Download - Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

Transcript
Page 1: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

25

Bab 4

Hasil Penelitian dan Pembahasan

4.1 Workload

4.1.1 Bank Mandiri

Beban kerja merupakan kemampuan pekerja

untuk menerima pekerjaan yang sesuai dan seimbang

dengan kemampuan fisik maupun psikologis. Beban

kerja yang berlebihan menyebabkan pekerja mengalami

tekanan kerja yang dapat mempengaruhi produktivitas

dan kualitas kerja pegawai. Tingginya tekanan kerja

dapat mengakibatkan ketegangan psikologis maupun

kelelahan fisik. Pekerjaan di sektor perbankan memiliki

potensi tekanan kerja yang muncul dari load dan

ekspektasi pekerjaan yang tinggi guna mengejar target

perusahan dan menghadapi ekspektasi konsumen.

Pressure seperti inilah yang lazimnya menjadi sumber

stres bagi para pekerja. Kondisi kerja yang stressful

dapat mengganggu kestabilan emosi dan jika

melampaui kemampuan untuk mengelola emosi dapat

berimplikasi pada gangguan kesehatan (sakit).

Akumulasi keadaan ini seringkali terbawa kedalam

kehidupan keluarga, menjadi beban mental tambahan

bagi pekerja dan membuatnya makin tidak fokus dalam

bekerja. Pengalaman ibu YL yang karena situasi kerja

Page 2: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

26

yang demikian stressful, mengalami gangguan emosi

yang terbawa sampai ke rumah pernah berkata :

“Saya pernah terbawa emosi sampai ke keluarga. Jujur ya

memang pernah drop sampe memang karena gak achieve

target kan ya jadi memang beban mental ya dan terbawa

sampai ke rumah sampe sakit pernah. Saya pernah tidak

fokus karena masalah ini..”

Ibu RA yang karena kelelahan dalam pekerjaan

pernah mengalami kondisi emosi yang tidak stabil

hingga terbawa sampai ke kehidupan keluarga. Selain

itu, ibu RA seringkali merasakan stres kerja ketika

pergantian jabatan atau posisi dari divisi pelayanan ke

divisi mikro dan ketika mutasi dari cabang satu ke

cabang lainnya, sebab ketika berganti jabatan atau

posisi dan mutasi kerja ibu RA menghadapi

tanggungjawab dan lingkungan kerja yang berbeda.

Berikut pernyataan ibu RA :

“Kadang karena capek saya marah-marah mbak. Ya namanya juga manusia ya kadang capek ya mbak..” Terus

kalo pindah ganti ke jabatan yang lain itu loh mbak biasanya

agak stres. Stresnya juga kalo kita di mutasi dari cabang sini nanti di mutasi ke cabang mana, pasti kan penyesuaian dulu kan. Biasanya sih di penyesuaian awal ya mbak [stres

biasanya di penyesuaian awal]..”

Responden-responden penelitian ini bekerja di

salah satu bank terbesar di Indonesia yang memiliki

tuntutan kerja yang lebih tinggi dari bank pada

umumnya. Sekalipun dengan resiko pekerjaan yang

tinggi, mereka harus bisa menghadapi dan

mengelolanya. Para responden menganggap kelelahan

Page 3: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

27

yang dialami adalah resiko dari pekerjaan yang harus

dihadapi. Hal ini ditegaskan dengan pernyataan :

“Kalo lelah pasti lelah ya mbak. Kalo Mandiri itu memang

gede ya kan bank terbesar di Indonesia ya makanya. Mandiri

kan rame mbak, kalo mbak liat rame banget jadi transaksinya kan banyak banget kecuali kalo bank yang kecil

itu kan palingan jam 15.00 itu sudah selesai, selesai, selesai.

Kalo Mandiri zaman aku jadi teller itu, yang lain-lain kayak bank lain itu sudah pada mati lampu, bank Mandiri itu lampunya masih hidup karena memang transaksinya belum

selesai. Nasabah sudah selesai, cuman kitanya yang belum.

Transaksi rata-rata di sini satu orang itu harus 170

transaksi jadi 1 hari itu bisa 1000 orang masuk Mandiri makanya capek banget..(ibu RA)”

“Yang jelas gini mbak, stres sebenarnya kan karena target,

karena situasi kondisi kerja. Pekerjaan di bank itu penuh

resiko, belum di target, belum di complain.. (ibu YL)”

“Setiap orang kan pasti pernah merasakan capek, lelah gitu.

Sakit biasa, flu, kecapekan [saya pernah sakit seperti flu dan

juga kelelahan]. Semua juga sama, yang lain juga kan

kerjanya pun mungkin hampir sama ya semuanya. Sama-

sama berat gitu loh, cuma menurut saya karena resiko..( ibu

DA)”

Meskipun pressure pekerjaan mengintervensi

kehidupan keluarga namun pengertian dan dukungan

dari suami, orang tua dan adanya pihak ketiga seperti

jasa pembantu dan pihak sekolah merupakan

mekanisme untuk mendukung kepentingan keluarga

sehingga tidak memberikan pressure balik terhadap

kepentingan-kepentingan pekerjaan. Hal ini menjadi

faktor-faktor yang menetralisir stres terhadap

pekerjaan sehingga dapat membantu responden

khususnya dalam menetralisir pressure keluarga.

Semua responden mengatakan hal yang sama tentang

Page 4: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

28

dukungan suami dan keluarga terhadap pekerjaan

mereka. Berikut pernyataan responden.

“keluargaku sangat mendukung. Dari pihak keluargaku atau

suamiku mendukung karena aku sebelum kenal suamiku pun dia sudah tau aku sudah kerja kan jadinya sudah taulah

jadi dia sangat mendukung. Keluarga juga sangat

mendukung..”

Pengalaman ibu RA, tidak hanya mendapat

dukungan dari keluarga inti tetapi juga dari extended

family-nya. Hal ini diceritakan ibu RA ketika ia bekerja,

extended family-nya ikut membantu dalam

memperhatikan dan mengurus anak. Berikut kutipan

ibu RA.

“Anakku ta tinggal di rumah tuh aku tetap gak khawatir

karena memang ada eyang di rumah kan gak sama

pembantu aja. Ada mbahnya, ada mbak putri, trus kakakku

rumahnya juga dekat di situ, kakak iparku, sepupu jadi ada

ada yang nemenin gitu loh..”

Mekanisme internal juga membantu responden

untuk menetralisir stres kerja yang mereka hadapi.

Semua responden mengatakan bahwa stres kerja dapat

ditekan tergantung cara menikmati dan sikap terhadap

pekerjaan itu sendiri. Berikut kutipan responden.

“Kalo lelah pasti lelah ya mbak. Tapi lama-lama akan enjoy

mbak. Kalo pressure, tiap bank pasti pressure kalo target

pasti iya cuman kalo kita jadikan beban nanti gak kerja-kerja, pusing sendiri. Enjoy aja pokoknya, santai. Memang

kerjanya begitu jadi kalo kita mikir susah trus kita mikir ke

bawah susah..”

Ibu DA mengungkapkan bahwa adanya kondisi

dan lingkungan kerja yang menyenangkan serta adanya

hubungan baik dengan rekan kerja dan juga atasan

Page 5: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

29

dapat menekan stres kerja karena bagi ibu DA tidak

harmonisnya hubungan dengan rekan kerja dan atasan

dapat menciptakan stres dalam bekerja. Berikut

pernyataan ibu DA.

“Supaya kita gak stres kita aja buat situasi kerja itu

nyaman, sama teman-teman, sama atasan, sama bawahan

kalo bisa harus punya hubungan yang baik. Soalnya kalo

misalkan kerjaan, kalo kerjaan sih kalo ringan ya ringan tapi

kalo misalnya hubungannya sama atasan sama bawahan

kurang bagus kan bikin stres..”

Organisasi dalam menetralisir stres kerja yang

dihadapi, memfasilitasi kebutuhan pegawai selain

dengan gaji, insentif, tunjangan-tunjangan, jaminan

kesehatan dan cuti pegawai, juga menyediakan

program-program untuk menanggulangi stres kerja dan

menciptakan keakraban diantara pegawai, baik dengan

rekan kerja, atasan maupun bawahan. Kegiatan-

kegiatan tersebut sudah menjadi tradisi yang

diberlakukan untuk seluruh cabang Bank Mandiri

seperti Refreshing yaitu belanja, nonton, makan

bersama, olahraga, piknik, kerohanian dan kesenian.

Seperti yang diceritakan para responden berikut ini.

“Untuk menanggulangi stres ya kalo di cabang itu biasanya

tuh ada nonton bareng, jadi ke Solo ke Paragon atau kemana, makan-makan bareng, piknik, kadang karaokean bareng.

Kalo di Mandiri ada club-club olahraga, di sini sabtu

biasanya pada bulutangkis bareng, ada futsal, biasanya ada

Sepak bola, kerohanian juga ada, kemudian kayak nyanyi-nyanyi itu juga ada Mandiri Idol juga, lomba foto di pasar,

macam-macam di sini nanti ada hadiahnya.. ”

Page 6: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

30

Program-program organisasi tersebut bersifat

kondisional artinya dilakukan pada kondisi tertentu.

Pekerjaan di sektor perbankan dengan tekanan kerja

yang tinggi menyebabkan terjadinya konflik pekerjaan-

keluarga yaitu waktu yang terlalu banyak tersita

dipekerjaan. Hal ini berimplikasi adanya

ketidakseimbangan waktu antara pekerjaan dan

keluarga, ketidakseimbangan keterlibatan pekerjaan

dan keluarga dan tidak seimbangnya tanggungjawab

pekerjaan dan keluarga sehingga para responden

sangat sulit membagi waktu secara seimbang antara

pekerjaan dan keluarga.

