1
BAB I
A. Latar Belakang Masalah
Di era modern ini, bahasa menjadi sesuatu yang wajib untuk dipelajari.
Bahasa dijadikan modal utama untuk kegiatan komunikasi. Bukan hanya
komunikasi dengan bahasa lisan, namun juga bahasa tulisan. Salah satu fungsi
dari alat komunikasi adalah untuk bertukar informasi, baik informasi dari satu
bahasa maupun informasi dari lain bahasa.
Dalam memperoleh informasi dari bahasa lain diperlukan adanya proses
alih bahasa. Di sinilah seorang penerjemah dibutuhkan. Untuk itu seorang
penerjemah memiliki peran penting dalam membantu masalah ini. Seorang
penerjemah bukan hanya mengalihbahasakan saja, tetapi harus dapat
menyampaikan amanat dari bahasa sumber (BSu) sehinga dapat diterima dengan
baik oleh pengguna bahasa sasaran (BSa).
Selain untuk bertukar informasi, penerjemahan juga memiliki andil yang
besar bagi kehidupan seperti halnya di bidang hiburan. Mulai dari film, musik dan
karya sastra diterjemahkan untuk memberi variasi hiburan di dalam bahasa
sasaran. Dunia hiburan dewasa ini telah mengalami perkembangan yang
signifikan. Hal itu dapat diperhatikan dalam pertelevisian, karya sastra dan
lainnya. Dalam dunia pertelevisian, banyak film yang mulai dialihbahasakan dan
ditayangkan di pengguna BSa. Di dunia sastra, tidak sedikit karya sastra yang
dialihbahasakan seperti pada novel Laskar Pelangi yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Arab. Selain bahasa Arab yang menjadi BSa, adapula novel yang
2
berbahasa Arab yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia seperti novel Al-
Launu Al-A>khar yang dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ali
Ghufron menjadi An Evening in Cairo.
Penelitian ini, membahas tentang karya sastra berupa novel berbahasa
Arab dan hasil terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Novel tersebut berjudul
Al-Launu Al-A>khar karya Ihsan Abdu al-Quddu>s. Novel ini menceritakan tentang
perbedaan budaya perempuan di negara Sudan dan negara Mesir.
Suatu karya sastra dapat mendunia apabila diterjemahkan ke dalam
pelbagai bahasa. Tidak semua pengalihbahasaan dari suatu bahasa ke bahasa lain
merupakan terjemahan. Untuk bisa disebut terjemahan, teks bahasa sasaran (TSa)
harus mengandung sesuatu yang sama dengan teks bahasa sumber (TSu). Dengan
kata lain, dalam memindahkan informasi di bahasa sumber ke bahasa sasaran
harus mempertahankan isi informasi teks asli (Moentaha, 2008: 10).
Proses penerjemahan tidak bisa dikatakan singkat. Seorang penerjemah
harus menguasai dua bahasa yang hendak dialihbahasakan. Selain itu penerjemah
juga harus memiliki wawasan tentang isi teks bahasa sumber. Sehingga, ketika
menerjemahkan tidak mengalami salah makna yang mengakibatkan perubahan isi
pesan. Apabila seorang penerjemah tidak menguasai kedua bahasa tersebut
dengan baik, baik bahasa sumber maupun sasaran, maka hasil terjemahanpun
tidak akan bagus. Kemampuan berbahasa sangat mempengaruhi suatu hasil
penerjemahan.
Penerjemahan dapat terjadi dalam sebuah wacana, paragraf, kalimat, frasa
dan kata. Berhubungan dengan hal tersebut, suatu bahasa pasti memiliki suatu
3
struktur kalimat. Menurut Kridalaksana ( 2008: 103), kalimat adalah satuan
bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan
secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa. Kalimat juga merupakan
konstruksi gramatikal yang berdiri atas satu atau lebih klausa dan dapat berdiri
sebagai satu satuan.
Menurut Rahardi (2005: 71) Kalimat merupakan suatu satuan gramatikal
yang tersusun dan dibatasi dengan adanya jeda panjang. Kesempurnaan kalimat
tidak dilihat dari panjang atau pendeknya kalimat tersebut. Kalimat memiliki
banyak variasi. Menurut Ramlan (1996: 31) kalimat dibagi menjadi tiga, kalimat
berita (deklaratif), kalimat tanya (introgatif), dan kalimat perintah (imperatif).
Kalimat deklaratif atau biasa disebut kalimat berita, merupakan kalimat
yang di dalamnya mengandung informasi kepada mitra tutur tanpa meminta
respon dari mitra tutur. Al-khuli (1982: 56 ) menyepadankan kalimat deklaratif
dengan jumlah ikhbariyyah, sedangkan al-Ja>rim (2007: 153) menyepadankan
kalimat deklaratif dengan kalam khabar, yaitu kalimat yang di dalamnya
terkandung suatu kebenaran maupun kesalahan. Contoh kalimat deklaratif :
Contoh 1 :
BSu :
ها كأهنا ابنيت إىن أحب مريفت ابنة أخى أعتزي
Inni> uchibbu mi>rfata ibnata akhi> a’tazi >ha> ka-annaha> ibnati> (
Quddus,1999: 7).
BSa : “Aku menyukai dan bangga pada keponakanku, Mirfat layaknya
anak sendiri” (Ghufron, 2005: 7).
Contoh 2 :
BSu
وحىب يشوبو احساس عجيب
Wa chubby> yasywibihi ichsa>sun ajiibun (al-\ Quddu>s,1999 :7).
4
BSa :“Cintaku padanya diikuti oleh perasaan aneh” (Ghufran, 2005: 7).
