Download - BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

Transcript
Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Alasan Pemilihan Judul

Penulis memilih judul “Diskresi Sebagai Cara Penyelesaian Sengketa dengan

Keterlibatan Investor Asing yang Melakukan Penanaman Modal di Indonesia”

mengingat alasan bahwa berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,1

dalam menyelesaikan sengketa atau beda pendapat di samping dapat diajukan ke

peradilan umum (litigation), juga terbuka kemungkinan diajukan melalui alternatif

penyelesaian sengketa 2 atau the alternative dispute resolution (ADR). Sengketa atau

beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian

sengketa yang didasarkan pada iktikad baik (good faith) dengan mengesampingkan

penyelesaian sengketa secara litigasi di pengadilan negeri.3

Selanjutnya undang-undang di atas menyatakan bahwa penyelesaian sengketa

alternatif adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur

1 Undang Undang No. 32 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

2 Ibid, Bagian Menimbang. Perlu dikemukakan di sini bahwa ADR di negara maju seperti Skotlandia UK,

adalah suatu industri tidak dikelola alakadarnya. Kajian ilmiah mendalam tentang ADR sebagai suatu

industry, lihat penelitian individual Dr. Jeferson Kameo SH.LLM yang dilakukan di Glasgow (tahun 2001

sampai-dengan 2005) penelitian tidak dipublikasikan, merujuk R. Fisher and W.Ury, Getting to Yes

(Century Business, 1982).

3 Ibid, Pasal 6 Ayat (1).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

2

yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non

litigation) dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli.4

Hal ini menunjukan bahwa penyelesaian sengketa alternatif mengandalkan kata sepakat

atau bersifat konsensual.

Ada enam cara penyelesaian sengketa alternatif (PSA) sebagaiman dapat dilihat

pengaturannya dalam peraturan perundang-undangan tersebut di atas. penyelesaian

sengketa alternatif itu dibatasi nomenklaturnya, serta hakikat, dan pengertiannya.5

Hanya saja, dalam pandangan Dr. Jeferson Kameo SH.LLM, merujuk penelitian

individual yang dilakukan di Glasgow (tahun 2001 sampai-dengan 2005), konsultasi

tidak termasuk dalam bentuk lain atau bentuk alternative dari penyelesaian sengketa

(other forms of dispute resolution) yang ada dalam literature Ilmu Hukum. Menurut Dr.

Kameo, merujuk kepada penelitian ke penelitian yang bersangkutan,6 berikut ini adalah

apa yang disebut sebagai other forms of dispute resolution. Bentuk pertama Negotiation,

bentuk kedua yaitu Mediation and Conciliation, bentuk ke tiga yaitu Med-Arb, bentuk

keempat yaitu Neutral Expert, bentuk kelima yaitu Excutive Tribunal, bentuk keenam

yaitu Summary Jury Trial, bentuk ketujuh Ombudsmen, dan bentuk yang terakhir the

other forms of dispute resolution adalah adjudication atau Expert Determination.

4 Ibid, Pasal 1 Angka (10).

5 Undang-undang di atas tidak mendefinisikan bentuk-bentuk penyelesaiaan sengaketa tersebut. Oleh

sebab itu Penulis merujuk hasil penelitian dalam membantu mendefinisikan bentuk-bentuk penyelesaian

sengketa dalam undang-undang di atas tersebut.

6 Lihat Catatan Kaki Ke-2.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

3

Adapun pengertian atau makna dari masing-masing nomenklatur cara

penyelesaian sengkata tersebut di atas akan diuraikan sebagai berikut :

Konsultasi, dimintakan kepada pihak yang dianggap mampu dengan suatu tujuan

(1) untuk mencari masukan-masukan menuju forum perundingan; (2) konsultasi tidak

untuk mencari keuntungan sepihak; dan (3) konsultasi mencari solusi praktis dalam

rangka bermasyarakat dengan pihak lain atau pihak lawan dengan berkomunikasi,

musyawarah, memulai perundingan, membuat penawaran, menyikapi sikap-sikap

keras.7 Yang hanya asal keras .perlu penulis kemukakan bahwa ada sikap keras yang

diharuskan apabila hal itu menyangkut mempertahankan kebenaran.

Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai

kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama

maupun berbeda. Negosiasi merupakan saran bagi para pihak yang bersengketa untuk

mendiskusikan penyelesaiannya tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah, baik

yang tidak berwenang untuk mengambil keputusan (mediasi) maupun yang berwenang

untuk mengambil keputusan (arbitrase).8

7 Sri Harini Dwiyatmi, SH., MS., Pengantar Hukum Indonesia, Ghalia Indonesia Bogor, 2006, hlm. 122.

Gelar-gelar akademik dalam catatan kaki Penulis karya tulis kesarajanan ini, sengaja Penulis sertakan

secara lengkap. Hal ini dimaksudkan untuk suatu pertanggungjawaban bahwa kutipan diambil dari

mereka yang benar-benar memunyai kualifikasi akademik dalam bidang tersebut atau tidak. Kualifikasi

akademik seseorang ditandai oleh gelar yang disematkan pada namanya. Mengingat gelar telah

dicantumkan di catatan kaki maka di dalam daftar kepustakaan tidak lagi dicantumkan gelar akademik.

8 Prof. Dr. Mochamad Basarah SH., MH., Prosedur Alternative Penyelesaian Sengketa Arbitrase

Tradisional dan Modern (Online), Genta Publishing 2011, hlm. 113. yang diambil dari pendapat Dr.

Suyud Margono SH., MHum., FCIArb., dalam bukunya: ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan

Aspek Hukum, hlm. 49.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

4

Mediasi9 merupakan suatu penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan yang

melibatkan pihak ketiga, atau yang dikenal dengan mediator, untuk membantu para

pihak yang bersengketa, untuk mencari penyelesaian sengketa, yang mana mediator

tidak mempunyai kewenangan untuk membuat keputusan selama proses perundingan

berlangsung.10

Konsiliasi merupakan penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan

melibatkan pihak ketiga yang netral (konsiliator11

) untuk membantu pihak yang bertikai

menemukan bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat disepakati para pihak, konsiliasi

hampir menyerupai mediasi, perbedaannya terletak dalam hal bantuan konsiliator yang

bersifat pasif atau terbatas pada hal-hal yang bersifat prosedural.

Penilaian Ahli adalah upaya para pihak untuk menyelesaiakan perkaranya

dengan menunjuk seorang ahli yang independen. Ahli itu yang akan meneliti pokok

sengketa, mengajukan pemerikasaan dan pertanyaan kepada kedua belah pihak secara

9 Ketua Makamah Agung Republik Indonesia pernah memperjelas pengaturan secara khusus mengenai

mediasi, di Jakarta, pada tanggal 31 juli 2008, yaitu PERMA No. 1 tahun 2008 tentang prosedur mediasi

di pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

10

Prof. Dr. Mochamad Basarah SH., MH., Op. Cit., hlm. 115, yang juga diambil dari pendapat Dr. Suyud

Margono SH., MHum., FCIArb., dalam bukunya: ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek

Hukum, hlm. 59.

11

Merujuk kepada hasil penelitian individual Jeferson Kameo Ph.D., konsiliasi sebagai satu dari other

forms of dispute resolution digunakan juga konsep mediasi. (mediation and conciliation). Kedua bentuk,

dalam hal ini : (1) mediasi; dan (2) konsiliasi sering digunakan secara bersamaan dan dianggap sinonim

atau merupakan persamaan kata. Perlu dikemukakan di sini bahwa literature yang menjadi satuan amatan

dalam penelitian Dr. Jeferson Kameo tersebut diatas adalah : Street, the Language of Alternative Dispute

Resolution [1992] ; Arbitration and Dispute Resolution Law Journal 1 hlm. 144; dirujuk pula, Fuller,

“Mediation : It’s Form and Functions [1971] California Law Review 44”.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

5

terpisah atau bersama-sama, menjernihkan masalah yang disengketakan, dan pada

akhirnya memberikan pendapatnya.12

Disamping undang-undang di atas, undang-undang lain yang mengatur, terlebih

mendefinisikan bentuk-bentuk penyelesaian sengketa adalah Undang Undang No 2

tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Adapaun bentuk-

bentuk dari penyelesaian yang dikenal oleh UU tersebut adalah (1) perundingan; (2)

mediasi; (3) konsiliasi; (4) arbitrase; dan (5) litigasi. Dalam kaitan dengan itu, Undang-

Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dalam Pasal 136 juga mengatur

bentuk; (6) musayawarah untuk mufakat.

Koheren dengan ketentuan peaturan perundang-undangan tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, dalam Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman juga

diatur secara tegas bahwa para pihak dapat menyelesaikan sengketa di luar pengadilan.13

Atau yang dalam literatur ilmu hukum dikenal dengan out of court setlement.

Dalam bidang investasi atau penanaman modal, penyelesaian sengketa yang

terjadi menurut undang-undang akan diselesaikan melalui beberapa forum yakni,

musyawarah untuk mufakat, arbitrase, alternatif penyelesaian sengketa, dan

pengadilan.14

12

Merujuk kepada penelitian individual Dr. Kameo sebagaimana telah di kemukakan di atas, maka

konsep pranata Penilaian Ahli ini perlu digunakan secara berhati-hati supaya tidak dijumbuhkan dengan

neutral expert.

