1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan dibidang kesehatan merupakan unsur yang
sangat penting dalam pembangunan nasional karena merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk
mencapai Indonesia sehat, yaitu suatu keadaan dimana setiap
orang hidup dalam lingkungan yang sehat, berperilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS), mempunyai akses terhadap pelayanan kesehatan
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya (Dinkes,
2009).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan
perilaku yang dipraktikan atas dasar kesadaran atas hasil
pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif
dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Perilaku hidup bersih
dan sehat (PHBS) dilakukan melalui pendekatan tatanan yaitu: di
rumah tangga, di sekolah, di tempat kerja, di institusi kesehatandan
di tempat umum (Dinkes, 2009).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di Institusi
kesehatanadalah upaya untuk memberdayakan pasien, masyarakat
pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu untuk
mempraktikkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan
berperan aktif dalam mewujudkan institusi kesehatansehat dan
mencegah penularan penyakit di institusi kesehatan. Sedangkan
institusi kesehatanadalah sarana yang diselenggarakan oleh
pemerintah, swasta, atau perorangan yang digunakan untuk
2
kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat seperti rumah sakit
(Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI,2007).
Data di seluruh dunia 10% (1,4 juta) pasien rawat inap di rumah
sakit mengalami infeksi nosokomial setiap tahun, sedangkan di
Amerika Serikat terdapat 20.000 kematian setiap tahun. Meski di
Indonesia, data akurat tentang angka kejadian infeksi nosokomial di
Rumah Sakit belum ada tetapi, kasus ini menjadi masalah serius.
Berdasarkan data tahun 2004 Departemen Kesehatan, ternyata
infeksi nosokomial merupakan salah satu penyumbang penyakit
tertinggi. Persentase tingkat risiko terjangkitnya infeksi nosokomial
pada Rumah Sakit Umum mencapai 93,4%, sedangkan Rumah
Sakit Khusus hanya 6,6%. 1,6-80,8 % merupakan infeksi nosokomial
pada penyakit saluran pencernaan.
Infeksi nosokomial banyak terjadi di Rumah Sakit Pemerintah
dengan jumlah 1527 pasien dari jumlah pasien beresiko 160.417
(55,1%). Sedangkan pada Rumah Sakit swasta jumlah infeksi
nosokomial adalah 991 Pasien dari jumlah pasien beresiko 130.047
(35,8%) dan pada Rumah Sakit ABRI jumlah infeksi nosokomial 254
pasien dari jumlah pasien beresiko 1.672 (9,1%). Infeksi nosokomial
persoalan serius yang bisa menyebabkan langsung maupun tidak
langsung kematian pasien. Kasus infeksi ini terjadi karena masih
rendahnya standar pelayanan Rumah Sakit atau puskesmas
(Kemenkes, 2011). Data survei Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) di Instansi Kesehatan setiap provinsi tahun 2004
menunjukkan masih di bawah 50% dari instansi kesehatan di
provinsi yang sudah baik pelaksanaan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS)(DepKes, 2004). Perlunya pembinaan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) di Rumah Sakit sangat diperlukan sebagai
3
salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit dan
mewujudkan instansi kesehatan sehat.
Pengetahuan atau pemahaman perawat mengenai infeksi
nosokomial berpengaruh terhadap reaksi respon dari perawat yang
ditunjukan melalui perbuatan atau aktivitas nyata dari perawat di
rumah sakit. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saragih &
Rumapea (2012) tentang Rumah Sakit Umum Daerah Badung
Tahun 2013 menunjukkan adanya hubungan bermakna antara
tingkat pengetahuan dengan tingkat kepatuhan melakukan cuci
tangan petugas kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Badung
Tahun 2013 (p =0,02).
Perawat merupakan tenaga yang berhubungan langsung dengan
pasien selama 24 jam, sehinga diharapkan dapat
mengaktualisasikan diri secara fisik, emosional, dan spiritual untuk
merawat orang yang mengalami penyakit kritis. Apabila mutu
pelayanan keperawatan yangdiberikan kepada pelanggan dibawah
standar, akan mempengaruhi citra rumah sakit. Sehubungan
dengan hal tersebut, sehingga praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada perawat
di Rumah Sakit Margono Geriatri, Purwokerto.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada praktikum ini
adalah”Bagaimana gambaranPerilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Perawat
di RS. Margono Geriatri, Puwokerto?”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengetahui Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Perawat di
RS. Margono Geriatri, Puwokerto.
2. Tujuan Khusus
4
a. Mendeskripsikan karakteristik responden meliputi umur, jenis kelamin,
pendidikan, penghasilan, jumlah anggota keluarga tentang Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) pada perawat di RS. Margono Geriatri, Puwokerto.
b. Mendeskripsikan pengetahuan tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) pada perawat di RS. Margono Geriatri, Puwokerto.
c. Mendeskripsikan sikaptentang PerilakuHidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada
perawat di RS. Margono Geriatri, Puwokerto.
d. Mendeskripsikan perilaku tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
pada perawat di RS. Margono Geriatri, Puwokerto.
e. Mendeskripsikan ketersediaan fasilitastentang Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) pada perawat di RS. Margono Geriatri, Puwokerto.
f. Mendeskripsikan mediatentang PerilakuHidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada
perawat di RS. Margono Geriatri, Puwokerto.
g. Mendeskripsikan persepsi kebijakan Rumah Sakittentang Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) pada perawat di RS. Margono Geriatri, Puwokerto.
D. Manfaat
1. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi tenaga kesehatan untuk membiasakan
PerilakuHidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tatanan institusi kesehatan.
2. Bagi Instisusi Kesehatan(RS. Margono Geriyatri, Purwokerto)
Sebagai bahan masukan bagi RS. Margono Geriyatri, Purwokerto dalam
melakukan evaluasi dan perbaikan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
di tatanan institusi kesehatan.
3. Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas
5
Sebagai bahan masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas dalam
pembuatan program-program untuk peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) di tatanan institusi kesehatan.
4. Bagi Jurusan Kesehatan Masyarakat
Sebagai tambahan referensi dan memperkaya pustaka terkait dengan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tatanan institusi kesehatan.
5. Bagi Peneliti
Sebagai pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan penelitian terkait
dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di tatanan institusi
kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tatanan Institusi Kesehatan
1. Definisi PHBS di Institusi Kesehatan
Institusi kesehatanadalah sarana yang diselenggarakan oleh pemerintah/
swasta, atau perorangan yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat seperti rumah sakit, puskesmas, dan klinik swasta. Perilaku Hidup
6
Bersih dan Sehat (PHBS) di institusi kesehatanadalah upaya memberdayakan
pasien, masyarakat pengunjung dan petugas agar tahu, mau dan mampu
mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat sera berperan aktif dalam
mewujudkan institusi kesehatansehat (Depkes RI, 2007).
Menurut Farida (2008) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di
institusi kesehatanadalah untuk membudayakan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
(PHBS) bagi petugas kesehatan agar dapat melakukan pembinaan Perilaku Hidup
Bersih Dan Sehat (PHBS) di masyarakat, mampu membina masyarakat agar dapat
menerapkan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS), termasuk mampu
melakukan deteksi dini terhadap berbagai masalah kesehatan, mampu mengatasi,
memelihara, meningkatkan, dan melindungi kesehatan di wilyah kerjanya.
Sedangkan menurut Kemenkes (2011) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di
institusi kesehatanadalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran, yang menjadikan semua orang yang berada
di institusi kesehatantermasuk pasien, petugas kesehatanserta siapapun yang
berada dan memiliki kepentingan didalamnya mampu menolong dirinya sendiri
(mandiri) dibidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakat. Dengan demikian, Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)
mencakup beratus-ratus bahkan mungkin beribu-ribu perilaku yang harus
dipraktikkan dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya.
Pencegahan dan penanggulangan penyakit serta penyehatan lingkungan
harus dipraktekkan dengan perilaku mencuci tangan dengan sabun, pengelolaan air
minum dan makanan yang memenuhi syarat, menggunakan air bersih,
menggunakan jamban sehat, pengelolaan jamban sehat, pengelolaan limbah cair
yang memenuhi syarat, memberantas jentik nyamuk, tidak merokok di dalam
ruangan dan lain-lain.Pemeliharaan kesehatan harus dipraktekkan melalui perilaku
ikut serta dalam jaminan pemeliharaan kesehatan, aktif mengurus dan atau
memanfaatkan upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM),
memanfaatkan puskesmas dan fasilitas pelayanan Kesehatan. Fasilitas pelayanan
7
kesehatan (klinik, puskesmas, rumah sakit dan lain-lain), sasaran primer harus
mempraktekkan perilaku yang dapat menciptakan fasilitas pelayanan kesehatan
yang menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yang mencakup
mencuci tangan dengan sabun, menggunakan jamban sehat, membuang sampah di
tempat sampah, tidak merokok, tidak mengonsumsi NAPZA, tidak meludah di
sembarangan tempat, memberantas jentik nyamuk dan lain-lain (Kemenkes,2011).
Mencuci tangan dengan sabun merupakan indikator yang harus dipenuhi
oleh tenaga kesehatan pada institusi kesehatanseperti rumah sakit. Berdasarkan
penelitian Rikayanti (2014), mencuci tangan dengan baik dan benar merupakan
upaya pencegahan terinfeksinya petugas kesehatan dari penyakit
nosokomial.Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi di rumah sakit atau
fasilitas pelayanan kesehatan setelah dirawat 2x24 jam. Pasien, petugas kesehatan,
pengunjung dan penunggu pasien merupakan kelompok yang paling berisiko
terjadinya infeksi nosokomial, karena infeksi ini dapat menular dari pasien ke
petugas kesehatan, dari pasien ke pengunjung atau keluarga ataupun dari petugas
ke pasien.
Menurut Depkes (2003) mencuci tangan harus dilakukan dengan benar
sebelum dan sesudah melakukan tindakan perawatan meskipun memakai sarung
tangan atau alat pelindung lain, untuk menghilangkan atau mengurangi
mikroorganisme yang ada pada tangan sehingga penyebaran penyakit dapat
dikurangi dan lingkungan terjaga dari infeksi. Indikasi mencuci tangan harus
dilakukan pada saat yang diantisipasi akan terjadi perpindahan kuman melalui
tangan, yaitu sebelum melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran
dan setelah melakukan tindakan yang dimungkinkan terjadi pencemaran
(Rikayanti,2014).
8
Gambar 1.1
Skema Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam Berbagai Tatanan
2. Indikator PHBS di Institusi kesehatan
Indikator diperlukan untuk menilai apakah aktifitas pokok yang dijalankan
telah sesuaidengan rencana dan menghasilkan dampak yang diharapkan. Dengan
demikianindikator merupakan suatu alat ukur untuk menunjukkan suatu keadaan
atau kecenderungan keadaan dari suatu hal yang menjadi pokok
perhatian.MenurutDepkes (2007), lima Indikator tatanan institusikesehatan
yaitu :
a. Perilaku
1) Tidak merokok
Menurut Sitepoe (2000), merokok adalah membakar tembakau yang
kemudian diisap isinya, baik menggunakan rokok maupun menggunakan
pipa. Definisi perokok menurut WHO dalam Depkes (2004) adalah mereka
yang merokok setiap hari untuk jangka waktu minimal 6 bulan selama
hidupnya masih merokok saat survey dilakukan. Jadi perilaku merokok
adalah perilaku dimana baik pasien, petugas kesehatan, dan siapa saja yang
berada di institusi kesehatantidak membakar tembakau yang kemudian
diisap secara langsung maupun menggunakan pipa.
