HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS
RAWAT JALAN RSUD. PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mencapai Derajat Sarjana Keperawatan
Oleh :
Akhmad Eko 0611020011
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2010
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN RSUD.
PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
AKHMAD EKO 0611020011
Diperiksa dan disetujui:
Pembimbing I Pembimbing II
Ns.Asiandi, S.Kep., M.Sc Ns.Endiyono, S.Kep NIK. 2160219 NIK. 2160385
HALAMAN PENGESAHAN
HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK DAN ISTIRAHAT DENGAN KADAR GULA DARAH PASIEN DIABETES MELLITUS RAWAT JALAN RSUD.
PROF. DR. MARGONO SOEKARDJO
Akhmad Eko 0611020011
Telah dipertahankan didepan Panitia Ujian Skripsi Pada hari Jum’at tanggal 20 Agustus 2010
SUSUNAN PANITIA UJIAN
Ketua Ns.Asiandi, S.Kep., M.Sc NIK. 2160219
Sekretaris
Ns.Endiyono, S.Kep NIK. 2160385
Mengetahui
Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Muhamadiyah Purwokerto
Ns.Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc NIK. 2160153
Penguji I Ns. Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc NIK. 2160153
Penguji II
Supriyadi S.KM NIK. 2160134
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Akhmad Eko
Nim : 0611020011
Program studi : Ilmu Keperawatan
Fakultas/Universitas : Ilmu Kesehatan/Muhammadiyah Purwokerto
Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya
dan bukan hasil penjiplakan dari hasil karya orang lain.
Demikian pernyataan ini saya buat, apabila kelak dikemudian hari tebukti ada
unsur penjiplakan, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Purwokerto, Agustus 2010
Yang menyatakan,
Akhmad Eko NIM 0611020011
HALAMAN PERSEMBAHAN
Hasil sekripsi ini saya persembahkan untuk : Untuk orang yang selalu saya banggakan, saya kagumi, dan saya inspirasikan atas lemah lembutnya, kesabaranya, saya
ucapkan terimakasih untuk Ibu dan bapak semoga aku bisa lebih baik dari hari ini.
Untuk adik saya Isma Nur Hidayah dan nenek saya, diam- diam kalian adalah inspirasi terbesarku akan masa depan, semoga
langkahku bisa membuat kalian bangga. Untuk Tri Puji Rahayu semoga kita bisa lebih baik dari hari ini
MOTTO
Untuk sebuah kebaikan........
Optimis, Berjuang, dan Pantang menyerah, karena
Alloh takan pernah menyia-nyiakan hambanya
yang berusaha
ABSTRAK
Latar Belakang : Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula didalam tubuh, sedangkan aktivitas fisik merupakan pergerakan yang dilakukan oleh otot dan sistem penunjangnya yang mampu meningkatkan metabolisme sehingga gula darah menurun akibat dari gula darah yang digunakan untuk metabolisme dalam aktivitas. Aktivitas dan istirahat tidur harus seimbang untuk menjaga agar tidak terjadi hipoglikemia. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan aktifitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah. Metode : Desain dalam penelitian ini adalah Deskriptif dengan pendekatan waktu cross sectional dengan memakai uji regresi linear. Teknik sampling pada penelitian ini menggunakan technik purposif sampling. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 35 responden penderita Diabetes Mellitus rawat jalan RSUD. Prof. Dr. Margono Soekarjo. Hasil : Hasil korelasi menunjukan hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan kadar gula darah yaitu r= -0,749 dan tingkat signifikan p =0,000. Hubungan istirahat dengan kadar gula darah, nilai r = 0,349 dengan p = 0,020. dan untuk hasil regresi linier, variabel yang signifikan adalah aktivitas fisik( p = 0,000) dengan R2= 0,565 dan. variabel istirahat tidak bermakna ( p = 0,532). Kesimpulan : Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah pasien Diabetes Melitus rawat jalan RSUD. Prof. Dr. Margono Soekardjo Kata kunci: Aktivitas fisik, Istirahat, kadar gula darah pasien DM
ABSTRACT
Background: Diabetes mellitus (DM) is a disorder characterized by increased sugar levels in the body, while physical activity is performed by muscle movement and its supporting systems that can increase your metabolism so that blood sugar decreased as a result of blood sugar that is used for metabolism in the activity . Activity and bed rest should be balanced to maintain in order to avoid hypoglycemia. Objective: This study aimed to determine the relationship of physical activity and rest with blood sugar levels. Methods: The design of this study is descriptive with cross sectional approach using linear regression. Sampling technique in this study using purposive sampling technik. The sample in this study is 35 respondents Outpatient Diabetes Mellitus. Results: The correlation showed a significant relationship between physical activity with blood sugar levels that is r = -0.749 and p = 0.000 significant level. Break relations with the blood sugar levels, the value of r = 0.349 and p = .020. and for the results of linear regression, significant variables are physical activities with R2 = 0.565, B = - 0.0002116 and p = .000. Variable resting B = 3.678 p = .532. Conclusion: There is a relationship between physical activity with the patient's blood sugar levels Diabetes Mellitus outpatient hospitals. Prof. Dr. Margono Soekardjo Keywords: Physical activity, rest, diabetic patients ; blood sugar levels
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Alhamdulilah penulis panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang
telah memberikan rahmat, hidayah, inayah serta berbagai kenikmatan yang tidak
ternilai harganya berupa iman, Islam dan kesehatan, sehingga penulis mampu
menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul “ Hubungan Antara Aktivitas
Fisik Dan Istirahat Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Rawat
Jalan Di RSUD. Prof. Dr Margono Soekardjo”.
Penelitian ini dapat disusun berkat adanya kemauan dan bantuan baik moril
maupun materiil dari berbagai pihak. Selain itu, skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di
Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis masih banyak mengalami kekurangan
dan kesulitan, namun berkat bimbingan dari berbagai pihak maka penulis
megucapkan terimakasih kepada:
1. DR. H. Syamsuhadi Irsyad, S.H., M.H., selaku Rektor Universitas
Muhammadiyah Purwokerto yang telah membuat keputusan dalam penulisan
skripsi ini.
2. Ns. Dedy Purwito, S.Kep., M.Sc., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Purwokerto yang telah menyetujui penulisan
skripsi ini.
3. Mustiah Yulistiani, S.Kp., selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan,
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Purwokerto.
4. Ns. Asiandi S.Kep., MSc., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan
bimbingan, saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
5. Ns.Endiyono, S.Kep., selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, saran dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.
6. Direktur RS. Prof. Dr. Margono Soekardjo yang sudah memberikan izin
untuk penelitian di rumah sakit yang beliau pimpin.
7. Bapak, Ibu, Nenek dan Adiku yang lucu, terimakasih atas doa, semangat dan
dukungan yang sudah diberikan.
8. Kekasihku tercinta “Tri puji rahayu” terima kasih atas kasih sayang, perhatian,
keikhlasan dan pengorbanan serta selalu memberikan support tiada henti-
hentinya hingga terselesaikannya skripsi ini.
9. Sahabat – sahabat se-kosan (Dana, Winda A dan B, Yudi, Eva, Evi, Avi dan
Eni) tetap kompak selalu dan jaga tali silaturahmi.
10. Sahabat – sahabat seperjuangan ’06 (Rudi, Jeny, Dadan, Bayu, dan semuanya
yang tidak bisa disebutkan satu persatu) tetep semangat dan sukses dan tetap
jaga tali silaturahmi.
11. Teman – teman angkatan 2006 - 2010 Fakultas Ilmu Kesehatan UMP yang
tidak bisa saya sebutkan satu persatu tetap semangat dan semoga sukses.
12. Staf Pengajar Program Studi Ilmu Keperawatan dan Perpustakaan Kampus I
dan II yang telah menyediakan buku – buku literatur, demi kelancaran dalam
pembuatan skripsi ini.
13. Dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi yang tidak
bisa saya sebutkan satu persatu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena faktor
keterbatasan yang ada dalam diri penulis, oleh sebab itu penulis mohon saran dan
kritik yang membangun dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
pada umumnya dan rekan – rekan pada khususnya. Semoga Allah SWT
memberikan limpahan rahmat-Nya kepada mereka.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Purwokerto, Agustus 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN........................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .............................................................. v
MOTTO.................................................................................................. vi
ABSTRAK ............................................................................................. vii
ABSTRACT ........................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ............................................................................ ix
DAFTAR ISI .......................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xvii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................ 5
C. Batasan Masalah................................................................. 6
D. Tujuan Penelitian................................................................ 6
E. Manfaat Penelitian.............................................................. 7
F. Penelitian Terkait................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................... 10
A. Diabetes Melitus................................................................. 10
1. Pengertian...................................................................... 10
2. Jenis-jenis Diabetes Melitus........................................... 11
3. Gambaran Klinis ............................................................ 14
B. Gula Darah ......................................................................... 15
1. Pengertian Gula Darah ................................................... 15
2. Kadar Diagnostik Gula Darah ........................................ 16
3. Kadar Gula Darah Tinggi............................................... 16
4. Kadar Gula Darah Rendah ............................................. 17
C. Aktivitas ............................................................................ 17
1. Pengertian Aktivitas Fisik .............................................. 17
2. Beban Aktivitas Fisik Berdasarkan kebutuhan
kalori ............................................................................ 18
3. Kebutuhan kalori ........................................................... 19
4. Nilai Energi Aktivitas Fisik............................................ 21
5. Efek Aktivitas Fisik Terhadap Penderita DM ................. 22
6. Pedoman untuk Olahraga Diabetes................................. 23
7. Tahap-tahap Latihan Fisik bagi Penderita Diabetes ........ 25
8. Hal yang diperhatikan dalam melakukan Aktifitas
Fisik bagi Penderita DM ................................................ 26
D. Istirahat .............................................................................. 27
1. Pengertian...................................................................... 27
2. Fisiologis Tidur.............................................................. 28
3. Tahapan Istirahat Tidur .................................................. 28
4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas
Tidur.............................................................................. 30
E. Kebutuhan Tidur Seseorang................................................ 32
F. Penerapan Adaptasi Teori Keperawatan.............................. 33
1. Konsep Keperawatan OREM ......................................... 33
2. Pandangan Keperawatan OREM.................................... 35
G. Pengendalian Gula Darah ................................................... 39
H. Kerangka Teori................................................................... 42
I. Kerangka Konsep ............................................................... 43
J. Hipotesis ............................................................................ 43
BAB III METODE PENELITIAN ......................................................... 44
A. Desain Penelitian ................................................................ 44
B. Populasi dan Sampel........................................................... 44
C. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 46
D. Variabel Penelitain ............................................................. 46
E. Definisi Operasional ........................................................... 47
F. Prosedur Penelitian ............................................................. 48
G. Cara Pengumpulan Data ..................................................... 48
H. Alat Pengumpulan Data ...................................................... 48
I. Metode Pengolahan Data .................................................... 49
J. Analisis Data ...................................................................... 50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN................................................. 53
A. Hasil Analisis Univariat ...................................................... 53
B. Hasil Analisis Bivariat ........................................................ 54
C. Hasi Analisis Multivariat .................................................... 54
D. Pembahasan........................................................................ 55
E. Kelemahan Penelitian ......................................................... 56
F. Kelemahan Penelitian ......................................................... 67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 68
A. Kesimpulan ........................................................................ 68
B. Saran .................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kebutuhan Tidur Seseorang.......................................... ...... 32
Tabel 3.1 Definisi Operasional.......................................................... 47
Tabel 4.1 Karakteristik Responden............................................... ...... 53
Tabel 4.2 Nilai Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah
Penderita DM Rawat Jalan Di RSMS............................ .... 54
Tabel 4.3 Hubungan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula Darah
Penderita DM Rawat Jalan Di RSMS............................ .... 54
Tabel 4.4 Hubungan Istirahat Dengan Kadar Gula Darah Penderita
DM Rawat Jalan Di RSMS........................................... ..... 55
Tabel 4.5 Rekapitulasi Multivariat................................................ ...... 55
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ................................................................. 42
Gambar 2.2 Kerangka Konsep .............................................................. 43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar surat ijin pengambilan data awal
Lampiran 2 Lembar surat ijin penelitian
Lampiran 3 Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 4 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 5 Lembar Observasi
Lampiran 6 Lembar data hasil penelitian
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bertambahnya angka harapan hidup bangsa Indonesia, masalah
kesehatan mulai beralih dari infeksi ke penyakit degeneratif. Diabetes Mellitus
(DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini makin
bertambah jumlahya di dunia. Pada tahun 2010 diperkirakan jumlah penderita
DM di dunia akan mencapai 360 juta jiwa (Salman, 2001).
Menurut WHO, Indonesia menempati urutan yang ke-4 tertinggi di
dunia yaitu 8,4 juta jiwa. Pada tahun 2000. Prevalensi DM di Indonesia terus
meningkat, pada saat ini berkisar antara 1,5- 2,3 juta, pada saat penduduk
lebih dari usia 15 tahun. Di Indonesia, dengan asumsi prevalensi DM sebesar
4% dari jumlah penduduk di atas 20 tahun akan mencapai 178 juta, maka
diperkirakan pada tahun 2010 penduduk Indonesia yang akan menderita DM
mencapai 17 juta jiwa. Melihat ada kecenderungan kenaikan prevalensi DM
yang tinggi maka berbagai upaya perlu dilakukan pertama yaitu tentang
edukasi pada tingkat yang memiliki drajat resiko tinggi. Perlu dipahami bahwa
penyakit DM dan komplikasinya akan berkembang menjadi salah satu
penyebab utama kesakitan dan kematian di Indonesia (Salman, 2001).
