerah dengan morfologi regional berupa
dataran rendah berlereng rata atau landai. Biasanya terbentuk pada aliran sungai
didekat muara, pengendapan di pantai, pengendapan di rawa dan pengendapan
di danau.
Endapan aluvial yang masih berumur muda, kira-kira Pleistosen hingga
sekarang, atau berumur kurang dari satu juta tahun umumnya belum mengalami
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
126
Geoteknik
konsolidasi atau litifikasi. Masih bersifat urai dan lepas, sehingga bila permukaan
air tanah dangkal dan kemudian tergoncang akibat getaran gempa atau akibat
kendaraan berat yang lewat dapat mengalami liquefaction.
Gempa bumi yang terjadi di beberapa Negara (misalnya Jepang, Amerika
Serikat, Alaska,Mexico dan Indonesia) membuktikan terjadinya
kerusakan-kerusakan bangunan - bangunan sipil akibat liquefaction tersebut.
b) Penyebab dan Mekanisme
Liquefaction adalah suatu fenomena lapisan tanah pasira yang berubah
konsistensinya menjadi seperti cairan (liquid).
Apabila suatu endapan lapisan pasir yang jenuh mengalami getaran/vibrasi,
lapisan pasir tersebut cenderung akan memadat dan volumenya berkurang, yang
mengakibatkan meningkatnya tekanan air pori.
Apabila tekanan air pori (u) yang meningkat tersebut sama atau mendekati
tekanan lapangan total (over burden pressure, σ). tekanan tanah efektif (σ') pada
titik tersebut akan sama atau mendekati nol, yang berarti pasir tersebut tidak
mempunyai kekuatan sama sekali, pada keadaan ini pasir pada titik tersebut
dalam keadaan mencair (liquefaction state).
σ' = σ - u
Skema dibawah menunjukkan fenomena liquefaction tersebut.
(a) before liquefaction (b) during liquefaction
(all soil particles scatter and float on water)
Gambar 6.18 Skema terjadinya Liquefaction
Pada pasir urai, terdapat rongga-rongga (void) diantara butiran tanah. Apabila
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
127
Geoteknik
terjadi getaran, butiran-butiran tanah akan menyebar seakan-akan mengapung
dalam air. dimana pada keadaan tersebut tekanan air pori meningkat mendekati
atau sama dengan berat butiran-butiran tanah tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya liquefaction, diantaranya adalah : - frekuensi getaran
- tekanan lateral (confining pressure) → initial liquefaction - tingkat
kejenuhan
- distribusi ukuran butiran tanah
- kepadatan relatif
- stress-strain history
c) Cara Memperkirakan Potensi Liquefaction
Pada umumnya dikenal 3 cara untuk memperkirakan potensi liquefaction, yaitu :
- Berdasarkan topografi dan geologi
- Berdasarkan N-SPT dan Grain Size
- Pengujian liquefaction di laboratorium
1). Berdasarkan topografi / geologi
Terdapat hubungan yang cukup baik antara liquefaction dan topografi / geologi.
Jadi secara umum potensi liquefaction dapat diperkirakan dengan mempelajari
data topografi / geologi seperti tabel di bawah.
Tabel 5.9 Bentuk Dataran dan Kemungkinan Likuifaksi
Kemungkinan besar liquefaction
Dataran rendah alluvial, tanah
reklamasi
Kemunglinan kecil liquefaction
Dataran tinggi alluvial, perbukitan
kipas (fan)
Kuribayashi, Tatsuoka et al (1974), meneliti hubungan antara besaran seismik
(M) dan harga maksimum dari jarak episentrum r (km) yang berpotensi untuk
liquefaction.
Log10 = 0.77 M - 3.6 , dimana (M > 6)
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
128
Geoteknik
2). Berdasarkan N-SPT dan Grain Size
Cara ini dikembangkan oleh Architectural Institute of Japan, gambar di bawah
menunjukkan hubungan nilai NSPT terhadap kemungkinan terjadinya
liquefaction.