13

Pasal 58, 59 Ayat (1, 2, dan 3), 60, Undang Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

14

Pasal 32, Undang Undang No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

6

Menurut undang-undang tentang Penanaman Modal, dalam hal terjadi sengketa

di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan Penanam Modal, para pihak

terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat.15

Selanjutnya apabila penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud (pada Ayat (1) tidak

tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif

penyelesaian sengketa yang lainnya (non litigation) atau pengadilan (litigation) sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.16

Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah

dengan Penanam Modal Dalam Negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa

tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak. Jika penyelesaian

sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan

dilakukan di pengadilan.17

Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah

dengan penanam modal asing, para pihak juga dapat menyelesaikan sengketa tersebut

melalui arbitrase internasional yang harus disepakati terlebih dahulu oleh para pihak.18

Dalam ranah hukum perdata peluang untuk diselesaikannya sengketa melalui

alternatif penyelesaian sengketa juga sangatlah terbuka. Para pihak dengan bebas dapat

menentukan lembaga manakah yang akan berwenang menyelesaiakan sengketa.

15

Ibid, Pasal 32 Ayat (1).

16

Ibid, Pasal 32 Ayat (2).

17

Ibid, Pasal 32 Ayat (3).

18

Ibid, Pasal 32 Ayat (4).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

7

Menurut Het Herziene Indonesian Reglement (HIR) Pasal 130, maupun atau sui generis

Pasal 154 Reglement Tot Regeling Van Het Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java

En Madura (RBg) medorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian.19

Persoalannya adalah bagaimana apabila ada sengketa atau beda pendapat antara

dua pihak atau lebih, dan pihak yang bersengketa itu melibatkan investor asing yang

menanamkan modalnya di Indonesia kenyataannya masih perlu dicarikan jalan

penyelesaiannya, padahal perbedaan pendapat atau sengketa itu sudah melalui suatu

proses yang panjang, yang pantas diasumsikan telah didahului dengan berbagai usaha

dan bentuk penyelesaian sengketa dengan menggunakan semua sarana-sarana di luar

pengadilan dan akhirnya masuk ke pengadilan dengan putusan-putusab yang sudah

berkekuatan hukum tetap (in kracht van gewijde). Tetapi, justru meskipun semua cara

dan melalui pengadilan telah mencapai puncaknya, namun masih saja terdapat sengketa

atau perbedaan pendapat yang dipandang masih harus diselesaikan.20

Memang, dalam kaitannya dengan hal itu, hukum sudah paham bahwa

pemerikasaan perkara akan diakhiri dengan suatu putusan. Akan tetapi hukum juga

paham bahwa dengan dinyatakan putusan pengadilan saja belumlah selesai

persoalannya. Dengan kata lain masih saja terbuka sengketa atau beda pendapat

meskipun sudah ada putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijde);

19

Menurut Surat Edaran No. 1 tahun 2002 tentang Pemberdayaan Pengendalian Tingkat Pertama

menerapakan Lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR maupun / sui generis 154 RBg) belum lengkap,

sehingga perlu disempurnakan. Mahakamah Agung kemudian mengintegrasikan proses mediasi kedalam

prosedur berperkara di pengadilan tingkat pertama (sumber Penelitian Individual Dr. Kameo).

20

Asumsi di atas dapat dibenarkan mengingat prinsip bahwa litigasi adalah suatu mekanisme

penyelesaian sengketa yang bersifat the last resort.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

8

padahal, putusan itu harus dapat dilaksanakan. Hal ini merupakan sesuatu yang masuk

akal (reasonable). Dan dilakukan dengan suatu kekuatan eksekutorial, yaitu kekuatan

untuk dilaksanakan apa yang ditetapkan dalam putusan itu secara paksa oleh alat-alat

Negara.

Masuk akal, sebab, apabila orang yang dihukum melalui suatu putusan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap untuk mengosongkan benda tetap tidak mau

memenuhi surat perintah hakim, hal ini sama saja dengan dengan masih ada sengketa

atau perbedaan pendapat yang perlu diselesaiakan melalui suatu mekanisme atau cara

penyelesaian sengketa. Maka hakim (ketua Pengadilan Negeri) karena diskresi 21

akan

memerintahkan dengan surat kepada juru sita supaya dengan bantuan panitera

pengadilan dan kalau perlu dengan meminta diskresi polisi misalnya (alat Negara), agar

barang tetap itu dikosongkan oleh orang yang dihukum beserta keluarganya.