9
Perilaku tidak merokok menjadi sesuatu hal yang sangat ketat dijaga di
insatansi kesehatan, dan seharusnya sudah diberlakuakan bahwa institusi
kesehatanmerupakan lokasi yang bebas asap rokok. Perilaku merokok
selain mengaganggu kesehatan pribadi juga akan mengganggu kesehatan
orang lain disekitar yang ikut menghirup asap rokok tersebut.
2) Kebersihan lingkungan
Kebersihan lingkungan menjadi indikator yang harus diperhatikan di
institusi kesehatan. Menjaga kebersihan lingkungan menjadi kewajiban
setiap orang yang berada di dalamnya. Menjaga kebersihan lingkungan
merupakan perilaku- perilaku yang terdiri dari menjaga kebersihan diri dan
di luar diri. Kebersihan diri seperti mencuci tangan dengan sabun setelah
melakukan perawatan terhadap pasien, menggunakan sarung tangan saat
menagani pasien, menggunakan masker saat menangani pasien, dan lain-
lain (Depkes,2007).
3) Kebersihan kamar mandi
Kebersihan kamar mandi menjadi salah satu indikator yang ditetapkan
oleh Depkes, dan pada hakikatnya perilaku menjaga kebersihan kamar
mandi merupakan sesuatu yang sangat penting, karena dikamar mandi
merupakan lokasi yang sangat cepat menyebarkan bibit penyakit.Kotoran
manusia merupakan sumber penyebaran penyakit yang sangat kompleks
antara lain tipus, disentri, kolera, berbagai macam penyakit cacing,
schisosomiasis dan sebagainya. Secara langsung kotoran ini dapat
mengkontaminasi makanan, minuman, sumber air, tanah dan sebagainya.
Perilaku menjaga kebersihan kamar mandi seperti membuang tissue yang
sudah dipakai ke tempat sampah, menyiram WC setelah BAK atau BAB,
dan lain-lain (Depkes,2007).
b. Lingkungan
1) Ada jamban
10
Ketersedian jamban merupakan hal yang harus dipenuhi oleh instansi
kesehatan. Ketersediaan jamban harus disesuaikan dengan banyaknya
manusia yang berada di instansi kesehatan dan keberadaan jamban harus
memperhatikan jarak dengan penyediaan air bersih agar tidak
terkontaminasi (Depkes,2007).
2) Ada air bersih
Penyediaan air bersih harus diperhatikan oleh pihak institusi
kesehatandan air bersih harus memenuhi standar kesehatan. Apabila tidak
diperhatikan dengan baik atau bahkan terkontaminasi dengan bakteri akan
menimbulkan penyakit lain (Permenkes RI,2005).
3) Ada tempat sampah
Tempat sampah harus tersedia di berbagai tempat, karena sangat
dibutuhkan untuk membuang sampah, baik sampah dari pengunjung/pasien,
petugas kesehatan, dan bekas infus atau jarum suntik yang digunakan di
rumah sakit. Tempat sampah harus diletakkan jauh dari dapur rumah sakit
(Depkes,2007).
4) Ada SPAL
Ketersedian SPAL diperlukan sebagai pengelolaan limbah cair
sebelum dibuang kelingkungan, sehingga mutu limbah cair yang dibuang
kelingkungan tidak melampaui Baku Mutu Limbah Cair yang telah
ditetapkan. SPAL harus tertutup dan kedap air sehingga tidak terjadi
perembesan ke tanah serta terpisah dengan saluran limpahan air hujan
(Permenkes,2004).
5) Ada IPAL (Rumah Sakit)
Menurut Depkes RI (1995) limbah cair medis adalah
semua limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang
kemungkinan mengandung mikroorganisme dan bahan
kimia beracun. Bila bahan-bahan yang terkontaminasi
seperti bedpan, dressing, tidak ditangani dengan baik
selama pengumpulan maka akan dapat terjadi kontaminasi
11
ruangan secara langsung. Menurut Permenkes (2004)
penyediaan IPAL dimaksudkan sebagai pengelolaan air
limbah dimaksudkan untuk mengurangi atau
menghilangkan bahan-bahan penyebab polusi yang dapat
berupa bakteri-bakteri serta bahan yang berbahaya dalam
air agar tidak membahayakan manusia dan lingkungan.
IPAL harus direncanakan dengan baik dan disertai studi
kelayakan dan tenaga pengelola IPAL harus didayagunakan
seoptimal mungkin .
6) Ventilasi
Ventilasi di institusi kesehatan berfungsi untuk mengatur suhu ruangan.
menghilangkan gas-gas yang tidak menyenangkan yang ditimbulkan oleh
keringat serta gas-gas pembakaran (CO2) yang ditimbulkan oleh
pernafasan danproses-proses pembakaran(Depkes,2007).
7) Tempat cuci tangan
Tempat cuci tangan merupakan fasilitas yang harus ada di institusi
kesehatanterkhususnya di Rumah Sakit dan Puskesmas. Tempat cuci
tangan harus dilengkapai dengan ketersediaan sabun, handuk atau
tissue(Depkes,2007).
8) Ada pencegahan serangga
Obat pencegah serangga diharapkan tersedia di institusi kesehatan.
Obat pencegahan diperlukan untuk membasmi serangga seperti kecoa dan
tikus. Karena baik kecoa maupun tikus mempunyai peranan yang cukup
penting dalam penularan penyakit(Depkes,2007).
Menurut Permenkes (2011) tatanan fasilitas kesehatan harus
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemilik/ Pengelola Fasilitas Kesehatan
a. Memberikan dukungan kebijakan berupa peraturan yang mendukung
pembinaan PHBS di fasilitas kesehatan yang dikelolanya.
