137
BAB 4
BERADA DI KAMPUNG WORKWANA
Melirik Permasalahan Kelapa Sawit
Bagian ini merupakan penjelasan mengenai alasan-alasan
kenapa penulis memilih permasalahan kelapa sawit sebagai pokok studi
dalam rangka penelitian disertasi terkait dengan permasalahan
pembangunan masyarakat di daerah, khususnya di wilayah kampung.
Sebelum penelitian disertasi ini dilakukan, sebenarnya
permasalahan kelapa sawit di Distrik Arso sudah diteliti beberapa
pihak. Sekretariat Keadilan dan Perdamaian (SKP) Keuskupan Jayapura
tahun 2008 dan Tim Ekspedisi Suara Perempuan Papua tahun 2009,
membuat sejumlah catatan tentang persoalan kelapa sawit di wilayah
Distrik Arso. Kedua hasil penelitian tersebut memberikan gambaran
umum tentang permasalahan perkebunan sawit di Distrik Arso dan
dampaknya bagi penduduk setempat. Namun secara khusus hasil studi
SKP Jayapura digunakan sebagai bahan advokasi kepentingan
masyarakat setempat sehubungan dengan hak ulayat dan hak ekonomi.
Penelitian SKP Jayapura meliputi daerah Distrik Arso, Distrik Skanto
dan Distrik Arso Timur. Permasalahan kelapa sawit yang diangkat SKP
Jayapura bersumber dari penduduk asli dan kelompok pendatang di
daerah PIR dan daerah Arso.
Sedangkan Tim Ekspedisi Suara Perempuan mengangkat
pengalaman masyarakat di Distrik Arso Timur seputar permasalahan
pembabatan hutan dan pengolahan kayu oleh perusahaan-perusahaan
kayu serta perkebunan kelapa sawit yang dikembangkan oleh PT
Rajawali di daerah tersebut. Informasi-informasi tersebut disajikan
secara ringkas dan padat. Selain itu Tim ini juga mengangkat
permasalahan tanah di Kampung Arsokota dan Workwana yang
TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua
138
digunakan oleh PTPN II untuk perkebunan kelapa sawit. Data-data
tersebut juga dicatat secara singkat dan padat.
Permasalahan pokok yang diangkat kedua kelompok studi ini
memperlihatkan permasalahan yang dihadapi penduduk asli setempat
yakni penduduk kehilangan hutan dan tanah tempat sumber
pencaharain nafkah karena dialihfungsikan sebagai perkebunan kelapa
sawit. Persoalan hutan dan tanah di wilayah Keerom ini menimbulkan
reaksi masyarakat karena dinilai proses pengalihannya terjadi secara
tidak wajar dan bahkan telah menimbulkan korban di kalangan
masyarakat setempat.
Alasan Pemilihan Tempat
Berhubung Distrik Arso begitu luas, maka perlu ditetapkan
tempat atau lokasi penelitian. Bagian ini memuat asalan-alasan penulis
memilih tempat penelitian dan pokok penelitian. Tempat penelitian
ditetapkan di Workwana Distrik Arso, berkaitan dengan persoalan
kelapa sawit.
Setelah mempelajari hasil studi kedua lembaga tersebut, penulis
merasa tertarik melakukan studi lebih jauh dengan fokus pada
permasalahan yang ditimbulkan oleh kehadiran kelapa sawit secara
lebih luas dan tentang pengalaman penduduk asli di kampung sebagai
dampak perubahan yang ditimbulkan oleh masuknya kelapa sawit di
wilayah Distrik Arso. Setelah bertukar pikiran dengan beberapa tokoh
masyarakat di wilayah Arso dan melakukan pengamatan di wilayah ini,
Distrik Arso, dipilih sebagai tempat studi penelitian disertasi. Distrik
Arso dipilih karena penduduk asli setempat mempunyai pengalaman
kerja dan hidup sebagai petani perkebunan kelapa sawit.
