8
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Flebitis
2.1.1 Definisi
Flebitis adalah radang pembuluh vena, yang merupakan komplikasi yang
paling popular pada waktu pemberian terapi cairan (Maryunani, 2015).
Menurut Hingawati Setio & Rohani (2010 dalam Maria, dkk., 2011) ,
flebitis didefinisikan sebagai peradangan pada pembuluh darah balik atau
vena. Flebitis mempengaruhi lapisan endothelium terdalam vena (tunika
intima). Respon inflamasi dimulai sebagai akibat dari kerusakan sel
endothelial yang menyebabkan dinding sel menjadi kasar, tempat
trombosit melekat menurut Weinstein (2007 dalam buku Maryunani,
2015). Kesimpulannya flebitis adalah pembengkakan, kemerahan dan
nyeri sepanjang vena di area pemasangan infus < 72 jam.
2.1.2 Tanda dan gejala
Tanda dan gejala yang biasa timbul pada flebitis (Philip, et.al., 2011)
antara lain:
2.1.2.1 Nyeri atau kemerahan ringan di dekat area vena.
Ketika vena ditusuk dengan jarum, kerusakan terjadi pada area
penusukan dan pada beberapa kasus kondisi ini akan memicu
perkembangan flebitis.
2.1.2.2 Eritema (kemerahan).
Kerusakan pada area penusukan menyebabkan respon inflamasi
tubuh dimulai, yang mengakibatkan nyeri, kemerahan (eritema),
panas dan bengkak di daerah tersebut.
2.1.2.3 Bengkak.
Sel yang rusak melepaskan histamin, bradikinin dan serotonin.
Histamin dan bradikinin mempengaruhi vasodilatasi yang
meningkatkan permeabilitas vena.
9
2.1.2.4 Pengerasan jaringan.
Vasodilatasi yang terjadi mendorong peningkatan aliran darah
ke area yang mengalami cedera, peningkatan permeabilitas
memungkinkan substansi yang normalnya menetap dalam darah
seperti antibodi, fagosit dan zat kimia prokoagulan dilepaskan
ke area yang mengalami cedera.
2.1.2.5 Korda vena teraba
2.1.2.6 Pireksia.
Eritema dan panas pada area yang cedera sebagai akibat dari
peningkatan aliran darah, menghantarkan sel darah putih yang
dibutuhkan untuk perbaikan jaringan. Jika alat yang ditusukkan
tidak dikeluarkan dari tubuh, leukosit akan terakumulasi di
lokasi inflamasi mengakibatkan inflamsi lebih lanjut.
2.1.3 Penyebab dan pencegahan (Maryunani, 2015)
2.1.3.1 Flebitis yang disebabkan oleh zat kimiawi
a. Penyebab kimiawi berkaitan dengan pH, dimana pH normal
adalah 7,35 – 7,45.
1) Pemakaian obat bersifat asam atau alkali mempermudah
terjadinya flebitis.
2) Contoh beberapa obat dan pH-nya:
a) Antibiotic, nilai pH antara 2,5 – 4,5
b) KCL, nilai pH antara 4,0 – 8,0
c) Primperan, nilai pH antara 2,5 – 4,5
d) Lasix, nilai pH antara 8,6 – 9,6
e) Morfin, nilai pH antara 3,0 – 6,0
3) Pencegahan: salah satu cara untuk mengurangi risiko
flebitis karena pH obat, berikan obat dengan cara
intermittent IV drip, dengan mengencerkan dalam Otsu
100 ml (untuk obat yang dianjurkan)
10
b. Penyebab kimiawi berkaitan dengan osmolaritas
1) Nilai Osmolaritas
a) Osmolaritas normal : 285 ± 5 ml mOsm/L
b) Osmolaritas cairan elektrolit:
(1) Cairan Isotonik : Otsu NS, Otsu RL,
Asering
(2) Cairan hipotonik : KA-EN 3B, Otsu D5
(3) Cairan Hipertonik : Aminovel-600, Triparen.
c) Osmolaritas cairan yang bisa diterima oleh vena
perifer, maksimal 900 mOsm/L
2) Pencegahan: salah satu cara untuk mengurangi risiko
flebitis karena osmolaritas tinggi, pada penggunaan
perifer adalah dengan menggunakan kemasan “Jumbo
Solumix”
2.1.3.2 Flebitis yang disebabkan oleh mekanis
a. Uraian singkat:
1) Paling sering terjadi diantara 3 macam flebitis.