Contoh kalimat pertama, penulis hanya memberikan penekanan kepada
pembaca, jika penutur menyukai Mirfat. Penutur pada kalimat pertama adalah
tokoh “aku”. Sedangkan pada kalimat kedua, mengabarkan jika tokoh “aku”
mencintai Mirfat, tetapi cinta yang dirasakannya itu ada yang aneh. Tidak ada
respon atau timbal balik dari kalimat deklaratif ini. Kedua contoh ini memiliki
perbedaan walaupun keduanya kalimat deklaratif. Pada kalimat pertama,
menggunakan penekanan/ taukid إن (inna) sedangkan kalimat kedua tidak
menggukan penekanan.
Menurut al-Ja>rim (2007: 169) kalimat deklaratif dalam bahasa Arab
memiliki banyak variasi, baik dari tujuan, maupun keadaan penutur. Untuk itu
peneliti akan mengklasifikasikan kalimat deklaratif tersebut. Selain itu juga
banyak dilakukan penambahan dan pengurangan dalam menerjemahkan novel ini,
sehingga amanat kurang dapat tersampaikan dengan baik walaupun kalimatnya
dapat berterima dalam BSa. Contoh pengurangan dan penambahan makna dapat
dilihat pada contoh berikut:
Contoh 1
Bsu:
إن مرفت ترقص .. و ىي ترقص مع شاب أسود غطيس
Inna Mi>rfata tarqushu.. wa hiya tarqushu ma’a sya>bin aswada ghathi>sin. (Al-Quddu>s, 1999: 12).
BSa ̀ : “Mirfat ikut berdansa. Ia berdansa dengan seorang
pemuda berkulit hitam pekat”(Ghufron, 2005: 13).
Contoh 2
Bsu:
و شعرىا الناعم أسود غامق مسراء
Samra-u wa sya’riha> an-na>’imu aswadu gha>miqun (Qudu>s: 8)..
BSa: ‚Berkulit coklat dan berambut hitam pekat” (Ghufron: 9).
5
Pada contoh 1 terjadi pengurangan makna taukid. Dimana penerjemah
tidak menerjemahkan partikel إن /inna/. Dalam BSu, yaitu bahasa Arab, taukid
merupakan hal yang biasa dan lazim diungkapkan. Sedangkan pada BSa, kata
penegas sangat jarang digunakan. Sedangkan pada contoh 2 terjadi penambahan.
Dalam menerjemahkan kata مسراء /samra-u/ yang artinya coklat, di dalam bahasa
sasaran terjadi penambahan kata “berkulit”. Penerjemah tidak mengubah makna
dari kata tersebut sehingga dapat difahami oleh pengguna BSa.
Penelitian ini mengkaji tentang novel Al-Launu Al-A>khar karya Ihsan
Abdu al-Quddu>s, pada tahun 1999. Novel karya al-Qudu>s ini telah diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia oleh Ali Ghufron dan diterbitkan oleh Penerbit Dastan
Books, Jakarta. Hasil terjemahan novel ini diterbitkan tahun 2005. Lebih khusus,
peneliti akan meneliti kalimat deklaratif yang terdapat dalam novel tersebut.
Kalimat dalam novel lebih banyak menggunakan kalimat deklaratif ketika
penggambaran tokoh utama maupun penggambaran kejadian atau peristiwa.
Obyek kajian ini diambil karena peneliti melihat banyaknya teknik
penambahan dan pengurangan yang dipakai penerjemah dalam menerjemahkan
kalimat deklaratif dalam novel tersebut. Menurut pandangan peneliti, hal itu
menghasilkan terjemahan yang berterima akan tetapi meyebabkan tidak
tersampaikannya pesan. Padahal novel ini merupakan suatu buku fiksi yang
menjadi sumber untuk mempelajari budaya Negara Mesir dan Sudan. Perbedaan
budaya di Timur Tengah khususnya Mesir dan Sudan menjadi konflik utama
dalam novel ini.
6
Ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan kalimat deklaratif yang
telah dilakukan sebelumnya, antara lain:
Pertama, Sebuah tesis yang berjudul kalimat deklaratif dalam Al-Qur‟an
Surat Al Ra‟d karya Zaky (2014). Tesis ini menggunakan pendekatan pragmatik
dalam menganalisis kalimat deklaratif dalam Al-Qur‟an Surat Al Ra‟d. Hasil dari
penelitiain ini adalah, Zaky menggolongkan surat Ar-ra‟d merupakan surat yang
sederhana dalam menyampaian pesan dari tuturan yakni Allah Subhanahu Wa
Ta‟ala kepada mitra tutur, sekalipun banyak ancaman dalam surat ini.
Kedua, Pengurangan dan Penambahan Makna (loss and gain) pada
Terjemahan tuturan deklaratif dalam buku cerita A Child Called “It” karya
Sumardi (2009). Data yang digunakan Sumardi adalah tuturan deklaratif pada
buku cerita berbahasa Ingris A Child Called “It”. Tesis ini mendeskripsikan
tentang wujud loss and gain serta mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya loss and gain.
Ketiga, Penelitian loss and gain pada tuturan yang berkontruksi deklaratif
dan pengaruhnya terhadap kualitas terjemahan dalam buku Strugle for Survival
dan terjemahannya yang ditulis oleh Indratno (2009). Tesis ini menjelaskan
tentang deskripsi bentuk-bentuk loss and gain, menentukan tingkat ketepatan
terjemah, keterbacaan dan keberterimaan terjemah dari buku Struggle for
Survival. Penelitian ini membahas kontruksi kalimat deklaratif dan melihat
kalimat deklaratif dari segi penambahan dan pengurangan (loss and gain) yang
mempengaruhi kualitas penerjemahan dalam buku Strugle for Survival.