4.1.2 Dosen

Load pekerjaan di sektor pendidikan dalam hal

mengajar tidak menimbulkan kelelahan dan stres kerja

sebab telah terjadwal. Tekanan pekerjaan seperti stres

kerja dan kelelahan dirasakan responden ketika

berhadapan dengan load pekerjaan di luar mengajar

seperti terlibat dalam pengurusan re-akreditasi,

menjadi panitia atau koordinator suatu kegiatan dan

tugas keluar kota. Seperti pengalaman ibu BS dan ibu

ER berikut.

“Kalo stres karena memang terkadang saya merasa tidak bisa

membagi waktu ketika anak banyak kegiatan berbarengan

disini re-akreditasi gitu. (ibu BS)”

“Selain ngajar biasanya ada panitia-panitia gitu loh. Suruh

jadi panitia apa panitia apa, itu yang kadang membuat kita

sedikit stres, sedikit terbeban. Kalo pekerjaan rutin seperti

Page 7: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

31

ngajar, koreksi itu gak masalah. Yang bikin stres itu administratifnya.. (ibu ER)”

Stres kerja dialami juga ketika masa-masa

penyesuaian dengan lingkungan kerja. Seeperti kasus

ibu ER dan ibu SP yang karena masa-masa

adaptasinya menjadi dosen, ia sempat mengalami

kelelahan dan berimplikasi pada tekanan fisik hingga

sempat terganggu kesehatannya. Berikut kutipan

responden.

“Dulu ya maklum aku masih dalam masa-masa adaptasi ya

[dulu saya mengalami kelelahan ketika penyesuaian awal]. Waktu itu sampe pernah kena maag. Tetapi di sisa itu sih

jarang..”

Walaupun pressure pekerjaan dan pressure

keluarga seringkali dialami oleh para responden,

dukungan dari suami dan adanya pihak ketiga seperti

jasa pembantu merupakan mekanisme untuk

menetralisir stres kerja dan kelelahan. Semua

responden mengatakan hal yang sama tentang suami

yang mendukung pekerjaan mereka. Berikut kutipan

responden.

“Kalo suami saya sudah tau dan mendukung. Sudah tau

pekerjaan saya bahkan dia membantu..”

Stres kerja dalam pekerjaan sebagai dosen dapat

dinetralisir pula dengan kehadiran rekan kerja yang

membantu responden mengatasi kesulitan-kesulitan

yang dihadapi seperti mengalami stres karena tidak

seimbangnya waktu antara pekerjaan dan keluarga

maka responden melakukan diskusi atau sharing

Page 8: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

32

dengan rekan kerjanya. Seperti pengalaman ibu ER dan

ibu BS berikut.

“Ya untuk pekerjaan masih bisa di handle sih. Untuk

kesulitan-kesulitan masih bisa di atasi, kan banyak teman

juga untuk diskusi. Kalo misalnya ada kesulitan tentang pekerjaan ya bisa sharing sama teman..(ibu ER)”

“Kalo stres karena benar-benar stres karena memang

terkadang saya merasa tidak bisa membagi waktu ketika anak banyak kegiatan berbarengan di sini re-akreditasi gitu,

yah kalo kondisi seperti itu ya sudah, paling-paling

penyelesaiannya dengan bercerita dengan siapa seperti

itu..(ibu BS)”

Selain itu, lingkungan kerja yang menyenangkan

juga membantu responden untuk menetralisir tekanan

pekerjaan yang dialami. Semua responden mengatakan

bahwa mereka merasa nyaman dengan lingkungan

kerjanya. Berikut pernyataan responden.

“Saya merasa ini lingkungan yang menyenangkan. Dari sisi pekerjaan kadang-kadang memang stressful ya artinya

memang kadang-kadang tuntutannya tinggi, kedepannya juga akan lebih tinggi tetapi sampai dengan hari ini sih saya

masih senang, masih enjoy di sini terlebih saya punya

lingkungan kerja yang juga menyenangkan, banyak

pekerjaan tetapi lingkungan saya menyenangkan..”

Pengalaman ibu SP dan ibu BS sebagai responden

yang bukan alumni institusi pendidikan tempat mereka

bekerja, mereka merasa bahwa lingkungan pekerjaan

mereka adalah lingkungan pekerjaan yang unik

sehingga mereka merasa senang dan nyaman bekerja.

Berikut pengalaman responden.

“Bagi saya, lingkungan di sini sangat unik. Dengan

background saya yang bukan alumni sini, saya kebetulan dari negeri kan dan ya pertama saya masuk sini sih kaget. Ya di negeri itu kan kalo dosen sama mahasiswa kan harus

Page 9: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

33

“bapak/ibu”. Tetapi ketika saya masuk pertama kali kesini sangat mengejutkan ketika saya melihat relasi mahasiswa dengan dosen itu akrab gitu loh. Akrab sampe dalam sapaan

pun tidak menggunakan “bapak/ibu” tapi “koh, cik, mbak, mas” saya rasa itu sudah relasi yang menarik. Pengalaman

pribadi saja, ketika saya baru masuk di sini sebagai orang luar ya bukan alumni sini, yang notabenenya saya juga

belum banyak bahkan tidak tau sama sekali suasana disini,

mereka welcome, mereka nyapa, mengajak kenalan, kadang

membantu saya untuk mengenal institusi ini lebih jauh. Itu yang saya rasakan dek, baik dari senior maupun dari rekan-

rekan sekerja baik..”

Pekerjaan diperusahan perbankan dengan load

pekerjaan yang tinggi dan berimplikasi terhadap

tingginya tekanan pekerjaan, para responden dengan

pengalamannya sulit untuk membagi waktu,

keterlibatan dan tanggungjawab secara seimbang

antara pekerjaan dan keluarga. Berbeda dengan kondisi

pekerjaan di sektor perbankan, pekerjaan di institusi

pendidikan seperti perguruan tinggi dengan profesi

sebagai dosen, memiliki kelenturan waktu untuk

menyeimbangkan waktu, keterlibatan dan

tanggungjawab terhadap pekerjaan dan keluarga.

Kedua kondisi kerja ini berimplikasi pada konflik

pekerjaan-keluarga dan kepuasan terhadap pekerjaan

maupun kepuasan terhadap kehidupan keluarga.

4.2 Konflik pekerjaan-keluarga

4.2.1 Bank Mandiri

Konflik pekerjaan-keluarga terjadi sebagai akibat

individu menanggung peran ganda yaitu peran dalam

Page 10: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

34

pekerjaan dan peran dalam keluarga di mana waktu

dan perhatian sebagian besar tercurah pada satu

diantaranya (biasanya peran pada pekerjaan) sehingga

tuntutan peran lain (dalam keluarga) tidak terpenuhi

secara optimal (Susanto, 2009). Kasus konflik

pekerjaan-keluarga dalam penelitian ini menunjukkan

implikasi terhadap pengasuhan anak, kurangnya kasih

sayang terhadap anak dan kurangnya waktu bagi

keluarga. Kondisi kerja yang menyita waktu relatif lebih

banyak dipekerjaan dan kondisi suami yang juga

bekerja, para responden mempercayakan pengasuhan

anaknya selain kepada suami, juga kepada orang tua,

pembantu dan pihak sekolah. Selain itu, karena

tersitanya waktu yang lebih banyak dipekerjaan,

responden tidak memiliki waktu untuk bersosialisasi

dengan lingkungan sosialnya. Berikut kutipan

responden.

“Kalo anak-anak itu seutuhnya saya kasi ke sekolah, jadi

model sekolahnya itu kan dari pagi sampe sore. Ada

penitipan anak di sana jadi kita tidak perlu khawatir anak

itu nanti makannya gimana, nanti tidur siangnya gimana,

semua sudah di atur dari sekolah.. (ibu YL)”

“Kebetulan sama bapak ibuku tuh rumahnya gandeng jadi

anak ada pengawasan. Ada pembantu juga. Jadi gak perlu

khawatir. Cuma aku juga sering ya kasih sayang tuh gak ada

aku [kurang kasih sayang dari saya], cuman ada kakek

neneknya yang sering tiap hari. Trus suamiku juga dia kalo

libur gini kan juga di rumah full. kalo dia piket malam aku kan sudah di rumah jadi ada yang gantiin.. “Kalo arisan gitu aku gak ikut mbak. Cuman bayar arisannya yo tetap cuman

kalo menyempatkan diri arisan, duduk gitu aku gak pernah. Kalo tetangga nikahan itu mbantu yo gak, ya gak sempat ya

mbak.. (ibu RA)”

Page 11: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

35

Ketiga responden penelitian mendapat complain -

dari anak-anak mereka karena terambilnya waktu bagi

keluarga disebabkan lembur kerja dan tersitanya waktu

libur yang merupakan waktu untuk keluarga. Berikut

kutipan responden.

“Anak kadang biasanya [anak biasanya protes]. Biasanya sabtu minggu aku lembur kan ya, dia mesti : “ ya ini kan hari

sabtu kenapa mama harus masuk? Ya aku yang gak masuk.

Kan sabtu libur jadi ya kadang dia pengen di perhatikan,

cuman kalo sabtu minggu aku keluar dia mesti protes..”

Konflik pekerjaan-keluarga ini berpengaruh

terhadap ketidakseimbangan antara kehidupan

pekerjaan-keluarga dan kepuasan responden.

Kepuasan yang dimaksudkan adalah kepuasan yang

sama terhadap pekerjaan dan keluarga, kepuasan yang

sama terhadap keterlibatan yang seimbang antara

pekerjaan dan keluarga serta kepuasan yang sama

terhadap pembagian waktu yang seimbang antara

pekerjaan dan keluarga. Ibu RA dan ibu YL merasa

belum seimbang dalam pembagian waktu dan

keterlibatan antara pekerjaan dan keluarga karena

waktu dan keterlibatan lebih banyak tersita

dipekerjaan. Berikut kutipan responden.

“Kalo seimbang sih lebih berat di pekerjaan ya mbak karena

sering ketemu pekerjaan. Kalo di keluarga kan kadang kita

sudah capek karena kalo di keluarga kita pengennya kan

datang, istirahat gitu ya. Kalo di keluarga emang aku masih

merasa agak kurang..”

