Page 1
BAB I
INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT PENDATANG BEDA AGAMA
DI KAMPUNG TIBA-TIBA
1.1 Latar Belakang Masalah
Keberagaman suku, ras, agama di wilayah-wilayah Indonesia merupakan
sebuah realita yang tidak dapat dihindari, perbedaan yang dimiliki adalah kekayaan
bagi Indonesia. berkaitan dengan keberagaman yang dimiliki secara khusus tulisan ini
akan membahas tentang dinamika keberagama yang terjadi di ujung timur Indonesia
yaitu di kota Jayapura. Papua secara umum terkenal merupakan salah satu wilayah
dengan jumlah suku dan bahasa terbanyak di Indonesia kurang lebih terdapat 307
Bahasa.1
Pada tulisan ini penulis akan memfokuskan penelitian di salah satu wilayah
kota Jayapura. Merasa perlu untuk menjelaskan kondisi dan dinamika kehidupan di
Kota Jayapura. Sehingga penulis menjelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan
keberagama yang di miliki Papua. Kota Jayapura yang merupakan ibu kota provinsi
Papua tercatat memiliki penduduk yang multi etnis, multi ras dan multi agama. Sejak
zaman penjajahan orang-orang yang bukan penduduk asli Jayapura telah masuk dan
melakukan aktivitas di Kota Jayapura. Pemberian nama Jayapura juga di pengaruhi
1 Tabloid Jubi, wawancara dengan kepala balai bahasa Papua dan Papua Barat, Supriyanto
Widodo, http://tabloidjubi.com/16/2014/04/01/ternyata-bahasa-daerah-di-papua-sebanyak-307-buah/ , unduh pada Tanggal 22 September 2017
Page 2
oleh beberapa orang pendatang seperti orang Spanyol, Portugis dan Belanda yang
melakukan perjalanan ke kota ini. Pada awalnya kota ini di beri naman „Numbay‟
kemudian menjadi „Hollandia‟ lalu berubah menjadi „Hollandia Haven‟ lalu kembali
lagi menjadi „Hollandia‟, kemudian berganti lagi menjadi „Kota Baru‟, lalu
„Soekarnopura‟ dan akhinya „Jayapura‟ hingga saat ini.2 Masyarakat asli kota
Jayapura adalah beberapa suku yang mendiami wilayah Jayapura. Suku-suku besar
yang merupakan suku asli yaitu suku Enggros, Tobati, Kayu Pulau, dan Nafri, Suku-
suku asli Jayapura mendiami pinggiran-pinggiran kota dan wilayah pemukiman
mereka cenderung lebih berdekatan dengan daerah pesisir pantai dan dibatasi oleh
teluk-teluk. Hal ini dikarenakan Jayapura merupakan daerah yang kondisi
geografisnya berbukit dan berteluk.
Jayapura menjadi kota tujuan bagi banyak orang dikarenakan sebelum adanya
pemekaran wilayah menjadi Papua dan Papua Barat semua pusat pemerintahan dan
perkantoran berada di kota Jayapura.3 Jayapura yang pada saat itu masih menjadi
satu-satunya ibu kota Provinsi di Papua menjadikannya sebagai kota yang sangat
sibuk dengan berbagai aktivitas karena sering dikunjungi oleh penduduk kota lain
seperti Biak, Manokwari, Sorong, dan beberapa kota serta kabupaten di Papua dan
Papua barat. selain itu hampir semua perguruan tinggi terbaik di Papua terletak di
2 M.R. Kambu, Jayapura Kota di Ujung Timur yang Spesifik, Eksotik, Unik dan Menarik
(Jakarta: Indomedia Global, 2010) 17.
3 Umi Yuminarti, Kebijakan Transmigrasi Dalam Kerangka Otonomi Khusus Di Papua:
Masalah Dan Harapan ,( Universitas Papua. Jurnal Kependudukan Indonesia | Vol. 12 No. 1 Juni
2017 | 13-24) 14.