(left) Comparison of soil conditions in zone B (light damage)
and zone C (heavy damage).
Gambar 6.19 Perbandingan tanah di zona B (rusak ringan) dan zona C
(rusak berat )
Design Standards Building Foundation (1974), yaitu memperkirakan potensi
liquefaction berdasarkan NSPT berdasarkan dari pengalaman mempelajari
fenomena liquefaction saat gempa besar terjadi.
Gambar 6.20 Koreksi koef. C N akibat tekanan lapangan efektif ( Seed, 1974 )
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
129
Geoteknik
Gambar 6.21 Grafik untuk evaluasi Potensi Liquifaction untuk beberapa
besaran gempa ( Seed, 1974)
Dengan menggunakan grafik dan diagram hubungan koreksi N dengan tekanan
lapangan efektif serta hubungan antara N (yang telah terkoreksi) dengan cyclic
stress ratio:
,
1
(gb. 4), factor 1 keamanan terhadap liquefaction,
F1 dapat dihitung
F1 =
,
,
1
v
d
, dimana :
,
1
= cyclic shear resistance ratio
,v
d
= cyclic shear stress ratio
3). Pengujian Liquefaction di laboratorium
Pengujian laboratorium ini terdiri dari 3 tahap antara lain :
1) Cyclic shear stress ratio ditentukan dengan menggunakan seismic response
analysis.
2) Cyclic shear resistance ratio ditentukan dari pangujian laboratorium
terhadap contoh tanah tak terganggu.
3) Faktor keamanan terhadap liquefaction F1, dapat dihitung dari (1) dan (2)
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
130
Geoteknik
diatas.
d) Kerusakan Bangunan Akibat Likuifaksi
Gempa bumi yang terjadi di beberapa negara, misalnya Jepang, Amerika Serikat.
Alaska, Mexico dan Indanesia (terutama di Indanesia Bagian Timur) telah
membuktikan terjadinya likuifaksi. terutama di daerah-daerah yang mengandung
deposit pasir, butiran halus sampai sedengan jenuh. Likuifaksi tersebut telah
merusak bangunan-bangunan rumah dan gedung, timbunan tanah (badan jalan,
tanggul dan bendungan), tembok penahan tanah dll.
6.5 Penanggulangan
Beberapa cara penanggulangan liquefaction (countermeasure) di beberapa
Negara, diantaranya adalah :
- Vibratory compaction
- Stone column/lime column
- Deep dynamic compaction
- Menurunkan muka air tanah
Pre – mixing method → cement + chemical additive
Gambar 6.22 Alat Perbaikan Tanah
1. Setting pile core
2. Penetration
3. Lifting up placing backfill material
4. Compacting the backfill material
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
131
Geoteknik
5. Finished to the predetermined surface by repeating the operation No.3
and 4
Kesimpulan
1) Salah satu penyebab rusaknya bangunan akibat gempa adalah terjadinya
"liquefaction" pada lapisan pasir yang jenuh air.
2) Fenomena liquefaction adalah dipengaruhi oleh frekuensi getaran, tingkat
kejenuhan, pembagian butiran tanah, kepadatan, tekanan lateral (confining
pressure) dan stress - strain history.
3) Pada umumnya dikenal 3 cara, untuk memperkirakan potensi liquefaction,
yaitu berdasarkan informasi topografi/geologi. berdasarkan NSPT dan
pembagian butiran tanah serta pengujian liquefaction di laboratorium.
4) Cara pemadatan dengan penggetaran (vibratory compaction) adalah salah
satu cara yang favorit dilakukan sebagai cara perbaikan tanah terhadap
liquefaction.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
132
Geoteknik
RANGKUMAN
Modul ini membahas tentang prinsip-prinsip penyelidikan geoteknik untuk
menunjang pekerjaan perencanaan bendungan urugan yang mencakup antara
lain: klasifikasi tanah dan batuan, sifat material tanah dan batuan, penyusunan
program penyelidikan dan investigasi geoteknik.