Kasus ibu DA yang bekerja terpisah dari

keluarganya memiliki pengalaman sulit dalam hal

Page 12: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

36

menyeimbangkan waktu dan keterlibatan antara

pekerjaan dan keluarga. Keluarga ibu DA berdomisili di

Jogjakarta sedangkan ibu DA bekerja di Salatiga.

Waktu dan keterlibatan dengan keluarga hanya dapat

dirasakan pada hari sabtu dan minggu, bahkan

terkadang waktu untuk keluarga tersita karena

tanggungjawab dual control. Ibu DA sedang berupaya

untuk mengurus mutasi kerjanya agar tempat kerjanya

lebih dekat dengan keluarga. Berikut pernyataan ibu

DA.

“Kalo pekerjaan dalam seminggu kalo 5 hari bekerja kan berarti untuk kerja sendiri sekitar 70% ya untuk keluarga

paling 30%. Saya rasa juga gak seimbang. Ya paling saya

pinginnya, doain aja, saya sedang ngurus pindah ke Jogja

jadi selain kerja itu malam juga masih ada waktu dengan keluarga. Saya rasa kan paling gak kan 40:60 lah kalo saya

kerja di Jogja. Kadang kalo sabtu saya di sini karena ada

tanggungjawab untuk monitoring ATM jadi kadang sabtu juga tersita. Tapi biasanya sabtu minggu saya pulang, senin sudah balik lagi kesini..”

Secara tanggungjawab, semua responden merasa

belum seimbang tanggungjawabnya antara pekerjaan

dan keluarga, belum maksimal dan belum puas

tanggungjawabnya terhadap pekerjaan maupun

keluarga disebabkan tersitanya waktu yang lebih

banyak untuk pekerjaan. Berikut pernyataan

responden.

“Kalo saya seimbang tanggungjawab mungkin belum ya. Kalo

jadi istri itu seutuhnya saya harus melayani suami bener-

bener tapi kan saya gak bisa. Kalo tanggungjawab terhadap

anak saya pun hanya setengah-setengah. Dua-duanya belum puas ya di kantor juga belum maksimal, dirumah pun belum

Page 13: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

37

maksimal juga jadinya kalo kita mau fokus di rumah otomatis kantor harus di tinggal, kalo kita mau fokus di

kantor, rumah ya di abaikan dulu tapi kita gak bisa seperti

itu..”

Walaupun secara waktu dan intensitas

keterlibatan lebih besar dipekerjaan, responden belum

puas terhadap pekerjaannya karena merasa belum

maksimal dan harus terus menggali kinerjanya. Berikut

pernyataan responden.

“Saya belum puas ya mbak. Kita kan ada target ya.

Targetnya itu setiap bulan semakin menantang, kalo

targetnya belum tercapai ya belum puas. Kalo katakanlah

targetnya sudah tercapai tapi yang lain mencapainya lebih

dulu juga belum puas juga. Kinerja saya harus tetap di galih lagi walaupun saya merasa sudah bisa tapi tetap harus

belajar lagi mbak..”

4.2.2 Dosen

Konflik pekerjaan-keluarga pada kondisi tertentu

kerapkali terjadi pada responden yang bekerja sebagai

dosen. Konflik pekerjaan-keluarga dialami responden

ketika menangani kegiatan di luar mengajar seperti

tugas keluar kota, re-akreditas, koordinator kegiatan

dan kepanitian. Meskipun tugas-tugas ini terjadi secara

seasonal namun kegiatan-kegiatan tersebut kerapkali

menyita waktu yang relatif lebih besar dipekerjaan dan

mengakibatkan kurangnya waktu untuk keluarga.

Terganggunya waktu untuk keluarga karena urusan

pekerjaan, para responden kerapkali mendapat

komplain dari anak-anak mereka. Seperti pengalaman

ibu BS ketika waktu tersita lebih banyak dipekerjaan

Page 14: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

38

karena menangani kegiatan pembinaan olimpiade, ia

mendapat protes dari anaknya. Ibu BS menuturkan :

“Pernah ketika pekerjaan itu banyak sekali, misalnya di IE

kami pembinaan untuk olimpiade jadi kadang ada beberapa sekolah SMA yang datang ke fakultas Ekonomi sementara saya koordinatornya. Walaupun saya gak ngajar karena saya

koordinator, kan saya harus datang lebih pagi,

mempersiapkan, memastikan nanti pengajarnya, nanti tempatnya benar ini, fasilitasnya ini, gitu kan. Nah itu kalo

sudah seperti itu terus bisa 1 bulan seperti itu. Anak saya walaupun sabtu minggu saya ajak pergi tapi kalo ketika dari senin sampe jumat saya dari pagi sampe jam 6.00 terus, dia

akan berkomentar dan dia akan protes..”

Pengalaman ibu SP yang karena membawa

pekerjaan dirumah, ia mendapat komplain dari

anaknya. Berikut yang diceritakan ibu SP.

“Waktu itu karena mengejar harus uji proposal atau apa gitu,

kebetulan waktunya sudah mepet kan ya jadi saya belum

sempat baca, saya bawa pulang ke rumah. Nah, situasinya

ketika saya membaca sambil melihat anak bermain, ternyata

anak saya protes. Dia masih kecil tetapi dia sudah. Bagi saya, ya udalah..”

Mencegah kemungkinan komplain dari anak-anak,

semua responden menyatakan bahwa mereka memilih

untuk menyelesaikan pekerjaan setelah anak mereka

tidur. Berikut pernyataan responden.

“Jadi kalo memang saya harus selesaikan [kalau memang

saya harus menyelesaikan pekerjaan] ya saya nunggu sampe

anak tidur baru saya kerja..”

Sebagai wanita yang memiliki peran ganda,

responden seringkali menghadapi tekanan tidak hanya

dari pekerjaan tetapi juga dari keluarga. Ibu SP yang

karena mengalami tekanan keluarga, ia pernah merasa

Page 15: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

39

sulit membagi perannya dengan baik. Ibu SP

mengungkapkan :

“Waktu itu anak saya masih baby jadi saya butuh orang

ketiga istilah pembantulah untuk membantu saya. Kebetulan

cuman saya, suami, anak dan pembantu. Ketika hari itu saya sudah di jadwalkan mengajar segala macem, nah kejadiannya tuh pada hari H pembantu saya gak datang,

padahal hari itu saya harus tugas keluar kota, segala macem begitu kan, ya udah situasinya kan pembantu gak datang

gak ada yang jaga anak. Mendadak begitu ya otomatis, ya

bagi saya tuh pilihan yang agak sulit juga ya, disatu sisi ini bicara tugas dari pekerjaan, disisi yang lain ini anak gitu ya,

waktu itu ya stres..”

Para responden menuturkan bahwa mereka

seringkali berkeputusan untuk meninggalkan

profesionalitas mereka ketika diperhadapkan dengan

pilihan antara masalah keluarga dan kepentingan

pekerjaan. Kasus ibu SP dan ibu BS ketika mengalami

masalah dalam keluarga, profesionalitas kerja

seringkali ditinggalkan dan lebih mengutamakan

keluarga. Hal itu terjadi ketika kondisi dan keadaan

yang cenderung mendesak misalnya anak sakit.

Berikut kutipan responden.

“Ketika terjadi konflik artinya saya sendiri ingin profesional

dalam arti ketika bekerja saya bertanggungjawab inginnya

profesional tetapi kadang-kadang saya sebagai ibu ada

sesuatu hal yang tidak bisa saya hindari, contoh ketika anak saya sakit ya mau tidak mau profesionalisme saya kadang-

kadang bisa saya tinggalkan. Nah, jadi saya akan mengurus anak saya yang sakit, dengan konteks bahwa sakitnya si anak lagi butuh pengawasan.. ”

Konflik pekerjaan-keluarga dalam pekerjaan

sebagai dosen cenderung terjadi pada kondisi

mendesak. Terlepas hari hal tersebut, pekerjaan

Page 16: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

40

sebagai dosen memiliki kelenturan waktu yang dapat

membantu para responden untuk menyeimbangkan

tanggungjawabnya terhadap pekerjaan dan keluarga.

Seperti kasus ibu BS dengan kelenturan waktu yang

memungkinkan, ketika menghadapi konflik pekerjaan-

keluarga ia dapat meluangkan waktunya untuk

menengok anaknya ketika sakit. Berikut pernyataan

ibu BS.

“Pernah dalam kasus saya ketua panitia untuk Economi

competition yang itu untuk seJawa, jadi saya untuk

koordinator acaranya. Baru sekali itu anak saya sakit pas saya harus acara besar, saya tidak mungkin tinggal, saya

tetap. Dia di rumah dengan ayahnya. Saya berangkat pagi,

ketika acara sudah mulai saya naik motor pulang ke rumah

untuk sekedar menengok anak saya, memastikan tidak apa-apa..”

Bagi seorang wanita, keluarga adalah aspek

terpenting sehingga sebagian pekerja wanita dalam

mencegah terjadinya konflik pekerjaan-keluarga, karir

seringkali dihindari. Seperti kasus ibu BS yang

cenderung mementingkan keluarga, ia menegaskan

bahwa dalam pekerjaannya, jabatan selalu

dihindarinya meskipun diakuinya bahwa hal ini adalah

motivasi yang “buruk”. Bagi ibu BS, ketika ia diberi

jabatan maka konsekuensinya adalah waktu akan

cenderung lebih banyak tersita untuk pekerjaan

sehingga waktu untuk keluarga akan berkurang.

Berikut pernyataan ibu BS.

“Saya cenderung tidak punya keinginan untuk punya jabatan

karena saya selalu menghindari jabatan, saya selalu bilang

Page 17: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

41

ke kaprogdi saya, puji Tuhan baik sekali, saya bilang “ pak, saya mending di suruh apa saja tetapi jangan beri saya

jabatan, suruh koordinator ini ok tapi saya jangan di beri jabatan”. Karena kalau di beri jabatan berarti konsekuensi

saya harus menambah waktu di kantor itu lebih banyak, itu

saya gak mau..”

