Download - BAB I ARDS

Transcript

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Acute lung injury (ALI)/ Acute respiratory disstres syndrome (ARDS)

merupakan penyakit yang mengancam jiwa pada pasien critical ill di ICU.

Kedua hal tersebut merupakan respon inflamasi akibat adanya kelainan baik

langsung atau tidak langsung pada paru. Menurut penelitian, angka kejadian

acute lung injury (ALI)/ acute respiratory disstress syndrome (ARDS) sekitar

32- 34 kasus per 100.000 penduduk. Angka kematian pasien ARDS di ICU

mencapai 34%, hanya 32% yang berhasil survive dan pulang ke rumah.

Perkiraan dari insiden ALI/ ARDS tidak mudah karena adanya keterbatasan

metodologi penelitian dan sistem pengkodean penyakit yang tidak akurat.

Banyaknya kesulitan ini men yebabkan penelt ian untuk mendeskr ipsikan pen

yakit ini mempunyai hasil yang berbeda- beda. Perhatian besar ditujukan

untuk pengelolaan pasien dengan ALI/ARDS di ICU. Berbagai macam terapi

ditujukan untuk mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pasien di ICU.

Pada pasien dengan ALI/ARDS terjadi proses inflamasi jaringan paruparu.

Hal ini disebabkan berbagai macam faktor yang akan menyebabkan paru-paru

kehilangan fungsinya. Alveoli kehilangan kemampuannya dalam pertukaran

oksigen dan karbondioksida. Hal ini dis kolaps atau edema. Kondisi ini

biasanya berlanjut dan membutuhkan pemakaian ventilator mekanik bagi

pasien. Pemakaian ventilator mekanik akan menyebabkan meningkatnya

produksi mediator - mediator inflamasi seperti plasminogen activator

inhibitor -1 (PAI-1), transforming growth factor - β1 (TGF-β1), dan

murinemacrophage inflammatoryprotein - 2 ( MIP-2) apoptosis dari sel

saluran napas, neutrophil influx, dan kebocoran kapiler. Menurut penelitian

terdahulu, heparin mempunyai efek sebagai anti koagulan dan anti inflamasi.

Pada penelitian tersebut heparin diberikan dengan cara inhalasi dan intravena.

Hepar in juga digun akan sebagai profilaksis trombosis pada pasien yang

memiliki resiko terjadi trombosis vena dalam.

1

Acute respiratory syndrome (ARDS), juga dikenal sebagai

Respiratory Disstresssyndrome atau Acute Respirator y Disstresssyndrome

merupakan reaksi serius terhadap berbagai bentuk cedera pada paru - paru.

ARDS adalah penyakit paru - paru yang disebabkan oleh masalah baik

langsung maupun tidak langsung. Hal ini ditandai adanya peradangan pada

parenkim paru yang menyebabkangangguan pertukaran gas, keluarnya

mediator inflamasi, hipoksemia dan sering menyebabkan multiple organ

failure. ARDS/ALI merupakan suatu respons terhadap berbagai macam

kerusakan atau penyakit yang mengenai paru - paru baik itu secara langsung

atau tidak langsung.

Penyebab langsung antara lain: aspirasi asam lambung, tenggelam,

kontusio paru, pnemonia berat, emboli lemak, emboli cairan amnion, inhalasi

bahan kimia, keracunan oksigen. Penyebab tidak langsung terdiri dari: sepsis,

trauma berat, syok hipovolemik, transfusi darah berulang, luka bakar,

pankreatitis, koagulasi intravaskular diseminata dan anafilaksis.

Ada 3 fase dalam patogenesis ARDS yaitu fase eksudatif, fase

permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi, dan

eksudasi cairan, terjadi 2 - 4 hari sejak serangan akut, fase proliferasi, terjadi

setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel

tipe II dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus dan

perubahan eksudat perdarahan menjadi jaringan granulasi seluler / membran

hyalin. Fase proliferasi merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa sembuh

atau menjadi menetap . Adaresikoterjadi pneumothorak; dan fase fibrosis atau

recovery, jika pasienbertahan sampai 3 minggu, paru akan menga ami

remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsur membaik dalam waktu 6 – 12

bulan, dan sangat bervariasi antar individu, tergantung keparahan cederanya.