Ilmu geoteknik adalah cabang dari teknik Sipil yang menerapkan/
mengaplikasikan geologi di dalam setiap tahap pekerjaan/kegiatan pekerjaan
sipil, terutama mempelajari sifat-sifat fisik dan teknik dari tanah dan batuan.
Pembentukan tanah dimulai dari pelapukan batuan yang ada baik batuan
sedimen, batuan metamorf atau batuan beku. Pelapukan dianggap bagian yang
sangat penting dari proses degradasi. Secara umum tanah terbentuk akibat
proses pelapukan/penguraian batuan secara kimia, fisik dan biologi.
Tanah (soil), adalah: campuran atau himpunan partikel/butiran mineral
tanah dari berbagai ukuran yang relatif lepas (uncemented/partially
cemented) yang dapat berupa lempung, lanau, pasir, kerikil, boulder
atau campuran diantara material -material tersebut. Hasil pelapukan
batuan induk yang masih ditempat asal, disebut residual soil, yang
ditandai dengan warna merah atau cokelat yang umumnya dijumpai di
daerah pegunungan atau perbukitan. Bila hasil pelapukan terangkut
oleh air, es atau angin, kemudian diendapkan didaerah lai n, disebut
tanah angkutan ( transported soil).
Tanah dibagi menjadi butir kasar dan butir halus yang lolos saringan no.200. Bila
lebih dari 50% terhadap berat kering tertinggal diatas saringan no. 200, material
tersebut dimasukkan ke dalam golongan material berbutir kasar yang bersifat
porous serta mempunyai kuat geser tinggi dan kompresibilitas rendah. Bila 50%
atau lebih lolos saringan 200, material tersebut disebut sebagai material
berbutir halus yang bersifat kedap air, mempunyai kuat geser lebih rendah dan
kompresibilitas yang tinggi. Hal tersebut merupakan faktor-faktor penting dalam
menentukan material urugan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
133
Geoteknik
Komposisi tanah mencakup: distribusi ukuran relatif partikel butiran,
karakteristik utama (mineralogi, angularitas, bentuk), dan porositas (kepadatan
dan angka pori). Sistem klasifikasi tanah mengikuti Unified Soil Classification
System (USCS) dibuat berdasarkan sifat-sifat teknis material, yaitu: ukuran
butiran, gradasi, plastisitas dan kompressibilitasnya. Sifat tanah berbutir kasar
sangat dipengaruhi oleh ukuran butiran dan gradasinya sedang sifat tanah
berbutir halus oleh plastisitasnya oleh karenanya klasifikasi dibuat berdasar
ukuran butiran, gradasi dan plastisitas.
Menurut asal-usulnya, batuan dapat dibagi menjadi tiga kelompok/jenis batuan
utama, yaitu:
- batuan beku (igneous),
- batuan sedimen/batuan endap, dan
- batuan malihan (metamorfik).
Batuan beku terbentuk dari magma yang mendingin dan mengeras, yang
sebagian besar terdiri atas silika (SiO2). Namun tergantung pada komposisi
magmanya, batuan beku dapat berbeda-beda: warnanya, kepadatan, komposisi
mineral dan teksturnya. Menurut proses terbentuknya, batuan sedimen dapat
dikelompokkan menjadi: aluvium yang diendapkan oleh sungai-sungai; batuan
muda yang lunak dan tidak dipengaruhi oleh gerakan orogen atau gempa. Ketika
gerakan lempeng mendorong batuan beku atau batuan sedimen jauh kedalam
bumi, tekanan dan suhu tinggi memampatkan dan meremukkannya menjadi
batuan malihan/metamorf.