Terlepas dari konflik pekerjaan-keluarga yang

dialami, semua responden dengan pengalamannya

masing-masing mengatakan bahwa institusi pendidikan

tempat mereka bekerja tidak menerapkan jam kerja

yang kakuh sehingga mereka terbantu dalam

menyeimbangkan antara pekerjaan dan keluarga.

Berikut pernyataan responden.

“Pekerjaan kami sebagai dosen tidak kakuh ya. Dari segi waktu kalo tidak mengajar kan kadang kita bisa melakukan

hal yang lain ya seperti penelitian, atau kalo misalnya kita

punya keperluan di luar kampus ya kita bisa keluar sih. Kalo

di perusahan kan harus kakuh dari jam 8.00 sampe jam

4.00 gak bisa keluar gak bisa izin-izin, susahlah. Kalo di sini masih gampang..”

Dengan kelenturan waktu tersebut, para

responden terbantu untuk menyeimbangkan

kepentingan pekerjaan dan keluarga. Hal ini

berimplikasi terhadap kepuasan mereka yaitu

kepuasan terhadap waktu, keterlibatan dan

tanggungjawab yang sama antara pekerjaan dan

keluarga. Responden-responden penelitian ini

mengatakan bahwa mereka puas dengan keterlibatan,

waktu dan tanggungjawab mereka terhadap pekerjaan

dan keluarga sebab mereka dapat memenuhi peran

gandanya secara seimbang. Berikut kutipan ibu SP dan

Page 18: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

42

ibu ER yang merasa senang dan puas dengan

pekerjaan dan keluarga mereka.

“Saya puas dengan pekerjaan dan tanggungjawab saya

dalam keluarga karena saya merasa semuanya baik-baik saja dan seimbang-seimbang saja. Memang dari sisi tuntutan

profesi memang saya masih jauh dari yang diharapkan. Tetapi kalo secara pribadi, saya sudah merasa puas, saya

merasa senang..”

Kasus ibu BS yang dapat menyeimbangkan waktu,

keterlibatan dan tanggungjawabnya terhadap pekerjaan

dan keluarga merasa senang dan puas karena dengan

keseimbangan yang terpenuhi, ia dapat meluangkan

waktu untuk mengajar anaknya dan ia merasa bangga

anaknya berprestasi. Berikut kutipan ibu BS.

“Saya rasa sejauh ini semuanya seimbang. Saya senang,

karena saya puas anak saya bisa membaca dan menulis

karena saya, anak saya tidak perlu les mata pelajaran karena saya masih bisa ngajari sendiri. Puji Tuhan, campur tangan Tuhan anak saya bisa berprestasi..”

Tingginya tekanan pekerjaan dan konflik

pekerjaan-keluarga yang berpengaruh pada kepuasan

atau ketidakpuasan terhadap waktu, keterlibatan dan

tanggungjawab pekerjaan dan keluarga ini berimplikasi

pada keinginan responden untuk tetap bekerja,

berpindah pekerjaan bahkan meninggalkan pekerjaan

mereka.

Page 19: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

43

4.3 To stay or to leave

4.3.1 Bank Mandiri

Pada bagian sebelumnya telah digambarkan

bahwa tekanan pekerjaan di sektor perbankan berada

pada level pressure yang cenderung konstan dan

bahkan meningkat. Hal ini berimplikasi terhadap

keinginan responden untuk berpindah pekerjaan.

Mereka berpikir bahwa jika memiliki pekerjaan yang

tekanan kerjanya rendah, mereka dapat

menyeimbangkan waktu dan keterlibatan dengan

keluarga. Ibu YL yang karena kelelahan dalam

pekerjaannya, sempat berpikir untuk berpindah

pekerjaan yaitu dengan berwirausaha namun hal itu

dianggap hanya emosi sesaat ketika kelelahan. Selain

itu, gaji, insentif, tunjangan-tunjangan dan jaminan

yang diberikan organisasi menjadi alasan ibu YL tetap

bekerja diperbankan. Ibu YL berkata :

“Saya pernah [saya pernah berpikir untuk berpindah pekerjaan], saya pernah ketika saya lelah saya pengen seperti

wiraswasta. Tapi saya berpikir lagi secapek-capeknya orang pasti suatu saat kalo saya sudah menjalani pekerjaan lain

kan pasti saya capek juga. Akhirnya saya tetap memilih

disini. Itu pun kalo waktu itu saya berencana untuk

wiraswasta itu hanya emosi sesaat ya. Kita kembali

flashback lagi, disini kita kerja toh Mandiri sudah berikan semuanya, ya insentif, ya kesehatan, ya sudah benar-benar

dicover..”

Kasus ibu RA yang karena tingginya tekanan pekerjaan

dan tidak seimbangnya keterlibatan serta tanggungjawab

antara pekerjaan dan keluarga pernah berpikir untuk

berpindah pekerjaan tetapi dukungan suami, gaji atau

Page 20: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

44

income yang menjanjikan, insentif, tunjangan-tunjangan dan

jaminan seperti pengalaman ibu RA ketika anaknya

dioperasi, keseluruhan biaya di-cover oleh organisasi serta

faktor ekonomi keluarga menjadi alasan ibu RA memilih

untuk tetap bekerja diperbankan.Ibu RA merasa organisasi

menjamin kesejahteraannya sehingga ia menjadi loyal

terhadap organisasi. Berikut pernyataan ibu RA.

“Saya pernah sih mbak berpikir untuk pindah pekerjaan tapi ta pikir kalo suamiku kan dukung aku di sini ya mbak.

Cuman kalo kita sudah terbiasa dengan gaji, kalo orang mungkin pegawai bank ya gajinya lebih banyak sebenarnya

gak juga sih tapi kalo dibanding pegawai negeri kita income

lebih ya. Wong dari segi materi lebih menjanjikan disini..”

“Kemaren kebetulan abis anakku operasi nih mbak dan 9

harian. Alhamdulillah operasi pun kita dicover semua dari

bank Mandiri biayanya. Aku sendiri dan anakku sendiri jadi

semuanya tercover. Ya makanya mungkin semakin

perusahan memperhatikan kesejahteraan kita ya, ya mungkin semakin loyal ya..”

Berbeda dengan kasus ibu YL dan ibu RA,

meskipun dengan tekanan kerja yang tinggi dan

mengalami ketidakseimbangan antara pekerjaan dan

keluarga ibu DA tidak berpikir untuk berpindah

pekerjaan karena pertimbangan income atau gaji yang

memadai, telah bekerja dalam kurun waktu yang

terpaut lama (12 tahun), faktor usia tidak

memungkinkan bagi ibu DA untuk berpindah

pekerjaan, adanya reward yang diberikan organisasi

dan adanya rasa nyaman dengan jabatan atau

posisinya dalam organisasi. Berikut pernyataan ibu DA.

“Pindah pekerjaan sih gak. Karena umur sudah gak pas dan

posisi di sini sudah lumayan jadi saya gak mungkin cari

Page 21: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

45

pekerjaan dengan umur saya, belum tentu dapat sebaik ini. Kemudian di Mandiri itu ada reward ya. Kayak produk-produknya Mandiri itu bisa pergi ke luar negeri, bisa di

promosi, banyak. Yah mungkin itu penghargaan ya buat

semangat..”

Responden penelitian ini akan memilih untuk

berpindah atau berhenti dari pekerjaannya ketika

ekonomi keluarga sudah mapan karena mereka bekerja

untuk membantu suami memenuhi ekonomi keluarga

dan ingin memberikan pendidikan yang berkualitas

kepada anak-anak. Menurut responden, pendidikan

yang berkualitas tidaklah murah sehingga mereka juga

harus bekerja. Seperti pada kasus ibu YL yang memilih

tetap bekerja diperbankan karena ingin anak-anaknya

mendapat pendidikan terbaik. Berikut pernyataan ibu

YL.

“Mereka sadar kalo saya gak kerja toh mereka juga gak akan

dapat pendidikan yang seperti itu kan tentunya [pendidikan

yang berkualitas]. Ya sekolah negeri ya paling gak sih dengan fasilitas seadanya saya gak mau. Ya kita kan kalo memilih

sekolahan, pendidikan yang terbaik untuk anak-anak. Saya

tekankan sama mereka pendidikan memang nomor 1 jadi

kalo saya pengen pendidikan yang bagus untuk kamu saya

harus kerja..”

Selain itu, ibu RA dan ibu YL bangga bekerja di

perusahan perbankan. Mereka mnegatakan bahwa ada

kebanggaan ketika mereka menjadi contoh bagi anak-

anak dan memenuhi harapan orang tua. Bagi ibu RA

dan ibu YL, mereka bekerja di salah satu bank terbesar

di Indonesia dapat menciptakan rasa percaya diri,

prestige, dan mendapatkan penghargaan dari suami

Page 22: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

46

dan masyarakat. Berikut pernyataan ibu RA dan ibu

YL.

“Kalo kita kerja di bank Mandiri setidaknya ada penghargaan

gitu ya entah dari suami atau masyarakat. Bangga ya mbak

kerja di bank Mandiri. Jadi kebanggaan buat keluarga juga sih, kan bapak ibu juga “ini loh anakku ta sekolahin”, jadi

kalo setiap bulan kita bantu orang tua kan bisa. Punya gaji

sendiri kan gak harus minta uang suami mau bantuin orang

tua, mungkin orang tua suami juga, saudara-saudara.