Untuk tidak mengulangi penelitian yang sama di wilayah Arso
yang begitu luas meliputi Distrik Arso dan Arso Timur, penelitian
disertasi ini diarahkan hanya di wilayah Distrik Arso. Beberapa alasan
tentang pemilihan lokasi penelitian atau studi lapangan dilatar-
belakangi oleh hal-hal berikut. Pertama, Kampung Arsokota dan
Berada di Kampung Workwana
139
Workwana Distrik Arso terletak di tepi Jalan Raya Trans Irian (Papua)
sehingga mudah dijangkau dengan kendaraan bermotor, baik roda dua
maupun roda empat. Jarak dari kedua tempat ini ke kota Abepura
Distrik Abepura kurang lebih 45 km. Sedangkan jarak kedua tempat
tersebut ke Kota Jayapura sebagai Ibu Kota Provinsi Papua kurang
lebih 70 km. Kedua, dari sejarah pembukaan perkebunan kelapa sawit
di Distrik Arso, kelapa sawit pertama kali ditanam di Kampung
Arsokota, termasuk PIR 1 dan Kwimi pada tahun 1981/1982. Tahap
kedua penanaman kelapa sawit dilanjutkan di wilayah antara Arsokota
dan Kampung Workwana tahun 1982/1983. Tahap ketiga penanaman
diperluas di wilayah Kampung Workwana, tahun 1983/1984 sampai
tahun 1984/1985 meliputi PIR 2, PIR 3 dan PIR 4.
Di Distrik Arso terdapat sejumlah kampung penduduk asli yang
biasanya disebut sebagai daerah Arso. Untuk menghindari generalisasi
situasi penduduk di wilayah Arso khususnya kampung-kampung
penduduk asli maka Kampung Workwana yang dipilih sebagai lokasi
penelitian disertasi. Penggunaan nama Arso mempunyai konotasi,
pertama, digunakan untuk menyebut Kampung Arso atau yang
sekarang dikenal sebagai Kampung Arsokota; kedua, penggunaan nama
Arso dimaksudkan wilayah Arso atau Distrik Arso bahkan meliputi
juga wilayah Distrik Arso Timur. Hal ini dapat dilihat dari sejumlah
tulisan yang pernah dibuat tentang daerah ini. Pilihan Kampung
Workwana sebagai tempat studi lapangan penulisan disertasi
dimaksudkan untuk melihat kekhasan kampung tersebut berkaitan
dengan permasalahan penduduk pada umumnya dan secara khusus
pengalaman mereka sehubungan dengan kelapa sawit. Dengan
demikian dapat dihindari suatu generalisasi situasi dan permasalahan
masyarakat walaupun dalam banyak hal terdapat kemiripan antara
kampung-kampung di wilayah ini.
Dari situasi lingkungan alam, Kampung Workwana dapat
dikatakan nyaris berada dalam kepungan perkebunan kelapa sawit.
Oleh sebab itu studi ini ingin menelusuri perkembangan perkebunan
kelapa sawit sejak awal penanaman sampai pada masa-masa panen di
usianya yang sudah 32 tahun lebih dan dampaknya terhadap penduduk
TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua
140
asli setempat. Karena berbagai studi tentang kelapa sawit menunjukkan
bahwa setelah usia 25 tahun, kelapa sawit semakin tidak produktif dan
karena itu perlu segera diremajakan agar produktivitasnya tetap terjaga
(Indriarta, 2007; Pardamean, 2011; Putranto Adi S, 2012; Sunarko,
2014). Dengan demikian studi ini diharapkan dapat menggambarkan
situasi khas penduduk Kampung Workwana, baik yang berkaitan
dengan dampak kelapa sawit maupun dampak dari dinamika
kehidupan sosial, ekonomi dan politik terhadap penduduk setempat.
