BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terlepas dari hubungan
dengan manusia lainnya karena akan saling membutuhkan sesamanya. Dari
kebersamaan ini akan timbul interaksi, sehingga dari interaksi ini akan timbul
suatu hubungan antara pihak-pihak tersebut yang dapat menimbulkan suatu
peristiwa dimana pihak yang satu berjanji pada pihak yang lain akan suatu
hal. Hal ini dapat berupa kebebasan untuk berbuat sesuatu, menuntut sesuatu,
menyerahkan sesuatu ataupun untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu.
Interaksi yang terjadi dalam masyarakat tersebut menimbulkan beragam
perjanjian. Suatu perjanjian adalah perbuatan hukum bagi mereka yang
mengikatkan diri dan sepakat terhadap apa yang diperjanjikannya. Perjanjian
adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji pada seseorang yang lain
atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu hal.
Hal yang diperjanjikan haruslah jelas dan nyata. Syarat ini perlu untuk
dapat menetapkan kewajiban si berhutang jika terjadi perselisihan.
Pengaturan mengenai perjanjian yang ada menurut Undang-Undang
terdapat dalam Buku II BW (Burgerlijk Wetbook). Perjanjian dalam BW
menganut sistem terbuka (Open System), artinya memberikan kebebasan yang
seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian mengenai
apapun, dengan siapapun, dengan pihak manapun, dengan syarat-syarat
apapun, dengan bagaimapun pelaksanaannya baik menurut BW ataupun tidak
asalkan tidak melanggar norma-norma yang berlaku di Indonesia.
Berdasarkan ketentuan hukum dalam pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata disebutkan “semua persetujuan yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Perbuatan hukum jual beli sering dilakukan karena salah satu cara untuk
mendapatkan suatu barang yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari. Dalam jual beli ini terjadi suatu hubungan hukum antara
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
penjual dengan pembeli yang saling mengikatkan diri satu sama lain. Penjual
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang dan pembeli
mengikatkan diri untuk membayar harga barang dengan jumlah yang telah
disepakati oleh kedua belah pihak.
Untuk terjadinya perjanjian ini dapat terjadi jika kedua belah pihak sudah
mencapai persetujuan tentang barang dan harganya. Penjual mempunyai
kewajiban, yaitu menyerahkan barangnya serta menjamin pembeli dapat
memiliki barang itu dengan tentram, dan bertanggung jawab terhadap cacat-
cacat yang tersembunyi. Kewajiban pembeli yaitu membayar harga pada
waktu dan di tempat yang telah ditentukan atau yang telah diperjanjikan.
Objek yang diperjanjikan harus diserahkan pada waktu perjanjian jual beli
ditutup dan ditempat barang itu berada. Menurut undang-undang, sejak saat
ditutupnya perjanjian resiko mengenai barangnya sudah beralih kepada
pembeli. Sampai pada waktu penyerahan itu penjual harus merawat
barangnya baik-baik. Jika penjual melalaikan kewajibannya, misalnya pada
waktu yang telah ditetapkan belum menyerahkan barangnya, maka mulai saat
itu ia memikul resiko terhadap barang itu, dan dapat dituntut untuk
memberikan kerugian.1
Dalam pasal 1457 BW disebutkan bahwa jual beli adalah suatu
persetujuan dengan nama pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk
menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak lain untuk membayar harga yang
telah diperjanjikan.
Yang harus diserahkan oleh penjual kepada pembeli adalah hak milik
atas barangnya, bukan hanya kekuasaan atas barang yang dijual dan
penyerahan tersebut harus dilakukan secara yuridis. Dengan melihat macam-
macamnya barang ada tiga macam penyerahan yuridis menurut hukum
perdata, yaitu :
1. Penyerahan barang bergerak, dilakukan dengan penyerahan yang nyata
(feitelijk levering) atau menyerahkan kekuasaan atas barangnya (Pasal
612 BW) ;
1 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta : Intermasa, 2003, hlm. 162.
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
2. Penyerahan benda tidak bergerak, dalam hal ini adalah tanah/bangunan,
diatur dalam pasal 616 dan Pasal 620 BW, dalam jual beli
tanah/bangunan harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat
Pembuat Akta Tanah (PPAT);
3. Penyerahan benda bergerak tidak berwujud, dalam hal ini adalah piutang
diatur dalam Pasal 613 BW.
