BAB I
PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
Gambar I.1 Spiderman dan bendera Amerika Sumber: Marvel Production
Marvel Production merupakan industri seni di Amerika yang menampilkan
sekaligus menciptakan superhero baru di dunia hiburan. Salah satunya adalah
Spiderman, yang merupakan pahlawan yang memiliki sifat dan senjata seperti lama-
laba yang juga akrab di panggil “Spidey” oleh para fansnya, memiliki sejarah yang
sangat panjang. Spiderman memiliki warna yang juga merepresentasikan symbol dari
bendera Negara Amerika, yaitu warna merah, biru dan putih di kelopak matanya.
Warna inilah yang menjadi dasar dari symbol kenegaraan Amerika Serikat yang
menggambarkan bahwa Amerika Serikat adalah orang-orang yang kuat, pandai dan
menjadi pahlawan ketika ada suatu masalah di masyarakat.
1
2
Style berwana merah, biru dan putih ini digunakan pertama kali pada serial
komik yang dibuat oleh Stan Lee dan Steve Ditko pada tahun 1962 dengan judul
Amazing Fantasy (1962) dari inspirasi ini munculah edisi komik lainnya. Pada tahun
1963 Marvel membuat komik dengan judul “The Amazing Spiderman”.
Gambar I.2 Spiderman Comics di era 1960-an
Sumber: Marvel Comic
Sejak The Amazing Spider-Man dirilis, komik dengan tokoh spiderman
bermunculan di perindustrian cetak, seperti majalah The Spectacular Spider-Man yang
terbit dua edisi (Juli & November 1968), seri komik Marvel Team-Up (1972 1985) yang
menyandingkan Spider-Man dengan superhero Marvel yang berbeda-beda tiap bulannya,
Peter Parker, The Spectacular Spider-Man (1976-1998) yang terbit sebanyak 263 edisi, Web of Spider-Man (1985-1995) sebagai pengganti Marvel Team-Up, seri Spider-Man (1990-1999) masih banyak lagi seri komik Spider-Man terbaru edisi lainya seperti The
Amazing Spiderman Spiral Part 5 yang di publish pada February 2016 silam (Marvel.com
- diakses pada 22 April 2016)
3
Gambar I.3 Cover Serial Film Spiderman 1 (2002), spiderman 2 (2004),
Spiderman 3 (2007), Spiderman 4 (2010) Sumber: Marvel Film Production
Hingga akhirnya tokoh Spiderman ini merambah di dunia perfilman yang
dibuat oleh Marvel Production Films (MPF) dibantu bersama Columbia Pictures dan
Sony, Spiderman semakin memiliki nilai seni dan jual yang tinggi. Hingga pada tahun
2002, Marvel meluncurkan film spiderman pertamanya, dilanjutkan dengan
Spiderman 2 (2004), Spiderman 3 (2007), Spiderman 4 (2010).
Dalam edisi serial film Spiderman 1 hingga seri ke 4, Peranan lawan dari
Spiderman adalah orang berkulit putih. Bahkan di serial The Amazing Spiderman
2012, Marvel menampilkan peranan antagonis yang mewah, seperti Doctor Octopus,
Rhino dan The Lizard. Mereka ditempatkan sebagai lawan kelas atas dengan
kekayaan dan jabatan yang berbeda dengan lawan main Peter Parker dalam film serial
terbarunya The Amazing Spiderman 2 yaitu Electro.
4
Gambar I.4 Cover Film The Amazing Spiderman (2012)
dan The Amazing Spiderman 2: Rise Of Electro (2014)
Setelah sukses dengan film Spiderman 4 (2010), Marvel mengubah style
spiderman yang berbeda, dengan menyuguhkan tampilan grafis yang memukau dan
alur cerita yang lebih dramatis yaitu, The Amazing Spiderman (2012) dan dilanjutkan
dengan The Amazing Spiderman 2: Rise of Electro. Film Spiderman yang terakhir
diluncurkan oleh Marvel merupakan subjek dari penelitian ini.
Film sekuel kedua The Amazing Spiderman dengan judul “The Amazing
Spider-Man 2” bercerita kisah Peter Parker yang setelah lulus kuliah dan kini dengan
kesibukannya yang tak lain adalah berurusan dengan para penjahat dengan menjadi
seorang Spider-Man. Janji Peter untuk melindungi kepada Gwen ayah-nya, menjadi
sebuah masalah, karena Peter bertemu penjahat baru yang muncul dijuluki dengan
nama 'Electro' yang juga merupakan seorang teman lama 'Harry Osborn'. Electro
5 merupakan lawan terkuat dari seri yang ada di Spiderman karena Electro mampu
menguasai dan mengendalikan aliran listrik yang ada di Kota New York.