Sedikit-sedikit bisa bantu. Ada kebanggaan.. (Ibu RA)”

“Tulang rusuk kan ya kita membantu menegakkan ekonomi

keluarga. Bisa jadi contoh buat anak-anak juga. Jadi, ini loh wanita juga bisa bekerja. Ada sebuah nilai plus ya, kebanggan seperti sedikit gengsi gitu, jadi kalo katakanlah di tanya “ibumu kerja apa?” : ibuku di rumah gak kerja, beda dengan ibumu kerja di mana? : oh di Mandiri gitu kan ada

kebanggaan tersendiri buat mereka. Saya bekerja juga untuk

prestige.. (Ibu YL)”

Semua responden mengatakan bahwa stres kerja

dan kelelahan yang dirasakan setimpal dengan

kesejahteraan dan income yang diterima. Hal ini

membuat para responden memilih untuk tetap bekerja

pada organisasi perbankan. Namun, jika bekerja

dengan tekanan kerja yang tinggi tetapi tidak menerima

imbalan yang setimpal maka terbuka kemungkinan

bagi responden untuk berpindah dari pekerjaannya.

Berikut pernyataan responden.

“Mungkin kalo ya sudah gajinya sedikit, suruh kerjanya

sampe malem, cuti gak di kasi, uang cuti gak ada ya udah

[Mungkin jika gajinya sedikit dan bekerja hingga malam hari, tidak diberikan cuti dan tidak ada uang cuti maka saya akan

berpindah pekerjaan]..”

Selain itu, dukungan keluarga juga menjadi faktor

penting bagi wanita yang bekerja. Semua responden

Page 23: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

47

mengatakan bahwa jika keluarga tidak mendukung

pekerjaan mereka, maka mereka akan lebih memilih

untuk berpindah pekerjaan. Berikut pernyataan

responden.

“Kalo keluarga tidak mendukung, saya akan keluar ya. Saya

keluar tapi saya mau istilah nego ya, ya bolehlah saya keluar

tapi dengan gaji kamu [gaji suami] apakah sudah mencukupi

semuanya? Tapi apapun yang terjadi, keluarga tetap nomor

1..”

4.3.2 Dosen

Tekanan pekerjaan yang cenderung seasonal dan

belum cukup tinggi berimplikasi terhadap terpenuhinya

keseimbangan antara kepentingan pekerjaan dan

kepentingan keluarga. Oleh sebab itu, para responden

tidak pernah berpikir untuk berpindah ataupun

meninggalkan pekerjaan. Seperti kasus ibu SP dan ibu

ER yang tidak berpikir untuk berpindah pekerjaan

selain karena lingkungan kerja yang menyenangkan

dan pada dasarnya wanita memang harus bekerja, ibu

SP dan ibu ER juga bekerja untuk membantu suami

secara perekonomian, bekerja karena pelayanan dan

menjadi contoh bagi anak-anaknya. Bagi ibu SP dan

ibu ER, pekerjaan bukan hanya masalah uang tetapi

masalah eksistensi diri. Berikut kutipan responden.

“Sejauh ini belum terpikir ya [belum berpikir berpindah pekerjaan]. Ya saya prioritas pertama memang untuk

membantu suami ya secara perekonomian. Selain itu,

Pekerjaan bagi saya sebenarnya bukan hanya masalah uang, itu juga masalah eksistensi diri ya. Misalkan contoh, saya

sudah sekolah tinggi gitu kan, kalo tidak bekerja saya mau

buat apa? Dan kalo ada orang bilang ini contoh untuk anak-

Page 24: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

48

anak ya saya sendiri juga sependapat sebenarnya, paling tidak terlebih kan saya di dunia pendidikan seperti ini kan

anak-anak saya sih harapannya kedepan mudah-mudahan

dia bisa mencontoh ya bahwa belajar juga penting..”

Berbeda dengan kasus ibu SP dan ibu ER, ibu BS

pernah berpikir untuk berpindah pekerjaan. Namun,

keinginan berpindah pekerjaan ini bukan karena

tekanan pekerjaan tetapi karena ibu BS bekerja

terpisah dari suaminya. Pengertian dan dukungan

suamilah yang membuat ibu BS bertahan dalam

pekerjaannya. Berikut kasus ibu BS.

“Dulu waktu saya punya anak baby saya pernah berpikir

mau keluar Karena waktu itu saya pernah mengalami suami

saya kan kerja di Salatiga kan baru 3 tahun ini, Waktu itu

suami saya tidak ada di sini dia di Jogja. saya sempat

bergumul. Saya lebih baik keluar dari sini karena suami saya

di Jogja. Akhirnya suami saya yang memutuskan keluar dan

bekerja di Salatiga. Saya merasa bahwa ini memang yang

Tuhan tempatkan untuk saya..”

Dukungan pasangan hidup (suami) menjadi faktor

terpenting pegawai wanita tetap bertahan dalam

pekerjaannya. Responden mengakui bahwa jika

keluarga (suami) tidak mendukung maka mereka lebih

memilih untuk mengutamakan keluarga dan

meninggalkan pekerjaan, tetapi kondisi seperti ini

membutuhkan banyak syarat. Seperti pernyataan ibu

SP berikut.

“Kalo situasinya misalkan terpaksa misalkan suami saya

tetap tidak mendukung, kemudian juga situasi keluarga saya sudah “ok”, secara ekonomi sudah “ok”, ya sebenarnya sih

bagi saya tidak masalah kalo saya harus melepaskan

pekerjaan tetapi situasi seperti itu pasti membutuhkan banyak syarat..”

Page 25: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

49

Seperti yang sudah diungkapkan pada bagian

sebelumnya, pekerjaan di sektor perbankan dengan

tingginya load pekerjaan berimplikasi pada tekanan

kerja yang dialami pegawai, baik tekanan secara

psikologis maupun tekanan. Potensi tingginya tekanan

pekerjaan diperusahan perbankan ini kemudian

mengakibatkan terjadinya konflik pekerjaan-keluarga

dan ketidakpuasan terhadap keseimbangan antara

pekerjaan dan kepentingan keluarga.

Selanjutnya, effect konflik pekerjaan-keluarga

terhadap ketidakpuasan ini berimplikasi pada

keinginan pegawai untuk berpindah atau bahkan

memilih untuk meninggalkan pekerjaannya. Berbeda

dengan di sektor perbankan, pekerjaan di institusi

pendidikan sebagai dosen memiliki potensi kelenturan

waktu yang memungkinkan para pegawai terbantu

untuk menyeimbangkan kepentingan pekerjaan dan

kepentingan keluarga. Load pekerjaan dalam hal

mengajar tidak menimbulkan tekanan baik secara

psikologis maupun secara fisik karena telah terjadwal.

Tekanan pekerjaan yang stressful dialami ketika

menjalankan pekerjaan di luar mengajar dan dalam

beberapa kasus tekanan pekerjaan yang stressful ini

berimplikasi pada gangguan kesehatan. Kondisi

pekerjaan dosen dengan potensi tekanan pekerjaan

yang seasonal dan memiliki kelenturan waktu,

Page 26: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

50

menghasilkan kepuasan yang sama terhadap pekerjaan

dan keluarga. Kepuasan terhadap pekerjaan dan

keluarga ini kemudian berimplikasi pada keinginan

pegawai untuk tetap bertahan dan tidak berpikir untuk

berpindah pekerjaan.

Kondisi pekerjaan dengan pressure yang tinggi

sebenarnya berpotensi bagi organisasi untuk

memberikan intervensi untuk menekan pressure

pekerjaan agar pressure kerja tersebut telatif

berkurang. Intervensi ini dapat membantu pekerja

dalam memenuhi tuntutan pekerjaan dan tuntutan

keluarga secara seimbang khususnya bagi pekerja

wanita yang memiliki peran ganda. Intervensi yang

dibutuhkan adalah kebijakan organisasi untuk

menerapkan flexible working. Dunia kerja seperti

didunia barat telah menerapkan flexible working bagi

pekerjanya untuk memfasilitasi pekerjanya

menyeimbangkan kepentingan pekerjaan dan

kepentingan keluarga, menekan angka turnover,

meningkatkan kepuasan kerja, meningkatkan

produktivitas dan mempertahankan sumber daya

manusia yang berkualitas. Namun, berbeda dengan

dunia kerja di Indonesia. Meskipun dengan tekanan

kerja yang tinggi seperti diperusahan perbankan dan

kelenturan waktu yang memadai untuk

menyeimbangkan kepentingan pekerjaan dan keluarga

Page 27: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

51

seperti di institusi pendidikan khususnya perguruan

tinggi, organisasi tidak memfasilitasi pekerjanya dengan

flexible working.

4.4 Mengapa organisasi tidak menerapkan

flexible working?

Temuan-temuan penelitian ini menunjukkan

bahwa pekerjaan di sektor perbankan merupakan

memiliki pressure yang tinggi karena tingginya load

pekerjaan dan ekspektasi mengejar target perusahan

dan memenuhi ekspektasi konsumen. Tingginya

tekanan pekerjaan di sektor perbankan berimplikasi

terhadap ketegangan psikologis dan ketegangan fisik

yaitu kelelahan, stres kerja dan bahkan gangguan

kesehatan. Meskipun dengan kondisi kerja yang

demikian stressful, organisasi tidak menerapkan

flexible working sebagai kebijakan untuk membantu

pekerja wanita menyeimbangkan kehidupan pekerjaan

dan kehidupan keluarga. Flexible working hanya

sempat menjadi wacana yaitu penerapan flexitime tetapi

hanya mencakup posisi back office karena pekerjaan

back office dinilai bisa fleksibel dibanding dengan posisi

kerja yang lain. Keterangan dari semua responden,

posisi kerja di perbankan yang bisa fleksibel adalah

bagian marketing karena bagian marketing selalu

Page 28: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

52

bekerja di luar kantor untuk mencari nasabah dan

memenuhi target. Berikut pernyataan responden.

“Untuk saat ini bank tidak bisa ya fleksibel kecuali kalo

marketing ya. Marketing kalo dipegawai kami kan ada

pegawai tetap ada yang outsourching. Outsourching itu biasanya dia menangani untuk produk-produk pihak ketiga

kayak dia sales kartu kredit kemudian kredit-kredit mikro,

itu kan masuk keluar masuk dan itu mereka bisa lebih

fleksibel karena mereka yang ditargetkan yang penting tercapai. Kalo mereka sih masih bisa fleksibel untuk

marketing tapi kalo yang lain susah mbak..”