12
b. Menyediakan sarana/ fasilitas (air bersih, jamban sehat, tempat sampah
dan lain-lain) untuk mendudkung PHBS di fasilitas kesehatan yang
dikelolanya.
c. Menyediakan dana dan sumber daya lain yang diperlukan untuk
pembinaan PHBS di fasilitas kesehatan yang dikelolanya.
2. Petugas Kesehatan
a. Melakasanakan pemberdayaan terhadap individu pasien/ klien dalam
pelaksanaan tugas sehari-harinya.
b. Melaksanakan kunjungan rumah dan pemberdayaan keluarga bilamanan
diperluakn dalam rangka pengembangan Desa dan Kelurahan Aktif.
3. Petugas Promosi Kesehatan
a. Mendukung pelaksanaan pemberdayaan oleh petugas kesehatan lain
melalui penyediaan alat peraga, pelaksanaan bina suasana dan advokasi
b. Ikut melaksanakan pengorganisasian masyarakat di desa dan kelurahan
wilayah kerjanya dalam rangka pengebangan Desa dan Kelurahan Siaga
Aktif.
3. Manfaat dan Tujuan PHBS di Institusi Kesehatan
a. Manfaat PHBS di Institusi Kesehatan
1) Bagi pasien/keluarga pasien atau pengunjung
a) Memperoleh pelayanan kesehatan di institusi kesehatan.
b) Terhindar dari penularan penyakit.
c) Mempercepat proses penyembuhan penyakit dan peningkatan
kesehatan pasien.
2) Bagi Institusi Kesehatan
a) Mencegah terjadinya penularan penyakit di institusi kesehatan.
b) Meningkatkan institusi kesehatanyang baik sebagai tempat untuk
memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan bagi masyarakat.
13
3) Bagi Pemerintah Daerah
a) Meningkatkan persentase institusi kesehatansehat menunjukkan
kinerja dan citra Pemerintah Kabupaten/Kota yang baik.
b) Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain
dalam pembinaan PHBS di institusi kesehatan.
b. Tujuan PHBS di Institusi Kesehatan
1) Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di Institusi kesehatan.
2) Mencegah terjadinya penularan penyakit di institusi kesehatan.
3) Menciptakan institusi kesehatanyang sehat.
B. Perilaku Kesehatan
1. Definisi Perilaku Kesehatan
Menurut Notoadmodjo (2003) perilaku kesehatan (healthy behavior) diartikan
sebagai respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan
sehat-sakit, penyakit, dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan seperti
lingkungan, makanan, minuman, dan pelayanan kesehatan. Dengan kata lain,
perilaku kesehatan adalah semua aktivitas atau kegiatan seseorang, baik yang
dapat diamati (observable) maupun yang tidak dapat diamati (unobservable), yang
berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pemeliharaan
kesehatan ini mencakup mencegah atau melindungi diri dari penyakit dan masalah
kesehatan lain, meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit
atau terkena masalah kesehatan. Sedangkan pada Notoadmodjo (2007) perilaku
kesehatan menurut Skinner dalam Notoatmodjo adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman dan lingkungan.
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem
pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan-batasan tersebut
mempunyai dua unsur pokok yaitu:
14
a. Respon atau reaksi manusia, baik yang bersifat pasif meliputi pengetahuan,
persepsi dan sikap, maupun yang bersifat aktif seperti tindakan yang nyata.
b. Stimulus atau rangsangan yang terdiri dari 4 unsur pokok yaitu sakit dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan lingkungan.
Menurut Gochman (1988) membagi perilaku kesehatan menjadi 2 elemen
yaitu elemen kognitif berupa adanya suatu hubungan antara kepercayaan, harapan,
motivasi, nilai, persepsi dan lainnya, sedangkan yang termasuk dalam elemen
afektif yaitu karakteristik individu, keadaan emosional dan kebiasaan seseorang
yang berhubungan dengan pemulihan kesehatan agar dapat meningkatkan status
kesehatannya. Sehingga perilaku kesehatan dapat diartikan aktivitas seseorang
yang dapat diamati maupun yang tidak dapat diamati yang berhubungan dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatannya.
2. Jenis Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2007), dapat diklasifikasikan
menjadi 3 kelompok :
a. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)
Perilaku pemeliharaan kesehatan adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang
untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk
penyembuhan bilamana sakit. Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan
ini terdiri dari tiga aspek, yaitu:
1) Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit,
serta pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
2) Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.
3) Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat
memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit.
b. Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan kesehatan
Perilaku pencarian dan penggunaan system atau fasilitas pelayanan
kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking
15
behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada
saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini
dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke
luar negeri.
c. Perilaku kesehatan lingkungan
Bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
social budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya.
Dengan kata lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga
tidak mengganggu kesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakat. Misalnya
bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan
sampah, dan pembuangan limbah.
Becker (1979) dalam Notoatmodjo (2007), membuat klasifikasi tentang
perilaku kesehatan yang terdiri dari:
1) Perilaku Hidup Sehat
Perilaku Hidup Sehat adalah perilaku yang berkaitan dengan upaya
atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan
kesehatannya yang mencakup antara lain:
a) Makan dan menu seimbang (appropriate diet)
b) Olahraga teratur
c) Tidak merokok
d) Tidak minum-minuman keras dan narkoba
e) Istirahat yang cukup
f) Mengendalikan stress
g) Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, misalnya
tidak berganti-ganti pasangan dalam hubungan seks.
2) Perilaku sakit (IIInes behaviour)
Perilaku sakit ini mencakup respons seseorang terhadap sakit dan
penyakit, persepsinya terhadap sakit, pengetahuan tentang : gejala dan
penyebab penyakit, dan sebagainya.