Menurut Suyono (2004) pola makan baik di kota-kota bahkan sampai
di desa-desa telah bergeser dari pola makan tradisional yang banyak
mengandung karbohidrat dan serat dari sayuran, ke pola makan ke barat-
baratan, dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung
protein, lemak gula, garam dan mengandung sedikit serat.
Secara global, prevalensi diabetes mellitus selalu meningkat dari tahun
ke tahun. Pada tahun 2003, Organisasi Dunia (WHO) memperkirakan 194
juta jiwa atau 5,1 % dari 3,8 milyar penduduk dunia usia 20-79 tahun
menderita diabetes mellitus dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat
menjadi 333 juta jiwa. Pada tahun yang sama, International Diabetes
Foundation (IDF) memperkirakan prevalensi diabetes mellitus dunia adalah
1,9% dan menjadikan DM sebagai penyebab penyebab kematian urutan ke-7
Dunia (Yusharmen, 2008).
Berdasarkan data terkini dari Federasi Diabetes Internasional, jumlah
penderita diabetes di seluruh dunia saat ini mencapai 285 juta orang, penderita
tersebut lebih dari separuhnya merupakan penderita usia kerja (20-60 tahun).
Di Indonesia sendiri, penderita diabetes mencapai 5,7 % (sekitar 12 juta
orang) dari seluruh penduduk Indonesia, sedangkan jumlah penderita pre
diabetes mencapai angka 11 %. Dengan pertumbuhan jumlah penderita
diabetes tersebut, maka diperkirakan pada tahun 2030 nanti jumlah penderita
diabetes di Indonesia dapat mencapai lebih dari 21 juta orang. Faktor yang
sangat berperan dalam peningkatan penderita diabetes adalah gaya hidup
masyarakat termasuk diantaranya adalah perubahan pola makan yang kurang
sehat dan kurangnya melakukan aktivitas fisik, angka tersebut akan terus
bertambah jika informasi yang didapat kurang memadai.
Di Jawa Tengah pada tahun 2007 prevalensi DM tipe 1 (DM yang
tergantung insulin) sebesar 0,09% sama dengan prevalensi tahun 2006,
sedangkan prevalensi DM tipe 2 (yang tidak tergantung insulin) mengalami
peningkatan dari 0,74 % dari tahun 2005 menjadi 0,83 % pada tahun 2006,
dan meningkat lagi pada tahun 2007 menjadi 0,96 %. (Dinkes Prov Jateng,
2008)
Menurut data rekam medis RSU. Prof. Dr Margono Soekardjo, penyakit
DM menempati peringkat 6 dari 10 besar urutan penyakit terbanyak rawat
jalan yaitu periode Januari sampai Desember tahun 2009 mencapai 6596 orang
jumlah tersebut mengalami kenaikan pada tahun 2008, jumlah rawat jalan
mencapai 5370 pasian baik DM yang tergantung insulin maupun yang tidak
tergantung insulin. Dan untuk pasien DM rawat inap pada periode Januari
sampai dengan Desember mencapai 1654 pasien. Populasi pasien DM rawat
jalan tahun 2009 RSMS berjumlah 2320 penderita baik DM tipe I maupun
DM tipe II. Prevalensi tahun 2010 untuk bulan Januari sampai Februari
mencapai frekuensi kunjungan 1791 orang untuk populasi penderita 943 yaitu
untuk DM tergantung insulin 234 orang dan DM yang tidak tergantung insulin
mencapai 709 orang (Data Rekam Medis RSU Prof. Dr. Margono Soekardjo,
2009).
DM jika tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan terjadinya
berbagai komplikasi dan penyakit menahun seperti penyakit serebrovaskuler,
penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah tungkai, penyakit pada
mata, ginjal dan syaraf (Waspadji dan Sarwono, 1999).
Diabetes merupakan penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia
(peningkatan kadar gula darah) dalam tubuh yang terjadi secara terus menerus
dan bervariasi terutama pada pasien yang tidak terpantau pola makan dan
aktivitasnya (Depkes, 2008).
Aktivitas fisik merupakan sebagai gerakan fisik yang dilakukan oleh otot
tubuh dan sistem penunjangnya, dalam penyakit DM aktivitas fisik menjadi
bagian penentu indek glukosa karena didalam seseorang melakukan aktivitas
fisik baik yang ringan, sedang, ataupun berat akan membutuhkan kalori atau
energi. Energi atau kalori didalam tubuh manusia merupakan proses dari
metabolisme sel, sumber energi yang utama didalam tubuh manusia antara
lain glukosa, glikogen dan trigleserida. Timbunan glukosa dalam seluruh
tubuh kurang lebih 20 gram, glikogen dalam hati sekitar 80-120 gram,
glikogen otot kira-kira 300-400 gram. Aktivitas fisik manusia membutuhkan
kalori, sedangkan bahan dari kalori adalah glukosa sehingga semakin berat
tingkat aktivitas maka semakin banyak glukosa darah yang digunakannya.
Aktivitas fisik sangat berpengaruh pada pasien DM tipe II karena glukosa
darah bisa masuk ke dalam sel dengan tingginya metabolisme di dalam sel
tersebut. Aktivitas fisik bagi penderita DM tipe I harus diperhatikan adanya
tanda-tanda dari hipoglikemia. karena mutlak glukosa di dalam darah tidak
bisa masuk karena insulin tidak diproduksi oleh sel beta pankreas yang
berfungsi mengantarkan glukosa sebagai bahan energi (Asdie, 1996).
Istirahat dan tidur sangatlah penting untuk kesehatan, bagi penderita DM
istirahat merupakan cara untuk menghambat terjadinya hipoglikemia. Istirahat
akan mempengaruhi energi yang dikeluarkan oleh tubuh dan dapat
mengembalikan kesehatan sehingga dapat mempertahankan aktivitas hidup
sehari-hari, karena istirahat menjadikan proses fisiologis yang baik setelah
seseorang melakukan kegiatan fisik (Geyton & Hall, 2000).
Pengendalian gula darah yang baik yaitu dengan memperhatikan gula
darah yang selalu mendekati batas normal, penderita diabetes mellitus harus
memperhatikan faktor-faktor yang dapat merubah status gula darah seperti
diet, farmakologis dan aktivitas fisik. Pemantauan status metabolik pasien
diabetes mellitus merupakan hal yang penting dalam pengendalian gula darah.
Pengendalian gula yang baik berarti menjaga gula darah dalam kisaran
normal, sehingga pasien DM dapat terhindar dari hiperglikemia dan
hipoglikemia. Dengan pengendalian gula darah yang baik pasien DM akan
terhindar dari berbagai komplikasi baik yang akut maupun yang kronik
(Soegondo,1999).
B. Rumusan Masalah
Angka kejadian DM di Kabupaten Banyumas cukup tinggi, hal tersebut
dibuktikan dari data rekam medik RSU. Prof. Dr. Margono Soekardjo,
penyakit DM menempati urutan ke 6 dari 10 daftar penyakit terbesar untuk
rawat jalan. Aktivitas fisik berpengaruh terhadap indek glukosa didalam darah
hal tersebut dikarenakan aktivitas fisik membutuhkan kalori atau energi.
Energi atau kalori didalam tubuh merupakan hasil dari metabolisme glukosa
sehingga semakin berat aktivitas fisik yang dilakukan oleh penderita DM
glukosa didalam darah semakin banyak digunakan. Dari penjelasan tersebut
maka dapat dirumuskan rumusan masalah ”Adakah hubungan antara aktivitas
fisik dan istirahat dengan pengendalian gula darah”?
C. Batasan masalah
Berdasarkan judul dan pemaparan sebelumnya, maka penelitian ini
dibatasi hanya pada hubungan aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula
darah pasien diabetes miletus.
D. Tujuan penelitian
Adapun penelitian ini bertujuan untuk:
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah pasien DM.
2. Tujuan khusus:
a. Mengetahui hubungan aktivitas fisik rawat jalan RSMS dengan kadar
gula darah Penderita DM rawat jalan RSMS.
b. Mengetahui hubungan istirahat dengan gula darah Penderita DM rawat
jalan RSMS.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi;
1. Manfaat teoritis
Diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya
mengenai hubungan antara aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula
darah., sebagai upaya pengembangan dalam peningkatan ilmu
pengetahuan di bidang keperawatan medikal bedah.
2. Manfaat praktis
a. Bagi penulis
Sebagai proses dalam menambah pengetahuan dan wawasan
peneliti dalam cara mengaplikasikan teori – teori medikal bedah yang
di dapat selama perkuliahan, khususnya tentang materi Diabetes
Mellitus.
b. Bagi pembaca maupun masyarakat
Sebagai sumber informasi, masukan mengenai hubungan antara
aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah. sehingga
masyarakat atau penderita DM memahami dan mengerti bagai mana
cara yang tepat dalam penatalaksanaan penyakit diabetes mellitus.
F. Penelitian Terkait
1. Penelitian tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap glukosa darah
pernah dilakukan oleh Salman (2001) dengan judul “Pengaruh Standar
Diit Terhadap Pengendalian Gula Darah Pasien DM Tipe II Rawat Jalan di
RSUP Manado”. Penelitian ini merupakan penelitian Quasi ekperimen
dengan rancangan pre dan post tes control group desing. Responden
terdiri dari 89 orang dan dibagi dua kelompok perlakuan. Kelompok
pertama diberi konsultasi standar diit dan kelompok kedua diberi
konsultasi gizi tanpa standar diit. Hasil penelitian menunjukan bahwa
kelompok intervensi terjadi penurunan lebih besar dibanding kelompok
kontrol (p<0,05). Selain itu untuk gula darah post pradial 2 jam, pada
kelompok intervensi juga mengalami penurunan lebih besar dibandingkan
kelompok kontrol (p<0,05).
2. Penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan Diabetes juga
pernah juga pernah dilakukan oleh Wayan Putu Sutirta Yasa dengan judul
“Hubungan Jumlah Sel Limfosit Pada Ulkus Kaki Diabetik Dan Ulkus
Non Diabetik” . Desaing penelitian yang dilakukan adalah Cross sectional
study, dangan drajat kemaknaan p 0,05 pada penelitian ini dapat
dibuktikan bahwa jumlah limfosit sel T dibandingkan dengan ulkus non
diabetik.
3. Penelitian tentang faktor-faktor yang berpangaruh penendalian glukosa
terhadap glukosa darah pernah dilakukan oleh Kadek nugrah heriawan
(2003) dengan judul “Hubungan Kendali Glikemik Dengan Asymetrik
Dimethylarginine Terhadap DM Tipe II Lansia” penelitian ini
menggunakan Cross sectional analitytic study. Dimana sampling adalah
lansia dengan umur 60 tahun sejumlah 80 orang. analisa hasil
menggunakan person correlation. Analisa statistik menggunakan nilai p<
0,05 sebagai batas kemaknaan dan diperoleh drajat kemaknaan p 0,491
dan r 0,0003.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Suharjanto (2004), dengan judul “Studi
Pengetahuan, Sikap, dan Praktik pengendalian Diabetes Mellitus pada
Pasien Diabetes Mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Cilacap tahun
2004. Penelitian ini menggunakan pendekatan Cross sectional studi yakni
peneliti mengadakan obsevasi satu kali penelitian saja, sedangakan untuk
menguji hubungan antara pengetahuan, sikap praktik pengendalian DM
dengan konsidi DM (gula darah puasa dan gula darah dua jam setelah
puasa). Peneliti menggunakan uji chi kuadrat dengan tingkat signifikan
sebesar 5% (0,05). Sampel diambil dari pasien yang berobat di Poliklinik
Penyakit Dalam RSU Cilacap yakni berjumlah 67 orang. Hasil penelitian
menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan perencanaan
makan, keteraturan berobat, keteraturan cek gula darah dengan kondisi
gula darah puasa dan gula darah dua jam setelah puasa.
Sedangkan yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
adalah tempat penelitian, waktu penelitian, Desing penelitian yaitu
Deskriptif analitik dan variable yang akan diteliti yaitu hubungan antara
aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah. sample diambil
dengan purposive sample yaitu sebanyak 35 orang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diadetes Mellitus
1. Pengertian
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit dan
gangguan metabolisme kronik dengan multi etiologi yang ditandainya
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid, protein sebagai akibat insufiensi insulin. Insufiensi
fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau difisiensi produk
insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan
oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
DM adalah suatu sindrom gangguan metabolisme dengan
hiperglikemia yang tidak semestinya sebagai akibat suatu difisiensi sekresi
insulin atau berkurangnya efektifitas biologi dari insulin atau keduanya
(Greenspa dan Baxter, 2000).
Diabetes mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang
ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia
(Brunner dan Sundarth, 2002).
Diabetes militus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula atau
glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolute atau relative
(Artjatmo, 2002).
Menurut Long (1996) bahwa yang dinamakan Diabetes mellitus
adalah suatu penyakit yang kompleks melibatkan kelainan metabolisme
karbohidrat, protein dan lemak serta berkembangnya komplikasi kronik
pada mata, syaraf dan pembuluh darah.
Menurut Carpenito (1997) bahwa Diabetes mellitus adalah
sekelompok kelainan yang ditandai dengan kenaikan kadar gula darah
(Hiperglikemia).
Menurut Adam (1996) bahwa Diabetes miletus adalah suatu
intoleransi karbohidrat baik yang berat maupun yang ringan yang terjadi
pertama kali. Penyakit DM merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan intoleransi glukosa.