Berdasarkan dari uraian diatas terkait dengan Objek Jual Beli, bahwa untuk
benda tidak bergerak seperti tanah dan bangunan harus dilakukan dihadapan
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Ada kalanya dalam praktek khususnya untuk jual beli tanah dan
bangunan sebelum dilakukannya jual beli tanah dihadapan PPAT, para pihak
yaitu pembeli dan penjual terlebih dahul melakukan perbuatan hukum dengan
cara membuat perjanjian pengikatan jual beli antara pihak itu sendiri ataupun
(bawah tangan) ataupun dihadapan Notaris (Akta Auntetik). Meskipun isinya
sudah mengatur tentang jual beli tanah, namun formatnya baru sebatas
“Pengikatan Jual Beli” yaitu suatu bentuk perjanjian yang merupakan
perjanjian pendahluan sebelum dilakukannya perjanjian jual beli sebenarnya
yang diatur dalam perundang-undangan.
Pengikatan jual beli yaitu suatu bentuk perjanjian jual beli dimana para
pihak sepakat untuk mengikatkan diri dalam perjanjian tersebut karna satu
dan lain hal. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) pada umumnya terdapat
2 macam, yaitu PPJB Lunas yaitu dimana para pihak sudah membayar lunas
biaya jual beli tersebut namun karna satu dan lain hal Jual Beli secara
sebenarnya belum terjadi, dan ada pula PPJB Tidak Lunas, yaitu dimana
pembayaran untuk Objek jual beli yang diperjanjikan belum dibayar secara
lunas atau bertahap.
R. Subekti menyatakan, bahwa perjanjian pengikatan jual beli adalah
perjanjian antar pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya
jual beli dikarenakan adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli
tersebut, antara lain sertifikat hak atas tanah belum ada karena masih dalam
proses, atau belum terjadinya pelunasan harga atau pajak-pajak yang
dikenakan terhadap jual beli hak atas tanah belum dapat dibayar baik oleh
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
penjual atau pembeli. Sesuai pendapat tersebut di atas, pengikatan jual beli
adalah suatu bentuk perjanjian sebelum dilaksanakannya jual beli hak atas
tanah2.
Apakah perjanjian tersebut dapat diterima dalam hukum pertanahan.
Dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
disebutkan bahwa: “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah
susun melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan
dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak
melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang
dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku”.
Ketentuan dalam Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 tersebut tidak menentukan mengenai sah atau tidaknya serta
terjadinya suatu peralihan hak atas tanah, contohnya melalui jual beli, tetapi
mengatur mengenai pendaftaran peralihan haknya. Sehingga mengenai sah
tidaknya atau telah terjadinya peralihan hak atas tanah tidak tergantung dari
ada atau tidaknya akta PPAT serta dilakukan atau tidak dilakukan dihadapan
PPAT.
Seperti ketentuan dalam Pasal 37 ayat (2) yang menyatakan, bahwa:
“Dalam keadaan tertentu sebagaimana yang ditentukan oleh Menteri, Kepala
Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak
milik, dilakukan di antara perorangan warga negara Indonesia yang
dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut
Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup
untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan”.
Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 147 K/Pdt/2017 terdapat
sengketa kepemilikan tanah/bangunan dimana terjadi Jual Beli antara
almarhum Gandra Quin (ayah kandung Para Penggugat dan Tergugat) dan
anak tertuanya (Tergugat Philip Gan) sebelum ayahnya meninggal dunia,
dibuat Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli No. 41 dan Akta Kuasa No. 42,
tertanggal 21 April 2010 di hadapan Notaris Synodia Eunice Telaumbanua,
2 R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1998,
hlm. 29.