2) Biasanya gejala muncul < 72 jam setelah jarum
dipasang.
b. Pencegahan:
1) Pemilihan tempat penusukan jarum: hindari daerah
sendi, vena keras, vena ekstremitas bawah, vena
dibawah area komplikasi, area edema, area terinfeksi.
2) Pemilihan vena: pilih vena besar (dan lurus), dari distal
kearah proksimal (untuk KA-EN MG 3, Asam Amino
dan Aminofluid di mulai dari vena mediana atau vena
cephalica/ lengan bawah)
3) Pemilihan jarum:
4) Ukuran:
a) 14 G – 18 G untuk resusitasi dan transfuse
b) 20 G – 24 G untuk maintenance/ akses IV
11
5) Pelaksanaan fiksasi: baik dan benar (misalnya cara
fiksasi infus)
2.1.3.3 Flebitis yang disebabkan oleh bakterial
a. Penyebab antara lain
1) Cairan infus terkontaminasi karena:
a) Teknik memasukkan obat ke botol.
b) Teknik penggantian botol.
c) Set infus terlepas dari sambungan.
d) Teknik injeksi obat.
e) Penggantian infus set
2) Tempat penusukan terkontaminasi karena
a) Teknik penusukan jarum.
b) Perawatan tempat penusukan.
c) Penggantian jarum.
d) Alat tidak steril.
3) Tempat tidak bersih
b. Pencegahan:
1) Pertahankan kebersihan lingkungan dan alat.
2) Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.
3) Pahami teknik dengan benar/ baik.
4) Infus set dan jarum diganti tiap < 72 jam.
5) Tempat penusukan didesinfektan (ganti balutan) setiap
hari.
2.1.4 Faktor yang perlu diperhatikan untuk pencegahan flebitis (Philip. et.al,.
2011dan Maryunani, 2015)
2.1.4.1. Tujuan dan tipe cairan.
Larutan yang memiliki pH atau osmolaritas yang tinggi dapat
memicu terjadinya iritasi pada vena. Semakin besar keasaman
suatu larutan, semakin besar kemungkinan terjadinya flebitis.
12
2.1.4.2 Lokasi dan kondisi vena.
Hindari pemasangan kanula pada vena superfisial yang kecil,
misalnya dipunggung tangan ketika memasang obat bolus
dengan pH atau osmolaritas tinggi, ini dikarenakan darah
mengalir lebih lambat di vena perifer yang berukuran kecil yang
meningkatkan kecenderungan terjadinya flebitis, dan pada area
persendian atau dekat penonjolan tulang, misalnya area fosa
antekubiti dan pergelangan lengan bagian dalam karena bisa
menyebabkan klien tidak nyaman dan semakin besar terjadinya
flebitis. Dan juga sebaiknya menghindari vena yang telah
memar, nyeri, merah atau teraba korda vena saat palpasi Karena
vena tersebut sudah mengalami kerusakan dan memerlukan
waktu unytuk sembuh.
2.1.4.3 Durasi terapi.
Ganti pemasangan kanula setiap 72-96 jam atau lebih cepat
sesuai kebijakan rumah sakit, semakin lama kanula menetap in
situ semakin besar pula kemungkinan terjadi flebitis.
2.1.4.4 Ukuran kanula.
Gunakan kanula dengan ukuran gauge paling kecil yang
memungkinkan masuknya obat yang diresepkan karena
kemungkinan untuk kontak antara kanula dengan bagian dalam
dinding vena. Kanula dengan ukuran gauge lebih kecil
mendorong obat larut dengan cepat ke dalam sistem vena.
2.1.4.5 Umur pasien.
Pada pasien yang sangat muda dan manula mempunyai vena
yang mudah “kabur”, maka perawat dianjurkan berhati hati pada
kedua kelompok tersebut.