Berdasarkan temuan-temuan penelitian ini bahwa

tidak diterapkannya flexible working untuk pekerjaan di

sektor perbankan didasarkan pada pertimbangan-

pertimbangan kebutuhan, peraturan jam kerja, bidang

pekerjaan sektor perbankan, dukungan organisasi dan

konsekuensi dari penerapan fleksibilitas itu sendiri

baik terhadap pegawai, nasabah, instansi-instansi

maupun konsekuensi terhadap sektor ekonomi. Seperti

ibu YL dan ibu RA yang mengungkapkan bahwa

pekerjaan di sektor perbankan belum cocok untuk

diterapkannya flexible working. Berikut pernyataan

responden.

“Gak cocok kayaknya ya mbak untuk bank. Karena kalo kita

kerja part time misalnya ya, pagi nih kita istirahat nanti sore

kita sampe malam kerja. Jadi gak cocok..(ibu YL)”

“Kayaknya belum cocok ya. Nanti kalo ada yang ganti bingung nanti anak buahnya. Terus saya complain ke teman-teman mungkin akan susah ya. Pimpinannya kan saya jadi kalo demikian ngontrolnya akan susah. Mengkoordinasi

mereka agak susah ya.. (ibu RA)”

Selanjutnya ibu RA menyatakan bahwa sektor

perbankan tidak menerapkan flexible working karena belum

Page 29: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

53

adanya peraturan dari kantor pusat untuk serempak

menerapkan rancangan pekerjaan yang fleksibel. Menurut

ibu RA, rancangan pekerjaan yang fleksibel dapat diterapkan

sektor perbankan jika pemberlakuannya dilakukan secara

serempak. Selanjutnya, ibu RA menyatakan bahwa tidak

diterapkannya flexible working di sektor perbankan karena

bank berhubungan dengan instansi yang lain, karena

pelayanan dan tuntutan masyarakat dan berpengaruh

terhadap sektor ekonomi. Berikut pernyataan ibu RA.

“Karena memang dari kantor pusat memang belum ada

kayak flexible time gitu-gitu gak ada ya. Kecuali kalo semua

serempak mungkin bisa ya mbak. Terus karena memang ya

langsung dengan nasabah, keinginan nasabah itu, misalkan

untuk beli bensin beli solar itu kan ada pembayarannya bank

Mandiri. Kalo misalkan itu sampe malem, itu kan langsung nembusnya ke pertamina tuh sistemnya, kan gak mungkin

pertamina kerja malem-malem juga kan makanya karena juga berhubungan dengan instansi yang lain karena orang butuh kita dan mereka butuhnya juga untuk ke tempat lain.

Makanya karena memang tuntutan juga dari masyarakat

kan. Terus juga pengaruhnya ke sektor ekonomi itu pasti

ya..”

Lebih lanjut ibu RA menyatakan sektor perbankan

tidak menerapkan flexible working karena harus

melihat dari sisi kebutuhan masyarakat. Selain itu,

perbankan tidak menerapkan flexible working karena

penyesuaian terhadap mobilitas uang di masyarakat.

Bank Mandiri sebagai salah satu bank terbesar di

Indonesia bahkan membuka layanan Mandiri weekend

di wilayah-wilayah tertentu karena adanya mobilitas

uang di masyarakat. Berikut pernyataan ibu RA.

Page 30: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

54

“Kalo di Mandiri kan ada weekend Mandiri juga tapi gak semua cabang. Kalo di Solo biasanya di Slamet Riyadi kalo di

Semarang biasanya di Pahlawan kalo gak salah ya. Jadi

karena di Solo itu ada pasar Klewer, yah di situ kan ada

mobilitas uang itu kan jadi setiap hari pasti ada uang masuk

makanya sabtu itu Mandiri weekend Solo dibuka tapi kalo

disini belum karena gak se-rame di Solo..”

Ibu DA menyatakan bahwa sektor perbankan tidak

menerapkan flexible working karena bank Mandiri

bekerja dengan sistem, berhadapan langsung dengan

nasabah, tergantung bidang pekerjaan dan perbankan

mengikuti jam kerja di Indonesia pada umumnya.

Selain itu, ibu DA menyatakan bahwa untuk

menerapkan flexible working perlu mempertimbangkan

konsekuensi dari fleksibilitas itu sendiri. Berikut

pernyataan ibu DA.

“Tidak bisa ya mbak karena kita berhadapan langsung

dengan nasabah dan bekerja dengan sistem. Terus karena ini sudah bidangnya ya mbak. Ada kantor yang bisa tapi kalo di Mandiri gak mungkin ya karena resikonya juga gak baik bagi

nasabah dan karyawan, resikonya agak banyak..”

“Terus kalo mau fleksibel itu kita liat bidang jasanya apa dulu. Kalo yang di perbankan, di liat jabatannya juga sih, di liat posisinya juga. Kalo saya di frontliner kan gak mungkin.

Trus juga kan juga memang sudah ada patokan kalo di

perbankan kan dari jam 8.00 sampe jam 5.00 sore.

Kemudian karena kebanyakan untuk jam kerja di Indonesia disamakan ya jadi ada hubungannya dengan jam kerja yang

berlaku di Indonesia..”

Selain itu, semua responden mengatakan bahwa

sektor perbankan tidak menerapkan flexible working

karena sektor jam kerja perbankan berkaitan dengan

ketentuan jam kerja Bank Indonesia sebagai bank

perantara. Berikut pernyataan responden.

Page 31: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

55

“Kita patokannya kan di jam kerja. Sudah ada aturannya dari jam berapa sampe jam berapa. Kalo kita mau bikin

aturan sendiri kan malah gak lazim karena bank Indonesia

kan juga bukanya sama, jam terbangnya sama. Jam kerjanya

dari jam 8.00, ada yang buka sampe jam 4.00 sore. Karena

kalo kita kirim, kita transfer-transfer kan perantaranya

mereka. Misalnya dari Mandiri transfer ke BCA itu kan lewat dulu BI baru di transfer ke BCA-nya. Nah, kalo misalkan kalo

pihak ketiga ini kita kerjanya malam sementara BI-nya

kerjanya siang kan gak mungkin bisa jalan..”

Ibu YL menyatakan bahwa menerapkan flexible

working di sektor perbankan perlu mempertimbangkan

nasabah karena menerapkan flexible working misalnya

compress week maka akan merugikan nasabah dan

tidak manusiawi bagi karyawan. Selain itu, ibu YL

menyatakan bahwa perbankan tidak fleksibel karena

sudah merupakan konsekuensi. Berikut pernyataan

ibu YL.

“Kalo seperti itu tidak manusiawi [kalau compress week]. Menurutku tidak manusiawi, karena kita akan sangat

kelelahan ya. Dan juga akan merugikan nasabah karena

misalnya yang wiraswata itu kan perputaran uangnya kan

terjadi setiap hari jadi kalo kita tutupnya terlalu lama kasian mereka juga gitu. Jadi harus menyesuaikan dengan mobilitas

dimasyarakat ya. Kalo Mandiri tidak fleksibel karena

memang itu udah konsekuensinya mbak..”

Berbeda dengan sektor perbankan, pekerjaan

sebagai dosen memiliki kelenturan waktu yang

memungkinkan untuk menyeimbangkan antara

kehidupan pekerjaan dan kehidupan keluarga. Semua

responden mengatakan bahwa tugas-tugas di luar

mengajar adalah fleksibel sehingga memungkinkan bagi

mereka untuk menyeimbangkan kepentingan pekerjaan

dan kepentingan keluarga. Tugas-tugas di luar

Page 32: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

56

mengajar yang fleksibel menurut responden yaitu

mengoreksi tugas mahasiswa, menyiapkan bahan

mengajar, membaca skripsi ketika menjadi penguji,

melakukan penelitian, dan pengabdian masyarakat

yang bisa diselesaikan atau dilakukan tidak hanya di

kantor tetapi dapat dikerjakan dirumah dengan waktu

yang fleksibel. Berikut pernyataan responden.

“Hal dalam pendidikan yang fleksibel itu yang di luar ngajar kan fleksibel. Contoh, misalkan ketika saya mengoreksi, nah itu kan memang tidak harus, yang pasti kan batas akhir nilai

masuk ya saya tidak terlambat gitu aja. Kemudian yang

kedua yang sedikit fleksibel bagi saya adalah ketika jam

konsultasi atau bimbingan mahasiswa, baik untuk skripsi, proposal dan lain segala macam, pengabdian masyarakat

dan penelitian bisa fleksibel..”

Namun, berbicara masalah pengajaran merupakan

pekerjaan yang tidak fleksibel karena sudah terjadwal

dan harus dijalankan secara bertanggungjawab.

Meskipun dalam kondisi tertentu sebagai pengajar atau

dosen berhalangan untuk memenuhi kewajibannya

dalam mengajar karena kendala tertentu, namun hal

itu terjadi karena situasional seperti harus memenuhi

tugas keluar kota dan ketika anggota keluarga sakit.

Selain karena sudah terjadwal, masalah pengajaran

tidak bisa fleksibel karena dapat merugikan baik pihak

mahasiswa maupun kesulitan mencari waktu dan kelas

pengganti. Berikut pernyataan para responden.

“Kalo untuk pengajaran, bicara tatap muka kita tidak bisa

hindari jadi itu kan hukumnya istilahnya wajib, jamnya,

jadwalnya sudah di tentukan jadi yang itu jelas tidak fleksibel, gak bisa “seenak gue” gitu misalnya gitu pindah

Page 33: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

57

hari jam itu gak bisa. Saya pernah kosong mendadak karena

anak saya sakit, saya mengakui itu ataupun saya pribadi

pernah sakit, ataupun ada dapat tugas keluar kota. Tapi itu karena situasi ya dek..”