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
SH., dimana para tergugat juga turut menyaksikan dan ikutmenandatangani
akta tersebut sebagai bentuk persetujuannya, pada tahun 2014 Gandra Quin
meninggal dunia dan pada tahun 2015 Penggugat I, II (Venny Gan dan
Stevenson) menggugat kakak mereka yaitu Philips Gan (Tergugat) atas
kepemilikan hak atas Sertifikat Hak Milik Nomor : 154 Desa Miga,
Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli (Dahulu Kabupaten Nias)
seluas 7.204 M2 atas nama Gandra Quin (ayah kandung Para Penggugat dan
Tergugat). Dimana dikarnakan Sertifikat Hak Milik tersebut dikuasai oleh
Tergugat dan dalam pokok-pokok perkaranya Penggugat I dan II menggugat
agar tanah/bangunan tersebut dibagi 3 dan pada dasarnya tanah dan bangunan
atas Sertifikat Hak Milik tersebut di atas diperuntukan untuk Penginapan
yang bernama Wisma Soliga yang dikelola oleh Tergugat Philips Gan sejak
tahun 2001 merupakan usaha keluarga maka Penggugat I dan II meminta agar
penghasilan dari penginapan tersebut dibagi sama rata.
Menimbang terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan eksepsi dan
gugatan rekonvensi yang pada pokoknya yaitu bahwa pada tanggal 1 Oktober
2012 Tergugat-I d.r. (dalam rekonvensi) membuat surat pernyataan dan
menerima uang ganti rugi sebesar Rp. 200.000.000,- dari orang tuanya alm.
Gandra Quin. Bahwa alm. Gandra Quin telah memberikan tanah yang terletak
di Desa Simanaere dengan Sertifikat Hak Milik Nomor : 000057 atas nama
Gandra Quin kepada Tergugat-I d.r. Bahwa kepemilikan atas tanah yang
terletak di Jalan Diponegoro Nomor 432, Desa Miga, Kecamatan
Gunungsitoli dibeli oleh Penggugat d.r Philips Gan dari alm. Gandra Quin
sesuai dengan Akta Pengikatan Jual Beli Nomor 41 dan Akta Kuasa Nomor
42 yang dibuat dihadapan Notaris Synodia Eunice Telaumbanua, SH.,
tertanggal 21 April 2010.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Kepastian Hukum Kepemilikan Tanah yang diperoleh
seseorang melalui proses Pengikatan Jual Belidalam karya tulis yang berjudul
: KEPASTIAN HUKUM AKTA PENGIKATAN JUAL BELI DALAM
TRANSAKSI JUAL BELI (Studi Kasus Putusan Mahkamah Agung
Nomor : 147 K/Pdt/2017).
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
1.2 Identifikasi Masalah dan Perumusan Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Untuk mengidentifikasi masalah ini penulis uraikan tentang
sengketa kepemilikan atas tanah atas Sertifikat Hak Milik Nomor :
154 Desa Miga, Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli (Dahulu
Kabupaten Nias) seluas 7.204 M2 atas nama Gandra Quin (ayah
kandung para penggugat dan tergugat). Dimana Penggugat I, II
(Venny Gan dan Stevenson) menggugat kakak mereka yaitu Philips
Gan setelah ayah mereka yaitu Gandra Quin meninggal dunia pada
tahun 2014, para penggugat menuntut Philips Gan dikarnakan
Sertifikat Hak Milik objek sengketa tersebut dikuasai oleh Tergugat,
dan dalam pokok-pokok perkaranya Penggugat I dan II menggugat
agar tanah/bangunan tersebut dibagi 3 dan pada dasarnya tanah dan
bangunan atas Sertifikat Hak Milik tersebut di atas diperuntukan
untuk Penginapan yang bernama Wisma Soliga yang dikelola oleh
Tergugat Philips Gan sejak tahun 2001 merupakan usaha keluarga
maka Penggugat I dan II meminta agar penghasilan dari penginapan
tersebut dibagi sama rata.
Terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan eksepsi dan
gugatan rekonvensi yang pada pokoknya yaitu bahwa pada tanggal 1
Oktober 2012 Tergugat-I d.r. (dalam rekonvensi) membuat surat
pernyataan dan menerima uang ganti rugi sebesar dari orang tuanya
alm. Gandra Quin. Untuk memenuhi rasa keadilan dan kepastian
hukum terhadap suatu bukti autentik yang perlu dikaji dari segi hukum
perdata, karena secara nyata banyak kita temukan permasalahan dalam
hubungan masyarakat tentang sengketa tanah ini, yang belum
mendapat perlindungan hukum dan memenuhi rasa keadilan.