Diabetes mellitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa (gula
sederhana) di dalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan
atau menggunakan insulin secara cukup. Insulin adalah hormon yang
dilepaskan oleh pankreas, yang bertanggungjawab dalam mempertahankan
kadar gula darah yang normal. Insulin memasukkan gula ke dalam sel
sehingga bisa menghasilkan energi atau disimpan sebagai cadangan energi
( Hidayati, 2003).
2. Jenis-Jenis Diabetes Melitus
Sampai saat ini penyakit dibetes mellitus diklasifikasikan menjadi
tiga macam.
a. Diabetes Mellitus Tipe I
Disebut juga insulin dependent diabetes mellitus (IDDM), atau
Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI). Prevalensi DMTI di
negara barat 10% dari DMTTI Diabetes Mellitus tidak tergantung
insulin. Pada DM tipe satu, penderita mengalami gangguan pada
produksi hormon insulin oleh suatu bagian dari limpa. Sedangkan
hormon insulin berfungsi untuk membantu masuknya glukosa darah
kedalam sel. Akibatnya glukosa darah tidak mampu masuk kedalam
sel, sehingga sel kekurangan glukosa.
Adapun glukosa dibutuhkan untuk menghasilkan energi,
akibatnya penderita merasa lemas karena energi atau tenaga yang
dihasilkan oleh tubuh sedikit tudak sesuai dengan aktivitas tubuh.
Kadar gula didalam darah tinggi atau hiperglikemia disebabkan karena
glukosa di dalam darah tidak mampu diserap oleh sel untuk
metabolisme. Sebagian glukosa darah akan bocor dan dibuang melalui
urin sehingga pada penderita diabetes mellitus akan banyak urin.
Penderita DM tipe satu harus selalu di bawah pengawasan dokter dan
pemakaian insulin agar membantu tubuh mengatur zat gula. Penyebab
DM I belum diketahui secara pasti, pada penderita tipe satu
pankreasnya sejak lahir tidak menghasilkan hormon insulin. Akibat
dari muda sampai tua penderita tergantung dengan hormon insulin
buatan yang harus disuntikan pada saat-saat tertentu. DM tipe I ini
biasanya diturunkan oleh orang tuanya.
b. Diabetes Melitus tipe II
Disebut juga non insulin dependen diabetes mellitus (NIDDM),
dimana penderita tidak kekurangan insulin, tetapi ada resistensi dari sel
otot maupun sel jaringan lemak untuk dimasuki glukosa darah dengan
demikian kadar glukosa darah juga cukup tinggi, akibat dari:
1) Glukosa darah yang masuk ke dalam sel, kurang dari yang
seharusnya sehingga sel kekurangan zat gula yang merupakan
sumber energi utama.
2) Kadar glukosa darah tinggi karena glukosa kurang terserap ke
dalam sel.
3) Kadar glukosa dalam urine tinggi lebih dari normal karena
sebaiknya zat gula ”bocor” ke dalam urin hasil penelitia bahwa
DM tipe satu sekitar 10-20% sedangkan DM tipe II sekitar 80-90
% dari seluruh penderita DM. sudah dijelaskan sebelumnya bahwa
DM tipe II ini tidak disebabkan kekurangan insulin tetapi resistensi
sel untuk dimasuki glukosa darah. Ciri-ciri antara lain: Mulai
menderita pada usia < 40 tahun, berat badan biasanya lebih tinggi
dari normal (tidak selalu normal). Glukosa darah dapat
dikendalikan dengan diit dan olah raga.
c. Diabetes mellitus tipe III atau diabetes gestational.
Merupakan diabetes yang terjadi pada saat kehamilan. Sekitar
4% wanita hamil menderita tipe ini (Suyono, 1996).
3. Gambaran Klinis
Menurut Waspadji (1999) gambaran klinis dari DM meliputi triple P
(poliurin, polidipsi, polifagia), kelainan kulit (gatal, bisul), keputihan bagi
wanita, kesemutan, rasa baal, serta kelemahan tubuh.
Menurut Tjokroprewiro (2000) gejala akut pada permulaan
manunjukkan tanda yaitu polifagina (bayak makan), polidipsia (bayak
minum), dan poliurea (banyak kencing), dalam fase ini penderita
menunjukkan berat badan yang terus naik karena jumlah insulin masih
mencukupi.
Grenspan dan Baxter (2000) gambaran klinis DM meliputi, poliurea,
haus, lemah, polifagia, pandangan kabur berulang, vulvovaginitis, proritus,
neoropati perifer, dan sering kali asimtomatis.
Prince dan Wilson (1995) gejala kronik berupa kesemutan, kram,
cepat merasa lelah dan ngantuk, kulit terasa panas atau seperti ditusuk-
tusuk jarum, gigi mudah goyah dan lepas, mata kabur, proritus volva,
impotensi pada pria, ibu hamul yang mengalami keguguran dengan berat
badan bayi lahir lebih dari 4kg.
1. Faktor-Faktor Resiko pada DM
Faktor resiko ialah faktor yang dapat menyebabkan kejadian DM.
Diabetes mellitus semakin bertambah prevalensinya dari tahun ke tahun,
secara garis besar factor yang menyebabkan peningkatan ada tiga macam.
Antara lain, faktor demografi yaitu jumlah penduduk yang terus
meningkat,usia di atas 40 tahun yang meningkat , urbanisasi yang
meningkat dan berpengaruh pada gaya hidup, faktor gaya hidup gaya
hidup masarakat yang cendrung kebarat-baratan, dan berkurangnya
penyakit infeksi. Secara fisiologis faktor penyebab diabetes mellitus
antara lain, umur, obesitas, genetik, riwayat melahirkan > 4kg bayi, dan
riwayat DM pada saat kehamilan (Atmojo, 2002).
B. Gula Darah
1. Pengertian Gula Darah
Pengertian gula darah adalah bahan energi utama untuk otak yang
diperoleh melalui proses pemecahan senyawa karbohidrat. Kekurangan
glukosa sebagaimana kekurangan oksigen, akan mengakibatkan gangguan
fungsi otak, kerusakan jaringan, bahkan kematian jaringan jika terjadi
secara berkepanjangan. Gula darah merupakan hasil pemecahan dari
karbohidrat yang dengan bantuan energi adenosin tri phospate (ATP) akan
menghasilkan asam piruvat dan bisa digunakan menjadi energi untuk
aktivitas sel (Wiyono, 1999).
Kadar glukosa darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen.
Faktor endogen yaitu humoral factor seperti hormon insulin, glukagon,
kortisol; system reseptor di otot dan sel hati. Faktor eksogen antara lain
jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta aktivitas fisik yang
dilakukan (Subari, 2008).
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dl
{millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l
{milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1 mmol/l = 18
mg/dl (Khomzah, 2008).
Menurut Pranadji, dkk (2001) tanda-tanda pasti dari DM adalah
kenaikan kadar gula darah yang lebih dari normal.
2. Kriteria Diagnostik Gula Darah
Bukan Diabetes Pra Diabetes Diabetes
Puasa < 110 110-125 ≥126
Sewaktu <110 110-199 ≥200
Pemeriksaan darah lainnya yang bisa dilakukan adalah dengan tes
toleransi glukosa. Tes ini dilakukan pada keadaan tertentu, nisalnya pada
wanita yang sedang hamil (Lestari, 2009). Namun demikian, kadar gula
tentu saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan
diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami
hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal,
sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang
mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah normal (Khomzah,
2008).
3. Kadar Gula Darah Tinggi (hiperglikemia)
Seseorang disebut diabetisi atau menderita diabetes jika pemeriksaan
gula darah puasanya melebihi angka 126 mg/ dl atau selama 2 kali
berturut-turut pemeriksaan gula darah 2 jam sesudah makan angka yang
didapat melebihi 180 mg/ dl (Matanews, 2009).
Kenaikan kadar glukosa darah yang terjadi pada pagi hari dapat
disebabkan oleh dosis insulin yang tidak adekuat (Smeltzer, 2002).
4. Kadar Gula Darah Rendah (hipoglikemia)
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah
(glukosa) secara abnormal rendah. Dalam keadaan normal tubuh
mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Pada diabetes,
kadar gula darah terlalu tinggi sedangkan pada hipoglikemia kadar gula
darah terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai
sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi (Fahmi, 2010).
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh
kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda: rasa lapar, gemetar, keringat
dingin, pusing dan sebagainya (Darni, 2006).
Hipoglikemia harus segera diatasi karena dalam beberapa menit bisa
menjadi berat, menyebabkan koma dan kadang cedera otak menetap. Jika
terdapat tanda hipoglikemia, penderita harus segera makan gula (Lestari,
2009).
C. Aktivitas fisik
1. Pengertian Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik dapat di definisikan sebagai gerakan fisik yang
dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya (Almatsier, 2002).
Aktivitas fisik di bagi menjadi dua yaitu aktivitas fisik internal dan
aktivitas fisik ekternal. Aktivitas fisik internal adalah suatu aktivitas fisik
dimana proses bekerjanya organ-organ dalam tubuh sewaktu istirahat,
sedangkan aktivitas fisik secara ekternal adalah aktivitas fisik yang
dilakukan oleh pergarakan anggota tubuh yang dilakukan selama 24 jam
serta banyak mengeluarkan energi (Fatonah,1996).
Aktivitas fisik adalah pergarakan anggota tubuh yang menyababkan
pengeluaran energi secara sederhana yang sangat penting bagi
pemeliharaan fisik, mental, dan kualitas hidup sehat (Hudha, 2006).
2. Beban Aktivitas Fisik Berdasarkan Kebutuhan Kalori
a. Pengertian Kalori
Kalori merupakan satuan energi yang yang diperoleh dari adanya
usaha atau aktivitas dengan proses oksidasi didalam sel manusia
(PERKENI, 2002).
Kalori adalah hasil dari pembakaran zat-zat nutrisi oleh sel
didalam tubuh manusia dengan bantuan oksigen dan juga diperoleh sisa
pembakaran atau oksidasi berupa air dan karbondioksida. Bahan atau
sumber kalori terdiri dari glukosa, yang diperoleh dari pemecahan
makanan, glikogen adalah glukosa didalam hati, dan trigleserida atau
penimbunan glukosa dalam bentuk lemak yang merupakan penimbunan
glukosa yang tidak terpakai akibat tidak adanya keseimbangan antara
asupan nutrisi dengan proses metabolisme sel yang dipengaruhi oleh
aktivitas (Asdie, 1996).
b. Katagori Aktivitas fisik
Salah satu kebutuhan umum dalam aktivitas fisik adalah oksigen
yang dibawa oleh darah ke otot untuk pembakaran zat yang berguna
untuk menghasilkan energi.
Mentri tenaga kerja Indonesia melalui Kep. No 51 tahun 1999,
menetapkan beban kerja menurut kebutuhan kalori sebagai barikut :
1) Beban kerja ringan : 100-200 kilo kalori / jam
2) Beban kerja sedang : 200-350 kilo kalori / jam
3) Beban kerja berat : 350-500 kilo kalori / jam
3. Kebutuhan Kalori
Menurut Grandjean (1993) bahwa kebutuhan kalori seseorang dalam
melakukan aktivitas fisik di bagi menjadi tiga hal :
a. Kebutuhan kalori untuk metabolisme basal. Keterangan kebutuhan
kalori untuk metabolisme seorang laki-laki dewasa adalah 23,87 kilo
kalori per 24 jam per BB, sedangkan untuk wanita dewasa adalah
memiliki kebutuhan kalori 23,39 kilo kalori per 24 jam per BB.
b. Kebutuhan kalori untuk kerja. Kebutuhan kalori untuk kerja sangat
ditentukan oleh berat ringannya pekerjaan atau jenis aktivitas kerja
yang dilakukan.
c. Kebutuhan kalori untuk aktivitas lain diluar jam kerja. Rata-rata
kebutuhan kalori diluar jam kerja adalah 573 kilo kalori. Untuk laki-
laki dewasa sekitar (425-477 kilo kalori) per hari untuk wanita dewasa
jadi kebutuhan peningkatan kalori seseorang berbanding terbalik
dengan berat badan (Asmadi, 2002).
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas fisik
1) Aspek Bologis.
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan aktivitas
seseorang, dikarenakan seorang yang telah lanjut usia mengalami
kelemahan musculoscelektal dan penurunan fungsi otot, karna sel-
sel otot mengalami kematian.
2) Kesehatan Fisik.
Toleransi gerak dan aktivitas dipengaruhi atau diakibatkan oleh
adanya kerusakan penyakit yang merusak system saraf. System
musculoskelektal dan vestibular apparatus, dan penyakit yang
berupa kerusakan system syaraf seperti, parkinson, Sklerosa,
tomor system saraf pusat (Kozeir, Erb, Berman, 2000).
3) Kesehatan Mental.
Mental seperti depresi kronis, akan menjadikan seseorang
memacu aktivitas, orang yang depresi dapat kurang melakukan
aktivitas dan kekurangan energi untuk melakukan aktivitas yang
biasa
4) Nutrisi.
Baik kelebihan atau kekurangan nutrisi akan mengakibatkan
mempengaruhi aktivitas, seorang yang intake nutrisinya kurang
maka aktivitasnya tidak maksimal, hal tersebut dikarenakan nutrisi
didalam tubuh merupakan bahan untuk memperoleh energi (Owen,
1985).
4. Nilai Energi Aktivitas Fisik
Nilai energi atau kalori yang dikeluarkan dipengaruhi oleh dari
asupan makanan dan aktivitas seseseorang. Seorang yang memiliki
aktivitas yang berat maka membutuhkan kalori yang cukup besar
jumlahnya dibandingkan seseorang yang memiliki aktivitas yang ringan
maka asupan makanan seseorang harus seimbang dengan tingkat aktivitas
yang dikerjakan karena didalam aktivitas akan meningkatkan proses
metabolisme. Pasien DM perlu mengetahui indeks glukosa sehinga dapat
menyeimbangkan antara pola makan, glukosa darah dan kalori yang akan
dikeluarkan didalam aktivitas fisik (Waspadji, 2002).