Klasifikasi batuan yang banyak dianut adalah menurut Bieniawski disebut Rock
Mass Rating =RMR dengan cara memberi nilai batuan dari yang terjelek = 0
sampai yang terbaik =100. System ini disusun berdasar enam parameter
umum batuan, yaitu:
• kekuatan batuan,
• kwalitas inti pemboran (berdasar RQD),
• kondisi air tanah,
• jarak dikontinyuitas atau kekar dan rekah (joint and fracture),
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar
134
Geoteknik
• karakteristik diskonyuitas atau kekar, serta
• orientasi kekar
Sama seperti tanah, batuan juga memiliki sifat fisik dan kimiawi maupun sifat
teknik. Uji dilakukan untuk mengetahui sifat fisik, kimiawi dan sifat teknik massa
batuan atau pecahannya untuk bahan bangunan.
Penyelidikan geoteknik disesuaikan dengan tahapan desain, antara lain seperti
yang diuraikan di bawah.
1) Penyelidikan geoteknik pendahuluan yang dimaksudkan untuk
mengumpulkan data geoteknik guna menentukan pilihan lokasi, tipe dan
ukuran bangunan utama.
2) Penyelidikan geoteknik tahap desain awal untuk mendapatkan data-data
geoteknik yang diperlukan untuk menyiapkan desain awal. Penyelidikan
dilakukan di lokasi bangunan utama.
3) Penyelidikan geoteknik tahap desain rinci untuk: melengkapi data-data
geoteknik yang diperlukan untuk menyiapkan desain rinci dan perkiraan biaya
rinci konstruksi, serta untuk mendapatkan informasi geoteknik lapangan
secara khusus pada lokasi-lokasi tertentu guna mengurangi risiko kondisi
tanah yang tidak terduga selama konstruksi.
Untuk memperoleh hasil penyelidikan yang optimal, maka sebelumnya perlu
dibuat suatu program penyelidikan yang rinci.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
135
Geoteknik
DAFTAR PUSTAKA
1. Bell, F.G. (1981): "Engineering properties of soils and rocks", Butterworth & Co.,
London, 149 pp.
2. Brown, E.T. (ed. 1981): "Rock characterisation, testing and monitoring",
Pergamon Press, Oxford, 201 pp.
3. EARTH MANUAL, U.S. Department of The Interior Berau of Reclamation,
1965
4. Farmer, I.W. (1983): "Engineering behaviour of rocks", Chapmann & Hall,
London, 208 pp.
5. Goodman, R.E. (1980); "Introduction to rock mechanise", Wiley & Sons, New
York, 478 pp.
6. Hoek, E. and J.W. Bray (19813): "Rock slope engineering", Institution of Mining
and Metallurgy, London.
7. Hoek, E. and E.T. Brown (1980): "Underground excavations in rock", Institutio
of Mining and Metallurgy, London, 527 pp.
8. Smith, G.N. (19825): "Elements of soil mechanics for civil and mining
engineers, Granada, London, 493 pp.
9. SOILS MANUAL FOR THE DESIGN OF ASPHALT PAVEMENT
STRUCTURES, The Asphalt Institute, MS —10, 1978.
10. SOIL TESTING FOR ENGINEERS — T.W. Lambe, 1951.
11. Veen, C. v.d., E. Horvat en C.H. van Kooperen (1981): "Grondmechanika",
Waltman, Delft, 423 pp.
12. Weelw, A.F. van (1980; "Mode me funderingstechnieken", Waltman, Delft.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
136
LAMPIRAN A Tabel A Petunjuk penentuan jumlah minimum titik dan kedalaman minimum penyelidikan geoteknik untuk bangunan air
Aplikasi untuk tipe bangunan
Jumlah minimum titik penyelidikan dan lokasi Kedalaman minimum penyelidikan
Tembok penahan (penahan tanah dan air,
termasuk bendung)
• Minimum 1 titik penyelidikan untuk setiap tembok penahan. Lebih dari satu titik penyelidikan dapat dilaksanakan untuk tembok penahan dengan panjang lebih dari 30 m, dengan ketentuan jarak antara titik berkisar antara 30-60 m dan ditempatkan di sebelah dalam atau luar tembok.
