7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Instalasi Gawat Darurat
Unit gawat darurat atau Instalasi gawat darurat merupakan bagian dari
rumah sakit yang menjadi tujuan pertama kali pasien yang mengalami
keadaan darurat agar segera mendapatkan pertolongan pertama
(Ambarwati, 2014). Menurut Wicaksana (2008) IGD adalah instalasi untuk
menangani kasus-kasus gawat darurat, seperti panas dan muntah-muntah,
diare berat, kecelakaan, keracunan, dan yang membutuhkan penanganan
segera dalam batas-batas tertentu. Berdasarkan sumber tersebut dapat
disimpulkan bahwa instalasi gawat darurat adalah instalasi rumah sakit yang
menjadi pelayanan utama selama 24 jam untuk menangani pasien yang
mengalami kegawatdaruratan dengan ancaman kecatatan atau kematian.
Menurut standar pelayanan gawat darurat di rumah sakit (2011) yaitu
tersedianya kebijakan dan SOP tindakan emergency, response time
pelaksanaan tindakan keperawatan kurang dari 5 menit, pasien dengan
keadaan emergency mendapatkan bantuan untuk segera dilakukan
tindakan, pelayanan gawat darurat dilakukan oleh setiap perawat unit gawat
darurat yang memiliki sertifikat keperawatan emergency, tersedianya sarana
dan prasarana sesuai dengan kebutuhan emergency, ada sistem pelayanan
rujukan, dan ada dokumentasi pelayanan gawat darurat.
8
2.2 Konsep Triage
2.2.1 Pengertian Triage
Triage adalah penilaian klinis secara singkat yang menentukan masalah
kegawatan pasien yang dikategorikan melalui sistem ATS berdasarkan
waktu dan urutan menerima pelayanan gawat darurat (CENA, 2009).
Triage adalah suatu proses pengumpulan informasi dan pengambilan
keputusan untuk mengkategorikan atau memprioritaskan sesuai kebutuhan
perawatan klien (ENA, 2011). Triage adalah suatu konsep pengkajian yang
cepat dan terfokus dengan suatu cara yang memungkinkan pemanfaatan
sumber daya manusia, peralatan serta fasilitas yang paling efisien dengan
tujuan untuk memilih atau menggolongkan semua pasien yang
memerlukan pertolongan dan menetapkan prioritas penanganannya
(Oman, 2008).
2.2.2 Tujuan Triage
Tujuan triage adalah memeriksa dan mengidentifikasi dengan cepat
kegawatan yang mengancam nyawa (Depkes RI, 2009). Triage bertujuan
untuk memastikan bahwa pasien mendapatkan tindakan sesuai dengan
urutan kegawatan dan tepat waktu (ACEM, 2014). Tujuan triage adalah
memeriksa dan mengidentifikasi dengan cepat kegawatan yang
mengancam nyawa. Secara historis, tujuan triage adalah menyelamatkan
nyawa dengan membawa kembali tentara di medan perang dalam jumlah
yang banyak (Caroline, 2007). Berdasarkan dari beberapa sumber tersebut
dapat disimpulkan bahwa tujuan dari triage adalah menilai dan
9
mengidentifikasi pasien sesuai kebutuhan perawatan yang tepat dan waktu
yang tepat.
2.2.3 Prinsip Triage
Prinsip dalam melakukan triage adalah triage harus dilakukan dengan
segera dan singkat, kemampuan untuk menilai dan merespon dengan
cepat kemungkinan yang dapat menyelamatkan pasien dari kondisi sakit
atau cedera yang mengancam nyawa dalam departemen gawat darurat,
pengkajian harus dilakukan secara adekuat dan akurat, keakuratan dan
ketepatan data merupakan kunci dalam proses pengkajian, keputusan
dibuat berdasarkan pengkajian, keselamatan dan keefektifan perawat
pasien dapat direncanakan jika terdapat data dan informasi yang akurat
dan adekuat, intervensi yang dilakukan berdasarkan kondisi keakutan
pasien (Kartikawati, 2014).
2.2.4 Sistem Triage
Sistem triage ini merupakan triage dasar yang standart digunakan,
meliputi (Emergency Nurses Association, 2007):
1. Airway
Penilaian utama yang sangat penting bahwa jalan nafas tidak
terdapat sumbatan
2. Breathing
Pernafasan yang adekuat, pernafasan sangat penting untuk
menenentukan diagnosa dan mengobati kondisi yang mengancam
nyawa, misalnya asma akut berat, edema paru.