Pasien diabetes mellitus yang ingin melakukan aktivitas seperti olah
raga yang banyak gerakan seperti berlari atau sepak bola maka kalori yang
akan digunakan 20 per menit, jika lama aktivitas berlari dalam sepak bola
30 menit, maka kalori yang dipakai adalah 20x 30 = 600 kalori.
Tambahkan kalori sebanyak 600 kalori tersebut yaitu untuk mencegah
terjadinya reaksi insulin selama melakukan olah raga. Disamping itu harus
disiapkan paket pencegah reaksi insulin, yaitu dengan menyuntikan
glukagon. Jika hipoglikemia muncul maka perlu dilakukan cara seperti di
atas, dalam waktu 20-30 detik tanda-tanda hipoglikemia akan menghilang
(Asdie, 1996).
5. Efek aktivitas fisik terhadap penderita DM
Hipoglikemia pengidap DM kususnya DM tipe I perlu diwaspadai
bagi pengidap DM yang memiliki aktivitas fisik yang berat, untuk itu cara
pembarian makanan ekstra ini dibuat sedemikian rupa sehingga
penyerapan makanan ekstra kira-kira bertepatan dengan puncak terjadinya
hipoglikemi. Efek baik aktivitas untuk meningkatkan metabolisme
didalam tubuh, semisal aktivitas fisik olah raga bagi penderita DM dapat
meningkatkan perbaikan ikatan insulin dengan reseptornya dan perbaikan
pada sensitifitas insulin hampir selalu proposional dengan kesegaran
jasmani yang dapat diukur dengan VO2 maksimum. Aktivitas fisik juga
mempengaruhi agregasi trombosit pada pengidap DM jika melakukan
aktivitas fisik olah raga dengan tepat, sehingga dapat mencegah penyakit
trombosis pada DM, terutama yang berkaitan dengan kebutaan. Penderita
diabetes mellitus lansia sangatlah diperlukan latian aktivitas fisik untuk
memperbaiki peredaran darah di kaki (Asdie, 1996).
Olahraga membantu penderita DM mengontrol berat badan yang
merupakan indikator penunjuk penderita DM. penderita diabetes memiliki
terlalu banyak glukosa dalam darah akibat kekurangan insulin, hormon
yang membantu sel menyerap glukosa. Olahraga dapat membantu
melarutkan pembekuan darah lebih mudah. Tingginya tingkat insulin
dalam darah memungkinkan terjadi pembekuan darah lebih mudah karena
itu mengapa diabetes erat kaitannya dengan penyakit Kardiovaskuler
(Infokes, 2004).
Kurang berolahraga merupakan salah satu faktor risiko utama
terjadinya DM. Menurut Haznam (1991) olahraga dianjurkan karena
bertambahnya kegiatan fisik menambah reseptor insulin dalam sel target.
Dengan demikian insulin dalam tubuh bekerja lebih efektif. Latihan
olahraga merupakan modifikasi kedua pada pengobatan hiperglikemia
pada DM. Glukosa dapat masuk kedalam sel-sel otot yang aktif tanpa
bantuan insulin, dan kemudian dioksidasi menjadi karbondioksida dan air,
sehingga olahraga mempunyai aksi hipoglikemik. Olahraga juga mampu
untuk menurunkan resistensi insulin dan menurunkan berat badan pada
diabetik dengan obesitas (kegemukan).
Olahraga tidak begitu besar mempengaruhi kadar gula darah
penderita diabetes mellitus tipe I, karena produksi insulin yang terganggu
atau tidak ada. Tetapi keuntungan yang lainnya adalah mengurangi risiko
penyakit jantung, gangguan pembuluh darah perifer. Sedangkan pada
penderita DM tipe II, latihan jasmani berperan utama dalam pengaturan
glukosa darah. Pada saat berolahraga, permeabilitas membran meningkat
pada otot yang berkontraksi, sehingga resistensi insulin berkurang (Tilarso,
1999).
6. Pedoman untuk Olahraga Diabetes
Latihan fisik sehari-hari dan latihan fisik secara teratur (3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam
perawatan diabetes mellitus tipe II (Yuli, 2010).
Mansjoer et al (1999) menganjurkan bahwa latihan secara teratur 3-4
kali setiap minggu selama kurang lebih setengah jam sifatnya CRIPE
(Continous, Ritmikal, Interval, Progresive, Edurance Training).
Latihan kontinyu diberikan secara berkesinambungan, dilakukan
terus menerus tanpa berhenti, contoh bila dipilih jogging selama 30 menit,
maka selama 30 menit pengidap melakukan jogging tanpa istirahat.
Latihan ritmis, olahraga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot
berkontraksi dan relaksasi secara teratur. Contoh latihan ritmis adalah jalan
kaki, joging berlari, berenang, bersepeda, mendayung, main golf, tenis,
atau badminton tidak memenuhi syarat karena banyak berhentinya.
Latihan interval dilakukan selang seling antara gerak cepat dan
lambat. Misalnya jalan cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi
jalan, berenang cepat 2 kali panjang kolam diselingi 1 kali renang lambat,
dan sebagainya. Dengan kegiatan yang bergantian pengidap dapat bernafas
dengan lega tanpa menghentikan latihan sama sekali.
Latihan progresif harus dilakukan secara berangsur-angsur dari
sedikit ke latihan yang lebih berat, secara bertahap. Jadi beban olahraga
dinaikan sedikit sesuai pencapaian latihan sebelumnya.
Latihan daya tahan memperbaiki sistim kardiovaskular. Oleh karena
itu sebelum mengikuti program latihan olahraga, tahap pengidap harus
dilakukan pemeriksaan kardiovaskular. Kapasitas kerja dapat dievaluasi
untuk menentukan tingkat latihan yang dapat dilakukan dengan aman.
Penderita DM harus dievaluasi terhadap adanya retinopati, neuropati, dan
hipertensi karena jenis latihan tertentu harus dihindari pada keadaan-
keadaan ini.
Manfaat olahraga bagi penderita DM adalah mengurangi risiko
penyakit jantung, mengurangi berat badan bagi yang berat badannya
berlebih, menstabilkan KDG, memperkuat rasa kebersamaan (bila
dilakukan pada kelompok), memperbaiki profil lemak (Arief, 2008).
7. Tahap-tahap latihan fisik bagi penderita Diabetes
Pertama yaitu peregangan (stretching), latihan ini bertujuan untuk
mencegah cedera otot dan dilakukan selama 5 menit.Pemanasan (warming
up), sebaiknya dilakukan dalam gerakan lambat selama 5 sampai 10 menit
sehingga kecepatan jantung meningkat cesara bertahap.Latihan inti dengan
kecepatan penuh (full speed), dilakukan dengan kecepatan irama lebih
cepat selama 20-30 menit.Pendinginan (cooling down), dilakukan dengan
tempo lambat selama 5-10 menit. Semua otot-otot diregangkan untuk
mencegah nyeri atau cedera.
Nafas secara normal, makan dan minum cukup, menghapus
pemborosan badan, gerak dan keseimbangan tubuh, tidur dan beristirahat,
memilih baju dan pakaian yang pantas dan bukan pakaian, memelihara
temperature badan, membersihkan badan dengan baik, menghindari
bahaya-bahaya di lingkungan, komunikasi, pemujaan menurut iman
seseorang, bekerja, bermain, dan belajar merupakan 14 komponen dasar
ilmu keperawatan (Henderson, 1966, 1991).
Dari 14 komponen tersebut, yang diterapkan dalam penelitian kali ini
adalah gerak dan keseimbangan tubuh, tidur dan istirahat.
Gerak dan kesembangan tubuh, dengan melakukan aktivitas fisik sehari-
hari mampu mengontrol kadar gula darah agar menjadi seimbang. Dengan
melakukan gerak dan menjaga keseimbangan tubuh maka penderita
diabetes juga mampu untuk mengontrol berat badannya.
Tidur dan istirahat, orang yang mengalami gangguan tidur biasanya akan
merusak kemampuan tubuh untuk mengatur kadar gula dalam darah.
Kurang tidur juga dapat menyebabkan kegemukan (Irawan, 2010).
8. Hal yang diperhatikan dalam melakukan aktivitas fisik bagi penderita DM
Penderita dm dalam melakukan aktivitas fisik perlu diperhatikan hal-
hal sebagai berikut :
a) Jangan melakukan aktivitas fisik yang berat jika kadar glukosanya
rendah semisal sebelum makan
b) Memakai alas kaki yang pas dan benar, karena dapat menghindari
luka pada kaki
c) Pengidap DM harus selalu membawa permen jika melekukan aktivitas
fisik yang berat untuk mengindari terjadinaya hipoglikemi (Waspadji,
2002).
Adapun strategi untuk menghindarin terjadinya hipoglikmi antara
lain dapat dilakukan dengan berbagai cara. Penderita dapat mempelajari
respon glukosa darah sendiri terhadap berbagai tingkatan aktivitas, selama
dan segara setelah pengukuran dengan mengukur kadar gula darah.
Penderita sebaiknya melakukan aktivitas 1-3 jam setelah makan sehingga
dapat terjadi keseimbangan antara glukosa darah dan kebutuhan kalori,
Penderita harus mengetahui efek kerja puncak insulin karena aktivitas
dapat mempercepat kerja insuluin, makanan tambahan perlu disiapkan
terutama jika penderita mengalami tanda-tanda hipoglikemia (PERKENI,
2002).
D. Istirahat
1. Pengertian
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus
dipenuhi oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh
baru akan berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur memiliki makna yang
berbada pada setiap individu.
Secara umum istrirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa
tekananan emosional dan bebas dari perasaan gelisah Jadi beristirahat tidak
berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali. semisal berjalan-jalan
ditaman juga dapat dikatakan sebagai bentuk istirahat. Sedangkan tidur
adalah status perubahan kesadaran ketika reaksi dan persepsi terhadap
lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikan dengan aktivitas fisik yang
minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses fisiologis
tubuh, dan penurunan respon terhadap stimulus ekternal.Hampir sepertiga
dari waktu kita digunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada
keyakinan bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik
setelah seharian beraktivitas, mengurangi stress dan kecemasan, serta dapat
meningkatkan kemampuan dan konsentrasi saat hendak melakukan aktivitas
sehari-hari (Kozeir, Erb & Berman, 2000).
2.Fisiologis Tidur
Fisiologis tidur diatur dan di kontrol oleh 2 sistem pada batang otak
yaitu retikular activating systen (RAS) dan bulbar syncronizing region
(BSR). RAS dibagian atas otak yang diyakini memiliki sel-sel khusus yang
dapat mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran, memberi stimulus
fisual, pendengaran, nyeri dan sensori raba, serta emosi dan proses berfikir.
Pada saat sadar RAS melepaskan katekolamin, sedang pada saat tidur terjadi
pelepasan serum serotonin dari BSR (Gayton & hall , 2000).
Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme srikandian yang
melengkapi siklus melengkapi siklus 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut
jantung, tekanan darah, tempatur, sekresi hormon, metabolisme dan
penampilan serta perasaan individu bergantung pada ritme sirkadian.
Istirahat tidur adalah salah satu irama biologis tubuh yang sangat kompleks.
Sinkonisasi sirkadian terjadi jika individu memiliki pola tidur dan bangun
yang mengikuti jam biologisnya. Seseorang akan bangun pada saat ritme
fisiologisnya yang paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur pada saat
ritme yang paling rendah (Lilis, Thaylor, Lemone, 1989).
3.Tahapan Istirahat Tidur
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan bantuan alat
elektroensefalogram (EEG), elektro-okulogram (EOG), elektrokiogram
(EMG), diketahui ada dua tahapan tidur yaitu non rapid eye movement
(NREM) dan rapid eye movement (REM).
a. Tidur NREM
Tidur NREM disebut juga sebagai tidur gelombang pendek karena
gelombang otak yang ditunjukan oleh orang yang tidur lebih pendek
dari pada gelombang alfa dan beta yang ditunjukan orang yang
sadar.Pada tidur NREM terjadi penurunan sejumlah fungsi fisiologi
tubuh. Disamping itu, semua proses metabolic termasuk tanda-tanda
vital, metabolisme, dan kerja otot melambat.
Tidur NREM terbagi atas 4 tahap (I-IV tahap). Tahap I-II disebut
sebagai tidur ringan ( light sleep ) dan tahap III-IV disebut sebagai tidur
dalam (deep sleep atau delta sleep).
b. Tidur REM
Tidur REM biasanya terjadi setiap 90 menit dan berlangsung
selama 5-30 menit. Tidur REM tidak senyenyak tidur NREM, dan
sebagian besar mimpi terjadi pada tahap ini. Selama tidur REM otak
cenderung aktif hingga metabolismenya meningkat hingga 20%. Pada
tahap ini individu menjadi sulit untuk dibangunkan atau justru dapat
bangun dengan tiba-tiba, tonus otot terdepresi,sekresi lambung
meningkat, dan frekuensi jantung dan pernafasan sering kali tidak
teratur.
Siklus Tidur selama tidur individu mengalami tahap tidur NREM
dan REM. Siklus tidur yang komplit normalnya berlangsung selama 7-8
jam tidur. Siklus tersebut dimulai dari tahap NREM yang berlanjut ke
tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung selama 30 menit,
kemudian diteruskan ke tahap IV selama kurang lebih 20 menit. Setelah
itu, individu kembali melalui tahap II dan III selama 20 menit. Tahap I
REM muncul sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit (Asmadi,
2002).