Kondisi yang lebih baik dari ARDS disebut Acute lunginjury( ALI ) . Untuk

membedakannya perlu dilakukan pemeriksaan analisa gas darah arteri, dimana

bila rasio PF <200 disebut ARDS dan bila rasio PF< 300 disebut ALI.

Berdasarkan hal - hal diatas peneliti ingin mengetahui manfaat heparin

dengan dosis tromboprofilaksis terhadap pasi en AL I/ AR DS , dengan cara

2

mengukur rasio PF pada pasien ALI/ARDS dengan ventilator mekanik (Kisara

dkk, 2012)

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Apakah pengertian dari ARDS?

1.2.2 Bagaimanakah epidemiologi dari ARDS?

1.2.3 Apakah etiologi dari ARDS?

1.2.4 Apakah tanda dan gejala dari ARDS?

1.2.5 Bagaimanakah patogenesis dari ARDS?

1.2.6 Bagaimanakah patofisiologi dari ARDS?

1.2.7 Apa saja pemeriksaan penunjang dari ARDS?

1.2.8 Apa saja penatalaksanaan dari ARDS?

1.2.9 Bagaimanakah komplikasi dan prognosis dari ARDS?

1.2.10 Bagaimanakah pathway dari ARDS?

1.2.11 Bagaimanakah askep dari ARDS?

1.3 TUJUAN

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian dari ARDS.

1.3.2 Untuk mengetahui epidemiologi dari ARDS.

1.3.3 Untuk mengetahui etiologi dari ARDS.

1.3.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala dari ARDS.

1.3.5 Untuk mengetahui patogenesis dari ARDS.

1.3.6 Untuk mengetahui patofisiologi dari ARDS.

1.3.7 Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari ARDS.

1.3.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan dari ARDS.

1.3.9 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis dari ARDS..

1.3.10 Untuk mengetahui pathway dari ARDS.

1.3.11 Untuk mengetahui askep dari ARDS.

3

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 PENGERTIAN

Definisi ARDS pertama kali dikemukakan oleh (Asbaugh dkk ,1967

dalam jurnal Susanto YS dan Sari FR, 2012) sebagai hipoksemia berat yang

onsetnya akut, infiltrat bilateral yang difus pada foto toraks dan penurunan

compliance atau daya regang paru.

American European Concencus Conference Committee (AECC) pada

tahun 1994 dalam Susanto YS dan Sari FR, 2012 merekomendasikan definisi

ARDS, yaitu sekumpulan gejala dan tanda yang terdiri dari empat komponen

di bawah ini (dapat dilihat pada tabel 1).

Tabel 1. Kriteria ALI dan ARDS menurut AECC pada tahun 1994 dalam

Susanto YS dan Sari FR, 2012

Onset Oksigenasi Foto toraks Tekanan kapiler

wedge paru

ALI Akut PaO2/FiO2 < 300 Infitrat

bilateral

<18 mmHg dan

tidak ada

hipertensi atrium

kiriARD

S

Akut PaO2/FiO2 < 200 Infitrat

bilateral

Definisi ARDS menurut AECC sederhana dan dapat diaplikasikan

secara klinis, tetapi mempunyai keterbatasan yaitu tidak mempertimbangkan

penyebab dasar kelainan dan keberadaan disfungsi multiorgan. Meskipun

demikian definisi ARDS direkomendasikan kepada klinisi untuk pemakaian

rutin dan sebagai tambahan disarankan untuk mengidentifikasi faktor risiko

perjalanan ALI dan tidak adanya signifikansi dengan penyakit paru kronik

sebelumnya.2,5 Bentuk yang lebih ringan dari ARDS disebut ALI karena ALI

merupakan prekursor ARDS (perbedaan ALI dengan ARDS dapat dilihat

pada tabel 1).

4

Acute respiratory syndrome (ARDS), juga dikenal sebagai

Respiratory Disst ress syndrome atau Acute Respi ratory Disstress syndrome

merupakan reaksi serius terhadap berbagai bentuk cedera pada paru-paru.