7
Peneliti juga menyajikan beberapa penelitian tentang penambahan dan
pengurangan makna (loss and gain), yaitu:
Pertama, karya Agustina (2013) dengan judul Loss and Gain in
Translation Prosess of a Comic “The Adventures of Tintin: Tintin in America”
Into Indonesian Version “Petualangan Tintin: Tintin di Amerika”. Tesis ini
menjelaskan tentang variasi penambahan dan pengurangan makna pada komik
petualangan Tintin. Dari data yang didapatkan, pengurangan terjadi pada tataran
kata, frasa, klausa dan kalimat. Sedangkan penambahan hanya terdapat pada kata
dan frasa.
Kedua, Sebuah tesis karya Istiqomah pada tahun 2009 dengan judul
“Analisis Penambahan dan Pengurangan Makna (loss and gain) pada Terjemahan
Novel All American Girl oleh Monica Dwi Chresnayani. Tesis ini menjelaskan
tentang kuantitas penambahan dan pengurangan (loss and gain). Peneliti
menemukan 57 kalimat yang mengalami kehilangan makna dan 64 kalimat yang
terjadi penambahan. Selain itu di dalam tesis ini juga menyebutkan tentang faktor
terjadinya loss and gain dan pengaruh terjadinya loss and gain.
Selain penelitian tentang kalimat deklaratif dan penambahan dan
pengurangan (loss and gain), peneliti juga menyajikan penelitian terdahulu
tentang novel Al-launu al-A>khar dan Ihsan Abdul Qudu>s, yaitu sebuah tesis karya
Fahrizal pada tahun 2008 dengan judul “Faizah fi Al-Qishah Wanasitu Anni
Imra‟ah li Ihsan Abd Al-Qudus Dirasah Tahliliyah Sikulujiyah Adabiyah”. Tesis
ini dianalisis dengan menggunakan psikoanalisis terhadap tokoh perempuan
8
dalam novel karya Ihsan Abdu al-Qudu>s. Perempuan itu bernama Faizah dan
dalam cerita tersebut Faizah mengalami gangguan psikis.
Tesis-tesis di atas merupakan hasil penelitian terdahulu. Tesis-tesis
tersebut berkaitan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Penelitian
ini merupakan penelitian terhadap novel karya Ihsan al-Qudu>s yang berjudul Al-
launu Al-A>khar. Peneliti hanya mengkaji kalimat deklaratif yang terdapat dalam
novel tersebut dan kemudian akan dikaji penambahan dan pengurangan (loss and
gain) dalam penerjemahannya.
Manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua
hal, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. Secara teoritis, penelitian ini
diharapkan dapat memberi tambahan perkembangan teori penerjemahan,
khususnya penambahan dan pengurangan makna dalam bahasa Arab. Mengingat
jarang ditemukannya teori tentang penambahan dan pengurangan makna di dalam
bahasa Arab. Manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
manfaat sebagai masukan bagi peneliti lain untuk dapat meneliti lebih mendalam
tentang kalimat-kalimat yang lain, yang belum dibahas dalam penelitian ini.
Selain itu diharapkan penelitian ini dapat menambah pustaka bacaan minat
penerjemahan khususnya penerjemahan Arab yang sekarang ini ini masih sangat
sedikit rujukannya. Manfaat praktis yang lain adalah bahwa hasil penelitian ini
diharapkan dapat juga dimanfaatkan oleh pembaca buku terjemahan, terutama
pembaca ahli, agar lebih kritis dalam menilai suatu terjemahan. Pembaca buku
terjemahan bukan hanya menikmati hasil terjemahan saja tetapi juga melihat
makna terjemahan itu sesuai dengan buku asli atau tidak.
9
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang ingin dipecahkan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana variasi kalimat deklaratif dan metode penerjemahnya pada
novel Al-Launu Al-A>khar?
2. Bagaimana bentuk penambahan dan pengurangan makna (loss and
gain) pada penerjemahan kalimat deklaratif yang terdapat pada novel
Al-Launu Al-A>khar ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan variasi kalimat deklaratif dan metode
penerjemahannya pada novel Al-Launu Al-A>khar.
2. Mendeskripsikan bentuk penambahan dan pengurangan makna (loss
and gain) pada kalimat deklaratif yang terdapat dalam novel Al-launu
Al-A>khar.
D. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah ini bertujuan untuk membuat hasil penelitian ini lebih
fokus. Dalam hal ini, peneliti membatasi hanya mengkaji teknik penambahan dan
pengurangan makna yang terdapat pada novel terjemahan dari novel Al-launu Al-
A>khar karya Ihsan al- Qudu>s yang diterbitkan oleh Penerbit Da>r Akhbar al-Yaum
pada tahun 1999. Novel ini berisi 7 bab. Setiap bab terdiri dari 15-20 halaman.
Akan tetapi peneliti hanya meneliti pada bab 1 saja, karena merupakan gambaran
awal mengenai tokoh utama.
11
Data yang dianalisis merupakan penerjemahan kalimat deklaratif yang
terdapat pada novel Al-launu Al-A>khar dan terfokus pada penerjemahan bahasa
Arab ke bahasa Indonesia.
E. Kajian Teori
Untuk meneliti suatu kasus, seorang peneliti memerlukan suatu teori
sebagai landasan penelitiannya. Hal itu dimaksudkan agar penelitian yang
dilakukan menjadi terarah dan mudah untuk difahami. Teori yang digunakan
sebagai landasan oleh peneliti meliputi teori kalimat deklaratif, teori metode
penerjemahan, dan teori loss and gain.