4. Faktor yang Mempengaruhi Kualitas dan Kuantitas Tidur
Banyak faktoryang mempengaruhi kualitas dan kuantitas tidur,
diantaranya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress
emosional, stimulan dan alcohol, diet, merokok dan motivasi.
a. Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distres fisik yang dapat
menyebabkan gangguan tidur. Individu yang sakit membutuhkan
waktu tidur yang lebih banyak daripada biasanya. Disamping itu,
siklus bangun tidur selama sakit juga dapat mengalami gangguan.
b. Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses
tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing
dapat menghambat upaya tidur. Sebagai contoh temperatur yang tidak
nyaman atau ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur
seseorang. Akan tetapi, seiring waktu individu bisa beradaptasi dan
dan tidak lagi terpengaruh dengan kondisi tersebut.
c. Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur
seseorang. Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus tidur
REM yang dilaluinya. Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan
kembali memanjang.
d. Gaya Hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur
aktivitasnya agar bisa tidur pada waktu yang tepat .
e. Stress Emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang.
Kondisi ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui
stimulasisystem syaraf semapatis. Kondisi ini menyebabkan
berkurangnya siklus tidur NREM tahap IV dan tidur REM serta
seringnya terjaga saat tidur.
f. Stimulant dan Alkohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat
merangsang SSP sehingga dapat menganggu pola tidur. Sedangkan
konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menggangu siklus tidur
REM. Ketika pengaruh alkohol telah hilang,individu sering kali
mengalami mimpi yang buruk.
g. Diet
Penurunan berat badan berkaitan dengan penurunan waktu tidur
sering terjaga di malam hari ( begadang ).
h. Merokok
Nikotin yang trrkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi
pada tubuh. Akibatnya, perokok sering mengalami gangguan istirahat
tidur.
i. Medikasi
Obat-obatan dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang seperti
metabloker, dapat menyebabkan insomnia dan mimipi buruk,
sedangkan golongan narkotika diketahui dapat menekan tidur REM
dan menyebabkan sering terjaga di malam hari (Kozeir, Erb &
Berman, 2000).
E. Kebutuhan Tidur Seseorang
Kebutuhan tidur seseorang berbeda-beda, hal tersebut dikarenakan ritme
biologis pada manusia, setiap mahluk hidup memiliki bioritme (Jam biologis)
yang berbeda. Pada manusia bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan
dengan faktor lingkungan Misalnya, cahaya, kegelapan, gravistasi, dan
stimulus elektromagnet. Selain itu kebutuhan tidur sesseorang ditentukan
sesuai dengan usia seseorang. Klasifikasi kebutuhan tidur menurut Gayton dan
Hall (2000) adalah :
NO Individu Kebutuhan tidur 1 2 3 4 5
Usia Sekolah Usia Remaja Dewasa muda Dewasa pertengahan Dewasa Tua
10 jam, 8,5 tidur REM, sisanya relatif konstan 8,5 jam / hari, 20% tahapan REM Tidur 7-9 jam/ hari, 20-25 % tidur tahap REM 7 jam/ hari, 20% tahap REM dan mengalami gangguan tidur 6 jam/ hari, tahapan tidur tidak memiliki tahap IV
F. Penerapan Teori Adaptasi Keperawatan
Kebutuhan pasien diabetes dalam mengendalikan gula darahnya
membutuhkan pengawasan dan tindakan perawat. Aktivitas fisik pasien DM
dipantantau secara terus menerus, yang bertujuan agar aktifitas yang
dilakukan tidak menyebabkan hipoglikemia. ( Kozier, Erb, Berman, 2000).
1. Konsep keperawatan OREM
Dalam pemahaman konsep keperawatan khususnya dalam
pandangan mengenai pemenuhan kebutuhan dasar, Orem membagi
dalam konsep kebutuhan dasar yang terdiri dari :
a. Air (udara)
Dalam konsep udara, kebutuhan bernafas didalam kesehatan
sangat berpengaruh terhadap kesehatan individu. Tujuan pemeliharaan
udara adalah menjaga agar udara di ingkungan sekitar tetap terjaga
kebersihannya, sehingga kebutuhan oksigen oleh tubuh tetap
seimbang, Udara yang bersih yang dihirup melalui proses bernafas
akan digunakan untuk proses oksidasi sehingga pada penderita DM
sangatlah berpengaruh karena diabetes merupakan suatu penyakit
akibat kelainan metabolisme yang dapat terjadi karena adanya oksigen
didalam udara yang bersih.
b. Water (air)
Kebtuhan air bagi penderita DM, sangatlah penting hal tersebut
berfungsi untuk keseimbangan cairan karena penderita DM
mengalami eliminasi cairan yang banyak lewat urin.
c. Food (makanan)
Makanan merupakan kebutuhan manusia yang bertujuan
menghasilkan energi untuk aktivitas, tetapi untuk penderita DM
haruslah terukur jumlah asupan makanan karena akan mempengarui
indeks glukosa darah diet merupakan tahap awal penting pada
penatalaksanaan diabetes mellitus. Tujuan pengaturan diet adalah
untuk mencapai gula darah yang ideal. Dasar makan diet standar,
tinggi karbohidrat, rendah lemak dan tinggi serat. Adapun standar diet
dilakukan yaitu terutama pada DMTTI. Peran diet ini jelas sekali pada
pasien yang gemuk, dimana toleransi glukosa jelas menjadi normal
dengan menurunya berat badan.
d. Eliminasi (Pembuangan).
Monitoring terhadap eliminasi dibutuhkan untuk mengetahui
keadaan suatu penyakit yang di alami oleh individu.
e. Rest and Actifity (Istirahat dan aktivitas)
Keseimbangan antara aktivitas dan istirahat harus dijaga, bagi
penderita DM aktivitas akan mempengaruhi peningkatan metabolik di
dalam tubuh. aktivitas membutuhkan kalori sedangkan bahan untuk
memperoleh kalori salah satunya dengan metabolik glukosa sehingga
aktivitas akan mempengaruhi indek glukosa darah. istirahat dapat
membantu menstabilkan gula darah karena dalam istirahat hanya
membutuhkan kalori yang sedikit yang tergolong dalam aktivitas
intrinsik, dibandingkan dengan aktivitas ektrinsikyang membutuhkan
banyak kalori.
f. Solitude and social interacion ( kemandirian dan interaksi sosial ).
Pemeliharaan keseimbangan antara kemandirian dan interaksi
sosial, dimaksudkan untuk dapat mengatur antara aktivitas fisik, pola
makan dan obat-obatan dalam mengendalikan gula darah penderita
DM.
2. Pandangan Keperawatan Orem
Pandangan teori Orem dalam tatanan pelayanan keperawatan
ditujukan kepada kebutuhan individu dalam melakukan tindakan
keperawatan mandiri serta mengatur dalam kebutuhannya. Dalam konsep
praktik keperawatan Orem mengembangkan tiga bentuk teori Self Care,
di antaranya:
a. Perawatan Diri Sendiri (Self Care)
Teori Self Care
meliputi:
1) Self Care: merupakan aktivitas dan inisiatif dari individu serta
dilaksanakan oleh individu itu sendiri dalam memenuhi serta
mempertahankan kehidupan, kesehatan serta kesejahteraan.
2) Self Care Agency: merupakan suatu kemampuan individu dalam
melakukan perawatan diri sendiri, yang dapat dipengaruhi oeh usia,
perkembangan, sosiokultural, kesehatan dan lain-lain.
3) Theurapetic Self Care Demand: tuntutan atau permintaan dalam
perawatan diri sendiri yang merupakan tindakan mandiri yang
dilakukan dalam waktu tertentu untuk perawatan diri sendiri dengan
menggunakan metode dan alat dalam tindakan yang tepat.
4) Self Care Requisites: kebutuhan self care merupakan suatu tindakan
yang ditujukan pada penyediaan dan perawatan diri sendiri yang
bersifat universal dan berhubungan dengan proses kehidupan manusia
serta dalam upaya mepertahankan fungsi tubuh. Self Care Reuisites
terdiri dari beberapa jenis, yaitu: Universal Self Care Requisites
(kebutuhan universal manusia yang merupakan kebutuhan dasar),
Developmental Self Care Requisites (kebutuhan yang berhubungan
perkembangan indvidu) dan Health Deviation Requisites (kebutuhan
yang timbul sebagai hasil dari kondisi pasien).
b. Self Care Defisit
Self Care Defisit merupakan bagian penting dalam perawatan secara
umum di mana segala perencanaan keperawatan diberikan pada saat
perawatan dibutuhkan. Keperawatan dibutuhkan seseorang pada saat tidak
mampu atau terbatas untuk melakukan self carenya secara terus menerus.
Self care defisit dapat diterapkan pada anak yang belum dewasa, atau
kebutuhan yang melebihi kemampuan serta adanya perkiraan penurunan
kemampuan dalam perawatan dan tuntutan dalam peningkatan self care,
baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam pemenuhan perawatan diri
sendiri serta membantu dalam proses penyelesaian masalah, Orem
memiliki metode untuk proses tersebut diantaranya bertindak atau berbuat
untuk orang lain, sebagai pembimbing orang lain, memberi support,
meningkatkan pengembangan lingkungan untuk pengembangan pribadi
serta mengajarkan atau mendidik pada orang lain.
c. Teori Sistem Keperawatan
Teori Sistem Keperawatan merupakan teori yang menguraikan secara
jelas bagaimana kebutuhan perawatan diri pasien terpenuhi oleh perawat
atau pasien sendiri. Dalam pandangan sistem ini, Orem memberikan
identifikasi dalam sistem pelayanan keperawatan diantaranya:
1) Sistem Bantuan Secara Penuh (Wholly Copensatory System).
Merupakan suatu tindakan keperawatan dengan memberikan bantuan
secara penuh pada pasien dikarenakan ketidakmampuan pasien dalam
memenuhi tindakan perawatan secara mandiri yang memerlukan
bantuan dalam pergerakan, pengontrolan, dan ambulansi serta adanya
manipulasi gerakan. Contoh : pemberian bantuan pada pasien koma.
2) Sistem Bantuan Sebagian (Partially Compensatory System).
Merupakan siste dalam pemberian perawatan diri sendiri secara
sebagian saja dan ditujukan kepada pasien yang memerlukan bantuan
secara minimal. Contoh: perawatan pada pasien post operasi abdomen
di mana pasien tidak memiliki kemampuan untuk melakukan
perawatan luka.
Sistem Supportif dan Edukatif. Merupakan sistem bantuan yang
diberikan pada pasien yang membutuhkan dukungan pendidikan dengan
harapan pasien mampu memerlukan perawatan secara mandiri. Sistem ini
dilakukan agar pasien mampu melakukan tindakan keperawatan setelah
dilakukan pembelajaran. Contoh: pemberian sistem ini dapat dilakukan
pada pasien yang memerlukan informasi pada pengaturan kelahiran (
Kozier, Erb & Berman, 2000).
d. Aplikasi Model Keperawatan Orem
Aplikasi Model Keperawatan Orem, dapat dilihat dari contoh kasus
berikut:
Kasus: Tn. J (50 th), didiagnosis DM tipe 2. Dia memiliki riwayat
hipertensi dan dia seorang perokok berat (30 batang per hari). Perawatan
yang dapat diberikan kepada Tn. J berdasarkan model keperawatan Orem
adalah :
1) Air (educative/supportif). Perawat harus mampu memberikan
informasi tentang hubungan hipertensi dengan merokok.
2) Water (educative/supportif). Perawat harus mampu meyakinkan
adanya hydration-risk yang cukup dari polydipsia yang memicu
hyperglycaemia (kadar gula yang tinggi dalam darah)
3) Food (partial compensatory). Perawat memberikan diet yang cocok
untuk hipertensi dan diabetes, serta mengontrol gula darah setelah
makan.
4) Elimination (educative/supporif). Klien membutuhkan monitoring.
5) Activity and Rest (adecative/suportif). Perawat menginformasikan
pada pasien tentang kegiatan yang cocok untuk pasien diabetes.
6) Solitude and Social Interaction (partial compensatory). Interaksi sosial
dengan perawat dapat memberikan perubahan interaksi dan tigkah
sosial.
7) Hazard Prevention (partial compensatory). Perawat memberikan
pendidikan pada pasien tentang kelebihan dan kekurangan pengobatan
yang akan diambil oleh pasien.
8) Promote Normality (partial compensatory). Perawat diharapkan dapat
membantu pasien untuk mengembalikan pola hidup pasien, sehingga
menjadi normal kembali (Joe, 2003).
G. Pengendalian gula darah
Pemantauan status metabolik pasien diabetes mellitus merupakan hal
yang penting sebagai bagian dari pengelola DM. Pengendalian diabetes yang
baik berarti menjaga kadar glukosa darah dalam kisaran normal seperti halnya
pasien yang lain, sehingga pasien terhindar dari hiperglikemia atau
hipoglikemia. Dengan pengendalian diabetes yang baik diharapkan pasien
dapat terhindar dari komplikasi yang kronik maupun yang akut. Pemantauan
status metabolik dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : rasa
sehat secara subjektif, perubahan berat badan, tes glukosa urin, tes keton urin,
pemeriksaan kadar glukosa darah (Soegondo, 1999).