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, ada beberapa alasan
yang mendorong penulis melakukan penelitian di tempat ini. Pertama,
alasan praktis ialah tempat ini berada di tepi jalan raya Trans Irian
(Papua) sehingga mudah dijangkau baik dengan kendaraan roda dua
maupun kendaraan roda empat. Kedua, terdapat sejumlah warga
kampung sebagai tokoh masyarakat yang telah penulis kenal
sebelumnya, merupakan peluang dan dapat menjadi tokoh-tokoh kunci
yang tentu memudahkan penulis melakukan pendekatan penelitian di
Kampung Workwana. Ketiga, penulis tidak ingin terjebak dalam
sebuah generalisasi pemahaman masyarakat baik di Keerom sendiri
maupun di luar Keerom bahwa bila berbicara mengenai Arso atau
Keerom berarti sama dengan kita berbicara mengenai Kampung
Arsokota, Workwana, Skofro, Wambes atau kampung-kampung lain di
wilayah Distrik Arso atau Distrik Arso Timur. Karena menurut hemat
penulis, setiap kampung atau tempat mempunyai ceritera tersendiri
dan kekhasan tertentu yang berbeda dengan kampung lain. Keempat,
dari laporan-laporan sebelumnya diketahui bahwa masyarakat di
wilayah Distrik Arso telah berhenti mengurus dan memanen kelapa
sawit. Namun muncul pertanyaan apakah masyarakat di wilayah
Kampung Arsokota saja yang berhenti memanen atau termasuk juga
warga Kampung Workwana dan kampung-kampung lainnya di
wilayah Distrik Arso. Berdasarkan pertimbangan situasi tersebut
penulis mencoba melakukan pengamatan awal di wilayah Kampung
Workwana dan pada saat pengamatan awal terlihat ada aktivitas warga
memanen kelapa sawit. Maka kemudian muncul pertanyaan, siapa
sesungguhnya yang masih memanen kelapa sawit di tempat ini padahal
dari informasi yang ada penduduk telah berhenti memanen? Dari
Berada di Kampung Workwana
141
penjajakkan awal diketahui bahwa warga Kampung Workwana
ternyata juga telah berhenti mengurus dan memanen kelapa sawit
seperti warga Kampung Arsokota bahkan mereka telah mengontrakan
dan ada pula yang menjual lahan kelapa sawit kepada pihak lain sama
seperti warga Kampung Arsokota. Kelima, alasan yang berkaitan
dengan kepentingan studi ini, ada dua hal. 1) penulis ingin mecermati
lebih jauh beberapa fenomena masyarakat berkaitan dengan
permasalahan hadirnya perkebunan kelapa sawit di tempat ini dan
bagaimana masyarakat setempat menanggapinya. 2) timbul pertanyaan
selanjutnya, jika masyarakat berhenti memanen dan menyerahkan
kebun kelapa sawit kepada pihak lain, bagaimana kehidupan keluarga-
keluarga di kampung ini tanpa usaha kelapa sawit?
Itulah alasan-alasan yang telah mendorong saya untuk
menetapkan pilihan melakukan penelitian di kampung ini. Jenis studi
lapangan yang dipilih ialah studi kasus. Selain alasan-alasan yang telah
saya sebutkan, tentu posisi daerah ini sebagai daerah perbatasan antara
negara Indonesia dengan PNG juga ikut mendorong saya untuk
member perhatian terhadap kegiatan pembangunan yang berlangsung
di sini, khususnya berhubungan dengan pembangunan industri
perkebunan kelapa sawit.
Aktivitas Pra-penelitian Lapangan
Sebelum melakukan studi lapangan di Workwana tentang
kelapa sawit, ada beberapa hal yang penulis lakukan. Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan ialah, mempelajari hasil penelitian terdahulu, mencari
informasi tentang kemungkinan melakukan penelitian tentang pokok
kelapa sawit, memilih pendamping penelitian, bertemu dengan tokoh
masyarakat dan menyampaikan permohonan izin penelitian.
Pertama, penulis mempelajari hasil studi SKP dan Kelompok
Jurnal Suara Perempuan Papua tentang kelapa sawit di wilayah Arso.
Tulisan-tulisan tersebut menimbulkan ketertarikan untuk mendalami
permasalahan kelapa sawit dan bagaimana dinamika kehidupan
penduduk setempat. Maka studi ini bertujuan mengeksplorasi
TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua
142
pengalaman penduduk setempat secara lebih mendalam dan lebih luas
berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan penduduk setempat terkait
dampak kehadiran kelapa sawit.