ARDS adalah penyakit paru-paru yang disebabkan oleh masalah baik

langsung maupun tidak langsung. Hal ini ditandai adanya peradangan pada

parenkim paru yang menyebabkan gangguan pertukaran gas, keluarnya

mediator inflamasi, hipoksemia dan sering menyebabkan multiple organ

failure (Kisara dkk, 2012).

Dari beberapa definisi diatas kelompok kami menyimpulkan bahwa,

ARDS adalah suatu kumpulan tanda dan gejala peradangan pada parenkim

paru yang mengakibatkan hipoksemia berat yang onsetnya akut, infiltrat

bilateral yang difus pada foto toraks dan penurunan compliance atau daya

regang paru dimana hal ini disebabkan oleh berbagai masalah baik langsung

maupun tidak langsung.

2.2 EPIDEMIOLOGI

ARDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun

1967. Diperkirakan ada 150.000 orang yang menderita ARDS tiap tahunnya

dan tingkat mortilitasnya 50 %. Sepsis sistemik merupakan penyebab ARDS

terbesar sekitar 50%, trauma 15 %, cardiopulmonary baypass 15 %, viral

pneumoni 10 % dan injeksi obat 5 %.

Tabel 2. Demographic information on ARDS

5

Tabel 3. Gender stratification of ARDS decedent according to at-risk

diagnosis and age

2.3 ETIOLOGI

Penyebab spesifik ARDS masih belum pasti, banyak faktor penyebab

yang dapat berperan pada gangguan ini menyebabkan ARDS tidak disebut

sebagai penyakit tetapi sebagai sindrom. Sepsis merupakan faktor risiko yang

paling tinggi, mikroorganisme dan produknya (terutama endotoksin) bersifat

sangat toksik terhadap parenkim paru dan merupakan faktor risiko terbesar

kejadian ARDS, insiden sepsis menyebabkan ARDS berkisar antara 30-50%.

Aspirasi cairan lambung menduduki tempat kedua sebagai faktor

risiko ARDS (30%). Aspirasi cairan lambung dengan pH<2,5 akan

menyebabkan penderita mengalami chemical burn pada parenkim paru dan

menimbulkan kerusakan berat pada epitel alveolar. Faktor risiko penyebab

ARDS dapat dilihat pada tabel 2 (Susanto YS dan Sari FR, 2012).

Tabel 2. Faktor risiko klinik ARDS

6

2.4 TANDA DAN GEJALA

ARDS biasaya timbul dalam waktu 24 hingga 48 jam setelah

kerusakan awal pada paru. Awalnya pasien akan mengalami dispnea,

kemudian biasanya diikuti dengan pernapasan yang cepat dan dalam. Sianosis

terjadi secara sentral dan perifer, bahkan tanda yang khas pada ARDS ialah

tidak membaiknya sianosis meskipun pasien sudah diberi oksigen. Sedangkan

pada auskultasi dapat ditemui ronkhi basah kasar, serta kadang wheezing.

Diagnosis dini dapat ditegakkan jika pasien mengeluhkan dispnea,

sebagai gejala pendahulu ARDS. Diagnosis presumtif dapat ditegakkan

dengan pemeriksaan analisa gas darah serta foto toraks. Analisa ini pada

awalnya menunjukkan alkalosis respiratorik (PaO2 sangat rendah, PaCO2

normal atau rendah, serta peningkatan pH). Foto toraks biasanya

memperlihatkan infiltrat alveolar bilateral difus yang mirip dengan edema

paru atau batas-batas jantung, namun siluet jantung biasanya normal.

Bagaimanapun, belum tentu kelainan pada foto toraks dapat menjelaskan

perjalanan penyakit sebab perubahan anatomis yang terlihat pada gambaran

sinar X terjadi melalui proses panjang di balik perubahan fungsi yang sudah

lebih dahulu terjadi.