Page 3
Kota Jayapura. Perlu juga untuk dikatahui bahwa bukan hanya penduduk Papua dari
kota dan kabupaten tertentu yang datang bersekolah dan bekerja. Namun, terdapat
juga para transmigran dari Jawa, para pedagang dari Makasar, Button, Bugis, Toraja,
Batak, Maluku yang bekerja dan melanjutkan hidup di tanah Papua.4
Secara akurat data terbaru yang di miliki oleh Badan Pusat Statistik dan
Bappeda Jayapura menunjukan bahwa jumlah penduduk kota Jayapura adalah
272.544, laki-laki 143.848 dan perempuan 128.696.5 Selain jumlah jiwa berdasarkan
jenis kelamin, data penduduk berdasarkan agama yang dianut oleh masyarakat kota
Jayapura yakni: Islam 33,54%, Protestan 41,76, Katolik 23,54%, Budha 0,62%,
Hindu 0,53%. Berdasarkan data ini dapat disimpulkan bahwa penduduk kota
Jayapura merupakan penduduk yang beragam suku, budaya dan agama. Selama ini
dalam pandangan masyarakat pada umumnya daerah-daerah di kawasan timur
Indonesia di berikan labeling sebagai daerah Kristen dan daerah di bagian barat
Indonesia merupakan daerah Muslim. Akan tetapi berdasarkan data yang diperoleh
penduduk muslim juga telah mengalami penyebaran ke daerah Papua terkhusus di
Jayapura. Percepatan dan pertambahan penduduk turut mempengaruhi cara pandang
dan pola interkasi yang berlangsung di masyarakat.
Perjumpaan orang pendatang dengan orang asli Papua menjadikan Jayapura
sebagai wilayah yang multietnis, multiras,dan multiagama. Perbedaan yang ada tidak
4 Nasaruddin Kanabaraf, Migran Dalam Bingkai Orang Papua. (Dalam Thesis Magister Studi
Pembangaunan, Universitas Kristen Satya Wacana) 2-3 5 Badan Pusat Statistik dan Bappeda Jayapura, Kota Jayapura dalam Angka,
http://bappeda.jayapurakota.go.id/wp-content/uploads/2015/01/Download-Kota-Jayapura-Dalam-
Angka-Thn-2014.pdf. diunduh pada tanggal 12 September 2017
Page 4
menjadikan masyarakat berhenti melakukan proses interaksi dengan orang-orang
yang berbeda. Di tengah-tengah kepelbagaian yang dimiliki, masyarakat tetap saling
berinteraksi satu sama lain. Hal ini terjadi karena setiap induvidu tidak dapat
meniadakan hakekat dirinya sebagai makhluk sosial yang akan selalu melakukan
proses interaksi dengan sesama komunitasnya dan juga orang di luar komunitasnya.
Soekanto menegaskan bahwa interaksi merupakan hubungan-hubungan sosial yang
dinamis, yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok
sosial, maupun antara perorangan dengan kelompok sosial.6
Penduduk kota Jayapura bukan hanya warga suku asli Jayapura, ada berbagai
suku Papua dan luar Papua. orang-orang yang berasal dari luar Papua sering diberi
sebutan “orang pendatang” atau dengan sebutan lain “amber”.7 Proses berinteraksi
antara masyarakat yang heterogen tidak selalu berjalan mulus, ada kalanya terjadi
percekcokan, perselisihan dan benturan-benturan dalam masyarakat. Demikian juga,
hubungan yang terjalin antara orang asli Papua dan orang pendatang, ada berbagai
macam faktor yang mempengaruhi relasi-relasi antara masyarakat Papua dan
masyarakat pendatang antara lain: faktor kesukuan, persoalan-persoalan kesenjangan
yang terjadi di berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, pemerintahan, dan
pendidikan menjadikan salah satu faktor renggangnya hubungan orang Asli Papua
dan orang Pendatang. Selain itu, I Ngurah dalam tulisanya juga menjelaskan bahwa
6 Soerjono Soekanto. Sosiologi suatu pengantar (Jakarta: Rajawali Grafindo Utama, 2000)
51.
7 Amber adalah sebutan yang diberikan kepada orang pendatang, yang dalam bahasa biak
berarti orang yang terpandang atau tuan.
Page 5
adanya pengalaman masalah lalu yang belum tuntas dengan pemerintah Indonesia
terkait dengan masuknya wilayah Papua kedalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia,8 mengakibatkan beberapa orang Papua yang tergabung dalam Organisasi
Papua merdeka anti pati terhadap para pendatang, menurut hemat mereka para
pendatang berkaitan langsung dengan pemerintah yang dalam hal ini pemerintah
Indonesia. hal-hal semacam inilah yang menjadi salah satu masalah dalam relasi
masyarakat asli dan masyarakat pendatang.