Kedua, aktivitas lanjutan sebelum melakukan penelitian
lapangan di wilayah ini, penulis mencoba melakukan pengamatan dan
mencari sejumah informasi mengenai kemungkinan melakukan studi
di salah satu kampung di wilayah ini, sebagaimana sudah diulas di atas,
untuk melihat hal-hal yang belum diangkat dalam studi-studi
sebelumnya. Maka sejak tahun 2010, proses pengamatan dan
percakapan informal mulai dilakukan dengan fokus pada Kampung
Arsokota dan Workwana. Setelah beberapa waktu kemudian dengan
berbagai pertimbangan sasaran penelitian dipusatkan di Kampung
Workwana. Sehingga sejak tahun 2014 secara lebih intensif penelitian
dilakukan di Workwana. Ketiga, aktivitas penting lainnya yang penulis
lakukan sebelum penelitian ialah memilih pendamping penelitian.
Pendamping penelitian diambil dari salah seorang aktivis Gereja yang
tinggal di Arsokota dan biasanya melakukan pelayanan terhadap
jemaat di wilayah Distrik Arso dan dikenal penduduk. Ia dipilih juga
karena, pendamping tersebut mempunyai relasi yang baik dengan
penduduk, tokoh adat dan aparat kampung. Ia juga kemudian berfungsi
sebagai penghubung dalam penelitian dengan para informan yang
memungkinkan penulis bertemu dengan pimpinan daerah tingkat
kabupaten dan distrik, aparat pemerintah kampung, tokoh adat, tokoh
perempuan tokoh-tokoh agama dan masyarakat setempat.
Keempat, ketika bertemu dengan para tokoh yang disebutkan,
penulis menyampaikan maksud dan tujuan kehadiran penulis sebagai
peneliti di Kampung Workwana sekaligus menyampaikan permohonan
izin penelitian.
Kelima, selain di tingkat kampong, penulis juga menyampaikan
permohonan izin penelitian kepada Bupati Keerom dan menyampaikan
tembusan surat permohonan penelitian kepada pihak aparat keamanan
setempat di tingkat Kepolisian Sektor Arsokota dan Kepala Distrik
Arsokota. Setelah kurang lebih sebulan kemudian, surat izin penelitian
pemerintah daerah setempat keluar yang ditandatangani oleh sekretaris
Berada di Kampung Workwana
143
daerah atas nama bupati setempat. Surat Izin Penelitian dikeluarkan
oleh Sekretaris Daerah, Petrus Salossa SE, M.Si atas nama Bupati
Keerom, l Nomor 423-4/384/5G, tanggal 17 November 2014.
Pengurusan surat izin ini tidak lancar sebagaimana diharapkan karena
kendala birokrasi staf pribadi Bupati Keerom ketika itu. Padahal izin
penelitian telah disampaikan sejak pertengahan September 2014.
Sekalipun izin penelitian tersebut lambat keluar, proses penelitian
tetap berjalan sesuai dengan jadwal penelitian yang sudah dibuat.
Jenis dan Pendekatan Studi Lapangan
Menurut hemat penulis, untuk memahami lebih baik
permasalahan kelapa sawit di wilayah Distrik Arso, khususnya
Kampung Workwana perlu dilakukan suatu studi kasus sebagai jenis
studi yang bersifat kualitatif (Silverman, 2001 & Creswell, 2012).
Strategi studi yang bersifat kualitatif didukung oleh pendekatan yang
bersifat emic dan etic (Greertz, 1973, 14-16 & Chambers, 1996). Selain
itu penulis juga menggunakan pendekatan studi fenomenologi.
Pendekatan emic merupakan usaha untuk memahami latar
belakang situasi masyarakat, memahami lebih baik permasalahan-
permasalahan dan paham-paham masyarakat tentang apa yang terjadi
dalam hidupnya terkait dengan persoalan kelapa sawit. Singkatnya
dengan pendekatan ini mau ditemukan apa yang dialami dan
dipikirkan masyarakat setempat sebagai partisipan atau mitra
penelitian. Dengan pendekatan yang bersifat emic selama penelitan
berlangsung yang diutamakan ialah penulis sebagai peneliti berusaha
mendengar, memahami apa yang dialami, dikatakan dan dimaknai
Orang Asli Kampung Workwana yang bergiat di perkebunan kelapa
sawit sebagai petani kelapa sawit ketika itu. Maka untuk
mengembangkan pendekatan yang bersifat emic dilakukan usaha-
usaha berikut. Dalam proses penelitian lapangan, informasi-informasi
digali dari berbagai kelompok masyarakat Kampung Workwana. Para
informan tersebut terdiri dari tokoh adat dan masyarakat, unsur-unsur
pimpinan kampung, warga kampung pemilik kebun kelapa sawit,
TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua
144
tokoh muda kampung yang mempunyai pengalaman masa-masa awal
perkebunan kelapa sawit dibuka, kaum perempuan dan informan lain
yang mengetahui mengenai permasalahan penduduk dan persoalan
kebun sawit. Selain itu informasi juga didapat dari beberapa
pengontrak lahan kelapa sawit, dan buruh tani sawit yang djumpai
pada saat-saat tertentu di kebun kelapa sawit.