2.1.4.6 Aktivitas pasien: gunakan sisi non dominan
Klien akan menggunakan lengan dominan untuk sebagian besar
aktivitas, pemilihan lengan dominan akan meningkatkan
terjadinya flebitis jika kanula dipasang di area yang fleksi
13
2.1.4.7 Kerjasama pasien
Minta klien untuk memberitahu petugas apabila terdapat darah
di selang infus atau infus menjadi terlalu lambat atau terlalu
cepat.
2.1.5 Tabel untuk menilai kejadian flebitis.
Tabel 2.1 Instrumen penilaian kejadian flebitis menggunakan VIP Score
(Visual Infusion Phlebitis Score)
OBSERVASI TINDAKAN
Area intravena tampak sehat Tidak ada tanda flebitis
OBSERVASI KANULA setiap shift
Salah satu tanda berikut terjadi:
Nyeri atau kemerahan ringan di
dekat area vena
Berpotensi sebagai tanda awal
flebitis
OBSERVASI KANULA
Semua tanda berikut terjadi:
Nyeri dekat area
intravena
Eritema (kenerahan)
Bengkak
Tahap awal flebitis PASANG ULANG KANULA
Semua tanda berikut terjadi:
Nyeri sepanjang jalur
kanula
Eritema (kemerahan)
Pengerasan jaringan
(jaringan teraba keras dan
bengkak)
Tahap pertengahan flebitis
PASANG ULANG KANULA
PERTIMBANGAN TERAPI
Semua tanda berikut terjadi dan
meluas:
Nyeri disepanjang jalur
kanula
Eriitema
Pengerasan jaringan
Korda vena teraba
Tahap lanjut flebitis atau awal
tromboflebitis
PASANG ULANG KANULA
PERTIMBANGAN TERAPI
0
1
2
3
4
14
Semua tanda berikut terjadi dan
meluas:
Nyeri disepanjang jalur
kanula
Eritema
Pengerasn jaringan
Korda vena teraba
Pireksia
Tahap lanjut tromboflebitis
MULAI TERAPI PASANG
ULANG KANULA
Sumber: Phillips,et.al (2011)
2.2 Teori Pemasangan Infus
2.2.1 Definisi
Proses memasukkan jarum abocath ke dalam pembuluh darah vena yang
kemudian disambungkan dengan selang infus dan dialirkan cairan infus
(Aryani, dkk, 2009).
2.2.2 Tujuan
2.2.2.1 Memberikan sejumlah cairan ke dalam tubuh ke dalam
pembuluh darah vena untuk menggantikan kehilangan cairan
tubuh atau zat makanan.
2.2.2.3 Memperbaiki keseimbangan asam dan basa
2.2.2.2 Sebagai media pemberian obat.
2.2.3 Indikasi
2.2.3.1 Pemberian cairan vena (intravenous fluids).
2.2.3.2 Pemberian nutrisi parenteral (langsung masuk ke dalam darah)
dalam jumlah terbatas
2.2.3.3 Pemberian kantong darah dan produksi darah.
2.2.3.4 Pemberian obat yang terus-menerus (kontinyu).
2.2.3.5 Pra dan pasca bedah.
2.2.3.6 Dipuasakan.
2.2.3.7 Upaya profilaksis (tindakan pencegahan) sebelum prosedur
(misalnya pada operasi besar dengan resiko perdarahan,
5
15
dipasang jalur infus intravena untuk persiapan jika terjadi syok,
juga untuk memudahkan pemberian obat).
2.2.4 Kontraindikasi
2.2.4.1 Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi
pemasangan infus.
2.2.4.2 Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini
akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena (A-V
shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah).
2.2.4.3 Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena
kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di
tungkai dan kaki)
2.2.5 Lokasi Pemasangan Infus
Sebelum dilakukan pemasangan infus atau terapi intravena, sebaiknya
petugas harus memahami letak dan lokasi pembuluh-pembuluh vena
pada tubuh. Lokasi pemasangan infus biasanya dilakukan pada pembuluh
darah vena yang terdapat di lengan (Nurkhasanah, 2017) antara lain:
2.2.5.1 Vena digitalis, terdapat pada punggung tangan yang mengalir
disepanjang sisi lateral jari tangan dan terhubung ke vena dorsalis
oleh cabang-cabang penyambung.