Persoalan yang muncul adalah bagaimana apabila ternyata dasar hukum

argumen untuk menolak pelakasanaan eksekusi oleh pihak tereksekusi itu ternyata

sangat mendasar dan berdasar ? Apakah dengan demikian diskresi dari ketua pengadilan

negeri dan pihak kepolisian, militer, serta muspida sebagaimana telah terjadi dalam

suatu kasus di Kabupaten Demak bukan lagi suatu diskresi tetapi menjadi perbuatan

melawan hukum atau suatu tindak pidana dari alat-alat Negara ?

21

Wewenang ini diatur dalam Pasal 36 Ayat 3 Undang-Undang No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasan

Kehakiman. “pelaksanaan putusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru

sita, dipimpin oleh ketua pengadilan”. Yang dimaksud dengan dipimpin yang digarisbawahi tersebut

dalam ketentuan ini mencakup pengawasan dan tanggung jawab sejak diterimanya permohonan sampai

dengan selesainya pelaksanaan putusan.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

9

Dalam rangka menjawab rasa keingintahuan sebagaimana telah dikemukakan di

atas itulah, maka Penulis kemudian memilih untuk mengadakan suatu penelitian dengan

judul sebagaimana telah dikemukakan di atas.

Adapun gambaran singkat yang bersifat pendahuluan22

tentang kasus sengketa

investasi mengingat melibatkan pihak asing dan PT. PMA serta penyelesaiannya akan

dijelaskan secara ringkas dalam latar belakang permasalahan di bawah ini.

1.2. Latar Belakang Permasalahan

Sengketa sebagaimana dimaksudkan di atas bermula dari kehendak investor

asing Penanam Modal di Indonesia dalam bentuk suatu Perseroan Terbatas Penanaman

Modal Asing (PT. PMA), tepatnya di Demak Jawa Tengah, hendak bekerjasama dengan

investor lainnya (investor dalam negeri) di wilayah yang sama.

Kerjasama kedua investor tersebut dilakukan melalui “jual-beli”23

antara (unsur-

unsur dalam PT. PMA investor asing) yang sepakat untuk “menjual” tanah-tanah dan

segala sesuatu yang tertanam di atas tanah “milik”nya kepada si investor lokal.24

Untuk lebih formalnya, niat atau kehendak dari unsur dalam PT PMA untuk

menjual tanah-tanahnya (kesepakatan) antara unsur investor asing untuk “menjual”

22

Gambaran yang lebih lengkap dan mendetail tentang sengketa investasi sebagaimana dikemukakan di

atas dapat dilihat dalam Bab III Tentang hasil penelitian.

23

Jual beli sengaja diberi tanda kutip oleh Penulis, sebab bukan jual beli. Dalam literatur ilmu hukum,

Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum,disebut dengan “sham sale” (Jeferson Kameo S.H., LLM., Ph.D.,

Kontrak Sebagai Nama Ilmu Hukum , Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga).

24

Pernyataan kehendak untuk menjual sebagaimana dimaksudkan di atas dituangkan dalam suatu akta

notariil. Akta itu juga akan menjadi pokok kajian penelitian dan penulisan karya tulis ini.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

10

tanah-tanah dan segala sesuatu yang tertanam di atas tanah-tanah (5 bidang tanah HM)-

nya itu kepada investor lokal kemudian dituangkan dalam suatu akta notaris.

Entah apa masalahnya25

, si investor lokal yang merasa telah membeli tanah dan

segala sesuatu yang berdiri dan tertanam di atas tanah-tanah itu kemudian menggunakan

akta-akta kuasa penjualan tanah-tanah serta segala yang tertanam di atasnya menjual

tanah-tanah itu kepada dirinya sendiri.

Tanah kemudian berhasil dibaliknamakan dari milik unsur dalam investasi

dalam PMA kepada si investor lokal, oleh Kantor Pertanahan Demak.

Hal menarik yang perlu dikemukakan dalam latar belakang masalah penelitian

ini adalah bahwa karena merasa tidak ada kehendak setuju satu dari tiga investor dalam

PT. PMA atas penjualan tanah-tanah dan segala sesuatu yang tertanam di atasnya, maka

satu dari investor asing yang ada di PT. PMA kemudian menggugat dua investor lainnya

dalam PT. PMA tersebut.

Pengadilan Negeri Semarang melalui putusan No.137/Pdt.G/PN.Smg

menyatakan batal demi hukum Akta yang memuat kehendak pemilik tanah untuk

menjual tanah-tanahnya kepada si investor lokal. Artinya, secara hukum, jual-beli atas

tanah-tanah dari pemilik tanah, unsur dalam PT PMA kepada investor lokal, dengan

demikian harus dianggap tidak pernah ada karena batal demi hukum.