16
3) Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)
Orang sakit (pasien) mempunyai hak dan kewajiban sebagai orang
sakit,yang harus diketahui oleh orang sakit itu sendiri maupun orang lain
(terutama keluarganya). Perilaku ini disebut perilaku peran sakit (the sick
role) yang meliputi:
a) Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
b) Mengenal / mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan/penyembuhan
penyakit yang layak.
c) Mengetahui hak (misalnya : hak memperoleh perawatan, memperoleh
pelayanan kesehatan, dan sebagainya) dan kewajiban orang sakit
(memberitahukan penyakitnya kepada orang lain terutama kepada
dokter/petugas kesehatan, tidak menularkan penyakitnya kepada orang
lain, dan sebagainya).
Khusus untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya
perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan
diperlukan contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para
petugas terutama petugas kesehatan dan diperlukan juga undang-undang kesehatan
untuk memperkuat perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2003).
3. Domain Perilaku
Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologis pendidikan membagi
perilaku manusia itu ke dalam 3 domain. Pembagian ini dilakukan untuk tujuan
pendidikan. Bahwa dalam suatu pendidikan adalah mengembangkan atau
meningkatkan ketiga domain perilaku tersebut, yakni kognitif, afektifdan
psikomotor.
Sesuai dengan perkembangannya, Teori Bloom ini dimodifikasi untuk
pengukuran hasil pendidikan kesehatan yakni:
a. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
pencaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa
17
dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga(Notoatmodjo, 2003).
Pengertian lain, pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan
pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan
aposteriori. Pengetahuan didapatkan dengan melakukan pengamatan dan
observasi yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris
tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila
seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala
yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa
didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali.
Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan
sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi
(Meliono, 2007).
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka
perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting) daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang dalam hal
ini pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan
(Notoadmojo, 2003).
Menurut Notoadmodjo (2003) Pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif mempunyai 6 tingkatyaitu:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang paling rendah. Oleh sebab itu tahu ini
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain,
18
menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, dan sebagainya. Contoh :
dapat menyebutkan manfaat dari pemeriksaan kehamilan.
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara
benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
tersebut harus dapat menjelaskan, menyebutkan, contoh : menyimpulkan,
meramalkan dan sebagaimana terhadap objek yang dipelajari.
3) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi ini
dapat diartikan atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip
dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4) Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti
dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan
sebagainya.
5) Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk
menyusun formulasi baru dan formulasi-formulasi yang ada.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.
19
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1) Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang
lain. Seseorang melakukan sesuatu yang positif atau negative bisa dari
pengalaman sendiri maupun orang lain, salah satu pengalaman negatif
seperti mengkonsumsi minuman keras, pergaulan bebas dari lingkungan.
2) Tingkat Pendidikan
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.
Pendidikan yang diberikan orangtua dalam mengenal bahaya minuman
keras sangatlah penting agar anak tidak salah dalam pergaulannya.
3) Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bias mempengaruhi
pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun negatif.
Pada keyakinan seseorang tentang terkait miras bahwa banyak remaja yang
dengan mengkonsumsi minuman keras, seseorang bisa lebih percaya diri,
berani, dan merasa hebat. Tetapi ada juga seseorang yang takut akan
minuman keras sebab mengerti bahwa banyak negatifnya jika
mengkonsumsi minuman keras.
4) Sosial Budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat
mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap
sesuatu. Bahwa budaya dalam mempengaruhi perilaku seseorang atau
mengkonsumsi miras, banyak orang luar kebiasaan, dan kebutuhan dalam
mengkonsumsi miras. Sehingga budaya bisa mempengaruhi lemah,
tingginya dalam kebutuhan mengkonsumsi minumat dilakukan dengan
keras (Notoatmodjo, 2003).
20
Pengukuran pengetahuan menurut Notoatmodjo (2003) dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menyatakan tentang isi materi
yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Kedalaman
pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan dengan
tingkatan domain diatas.
b. Sikap
Menurut Winardi (2004) sikap adalah determinan perilaku, karena
mereka berkaitan dengan persepsi, kepribadian, dan motivasi. Sebuah sikap
merupakan suatu keadaan sikap mental, yang dipelajari dan diorganisasi
menurut pengalaman, dan yang menyebabkan timbulnya pengaruh khusus atas
reaksi seseorang terhadap orang-orang, objek-objek, dan situasi-situasi dengan
siapa ia berhubungan Menurut Zimbardo dan Ebbesen (1999) , sikap adalah
suatu predisposisi (keadaan mudah terpengaruh) terhadap seseorang, ide atau
obyek yang berisi komponen-komponen cognitive, affective dan behavior.
Terdapat tiga komponen sikap, sehubungan dengan faktor-faktor
lingkungan, yaitu :
1) Afeksi (affect) yang merupakan komponen emosional atau perasaan.
2) Kognisi adalah keyakinan evaluatif seseorang. Keyakinan-keyakinan
evaluatif, dimanifestasi dalam bentuk impresi atau kesan baik atau buruk
yang dimiliki seseorang terhadap objek atau orang tertentu.
3) Perilaku, yaitu sebuah sikap berhubungan dengan kecenderungan seseorang
untuk bertindak terhadap seseorang atau hal tertentu dengan cara tertentu
(Winardi, 2004).
Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:
1) Menerima (receiving), menerima diartikan bahwa subjek mau dan
memperhatikan stimulus yang diberikan.
2) Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya,
mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu
indikasi dari sikap.
21
3) Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4) Bertanggungjawab (responsible), bertanggungjawab atas segala suatu yang
telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang memiliki
tingkatan paling tinggi (Notoatmodjo, 2003).
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif
(Purwanto, 2008):
1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu.
2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai obyek tertentu. Setiap remaja yang dapat
berpikir positif bahwa mengkonsumsi minuman keras hanya dapat
memberikan dampak yang negative diantaranya merusakan kesehatan baik
fisik ataupun psikis. Pikiran atau asumsi tersebut akan memberikan sikap
yang positif pula untuk lingkungannya.