Gambar I.5 Electro dalam film The Amazing Spiderman II: Rise of Electro
(2014) dan komik The Amazing Spiderman #9 (1964) Sumber: Columbia Pictures
Tokoh Electro merupakan rancangan komikus Stan Lee, berkisah tentang seorang
teknisi saluran listrik yang miskin bernama Maxwell Dillon, ada perbedaan anatara
komik dan film yang dibuat oleh marvel, jika di komik The Amazing Spiderman
(1964) menggunakan orang berkulit putih, sedangkan dalam film The Amazing
Spiderman 2:Rise of Electro memakai orang berkulit hitam, yaitu Max (Jamie Foxx).
Foxx dilansir dalam portal Marvel.com mengungkapkan bahwa karakter itu didesain
ulang agar lebih membumi, dan bahwa penjahat setelan kuning dan hijau klasik akan
dihilangkan dan diganti dengan tampilan digital modern menggunakan warna biru
putih. Lawan main spiderman ini merupakan inkarnasi dari Electro seri komik, tetapi
6 berbeda dengan sebelumnya yang memakai aktor berkulit putih, kali ini marvel
membuat aktor yang menyuguhkan karakter penjahat dari keturunan Afrika Amerika.
Pada abad ke-19 di Negara Amerika, kulit berwarna selain berkulit putih
cenderung tercampakan di Media, bahkan sampai dengan akhir tahun 1960-an dan
awal 1970-an, keluarga berkulit hitam jarang pernah ditemukan dalam film-film serial
dan drama televisi. Bahkan film-film buatan orang kulit hitam tidak pernah
ditayangkan oleh komisi peniyaran, (Barker, 2013:221)
Gambar I.6 Sekumpulan Afro Amerika dalam film Do the Right Thing (1969) courtesy of Black Film Review
Sumber: Framming Blackness “The African America” Ed Guerrero (1993)
Hingga Pada tahun 1969 di Amerika, muncul film-film serial seperti film Do
The Right Thing (1969), yang bercerita tentang kehidupan Bangsa Afro Amerika di
jaman penindasan dan kerusuhan, film ini digambarkan bagaimana kisah orang-orang
Afro Amerika dikelompokan sebagai budak dan menjalani kehidupan sehari-hari
dengan penindasan (Guerrero,1993:154).
7
Komisi Kerner dalam buku Cultural Studies (2013:224), melakukan kajian
atas kerusuhan yang menyebar di berbangai kota besar Amerika pada tahun 1960an,
dengan memaparkan bahwa;
“Media berita Amerika Serikat terlalu lama terlena di dalam dunia kulit putih, kalaupun pernah memandang di luar dunia itu, itu pun tetap dengan mata laki-laki kulit putih dan perspektif kulit putih (komisi Kerner, 1968 dalam Chris Barker)”
Hal ini mencerminkan ketakacuhan dan ketakpedulian di kalangan warga kulit putih
Amerika. Masalah ini dipengaruhi karena diskriminasi sosial yang menjamur di
Amerika Serikat, sehingga warga kulit putih tidak mementingkan hak dan martabat
warga kulit hitam yang berada di Amerika (Barker, 2013:222).
Pada tahun 1980-an, Komisi Kesetaraan Rasial (1984) mencatat bahwa
kendati di Amerika Serikat warga kulit hitam dilihat lebih sering muncul di
pertelevisian. Seperti pada drama opera Amerika seperti Dallas (1981),
Dynasty(1988), Days of Our Lives (1982), The Bold and the Beautiful (1984),
Melrose Place (1987) dan lain-lain pun tidak memiliki catatan baaik dalam
menampilkan warga Amerika yang multiras. Seperti pada warga kulit hitam dalam
media, bukan tidak sepadan dengan peran demokratis, tetapi warga kulit putih juga
menunjukan ketidakpedulian dan memandang sebelah warga dan berbagai
kebudayaan kulit hitam. Berbeda dengan orang kulit putih, berita yang disampaikan
warga kulit putih di media, ditempatkan pada arus utama masyarakat (Hot
8 News/Headline) memberi tanda bahwa masyarakat kulit hitam berada di pinggiran
dan pada garis yang tidak relevan (Barker, 2013:223).