Berkaitan dengan kehidupan masyarakat asli dan pendatang di kota Jayapura
yang multietnis dan juga multi agama tentu dalam kepelbagaian seperti ini
masyarakat rentan terhadap isu-isu agama yang belakangan ini menjadi pemicu
konflik seperti beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, salah satunya yakni
kesulitanya gereja untuk memperoleh tempat ibadah kasus yang belum tuntas hingga
saat ini yaitu izin beribadah GKI Yasmin,9 Selain itu aksi pembubaran paksa yang
terjadi pada akhir tahun 2016 pada bulan desember yaitu dibubarkannya pelaksanaan
ibadah KKR malam natal di Bandung.10
Kasus-kasus intoleran semacam ini yang
dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab turut mempengaruhi
relasi antar umat beragama yang pada dasarnya sudah memiliki beban masa lalu yang
belum tuntas. Dalam ketegangan konflik umat beragama yang terus menghantui
8. I Ngurah, Papua dalam masa lalu Indonesia. Jurnal Bina Dharma. 78
9 Jalan Panjang Jemaat GKI Yasmin Menanti keadilan, http://www.pikiran-
rakyat.com/nasional/2016/03/27/365090/jalan-panjang-jemaat-gki-yasmin-menanti-keadilan , diunduh
Pada tanggal 22 September 2017 10
Kronologi pembubaran kebaktian Natal di Sabuga Bandung,
https://www.rappler.com/indonesia/berita/154853-kronologi-pembubaran-kebaktian-natal-sabuga-
bandung , Di unduh pada 20 Agustus 2017
Page 6
warga Indonesia serta konflik identitas sebagai pendatang di Papua, masih ada
secercah cahaya yang memancarkan sinar kedamaian dan kerukunan.
Cahaya kedamaian dalam relasi antara manusia yang berbeda agama dan
etnisitas muncul dari ujung Indonesia di pinggiran kota Jayapura tepatnya di
kampung Tiba-Tiba. Kampung tiba-tiba menjadi salah satu kampung yang istimewa,
menurut penulis selama hidup di kota Jayapura, kasus kekerasan atau konflik antar
suku dikarenakan hal-hal yang dilakukan oleh beberapa oknum yang menyandang
gelar pendatang. Ada beberapa wilayah di kota Jayapura yang selalu menjadi pusat
berkonfliknya antara pendatang dan orang asli Papua wilayah tersebut di antaranya
pasar Youtefa, pasar Lama, pasar Hamadi, dan jalan baru. wilayah-wilayah ini adalah
wilayah yang banyak dihuni oleh para pendatang seperti Makasar, Bugis, Jawa.
Selain wilayah-wilayah di atas, kampung Tiba-Tiba juga merupakan salah satu
wilayah yang banyak dihuni oleh para pendatang. Namun, berbeda dengan wilayah
lain yang sudah penulis sebutkan. Masyarakat kampung tiba-tiba yang hidup dalam
heterogenitas tidak pernah mengalami konflik yang lama hingga menghancurkan
tatanan sosial masyarakat.11
Selain itu, hal menarik dalam kehidupan masyarakat
kampung Tiba-Tiba yakni dalam perbedaan agama, budaya, pendidikan, dan ekonomi
mereka mampu hidup saling membantu sebagai seorang tetangga, saling menghargai
sebagai sesama manusia, dan saling menjaga sebagai satu kesatuan.
Warga kampung Tiba-Tiba juga saling menghormati dalam relasi beragama.
Hal itu dapat dilihat dari beberapa aktivitas sosial yang mereka lakukan yakni:
11
Pengamatan Penulis selama tinggal di Kota Jayapura.
Page 7
kesediaan untuk menjaga ketenangan dan ketertipan ketika ada tetangga baik itu
Islam maupun Kristen yang sedang menjalankan ibadah. Pada saat kedukaan warga
Islam ataupun Kristen akan membantu keluarga yang sedang mengalami dukacita
dengan iuran bersama, menyiapkan makan untuk pelayat dan keluarga, bagi keluarga
yang status ekonomi rendah warga akan bergotong royong membuatkan peti jenasah.
Ketika hari raya baik itu Idul Fitri maupun Natal setiap warga saling bersilahturahmi
bahkan mengadakan halal-bihalal bersama pada bulan suci Ramadhan dan ibadah
natal bersama pada bulan desember yang diikuti oleh semua warga kampung Tiba-
Tiba.
Proses berinterksi yang saling meghargai di tengah-tengah berbagai macam
perbedaan dan juga labeling sebagai pendatang serta kejadian-kejadian intoleran yang
berlangsung di Indonesia. namun masyarakat kampung Tiba-Tiba mampu merangkai
kehidupan yang baik. Hal ini yang membuat penulis marasa perlu untuk melakukan
penelitian terhadap pola interkasi sosial yang dibangun oleh masyarkat setempat.