PaO2 yang sangat rendah kadang-kadang bersifat menetap meskipun

konsentrasi oksigen yang dihirup (FiO2) sudah adekuat. Keadaan ini

merupakan indikasi adanya pintas paru kanan ke kiri melalui atelektasis dan

konsolidasi unit paru yang tidak terjadi ventilasi. Keadaan inilah yang

menandakan bahwa paru pasien sudah mengalami bocor di sana-sini, bentuk

yang tidak karuan, serta perfusi oksigen yang sangat tidak adekuat.

Setelah dilakukan perawatan hipoksemia, diagnosis selanjutnya

ditegakkan dengan bantuan beberapa alat. Untuk menginvestigasi adanya

gagal jantung dapat dipasang kateter Swan-Ganz, dari sini dapat dilihat

bahwa pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) akan terukur rendah (<18

mmHg) pada ARDS serta meningkat (>20 mmHg) pada gagal jantung. Jika

terdapat emboli paru (keadaan yang menyerupai ARDS) mesti dieksplorasi

hingga pasien stabil sambil mencari sumber trombus yang mungkin terdapat

7

pada pasien, misalnya dari DVT. Pneumosystis carinii dan infeksi-infeksi

paru lainnya patut dijadikan diagnosis diferensial, terutama pada pasien-

pasien imunokompromais.

2.5 PATOGENESIS

Epitelium alveolar dan endotelium mikrovaskular mengalami

kerusakan pada ARDS. Kerusakan ini menyebabkan peningkatan

permeabilitas barier alveolar dan kapiler sehingga cairan masuk ke dalam

ruang alveolar. Terdapat tiga fase kerusakan alveolus:

1. Fase eksudatif: ditandai dengan edema intertisial dan alveolar, nekrosis

sel pneumosit tipe I dan denudasi/terlepasnya membran basalis,

pembengkakan sel endotel dengan pelebaran intercellular junction,

terbentuknya membran hialin pada duktus alveolar dan ruang udara, dan

inflamasi neutrofil. Juga ditemukan hipertensi pulmoner dan

berkurangnya compliance paru.

2. Fase proliferatif: paling cepat timbul setelah 3 hari sejak onset,

ditandai proliferatif sel epitel pneumosit tipe II.

3. Fase fibrosis: kolagen meningkat dan paru menjadi padat karena

fibrosis.

Derajat kerusakan epithelium alveolar ini menentukan prognosis.

Epitelium alveolar normal terdiri dari 2 tipe sel, yaitu sel pneumosit tipe I dan

sel pneumosit tipe II. Permukaan alveolar 90% terdiri dari sel pneumosit tipe

I berupa sel pipih yang mudah mengalami kerusakan. Fungsi utama sel

pneumosit tipe I adalah pertukaran gas yang berlangsung secara difusi pasif.

Sel pneumosit tipe II meliputi 10% permukaan alveolar terdiri atas sel kuboid

yang mempunyai aktivitas metabolik intraselular, transport ion, memproduksi

surfaktan dan lebih resisten terhadap kerusakan.

Kerusakan epitelium alveolar yang berat menyebabkan kesulitan

dalam mekanisme perbaikan paru dan menyebabkan fibrosis. Kerusakan pada

fase akut terjadi pengelupasan sel epitel bronkial dan alveolar, diikuti dengan

pembentukan membran hialin yang kaya protein pada membran basal epitel

yang gundul (dapat dilihat pada gambar 1). Neutrofil memasuki endotel

8

kapiler yang rusak dan jaringan interstitial dipenuhi cairan yang kaya akan

protein (Susanto YS dan Sari FR, 2012).

Gambar 1.

Keadaan alveoli normal dan alveoli yang mengalami kerusaan saat fase akut

pada ARDS

2.6 PATOFISIOLOGI

Perubahan patofisiologi yang terjadi pada ARDS adalah edema paru

interstistial dan penurunan kapasitas residu fungsional (KRF) karena

atelektasis kongestif difus. Keadaan normal, filtrasi cairan ditentukan oleh

hukum Starling yang menyatakan filtrasi melewati endotel dan ruang

intertisial adalah selisih tekanan osmotik protein dan hidrostatik.