Perjanjian yang batal demi hukum (bahasa Inggris : null and void), secara

yuridis dari semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak ada pula suatu perikatan antara

25

Mungkin saja karena ketidaktahuan, ignorence, jika tidak mau dikatakan, suatu kebodohan, dalam

memahami hakikat dari suatu jual beli sebagai suatu kontrak.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

11

orang-orang yang bermaksud membuat perjanjian itu. Tujuan para pihak untuk

meletakkan suatu perikatan yang mengikat mereka satu sama lain, telah gagal. Tak

dapatlah pihak yang satu menuntut pihak yang lain di depan hakim, karena dasar

hukumnya tidak ada. Hakim diwajibkan karena jabatannya, menyatakan bahwa tidak

pernah ada suatu perjanjian atau suatu perikatan.26

Apabila hakim tidak melakukan hal

itu maka hakim melawan hukum. Mana ada orang yang namanya hakim kok melawana

hukum ? tidak ada itu

Hal menarik adalah meskipun melalui putusan 137/Pdt.G/PN.Smg “jual-beli”

yang bermula dari maksud bekerjasama saja antara PT PMA dengan Investor lokal itu

telah dinyatakan batal demi hukum, namun karena sesuatu dan lain hal, si investor PMA

yang telah “dimenangkan” dalam putusan 137/Pdt.G/PN.Smg tidak segera meminta

kepada Kantor Pertanahan Demak untuk mencoret sertifikat yang telah diterbitkan atas

nama investor lokal, tetapi, justru PT PMA mengajukan lagi gugatan kepada investor

lokal di PN Semarang dengan nomor perkara 213/Pdt.G/2005/PN.Smg Juncto

214/Pdt/2006/PN.Smg Juncto 630K/Pdt/2007 Juncto 468PK/Pdt/2008.

Akhir dari proses peradilan yang sangat mahal dan panjang tersebut di atas

mulai dari perkara nomor 213/Pdt.G/2005/PN.Smg Juncto 214/Pdt/2006/PN.Smg

Juncto 630K/Pdt/2007 Juncto 468PK/Pdt/2008 adalah bahwa pengadilan justru

26

Jeferson Kameo, SH., LL.M., Ph.D., Pendapat Hukum : Amicus Curiae, hlm 2-7, yang bersangkutan

adalah dosen senior dan peneliti. Yang bersangkutan diminta melakukan tugas pengabdian masyarakat

dan banyak mengetahui persoalan investasi asing tersebut di atas. Amicus Curiae, Maxim Latin, dalam

bahasa Inggris berarti a friend of the court atau sobat terdekat pengadilan, juga abdi Hukum. Istilah itu

dipakai untuk mengidentifikasi orang terdekat dari penonton (bystander), yang tanpa kepentingan apapun

apa lagi mencari sesuap nasi, dengan keahliannya yang sangat tinggi, memberi saran (suggestion) tentang

fakta maupun hukum kepada pengadilan atau mengoreksi kesalahan (lihat penelitian Dr. Jeferson Kameo,

tidak dipublikasikan).

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

12

menguatkan adanya jual-beli hak atas tanah antara unsur-unsur dalam PT PMA dengan

investor lokal, sebagaimana telah dikemukanan diatas yang sebelumnya, telah

dinyatakan batal demi hukum dalam putusan 137/Pdt.G/PN.Smg.

Dengan kata lain, sebagai hasil dari proses peradilan yang telah disebutkan di

atas, ada dua putusan pengadilan yang saling bertentangan. Putusan yang pertama

mengesahkan jual-beli batal demi hukum, namun putusan belakangan menyatakan

bahwa jual-beli sah. Sungguh aneh tetapi nyata, hal yang demikian itu terjadi di dalam

negara hukum republik indonesia ini.

Sengketa atau perbedaan pendapat memuncak. Banyak eksekuasi gagal

dilaksanakan dan akhirnya pada tanggal 20 Februari 2012 ketua PN Demak, karena

“diskresinya”, 27

dengan merujuk pada hasil putusan yang dikemukakan di atas,28

pihak

Kepolisian Resor Demak, Brimop, Satpol PP, dan unsur Militer lain di Demak, diminta

untuk membantu melaksanakan eksekusi. Pihak Kepolisian Demak dengan

diskresinya29

yang dimintai bantuan oleh Ketua Pengadilan Negeri Demak, untuk

membantu pelaksanaan putusan tersebut, berhasil melaksanakan eksekusi, sebagaimana

diberitakan oleh media massa yaitu Koran-koran dan Televisi.