Ada beberapa tulisan yang meneliti tentang relasi orang asli Papua dengan
pendatang dan sebaliknya hubungan antara pendatang dan orang asli Papua. Hal ini
menjadi salah satu perbincangan menarik dalam melihat kehidupan masyarakat
Papua. Beberapa tulisan di antaranya yaitu: Pertama, Persepsi Pedagang Pribumi
Terhadap Pedagang Pendatang Di Pasar Kajase Kabupaten Sorong Selatan,
Papua Barat.12
Secara garis besar tulisan ini lebih memfokuskan hubungan
12
Pither Yulianus Abago, Persepsi Pedagang Pribumi Terhadap Pedagang Pendatang Di
Pasar Kajase Kabupaten Sorong Selatan, Papua Barat,
Page 8
masyarakat pribumi dan pendatang di Sorong Selatan dalam bingkai relasi perdagang.
Adanya kesenjangan antara pendapatan pedagang pribumi dan pedagang pendatang
yang mengakibatkan munculnya persepsi negatif yang mempengaruhi relasi dan
proses peningkatan ekonomi rakyat. Kedua, Pola Interaksi Sosial Etnis Bugis
Makassar: Dinamika Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Kota Sorong.13
Secara garis besar tulisan ini menjelaskan tentang hubungan yang terjadi antara
pendatang dalam hal ini orang Bugis Makasasar dengan orang asli Papua yang berada
di kota Sorong. bagaimana mereka dapat membangun interaksi dan relasi yang baik
dalam kehidupan bermasyarakat. Penelitian ini hanya memfokuskan pada satu etnis
pendatang yaitu Bugis Makassar. Namun demikian, dalam tulisan ilmiah ini, penulis
akan memfokuskan penulisan pada proses interaksi sosial yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat pendatang yang berbeda agama kota Jayapura, distrik abepura
tepatnya di kampung Tiba-Tiba, karena dari beberapa tulisan yang penulis temukan
belum ada pembahasan mengenai interkasi sosial masyarakat pendatang beragam
etnis dan beda agama terkhusus di daerah penggiran kota Jayapura.
Menurut penulis, kedua tulisan ini belum membahas tentang interaksi sosial
masyarakat beda agama secara khusus kota Jayapura yang merupakan ibu kota
Provinsi Papua, sehingga penelitian ini dapat memberikan sumbangan pemikiran
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/spasial/article/viewFile/9831/9417, diunduh pada tanggal 11
September 2017.
13 Muhammad Rusdi Rasyid, Pola Interaksi Sosial Etnis Bugis Makassar: Dinamika
Kerukunan Hidup Umat Beragama Di Kota Sorong.
http://jurnalalqalam.or.id/index.php/Alqalam/article/view/179, diunduh pada tanggal 11 September
2017
Page 9
terhadap pola interaksi yang terjadi pada masyarakat kota Jayapura yang multi etnis
dan agama.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang dikemukakan di
atas, Bagaimana pandangan masyarakat Kampung Tiba-Tiba tentang hubungan lintas
agama yang diterjadi dalam kehidupan mereka setiap hari? Maka rumusan masalah
pada penelitian ini terdiri dari dua bagian yakni: 1) Bagaimana Interaksi Sosial
Masyarakat Pendatang Beda Agama di Kampung Tiba-Tiba? 2) Apakah peran agama
mempengaruhi Pola interkasi masyarakat Kampung Tiba-Tiba?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mendeskripsikan Interaksi Sosial masyarakat
pendatang beda agama di Kampung Tiba-Tiba? 2. Menganalisis peran agama dalam
hubungannya dengan interaksi masyarakat pendatang beda agama di Kampung Tiba-
Tiba?
1.4 Manfaat Penulisan
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan pemikiran baik secara
teori maupun praksis kepada masyarakat pendatang dan juga masyarakat asli di
kampung Tiba-Tiba yang hidup dalam berbagai macam perbedaan secara agama,
suku, ras dan budaya sehingga bisa menciptakan kehidupan yang rukun dan damai
sebagai suatu keutuhan bangsa Indonesia dan saling menghargai dan terus menjaga
dan mengembangkan proses hidup rukun dan bersikap toleran kepada siapa saja.
Page 10
1.5 Urgensi Penelitian
Penelitian ini menurut penulis penting dilakukan karena pertama, belakangan ini
masyarakat terus dirisaukan dengan aksi-aksi radikalisme yang dilakukan. Sehingga
masyarakat kampung Tiba-Tiba yang menyandang gelar sebagai pendatang juga
suatu kelak mungkin mempunyai potensi untuk mengalami konflik, karena manusia
selalu dinamis dan mengalami banyak perubahan yang dapat mempengaruhi pola-
pola interkasi antar masyarakat pendatang di Kampung Tiba-Tiba yang berbeda
agama. Kedua, agar labeling yang diberikan oleh beberapa oknum kepada para
pendatang yang di anggap sebagai orang yang datang untuk memperkaya diri tanpa
memperhatikan kehidupan bersama memperoleh cerminan baru dari realitas
kehidupan masyarakat pendatang di Kampung Tiba-tiba.