10
3. Circulation
Pemberian cairan infus bertujuan untuk mencegah terjadinya syok
hipovolemik yang dapat mengancam nyawa. Cairan infus diberikan
pada pasien dengan kondisi perifer yang dingin dan detak jantung
yang cepat. Dalam kondisi yang demikian perlu diperhatian
perubahan warna kulit, tanda-tanda vital dan juga CRT.
4. Dissability of Neurity
Penyebab umum dari ketidaksadaran termasuk hipoksemia yang
mendalam, hiperkapnia, hipoperfusi serebral, atau administrasi
terbaru dari obat penenang atau obat analgesik. Pengkajian dari
neurologi dapat menggunakan AVPU (Alert, Verbal, Pain, Unrespon)
atau menggunakan Glasgow Coma Scales.
5. Ekspose
Hal ini penting untuk melihat seluruh pasien, untuk mencari tanda-
tanda ruam, trauma atau perut bengkak.
Triage dilakukan di ruang triage dan perawat akan melihat ketika
pertama kali menilai pasien yang datang dan minimal informasi yang
harus dikumpulkan mengenai alasan pasien datang ke instalasi
gawat darurat. Pengkajian triage yang cepat diperlukan dalam
kondisi mengancam nyawa dengan perawat berfokus pada airway,
breathing, circulation dan disability serta dengan cepat menentukan
kategori triage untuk mendapakan penanganan yang dibutuhkan.
11
Beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendapatkan data
keluhan utama pasien seperti (Emergency Nurses Association,
2007) :
1. MVIT: M = Mecanism of Injury (mekanisme injuri / cedera), V =
Vital Signs (tanda-tanda vital), I = Injury (injuri / cedra/ luka), T =
Treatment (penanganan)
2. PQRST: P = provoking or precipitating factors (faktor pencetus
atau penyebab), Q = Quality and quantity of the symtomps
(kualitas dan kuantitas dari gejala), R = Region / radiation (lokasi
/penyebaran), S = Symtomps associated (gejala terakhir), T =
Time of onset and duration of episode and treatment (waktu
onset dan durasi dari episode atau serangan dan penanganan).
Pengumpulan data obyektif dapat dilakukan dengan
menggunakan pengkajian primer seperti airway, breathing,
circulation, disability. Pengkajian ini dapat dilengkapi dengan hasil
pemeriksaan nadi, tekanan darah, pernafasan, saturasi oksigen,
capillary refill, suhu, gula darah, glassgow coma scale (GCS), warna
kulit, pengkajian nyeri dan informasi dari profesional kesehatan
lainnya seperti surat rujukan dokter.
Proses triage terakhir yaitu melakukan dokumentasi triage. Proses
pencatatan triage harus jelas, singkat, dan padat. Tujuan
dokumentasi triage adalah mendukung keputusan triage, sebagai
alat komunikasi antar-petugas tim kesehatan di unit gawat darurat
(dokter, perawat, ahli radiologi) dan sebagai bukti mediko-legal.
pencatatan bila dilakukan secara komputer atau manual dan
12
mencakup bagian dasar dari pendokumentasian triage yang
meliputi: waktu dan tanggal kedatangan di UGD; cara kedatangan;
usia pasien; waktu/jam wawancara triage; riwayat alergi (obat,
makanan, latex); riwayat pengobatan yang sedang dijalani; tingkat
kedaruratan; TTV; tindakan pertolongan pertama yang dilakukan;
pengkajian nyeri; keluhan utama; pengkajian subjektif dan objektif;
riwayat kesehatan yang berhubungan; waktu terakhir menstruasi;
riwayat imunisasi termasuk imunisasi tetanus terakhir; tes diagnostik
yang dianjurkan; pengobatan yang diberikan pada saat triage; tanda
tangan perawat yang melakukan triage; disposisi dan re-evaluasi
(Kartikawati, 2014).