Meskipun memiliki kelenturan waktu namun

pekerjaan di sektor pendidikan tidak menerapkan

flexible working. Menurut ibu ER organisasi tidak

menerapkan flexible working karena pekerjaan sebagai

dosen merupakan pekerjaan yang sudah fleksibel.

Lebih lanjut ibu ER menyatakan bahwa secara legasi

rancangan jam kerja mengikuti legasi universitas

meskipun pada prakteknya dapat lebih fleksibel dan

untuk menerapkan fleksibilitas perlu

mempertimbangkan konsekuensi sikap individu

terhadap pekerjaannya. Berikut pernyataan ibu ER.

“Selama ini kita juga menurut saya fleksibel ya. Secara

aturan kan kita harus tunduk pada universitas ya.

Universitas kan jam kerjanya jam 8.00 sampai jam 4.00. Jadi

secara legasi kita harus tetap ikut aturan universitas

walaupun nanti secara praktek kita bisa lebih fleksibel. Kan

jam kerja tuh kan harus ikut itu kan, walaupun prakteknya juga fleksibel asalkan pekerjaan kita beres. Tapi sebenarnya

tergantung individunya juga sih kalo individunya memang

kerjaannya beres menurut saya bisa tapi kalo kembali lagi ke

individu kalo dia gak beres nanti kalo di fleksibelkan seperti

itu tambah gak beres..”

Para responden menyatakan bahwa pekerjaan di

institusi pendidikan seperti dosen sudah tergolong

fleksibel dan didukung oleh atasan dan organisasi.

Semua responden menyatakan bahwa pekerjaan

sebagai dosen bukan merupakan pekerjaan yang

fleksibel karena organisasi tidak mengatur secara

Page 34: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

58

kakuh pekerjaan dosen yang terpenting adalah

menjalankan tanggungjawab dengan baik. Berikut

kutipan responden.

“Sebenarnya kalo saya merasa lembaga ini menerapkan itu

karena ketika raker ada yang mengusulkan kita harus

presensi pegawai seperti finger nail, pak Rektor sendiri

mengatakan “mau? kalian mau seperti itu? gak kan?”. Jadi sebenarnya kan secara kelembagaan sendiri juga menyadari

bahwa yang penting kan tanggungjawab kita pengajaran

jalan. Pimpinan kami sebenarnya dari dulu sudah mengatakan “kita fleksibel yang jelas asal jangan sampai

mengganggu proses PBM dan tugas di luar ngajar itu juga

selesai sesuai deadline. Bicara koreksi, mau di kantor mau di

rumah, kantor tidak pernah mempermasalahkan yang

penting tanggungjawab selesai..”

Ibu SP menyatakan bahwa untuk fleksibilitas

perlu mempertimbangkan jenis pekerjaan sebab

menurut ibu SP, ada pekerjaan yang bisa diselesaikan

di mana saja dan ada juga pekerjaan yang seharusnya

diselesaikan ditempat kerja misalnya pekerjaan dengan

sistem internal. Berikut pernyataan ibu SP.

“Memang sebagian besar pekerjaan ada yang bisa saya

lakukan di manapun saya bisa melakukannya tetapi ada

juga pekerjaan yang saya tidak bisa lakukan di manapun. Artinya saya harus tetap di situ. Nah itu kalo kita bicara soal

sistem internal dek. Kan kalo kita bicara keuangan di dana

pensiun misalkan, atau keuangan di UKSW, itu kan jaringan

internet tetapi intranet di sini jadi kalo mo mengurus hal-hal

itu ya harus disini, gak bisa di tempat yang lain. Dan ini

bukan bicara fleksibel tidak fleksibel, tapi ini bicara

kerahasiaan data yang memang tidak bisa sembarang orang tau..”

Ibu SP juga menyatakan bahwa pekerjaan sebagai

dosen bukan pekerjaan yang kakuh sebab dosen dalam

proses belajar dan mengajar seringkali berlangsung

Page 35: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

59

lebih pagi dan juga pada malam hari. Berikut

pernyataan ibu SP.

“Kami sebagai dosen, kami tidak bisa kakuh, kenapa?

Karena ada jam mengajar dimulai jam 7.00 pagi artinya kami bisa 1 jam lebih cepat bahkan kami bisa mengajar sampe malam. Nah, jadi kadang-kadang realisasinya bisa

lebih dari itu tetapi juga bisa kurang dari itu. Bahkan kalo

bicara jam kerja di UKSW juga setau saya gak kakuh-kakuh amat karena kan bicara jadwal kuliah sangat fleksibel juga..”

Fleksibilitas pada pekerjaan dosen ini pada

dasarnya adalah mengikuti bentuk atau model kerja

standar yaitu pekerjaan dosen mengikuti jadwal dalam

mengajar dan para responden menyatakan bahwa

kegiatan-kegiatan dan tugas-tugas di luar mengajar

adalah fleksibel. Sifat pekerjaan ini memungkinkan

pekerjaan sebagai dosen bisa dilakukan secara

fleksibel.

4.5 Pembahasan

Realitas yang dihadapi responden yaitu tingginya

load pekerjaan yang berimplikasi terhadap ketegangan

secara psikologis maupun kelelahan fisik. Kondisi kerja

yang stressful ini dapat mengganggu kestabilan emosi

hingga mengganggu kesehatan dan seringkali terbawa

hingga ke kehidupan keluarga. Meskipun pressure

pekerjaan mengintervensi kehidupan keluarga namun

coping keluarga terhadap pressure tersebut dapat

membantu responden untuk mengatasi stres kerjanya.

Jika coping mekanisme tidak sanggup menanggung

Page 36: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

60

beban maka mengakibatkan stres kerja. Stres kerja ini

berdampak pada under-performance karyawan terhadap

pekerjaannya dan berpotensi bagi karyawan

berkeputusan untuk stay atau leave terhadap

pekerjaannya. Jika kondisi stres terus menerus

meningkat dan kemudian karyawan berkeputusan

untuk meninggalkan pekerjaannnya, maka hal ini

dapat menjadi persoalan dan kerugian bagi organisasi

seperti biaya yang harus ditanggung dan waktu yang

dihabiskan untuk melakukan rekrutmen, seleksi dan

training untuk mendapatkan karyawan yang

berkualitas.

Tingginya load pekerjaan yang berinteraksi

dengan beban rumah tangga yaitu jika beban pekerjaan

memberi pressure terhadap beban rumah tangga dalam

artian urusan pekerjaan mencampuri urusan keluarga

atau sebaliknya beban rumah tangga memberi pressure

terhadap beban pekerjaan mengakibatkan terjadinya

konflik pekerjaan-keluarga. Konflik pekerjaan-keluarga

berpengaruh terhadap kepuasan terhadap waktu,

keterlibatan dan tanggungjawab pekerjaan-keluarga

dan dapat menyebabkan stres kerja yang kemudian

berimplikasi terhadap keinginan responden untuk tetap

bekerja, berpindah atau meninggalkan pekerjaan.

Kondisi kerja seperti yang telah diungkapkan

seharusnya telah menunjukkan signaling terhadap

Page 37: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

61

organisasi untuk mengintervensi desain pekerjaan

secara lebih fleksibel untuk memenuhi work life

balance karyawan, menurunkan stres kerja,

menurunkan konflik pekerjaan-keluarga dan

meningkatkan performance karyawan. Namun, dalam

penelitian ini ditemukan bahwa meskipun kondisi kerja

dengan workload yang tinggi dan stressful, adanya

work-family conflict serta adanya keinginan responden

untuk berpindah pekerjaan, organisasi tidak

memberikan intervensi atau adopsi flexible working.

Tidak diterapkannya flexible working disebabkan faktor-

faktor hambatan yaitu regulasi, type/nature of work,

belum adanya dukungan manajerial dan organisasi

serta pertimbangan effect atau konsekuensi dari

penerapan flexible working itu sendiri. Jika regulasi dan

nature of work berubah, adanya dukungan manajerial

dan organisasi maka kemungkinan untuk intervensi

rancangan pekerjaan yang lebih fleksibel akan semakin

terbuka. Berikut model yang dihasilkan sebagai dasar

perusahan atau organisasi tidak menerapkan flexible

working.

Page 38: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

62

Ya Tidak

Gambar 1 Model hasil penelitian

Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat 4

(empat) faktor sebagai alasan perusahan atau

organisasi tidak menerapkan flexible working. Faktor

pertama, adanya regulasi yang mengatur mekanisme

kerja suatu organisasi seperti pekerjaan yang berbasis

sistem dan adanya aturan jam kerja. Flexible working

dapat memberikan effect positif terhadap produktivitas

karyawan jika didukung oleh regulasi organisasi (Al-

WLB

WFC

Coping

Beban kerja

Beban rumah tangga

Ya

Stres kerja,

Kelelahan.

ketegangan

Performance

Flexible

working

Intent to

stay/to leave

Constraints

Effect/Consequences Managerial/

Organizational support Regulation Type/ Nature of work

Page 39: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

63

Rajudi, 2012). Hal ini menunjukkan adanya indikasi

dari pekerja yang membutuhkan eksistensi suatu

kebijakan dan hukum untuk mendukung rancangan

suatu pekerjaan yang fleksibel (Al-Rajudi, 2012).

Organisasi sebaiknya tidak hanya memenuhi tuntutan

teknis dalam organisasi tetapi juga harus merespon

tekanan yang berbeda-beda dari beberapa lembaga dan

memenuhi tuntutan dalam bentuk peraturan, norma,

hukum, dan harapan sosial (Triaryati, 2003). Hal ini

menunjukkan bahwa bilamana regulasi diubah dan

tidak menghambat maka kemungkinan perusahan-

perusahan akan lebih terbuka mengadopsi flexible

working karena pressure aktual bahkan kemunginan

akan semakin meningkat.