Oleh karena pengalaman yang berhubungan dengan kelapa
sawit di Workwana dapat dikatakan serupa dengan permasalahan
kelapa sawit di Kampung Arsokota, maka sejumlah tokoh sebagai
informan dari Arsokota pun digunakan sebagai sumber informasi
mengenai apa yang ingin dieksplorasi dalam studi kasus ini. Selain
penulis menggunakan pendekatan emic, pendekatan etic juga
digunakan untuk mengkonfirmasi data-data yang diperoleh dari para
informan agar terhindar dari informasi atau data yang bias. Proses etic juga dilakukan melalui informan-informan yang secara selektif dipilih
penulis, antara lain terdiri dari tua-tua adat, tokoh masyarakat dan
tokoh-tokoh Gereja.
Selain menggunakan jenis penelitian studi kasus, penulis juga
memakai pendekatan fenomenologi untuk memahami fenomena yang
ada. Sehingga dengan demikian studi ini juga dapat disebut sebagai
studi fenomenologi. Pendekatan fenomenologi digunakan karena dua
hal. Pertama, tidak semua hal dapat diungkapkan dengan lugas dalam
wawancara atau diskusi terbatas. Karena penduduk ini juga
mempunyai kecenderungan mencurigai setiap orang baru yang
ditemuinya dan tidak ingin mengungkapkan hal-hal yang dianggap
dapat mengancamnya atau tidak ingin bertemu dengan orang yang
tidak dikenal. Kedua, pendekatan ini juga digunakan untuk menangkap
apa makna yang terkandung di balik fenomena yang ekspresif, melalui
ceritera yang disampaikan dengan penuh semangat dan keterbukaan
serta perasaan-perasaan yang terkandung di dalam diri informan
sebagai partisipan atau mitra penelitian. Fenomena yang ekspresif itu
tentu menyangkut pengalamannya berkaitan dengan masalah kelapa
sawit dan pengalaman hidup lainnya sebagai warga Kampung
Workwana. Seluruh pendekatan jenis studi ini ditindaklanjuti dengan
Berada di Kampung Workwana
145
beberapa cara atau teknik pengumpulan data sebagaimana
diungkapkan berikut ini.
Pengumpulan Data
Karena penelitian ini bersifat kualitatif (Miles Matthew B. &
Huberman Michael A., 1992; Silverman David, 2001; Amir Marvasti B.,
2004; Creswell John W., 2012) maka pengumpulan data dilakukan
melalui beberapa cara yaitu, observasi, wawancara, diskusi informal,
studi dokumen dan pembuatan dokumentasi.