2.2.5.2 Vena dorsalis superfisialis, terletak di metacarpal atau punggung
tangan yang berasal dari gabungan vene-vena digitalis yang
berasal dari jari-jari tangan.
2.2.5.3 Vena sefalika, merupakan pembuluh vena yang terletak dilengan
bawah pada posisi radial lengan yang posisinya sejjar dengan ibu
jari.
2.2.5.4 Vena basilika, ditemukan pada sisi ulnaris lengan bawah, vena ini
berjalan ke atas pada bagian posterior atau belakang lengan dan
kemudian melengkung kea rah permukaan anterior atau region
antekubiti.
16
2.2.5.5 Vena mediana kubiti, merupakan vena yang berasal dari vena
lengan bawah dan umumnya terbagi dua pembuluh darah, satu
berhubungan dengan vena basilika dan yang lainnya berhubungan
dengan vena sefalika
2.2.6 Tabel pembagian infus berdasarkan jenis cairan dan kelompoknya.
Tabel 2.2 Jenis cairan infus
Jenis Deskripsi
Cairan
hipotonik
Osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion
Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum
dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan “ditarik” dari dalam
pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan
berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai
akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel
“mengalami” dehidrasi, misalnya paa pasien cuci darah (dialysis)
dalam terapi diuretic, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula
darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetic. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari pembuluh
darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan
tekanan intracranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya
adalah NaCL 45% dan dektrose 2,5%
Cairan
Isotonik
Osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian
cair dari komponene darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh
darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi
(kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun).
Memiliki resiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya
pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya
Ringer Laktat (RL), dan normal salin/ larutan garam fisiologis (NaCL
0,9%)
Cairan
hipertonik
Osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik”
cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah.
Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin,
dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif
dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCL 45%
hipertonik. Dextrose 5% + Ringer Laktat, Dextrose 5% + NaCL 0,9%,
produk darah (darah), dan albumin.
Sumber: Aryani, dkk (2011)
Tabel 2.3 Pembagian jenis cairan berdasarkan kelompoknya
Jenis Deskripsi
Kristaloid Bersifat isotonic, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan
(cairan expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang
17
singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera.
Misalnya Ringer Laktat dn garam fisiologis.
Koloid Ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak
akan keluar dari membrane kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh
darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari
pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.
Sumber: Aryani, dkk (2011)
2.2.7 Contoh SPO Pemasangan Infus.
Tabel 2.4 SPO Pemasangan Infus Vena Rumah Sakit Islam
Banjarmasin
Pengertian Suatu standar implementasi keperawatan yang dilakukan perawat
untuk memasang infus vena dengan benar dan sebaik-baiknya.
Tujuan Membuat jalur intra vena.
Kebijakan 1. Ada program terapi dokter dan pendelegasian jelas secara
tertentu.
2. Dalam keadaan emergensi perawat atau bidan boleh memasang
infus tanpa instruksi dokter untuk cairan fisiologis, dalam 1 x 24
jam dimintakan instruksi tertulis.
3. Dalam 3 x 24 jam abocath/ IV line wajib diganti, atau bila terjadi
flebitis skala 2.
4. Infus wajib diobservasi setiap pemberian injeksi.
5. Kegagalan pemasangan infus lebih dari 2 kali wajib ganti
operator.
Prosedur PERSIAPAN:
Alat:
1. Alat plastik dan handuk kecil.
2. Manset tangan/ tourniquet.
3. Plesterine.
4. Kapas alkohol.
5. Spidol.
6. Set infus.
7. Jarum infus.
8. Cairan infus.
9. Sarung tangan.
Perawat:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan kepada klien prosedur yang akan dilakukan.
3. Bawa alat-alat yang sudah disiapkan ditroli kedekat klien.
4. Buka set infus yang masih steril.
5. Atur letak klep pengatur cairan 5 – 10 cm dibawah penampung
cairan.