Triage merupakan salah satu peran yang dilakukan oleh
perawat instalasi gawat darurat, yang merupakan peran inti dan
otonomi perawat untuk keselamatan pasien serta efisiensi pelayanan
perawatan pasien di instalasi gawat darurat. Menurut CENA (College
of Emergency Nursing Australia, 2007) peran perawat triage adalah
1. Melakukan pengkajian kepada pasien dan mengkategorikan
pasien sesuai dengan penilaian survey primer dan penilaian resiko
2. Segera melakukan intervensi dan prosedur organisasi untuk
meningkatkan keselamatan pasien dan petugas di unit gawat
darurat
3. Melakukan penilaian secara terus menerus dan mengelola pasien
yang ada di ruang tunggu sesuai dengan kondisi mereka
13
4. Memberikan pendidikan kepada pasien dan masyarakat untuk
memfasilitasi pendidikan dan peningkatan kesehatan serta
mencegah cedera
5. Bertindak sebagai penghubung anggota masyarakat dengan
petugas kesehatan
Menurut Grossman dalam Oman (2008), perawat triage harus
memiliki kualifikasi :
1. Menguasai program orientasi kedaruratan rumah sakit
2. Bersertifikat ACLS (Advance Cardiac Life Support), PALS
(Pediatric Advanced Life Support)
3. Sertifikasi dalam keperawatan gawat darurat (Certification in
Emergency Nursing / CEN)
4. Lulus ENPC (Emergency Nurse Pediatric Course), TNCC
(Trauma Nurse Core Curriculum)
5. Mengetahui kebijakan intradepartemen
6. Memahami berbagai pelayanan gawat darurat yang tersedia
7. Terampil dalam pengkajian
8. Terampil dalam komunikasi efektif, hubungan interpersonal,
penanganan konflik dan pengambilan keputusan.
2.3 Triage di RS TK II dr. Soepraoen Malang
2.3.1 Australian Triage Scale
Skala triage Australia ini banyak digunakan di UGD rumah sakit di
Australia. Penghitungan waktu dimulai sejak pasien pertama kali tiba di
UGD, pemeriksaan tanda-tanda vital dilakukan hanya jika perawat
14
akan mengambil keputusan tingkat kegawatdaruratan triage. Selain itu,
proses triage meliputi pemeriksaan kondisi kegawatdaruratan pasien
secara menyeluruh (Kartikawati, 2014).
Australian triage scale terbagi dalam 5 kategori yang masing-
masing memiliki maksimal waktu tunggu pasien untuk pengkajian
medis dan tatalaksana. Kategori 1 waktu tunggu 0 menit, kategori 2
waktu tunggu 10 menit, kategori 3 waktu tunggu 30 menit, kategori 4
waktu tunggu 60 menit, kategori 5 waktu tunggu 120 menit (ACEM,
2013).
Pengkategorian tingkat kegawatan berdasarkan Australian Triage
Scale (Australian Goverment Departement of Health and Ageing,
2007):
a. Kategori 1: jalan nafas tersumbat total atau sebagian, adanya
distress penafasan yang parah seperti hipoventilasi, tidak adanya
sirkulasi atau status hemodinamik yang parah (hipotensi, perfusi
yang buruk), terjadi kejang, perdarahan banyak yang tidak
terkontrol, dan GCS <9.
b. Kategori 2: jalan nafas paten namun tetap beresiko, adanya distres
pernafasan yang sedang, status hemodinanik yang sedang, HR<50
x/menit, kehilangan darah yang parah namun bisa terkontrol, GCS
9-12.
c. Kategori 3: jalan nafas paten, adanya sesak nafas, kehilangan
darah tidak terlalu parah dan bisa terkontrol, GCS >12.
15
d. Kategori 4: jalan nafas paten, tidak ada gangguan pernafasan tapi
ada sedikit gangguan seperti aspirasi benda asing, tanda-tanda vital
normal, perdarahan ringan, cedera kepala ringan, GCS normal.
e. Kategori 5: jalan nafas paten, tidak ada gangguan pernafasan, tidak
ada gangguan sirkulasi, GCS normal, kondisi atau gejala yang
timbul tidak akan berpengaruh secara signifikan dan bisa ditunda
pengobatannya.
Prinsip secara umum triage pada Australian College for
Emergency Medicine (2014) yaitu :
a. Fungsi triage
Triage adalah fungsi penting dalam Departemen kedaruratan,
di mana banyak pasien mungkin hadir secara bersamaan. Hal
ini bertujuan untuk memastikan bahwa pasien dirawat di urutan
urgensi klinis mereka yang mengacu pada kebutuhan untuk
dilakukan intervensi.
b. Penilaian triage
Triage adalah titik kontak pertama publik dengan IGD tersebut.