• Untuk tembok penahan yang diperkuat dengan penjangkaran, diperlukan tambahan titik penyelidikan dengan jarak 30-60 m ditempatkan pada zona jangkar.
• Untuk tembok dengan paku tanah (soil nail ing), diperlukan tambahan titik penyelidikan berjarak antara 1,0 sampai 1,5 kali tinggi tembok ditempatkan di belakang tembok dan berjarak 30-60 m satu terhadap yang lainnya.
• Untuk tembok penahan air (bendung), diperlukan tambahan titik penyelidikan yang ditempatkan pada setiap tembok pangkal.
• Lakukan penyelidikan di bawah dasar tembok sedalam minimum 1 sampai 2 kali tinggi tembok atau minimum 3,0 m di bawah lapisan keras (batuan).
• Penyelidikan harus cukup dalam, sehingga menembus lapisan tanah lunak dengan kompresibilitas tinggi (misalnya gambut, tanah lanau organik, tanah lempung lunak) sampai masuk ke dalam tanah dengan daya dukung memadai (misalnya tanah lempung kaku sampai keras, tanah berbutir kasar yang padat, atau batuan dasar).
Fondasi urugan tanah/batu
• Pada as urugan, diperlukan minimum 1 titik penyelidikan pada setiap jarak 60 m (kondisi tidak homogen) atau 120 m (kondisi homogen).
• Pada lokasi-lokasi kritis (misalnya pada daerah urugan dengan tinggi maksimum atau dengan ketebalan tanah lunak maksimum), diperlukan tambahan minimum 3 titik penyelidikan yang ditempatkan pada arah melintang urugan untuk mengetahui kondisi perlapisan tanah yang akan digunakan untuk analisis stabilitas lereng dan analisis rembesan.
• Untuk bendungan tipe urugan, diperlukan tambahan minimum 1 titik penyelidikan yang ditempatkan pada setiap ebatmen atau tembok pangkal.
• Penyelidikan harus dilakukan sedalam minimum 1,5 - 2 kali tinggi urugan, kecuali ditemukan lapisan keras.
• Jika masih ditemukan perlapisan tanah lunak di bawah 1,5-2 kali tinggi urugan, lanjutkan penyelidikan sampai cukup dalam menembus perlapisan tanah lunak dan menemukan perlapisan tanah yang kuat (misalnya tanah lempung kaku sampai keras, tanah berbutir kasar yang padat atau batuan dasar).
Pemotongan lereng (cut s lope)
• Pada as pemotongan lereng, diperlukan minimum 1 titik penyelidikan pada setiap jarak 60 m (kondisi tidak homogen) atau 120 m (kondisi homogen).
• Pada lokasi-lokasi kritis (misalnya pada daerah pemotongan terdalam, pada daerah ketebalan tanah lunak maksimum), diperlukan tambahan minimum 3 titik penyelidikan dalam arah melintang pemotongan lereng, untuk mengetahui kondisi perlapisan tanah yang akan digunakan untuk analisis stabilitas lereng.
• Penyelidikan harus dilakukan sedalam minimum 1,5 - 2 kali kedalaman galian, kecuali telah ditemukan lapisan keras.
• Jika masih ditemukan perlapisan tanah lunak di bawah 1,5-2 kali dalam galian, penyelidikan dilanjutkan sampai cukup dalam menembus perlapisan tanah lunak dan menemukan perlapisan tanah kuat (misalnya tanah lempung kaku sampai keras, tanah berbutir kasar yang padat atau batuan dasar).
Perencanaan Bendungan Urugan, Tkt Dasar
137
Geoteknik
Tabel A (sambungan)
Aplikasi untuk tipe bangunan
Jumlah minimum titik penyelidikan dan lokasi Kedalaman minimum penyelidikan
Fondasi dangkal • Untuk bangunan di bawah permukaan (misalnya ebatmen atau pier) dengan lebar kurang atau sama dengan 30,00 m, diperlukan minimum satu titik penyelidikan untuk setiap bangunan.