1. Kalimat Deklaratif
Kata “kalimat” memiliki banyak makna. Setiap pakar lingustik memiliki
pengertian yang berbeda-beda. Menurut Kridalaksana ( 2008: 103), kalimat adalah
satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final
dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa. Kalimat juga merupakan
konstruksi gramatikal yang berdiri atas satu atau lebih klausa dan dapat berdiri
sebagai satu satuan. Sedangkan menurut Ramlan (1996: 25), kalimat adalah
satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda pandang yang disertai nada akhir
turun atau naik. Dari pendapat-pendapat yang ada, kalimat merupakan suatu
susunan gramatikal yang berdiri sendiri.
Dalam bahasa Indonesia, kalimat memiliki banyak varian. Berdasarkan
unsurnya, Ramlan (1996: 27-30) membagi menjadi dua yaitu kalimat berklausa
dan kalimat tak berklausa. Kalimat berklausa pun akan dibagi lagi menjadi
beberapa bagian. Sedangkan berdasarkan fungsinya, Ramlan (1996: 31)
11
menggolongkan kaliam menjadi 3 yaitu : 1) kalimat berita, 2) kalimat tanya, 3)
kalimat suruh.
Tidak jauh berbeda dengan Ramlan, Rahardi (2005: 71-74) membagi
kalimat berdasarkan bentuk dan nilai komunikatif. Apabila berdasarkan bentuk,
kalimat dibagi menjadi dua, yaitu kalimat tunggal dan kalimat majemuk.
Sedangkan berdasarkan nilai komunikatifnya, kalimat dalam bahasa Indonesia
dibedakan menjadi 5, yaitu, 1) kalimat berita ( deklaratif), 2) kalimat perintah
(Imperatif), 3) kalimat tanya (interogatif), 4) kalimat seruan (eksklamatif), 5)
kalimat penegas (empatik).
Dalam bahasa Indonesia, kalimat deklaratif mengandung tujuan
tenyampaikannya informasi kepada mitra tutur. Informasi yang diberitakan
umumnya, merupakan pengungkapan suatu peristiwa atau suatu kejadian kalimat
deklaratif dalam bahasa Indonesia dapat merupakan tuturan langsung maupun
tidak langsung. Menurut Rahardi (2005: 71-74), kalimat deklaratif langsung yaitu
kalimat berita yang memuat peristiwa atau kejadian dari sumber lain dengan
langsung menirukan, mengutip, atau mengulang kembali ujaran dari sumber.
Sedangkan kalimat deklaratif tidak langsung yaitu kalimat berita yang memuat
peristiwa atau kejadian dari sumber lain yang diubah susunannya oleh penutur,
tidak menirukan atau mengucapkan lagi langsung dari sumber lain tersebut.
Kalimat deklaratif disebut juga kalimat berita. Al-khuli (1982: 56 )
menyepadankan kalimat berita dengan jumlah ikhbariyyah. Al Khuli memberi
definisi tentang jumlah ikhbariyyah sebagai berikut.
12
مجلة تقّرر خربا، و ىي خمتلف عن كل من اجلملة االستفهامية و اجلملة التعجبية و اجلملة الطلبية ‘Jumlatun taqarriru khabaran, wa hiya muhtalifun ‘an kullu mina al jumlati al istifhamiyyati wa al jumlati at ta’ajjubiyyati wa al jumlati at thalabiyati
Sedangkan al-Ja>rim (2007: 153) menjelaskan jika kalimat deklaratif sebagai
kalam khabar sesuai dengan definisi yang disampaikannya sebagai berikut.
للواقع كان كاذب، فإن كان مطابقا فاخلرب ما يصّح ان يقول لقائلو إنّو صادق فيو أو كان قائلو كاذبا.، و إن كان غري مطابقا لو صادق قائلو
„fal khabaru ma> yashich-chu an yaqu<la liqa>-ilihi innahu sho>diqan fi>hi au ka>dziban fa-in ka>na mutha>biqan lilwa>qi’i ka>na qa>-iluhu sha>diqan. Wa inka>na ghaira mutha>biqan lahu ka>na qa>-iluhu ka>dziban.’
“Kalam khabar adalah kalimat yang pembicaranya dapat dikatakan
sebagai orang yang benar atau dusta. Bila kalimat itu sesuai dengan
kenyataan, maka pembicaranya adalah benar. Dan bila tidak sesuai
dengan kenyataan maka pembicaranya adalah pendusta”
Dari definisi yang disampaikan Al-Ja>rim di atas, kalimat deklaratif dalam
bahasa Arab adalah kalimat yang memberitahukan tentang suatu kebenaran atau
kesalahan. Benar atau salahnya suatu kalimat dilihat dari kenyataan yang ada.
Apabila kalimat yang disampaikan penutur sesuai dengan kejadian yang ada
maka kalimat itu benar. Namun apabila kalimat tersebut tidak sesuai dengan
kenyataan maka kalimat yang disampaikan penutur adalah dusta. Dari pengertian
di atas, terjadi perbedaan antara kalimat berita/kalimat deklaratif pada linguistik
umum dengan linguistik Arab.
Apabila dilihat dari mitra tutur, Al-Ja>rim (2007: 169) membedakan kalam
khabar menjadi tiga, yaitu :
اىل الذىن من احلكم، وىف ىذه احلال يُلقى إليو اخلرب خاليا من أدوات التوكيد، ويسمى أن يكون خ ىذا الّضرب من اخلرب ابتدائيا
13
أن يكون مًتددا ىف احلكم طالبا أن يصل اىل اليقني يف ادلعرفتو، و ىف ىذه احلال حيسن توكيده لو لبتكن من نفسو، و يسمى ىذا الضرب طلبيا
وة و أن يكون منكرا لو، وىف ىذه احلال جيب أن يؤكد اخلرب مبؤكد أو أكثر على حسب إنكاره ق ضعفا، ويسمى ىذا الضرب إنكاريا
An yaku>nu kha>liya adz-dzihni min al-chukmi, wa fi> hadzihi al-cha>li yulqa> ilaihi al-khabara khaliyan min adawa>tu at-tauki>di, wa yusamma> hadza> adl-dlarbu min al-khabari intida>iyyan.