27

Mengenai konsep diskresi; Lihat, Khrisna D. Darumurti, SH., MH., dalam bukunya Kekuasaan

Diskresi Pemerintah.

28

Putusan Nomor 468PK/Pdt/2008, Juncto 630K/Pdt/2007, Juncto 214/Pdt/2006/PN.Smg, Juncto

213/Pdt.G/2005/PN.Smg.

29

Pasal 15 Ayat (1) Huruf (i), Undang Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia, menegaskan bahwa POLRI berwenang memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan

pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat; wewenang tersebut

dilaksanakan berdasarkan permintaan instansi yang berkepentingan atau permintaan masyarakat.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

13

Persoalan atau legal issue yang melatarbelakangi penelitian ini adalah, pihak

kepolisian Resort Demak, sudah barang tentu di bawah pemantauan Polda Jawa Tengah

yang dimintai bantuan oleh Ketua Pengadilan Negeri Demak untuk memberikan

bantuan pengamanan dalam pelaksanaan putusan Pengadilan No.

213/Pdt.G/2005/PN.Smg Juncto 214/Pdt/2006/PN.Smg Juncto 630K/Pdt/2007 Juncto

468PK/Pdt/2008, pada saat yang bersamaan juga dimintai bantuannya untuk melayani

masyarakat sesuai dengan ketentuan Pasal 14 Ayat (1) huruf i yaitu : “melindungi

keselamatan harta benda, masyarakat termasuk memberikan bantuan dan pertolongan

dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia”.

Hal ini berarti bahwa pihak Kepolisian Demak harus memenuhi permohonan

pihak pemenang perkara diperkara No. 213/Pdt.G/2005/PN.Smg Juncto

214/Pdt/2006/PN.Smg Juncto 630K/Pdt/2007 Juncto 468PK/Pdt/2008 yang

disampaikan melalui Pengadilan Negeri Demak yang harus melaksanakan suatu Putusan

Pengadilan yang cacat hukum (karena telah dinyatakan batal demi hukum oleh putusan

yang berkekuatan hukum tetap; Nomor 137/Pdt.G/PN.Smg) dan pada saat yang

bersamaan harus juga memperhatikan permohonan masyarakat (dalam hal ini Investor

Asing PT. PMA) yang juga mepunyai harta benda yang harus dilindungi oleh pihak

Kepolisian Demak di bawah pemantauan Kapolda Jawa Tengah yang dibenarkan oleh

putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yaitu putusan nomor 137/Pdt.G/PN.Smg.

Selama ini, di bawah diskresi 2 (dua) Kapolda Jawa Tengah, (1) Alex Bambang

dan (2) Edward Aritonang, dengan menggunakan diskresi, tidak pernah ada

pengamanan eksekusi atau pelaksanaan Putusan Nomor 213/Pdt.G/2005/PN.Smg

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

14

Juncto 214/Pdt/2006/PN.Smg Juncto 630K/Pdt/2007 Juncto 468PK/Pdt/2008. Tetapi

setelah datangnya Kapolda 30

setelah Edward Aritonang, putusan pengadilan yang sudah

ada “dikubur”, kemudian dibangkitkan oleh Kapolda melalui Kapolres Demak. Apakah

hal ini bisa disebut bahwa mereka, para aparat itu menggunakan diskresi sebagai cara

penyelesaian sengketa ?

Perlu dikemukakan di sini bahwa sebagai organ negara, pemerintah bertindak

untuk dan atas nama negara. Sedangkan sebagai administrasi negara, pemerintah dapat

bertindak baik dalam lapangan pengaturan (regelen) maupun dalam lapangan pelayanan

(bestuuren).31

Artinya dalam melaksanakan tugasnya, pada dasarnya pemerintah tidak

hanya melaksanakan undang-undang tetapi juga melakukan perbuatan-perbuatan atau

tindakan-tindakan yang belum diatur secara tegas oleh undang-undang.32

Tetapi

menurut hukum pembentukan suatu norma-norma hukum dalam masyarakat itu tidak

hanya dilakukan oleh pembuat undang-undang (kekuasaan legislatif) dan badan-badan

peradilan saja, tetapi juga oleh aparat pemerintah dalam hal ini Badan atau Pejabat Tata

Usaha Negara.33

30

Didiek Sutomo Triwidodo (Jendral Polisi bintang dua).

31

Iskatrinah SH., Mhum., Pelaksanaan Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam Mewujudkan

Pemerintahan yang Baik, Litbang Pertahanan Indonesia, Balitbang DepHan 2004.