• Untuk bangunan di bawah permukaan dengan lebar lebih dari 30,00 m, diperlukan minimum 2 titik penyelidikan.
• Tambahan titik penyelidikan, diperlukan bila ditemukan perlapisan tanah dengan kondisi luar biasa.
Kedalaman penyelidikan yang harus dilaksanakan: • Cukup dalam, sehingga melewati perlapisan tanah yang tidak stabil (misalnya gambut, lanau organik, tanah lempung lunak) dan menembus perlapisan tanah dengan daya dukung yang memadai.
• Paling sedikit harus mencapai kedalaman tanah dengan peningkatan tegangan akibat beban struktur yang diperkirakan mencapai 10% dari tegangan vertikal efektif (overburden) yang ada.
• Jika ditemukan perlapisan batuan dasar sebelum mencapai kedalaman yang ditentukan pada penjelasan sebelumnya, penyelidikan dihentikan setelah menembus 3,00 m kedalaman perlapisan batuan dasar. Namun, penyelidikan mekanika batuan terhadap material isian yang ditemukan pada bidang diskontinuitas harus diperbanyak untuk mengetahui sifat kompresibilitasnya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
138
Geoteknik
Fondasi dalam • Untuk bangunan di bawah permukaan (misalnya ebatmen atau pier/tiang) dengan lebar kurang atau sama dengan 30,00 m, diperlukan minimum satu titik penyelidikan untuk setiap bangunan.
• Untuk bangunan di bawah permukaan dengan lebar lebih dari 30,00 m, diperlukan minimum 2 titik penyelidikan.
• Tambahan titik penyelidikan, diperlukan jika ditemukan perlapisan tanah dengan kondisi luar biasa.
• Pada perlapisan tanah, kedalaman penyelidikan harus mencapai 6,00 m di bawah ujung tiang pancang / tiang bor yang diperkirakan atau minimum dua kali dimensi maksimum dari grup tiang. Dipilih yang terdalam.
• Semua titik pemboran harus melewati perlapisan tanah yang tidak menguntungkan, seperti urugan yang tidak dipadatkan, gambut, material dengan kadar organik tinggi, tanah lempung lunak, tanah berbutir kasar yang lepas dan menembus sebagian dari perlapisan tanah yang keras atau padat.
• Untuk tiang yang ujungnya terletak di atas batuan dasar, penyelidikan harus menembus minimum 3,00 m pada setiap titik penyelidikan, untuk memperoleh inti batuan yang dapat digunakan sebagai verifikasi tidak terletak di atas bongkah (boulders).
• Untuk tiang bor yang terletak di atas batuan dasar atau menembus sebagian ke dalam batuan dasar, penyelidikan harus menembus minimum 3,00 m di bawah perlapisan batuan untuk tiang yang terisolasi (isolated)
atau dua kali dimensi maksimum dari grup tiang bor; dipilih yang terdalam untuk mengetahui karakteristik perlapisan batuan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
139
Geoteknik
B. Lokasi dan elevasi pemboran
Pada umumnya lokasi dan elevasi pemboran ditentukan oleh tenaga ahli survei. Jika tenaga ahli survei tidak ada, pengawas lapangan bertanggung jawab dalam penentuan lokasi pemboran dan elevasi muka tanah sesuai dengan kebutuhan proyek. Lokasi bor biasanya ditandai dengan patok beton yang dapat dilihat dalam jarak 1,0 m, misalnya dengan sistem GPS (Portable global positioning system) untuk membantu dokumentasi lokasi.
Dalam penentuan elevasi pemboran perlu diperhatikan hal-hal seperti berikut. 1) Jika dilakukan survei topografi, elevasi bor dapat ditentukan dengan interpolasi antar
kontur. Metode ini umumnya dapat diterima, tetapi pengawas lapangan harus mengetahui bahwa pengukuran elevasi peka terhadap posisi horisontal pemboran. Oleh karena itu jika interval kontur berubah dengan cepat, elevasi bor harus ditentukan secara optik.