6. Putar dan naikkan pengatur cairan.
7. Buka penutup botol cairan dan pertahankan agar tetap steril.
8. Hubungkan set infus dengan botol infus secara steril.
9. Gantungkan botol cairan itu pada standar infus.
10. Tekan penampung cairan sehingga cairan masuk dan mengisi
penampung ¾ bagian.
11. Buka klep pengatur dan isi selang dengan cairan dan selang
menghadap keatas sehingga udara didalamnya keluar.
18
12. Matikan pengatur tetesan bila cairan sudah memenuhi pipa.
13. Perhatikan lagi apakah dalam pipa ada udara, jika ada keluarkan
udara ke penampung udara.
14. Cantumkan identitas klien, nomor kamar, jam, tanggal, obat yang
akan dimasukkan ke dalam botol dan nama Ners yang
mengerjakannya.
PELAKSANAAN
1. Gantungkan botol yang sudah disiapkan setinggi 1 meter.
2. Pasang alat karet dibawah pemasangan infus.
3. Letakkan ujung pipa yang tertutup jarum di troli.
4. Pilih jarum atau kateter yang tepat dan benar. Buka pembungkus.
5. Gunting plester sepanjang ±6 – 10 cm dengan lebar 0,5 cm dan
letakkan di tempat yang terjangkau.
6. Periksa vena klien yang cocok untuk ditusuk.
7. Cukur rambut bila perlu.
8. Periksa bagian vena superfisial yang cukup besar untuk
memudahkan penusukan jarum.
9. Ikatan “Torniquet” 10 -15 cm di atas daerah yang akan di tusuk,
periksa pulsasi distal.
10. Anjurkan klien membuka dan menutup kepalan tangannya
beberapa kali.
11. Pilihlah vena yang tampak dan kuat pada waktu palpasi.
12. Pakai sarung tangan (steril bila diperlukan).
13. Bersihkan bagian itu dengan antiseptic.
14. Letakkan ibu jari pada vena bagian distal dari luka tusukan, tekan
sampai vena di bawah kulit menjadi tegang.
15. Masukkan jarum pada sudut 30º kurang lebih 0,5 cm sampai 1
cm bagian distal dari vena yang tertusuk, sampai menembus
dinding depan vena.
16. Perhatikan darah yang keluar dari jarum ke arah pipa plastik
pangkal jarum.
17. Tarik sedikit saja jarum bagian dalam/ jarum besi, sehingga
bagian depan adalah plastik saja (jarum besi masih di dalam
jarum plastik), dorong jarum plastik menelusuri vena sampai ke
pangkalnya.
18. Sterilkan sekali lagi dengan antiseptik/ alcohol pada area
penusukan sebelum difiksasi dengan plester steril.
19. (hypapix/ plesterin/ hansaplas/ transparan dressing) yang
tersedia.
20. Tarik jarum besi dari IV cateter dan segera tekan (agar darah
tidak keluar) pada pangkal jarum yang terpasang, buka penutup
ujung selang cairan infuse dan sambungkan dengan kuat pada
pangkal IV cateter, serta buka klem cairan infus secukupnya.
21. Buat fiksasi kupu-kupu pada pangkal IV cateter dengan plester
±6 – 10 cm.
22. Atur jumlah tetesan cairan sesuai kebutuhan pasien.
23. Lakukan fiksasi rapi pada selang infus sisanya dengan ±2 -3
plester pendek.
24. Beri label tanggal pemasangan pada plester pendek.
25. Fiksasi lengan klien dengan bidai bila diperlukan.
26. Bersihkan alat-alat yang tidak terpakai, masukkan sampah dalam
kantong sampah, lepas sarung tangan dan mencuci tangan.
27. Catat prosedur pada rekam medik klien.
MENGGUNAKAN KATETER/ VENFLON
19
1. Lakukan prosedur 1 s/d 18, tetapi jarum yang digunakan adalah
venflon.
2. Tarik jarum besi dari IV cateter dan segera tekan (agar darah
tidak keluar) pada pangkal jarum yang terpasang, tutup pakai
venflon yang telah dicabut jarumnya dengan penutup yang ada
di pangkal jarum.
3. Masukkan ±5 ml aquadest steril melalui port injeksi yang berada
di atas pangkal venflon (posisi 90º) untuk menguji ketepatan
pemasangan dan membilas jalur IV cateter.