Observasi. Salah satu teknik pengumpulan data yang digunakan
penulis ialah melakukan observasi terhadap kegiatan atau aktivitas
masyarakat di Kampung Workwana. Dengan demikian hasil observasi
dijadikan data yang penting tentang situasi penduduk dan kejadian-
kejadian yang mengungkapkan dinamika penduduk setempat pada saat
tertentu. Dari sisi tempat, proses pengamatan dilakukan ketika penulis
berada di pasar Workwana, di rumah penduduk, saat santai berkeliling
kampung dan berada di jalan raya, ketika melakukan diskusi terbatas
dengan kelompok perempuan serta aparat kampung. Hasil-hasil
pengamatan tersebut kemudian dicatat sebagai bahan temuan atau data
penelitian yang mendukung teknik pengumpulan data lainnya. Dari
segi waktu, proses observasi berlangsung setiap pagi hingga siang hari
dan dilanjutkan pada sore hari. Sasaran pengamatan atau observasi
terjadi pada aktivitas masyarakat di kampung, di sekitar perkebunan
kelapa sawit, di pasar sore Workwana, di jalan raya Trans Irian (Papua)
dan di tempat ibadah. Dari sisi sasaran pengamatan, penulis mengamati
aktivitas masyarakat sehari-hari, juga mengamati situasi kampung,
kondisi kehidupan keluarga-keluarga dan lingkungan tempat tinggal
masyarakat. Hasil pengamatan memperlihatkan beberapa hal: anak-
anak sekolah setiap pagi pergi ke sekolah dan para pegawai negeri serta
pegawai swasta pergi kantor atau tempat tugas. Sementara bapak-bapak
yang bukan pegawai pergi ke kebun atau tempat lain sesuai dengan
kepentingannya. Sedangkan ibu-ibu rumah tangga pada umumnya
berada di rumah dan mengurusi rumah atau kios yang dimiliki atau
TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua
146
mengantar anak berobat di Poliklinik St. Lusia Workwana. Selain itu
yang bekerja sebagai buruh tani di perkebunan kelapa sawit di Arso
Timur keluar bekerja di lokasi perkebunan kelapa sawit. Para pemuda
yang tidak bersekolah atau tidak bekerja pada umumnya berada di pos
kampung di jalan raya untuk mengumpulkan uang ongkos kayu olahan
yang dibawa dengan mobil truk ke Abepura dan Jayapura.
Situasi umum di kampung ini pada pagi sampai siang hari pada
umumnya agak sepi, tidak kelihatan kesibukan masyarakat di dalam
kampung. Keadaan ini berdampak bagi penulis ketika ingin
mewancarai penduduk di kampung. Untuk mensiasati kepentingan
penelitian ini penulis dibantu oleh pendamping melakukan perjanjian
terlebih dahulu dengan para informan, dan selalu berusaha
menyesuaikan diri dengan waktu para informan untuk melakukan
wawancara.
Wawancara (interview). Warga kampung yang dihubungi
untuk wawancara atau berceritera tentang pengalaman mengurusi
kelapa sawit pada umunya bersedia untuk dikunjungi. Para informan
yang dihubungi terdiri dari pemuka adat setempat, aparat kampung,
warga masyarakat, pengusaha kelapa sawit, aktivis dan petugas gereja
tingkat kampung, tokoh pemuda setempat dan kelompok perempuan
Workwana. Namun dari pengalaman selama penelitian ada pula calon
informan yang agak sulit dihubungi karena selalu tidak berada di
tempat. Melalui wawancara penulis mencoba mengeskplorasi penga-
laman penduduk mengenai usahanya di perkebunan kelapa sawit sejak
awal penanaman kelapa sawit di wilayah Kampung Workwana. Selain
itu penulis juga mencoba menggali permasalahan-permasalahan yang
dihadapi, bagaimana sikap masyarakat terhadap usaha tersebut dan
mencari tahu alasan-alasan yang menyebabkan mereka berhenti
memanen kelapa sawit. Wawancara atau perbincangan mengenai
pengalaman masyarakat tentang kelapa sawit umumnya berlangsung
pada sore hingga malam hari, tetapi pertemuan dengan kaum
perempuan atau ibu pada sore hari baik di kampung maupun di pasar
saat mereka sedang berjualan. Wawancara dengan kaum perempuan
tidak dilakukan secara khusus di rumah mengingat kesibukan mereka
Berada di Kampung Workwana
147
mengurus keluarga dan menghindari hal-hal yang tidak diinginkan,
kecuali ketika penulis berkunjung ke rumah penduduk bapak dan ibu
terlibat sepenuhnya dalam percakapan tersebut.
Pada umumnya kegiatan wawancara dan observasi dapat
berjalan lancar karena peran pendamping peneliti yang dikenal oleh
warga masyarakat sebagai salah satu petugas Gereja setempat.
Sedangkan informasi tentang sejarah perkebunan kelapa sawit di
Kampung Workwana Distrik Arso dicari melalui wawancara dengan
warga setempat yang sejak awal pembukaan perkebunan tahu tentang
perkembangan kelapa sawit dan petugas perusahaan serta pengusaha
kelapa sawit yang sejak awal bergelut dengan usaha kelapa sawit.