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
1.2.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahan
yang akan diteliti sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Kepastian Hukum Akta Pengikatan Jual Beli
dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 147 K/Pdt/2017?
2. Apakah Putusan Mahkamah Agung tersebut telah memenuhi Asas
Keadilan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Suatu penelitian yang dilakukan tentu harus mempunyai tujuan
dan manfaat yang ingin diperoleh dari hasil penelitian.Dalam
merumuskan tujuan penelitian penulis berpegangan pada masalah
yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimakah kepastian hukum Akta Pengikatan
Jual Beli dalam transaksi jual beli
2. Untuk mengetahui apakah Putusan Mahkamah Agung tersebut
telah memenuhi unsur Keadilan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Tiap penelitian harus mempunyai kegunaan bagi pemecahan
masalah yang diteliti.Untuk itu suatu penelitian setidaknya mampu
memberikan manfaat praktis pada kehidupan masyarakat.Kegunaan
penelitian ini dapat ditinjau dari dua segi yang saling berkaitan yakni
dari segi teoritis dan segi praktis. Dengan adanya penelitian ini penulis
sangat berharap akan dapat memberikan manfaat :
a. Manfaat Teoritis
Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang didapat dalam
perkuliahan dan membandingkannya dengan praktek di
lapangan.
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran
bagi peneliti.
Untuk mengetahui secara mendalam mengenai proses
perjanjian pengikatan jual beli.
Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang
dapat digunakan untuk melakukan kajian dan penelitian
selanjutnya.
b. Manfaat Praktis
Memberikan sumbangan pemikiran di bidang hukum pada
umumnya dan pada khususnya tentang proses perjanjian
pengikatan jual beli.
Untuk memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat
luas tentang perjanjian pengikatan jual beli.
Hasil penelitian ini sebagai bahan ilmu pengetahuan dan
wawasan bagi penulis, khususnya bidang hukum perdata.
1.4 Kerangka Teoritis, Kerangka Konseptual dan Kerangka Pemikiran
1.4.1 Kerangka Teoritis
Kerangka teori adalah landasan teori yang dipergunakan oleh
peneliti dalam suatu penelitian.3 Menurut Soerjono Soekanto, teori
atau kerangka teoritis mempunyai beberapa kegunaan seperti untuk
lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak
diselidiki atau diuji kebenarannya.4Dalam penelitian ini yang menjadi
kerangka teori adalah Teori Negara Hukum sebagai Grand
Theory,Middle Theory, dan Applied Theory.
a. Grand Theory
Grand Theory merupakan teori dasar yang dipakai untuk
digunakan sebagai landasan pemikiran dalam sebuah
penelitian.Dalam penelitian ini penulis menggunakan Kitab
3 H.P.Sibuea dan H.Sukartono,Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Krakatauw Book, hlm.
134 4 S.Soekanto,Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press), 1986,
hlm. 121
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) sebagai teori dasar
dan mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945.Selain KUHPer
penulis juga menggunakan Teori Keadilan. Beberapa pendapat
para ahli tentang keadialan adalah sebagai berikut :
- Menurut W.J.S. Poerwodarminto kata adil berarti tidak berat
sebelah, sepatutnya tidak sewenang-wenang dan tidak
memihak. Maka, keadilan hakikatnya adalah memperlakukan
seseorang atau pihak lain sesuai dengan haknya;
- Menurut Thomas Hubbes Keadilan adalah sesuatu perbuatan
yang dikatakan adil jika telah didasarkan pada suatu
perjanjian yang telah disepakati;
- Menurut Plato Keadilan adalah diluar kemampuan manusia
biasa yang mana keadilan tersebut hanya ada di dalam suatu
hukum dan juga perundang-undangan yang dibuat oleh para
ahli.5
Selain teori keadilan penulis juga menggunakan Asas-asas
kepastian hukum dalam penelitian ini.Asas kepastian Hukum
adalah asas yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatutan dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelengara Negara.