Perubahan tiap aspek dari hukum Starling akan menyebabkan

terjadinya edema paru. Tekanan hidrostatik kapiler (Pc) meningkat akibat

kegagalan fungsi ventrikel kiri akan menyebabkan peningkatan filtrasi cairan

dari kapiler ke interstitial. Cairan kapiler tersebut akan mengencerkan protein

9

intertsitial sehingga tekanan osmotik interstitial menurun dan mengurangi

pengaliran cairan ke dalam vena.

Kerusakan endotel kapiler atau epitel alveoli atau keduanya pada

ARDS menyebabkan peningkatan permeabilitas membran alveoli-kapiler

(terutama sel pneumosit tipe I) sehingga cairan kapiler merembes dan

berkumpul didalam jaringan interstitial, jika telah melebihi kapasitasnya akan

masuk ke dalam rongga alveoli (alveolar flooding) sehingga alveoli menjadi

kolaps (mikroatelektasis) dan compliance paru akan lebih menurun.

Merembesnya cairan yang banyak mengandung protein dan sel darah merah

akan mengakibatkan perubahan tekanan osmotik. Cairan bercampur dengan

cairan alveoli dan merusak surfaktan sehingga paru menjadi kaku, keadaan ini

akan memperberat atelektasis yang telah terjadi.

Mikroatelektasis akan menyebabkan shunting intrapulmoner,

ketidakseimbangan (mismatch) ventilasi-perfusi (VA/Q) dan menurunnya

KRF, semua ini akan menyebabkan terjadinya hipoksemia berat dan

progresivitas yang ditandai dengan pernapasan cepat dan dalam. Shunting

intrapulmoner menyebabkan curah jantung akan menurun 40%. Hipoksemia

diikuti asidemia, mulanya karena pengumpulan asam laktat selanjutnya

merupakan pencerminan gabungan dari unsur metabolik maupun respiratorik

akibat gangguan pertukaran gas. Penderita yang sembuh dapat menunjukan

kelainan faal paru berupa penurunan volume paru, kecepatan aliran udara dan

khususnya menurunkan kapasitas difusi (Susanto YS dan Sari FR, 2012).

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Tes gas darah arteri, tes darah ini menunjukkan tingkat oksigen dalam

darah Anda. tingkat oksigen yang rendah dalam darah mungkin menjadi

tanda ARDS .

2. Foto toraks, tes ini digunakan untuk mengambil gambar dari struktur di

dada, seperti jantung, paru-paru, dan pembuluh darah . Hal ini dapat

menunjukkan apakah ada cairan ekstra dalam paru-paru

3. Tes darah, seperti hitung darah lengkap , kimia darah , dan kultur darah .

Tes ini membantu menemukan penyebab ARDS, seperti infeksi .

4. Kultur dahak, untuk mengetahui penyebab infeksi.

10

2.8 PENATALAKSANAAN

Pendekatan terapi terkini untuk ARDS adalah meliputi perawatan

suportif, bantuan ventilator dan terapi farmakologis (Susanto YS dan Sari FR,

2012).

a. Prinsip umum perawatan suportif bagi pasien ARDS dengan atau tanpa

multiple organ dysfungsi syndrome (MODS) meliputi:

1) Pengidentifikasian dan terapi penyebab dasar ARDS.

2) Menghindari cedera paru sekunder misalnya aspirasi,

barotrauma, infeksi nosokomial atau toksisitas oksigen.

3) Mempertahankan penghantaran oksigen yang adekuat ke end-

organ dengan cara meminimalkan angka metabolik.

4) Mengoptimalkan fungsi kardiovaskuler serta keseimbangan

cairan tubuh.

5) Dukungan nutrisi

b. Prinsip pengaturan ventilator pasien ARDS meliputi

1) Volume tidal rendah (4-6 ml/kgbb) dan PEEP yang adekuat

2) Kedua pengaturan ini dimaksudkan untuk memberikan

oksigenasi adekuat (PaO2 > 60 mmhg) dengan tingkat FiO2

aman

3) Menghindari barotrauma (tekanan saluran napas <35cm H2O

atau di bawah titik refleksi dari kurva pressure-volume) dan

menyesuaikan (I:E) rasio inspirasi: ekspirasi (lebih tinggi atau

kebalikan rasio waktu inspirasi terhadap ekspirasi dan

hiperkapnea yang diperbolehkan).

c. Terapi farmakologi

1) Prone position akan memperbaiki V/Q karena akan mengalihkan

cairan darah sehingga tidak terjadi atelektasis. Walaupun

demikian tehnik ini tidak mempengaruhi angka mortalitas.