32

Prof, Dr. Phillipus M. Hadjon SH., dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, 2001, hlm. 138.

33

Dr. Marcus Lukman SH., MH., Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan dalam Bidang Perencanaan dan

Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah Serta Dampaknya Terhadap Pembangunan Materi

Hukum Tertulis Nasional, Disertasi, Bandung : Universitas Padjajaran, 1996, hlm. 205.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

15

Kekuasaan diskresi sebagai kekuasaan pemerintah tersebut berpotensi untuk

terjadi tindakan diskresi oleh pemerintah, dalam situasi-kondisi dimana hukum ceteris

paribus (semua variable dalam keadaan sama) berlaku, maka asas legalitas yang

berlaku dan kekuasaan premerintah dibawah asas legalitas adalah kekuasaan terikat.

Adapun dalam situasi kondisi abnormal dimana hukum citeris paribus tidak berlaku,

maka demi hukum asas legalitas tidak berlaku dan kekuasaan pemerintah dalam situasi

demikian kekuasaan bebas atau diskresi.34

Dalam hal pemerintah menghadapi suatu masalah, tetapi tidak ada aturan yang

tertulis, maka karena tuntutan hukum yang selalu tertulis, pemerintah harus melihat

asas-asas yang dapat mendukung atau menopang suatu tindakan yang harus dilakukan

sebelum terlambat dalam hal menyelesaikan masalah tersebut. Salah satu instruksi

hukum yang dapat mendukung atau menopang pemerintah adalah diskresi atau freies

ermessen atau dikenal dengan istilah discretionary power. Hal ini sangat dikenal di

lingkungan undang-undang Kepolisisan Republik Indonesia.

Bahwa freies ermessen atau juga dikenal dengan istilah discretionary power

adalah kewenangan untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-

tugas untuk mewujudkan kepentingan umum dan kesejahteraan sosial atau warga

negara;35

selain itu Nata Saputra Freies Ermessen sebagai suatu kebebasan yang

diberikan kepada alat Administrasi, yaitu kebebasan yang pada asasnya

34

Hal ini diambil juga dari pendapat Carl Schmitt, lihat Khrisna D. Darumurti, SH., MH., Op. Cit., Citra

Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 6-8.

35

Ridwan HR, SH., MHum., Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm. 51.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

16

memperkenankan alat administrasi Negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu

tujuan dari pada berpegang teguh kepada ketentuan hukum36

. Tetapi untuk memperkuat

perlindungan hukum maka pembuatan Keputusan Tata Usaha Negara yang selalu

menghendaki efektifitas harus memperhatikan Asas-Asas Pemerintahan yang Baik; 37

dalam hal ini menurut penulis keputusan tersebut juga bisa dilakukan oleh alat negara.

Diskresi dalam undang-undang Kepolisian Republik Indonesia menegaskan

bahwa untuk kepentingan umum pejabat Kepolisisan Negara Republik Indonesia dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.38

Sementara itu, menurut penjelasan Pasal 18 Ayat (1) yang dimaksud dengan

“bertindak menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan

oleh Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus

mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk

kepentingan umum.

Dengan bersandar kepada freies ermessen, Administrasi Negara dalam hal ini

termasuk polisi negara memiliki kewenangan yang luas untuk melakukan berbagai

tindakan hukum dalam rangka melayani kepentingan masyarakat atau mewujudkan

kesejahteraan umum. Untuk melakukan tindakan itu diperlukan instrumen hukum.

Artinya, bersamaan dengan pemberian kewenangan yang luas untuk bertindak,

36

Nata Saputra SH., Hukum Administrasi Negara, Rajawali, Jakarta, 1988, hlm. 15.

37

Prof, Dr. Philllipus M. Hadjon SH., dkk, Op. Cit., hlm. 270-278.

38

Pasal 18 Ayat (1), Undang Undang No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

17

Administrasi Negara juga diberikan kewenangan untuk membuat instrumen

hukumnya,39

Beranjak dari pendapat di atas maka menurut Penulis, hal tersebut juga bisa

dilakukan oleh Kepolisian, tentunya dengan bersandar kepada diskresi, artinya dalam

hal ini pihak Kepolisian memiliki kewenangan yang luas untuk melakukan berbagai

tindakan dalam rangka melayani kepentingan masyarakat atau mewujudkan

kesejahteraan umum, dan untuk melakukan tindakan menurut hukum. Artinya,

bersamaan dengan pemberian kewenangan yang luas untuk bertindak, pihak Kepolisian

juga diberikan kewenangan untuk menyelesaikan sengketa dalam masyarakat.