Pengendalian diabetes sangat tergantung pada tipe diabetes, misalnya
pada pasien diabetes mellitus tidak tergantung insulin (DMTTI), tes glukosa
urin lebih mudah, nyaman dan biasanya sudah memedai sebaliknya pada
pasien diabetes mellitus tergantung insulin (DMTI) yang menghendaki
pengendalian lebih ketat pemeriksaan secara mandiri merupakan indikasi
yaitu dengan menggunakan pemeriksaan gula di dalam darah (Soewondo,
1993).
Pemantauan gula darah dapat membantu pasien utuk memahami bahwa
kontrol gula darah yang ketat dapat membantu mencegah komplikasi
diabetes. Kadar kontrol gula darah yang terbaik adalah ditentukan oleh kadar
glukosa darah yang tertinggi dan ideal atau normal. Satuan energi yang hilang
akibat glikosuria berkisar antara 5% sampai 10% kalori per hari.
Kriteria kontrol kadar gula yang ketat adalah sebagai berikut :
1. Kriteria lama kontrol gula pada pasien diabetes yang ketat untuk puasa
gula darah pasien antara 60 mg/dl-130mg/dl, setelah makan (1 jam) adalah
< 200mg/dl dan setelah makan (2 jam) adalah < 140mg/dl.
2. Kriteria baru control gula darah pasien diabetes yang ketat untuk penderita
gula darah puasa ideal antara 60mg/dl sampai 90mg/dl dan dapat diterima
60mg/dl sampai 130mg/dl, setelah makan (1 jam) < 140mg/dl dan dapat
diterima sampai < 180mg/dl dan setelah makan (2 jam) idealnya <
120mg/dl dan untuk kriteria dapat diterima sampai < 150 mg/dl (Skyler J.,
dkk., 1981).
Pemantauan seorang dikatakan menderita diabetes jika memiliki kadar
gula darah puasa ≥126 mg/dl pada plasma vena dan ≥100 mg/dl pada darah
kapiler sedangkan gula darah sewaktu ≥200 mg/dl pada plasma vena dan
≥200 pada darah kapiler. Kadar gula darah sepanjang hari bervariasi dimana
akan meningkat setelah makan dan kembali normal dalam waktu 2 jam.
Kadar gula darah yang normal pada pagi hari setelah malam sebelumnya
berpuasa adalah 70-110 mg/dl darah. Kadar gula darah biasanya kurang dari
120-140 mg/dl pada 2 jam setelah makan atau minum cairan yang
mengandung gula maupun karbohidrat lainnya (Jhonson, 1998).
H. Kerangka Teori
Gambar 1.2. Krangka teori intervensi perawat pada pasien DM, adaptasi dari teori
Orem (Suyono, 1996; Asmadi,2002; Soegondo, 1996).
Faktor risiko: Umur >40 tahun Genetik Hipertensi Riwayat melahirkan lebih dari
4kg Riwayat DM pada saat
kehamilan
Penderita DM
Sistem suportif dan edukatif: Tindakan perawat: Mangatur
latihan dan agensi.
Tindakan pasien: Mendapat
bantuan perawatan diri.
Sistem kompensasi penuh: Tindakan perawat: Membantu pasien melakukan self-care.
Mengkompensasi ketidakmampuan pasien dalam melakukan self-care.
Mendukung dan melindungi pasien.
Sistem kompensasi sebagian: Tindakan perawat: Melakukan pengkajian
kebutuhan perawatan diri pasien.
Membantu keterbatasan perawatan diri pasien.
Membantu pasien sesuai kebutuhan.
Tindakan pasien
Menerima asuhan dan bantuan perawat.
Intervensi Perawat
Tanda Gejala Poliuri Polidipsi Polivagi
Kebutuhan kesehatan
Gula darah terkendali Pasien mandiri kesehatan optimal
I. Kerangka Konsep
Gambar 1.3. (Kerangka konsep hubungan antara aktivitas fisik dan istirahat
dengan kadar gula darah
D. Hipotesis:
Hipotesis pada penelitian ini adalah :
Ada hubungan antara aktivitas fisik terhadap kadar gula darah
Ada hubungan antara istirahat dengan kadar gula darah
Aktivitas Fisik Istirahat
Diet Farmakologis
Kadar Gula Darah
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu suatu metode
penelitian yang dilakukan dengan tujuan utama untuk membuat gambaran
atau deskriptif tentang suatu keadaan secara objektif (Hidayat, 2002).
Pendekatan waktu yang digunakan adalah pendekatan cross sectional
,dimana untuk mengetahui hubungan antara dua variable pada situasi atau
sekelompok objek (Notoatmojo 2002).
B. Populasi dan Sempel
1. Populasi
Menurut Arikunto (1999) populasi adalah keseluruhan subyek
penelitian. Populasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien DM yang dirawat jalan di RSU. Prof. Dr. Margono Soekardjo
sebesar 163 penderita DM
2. Sempel
Menurut Arikunto (1999) sempel adalah sebagian atau wakil dari
populasi yang diteliti. Sempel yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan jenis sampling purposif. Pada penelitian ini dengan
menggunakan sampel sekitar 35 orang telah terjadi pendekatan ke
distributif normal (Sugiono, 2004). Pengambilan sampling menggunakan
rumus sebagai berikut :
Rumus smpling yang digunakan adalah menurut Notoatmodjo (2005).
Populasi dalam penelitian ini kurang dari 10.000, maka formula yang
digunakan sedarhana yaitu sebagai berikut :
n = 21 d
n = 215,01631163
n = 0225,01631163
n = 667,31
163
n = 667.4
163
n = 34,92
Sampel = 35
Keterangan:
N : Populasi kasus
n : Sampel
d : Tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan ( 0-1),
dalam sempel ini menggunakan 15% atau 0,15
a. Kriteria Inklusi
1. Pasien DM rawat jalan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.
2. Bersedia menjadi responden.
3. pasien DM yang sudah terdiagnosis lebih dari 2 tahun.
4. Pasien DM yang berdomisili dipurwokerto (ekkotatip).
b. Kriteria Eksklusi
1. Pasien rawat jalan RSMS yang tidak bersedia menjadi responden.
2. Bukan psien DM rawat jalan RSMS.
3. Tidak memenuhi standar untuk diteliti.
4.Tidak memungkinkan untuk diteliti.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada pasien rawat jalan dan RSUD Prof. Dr.
Margono Sukardjo dan direncanakan pada bulan Mei tahun 2010.
D. Variabel
1. Variabel independen
Variabel ini adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang
menentukan atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau
unsur yang lain, yang kedua itu di sebut ariable terikat. Didalam penelitian
ini variable independenya yaitu aktivitas fisik dan istirahat ( Notoatmojo,
2002 )
2. Variabel dependen
Variable ini adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada
akibat atau muncul yang terpengaruh ditentukan oleh adanya variable bebas.
Ada atau munculnya variable ini adalah karena adanya variable bebas
tertentu dan bukan kerena variable lain. Dengan kata lain muncul tidaknya
atau adak tidaknya variable ini, tergantung atau terikat pada ada tidaknya
atau muncul tidaknya variable bebas tertentu. Dalam penelitian ini variabel
dependen yaitu kadar gula darah. ( Notoatmojo, 2002 )
E. Definisi Operasional
No Nama
Variable
Definisi
Operasional
Cara
Mengukur
Alat
Ukur
Hasil
Pengukuran
Skala
1
2
Dependen
Kadar gula
darah pada
pasien DM
Independen
a.Aktivitas
fisik
b. Istirahat
Indek atau
jumlah gula
didalam darah
Semua jenis
aktivitas yang
membutuhkan
kalori dan
pergerakan.
Lama kegiatan
relaksasi yang
bermanfaat
untuk fisiologis
Tes GDS
Observasi
Observasi
Glukom
eter/
Glukote
st
Angket
Angket
…mg/dl
…kilo
kalori/hari
…jam/hari
Rasio
Rasio
Rasio
F. Prosedur Penelitian
Responden diperiksa kadar gula darah, setelah diperiksa mengisi lembar
observasi aktivitas fisik dan istirahat, kegiatan tersebut dilakukan sampai 3
kali , dan dirata-rata aktifitas fisik dalam kilo kalori, dan jam istirahat
responden. Sebelum di observasi terlebih dahulu dilakukan informed concent,
setelah bersedia barulah diobservasi.
G. Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan lembar observasi aktivitas fisik dan
istirahat, selain itu juga dilakukan pengecekan gula darah sewaktu dan
dokumentasi. Peneliti mendapatkan data primer dari hasil pengisian lembar
observasi oleh responden. Semula peneliti menanyakan identitas responden
dan menjelaskan cara pengisian angket / lembar observasi. Responden
dimohon untuk mengisi angket tersebut.
Data sekunder diperoleh dari data dokumentasi berupa catatan-catatan
dan laporan tiap bulan pasien Dm rawat jalan di RSMS.
H. Alat Pengumpulan Data
Angket atau lembar observasi dipakai sebagai alat pengumpulan data
untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar
gula darah. Jenis pertanyaan adalah pertanyaan terbuka. dan Glukometer untuk
mengetahui kadar gula penderita DM..
I. Metode Pengolahan Data
Langkah – langkah pengolahan data dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Editing
Dalam tahap ini dilakukan pemeriksaan antara lain kesesuaian
jawaban, kelengkapan pengisian serta konsistensi jawaban.
2. Coding
Member kode pada lembar pengumpulan data untuk memudahkan
peneliti dalam analisis data.
3. Scoring
Memberikan nilai aktifitas dengan mengkonversikan dalam jumlah
kalori
4. Tabulating
Peneliti memasukan data kedalam master tabel dengan tujuan untuk
memudahkan dalam analisa data.
5. Processing adalah data diproses dengan cara memasukan data tersebut
kedalam program computer. Ada bermacam-macam paket program
komputer. Program paket komputer yang digunakan adalah paket program
SPSS for windows.
6. Cleaning
Cleaning (pembersih data) merupakan kegiatan pengecekan kembali
data yang sudah dientri ada kesalahan atau tidak. Cleaning data dilakukan
dengan cara:
a. Mengetahui missing data
Cara mendeteksi adanya missing data adalah dengan melakukan
list (distribusi frekuensi) dari variabel yang ada.
b. Mengetahui variasi data
Dengan mengetahui variasi data akan diketahui apakah data
yang dientri benar atau salah. Cara mendeteksi dengan mengeluarkan
distribusi frekuensi masing-masing variabel.
c. Mengetahui konsistensi data
Cara mendeteksi data adanya ketidak konsistensian data dengan
menghubungkan dua variabel.
J. Analisis Data
Analisis data yang digunakan:
1. Analisa Univariat
Analisis univariat artinya analisis yang dilakukan pada setiap
variabel secara statistik deskriptif untuk mendapatkan gambaran
mengenai distribusi frekwensi karakteristik responden (umur,
pendidikan, pekerjaan) dan tiap variabel penelitian dalam bentuk
prosentase.
Dengan rumus P = %100xnX
Keterangan
P : Prosentase
x : Hasil objek yang diteliti
n : Jumlah seluruh objak yang diteliti
2. Analisa Bivariat
Analisis bivarat yaitu analisis yang dilakukan terhadap dua variabel
yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2002).
Teknik analisis korelasi merupakan teknik untuk mencari dan
menguji assosiatif atau hubungan antara variabel independen dan
variaben dependen. dengan tingkat signifikan diatas atau dibawah 0,05.
Rumus r = 2222
)()(
YYNXXN
YXXYN
Keterangan:
r = koefisien korelasi antara x dan y
x = nilai variabel 1
y= nilai variabel 2
N= jumlah sampel
Ho ditolak jika p value < 0,05 untuk tingkat signifikasi 5 %
Ho diterima jika p value > 0,05 untuk tingkat signifikasi 5 %
3. Analisa Multivariat
Analisa data multivariat adalah analisa untuk menghubungkan
antara variabel dependen dan variabel independen secara bersama-sama
menggunakan analisa Regresi Linier berganda dengan tingkat kemaknaan
p<0,05, untuk mengetahui variabel atau faktor yang dominan
mempengaruhi variabel terikat dilihat dari nilai koefisien regresi (b)
sedangkan nilai Cox dan Snell R Square dilihat untuk mengetahui
besarnya pengaruh semua variabel bebas secara bersama-sama terhadap
variabel terikat. Menurut Hastono (2004) analisa Regresi Linear
berganda dihitung dengan rumus:
nn xbxbxbay .........2211
Keterangan :
Y : perubah tak bebas a : konstanta
X1 : perubah bebas ke-1 b1 : kemiringan ke-1
X2 : perubah bebas ke-2 b2 : kemiringan ke-2
Xn : perubah bebas ke-n bn : kemiringan ke-n
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Analisis Univariat
Berdasarkan hasil dari lembar observasi yang dilakukan oleh peneliti
diperoleh gambaran karakteristik responden sebagai berikut :
Tabel 4.1. Karakteristik Responden menurut Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan, Pendidikan
Karakteristik Responden Jumlah n (%) Rata-rata
Umur 25-35 tahun 4 (11,43) 36-45 tahun 14 (40,00) diatas 45 tahun 17 (48,57)
Jenis Kelamin Laki-Laki 9 (25,70) Perempuan 29 (74,3)
Pekerjaan Penjahit Ibu Rumah Tangga Dagang Pensiunan Guru PNS Tani
1 (2,9) 23 (65,7) 4 (11,4) 2 (5,7) 3 (8,6) 1 (2,9) 1 (2,9)
Pendidikan SD SMP SMA PT
18 (51,4) 7 (20,0) 6 (17,1) 4 (11,4)
Aktivitas Fisik 378661,09 kalori Istirahat 7,45 jam GDS 317,51
Tabel 4.1. diatas didapatkan bahwa umur responden yang terbanyak
adalah diatas 45 tahun terdapat 17 orang (35 %), jenis kelamin perempuan
29 orang (74,3%) yang sebagian bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga sebesar
23 orang (65,7%) dan berpendidikan Sekolah Dasar sebanyak 18 orang
(51,4%).