Awal tahun 1970-an, konteks mengenai orang kulit hitam di Amerika semakin
menunjukan diskrimanasinya, terlihat pada media-media, tiada satu pun orang
berkulit hitam yang berperan aktif dalam sebuah penayangan. Saat orang kulit hitam
muncul di dalam suatu program siaran atau film, mereka selalu dikaitkan dengan isu
imigran (orang buangan). Orang kulit hitam dapat muncul di Media, jika Mereka
terlibat dalam konflik. Menurut Barker (2013:155) memaparkan bahwa, hanya 5%
warga kulit berwarna muncul di teleivisi dan dimedia lainnya. Berdasarkan buku
tulisan Guerero yang berjudul Framming Blackness: The African American Image in
Film (1993:161) menyatakan bahwa motif sineas Hollywood dalam mendapatkan
‘keuntungan’ adalah dengan merendahkan kaum kulit hitam dan kelompok minoritas
lainnya yang terkait status marjinal.
Di dalam bukunya, Ed Guerero mencatat bahwa film-film Hollywood
Amerika yang berlatar belakang Afrika pertama kali muncul pada tahun 1915 yang
berjudul “Birth of Nation”. Didalam film ini terdapat nilai-nilai rasial yang
tergambarkan, yakni pada saat itu adalah white supremacist atau supremasi kulit
putih. Guerrero memperlihatkan bahwa permasalahan rasisme di Amerika dapat
memberikan ‘keuntungan’ ekonomi bagi industri Hollywood (Guerrero, 1993:17-18).
Media secara keseluruhan menganggap orang kulit hitam sebagai orang kelas
menengah ke bawah. Maka dari itu media cenderung menganggap konflik dan
penindasan adalah kondisi nyata keberadaan orang kulit hitam (Barker, 2013:222).
9
Di Amerika erat hubungannya dengan rasisme yang dominannya cenderung
pada perbedaan warna kulit, yaitu kulit hitam dan kulit putih. Ras kulit putih
menganggap dirinya superior (lebih unggul) dan dapat mendiskriminasi ras kulit
hitam dengan leluasa. Sedangkan kulit hitam sendiri yang keberadaannya minoritas di
Amerika Serikat berusaha untuk melawan kulit putih agar mendapatkan hak yang
sejajar dengan kulit putih. Sehingga tidak menjadi hal yang tabu jika perlawanan kulit
hitam untuk mendapatkan hak yang sama menimbulkan pemberontakan. Keberadaan
warga Kulit hitam juga menjadi kaum minoritas, karena Hollywood berhasil
membuat citra Afro Amerika menjadi kaum yang terpinggirkan dengan membatasi
representasi mereka dalam sebuah stereotype (Guerrero, 1993:9-10).
Permasalahan Ras lainya juga ditambahkan dengan adanya media yang
mendukung secara tidak langsung bahwa orang kulit hitam relatif tidak pintar bicara
dan melalui pembicaraan yang tidak sesuai dengan kemauan mereka. Mereka
cenderung melibatkan emosi untuk menyelesaikan permasalahan dan tidak memakai
akal budinya. Seperti pada film Django Unchained (2012), Machine Gun Preacher
(2013) dan The Butler (2013) para pemeran ini diperlihatkan sebagai orang bodoh,
kumuh, tunduk atas perintah dan tertindas. Akan tetapi pada abad ke 14, munculah
istilah yang memiliki konotasi yang kuat dari kaum Afro Amerika dan istilah tersebut
digunakan secara luas dalam konteks ras. Istilah tersebut adalah Blackness, maka dari
itu munculah konotasi yang kuat dari kebanggaan ras kulit hitam. Kata ini
mencerminkan perubahan yang terjadi dalam komunitas kulit hitam, yaitu untuk
melawan diskriminasi yang menimpa kaum hitam. Blackness ditekankan dalam arti
10 ras, terutama dalam Afrika-Amerika (Jackson, 1996:126-127). Meskipun perubahan
terjadi didalam warga kulit hitam, akan tetapi orang-orang kulit putih masih
menganggap bangsa kulit hitam adalah kaum marjinal.Menurut Samovar pada
Sukmono dan Junaedi (2014:55) memaparkan bahwa kehidupan diskriminasi rasial
Afro Amerika mengalami masa-masa yang kritis, seperti kaum afrika-amerika
dipaksa untuk berada dibelakang jika naik bus, toilet dan kamar mandi dipisahkan,
demikian sama halnya dengan pendidian, mereka tidak dapat disatukan dengan
lembaga yang sama dan diperlakukan dengan sama dengan kaum putih.