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap
seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan
sesuatu mengenai obyek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap
mungkin berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap,
yaitu kalimatnya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap.
Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaiknya
pernyataan sikap mungkin pula berisi hal-hal negatif mengenai obyek sikap
yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap.
Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak
favourable(Purwanto,2008).
Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas
pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang seimbang.
Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak
22
semua negatif yang seolah-ilah isi skala memihak atau tidak mendukung sama
sekali obyek sikap (Azwar, 2005).
c. Perilaku
Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau
perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari.
Perilaku ini tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecenderungan
untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang
menyatakan adanya tandatanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi
obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas, Bloom dalam Notoatmodjo (2007), membagi perilaku ke
dalam tiga domain, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Untuk
memudahkan pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari; pengetahuan,
sikap dan tindakan/praktek.. Notoatmodjo (2003) pengukuran perilaku dapat
dilakukan secara tidak langsung dengan cara wawancara terhadap kegiatan
yang telah dilakukan oleh individu sebelumnya, dan secara langsung dengan
mengobservasi tindakan atau kegiatan individu tersebut.
Menurut teori Lawrance Green dan kawan-kawan (1980) menyatakan
bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor
perilaku (behaviorcauses) dan faktor diluar perilaku (non behaviour causes).
Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor
menurut Notoatmodjo (2003) yaitu:
1) Faktor predisposisi (predisposing factors), yang mencakup pengetahuan,
sikap dan sebagainya.
2) Faktor pemungkin (enabling factor), yang mencakup lingkungan fisik,
tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana untuk
melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.
3) Faktor penguat (reinforcement factor), faktor-faktor ini meliputi
undangundang, peraturan-peraturan, pengawasan dan sebagainya.
23
C. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi PHBS di Institusi Kesehatan
Menurut Rykayanti dan Arta (2013), dalam penelitian yang berjudul
“Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Mencuci Tangan Petugas
Kesehatan Di Rumah Sakit Umum Daerah Badung Tahun 2013” yang hasilnya
menyatakan perilaku mencuci tangan perawat yang merupakan salah satu indikator
PHBS di institusi kesehatandipengaruhi karena adanya acaman terjangkit infeksi
Nosokmial sehingga perawat melakukan pencegahan sebelum terjangkit melalui
PHBS yang baik.
Penelitian lain oleh Saragih & Rumapea(2012) “Hubungan
Karakteristik Perawat Dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan
di Rumah Sakit Columbia Asia Medan” menyatakan bahwa PHBS di rumah sakit
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan. Karena tingkat pengetahuan
memiliki hubungan yang bermakna dengan perilaku mencuci
tangan dengan tingkat kepatuhan melakukan cuci tangan petugas
kesehatan di Rumah
24
BAB IIIMETODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
Variabel Bebas Variabel Terikat
1. Predisposisia. Pengetahuanb. Sikapc. Karakteristik
Responden1) Umur2) Jenis Kelamin3) Pendidikan
2. Pendukunga. Sarana Prasaranab. Media
3. Penguata. Kebijakan Rumah
Sakit
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada Perawat Di RS. Margono Geriatri, Purwokerto
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
25
B. Definisi Operasional
Definisi operasional digunakan untuk memudahkan pemahaman dan
pengukuran setiap variabel dalam penelitian, maka setiap variabel harus
dirumuskan secara operasional. Adapun definisi operasional dari penelitian ini
adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1 Definisi operasional
No Variabel Definisi Operasional
Parameter Kategori Skala
1. Karakteristik Responden : a. Umur Usia atau
lamanya hidup responden yang dihitung sejak tanggal lahir sampai dengan waktu penelitian yang dinyatakan dalam tahun.
Diukur dengan kuesioner
1. Belum dewasa < 21 tahun
2. Dewasa ≥ 21 tahun (KUHP Perdata pasal 330).
Ordinal
b.Jenis kelamin
Perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan.
Diukur dengan kuesioner
1. Laki-laki2. Perempuan
Nominal
26
c. Pendidikan Tingkat pendidikan formal yang terakhir ditempuh oleh responden.
Diukur dengan kuesioner
1.Rendah (pendidikan SD/sederajat)
2.Sedang (pendidikanSMP/sederajat)
3.Tinggi (pendidikan SMA /sederajat)
4.Sangat tinggi (pendidikan tinggi)
(UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003).
Ordinal
No Variabel Definisi operasional
Parameter Kategori Skala
d. Penghasil-an
Pendapatan keuangan keluarga dalam satu bulan disesuaikan dengan UMR sebesar Rp. 1.000.000
Diukur dengan kuesioner
1. <UMR (kurang dari Rp. 1.000.000)
2. ≥ UMR (lebih dari atau sama dengan Rp. 1.000.000)
(Keputusan Gubernur Jateng No. 560/60 Tahun 2013 dalam infoblora.com).
Ordinal
e. Jumlah anggota keluarga
Anggota keluarga dalam satu rumah responden.
Diukur dengan kuisioner.
1. Kecil (≤ 4).2. Sedang (5- 6).3. Besar (≥7).(Papalia, 2009).
Ordinal
2. Pengetahuan Hasil dari tahu yang terjadi setelah responden melakukan penginderaan
Diukur dengan kuisioner yang terdiri dari 9 pertanyaan.Jika
1. Baik (≥ mean jika data berdistribusi normal atau ≥ median jika
Ordinal
27
terhadap Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) di rumah sakit.Pengetahuan responden yang meliputi :a. Tidak
merokokb. Mencuci
tangan c. Penggunaan
tisu
Pertanyaan (+), jawabanbenar: skor 1salah:skor 0.Pertanyaan (-), jawabanbenar:skor 0salah:skor 1
data tidak berdistribusi normal).