Selain informan di Workwana, penulis juga memanfaatkan informan
lain yang mengetahui perkembangan perkebunan kelapa sawit dan
permasalahannya di wilayah Distrik Arso khususnya dari Kampung
Arsokota karena kedua tempat ini mempunyai hubungan sejarah
permasalahan yang sama. Selain itu pimpinan dan petugas Gereja
Katolik setempat di Arsokota dan Workwana sebagai tokoh yang
berperan mendampingi masyarakat baik di Kampung Arsokota maupun
Workwana dan kampung-kampung lain juga menjadi mitra penelitian
untuk melakukan pengembangan informasi secara silang terkait
berbagai ceritera dan informasi tentang masalah sawit di daerah ini.
Selain wawancara langsung, penulis juga sering kali menggunakan
handphone atau telepon genggam untuk melakukan konfirmasi data
atau mencari informasi-informasi lain yang diperlukan dalam
peneitian. Untuk menjaga privacy para informan, sejumlah informan
tidak disebutkan dalam tulisan ini.
Diskusi informal. Pengumpulan data juga dilakukan dengan
mengadakan diskusi-diskusi informal dengan beberapa kelompok.
Kelompok diskusi informal pertama adalah kelompok perempuan dari
Workwana. Mereka ini pada umumnya sehari-hari sibuk sebagai ibu
rumah tangga, namun mempunyai banyak pengalaman mengenai
urusan kelapa sawit sejak awal perkebunan dikembangkan di tempat
ini. Kelompok lain yang juga secara informal menjadi kelompok diskusi
ialah para pastor dan petugas Gereja setempat yang sehari-hari sibuk
TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua
148
melayani masyarakat di wilayah Keerom. Kelompok lain yang juga
menjadi tempat diskusi informal ialah rekan-rekan dosen STFT Fajar
Timur dalam sebuah pertemuan dosen untuk mencari masukkan-
masukkan mengenai hasil penelitian lapangan. Sebagian besar dari
kelompok ini juga mengetahui situasi daerah penelitian dan
permasalahan yang diangkat. Berkaitan dengan perubahan-perubahan
yang terjadi dan dialami di masa lalu pendekatan diskusi seperti yang
dilakukan menurut Schratz dan Walker (2005, 51-61), dapat
membangkitkan memori kolektif sebagai orang-orang yang terlibat
dalam kegiatan tersebut sebagai mitra penelitian atau kelompok yang
menjadi sumber informasi.
Studi dokumen. Studi dokumen dibuat untuk memperoleh
gambaran umum tentang daerah penelitian sebelum melakukan
penelitian lapangan dan sebelum memutuskan lokasi yang ditetapkan
sebagai sasaran penelitian. Studi dokumen yang dibuat meliputi studi
tentang sejarah daerah, hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan
dan berbagai tulisan serta dokumen penting yang berkaitan dengan
daerah Keerom. Jadi studi ini dibuat penulis untuk mengetahui latar
belakang sejarah perkembangan daerah, situasi masyarakat setempat,
memahami permasalahan-permasalahan yang adadan karakter daerah.
Dengan studi ini peneliti mencoba mengidentifikasi fenomena
perubahan dan pembangunan yang terjadi di daerah ini. Pencarian
informasi tentang perusahaan kelapa sawit pun dilakukan melalui studi
dokumen-dokumen yang ditemukan melalui internet, dan hasil-hasil
studi yang pernah dibuat di daerah ini. Pada umumnya studi dokumen
ini dilakukan di Abepura atau di tempat lain yang memungkinan studi
dokumen dilakukan.
Dokumentasi. Pembuatan dokumentasi melalui pengambilan
gambar atau foto momen-momen tertentu juga dilakukan dalam
penelitian ini. Karena dokumen berupa gambar atau foto merupakan
sumber informasi yang menyimpan kisah-kisah atau ceritera yang
berguna tentang suatu peristiwa atau keadaan tertentu dan yang dapat
pula dikembangkan untuk memperkaya data-data penelitian. Di
samping itu melalui kerja sama dengan SKP Keuskupan Jayapura
Berada di Kampung Workwana
149
penulis dibantu sehingga bisa memperoleh beberapa dokumen hasil
penelitian sebelumnya serta foto tentang wilayah penelitian yang
memperkaya dokumentasi penelitian.