diskresi ini merupakan refleksi pengakuan bahwa konsep penegakan hukum

secara total (total enforcement) dan penegakan hukum secara penuh (full enforcement)

tidak mungkin dilaksanakan, sehingga penegakan hukum yang aktual (actual

enforcement) yang terjadi. Hikmah yang terjadi adalah, bahwa diskresi yang menjadi

sumber pembaharuan hukum apabila direkam dan dipantau dengan baik dan

sistematis.40

Maka dalam hal ini menurut penulis diskresi sebagai cara penyelesaian sengketa

dapat dijadikan penelitian dalam bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan (non

litigation) dalam kasus PMA seperti yang dikemukakan di atas. Atas dasar undang-

undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia paragraf ke-

39

Prof. Dr. Sukamto Satoto SH., MH., Bahan Ajar Mata Kuliah Hukum dan Kebijakan Publik Magister

Ilmu Hukum, Universitas Jambi, 2011, hlm. 1.

40

Muladi, SH., Mhum., Kapita Selekte Sistem Peradilan Pidana, Universitas Diponogoro Semarang,

1995, hlm 46-47.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

18

9 serta penjelasan umum, menegaskan bahwasanya setiap Pejabat Kepolisian Negara

Republik Indonesia memiliki kewenangan diskresi yaitu kewenangan untuk bertindak

demi kepentingan umum berdasarkan penilaiannya sendiri.41

Bagaimanakah dikresi atau freies ermessen atau discretionary power tersebut

dalam peristiwa sengketa atau kasus yang telah di kemukakan di atas ? Hal inilah yang

telah menjadi latar belakang, mengapa Penulis memilih untuk mengadakan penelitian,

dan pada akhirnya menulis skripsi kesarjanaan dengan judul sebagaimana dikemukakan

di atas.

1.3. Rumusan Masalah

Atas dasar uraian latar belakang permasalahan sebagaimana dikemukakan

diatas, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

Bagaimana diskresi sebagai cara penyelesaian sengketa atau perbedaan pendapat

dengan keterlibatan Investor Asing dalam kegiatan penanaman Modal di

Indonesia ?

1.4. Tujuan Penelitian

Ingin mengetahui Bagaimana diskresi sebagai cara penyelesaian sengketa atau

perbedaan pendapat dengan keterlibatan Investor Asing dalam kegiatan penanaman

Modal (investasi) di Indonesia

41

Lihat Catatan Kaki 35 dan Paragraf Berikutnya.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

19

1.5. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum. Bermaksud mencari dan menetukan

bagaimana kaedah-kaedah dan prinsip-prinsip atau asas-asas hukum yang mengatur

diskresi sebagai cara penyelesaian sengketa atau perbedaan pendapat dengan

keterlibatan Investor Asing dalam kegiatan Penanaman Modal Indonesia.

Adapun satuan amatan dalam penelitian ini adalah sejumlah peraturan

perundang-undangan, beberapa keputusan pengadilan dan dokumen terkait adapun

peraturan perundang-undangan yang dimaksud adalah sebagai berikut : (1) Undang

Undang Nomor 32 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa;

Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal; (2) Undang Undang

Nomor 3 Tahun 2009 tentang Makamah Agung; (3) Undang Undang Nomor 48 Tahun

2009 tentang Kekuasaan Kehakiman; (4) Undang Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisisan Negara Republik Indonesia. (5) Kitab Undang Undang Hukum Acara

Perdata (Het Herziene Indonesian Reglement (HIR); dan (6) Kitab Undang Hukum

Acara Perdata untuk Luar Wilayah Jawa dan Madura, Reglement Tot Regeling Van Het

Rechtswezen In De Gewesten Buiten Java En Madura (RBg).

Sedangkan putusan-putusan pengadilan yang juga menjadi satuan amatan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Putusan Perkara Nomor

213/Pdt.G/2005/PN.Smg Juncto 214/Pdt/2006/PN.Smg Juncto 630K/Pdt/2007 Juncto

468PK/Pdt/2008; (2) Putusan Perkara No. 137/Pdt.G/PN.Smg. (4) PERMA No. 1 tahun

2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judulrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6801/1/T1_312008038_BAB I.pdf · Getting to Yes (Century ... negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau

20

dan (3) Surat Edaran Mahakamah Agung, No. 1 tahun 2002 tentang Pemberdayaan

Pengendalian Tingkat Pertama.

Satuan analisis penelitian ini yaitu bagaimana diskresi sebagai cara penyelesaian

sengketa atau perbedaan pendapat dengan keterlibatan Investor Asing dalam kegiatan

Penanaman modal (investasi) di Indonesia.