An yaku>na mutaraddidan fi al-chukmi tha>liban an yushilla ila al-yaqi>ni fi ma’rifatihi, wa fi hadzihi al-cha>lu yachsunu tauki>duhu lahu layatamakkanu fi nafsahu, wa tusamma hadza> adl-dlarbu thalabiyyan.
An yaku>na munkaran lahu, wa fi hadzihi al-cha>l yaji>bu an yu-akku al khabara bi mu-akkidin au aktsara ‘ala> chasabi inka>rihi quwwatan wa dla’fan, wa yusamma hadza adz-dzarbu inka>riyyan.
Berdasarkan kondisi mukhatab, kalam khabar dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) mitra tuturan tidak mengetahui isi berita yang disampaikan, pada kondisi ini,
kalimat tidak menggunakan taukid. Kalimat ini merupakan kalam khabar ibtida>-i,
2) mitra tutur ragu terhadap kebenaran informasi yang disampaikan, sehingga
penutur menggunakan taukid. Kalimat ini merupakan kalam khabar thalabi. 3)
mitra tutur mengingkari kebenaran berita yang disampaikan penutur, hal itu
membuat penutur menggunakan taukid lebih dari satu agar mitra tutur percaya.
Kalimat ini merupakan kalam khabar inka>ri.
2. Metode Penerjemahan
Metode merupakan suatu cara yang digunakan untuk melakukan sesuatu.
Dalam KBBI (2005: ) yang dimaksud dengan metode adalah cara teratur yang
digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan. Machali (2009:75) mengambil
dua inti pokok dari pengertian metode dalam penerjemahan, yang pertama metode
14
adalah cara untuk melakukan penerjemahan dan yang kedua, metode adalah
rencana dalam pelaksanaan terjemah.
Newmark (1988: 45) membagi metode penerjemah menjadi dua macam,
Sourge Language emphasis (SL) dan Target Language emphasis (TL). SL
emphasis yaitu metode yang menekankan pada BSu. Penerjemah memunculkan
kembali dengan tepat makna kontekstual teks sumber. Sedangkan TL emphasis
merupakan metode yang menekankan pada BSa. Dari kedua metode tersebut
kemudian Newmark membuat dua kelompok metode penerjemahan. Newmark
(1988: 45) menyebutnya diagram V metode penerjemahan.
SL emphasis TL emphasis
Word for word translation Adaption
Literal translation Free translation
faithful Translation Idiomatic translation
semantic Translation Communicative Translation
Diagram 1.1 V Metode Penerjemahan
a. SL emphasis (Penekanan Pada Bahasa Sumber)
1) Metode Penerjemahan Kata demi Kata
Metode penerjemahan kata demi kata (word-for-word translation), kata-kata
pada TSa (teks sasaran) langsung diletakkan di bawah versi Tsu (teks sumber).
Metode penerjemahan ini sangat terikat pada tataran kata, sehingga susunan kata
sangat dipertahankan. Dalam melakukan tugasnya, penerjemah hanya mencari
15
padanan kata BSu dalam BSa. Menurut Machali (2009: 78) Susunan kata dalam
kalimat terjemahan sama persis dengan susunan kata dalam kalimat BSu tanpa
memperhatikan konteksnya. Menurut Newmark (1988: 46) Setiap kata
diterjemahkan satu-satu berdasarkan makna umum atau di luar konteks,
sedangkan kata-kata yang berkaitan dengan budaya diterjemahkan secara harfiah.
Umumnya metode ini digunakan pada tahapan prapenerjemahan pada saat
penerjemah menerjemahkan teks yang sukar atau untuk memahami mekanisme
BSu. Jadi metode ini digunakan pada tahap analisis atau tahap awal pengalihan.
Biasanya metode ini digunakan untuk penerjemahan tujuan khusus, namun tidak
lazim digunakan untuk penerjemahan yang umum.
2) Penerjemahan Harfiah
Penerjemahan harfiah (literal translation) atau disebut juga penerjemahan
lurus (linear translation). Dalam proses penerjemahannya, penerjamah mencari
konstruksi gramatikal BSu yang sepadan atau dekat dengan BSa. Menurut
Machali (2009: 78) Penerjemahan harfiah ini terlepas dari konteks. Sehingga
penerjemahan ini dengan melakukan penerjemahan kata-demi-kata. Contoh
penerjemahan harfiah adalah penerjemahan kalimat “it‟s raining cats and dogs”
menjadi „hujan kucing dan anjing‟
3) Penerjemahan Setia
Dalam penerjemahan setia (faithful translation), penerjemah berupaya
menyusun kembali makna kontekstual dari TSu dengan tepat dalam batasan-
batasan struktur gramatikal teks sasaran. Di sini kata-kata yang bermuatan budaya
diterjemahkan, tetapi penyimpangan tata bahasa dan pilihan kata masih tetap ada
16
atau dibiarkan. Penerjemahan ini berpegang teguh pada maksud dan tujuan TSu,
sehingga hasil terjemahan terasa kaku dan seringkali asing.