4. Selanjutnya lakukan prosedur No. 20, 23, 25 dan 26.
MENGGUNAKAN IN stopper
1. Lakukan prosedur 1 s/d 18, jarum yang digunakan sama dengan
pemasangan infus biasa.
2. Tarik jarum besi dari IV cateter dan segera tekan (agar darah
tidak keluar) pada pangkal jarum yang dipasang, tutup pangkal
IV cateter dengan IN stopper dengan memutarnya pada pangkal
IV cateter pelan-pelan.
3. Masukkan ±5 ml aquadest steril melalui port injeksi yang berada
di atas pangkal venflon (posisi 90º) untuk menguji ketepatan
pemasangan dan membilas jalur IV cateter.
4. Selanjutnya lakukan prosedur No. 20, 23, 25 dan 26.
Sumber: Dokumen SPO Rumah Sakit Islam Banjarmasin (2016)
2.3 Teori Kepatuhan
2.3.1 Definisi
Kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin (Pranoto, 2007).
Kepatuhan perawat adalah perilaku perawat sebagai seseorang yang
professional terhadap suatu anjuran, prosedur atau peraturan yang harus
dilakukan atau ditaati. (Widyaningtyas, 2007). Kepatuhan merupakan
bagian dari perilaku individu yang bersangkutan untuk mentaati atau
mematuhi sesuatu, sehingga kepatuhan perawat dalam melaksanakan
SPO pemasangan infus tergantung dari perilaku perawat itu sendiri (Jeli,
M.M, 2014). Jadi kepatuhan adalah perilaku untuk menaati atau
mematuhi sesuatu sesuai ketentuan.
2.3.2 Faktor yang mempengaruhi
Kepatuhan merupakan suatu perilaku dalam bentuk respon atau reaksi
terhadap stimulus atau rangsangan dari luar organisme. Dalam
memberikan respon sangat bergantung pada karakteristik atau faktor-
20
faktor lain. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor
predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat menurut Green
(1980, dalam Notoatmojo, 2010). Ketiga faktor tersebut akan diuraikan
sebagai berikut:
2.3.2.1 Faktor predisposisi (predisposing factor)
Faktor predisposisi merupakan faktor anteseden terhadap
perilaku yang menjadi dasar atau motivasi perilaku. Faktor
predisposisi dalam arti umum juga dapat dimaksud sebagai
prefelensi pribadi yang dibawa seseorang atau kelompok kedalam
suatu pengalaman belajar. Prefelensi ini mungkin mendukung
atau menghambat perilaku sehat. Faktor predisposisi melingkupi
sikap, keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang berhubungan
dengan motivasi individu atau kelompok untuk melakukan suatu
tindakan. Selain itu status sosial-ekonomi, umur, dan jenis
kelamin juga merupakan faktor predisposisi. Demikian juga
tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan, termasuk kedalam
faktor ini.
2.3.2.2 Faktor pemungkin (enabling factor)
Faktor ini merupakan faktor antedesenden terhadap perilaku yang
memungkinkan aspirasi terlaksana. Termasuk didalamnya adalah
kemampuan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk melakukan
suatu perilaku. Faktor-faktor pemungkin ini melingkupi
pelayanan kesehatan (termasuk didalamnya biaya, jarak,
ketersediaan transportasi, waktu pelayanan dan keterampilan
petugas).
2.3.2.3 Faktor penguat (reinforcing factor)
Faktor penguat merupakan faktor yang datang sesudah perilaku
dalam memberikan ganjaran atau hukuman atas perilaku dan
berperan dalam menetapkan dan atau lenyapnya perilaku
tersebut. Termasuk dalam faktor ini adalah manfaat sosial dan
manfaat fisik serta ganjaran nyata atau tidak nyata yang pernah
21
diterima oleh pihak lain. Sumber dari faktor penguat dapat berasal
dari tenaga kesehatan, kawan, keluarga, atau pimpinan. Faktor
penguat bisa positif dan negatif tergantung pada sikap dan
perilaku orang lain yang berkaitan.