2) Penggunaan patok referensi (BM) harus ditunjukkan pada rencana lapangan dan survei topografi. Jika tidak, perlu digunakan patok sementara (TBM) yang diletakkan pada
struktur tanah stabil (aman dari gangguan yang menyebabkan patok bergeser). 3) Patok sementara (TBM) harus tetap dapat berfungsi selama operasi konstruksi selanjutnya.
Letak patok referensi (BM) dan atau patok sementara (TBM) yang digunakan pada
rencana lapangan harus diperlihatkan oleh pengawas lapangan. 4) Penyipat datar atau alat perata dapat digunakan untuk membantu menentukan elevasi.
Survei dengan cara penyipat datar harus dilakukan dengan teliti. Elevasi harus diperlihatkan dengan patok didekat lubang bor yang berjarak paling dekat 1/10 m, kecuali jika diarahkan lain oleh perencana. Biasanya datum elevasi (tetap) harus diidentifikasi dan dicatat.
C. Perlengkapan lapangan
Perlengkapan lapangan yang umum diperlukan untuk penyelidikan geoteknik di lapangan, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel B Daftar perlengkapan lapangan
Peralatan Keterangan Formulir kerja Rencana lapangan, spesifikasi teknik, lembaran instruksi lapangan,
formulir memorandum lapangan harian, formulir isian deskripsi lubang bor, formulir untuk uji khusus (geser baling, kelulusan air, dan lain-lain), label isian contoh atau tape, kopi surat izin yang diperlukan, buku lapangan (anti basah), rencana keselamatan dan keamanan, panduan lapangan, formulir pengeluaran sub kontraktor.
Alat pengambil contoh Alat pengambilan contoh, tabung kosong dan lain-lain, pisau pemotong contoh, alat ukur (sampai bagian 1 cm), dan 25 m tape/pita dengan pelampung dasar yang rata pada ujungnya, agar dapat digunakan untuk pengukuran muka air, alat penyipat datar, kain lap, tempat contoh dan boks inti, boks contoh untuk pengapalan (jika perlu), keranjang dengan penutup jika diperlukan contoh bongkahan (bulk), wadah setengah lingkaran, sikat kawat.
Alat pengaman/personel Topi keras/baja, sepatu pengaman, kaca mata pengaman (jika bekerja dengan alat pemukul atau pahat), sepatu karet, perlengkapan hujan, sarung tangan kerja.
Alat lain Papan jepit (clipboard), potlot, penghapus, alat cap (felt markers), alat skala dan penggaris, jam, kalkulator, kamera, kompas, botol cuci dan atau tabung uji, penetrometer saku dan atau torvane, alat komunikasi (radio dua arah, telpon selular).
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan Tingkat Dasar
140 Geoteknik
D. Perencanaan dan spesifikasi
Setiap program penyelidikan geoteknik perlu dilengkapi dengan rencan lokasi dan spesifikasi atau persyaratan teknis. Rencana lokasi proyek paling tidak meliputi: 1) peta lokasi proyek; 2) bentuk umum permukaan, seperti jalan lalu lintas, sungai, bangunan, dan tanaman yang
ada; 3) arah panah utara dan titik koordinat yang dipilih; 4) kontur muka tanah pada interval elevasi yang memadai; 5) lokasi rencana bangunan dan alinyemen rencana jalan lalu lintas termasuk jalur landai; 6) lokasi rencana pemboran, uji lapangan dan lain-lain; 7) tabel yang menyajikan rencana kedalaman setiap pemboran dan pendugaan.
Persyaratan teknis, antara lain mencakup: 1) jenis-jenis penyelidikan yang akan dilakukan 2) metode penyelidikan 3) peralatan dan prosedur yang digunakan untuk pemboran dan pengambilan contoh; 4) pelaksanaan pengujian lapangan; 5) penentuan metode pengukuran; 6) ketentuan pembayaran untuk semua jenis pekerjaan. Uraian rinci mengenai persyaratan teknis disajikan pada bab 6.
Top Related