4) Penerjemahan Semantis
Penerjemahan semantis (semantic translation) lebih luwes daripada
penerjemahan setia. Penerjemahan setia lebih kaku dan tidak kompromi dengan
kaidah BSa atau lebih terikat dengan BSu, sedangkan penerjemahan semantis
lebih fleksibel dengan BSa. Berbeda dengan penerjemahan setia, penerjemahan
semantis harus mempertimbangkan unsur estetika teks BSu dengan cara
mengkompromikan makna selama masih dalam batas kewajaran.
b. TL emphasis (Penekanan Pada Bahasa Sasaran)
1) Penerjemahan Adaptasi (Saduran)
Adaptasi (adaptation) oleh Machali (2009: 80) disebut dengan metode
penerjemahan yang paling bebas dan paling dekat dengan BSa. Ketika
menerjemahkan suatu teks saduran dapat dilakukan dengan syarat penyadurannya
tidak mengorbankan tema, karakter atau alur dalam BSu. Memang penerjemahan
adaptasi ini banyak digunakan untuk menerjemahkan puisi dan drama. Di sini
terjadi peralihan budaya BSa ke BSu dan teks asli ditulis kembali serta
diadaptasikan ke dalam Tsa. Jika seorang penyair menyadur atau mengadaptasi
sebuah naskah drama untuk dimainkan, maka ia harus tetap mempertahankan
semua karakter dalam naskah asli dan alur cerita juga tetap dipertahankan, namun
dialog Tsu sudah disadur dan disesuaikan dengan budaya.
17
2) Penerjemahan Bebas
Newmark (1988: 56) berpendapat penerjemahan bebas berupaya
memproduksi materi tertentu tanpa menggunakan cara tertentu. Dalam hal ini
penerjemah menerjemahkan isi semata tanpa mengindahkan bentuk, Akibatnya
metode ini menghasilkan teks target yang tidak lagi memiliki gaya atau bentuk
teks sumber. Dalam pratiknya penerjemah bebas tidak terikat dengan pencarian
padanan pada kata atau kalimat, pencarian padanan cenderung terfokus pada
tataran sebagai satu kesatuan. Biasanya, metode ini merupakan parafrase yang
lebih panjang daripada bahasa aslinya. Menurut Al Farisi (2009: 56), terdapat
perbedaan antara metode adaptasi dan metode penerjemahan bebas, yaitu
penerjemahan bebas tetap mempertahankan pesan yang disebutkan dalam bahasa
sumber.
3) Penerjemahan Idiomatis
Al Farisi (2009: 57) menyampaikan apabila metode penerjemahan idiomatis
berusaha memproduksi pesan bahasa sumber, tetapi cenderung mendistorsi nuansa
makna. Hal ini disebabkan penerjemah lebih menyukai pemakaian aneka kolokial
dan idiom-idiom yang tidak terdapat dalam bahasa sumber.
4) Penerjemahan Komunikatif
Penerjemahan komunikatif (communicative translation) berupaya untuk
menerjemahkan makna kontekstual dalam teks BSu, baik aspek kebahasaan
maupun aspek isinya, agar dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca. Machali
(2009: 83) menambahkan bahwa metode ini memperhatikan prinsip-prinsip
komunikasi, yaitu mimbar pembaca dan tujuan penerjemahan.
18
Menurut Al-Farisi (2011: 57) hasil terjemahan diupayakan mempunyai
bentuk, makna dan fungsi yang selaras dalam bahasa target. Sebab suatu kalimat
yang telah benar secara sintaksis tetapi maknanya tidak logis, atau bentuk dan
maknanya telah sesuai dengan TSa tetapi secara pragmatik penggunaannya tidak
pas dan tidak alamiah .
3. Penambahan dan Pengurangan Makna
Penerjemahan merupakan usaha untuk mengalihkan makna dari bahasa
sumber ke dalam bahasa sasaran. Makna menjadi tekanan yang paling penting
dalam suatu proses penerjemahan. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu proses
pengalihan makna dalam penerjemahan makna dalam bahasa sumber tidak dapat
dialihkan ke dalam bahasa sasaran dengan sempurna dan sepadan. Bisa jadi ada
makna yang hilang atau tidak tersampaikan ke dalam bahasa sasaran. Hingga
muncul makna baru yang sebenarnya tidak ada dalam bahasa sumber. Selain itu,
penerjemah juga sering melakukan penambahan dan pengurangan terhadap makna
suatu teks.
Beberapa istilah dapat ditemukan dalam buku-buku teori penerjemahan
yang ditulis para pakar. Istilah yang memiliki makna yang pada dasarnya sama
tetapi ditulis dalam wujud yang berbeda. Demikian juga dengan istilah tentang
penambahan dan pengurangan. McGuire mengatakan (1991: 30) once the
principle is accepted that sameness cannot exist between two languages, it
becomes posible to approach the question of loss and gain. „Pada dasarnya dua
bahasa tidak ada kesamaan yang sempurna, untuk itu perlu dilakukan
pengurangan dan penambahan makna‟. Newmark (1998: 91) berpendapat :
19
„The additional information a translation may have to add to his
version is normally culture (accounting for differen between SL and
TL culture), technical (relating to the topic) or linguistic (explaining
wayward use of words), and is dependent on the requirement of his,
as opposed to the original, readership. In expressive texts, such
information can normally only be given outside the version,
although brief „concessions‟ for minor cultural details can be made
to the reader.‟
Penambahan makna yang terjadi pada teks terjemahan bisa digunakan
dalam menerjemahan budaya yang terdapat pada BSa dan BSu. Selain itu, dapat
digunakan untuk teknik (yang sesuai topik) atau dapat berfungsi untuk
menjelaskan tentang linguistiknya.