Seperti yang terjadi di negara-negara barat bahwa

organisasi menawarkan praktik work life balance

karena mereka menyadari manfaat yang dapat

dirasakan terlepas dari apakah karyawan

memanfaatkan praktek tersebut atau tidak; Hal ini

adalah relevansi khusus bagi konteks dan tidak

ditandai dengan regulasi yang memberatkan

(Beauregard dan Henry, 2009). Misalnya, undang-

undang Inggris menetapkan bahwa karyawan yang

memiliki tanggungjawab pengasuhan anak atau

tanggungan orang tua, memiliki hak untuk meminta

jadwal kerja yang fleksibel dan organisasi berkewajiban

Page 40: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

64

untuk mempertimbangkan permintaan tersebut secara

serius (DTI, 2007 dalam Beauregard dan Henry, 2009 ).

Di Eropa dan Jepang, kebijakan publik mendukung

jam kerja yang fleksibel, paid parental leave, dan jam

kerja mingguan yang lebih pendek dalam upaya untuk

meningkatkan partisipasi wanita dalam angkatan kerja

(Appelbaum et al., 2006). Sebagai perbandingan,

negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, dan

Kanada mempercayakan inisiatif penerapan kebijakan

terhadap pemilik perusahan untuk menerapkan

praktik-praktik kehidupan kerja.

Faktor kedua, untuk menerapkan rancangan

pekerjaan yang fleksibel perlu menelusuri bidang atau

jenis pekerjaan dan nature pekerjaan sebagai sifat-sifat

dari sebuah pekerjaan dalam suatu organisasi. Sebab,

kondisi kerja dan sifat-sifat suatu bidang atau jenis

pekerjaan memiliki tekanan pekerjaan yang berbeda,

artinya terdapat variasi kebutuhan dan kepentingan

dari suatu bidang atau jenis pekerjaan. Suksesnya

penerapan flexible work arrangements dikontrol oleh

rancangan pekerjaan yang digunakan secara aktual,

jenis industri, budaya yang telah diimplementasikan

dalam pekerjaan dan relative flexibility terhadap praktik

pekerjaan itu sendiri (Al-Rajudi, 2012). Hal ini

menunjukkan bahwa perlu adanya kesesuaian antara

penerapan flexible working dengan type/nature of work

Page 41: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

65

dalam organisasi. Seperti pernyataan Kossek dan Lee

(2008) yaitu pengaturan flexible working perlu

disesuaikan dengan jenis pekerjaan tertentu dan

kebutuhan.

Nature of work akan cenderung sama. Nature of

work yang dimaksud adalah nature dalam konteks

lingkungan pekerjaan. Karakteristik pekerjaan akan

berubah dengan adanya intervensi teknologi sehingga

pekerjaan dapat dilakukan tidak hanya secara fisikal

ditempat kerja tetapi memungkinkan dilakukan dari

jarak yang jauh. Jika teknologi berubah dan mengubah

nature of work maka kemungkinan adopsi rancangan

pekerjaan secara lebih fleksibel dapat diterapkan.

Faktor ketiga, penerapan rancangan pekerjaan

yang fleksibel membutuhkan dukungan dari pihak

manajerial maupun organisasi. Jika manajer dan

organisasi mendukung maka penerapan intervensi

flexible working akan semakin terbuka. Duxbury dan

Haines (1991) menyebutkan bahwa manajer dan

supervisor menjadi kunci dalam mengimplementasikan

strategi rancangan pekerjaan yang lebih fleksibel. Jika

manajer ingin mempertahankan karyawan yang

berkualitas maka pihak manajer perlu mengurangi

pekerjaan yang stressful dan menyediakan kebijakan

yang ramah (Sahzad et al., 2011). Kebijakan tersebut

berupa flexible work hours, timetable dan menyatu

Page 42: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

66

dalam pengambilan keputusan terhadap penerapan

work life policies (Ongori (2007). Jika organisasi

mendukung implementasi program desain pekerjaan

secara lebih fleksibel dan work life policies, maka hal ini

dapat menurunkan terjadinya turnover sebab praktik-

praktik work life balance dapat membantu organisasi

menarik karyawan baru dan memperbaiki sikap dan

perilaku karyawan terhadap organisasi (Beauregard

dan Henry, 2009). Sebaliknya, ketidakmampuan

organisasi atau perusahan untuk mengadaptasi

kebijakan yang diperlukan karyawannya dapat

mengakibatkan konflik pekerjaan-keluarga, stres kerja

dan ketidakpuasan, yang kemudian melatarbelakangi

keputusan karyawan untuk meninggalkan

pekerjaannya (Triaryati, 2003). Hal ini menunjukkan

bahwa manajer dan supervisor perlu menyadari

pentingnya kebijakan yang ramah terhadap suatu

bisnis atau pekerjaan yaitu peran flexible work

arrangements sebagai alat untuk menarik dan

mempertahankan karyawan yang valuable (Al-Rajudi,

2012).

Faktor keempat, dalam menerapkan flexible

working perlu mempertimbangkan dampak dan

konsekuensi baik terhadap organisasi, pekerja maupun

terhadap konsumen. Al-Rajudi (2012) menyatakan

bahwa sangat penting untuk memikirkan secara

Page 43: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

67

holistik dampak dari flexible work arrangements

ditempat kerja. Riset-riset menunjukkan penerapan

flexible working memberikan effect dan konsekuensi

positif baik bagi organisasi maupun bagi karyawan.

Bagi organisasi, penerapan flexible working dapat

meningkatkan kepuasan kerja karyawan (Baltes et al.,

1999; Beham et al., 2012; Hilbrect et al., 2008)),

meningkatkan komitmen terhadap organisasi (Glass

dan Finley, 2002), Mengurangi ketidakhadiran dan

turnover (Hyland, 2000) dan meningkatkan

produktivitas karyawan (Al-Rajudi, 2012; Pierce &

Newstrom, 1989). Bagi karyawan, penerapan flexible

working dapat mengurangi stres kerja (Almer & Kaplan,

2002; Schaefer, 2005), meningkatkan energi, kreativitas

dan mengurangi burnout (Schaefer, 2005), karyawan

berpersepsi bahwa flexible working membuat mereka

“bahagia” dan menentukan sikap dan perilaku yang

menghubungkan kebahagiaan, perilaku discretionary

dan meningkatkan performance outcomes (Atkinson &

Hall, 2011) serta mencapai pemenuhan work life

balance dan mengurangi terjadinya konflik pekerjaan-

keluarga (Beham et al., 2012; Hayman, 2009).

Berbeda dengan riset-riset tersebut, temuan

dalam penelitian ini para responden cenderung

mengutarakan kekhawatiran mereka terhadap effect

atau konsekuensi negatif penerapan flexible working

Page 44: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

68

baik terhadap organisasi, karyawan maupun

konsumen. Kekhawatiran responden terhadap effect

atau konsekuensi negatif penerapan flexible working

dapat disebabkan karena kurangnya pemahaman

mereka tentang konsep-konsep flexible working sebab

flexible working cenderung masih merupakan hal baru

bagi responden dan bahkan bagi organisasi. Karena

kurangnya pemahaman tentang flexible working,

responden belum memandang flexible working sebagai

kebutuhan dan solusi. Padahal penelitian (Al-Rajudi,

2012) menunjukkan bahwa employees support

berpengaruh terhadap penerapan fleksibilitas. Sebab,

dalam perancangan dan penentuan kebijakan

karyawan diikutsertakan sehingga kebijakan yang

diadaptasi sesuai dengan kebutuhan karyawan

(Triaryati, 2003).

Temuan-temuan penelitian ini menunjukkan

bahwa flexible working tidak menjadi solusi untuk

memenuhi work life balance karyawan karena adanya

faktor-faktor hambatan seperti yang telah dijelaskan

pada bagian sebelumnya. Hal ini mengindikasikan

bahwa workload yang tinggi, stres kerja, kelelahan dan

konflik pekerjaan-keluarga merupakan fenomena yang

akan terus terjadi. Coping terhadap beban rumah

tangga merupakan mekanisme individual untuk dealing

dengan pressure pekerjaan. Artinya, adanya coping

Page 45: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

69

beban rumah tangga ini membantu karyawan untuk

menetralisir tekanan kerja akibat tingginya load

pekerjaan. Hal ini mungkin sulit berlaku dalam

budaya sosial didunia barat yang cenderung

individualis. Namun, budaya sosial (social cultural) di

masyarakat Asia yang cenderung kolektif atau oriented

family memungkinkan untuk adanya coping terhadap

beban rumah tangga. Hal ini ditunjukkan seperti

adanya keluarga inti dan extended family yang

membantu karyawan menangani urusan keluarga,

serta lingkungan sosial ditempat kerja yang dapat

menetralisir stres kerja karyawan melalui hubungan

yang harmonis.

Di kota-kota besar coping terhadap beban rumah

tangga semakin sulit terjadi pada pekerja-pekerja yang

jauh dari lingkungan sosial aslinya seperti keluarga dan

extended family. Tidak adanya family support ini

memunculkan stres pada karyawan. Penelitian ini

berlangsung dikota Salatiga, Jawa Tengah di mana

pekerja lazimnya memiliki konteks sosial pendukung.

Bilamana konteks sosial itu berubah seperti dikota

besar di mana masyarakat pekerja hidup dari dan

untuk dirinya sendiri tanpa dukungan sosial dan

coping mechanism, maka intervensi organisasi

diperlukan. Hal ini mengindikasikan bahwa flexible

working menjadi solusi ditempat-tempat yang tidak

memungkinkan untuk coping mechanism. Namun,

Page 46: Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6098/4/T2_912012039_BAB IV.pdfHasil Penelitian dan Pembahasan 4.1 Workload 4.1.1

70

untuk menerapkan intervensi flexible working dapat

dilakukan jika adanya kelonggaran terhadap faktor-

faktor hambatan pada gambar 1 dan diperlukan

pelaku-pelaku yang adaptif terhadap realitas

perubahan dan perkembangan kebutuhan pekerja

dalam organisasi.