Rata-rata aktivitas fisik responden sejumlah 35 yaitu 378661,0953
yang artinya rata-rata aktivitas fisik dari nilai kalori yang dikeluarkan adalah
aktivitas yang berat menurut keputusan Mentri tenaga kerja Indonesia No.51
tahun 1999. Menurut Gayton dan Hall jumlah rata-rata istirahat tidur
responden yang sebagian besar diatas 45 tahun adalah 7,4571 yang berarti
pasien mengalami lama tidur yang berlebih (>7 jam). Nilai rata-rata gula
darah sewaktu adalah 317,5143 nilai tersebut didalam criteria diagnostic
termasuk nilai yang tinggi (Soegondo,1999).
B. Hasil Analisis Bivariat
1. Hubungan Akvitas Fisik Rawat Jalan RSMS dengan Kadar Gula Darah
Penderita DM Rawat Jalan RSMS
Tabel 4.3. Korelasi antara Aktivitas Fisik Rawat Jalan dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan RSMS
Variabel r p Aktivitas fisik (Kalori ) terhadap Kadar Gula Darah -0,749 0,000
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,000 yang
berarti terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik rawat jalan
dengan kadar gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r =
-0,749 terdapat hubungan negatif yang cukup kuat antara aktivitas fisik
rawat jalan dengan kadar gula darah penderita DM rawat jalan RSMS.
Artinya semakin tinggi aktivitas maka gula darah akan menurun.
2. Hubungan Istirahat dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan
RSMS
Tabel 4.4. Korelasi antara Istirahat dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Rawat Jalan RSMS
Variabel r p Istirahat terhadap Kadar Gula Darah 0,349 0,020
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,016 yang
berarti terdapat hubungan yang signifikan antara istirahat dengan kadar
gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r = 0,349 artinya
terdapat hubungan yang sedang antara istirahat dengan kadar gula darah
penderita DM rawat jalan RSMS. Artinya jika istirahat tidur semakin lama
maka gula darah semakin tinggi (Arikunto, 2006).
C. Hasil Analisis Multivariat
Tabel 4.5. Rekapitulasi Analisis Multivariat
Variabel B P
Aktifitas fisik (Kalori ) Istirahat
-0.0002116
3.678
0.000 0.598
R2 0.565 Konstanta 370,186
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada uji Multivariat
menggunakan Regresi Linier diperoleh nilai R2 = 0,565 yang artinya ada
hubungan sedang antara aktivitas fisik (kalori yang dihabiskan oleh
responden) dan istirahat dengan kadar gula darah pasien diabetes miletus.
Kadar gula tersebut dipengaruhi oleh aktivitas fisik (kalori yang dihabiskan
oleh responden) dan istirahat sebesar 56,5% dan sisanya 43,5% dipengaruhi
oleh faktor lain.
Hasil perhitungan uji F diperoleh F hitung = 20,472 dan p =0.000 yang
artinya terdapat hubungan dan pengaruh yang signifikan antara aktivitas fisik
dan istirahat terhadap kadar gula darah pasien diabetes miletus rawat jalan di
RSMS.
Hasil penelitian ini jika dimasukan kedalam persamaan regresi linier
nn xbxbxbaY .........2211 adalah Y = 370,186-0,0002116*(1Point
Aktivitas fisik) =370,185 yang artinya setiap aktivitas fisik meningkat satu
satuan akan menurunkan gula darh menjadi 370,185 (Sugiono, 2002).
D. Pembahasan
1. Karakteristik Responden
Sebagian besar responden dalam penelitian ini berumur diatas 45
tahun sebanyak 17 (48,57%). Hal ini dimungkinkan karena pada umur 45
tahun mengalami penurunan fungsi organ, seperti halnya pada hasil
penelitian dari Retnaningsih (2002) dan Pratiwi (2007) responden yang
terbanyak berumur 51-60 tahun bahwa pada orang-orang yang telah
berumur, fungsi organ tubuh menurun.
Ikram (1999) menyebutkan bahwa dengan meningkatnya umur,
intoleransi terhadap glukoosa juga meningkat. Faktof yang berkaitan
sebagai penyebab diabetes pada usia lanjut, yaitu fungsi pankreas dan
sekresi insulin yang berkurang, dan adanya resistensi insulin yang
berkurang karena berkurangnya masa otot dan perubahan vaskuler maka
seiring bertambahnya usia seseorang memungkinkan terjadinya penyakit
diabetes.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan yang menderita diabetes mellitus
yaitu 29 orang (74,3%). Salah satunya penyebabnya adalah pola istirahat
dan gaya hidup meskipun menurut Darusman (2009) menyimpulkan tidak
ada perbedaan perilaku pasien diabetes mellitus antara pria dan wanita.
Ardiyano (2006) menyebutkan bahwa secara setatistik tidak ada
perbedaan yang bermakna antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan
terhadap prevalensi DM. Hal ini sesuai dengan pendapat Margatan (1995)
yang menyatakan secara anatomi dan fisiologis sama antara laki-laki dan
perempuan yang sama-sama memiliki organ pankreas dan sesuai dengan
kebutuhan.
Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian dari Agustaria (2009)
yang menyebutkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin
dengan kejadian DM.
Tingkat pendidikan responden mayoritas berpendidikan SD yaitu
18 orang (51,4%) dan bekerja sebagai ibu umah tangga yaitu sebanyak 23
responden (65,7%). Pendidikan dan pekerjaan tidak berpengaruh terhadap
kejadian diabetes mellitus (Rahmawati, 2002).
2. Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Gula Darah
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,000 yang
berarti terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik rawat jalan
dengan kadar gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r = -
0,749 artinya terdapat hubungan negatif yang kuat antara aktivitas fisik
rawat jalan dengan kadar gula darah penderita DM rawat jalan RSMS.
Artinya, gula darah akan menurun jika responden melakukan aktivitas
yang lebih (Arikunto, 2002).
Hal tersebut sejalan dengan teori fisiologis aktivitas fisik, yaitu
didalam manusia melakukan aktivitas atau kegiatan tubuh akan
mengeluarkan energi, semakin berat aktivitas yang dilakukan akan
mengeluarkan energi atau kalori yang semakin tinggi, sedangkan sumber
kalori manusia yang paling utama adalah glukosa, setiap seseorang
melakukan aktivitas maka otot akan meningkatkan pembakaran glukosa
secara maksimal, dan menyebabkan penurunan kadar gula darah (Asdie,
1996).
Hasil penelitian sesuai dengan Sudirman dan Baequni (2008) yang
menyebutkan kegiatan fisik diabetes tipe 1 dan 2, akan mengurangi resiko
kejadian kardiovaskuler dan meningkatkan harapan hidup. Kegiatan fisik
akan meningkatkan rasa nyaman, baik secara fisik maupun psikis, untuk
pengendalian gula darah juga dapat dikendalikan dendan kegiatan senam.
Hasil penelitian menunjukan adanya perubahan yang signifikan pada
penurunan gula darah karena gula darah digunakan untuk proses aktivitas
fisik senam, selama 30 menit dan terjadi peningkatan metebolisme.
Soegondo dan Sidartawan (2000) menuliskan sebagai usaha
pencegahan penyakit Diabetes Mellitus agar tidak menjadi lebih lanjut
Sebagai usaha pencegahan penyakit Diabetes Mellitus agar tidak menjadi
lebih lanjut banyak orang yang mengikuti aktivitas fisik seperti olahraga
untuk menjaga kesehatannya. Terlebih untuk penderita DM yang tidak
tergantung insulin, mengalami perubahan yang mencolok jika aktifitas
fisik seperti olah raga dilakukan secara teratur gula darah akan menurun
atau terkendali hal tersebut terjadi karena aktifitas fisik mampu
meningkatkan perbaikan antara insulin dan sel reseptornya, sehinga gula
didalam darah mampu tertransver maksimal guna untuk mencukupi
kebutuhan kalori.
Aktivitas fisik akan membantu pasien DM mengontrol berat badan
yang merupakan indikator penunjuk penderita DM lebih mudah, karena
penderita diabetes mampu menggunakan glukosa sebagai bahan penghasil
energi secara maksimal. Sehingga pemecahan lemak didalam tubuh dapat
berkurang (Infokes, 2004).
Subari (2008) menyebutkan bahwa Rumah Sakit Dr. Oen Solo
Baru mengadakan program senam untuk penderita Diabetes Mellitus yang
diadakan setiap hari Sabtu pagi jam 06.00 WIB, selama 3 bulan. Senam ini
diikuti oleh 250 peserta baik laki-laki maupun perempuan. Namun yang
positif menderita Diabetes Mellitus sebanyak 105 orang. sisanya 145 orang
gula darah terkendali dalam batas normal. Hal tersebut menunjukan bahwa
aktivitas mempengaruhi indek glikemik darah.
Hasil penelitian ini juga sejalan atau sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Setiawan (2009). Yaitu tentang pengaruh aktvitas fisik
senam terhadap kadar gula darah, penelitian ini dilakukan RSUD
banyumas. Penelitian ini menggunakan kelompok control 30 orang, dan 30
orang diberi intervensi selama 3 kali berupa aktivitas fisik senam, dan
menggunakan T tes dengan tingkat signifikan (p<0,05) maka diperoleh
kesimpulan bahwa aktivitas senam mempengaruhi kadar gula darah,
kesesuaian dengan sekripsi ini adalah semakin tinggi pengeluaran kalori
atau aktivitas dapat menurun kadar gula darah penderita DM.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Williams dan wilkin yang meneliti pengaruh intensitas, durasi senam
terhadap glukosa darah penderita DM. senam dilakukan selama 12 kali
dengan sample sebanyak 37 orang, dilakukan di empat RS dengan
durasi(20%, 40%, 60% dan 80%) dan intensitas (10, 20, 30 dan 40) menit
diperoleh temuan efek utama dari senam yaitu perbedaan (penurunan)
glukosa di dalam darah sebesar 37% antara sebelum dan sesudah intervesi.
Hal tersebut juga berarti semakin seseorang aktif mengeluarkan kalori
maka gula darah semakin menurun (Williams dan Wilkin, 2003).
Hasil penelitian hubungan antara aktivitas fisik dengan kadar gula
darah sesuai dengan pengamatan yang dilakukan oleh badan kesehatan
dunia (WHO) pada masyarakat Hanoi di Vietnam, badan kesehatan dunia
mengamati penduduk Hanoi memiliki perubahan gaya hidup, dari aktivitas
mereka dari jalan kaki mereka berubah dalam aktivitas tersebut akibatnya
penderita DM dari 10 tahun kebelakang mengalami kenaikan sebesar 90%,
hal tersebut berarti dapat dievaluasi bahwa aktivitas yang lebih banyak
mengeluarkan kalori cendrung dapat mengendalikan glukosa darah dalam
batas normal. Karena glukosa yang ada dalam darah hasil dari proses
pemecahan senyawa karbohidrat mampu digunakan secara maksimal
dalam proses metabolisme yang dilakukan oleh sel-sel otot guna untuk
mencukupi kebutuhan kalori dalam beraktivitas (Anggota KSR, 2009).
Berdasarkan Penelitian Mastrict University 2009, aktivitas fisik
yang minimal cendrung meningkatkan indeks glikemiks didalam darah,
pernyataan tersebut dikeluarkan oleh 11 dokter dan 38 fisioterapi yang
mengamati pasien DM dengan kriteria yang berbeda guna untuk
memperoleh resep program aktivitas fisik, ketiga profil pasien DM
dikembangkan dan diperoleh hasi mereka yang malas berolah raga karena
gemuk dan biaya berdasarkan fokus diskusi yang diperoleh, mereka
memiliki resiko 4X lebih tinggi gula darahnya dibandingkan dengan yang
mengikuti pelatihan olah raga secara rutin (Rock, Jongert dan Hespen,
2010).
Intervensi aktivitas berupa yoga dan pelatihan tradisional terhadap
insulin serum di cuba juga diperoleh prosentase hasil reseptor insulin
meningkat, interlisasi kompleks reseptor insulin T3, T4, TSH dan kortisol
meningkat, penelitian. Penelitian ini menggunakan kelompok control. 77
pasien DM tipe 2 diberi intervensi yoga dan olah raga secara rutin selama
enam bulan dan 77 lainnya tidak di intervensi, hasilnya kelompok yang
diintervensi mengalami penurunan kadar gula darah yang signifikan
(p<0.05) yaitu dengan nilai (p = 0,024), hal tersebut juga sesuai dengan
hasil penelitian ini yaitu seseorang yang memiliki aktivitas yang tinggi
memiliki indeks gula darah yang rendah (Irving et al, 2010).