Meskipun adanya penghapusan diskirminasi rasial ditengah-tengah
masyarakat Amerika Serikat, peniliti melihat adanya diskriminasi ras yang terjadi
pada film Spiderman. Dalam scene awal Film The Amazing Spiderman 2 ini, Max
Dillon (Electro) ditampilkan sosok yang sangat kotor, lugu, gelandangan dan menjadi
orang serba bingung dalam menjalani kehidupannya. Berdasakan hal tersebut, dapat
dikatakan film The Amazing Spiderman 2 ingin menekankan lebih dalam mengenai
penjahat super, kiriminalitas bahkan orang gelandangan itu merupakan penggambaran
dan ciri-ciri orang Afro Amerika yang sebenarnya. Menurut Barker (2012:219)
memaparkan bahwa:
Warga Afro Amerika menimbulkan serangkaian masalah bagi warga kulit putih, misalnya sebagai tampilan kebudayaan asing yang mengontaminasi atau sebagai pelaku kejahatan (pelaku kriminal).
11 Dikalangan warga kulit putih, orang-orang berketurunan Afro Amerika merupakan
orang yang dianggap sebagai kaum-kaum pinggiran yang pekerjaannya adalah
Kriminalitas, karena kondisi lingkungan yang tidak baik.
Gambar I.7 Potongan scene dari film The Amazing Spiderman II: Rise of Electro (00.09.16-00.09.52)
Sumber: DVD Film The Amazing Spiderman 2
Dikisahkan pada gambar 1.7, Max Dillon berjalan ke arah perusahaan
OSCORP untuk melakukan ekspiremen listrik di Kantornya, dengan membawa bekas
proyek barunya. Dengan tergesah-gesah, Gulungan berkas proyeknya terjatuh dan
tiada orang satu pun yang membantu untuk membereskan gulungan berkas tersebut.
Warga kulit putih di Amerika, sangat acuh terhadap orang berkulit hitam, bahkan
beberapa warga kulit putih tidak mau menganggap keberadaan orang kulit hitam di
tengah-tengah mereka. Di scene lain, tindakan yang tidak sewajarnya dilakukan oleh
orang kulit putih kepada orang kulit hitam. Spiderman menyuruh Max untuk
12 merapikan rambutnya dengan ludahnya, agar rambutnya tampak keliatan rapi dan
klimis, “Hey, jilat ini..” ujar spiderman dengan nada santai. Si Max pun
melakukannya, seakan-akan seperti orang lugu. Di dalam potongan scene terebut,
Max di tabrak saat dia kebingungan membawa gulungan kertas biru, tiada satupun
yang menanggapi permintaan tolongnya. Max pun, membereskan gulungan kertas
biru yang jatuh tersebut dengan sendirinya.
Gambar I.9
Potongan scene dari film The Amazing Spiderman II: Rise of Electro (00.09.16-00.09.52)
Sumber: DVD Film The Amazing Spiderman 2
Dalam Film The Amazing Spiderman 2, peneliti mengambil scene yang
merujuk pada pemberotakan seorang Electro (Jamie Foxx) yang melawan para Polisi-
polisi New York yang menuduh bahwa si Electro bersalah. Kesal dengan ucapan
13 polisi New York yang berkata kepada Max, “orang aneh” dan terus
mempersalahkannya. Lalu Electro memberontak, melawan dan menghancurkan kota
Manhattan, New York.
Di dalam review film The Amazing Spiderman 2 melalui situs imdb.com (di
Akses pada 11 November 2015), Jamie Foxx adalah orang yang kutu buku, orang
yang sabar dan ahli dalam merancang system listrik, yang akhirnya Ia mengalami
kecelakaan teknis dan keluar sebagai manusia listrik. Lalu Electro keluar dari
kamarnya dan keluar ke jalan. Lalu Electro berubah menjadi manusia sangat jahat (Super-Bad), karena perilaku polisi-polisi New York yang sangat anti-pati terhadap
orang kulit hitam, akhirnya si Electro berubah Jahat dan membuat warga sekitar resah
terhadapnya. Peneliti menemukan peran antagonis dalam film lainya adalah kulit
hitam, diantaranya adalah Brick Mansion (2014), Ride Along (2012), Reasonable
Doubt (2012), All about the Benjamins (2002). Dalam beberapa film yang dipilih
peneliti sebagai pembanding subjek, hanya menceritakan sebagai kehidupan para
orang-orang kulit hitam yang digambarka lucu, bodoh, buruk, licik dan seorang
penjahat (kriminal).