Menurut Sudikno Mertukusumo asas kepastian Hukum
merupakan jaminan bahwa hukum tersebut harus dijalankan
dengan cara yang baik. Kepastian hukum menghendaki adanya
upaya peraturan hukum dalam peraturan perundang-undangan
yang dibuat oleh pihak yang berwenang dan berwibawa, sehingga
aturan-aturan itu memiliki aspek nyuridis yang dapat menjamin
5 Bayu Manggala, Teori – Teori Ilmu Hukum, http://sosialhukum.blogspot.co.id/2016/01/
mazhab-mazhab-ilmu-hukum.html?m=1, diakses tanggal 06 Februari 2018.
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
http://sosialhukum.blogspot.co.id/2016/01/%20mazhab-mazhab-ilmu-hukum.html?m=1http://sosialhukum.blogspot.co.id/2016/01/%20mazhab-mazhab-ilmu-hukum.html?m=1
adanya kepastian bahwa hukum berfungsi sebagai suatu peraturan
yang harus ditaati.6
b. Middle Theory
Middle Theory merupakan teori yang mempunyai jangkauan
sedang untuk menjembatani antara abstrak dengan konsep yang
berasal dari Grand Theory.Middle theory yang digunakan penulis
adalah Teori Kesimbangan, menurut Kranenburg, hukum itu
berfungsi menurut suatu dalil yang nyata (riil).Teori yang
digunakan penulis dalam middle theory ini adalah Teori Hukum
Perjanjian. Suatu Perjanjian merupakan suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling
berjanji untuk melaksanakan sesuatu. Perjanjian dibagi dalam tiga
macam, yaitu :
1. Perjanjian untuk memberikan sesuatu/menyerahkan suatu
barang;
2. Perjanjian untuk berbuat sesuatu;
3. Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.
Hal yang harus dilaksanakan itu dinamakan prestasi.7
c. Applied Theory
Teori yang diaplikasikan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah
Kekuatan Pembuktian Akta Auntentik berupa Akta Pengikatan
Jual Beli, apakah akta tersebut merupaka bukti autentik yang
menunjukan bahwa sitergugta adalah yang berhak untuk
memiliki.Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan
autentik atau dengan tulisan di bawah tangan.8 Akta mempunyai
fungsi formil (formalitas causa) dan fungsi sebagai alat bukti
(probationis causa) Akta sebagai fungsi formil artinya bahwa
6Pengertian asas kepastian hukum menurut para ahli,http://www.tesishukum.com,28 diakses
tanggal 06 Februari 2018. 7 Subekti,Hukum Perjanjian Jakarta: Intermasa, 2005, hlm. 36
8 R. Soebekti, & R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradyna
Paramita, 2013, Pasal 1867.
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
http://www.tesishukum.com,28/
suatu perbuatan hukum akan menjadi lebih lengkap apabila dibuat
suatu akta.
1.4.2 Kerangka Konseptual
Dalam kerangka konseptual akan dijelaskan beberapa istilah yang
berhubungan dengan penulisan Proposal Skripsi ini, adalah sebagai
berikut:
a. Kepastian Hukum menurut E. Fernando M. Manulang
mengemukakan pengertian kepastian hukum merupakan nilai yang
pada prinsipnya memberikan perlindungan hukum bagi setiap
warga negara dari kekuasaan yang sewenangwenang, sehingga
hukum memberikan tanggungjawab pada negara untuk
menjalankannya dalam hal ini tampak relasi antara persoalan
kepastian hukum dengan Negara.9sas
b. Akta autentik adalah akta yang di dalam bentuk yang ditentukan
oleh undang-undang, dibuat oleh atau si hadapan seorang pegawai
umum yang berwenang itu di tempat dimana akta dibuatnya.10
c. Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah perjanjian antara
calon pembeli dan calon penjual obyek tanah dan bangunan yang
dibuat sebelum ditandatanganinya AJB.
d. Dalam hukum tanah, kata tanah dipakai dalam arti yuridis sebagai
suatu pengertian yang telah diberi batasan resmi oleh UUPA
sebagaimana tercantum dalam pasal 4 bahwa hak menguasai dari
Negara ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan
bumi yang disebut tanah.11
9 Mochtar Kusumaatmadja, 2002, Konsep-Konsep Hukum dalam Pembangunan, Bandung:
PT Alumni, hlm. 10 10
R. Soebekti, Hukum Pembuktian,Jakarta, Pradnya Paramita, 2010, hlm. 26. 11
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar
Pokok – pokok Agraria, Pasal 4 Ayat (1).