Walaupun demikian pada subgrup pasien yang diseleksi

berdasarkan tingkat keparahan penyakit menunjukkan bahwa

mortalitas dalam sepuluh hari pertama pada kelompok dengan

11

prone position lebih rendah dibandingkankan dengan kelompok

yang berbaring seperti biasa.

2) Inhalasi nitric oxide/prostasiklin akan menyebabkan dilatasi

pembuluh darah di paru sehingga secara nyata memperbaiki

hipertensi pulmonum dan oksigenasi arteri. Tidak terdapat

pengaruh terhadap tekanan darah sistemik, akan tetapi efek

samping subproduk dari NO berupa peroksinitrit dapat

menyebabkan kerusakan pada jaringan paru.Oleh karena itu

pengunaannya sangat ketat yaitu pada keadaan ekstrem dimana

terjadi hipoksemia akut, gagal jantung kanan serta refrakter

terhadap tindakan suportif yang biasa.

3) Targeted Drug Treatment Terapi ini difokuskan pada regresi lesi

patologi dan mengurangi jumlah cairan dalam paru. Sayangnya

tidak ada bukti objetif akan keberhasilan metode ini.

4) Surfactan sintetik secara aerosol (Exosurf) ternyata bermanfaat

untuk ARDS pada neonatus, tetapi tidak pada ARDS . Pada

suatu penelitian dengan cara pemberian langsung pada traktus

trakeobronkial ternyata efektif.

5) Kortikosteroid dosis tinggi dimaksudkan unutk mengurangi

reaksi inflamasi pada jaringan paru , tapi sayangnya hasilnya

tidak memuaskan, sehingga tidak direkomendasikan pada

ARDS terutama pada fase awal. Beberapa sumber menyarankan

pemberian metil prednisolon secara pulsed untuk mencegah fase

fibrosis yang destruktif.

6) Diuretikum lebih ditujukan untuk meminimalkan atau mencegah

kelebihan cairan, dan hanya diberikan bila eksresi cairan oleh

ginjal yang adekuat.Dengan demikian penggunaan diuretikum

tidak rutin, karena tidak sesuai dengan patogenesis ARDS.

12

2.9 KOMPLIKASI1. Infections.

Hospitalisasi, pemakaian alat bantu pernapasan , dan berbaring dalam

jangka waktu lama akan memperbesar resiko terjadinya infeksi.

2. Pneumothorax (collapsed lung).

Tingginya tekanan pada ventilator akan membuat paru-paru kolaps.

3. Lung scarring.

ARDS menyebabkan paru-paru menjadi kaku dan sulit untuk

mengembang sempurna.

4. Pembekuan darah .

Berbaring untuk waktu yang lama dapat menyebabkan gumpalan darah

terbentuk dalam tubuh . Bekuan darah yang terbentuk di vena dalam di

tubuh disebut deep vein thrombosis.

2.12 PATHWAY

Terlampir

13

BAB III

ASKEP TEORI

ARDS

3.1 PENGKAJIAN

1. PENGKAJIAN UMUM

a. Identitas pasien

1) Nama :

2) Umur :

3) Jenis kelamis :

4) Status perkawinan:

5) Agama :

6) Suku :

b. Keluhan utama

Klien mengeluh sesak napas.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

mengkaji apakah kline sebelum masuk rumah sakit memiliki

riwayat penyakit yang sama ketika kline masuk rumah sakit.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Apakah ada riwayat ARDS terdahulu, kecelakaan/trauma,

mengkonsumsi obat berlebihan.

3) Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji apakah di antara keluarga klien ada yang mengalami

penyakit yang sama dengan penyakit yang di alami klien.