2. Kurang baik (¿ mean jika data berdistribusi normal atau ¿ median jika data tidak berdistribusi normal).
No Variabel Definisi operasional
Parameter Kategori Skala
d. Penggunaan masker
e. Penggunaan sarung tangan
3. Sikap Persepsi terhadap penerapan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS). Sikap tersebut meliputi :a. Tidak
merokokb. Mencuci
tanganc. Penggunaan
tissued. Penggunaan
masker e. Penggunaan
sarung tangan
f. Menyiram
Diukur dengan kuesioner yang terdiri 9 pertanyaan.Jika pertanyaan (+) dengan jawabanSS: skor 3, S: skor 2, TS: skor 1, STS: skor 0.Pertanyaan (-) dengan jawabanSS: skor 0, S: skor 1, TS: skor 2, STS: skor 3.
1. Mendukung(≥ mean jika data berdistribusi normal atau ≥ median jika data tidak berdistribusi normal).
2. Kurang mendukung (≤ mean jika data berdistribusi normal atau ¿ median jika data tidak berdistribusi normal).
Ordinal
28
toilet
4. Perilaku Tindakan responden untuk menerapkan Perilaku Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah sakit. Perilaku responden yang meliputi :a. Tidak
merokokb. Mencuci
tangan
Diukur dengan kuesioner yang terdiri 9 pertanyaan.Pertanyaan (+) dengan jawabaniya: skor 2,kadang-kadang: skor 1,
1.Baik (≥ mean jika data berdistribusi normal median jika data tidak berdistribusi normal).
2.Kurang baik (< mean jika data berdistribusi normal / < median jika data
Ordinal
No Variabel Definisi Operasional
Parameter Kategori Skala
c. Penggunaan tissue
d. Penggunaan masker
e. Penggunaan sarung tangan
f. Menyiram toilet
g. Penggunaan tissue
h. Penggunaan masker
i. Penggunaan sarung tangan
j. Menyiram toilet
Tidak: skor 0. Pertanyaan (-) dengan jawabaniya: skor 2, kadang-kadang: skor 1, Tidak: skor 0.
tidak berdistribusi normal).
5 Presepsi Ketersediaan Fasilitas
Anggapan terkait sarana prasarana untuk memudahkan dan memperlancar
Diukur dengan kuisioner yang terdiri dari 15 pertanyaan.Jika
1. Baik (≥ mean jika data berdistribusi normal atau ≥ median jika
Ordinal
29
dalam ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah sakit. Fasilitas tersebut meliputi :a. Ketersediaan
sarung tanganb. Ketersediaan
fasilitas toiletc. Ketersediaan
washtafel
pertanyaan (+) dengan jawabaniya: skor 1,tidak:skor 0.Pertanyaan (-) dengan jawabaniya:skor 0,tidak:skor 1.
data tidak berdistribusi normal).
2.Kurang baik (< mean jika data berdistribusi normal / < median jika data tidak berdistribusi normal).
No Variabel Definisi Operasional
Parameter Kategori Skala
d. Ketersediaan air bersih
e. Ketersediaan tisu
f. Tempat cuci lenin
g. pembuangan limbah medis
h. Ketersediaan incenerator
i. Ketersediaan SPAL
j. Ketersediaan IPAL
k. Ketersediaan ventilasi
l. Ketersediaan obat pembunuh serangga
30
6. Presepsi KetersedianMedia
Anggapan terkait alat bantu untuk promosi kesehatan terkait Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Media meliputi :a. Ketersediaan
posterb. Ketersediaan
leafletc. Ketersediaan
video
Diukur dengan kuisioner yang terdiri dari 7 pertanyaan.Jika pertanyaan (+) dengan jawabaniya: skor 1, tidak:skor 0.Pertanyaan (-) dengan jawabaniya:skor 0, tidak: skor 1.
1. Media audio2. Media visual3. Media audio
visual (Arsyad, 2007).
Ordinal
7. Persepsi Kebijakan Rumah Sakit
Anggapan terkait program yang diatur oleh
Diukur dengan kuisioner yang terdiri dari 6
1. Baik (≥ mean jika data
Ordinal
No Variabel Definisi Operasional
Parameter Kategori Skala
rumah sakit, meliputi :a. SOPb. Program
penggunaan APD
c. Program pemberian reward
d. Program pemberian punishment
pertanyaan.Jika Pertanyaan (+) dengan jawabaniya: skor 1,tidak:skor 0.Pertanyaan (-) dengan jawabaniya:skor 0, tidak: skor 1.
berdistribusi normal atau ≥ median jika data tidak berdistribusi normal).
3.Kurang baik (< mean jika data berdistribusi normal / < median jika data tidak).
C. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu jenis penelitian yang
dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran atau deskripsi tentang
suatu keadaan secara objektif. Penelitian dilakukan dengan menempuh langkah-
31
langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan dan analisis data, serta membuat
kesimpulan dan laporan. Penelitian ini menggunakan pendekatan cross sectional,
yaitu suatu penelitian untuk mempelajari antara variabel terikat, dengan cara
pemberian kuisioner dan informasi dikumpulkan hanya pada saat tertentu
(Notoatmojo,2002).
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau
subyek yang menjadi kuantitas dan karasteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti. Populasi menggambarkan berbagai karakteristik subjek penelitian
untuk kemudian menentukan pengambilan sampel (Nana Syaodih
Sukmadinata, 2009).Populasi dalam praktikum penelitian ini adalah seluruh
perawatdi RS. Geriyatri, Purwokerto dengan jumlah perawat 352 orang.
2. Sampel
Menutut Sukmadinata (2009) sampel adalah bagian dari populasi yang
diharapkan mampu mewakili populasi dalam penelitian. Dalam penyusunan
sampel perlu disusun kerangka sampling yaitu daftar dari semua unsur
sampling dalam populasi sampling. Teknik penelitian ini dimaksudkan agar
peneliti lebih mudah dalam pengambilan data.Teknik pengambilan sampling
pada penelitian ini adalah menggunakan simple random sampling. Teknik
sampling ini dipandang peneliti dapat mempermudah pemilihan sampel secara
acak namun atas dasar acuan tertentu. Sampel dalam praktikum ini adalah
minimal sampel yaitu sebanyak 30 perawat di RS Geriyatri, Purwokerto.