Penilaian triage umumnya harus mengambil tidak lebih dari dua
sampai lima menit dengan tujuan seimbang kecepatan dan
ketelitian menjadi esensi. Penilaian triage melibatkan kombinasi
dari masalah yang diajukan dan penampilan umum pasien, dan
dapat dikombinasikan dengan pengamatan secara fisiologis.
Tanda-tanda vital hanya harus diukur pada triage jika
diperlukan untuk memperkirakan urgensi, atau jika masih ada
waktu. Setiap pasien yang diidentifikasi sebagai ATS Kategori 1
16
atau 2 harus segera dilakukan penilaian yang tepat dan
perawatan yang sesuai.
c. Keamanan saat melakukan triage
Harus ada lingkungan fisik yang aman dan tidak mengancam,
dmana keselamatan staf dan atau pasien lain berada di bawah
ancaman, keselamatan dan keamanan harus menjadi prioritas
yang harus dilakukan sebelum penilaian klinis dan pengobatan.
d. Waktu penanganan
Waktu untuk perawatan dijelaskan untuk setiap ATS Kategori
mengacu pada waktu maksimum pasien dalam kategori yang
harus menunggu untuk penilaian dan pengobatan. Dalam
kategori lebih mendesak, penilaian dan pengobatan harus
terjadi serentak. Idealnya, pasien harus dilihat dengan baik
dalam waktu maksimum yang disarankan.
e. Kembali memeriksa triage yang sudah dilakukan (Retriage)
Jika terjadi perubahan kondisi pada pasien yang sementara
sedang menunggu pengobatan atau jika didapatkan informasi
tambahan yang relevan yang berdampak pada urgensi pasien,
maka pasien harus dilakukan triage kembali. Baik triage awal
dan kategorisasi selanjutnya harus dicatat, dan alasan kembali
dilakuakn triage juga tetap didokumentasikan.
17
2.3.2 Alur Pelaksanaan Triage
Alur pelaksaan triage di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit
Soeproen yaitu:
a. Menerima pasien yang datang ke IGD.
b. Melakukan anamnesa kepada pasien dengan melakukan
pemeriksaan secara visual dan menanyakan keluhan kepada
pasien.
c. Pemeriksaan dilakukan dengan visual dan atau menanyakan
keluhan pasien, apabila kondisi emergency, maka pasien akan
diarahkan ke instalasi gawat darurat untuk mendapatkan
pertolongan segera, apabila pasien tidak emergency maka pasien
akan diarahkan ke instalasi rawat jalan sesuai dengan kondisi
penyakitnya.
d. Mengidentifikasi tingkat kegawatan sesuai dengan kategori yang
berpedoman pada Australian Triage scale.
e. Menempatkan pasien sesuai tingkat kegawatan.
f. Untuk pasien kritis atau prioritas satu ditempatkan di ruang
resusitasi.
g. Untuk pasien prioritas 2 ditempatkan di ruang observasi atau
dipilah ke ruang bedah atau non bedah sesuai dengan kasus atau
kondisinya.
h. Mengisi semua hasil pengkajian di lembar triage.
i. Lakukan serah terima pasien dengan menuliskan nama terang dan
tanda tangan.
18
2.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Triage
a. Beberapa penelitian yang mempengaruhi pelaksaan triage yaitu
penelitian oleh Andersson, et al (2006), penelitian ini menunjukkan
bahwa ada 3 faktor yang mempengaruhi perawat dalam melakukan
pengambilan keputusan triage :
Keterampilan yang meliputi pengalaman perawat, pengetahuan dan
intuisi
Kapasitas personal yang meliputi keberanian, ketidakpastian,
keyakinan dan rasionalitas
Lingkungan kerja meliputi: lingkungan, stress dan beban kerja.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Janssen, et al (2011), penelitian ini
dilakukan pada perawat, manajer dan dokter di unit gawat darurat di
Belanda menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan
pedoman triage :
Tingkat individu : pengetahuan, wawasan dan keterampilan, kinerja,
motivasi, dan atau komitmen
Konteks sosial : dukungan, informasi dokter
Tingkat organisasi : deskripsi tugas dan tanggung jawab, beban kerja
dan sumber daya.
c. Penelitian yang dilakukan oleh Dadashzadeh, et al (2013), penelitian ini
menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi perawat dalam
melakukan pengambilan keputusan triage ada 3 kategori:
Faktor personal meliputi keterampilan perawat (pengkajian, membuat
keputusan dan perawatan, pendidikan dan pengalaman)
19
Faktor non personal meliputi jumlah pasien (unit crowded),
lingkungan kerja, beban kerja dan keuangan
Faktor pasien meliputi usia pasien, jenis penyakit, lama kejadian, dan
nyeri yang dirasakan pasien.