Peneliti memilih subjek The Amazing Spiderman 2 karena peneiliti melihat
sisi lain yang direpresentasikan dalam film ini, peneiliti melihat kasus Eric Garner
yang di bunuh oleh Polisi-polisi New York, dan banyak warga Afro Amerika yang
tidak terima akan hal itu. Seperti kisah Electro dalam Spiderman, electro dituding
mengganggu keamanan kota, padahal dia mengalami kecelakaan dalam pekerjaan.
14
Seperti masalah rasisme yang terjadi pada tahun 2015 silam dikutip dari
bbc.com/news pada 11 November 2016, kasus yang menimpa seseorang penjual
rokok, kasus Eric Garner, Dia di tuding menjual rokok tanpa cukai, padahal Eric
Garner belum diberi kesempatan untuk berbicara. Akhirnya, beberapa polisi yang
disana langsung menangkap dan satu polisi kulit putih mencekik Eric Garner hingga
tewas. Tragedi ini cukup membuat resah warga keturunan Afro-Amerika yang tinggal
disana. kesejahteraan yang dinilai cukup baik oleh beberapa negara, namun tidak
dirasakan oleh warga kulit hitam disana, meskipun Amerika dipimpin oleh Barrack
Obama yang berkulit Hitam.
Peneliti menggambarkan sosok orang kulit hitam dengan aktor Electro ini
adalah bentuk perlawanan diskriminasi kaum berkulit hitam dengan menjadi
pemberontak, memiliki amarah yang terpendam sehingga merusak semua bangunan
dan mengacaukan seluruh warga kulit putih yang berada di Kota Manhattan, New
York agar bangsa kulit Hitam juga dikenal sebagai kaum kuat tanpa adanya
diskriminasi. Fenomena ini layak diteliti, karena penelitian ini mengarah pada
konteks Afro Amerika, karena masih adanya diskriminasi antara warga kulit putih
dengan warga kulit hitam.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini
bermaksud untuk mencari pengertian atau pemahaman mengenai fenomena dalam
suatu latar berkonteks khusus melalui cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Moleong (2000:5) bahwa penelitian
15 kualitatif ini biasa juga disebut dengan metode kualitatif sebab data-data yang
dikumpulkan berupa data yang bersifat kualitatif seperti kata-kata atau gambar.
I.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah
representasi Afro Amerika dalam Film The Amazing Spiderman 2: Rise Of
Electro?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui representasi Afro-Amerika
pada film The Amazing Spiderman 2:Rise of Electro
I.4. Batasan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang memiliki batasan-
batasan penelitian, yang berdasarkan pada Subjek film The Amazing
Spiderman 2:Rise of Electro dan objek yang merujuk pada representasi Afro-
Amerika. Penelitian ini menggunakan teori-teori yang dapat dikaitkan dalam
fenomena Afro-Amerika. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
semiotika oleh Roland Barthes. Melalui prinsip-prinsip semiotika Roland
Barthes, peneliti ingin mengetahui hubungan tanda dan makna hingga mitos.
Ruang lingkup kajian ini mengkaji seputar sistem tanda yang berlaku
mengenai dalam Film The Amazing Spiderman 2 :Rise of Electro
16 I.5 Manfaat Penelitian�
A. Manfaat Akademis
Penelitian ini bermanfaat bagi masyarakat untuk mengetahui lebih
dalam mengenai represenatasi Afro Amerika. Penelitian ini dapat menjadi
bahan penelitian yang lebih komprehensif, baik di bidang ilmu komunikasi
maupun bidang studi lainya.
B. Manfaat Praktis
Penelitian mengenai Afro Amerika ini diharapakan dapat
memberikan pemahaman bagi pembaca dan masyarakat dapat mengerti
tentang isu-isu mengenai Afro Amerika dan Kulit Putih. Sehingga
masyarakat dapat mengetahui konteks Afro Amerika dan kulit putih secara
berimbang.
C. Manfaat Sosial
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan
gambaran bagi para pembaca atau peneliti yang ingin melakukan
penelitian dengan konteks Afro Amerika.
Top Related