2. PENGKAJIAN PRIMER

a. Airway

1) Jalan napas tidak normal

2) Terdengar adanya bunyi nafas ronci

3) Peningkatan sekresi pernapasan

b. Breathing

1) Peningkatan frekuensi pernapasan

2) Nafas dangkal dan cepat

14

3) Kelemahan otot pernapasan

4) Kesulitan bernafas

c. Circulation

1) Penurunan curah jantung: gelisah,letargi, takikardi

2) Sakit kepala

3) Pingsan

4) Mata berkunang – kunang

5) Berkeringat banyak

6) Gangguan tingkat kesadaran

3. PENGKAJIAN SKUNDER

a. Pengkajian fisik

1) BI (Breath):

Sesak nafas, nafas cepat dan dangkal, batuk kering, ronkhi.

2) B2 (Blood):

Pucat, sianosis, tekanan darah bisa normal atau meningkat

(terjadinya hipoksemia), takikardi, bunyi jantung normal tanpa

murmur ataugallop.

3) B3 (Brain):

Kesadaran menurun.

4) B4 (Bowel): -

5) B5 (Bladder): -

6) B6 (Bone):-

b. Pengelompokan data

1) Data subjektif

a) Klien mengeluh mudah lelah

b) Klien mengatakan kurang mampu melakukan aktivas

c) Klien mengatakan nafsu makan berkurang

d) Klien mengatakan kesulitan untuk bernafas

e) Klien mengatakan merasa sesak

2) Data objektif

a) Peningkatan kerja nafas (penggunaan otot pernapasan)

b) Bunyi nafas ronci dan suara nafas bronkial

15

c) Nafas cepat

d) Penurunan dan tidak seimbangnya ekspansi darah

e) Sianosis

f) Hipoksemia

g) Takikardi

h) Kulit membran mukosa pucat atau dingin

i) Klien nampak gelisah

j) Kelemahan otot

k) Mudah lelah saat beraktivitas

3.2 ANALISA DATA

NO SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM

1 DS:

Klien mengeluh merasa

sesak dan sakit kepala

ketika bangun

DO:

- Penurunan CO2

- Takikardi

- Keletihan

- Hipoksia

- Sianosis

- Pucat

- Hipoksemia

- AGD abnormal

Atelektasis paru

Pertukanan O2 dan

CO2 terganggu

AGD abnormal dan

hiperkalemia

Gangguan

pertukaran gas

2 DS:

Klien mengatakan merasa

sesak

DO:

- Kelainan suara nafas

- Produksi sputum

- Perubahan frekuensi dan

Edema mukosa

Hipersekresi

Akumulasi sputum

Bersihan jalan

nafas tidak efektik

16

irama nafas

- Sianosis

Obstruksi jalan nafas

3 DS:

Klien mengeluh sesak

nafas

DO:

- Penurunan tekanan

inspirasi/ekspirasi

- Menggunakan otot

pernafasan tambahan

Suplai O2 terganggu

Pasien merasa sesak

Peningkatan

frekuensi pernafasan

Hiperventilasi

Pola nafas tidak

efektif

3.3 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

kapiler-alveolar.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan

nafas : banyaknya mukus

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

17

3.4 INTERVENSI

Diagnosa I

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Gangguan Pertukaran gasBerhubungan dengan perubahan membran kapiler-alveolar

NOC:Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan pertukaran gas pasien teratasi dengan kriteria hasi: Memelihara kebersihan paru

paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Tanda tanda vital dalam rentang normal

AGD dalam batas normal

NIC : Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada jika perlu Keluarkan sekret dengan batuk

atau suction Auskultasi suara nafas, catat

adanya suara tambahan Berikan bronkodilator  Monitor respirasi dan status O2 Catat pergerakan dada, amati

kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan intercostal

Monitor suara nafas, seperti dengkur

Monitor pola nafas : bradipena, takipenia, kussmaul, hiperventilasi, cheyne stokes, biot

Auskultasi suara nafas, catat area penurunan / tidak adanya ventilasi dan suara tambahan

Monitor TTV, dan AGD Observasi sianosis khususnya

membran mukosa Jelaskan pada pasien dan keluarga

tentang persiapan tindakan dan tujuan penggunaan alat tambahan (O2, Suction, Inhalasi)

Auskultasi bunyi jantung, jumlah, irama dan denyut jantung

18

Diagnosa II

Diagnosa Keperawatan/ Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan: Obstruksi jalan nafas : banyaknya sputum

NOC:Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor penyebab.