E. Lokasi Penelitian
Lokasi praktikum ini yaitu di Rumah sakit Geriatri Purwokerto, Kabupaten
Banyumas.
F. Jenis dan sumber Data
32
Sugiyono (2009) jenis dan sumber data adalah segala sesuatu
yang dapat memberikan informasi mengenai data. Berdasarkan
sumbernya data dibedakan menjadi dua yaitu:
a) Data primer
Data primer yaitu data yang dibuat oleh peneliti dengan
maksud khusus menyelesaikan permasalahan yang sedang
ditangani. Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari
sumber pertama atau tempat obyek praktikum dilakukan
(Sugiyono, 2009). Data primer berasal dari subjek praktikum
yaitu perawat di Rumah Sakit Geriatri Purwokerto.
b) Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang telah dikumpulkan untuk maksud selain
menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi dan dapat ditemukan dengan cepat.
Sumber data sekunder yang digunakan dalam praktikum ini adalah literatur,
artikel, jurnal serta situs di internet yang berkenaan dengan penelitian yang
dilakukan (Sugiyono. 2009). Data sekunder ini berasal dari dokumen
yang dimiliki Rumah Sakit Geriatri Purwokerto mengenai perawat
seperti profil Rumah Sakit Geriatri Purwokerto.
G. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data yang dilakukan dalam praktikum ini
yaitu dengan metode wawancara.Wawancara adalah metode pengumpulan
data dengan cara tanya jawab sepihak yang dikerjakan sistematis dan berdasarkan
kepada tujuan penelitian (Husein, 1999). Wawancara yang dimaksud adalah
dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner yang digunakan berisi
pertanyaan-pernyataan. Teknik ini dilakukan dengan cara, peneliti
membacakan soal kuisioner kepada respoden yaitu kepada perawat
yang ada di Rumah Sakit Geriatri. Teknik ini dipilih karena peneliti
sendiri sudah mengetahui beberapa variabel yang akan diukur oleh
karena kuisioner merupakan tehnik yang sangat efisien.
33
H. Instrumen Penelitian
Instrumen praktikum adalah alat atau fasilitas yang
digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar
pekerjaannya lebih mudah, dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih
cermat, lengkap, dan sistematis sehingga lebih mudah diolah
(Suharsimi, 2006). Intrumen praktikum yang dipakai dalam
praktikum ini adalah kuisioner. Kuesioner ini nantinya terdapat
rancangan pertanyaan yang secara logis berhubungan dengan
masalah praktikumdan tiap pertanyaan merupakan jawaban–
jawaban yang mempunyai makna dalam menguji hipotesa.
Kuisioner ini akan diberikan kepada 30 perawat sebagai responden
praktikumyang telah ditentukan di Rumah sakit Geriatri.
I. Penyajian Data
Analisis data pada praktikum ini menggunakan program
aplikasi SPSS (Statistic Program For Social Sciences) for Windows
dengan menggunakan analisis univariat. Praktikum analisis
univariat adalah analisa yang dilakukan menganalisis tiap variabel
dari hasil penelitian. Analisa univariat berfungsi untuk meringkas
kumpulan data hasil pengukuran yang sedemikian rupa sehingga
kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna.
Peringkasan tersebut dapat berupa ukuran statistik, tabel, grafik.
Analisa univariat dilakukan masing-masing variabel yang diteliti
(Notoatmodjo, 2005).
Penyajian data dalam praktikum ini disajikan dalam bentuk
tabel yang terdiri atas beberapa beberapa kategori dan
karakteristik data setelah data dikumpulkan. Penyajian data dalam
bentuk tabel dimaksudkan agar data dapat dengan mudah
dianalisis. Praktikum ini, analisis univariat digunakan untuk
34
menjelaskan atau mendeskripsikan karateristik responden dan
variabel-variabel yang diteliti meliputi variabel karakteristik
responden, pengetahuan, sikap, perilaku, fasilitas, media dan
persepsi kebijakan rumah sakit tentang Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) di Rumah Sakit Geriatri, Purwokerto Utara.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A. 1999. Psikologi Sosial. Rineka Cipta. Jakarta.Azwar, Saifuddin. (2005). Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka
Pelajar. Yogyakarta.
Becker, M.H. 1979. Psychosocial Aspects of Health Related Behaviour, dalam H.E., Freeman dan S. Levine (eds.,), Handbook of Medical Sociology, PrenticeHall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Bloom B., 1908. Dalam Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
35
David, Gochman.1988. Health Behavior Emerging Research Perspectives.
Departemen Kesehatan RI. 2007.Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI. Jakarta.
Dinas Kesehatan Jateng. 2009. Profil Kementrian Kesehatan Indonesia Pusat dan Surveilans Epydemiologi Profil Kesehatan Indonesia. Kementrian RI. Jakarta.
Farida, Nur. 2008. Bad and Good Habit. Grasindo.Jakarta.
Meliono, Irmayanti, dkk. 2007. MPKT Modul I. Lembaga Penerbitan FEUI. Jakarta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.
Peraturan menteri RI. 2005. Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Permenkes. Jakarta
Purwanto. (2008). Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Saragih & Rumapea.(2012). Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Tingkat Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan di Rumah Sakit Columbia Asia Medan.Fakultas Ilmu Keperawatan.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003. http://www.dikti.go.id/files/atur/UU20-2003Sisdiknas.pdf. Diakses tanggal 30 Mei 2014.
Winardi, J. 2004. Manajemen Perilaku Organisasi. Prenada Media. Jakarta.