McGuire (1991: 30) berpendapat bahwa gain adalah penambahan makna
yang terangkum dalam bentuk kata, frasa atau bahkan klausa dengan maksud
untuk membuat teks terjemahan dapat diterima di dalam bahasa sasaran.
sedangkan loss dalam penerjemahan adalah adanya istilah atau konsep makna
yang terdapat dalam BSu yang tidak dapat tersampaikan dalam BSa. Dari
pendapat di atas, loos and gain dalam bahasa Indonesia sepadan dengan
penambahan dan pengurangan makna, yaitu suatu proses hilangnya makna asal
dalam teks terjemahan dan terjadi penambahan makna dalam teks terjemahan.
Akan tetapi pada hakikatnya, terdapat perbedaan antara loos dan gain dengan
penambahan dan pengurangan. Loss and gain muncul karena adanya bahasa yang
tidak ada padanannya dalam bahasa sasaran. Sehingga perlu adanya penambahan
maupun pengurangan agar dapat dipadankan kedalam bahasa sasaran.
Lilik (2009: 48) menyebutkan bahwa loss and gain dalam terjemahan
merupakan bentuk strategi yang dilakukan penerjemah untuk mencari
kesepadanan makna yang paling dekat antara BSu dan BSa. Selain itu juga supaya
21
hasil terjemahanan dapat dipahami oleh pengguna BSa. Dengan kata lain,
penerjemahan dalam tataran linguistik tertentu berusaha menunjukkan makna
yang terkandung dalam BSu menjadi makna yang jelas dalam BSa. Loss
mengakibatkan makna yang dialihbahasakan menjadi tidak lengkap sedangkan
gain akan menyebabkan makna dalam BSa tidak sepadan karena terjadi
penambahan dan tidak sesuai dengan konteks. Berikut contoh dari konsep loss
and gain
Contoh 1.
BSu :
أهنا ما ولكنها حائرة مع نفسها ورمبا كان سر حريهتاليست حائرة يف شىء تعرف أهنا حلوة .. مجيلة..
Laisat cha>iratan fi syai-in ma> walakinnaha> cha>-iratun ma’a nafsiha> wa rubbama> ka>na sirru chi>ratiha> annaha ta’rifu annaha chulwatun… jami>latun
Bsa : Bukan bingung karena apa-apa, tetapi bingung karena tahu
dirinya manis dan cantik
Dari penerjemahan di atas tampak penerjemah menghilangkan sebagian
informasi yang ada dalam teks BSu. Contoh 1, penerjemah menghilangkan frase
walakinnaha> cha>-iratun ma’a nafsiha> wa / ولكنها حائرة مع نفسها ورمبا كان سر حريهتا
rubbama> ka>na sirru chi>ratiha /yang sebenarnya dalam BSa dapat dipadankan
dengan „akan tetapi dia bingung terhadap dirinya sendiri‟. Berikut ini merupakan
contoh dari gain.
Contoh 2.
BSu :
تعطى اللمس الكامل بني جسدى الفىت والفتاة حىت ترفرف اخلطيئة عليهما و رقصات إهنا مها يرقصان
21
Innaha> raqsha>tun tu’thi> al-lamsa al-ka>mila baina jasadayi al-fata>
wa al-fata>ti chatta tarafrafa al-khathi>-atu ‘alaihima wa huma
yarqasha>ni
BSa : Berbeda dengan dansa-dansa model kuno, yang mana
tubuh kedua pasangan saling melekat sehingga menyulut timbulnya
“kesalahan”saat dansa.
Pada penerjemahan di atas, tampak telah terjadi penambahan informasi
yang sebenarnya informasi tersebut tidak tersurat dalam BSu. Ada makna implisit
yang disampaikan penerjemah. Pada terjemahan contoh 2, penerjemah
menambahkan informasi „Berbeda dengan dansa-dansa model kuno‟ untuk
menjelaskan kata رقصات /raqsha>ti/.
Istiqomah (2009: 93-100) berpendapat variasi loss dibedakan menjadi
empat tipe, yaitu (1) loss dalam tataran leksikal, (2) loss dalam tataran frase, (3)
loss pada tataran klausa, dan (4) loss pada tataran kalimat. Sedangkan pada gain
panerjemahan disampaikan oleh Newmark (1988: 92) jika penambahan dapat
berupa: 1) penambahan pada teks, 2) penambahan pada footnote, 3) penambahan
pada akhir bab, 4) dapat juga dijelaskan pada glosarium. Penambahan yang
dilakukan pada teks memilik banyak bentuk, yaitu 1) menambahkan kata
alternatif yang lebih dipahami dalam BSa, 2) menambahkan klausa yang
menjelaskan Tsu, 3) menambahkan nomina oposisi. 4) penambahan sebagai
kelompok partisipal, 5) menambahkan terjemahan harfiah dari kata yang dialihkan
dan terletak di dalam tanda kurung.
F. Sumber Data
Sumber data adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi
mengenai data yang akan diteliti. Berdasarkan sumbernya, data dibedakan
22
menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data
yang akan diteliti oleh peneliti. Sedangkan data sekunder merupakan data yang
menjadi rujukan dalam menyelesaikan masalah. Dalam penelitian ini, yang
menjadi data sekunder adalah literatur, artikel, jurnal, serta situs internet yang
berkenaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti.
Data yang menjadi data primer peneliti adalah kalimat deklaratif berbahasa
Arab dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia. Sumber primer penelitian ini
ada dua, yang pertama diambil dari novel Al-launu Al-A>khar karya Ihsan Al-
Qudu>s yang diterbitkan oleh Penerbit Da>r Akhbar Al-Yaum, Kairo (1999). Novel
ini tebal 128 halaman. Sumber primer yang kedua adalah Novel An Evening in
Cairo, diterjemahkan oleh Ali Ghufron dan diterbitkan oleh Penerbit Dastan
Books, Jakarta pada tahun 2005. Tebal novel terjemahan ini 173 halaman.