Saturasi O2 dalam batas normal Foto thorak dalam batas normal

NIC Pastikan kebutuhan oral /

tracheal suctioning. Berikan O2 Anjurkan pasien untuk

istirahat dan napas dalam Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi Lakukan fisioterapi dada

jika perlu Keluarkan sekret dengan

batuk atau suction Auskultasi suara nafas, catat

adanya suara tambahan Berikan bronkodilator : Monitor status

hemodinamik Berikan pelembab udara

Kassa basah NaCl Lembab Berikan antibiotik : Monitor respirasi dan status

O2 Pertahankan hidrasi yang

adekuat untuk mengencerkan sekret

Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.

19

Diagnosa III

Diagnosa Keperawatan/

Masalah Kolaborasi

Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan : Hiperventilasi

NOC:Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:

Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)

Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)

Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)

NIC: Posisikan pasien untuk

memaksimalkan ventilasi Pasang mayo bila perlu Lakukan fisioterapi dada

jika perlu Keluarkan sekret dengan

batuk atau suction Auskultasi suara nafas,

catat adanya suara tambahan

Berikan bronkodilator : Berikan pelembab udara

Kassa basah NaCl Lembab Monitor respirasi dan status

O2 Bersihkan mulut, hidung dan

secret trakea Pertahankan jalan nafas

yang paten Observasi adanya tanda

tanda hipoventilasi Monitor adanya kecemasan

pasien terhadap oksigenasi Monitor  vital sign Informasikan pada pasien

dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.

Ajarkan bagaimana batuk efektif

Monitor pola nafas     

20

BAB IV

PENUTUP

4.1 KESIMPULAN

Acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah sekumpulan

gejala dan tanda yang terdiri dari empat komponen yaitu: gagal napas akut,

perbandingan antara PaO2/FiO2 <300 mmHg untuk ALI dan <200 mmHg

untuk ARDS, terdapat gambaran infiltrat alveolar bilateral yang sesuai

dengan gambaran edema paru pada foto toraks dan tidak ada hipertensi atrium

kiri serta tekanan kapiler wedge paru <18 mmHg.

Penyebab langsung antara lain: aspirasi asam lambung, tenggelam,

kontusio paru, pnemonia berat, emboli lemak, emboli cairan amnion, inhalasi

bahan kimia, keracunan oksigen. Penyebab tidak langsung terdiri dari: sepsis,

trauma berat, syok hipovolemik, transfusi darah berulang, luka bakar,

pankreatitis, koagulasi intravaskular diseminata dan anafilaksis.

Diagnosa dari ARDS antara lain :

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran

kapiler-alveolar.

2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan

nafas : banyaknya mukus

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

4.2 SARAN

Kepada Mahasiswa Keperawatan STIKes KENDEDES MALANG

diharapkan dapat mengerti tentang asuhan keperawatan pada klien ARDS

serta mampu untuk memberikan komunikasi  yang jelas kepada pasien dalam

mempercepat penyembuhan. Berikan pula Penatalaksanaan yang efektif dan

efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Kepada dosen

pembimbing dapat memberikan penjelasan secara merinci kepada Mahasiswa

tentang askep pada pasien ARDS agar semua Mahasiswa dapat benar-benar

memahami asuhan keperawatan pada klien ARDS.

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Susanto YS dan sari FR.2012.Juenal Penggunaan Ventilasi Mekanis Invasif

Pada Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS).Surakarta:

http.Fbasic_and_advances_in_the_management diunduh 01 September 2015

2. Raghavendran K, Napolitano L,Definition ofALI/ARDS.(homepage on

internet).2011[cited 2012 Jan 2]avalaible from: http://

www.mendeley.com/research/definitionaliards diunduh 01 September 2015.

22