2.5 Beban Kerja
2.5.1 Pengertian Beban Kerja
Menurut Moekijat (2004) beban kerja adalah volume dari hasil
kerja yang dihasilkan oleh sejumlah pegawai dalam suatu bagian tertentu.
Beban kerja merupakan gambaran dari volume pekerjaan (Kusumawati,
2015). Jadi beban kerja adalah jumlah volume kerja yang dihasilkan oleh
seseorang dalam suatu bagian dan kurun waktu tertentu.
Terdapat dua sudut pandang dalam menilai beban kerja yaitu
sudut pandang objektif dan subjektif. Penilaian beban kerja secara
objektif dilakukan dengan menghitung keseluruhan waktu yang dipakai
beraktivitas. Sedangkan secara subjektif adalah dengan mengukur
derajat beban kerja melalui pernyataan tentang perasaan kelebihan
beban kerja, ukuran dari tekanan dan kepuasan kerja (Moekijat, 2004).
Caplan dan sadock (2006) mengidentifikasi kelebihan beban kerja
perawat secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif beban kerja
perawat meliputi derajat kesulitan dalam pelayanan pasien tidak mampu
diimbangi oleh pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki perawat,
tuntutan pelayanan profesional dari keluarga untuk kesehatan dan
keselamatan pasien, visi misi rumah sakit terhadap pelayanan
keperawatan yang berkualitas, setiap saat perawat dihadapkan mampu
20
bertindak dalam pengambilan keputusan yang tepat, asuhan keperawatan
klien membutuhkan tanggung jawab yang tinggi, perawat harus
menghadapi berbagai karakteristik dan keadaan pasien yang tidak
berdaya, koma, kondisi terminal, setiap waktu melaksanakan kolaborasi
dan menerima delegasi dari dokter. Sedangkan beban kerja secara
kuantitatif yaitu harus melakukan observasi pasien secara ketat selama
jam kerja, terlalu banyak variasi pekerjaan yang harus dilakukan demi
kesehatan dan keselamatan pasien, kontak langsung perawat klien
secara terus menerus selama 24 jam, jumlah pasien lebih banyak
dibandingkan dengan jumlah perawat.
2.5.2 Pengukuran Beban Kerja
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan beban
kerja perawat ialah jumlah pasien yang dimasukkan ke unit perhari, bulan
atau tahun, kondisi pasien, rata-rata jumlah pasien menginap, kebutuhan
tindakan perawatan langsung dan tidak langsung, frekuensi masing-
masing tindakan keperawatan yang harus dilakukan, rata-rata waktu yang
diperlukan dalam melakukan suatu tindakan keperawatan (Nursalam,
2015).
Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung beban
kerja secara personel antara lain sebagai berikut (Nursalam, 2015) :
1. Work Sampling
Tehnik ini dikembangkan pada dunia industri untuk melihat beban
kerja yang dipangku oleh personel pada suatu unit, bidang maupun
jenis tenaga tertentu. Pada metode work sampling dapat diamati hal-
21
hal spesifik tentang pekerjaan antara lain: aktivitas apa yang sedang
dilakukan personel pada waktu jam kerja; apakah aktivitas personel
berkaitan dengan fungsi dan tugasnya pada waktu jam kerja; proporsi
waktu kerja yang digunakan untuk kegiatan produktif atau tidak
produktif; dan pola beban kerja personel dikaitkan dengan waktu dan
jadwal jam kerja.