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
1.4.3 Kerangka Pemikiran
UUD 1945
KUH Perdata
Hukum Perjanjian Pasal 1457
jo. Pasal 1868 dan Pasal 1870
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960
Tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria
Kepastian Hukum Akta Pengikatan Jual Beli
PP Nomor 24 Tahun 1997 Pasal 37 ayat (2)
Kepemilikan tanah belum didaftarkan oleh tergugat
Sengketa Kepemilikan Tanah
Putusan PN Gunung Sitoli mengabulkan
sebagaian dari gugatan penggugat
Putusan PT Medan membatalkan putusan PN Gunung Sitoli
Putusan MA membatalkan Putusan PT Medan yang membatalkan
Putusan PN Gunung Sitoli
Analisis Kasus
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
1.5 Metode Penelitian
Untuk menemukan dan merumuskan serta melakukan analisis
permasalahan yang dibahas dalam karya ilmiah ini maka dilakukan penelitian
dengan menggunakan metode ilmiah. Metode yang digunakan adalah metode
penelitian yuridis normative, mengingat permasalahan yang diteliti adalah
masalah yang bersifat normative yakni berkenaan dengan kesenjangan antara
norma yang berlaku dengan kondisi kenyataannya terutama dalam praktik
jual beli tanah.
a. Sumber Data
1. Penelitian Kepustakaan
Yaitu melakukan penelitian dengan mengumpulkan data-data yang
diperoleh dari buku-buku, literature dan peraturan-peraturan lainnya
sesuai dengan perumusan masalah yang akan dibahas, meliputi :
Bahan Hukum Primer
Yaitu bahan hukum yang mengikat, terdiri dari norma-norma
peraturan, yang penulis gunakan dalam karya tulis ilmiah ini
adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Perdata, Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 Tentang Undang-Undang Pokok Agraria, Putusan
Mahkamah Agung Nomor 147 K/Pdt/2017, serta peraturan-
perturan lain yang berkaitan.
Bahan Sekunder
Bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum
primer seperti sumber-sumber refrensi berupa buku-buku, jurnal
hukum, media elektronik, karya ilmiah, doktrin-doktrin hukum,
dan pendapat dari pakar hukum.
Bahan Tersier
Bahan penelitian yang memberikan penjelasan terhadap bahan-
bahan hukum primer ataupun sekunder, yaitu kamus,
ensiklopedia, majalah, surat kabar, internet, jurnal-jurnal hukum.
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
2. Metode Analisis Data
Mengumpulkan hasil analisis dari data-data primer dan sekunder
sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif sebagai
jawaban atas permasalahan yang diteliti.
1.6 Sistematika Penulisan
Berikut ini adalah sistematika penulisan pada skripsi ini :
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini membahas mengenaiLatar Belakang
Masalah, identifikasi masalah dan Perumusan Masalah,
Tujuan dan Manfaat Penelitian, Kerangka Teoritis,
Kerangka Konseptual, dan kerangka pemikiran, Metode
Penelitian, serta Sistematika Penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada BAB II ini penulis menjelaskan mengenai teori-teori
yang berkenaan dengan Hukum Perjanjian dan Hukum
Agraria.
BAB III : HASIL PENELITIAN
Menguraikan mengenai Hasil Penelitian hukum normatif
terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 147
K/Pdt/2017.
BAB IV : PEMBAHASAN DAN ANALISIS PENELITIAN
Menjelaskan tentang Kepastian Hukum terhadap Akta
Pengikatan Jual Beli dan apakah putusan Mahkamah
Agung Nomor 147 K/Pdt/2017 telah memenuhi unsur
Kepastian Hukum, Kemanfaatan dan Keadilan.
BAB V : PENUTUP
Pada bab iniBerisi Kesimpulan dan Saran dari hasil
Penelitian.
Kepastian Hukum..., Rinda, Fakultas Hukum 2018
Top Related