Bahan Kontak
Pengalaman penulis selama melakukan penelitian di Kampung
Workwana menunjukkan bahwa bahan kontak mempunyai fungsi dan
peran yang penting dalam melakukan suatu penelitian masyarakat.
Bahan kontak tersebut terdiri dari pinang, rokok dan uang transport.
Salah satu kebiasaan penduduk di tempat ini ialah makan
pinang. Penduduk di tempat ini baik laki-laki maupun perempuan
sehari-hari mengonsumsi pinang, karena pinang merupakan salah satu
bahan atau sarana pergaulan masyarakat sehari-hari. Konsumsi pinang
di daerah ini tinggi karena daerah ini merupakan salah satu tempat
penghasil pinang. Pinang merupakan salah satu komoditi andalan yang
dijual oleh kaum perempuan di pasar Workwana setiap sore hari dan di
kios-kios di kampung. Pinang biasanya dimakan bersama dengan buah
sirih dan kapur halus yang dibakar dari kulit kerang.
Selain pinang, bahan kontak lainnya ialah rokok kretek. Rokok
pada umumnya dikonsumsi oleh kaum bapak atau laki-laki. Bahan
kontak ini selalu disiapkan dan dibawa ketika melakukan penelitan,
bertemu informan atau mengunjungi seseorang. Maka untuk
memperlancar percakapan dan usaha eksplorasi bahan penelitian,
pinang dan rokok selalu disiapkan dan disajikan oleh penulis kepada
para informan.
Organisasi Penelitian
Bagian ini memuat keterangan singkat mengenai
pengorganisasian penelitian selama penelitian dilakukan di Kampung
Workwana.
Pengorganisasian penelitian dibuat dengan struktur berikut:
TERMARJINALISASI KELAPA SAWIT Resistensi dan Coping Orang Workwana Papua
150
a. Peneliti: 1 (satu) orang.
b. Penghubung penelitian: 1 (satu) orang. Penghubung penelitian
berfungsi untuk menjadi penghubung antara peneliti dengan warga
masyarakat kampung, tokoh pemuda dan perempuan serta tokoh
adat setempat.
c. Dukungan fasilitas selama penelitian diperoleh dari Gereja Katolik
Paroki Wilibrordus Arsokota dan Gereja Katolik Workwana.
Penulisan Hasil Penelitian
Bentuk penulisan hasil-hasil studi lapangan ini dibuat secara
naratif dan konstruktif yang dibagi dalam beberapa bagian atau pokok
hasil studi.
Bagian pertama berisikan pendahuluan. Bagian kedua memuat
uraian tentang perubahan dan perkembangan awal di Keerom. Bagian
ketiga, merupakan uraian teoritis tentang perspektif Livelihood sebagai
pintu masuk untuk menganalisa temuan-temuan lapangan. Bagian
keempat, berisikan pokok tentang berada di Kampung Workwana,
yang mau menjelaskan tentang penelitian lapangan yang dilakukan di
Kampung Workwana. Bagian kelima, merupakan hasil studi lapangan
tentang kelapa sawit di Kampung Workwana. Bagian keenam,
menggambarkan tentang konflik mengenai tanah yang digunakan
perusahaan untuk perkebunan kelapa sawit dan bentuk-bentuk
resistensi masyarakat. Bagian ketujuh, sebuah catatan analisis dan
refleksi tentang kehidupan Orang Workwana dan perkebunan kelapa
sawit dalam perspektif Livelihood. Bagian kedelapan, merupakan
bagian akhir tulisan yang berisikan diskusi yang merangkum gagasan-
gagasan teoritas yang dipakai dikaitkan dengan temuan-temuan
lapangan. Kemudian dibuatkan usulan kebijakan publik bagi penguatan
kapasitas dan peningkatan kapabalitas penduduk dalam rangka
mengembangkan Sustainable Livelihood demi masa depan yang lebih
baik.
Top Related