1.6 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang penulis rencanakan dalam penulisan ini
adalah jenis penelitian deskriptif-analitis yakni penelitian yang diarahkan untuk
mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang
terjadi dalam kehidupan manusia, melakukan interpretasi dan menganalisis secara
mendalam dan memberikan rekomendasi bagi keperluan masa yang akan datang.14
Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif, yakni suatu metode untuk
menangkap dan memberikan gambaran terhadap fenomena tertentu dalam kehidupan
14
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), 89.
Page 11
manusia, mengeksplorasi dan memberikan penjelasan dari fenomena yang diteliti
tersebut.15
Teknik pengumpulan data berupa wawancara dan observasi. Observasi yang
dilakukan ialah pengamatan terhadap kegiatan sehari-hari kehidupan masyarakat
Kampung Tiba-Tiba. Metode pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah
wawancara baik secara terstruktur maupun tidak. Di mana di dalam bukunya Basrowi
“Memahami Penelitian Kualitatif”16
mengatakan bahwa observasi adalah salah satu
metode pengumpulan data di mana peneliti melihat atau mengamati secara visual
sehingga didapatkan data yang valid. Metode ini memiliki ciri spesifik dibandingkan
dengan teknik yang lain.
Cara atau metode ini umumnya ditandai dengan pengamatan tentang hal-hal yang
benar-benar dilakukan oleh individu dan juga membuat pencatatan yang sifatnya
subjektif mengenai apa yang diamati. Melalui observasi juga, deskripsi objektif dari
individu-individu dalam hubungannya yang aktual satu sama lain dan hubungan
dengan lingkungannya secara tidak langsung dapat diperoleh. Selain observasi,
peneliti juga menggunakan tehnik wawancara baik secara terstruktur (dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan) dan tidak terstruktur. Jenis wawancara tidak terstruktur yakni
tidak disusun terlebih dahulu, dengan kata lain mengalir begitu saja seperti
percakapan sehari-hari.17
Wawancara akan dilakukan kepada: RT dan RW, Sesepuh
15
Haris Herdiansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial (Jakarta:
Salemba Humanika, 2012), 8. 16
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2008),
94-95 17
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif , . . . , 130
Page 12
di Kampung Tiba-Tiba, Beberapa tokoh agama di Kampung Tiba-tiba (Ustad,
Majelis, Pendeta), Warga Muslim dan Warga Kristen Kampung Tiba-Tiba
1.7 Lokasi Penelitian
Tempat penelitian yang penulis pilih adalah Kampung Tiba-tiba. Kecamatan
Abepura Papua. Kampung tiba-tiba sendiri adalah salah satu pemukiman warga yang
sudah di jadikan perkampungan kecil tempat tinggalnya para pendatang dari Makasar,
Buton, Bugis, Jawa, Biak, Ambon, Serui dan lain sebagainya.
Lokasi ini dipilih karena beberapa alasan yakni, pertama, penulis melihat bahwa
perlu untuk melihat bagimana interkasi yang berlangsung diantara warga pendatang
beda agama yang tinggal dalam satu pemukiman namun terus dapat menjaga
hubungan yang baik diantara warganya walaupun tidak ada budaya khusus yang lebih
mudah untuk mengikat mereka sebagai satu kesatuan. Kedua, penulis melihat lokasi
ini penting untuk diteliti karena selain penduduk yang berbeda agama dan suku, tetapi
juga terdapat beberapa rumah ibadah yang tidak jauh jaraknya namun mereka saling
menjaga keamanan dari masing-masing rumah ibadah serta pemeluk agamanya bisa
saling menghormati satu sama lainnya, perkampungan ini letaknya tidak jauh dari
pusat kota.
1.8 Sistematika Penulisan
Tulisan ini terdiri dari lima Bab, yakni: Bab I Pendahuluan, terdiri dari latar
belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, urgensi penulisan, metode pengumpulan data, lokasi penelitian, dan
Page 13
sistematika penulisan. Bab II Kajian Teori Teori Interaksi dan Dramaturgi Menurut
Eriving Goffman. Bab III Hasil penelitian terdiri dari data lapangan dan
pembahasan, Bab IV Analisa Data menggunakan teori yang ada di bab II. Bab V
terdiri dari Penutup, meliputi kesimpulan yang berisi temuan-temuan dan saran-saran
yang berupa kontribusi dan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
Top Related