Untuk mengetahui hal-hal tersebut perlu dilakukan survei tentang
kerja personel dengan langkah-langkah sebagai berikut: menentukan
jenis personel yang akan disurvei; bila jumlah personel banyak perlu
dilakukan pemilihan sampel sebagai subjek personel yang akan
diamati dengan menggunakan metode simple random sampling untuk
mendapatkan sampel yang representatif; membuat formulir kegiatan
perawat yang dapat diklafisikan sebagai kegiatan produktif dan tidak
produktif dapat juga dikategorikan sebagai kegiatan langsung dan tidak
langsung; pengamatan kegiatan personel dilakukan dengan interval 2-
15 menit tergantung karakteristik pekerjaan yang dilakukan.
Hasil pengamatan dapat dilihat dari waktu pengamatan yang ada
apakah sudah digunakan 80% oleh responden untuk melakukan kerja
yang produktif, apabila diatas prosentase tersebut maka perlu
dipertimbangkan perekrutan tenaga baru.
2. Time And Motion Study
Pada tehnik ini kita mengamati dan mengikuti dengan cermat tentang
kegiatan yang dilakukan oleh personel yang sedang kita amati. Melalui
tehnik ini akan didapatkan beban kerja personel dan kualitas kerjanya.
Langkah-langkah untuk melakukan tehnik ini yaitu: menentukan
22
personel yang akan diamati untuk menjadi sampel dengan metode
purposive sampling; membuat formulir daftar kegiatan yang dilakukan
oleh setiap personel; daftar kegiatan tersebut kemudian
diklasifikasikan seberapa banyak personel yang melakukan kegiatan
tersebut secara baik dan rutin selama dilakukan pengamatan;
membuat klasifikasi atas kegiatan yang telah dilakukan tersebut
menjadi kegiatan medis, kegiatan keperawatan dan kegiatan
administrasi; menghitung waktu objektif yang diperlukan oleh personel
dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang dilakukan.
Hasil output dari metode work sampling dan time and motion study
sebagai berikut: deskripsi kegiatan menurut jenis dan alokasi waktu
untuk masing-masing pekerjaan baik yang bersifat medis, perawatan
maupun administratif; kesesuain beban kerja dengan variabel lain
sesuai kebutuhan penelitian, beban kerja dapat dihubungkan dengan
jenis tenaga, umur, pendidikan, jenis kelamin atau variabel lain.
3. Daily Log
Daily log atau pencatatan kegiatan sendiri merupakan bentuk
sederhana work sampling yaitu pencatatan dilakukan sendiri oleh
personel yang diamati. Pencatatan meliputi kegiatan yang dilakukan
dan waktu yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tersebut.
Penggunaan ini tergantung kerja sama dan kejujuran dari personel
yang diamati. Pendekatan ini relatif lebih sederhana dan biaya murah.
Peneliti biasa membuat pedoman dan formulir isian yang dapat
dipelajari sendiri oleh informan. Sebelum dilakukan pencatatan
kegiatan penelitian menjelaskan tujuan dan cara pengisian formulir
23
kepada subjek personal yang diteliti, tekankan pada personel yang
diteliti yang terpenting adalah jenis kegiatan, waktu dan lama kegiatan,
sedangkan informasi personel tetap menjadi rahasia dan tidak akan
dicantumkan pada laporan penelitian. Menuliskan secara rinci kegiatan
dan waktu yang diperlukan merupakan kunci keberhasilan dari
pengamatan dengan daily log.
2.5.3 Kategori Tindakan Keperawatan
Ilyas (2011) mengkategorikan tindakan keperawatan sebagai berikut:
a. Kegiatan langsung
Semua kegiatan yang mungkin dilaksanakan oleh seorang perawat
terhadap pasien, misalnya menerima pasien, anamnesa pasien,
mengukur TTV, menolong buang ais besar, merawat luka, mengganti
luka, mengangkat jahitan, kompres, memberi suntikan / obat /
imunisasi, penyuluhan kesehatan.
b. Kegiatan tidak langsung
Setiap tindakan yang dilakukan oleh perawat yang berkaitan dengan
fungsinya, tetapi tidak berkaitan langsung dengan pasien, seperti
menulis rekam medik, mencari kartu rekam medis pasien,
mengupdate data rekam medis, dokumentasi asuhan keperawatan.
c. Kegiatan tambahan
kegiatan tambahan ini bisa dikatakan kegiatan yang tidak produktif
yang berisikan kegiatan pribadi yang sama sekali tidak berhubungan
dengan pasien yaitu makan, minum, pergi ke kamar mandi atau ke
bagian organisasi rumah sakit seperti memasukkan obat.
Top Related