Data sekunder yang sebagaimana telah dijelaskan di atas, yang berupa
literatur, artikel, jurnal dan lain sebagainya, maka peneliti memakai buku-buku
yang relevan dengan penelitian yang dilakukan. Seperti halnya buku-buku
pragmatik, teori terjemah, dan lain sebagainya.
G. Metode Penelitian
Penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif-analisis.
Menurut Sudarwan (2013: 41) penelitian deskriptif (descriptive research) adalah
penelitian untuk mendeskripsikan suatu situasi, kejadian ataupun peristiwa
tertentu yang bersifat faktual secara sistematis dan akurat. Peneliti juga akan
menganalisi variasi penerjemahan kalimat deklaratif yang terdapat pada novel
tersebut. Penelitian jenis ini, masuk ke dalam kategori penelitian kualitatif.
23
Adapun pengumpulan data dilakukan dengan observasi, dimana menurut Sutopo
(2002: 58) observasi dibedakan menjadi dua cara, observasi berperandan
observasi berperan. Peneliti menggunakan metode observasi dengan mencatat,
mengkaji dan menganalisi data pada novel Al-Launu Al-A>khar. Data yang
diobservasi merupakan kalimat deklaratif yang terdapat pada novel. Dalam proses
analisis data, menurut Miles dan Huberman (dalam Sutopo, 2002: 91) analisis
dalam penelitian kualitatif terdiri dari tiga komponen pokok yaitu : reduksi data,
sajian data dan penarikan kesimpulan.
1. Reduksi Data
Menurut Sutopo (2002: 91), reduksi data merupakan langkah awal dalam
analisis sebuah data yang merupakan proses seleksi data, pemfokusan,
penyederhanaan, dan abstraksi dari fieldnote. Reduksi data merupakan bagian dari
proses analisis yang mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang
hal-hal yang tidak penting dan mengatur data sedemikian rupa sehingga
kesimpulan penelitian dapat dilakukan.
Pada reduksi data ini, dilakukan sejak sebelum kegiatan pengumpulan data
dilakukan. Proses reduksi berlanjut sehingga peneliti memilah dan memilih
kalimat deklaratif dalam novel tersebut pada bab 1. Kemudian akan dikelompokan
berdasarkan kelompok masing-masing berdasarkan teori yang disampaikan oleh
Jari>m (2007: 169). Setelah itu baru dianalisis penembahan dan pengurangan
dalam menerjemahkan kalimat deklaratif tersebut.
24
2. Sajian Data
Sajian data merupakan deskripsi dalam bentuk narasi yang memungkinkan
simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian data harus mengacu pada rumusan
masalah yang telah dirumuskan peneliti.
Peneliti akan memaparkan hasil penelitiannya dalam bentuk dekripsi.
Setiap sajian data yang dikemukan akan menjawab rumusan masalah yang
dihadapi. Dimulai dengan menjelaskan variasi kalam khabar kemudian dijelaskan
pula metode penerjemahan yang digunakan penerjemah. Pada sajian data pada
rumusan kedua dijelaskan berupa deskriptif dengan mendeskripsikan variasi dari
loss and gain.
3. Penarikan simpulan dan verifikasi
Kesimpulan akhir tidak akan terjadi sampai pada waktu proses
pengumpulan data berakhir. Kesimpulan yang telah ada perlu diverifikasi agar
benar-benar bisa dipertanggungjawabkan. Kesimpulan merupakan ide pokok
dalam penelitian yang dilakukan dan merupakan kesimpulan dari rumusan
masalah dan pemecahannya.
H. Sistematika Penyajian
Penelitian ini disusun dalam empat bab. Bab pertama merupakan
pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan,
pembataan masalah, teori, metode dan teknik, serta sistematika penyajian. Latar
belakang membahas tentang hal yang melatarbelakangi peneliti melakukan
penelitian dan memilih tema tersebut. Selain itu, dalam latar belakang juga
dibahas mengenai kajian pustaka terhadap penelitian sebelumnya yang membahas
tentang kalimat deklaratif dan loss and gain. Sedangkan kajian teori memuat
25
tentang landasan teori yang dipakai dalam penelitian ini. Adapun teori yang
dipakai berupa variasi kalimat deklaratif baik dalam linguistik umum maupun
linguistik Arab, teori metode penerjemahan dan teori yang selanjutnya teori
tentang loss and gain.
Bab kedua berisi tentang pembahasan dan analisis rumusan masalah
pertama, yaitu variasi kalimat deklaratif dalam bahasa Arab yang terdapat dalam
novel Al-launu Al-A>khar karya Al-Quddu>s. Dari variasi yang dijelaskan akan
dijelaskan pula tentang metode yang dipakai dalam menerjemahkan kalimat
deklaratif.
Bab ketiga membahas tentang rumusan masalah kedua, yaitu penambahan
dan pengurangan makna yang terdapat dalam novel Al-launu Al-A>khar karya
Qudu>s dan Novel An Evening in Cairo (terjemahan novel Al-launu Al-A>khar),
yang merupakan hasil terjemahan dari novel Al-launu Al-A>khar. Novel tersebut
diterjemahkan oleh Ali Ghufron.
Bab keempat merupakan kesimpulan dan saran. Bab terakhir ini akan
memunculkan kesimpulan yang diambil dari pembahasan pada bab pertama dan
kedua. Kemudian pada bab ini juga akan diberi saran kepada peneliti lain terkait
kalimat deklaratif, loss and gain, dan novel Al-Launu Al-A>khar sehingga peneliti
lain dapat melanjutkan penelitian baik dalam novel ini maupun dalam kalimat
deklaratif yang lain.
Top Related