2.4 Teori Hubungan Kepatuhan Pemasangan Infus Sesuai SPO dengan
Kejadian Flebitis
Semua jenis prosedur dan tindakan medis yang bertujuan untuk menegakkan
diagnosis dan terapi serta prosedur tindakan keperawatan tidak lepas dari
resiko (Darmadi, 2008). Bentuk-bentuk resiko dari ringan sampai berat antara
lain; (a) salah jalan (false route), sebuah prosedur dan tindakan medis yang
dapat menyebabkan perforasi jaringan, (b) perdarahan, sebagai akibat trauma
pada pembuluh darah, (c) laserasi atau edema jaringan, (d) infeksi. Salah satu
contohnya adalah pemberian terapi cairan /infus. Tindakan pemasangan infus
akan berkualitas apabila dalam pelaksanaannya selalu patuh pada standar
prosedur operasional yang telah ditetapkan demi terciptanya pelayanan
kesehatan yang bermutu. (Priharjo, 2008)
Pemasangan infus dapat menyebabkan beberapa komplikasi (Aryani, 2011)
seperti:
1. Hematoma, yakni darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat pecahnya
pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat penekanan yang
kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan” berulang pada
pembuluh darah.
2. Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringan sekitar (bukan
pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati pembuluh
darah.
3. Tromboflebitis, atau bengkak (inflamasi) pada pembuluh vena, terjadi
akibat infus yang dipasang tidak dipantau secara ketat dan benar.
22
4. Emboli udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasi darah, terjadi
akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus ke dalam pembuluh
darah.
5. Rasa perih/ sakit.
6. Reaksi alergi
Dari faktor resiko, maka ada tiga hal pokok yang perlu diperhatikan:
1. Latar belakang intervensi, sebagai indikasi medis.
2. Prosedur dan tindakan medis, sebagai sebuah kegiatan yang dikerjakan
sesuai dengan indikasinya.
3. Tenaga terlatih (operator), sebagai petugas yang harus mengerjakan
prosedur dan tindakan medis.
Sebagai upaya pencegahan infeksi, prosedur dan tindakan medis yang
berkaitan dengan kewaspadaan standar harus diperhatikan dan dipersiapkan
dengan baik meliputi tempat prosedur dan tindakan medis akan dikerjakan,
peralatan medis yang akan digunakan, dan peralatan pelindung diri.
Sesuai dengan evidence based practice dalam sebuah jurnal yang berjudul
“Hubungan Kepatuhan Perawat dalam Menjalankan SOP Pemasangan Infus
dengan Kejadian Flebitis di RSUD Tugurejo Semarang”, oleh Suciwati, dkk
(2015) ditemukan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa responden yang
patuh dalam menjalankan SOP pemasangan infus di RSUD Tugurejo
Semarang sebanyak 52 responden, sebanyak 47 (90,4%) tidak terjadi kejadian
flebitis dan yang terjadi kejadian flebitis sebanyak 5 (9,6%) pasien. Pada
responden yang tidak patuh menjalankan SOP pemasangan infus di RSUD
Tugurejo Semarang sebanyak 22 responden, sebanyak 14 (63,6%) mengalami
kejadian flebitis dan yang tidak terjadi flebitis hanya 8 (36,4%) responden.
Didapatkan hasil chi square (X2) 23,641 dengan p value sebesar 0,000. Nilai p
value lebih kecil dari 0,05 (0,00 < 0,05), sehingga hal ini berarti bahwa ada
23
hubungan antara tingkat kepatuhan perawat menjalankan SOP pemasangan
infus dengan kejadian flebitis.
2.5 Kerangka Konsep
Berikut ini kerangka konsep penelitian:
2.6 Hipotesis
H0 = tidak ada hubungan kepatuhan perawat melaksanakan SPO pemasangan
infus dengan kejadian flebitis di IGD Rumah Sakit Banjarmasin.
H1 = ada hubungan kepatuhan perawat melaksanakan SPO pemasangan infus
dengan kejadian flebitis di IGD Rumah Sakit Islam Banjarmasin
SPO Pemasangan Infus
Kejadian Flebitis di IGD
RSIB Demografi (usia)
Jenis Cairan Infus
Jenis Obat
Lamanya Pemasangan
Perawatan Infus
Top Related