Penelitian perbandingan antara tingkat aktivitas juga pernah
dilakukan oleh University Western Australia, yaitu dengan tujuan untuk
mengetahui respon glukosa darah pasien DM tipe 1 terhadap intensitas
latihan yang tinggi dan intesitas latihan sedang. Penelitian tersebut di
intervesikan pada 7 penderita DM. Analisis menggunakan t tes, untuk
aktivitas sedang diintervesikan VO2 peak% dan intervensi yang berat VO2
peak% diselingi sprint 2 detik dilakukan setiap kelipatan 2 menit, masing-
masing dilakukan selama 30 menit dengan hasil keduanya memiliki efek
terhadap penurunan dan pengendalian gula darah tetapi hasil aktivitas
tersebut lebih besar yang tinggi dibandingkan dengan yang aktivitas yang
sedang, hal tersebut ditunjukan dengan penurunan aktivitas sedang (-4,4
kurang ± 1,2 mmol/l) di banding dengan aktivitas berat (2,9 ± 0,8 mmol/l)
untuk aktivitas sedang p= 0,009 dan yang aktivitas tinggi p=0,006 dengan
tingkat signifikan (p< 0,05). Angka tersebut menunjukan aktivitas yang
berlangsung memiliki nilai penurunan gula darah stabilisasi yang baik
dengan aktivitas yang sedang. Dari pernyataan tersebut berarti terdapat
kenaikan metabolisme sehingga gula darah mengalami penurunan (Guelfi,
Jhon dan Fournier, 2009).
Berdasarkan penelitian Fletcer et al. (2002) menyimpulkan hasil
yang sama bahwa terdapat hubungan antara kurangnya aktivitas fisik
dengan penyakit DM. orang yang banyak berdiam diri atau kurang gerak
mempunyai resiko lebih besar menderita DM, dibandingkan seseorang
yang banyak aktivitas.
Penilitian Sumini (2007) menyatakan hasil yang sama, bahwa
adanya hubungan aktivitas fisik dengan kejadian Diabetes mellitus.
Kurangnya berolah raga dan perubahan gaya hidup yang semakin tidak
teratur memicu penyakit DM. Seseorang yang kurang berolah raga
beresiko lebih besar terkena penyakit DM. dibandingkan dengan orang
yang rutin berolah raga.
Hasil sepaham dengan penelitian oleh Handayani dan Siswanto
(2004) menyatakan bahwa ada hubungan antara aktivitas fisik dengan
kejadian penyakit DM. Seseorang yang kurang melakukan aktivitas
mempunyai kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan orang yang
biasa beraktivitas atau berolah raga secara teratur.
Iza (2007) menyatakan gaya hidup duduk terus menerus dalam
bekerja menjadi penyebab nomer 1 dari 10 kematian dan kecacatan, dan
lebih dari dua juta kematian disebabkan oleh kurangnya beraktivitas.
Aktivitas fisik adalah pergerakan yang menghasilkan energi secara
sederhana yang penting bagi pemeliharaan fisik dan mental. Duduk atau
kurangnya aktivitas menjadi penyebab penyakit DM, dan sejalan dengan
Mayo (2005). Juga berpendapat aktivitas fisik adalah bagian penting dari
manajemen diabetes, ketika berolah raga akan menggunakan glukosa
untuk bahan energi. Aktivitas yang teratur meningkatkan respon insulin.
Faktor-faktor ini bekerja sama menurunkan kadar gula darah bahkan
aktivitas sepertu pekerjaan ibu rumah tangga, berkebun atau kegiatan yang
mengerakan kaki dapat menurunkan kadar gula darah dan juga
mengontrolnya.
3. Hubungan Istirahat dengan Kadar Gula Darah
Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa nilai p = 0,020 yang
berarti terdapat hubungan yang signifikan antara istirahat dengan kadar
gula darah penderita DM Rawat Jalan di RSMS. Nilai r = 0,349 artinya
terdapat hubungan yang sedang antara istirahat dengan kadar gula darah
penderita DM rawat jalan RSMS (Arikunto, 2002).
Penelitian ini sejalan Grift (2006) Hasil penelitian di Univercity
Chicago Hospital menyebutkan tidur yang tidak memadai ( terlalu sedikit
atau kualitas yang buruk berhubungan dengan control glukosa pada
diabetes tipe 2, dengan ditunjukan menurunkan kadar HbA1c ). Hal ini
terjadi karena glukosa di dalam darah digunakan secara maksimal untuk
proses metabolisme yang digunakan untuk kegiatan atau aktivitas selama
tidak tidur.
Penelitian di Mexio yang dilakukan oleh clinical reasearch centre
yang meneliti 57 responden DM tipe 2, diberi perlakuan aktivitas bed rest
selama 2 hari, responden tersebut mengalami 50% resistensi insulin,
sehingga glukosa hasil dari jalur pemecahan utama karbohidrat menumpuk
dan semakin tinggi (Clinical Reasearch Centre, 2008).
Penelitian di Boston Univercity responden yang diberi intervensi
istirahat tidur dan hanya Bed Rest selama 5 hari memiliki resistensi
glukosa dan insulin, sehingga intervensi istirahat tidur dan bed rest terlalu
lama dapat terjadi penumpukan glukosa akibat resistensinya insulin
(Hamburg et al., 2007).
Seseorang yang kurang beraktivitas dan hanya tidur dan duduk
menyebabkan resistensi insulin, dan efek yang berkelanjut yaitu
berkurangnya sensitivitas insulin (Mayo, 2005).
Rafalson menyimpuklan tidur yang baik yaitu antara 6-8 jam
karena dalam tidur tersebut gula darah penderita DM cendrung stabil, tidur
lebih dari 8 jam akan menyebabkan peningkatan resistensi insulin
sehingga gula darah cendrung meningkat.
Istirahat yang paling baik adalah tidur, jika kualitas tidur didapat
maka metabolisme didalam tubuh akan terganggu, karena tubuh akan
defisit dalam mandapatkan bahan pembakaran sel-sel tubuh yang aktif.
Hasil riset dari Univercity Chicago, mengungkapkan kurang tidur selama 3
hari mengakibatkan kemampuan tubuh memproses glukosa menurun
drastis artinya resiko diabetes meningkat, kurang tidur mamicu hormon
yang mejadikan nafsu makan meningkat karena kebutuhan glukosa sebagai
bahan dasar energy atau metabolisme, sehingga pasien yang didorong rasa
lapar penderita DM akan memakan makanan yang berkalori tinggi
sehingga gula didalam darah akan meningkat, maka menurut riset tidur
yang baik tidak boleh kurang dari 6 jam dan tidak boleh lebih dari 8 jam,
dan harus disesuaikan dengan tingkat aktivitas yang dilakukan oleh
penderitta DM (Anggota KSR POLINES, 2009).
4. Hungan aktivitas fisik dan istirahat dengan kadar gula darah
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa pada uji multivariat
diperoleh nilai R2 = 0,565 yang artinya aktivitas fisik dan istirahat
mempengaruhi gula darah sebesar 56,5% dan sisanya dipengaruhi oleh
faktor yang lain, dengan nilai P =0,000 untuk aktivitas fisik dan P = 0,598
untuk istirahat.
Pasien diabetes harus memiliki keseimbangan antara Aktivitas
fisik dan istirahat, hal tersebut bertujuan untuk mengendalikan gula
didalam darah, keseimbangan yang dimaksud seseorang semakin banyak
melekukan aktivitas, maka sintetis glukosa semakin meningkat karena
digunakan oleh sel-sel tubuh untuk menghasilkan eneri atau kalori sehinga
gula didalam darah akan cendrung menurun, sedangkan istirahat tidur juga
mempengaruhi kecepatan metabolisme, seperti seseorang yang istirahat
tidurnya kurang dari 6 jam per hari juga akan mempengaruhi nafsu makan,
nafsu makan yang tinggi karena kurang istirahat akan menyebabkan gula
dalam darah tinggi. Gula darah yang tinggi disebabkan karena sintesis
glukosa di dalam sel lambat, dan sebaliknya nilai gula darah tinggi juga
bisa dipengaruhi oleh aktivitas yang kurang dan istirahat tidur yang
berlebihan, fisiologisnya nilai kalori yang di keluarkan pada seseorang
yang memiliki aktivitas yang kurang akan sedikit hal itu menunjukan
pemecahan glukosa untuk metabolisme jumlahnya sedikit sehingga jumlah
glukosa darah tinggi, dan untuk istirahat secara berlebih berarti tingkat
aktivitas berkurang, metabolisme berjalan lambat, sehingga gula darah
cendrung tidak terpakai akibatnya kadar glukosa tinggi (KSR POLINES,
2009).
Penelitian ini sejalan dengan Vanhelder (2007) yang menjelaskan
bahwa istirahat dan aktivitas fisik yang seimbang akan menurunkan kadar
gula darah.
Penelitian Setiyawan (2009) di Polwil Samarinda menyatakan
aktivitas fisik merupakan faktor yang paling kuat terhadap timbulnya
gejala DM, dibandingkan dengan faktor-faktor yang lain seperti pola
makan dan indeks masa tubuh. Aktivitas tubuh yang baik akan
mengurangi kadar gula darah pasien DM, dengan nilai (p = 0,000).
E. Kelemahan Penelitian
Perhitungan aktivitas fisik dengan menggunakan sistem konversi
dalam kalori, memungkinkan adanya kesalahan dalam perhitungan
dibandingkan dengan alat-alat lain yang lebih akurat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas fisik dengan kadar
gulah darah penderita DM rawat jalan di RSMS dengan r -0,079 ; p=
0,000
2. Terdapat hubungan yang signifikan antara istirahat dengan kadar gulah
darah penderita DM di rawat jalan di RSMS dengan r = 0,349 ; p = 0,020
3. Dari analisa multivariat gula darah dipenggaruhi oleh aktivitas fisika dan
istirahat sebasar 56,5% sisanya dipengaruhi oleh faktor yang lain, dengan
R2 = 0,565
B. Saran
1. Bagi rumah sakit (RSMS)
Diharapkan dapat mengevalusai dan memberikan arahan untuk beraktifitas
kepada pasien DM karena dalam beraktivitas sehari-hari seperti pekerjaan
ibu rumah tangga ( memasak, menyapu, berolah raga) mampu menurunkan
kadar gula darah.
2. Bagi penderita DM
Lakukan aktiivitas fisik kegiatan sehari-hari karena dapat menurunkan
kadar gula darah dan beristirahatlah yang sesuai (7-8 jam) per hari karena
mampu menstabilkan kadar gula darah, jangan tidur terlalu lama (lebih
dari 8 jam) karena dapat meningkatkan resistensi insulin sehingga gula
darah tidak terkendali.
3. Bagi penelitian selanjutnya
Untuk penelitian selanjutnya diharapkan peneliti mengkaji faktor seperti
farmakologis, pola makan, dan faktor-faktor lain yang dapat
mempengaruhi kadar gula darah pasien diabetes mellitus.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, J. (1996). Endokrinologi Praktis. Ujung Pandang: PT. Gramedia Pustaka
Agustaria, S.W. (2009). Hubungan Antara Karakteristik Pasien Dan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Diabetes Melitus Pada Pasien Rawat Jalan Di Poll Penyakit Dalam RSD Dr. Haryoto Lumajang. Diakses 30 Juni 2009 dari http://Top/ IndonesiaDLN/Koleksi Perpustakaan/Perpustakaan Universitas Jember/Koleksi Skripsi/F Kesehatan Masyarakat / Kesehatan Masyarakat / 2007 / gdlhub-gdl-sl-2009-sriwahyubu-2480
Ardiyanto, Achmad Rahman. (2006). Epidemiologi, Program Penanggulangan
Dan Isu Mutakhir Diabetes Mellitus. Diakses 20 April 2009 dari http://www.ortotikprostetik.com/abstrak/2006/diabetes.htm.
Arikunto, S. (1990). Manajemen Penelitian. Yogyakarta: Rineka Cipta. Arjatmo, T. (2002). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Arief, Y. (2008). Olahraga Bagi Penderita DM. Diakses 19 Maret 2010 dari
http://www.pjnhk.go.id/index.php?option:com_content&task=view&id=9018&itemid=31
Asdie, A.H. (1999). Olahraga/Latihan Jasmani: Sebagai Terapi dan Bagian
Kehidupan Pada Diabetes Melitus. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Black & Jacobs. (1993). Medical Surgical Nursing: Management of Countinuty of
Care (4th ed). Philadelpia : WB. Saunders Company. Budiarto, E. (2001). Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat.
Jakarta: EGC. Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan : Rencana Asuhan Keperawatan
dan Dokumentasi keperawatan. (Edisi 2). (Terjemahan Monica Ester). Jakarta: EGC.
Clinical reasearh centre. Effect two days sleeping on the resistence of blood
glucoseand insulin resistence. Diakses 4 juni 2005 dari http // www. Japendo psykologi. org/ content/ Full. 274/6/E 1040.
Darmono. (1999). Diagnosis Dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Darni, J. (2006). Hubungan Asupan Serat Dengan Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Rawat Inap Di RSUP Dr. Sardjito. Skripsi tidak dipublikasikan, Politeknik Kesehatan Yogyakarta, Jawa Tengah.
Dhania. (2009). Pengaruh Tingkat pendidikan Tentang Diabetes Mellitas
Terhadap Control Diri Pada Pasien Rawat Jalan Di RS. Bhayangkara Semarang. Diakses 20 Juni 2009 dari http://pusatdatajurnaldanskripsi.com.html.
Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Perencanaan dan Pendokumentaskm Perawatan Pasien. (Edisi 3) (Terjemahan I. M. Kariasa, & N. M. Sumarwati). Jakarta: EGC.
Fahmi. (2010). Hipoglikemia (Kadar Gula Darah Rendah). Diakses 24 Maret
2010 dari http://forum.um.ac.id/index.php?topic=8479.0radenfahmi.2010.
Green, JE, lifh. (2009). Effect on the Three Day Bed Rest On Metabolic Glucose
and Insulin. Diakses 18 Desember 2009. Oleh http//diabetesjournal.org/content/ 18/12/2747. Full.
Greenspan & Baxter. (2000). Endokrinologi Dasar dan Klinik. Edisi IV. Jakarta:
EGC. Grift. W.R. (2005). Long or short sleep time May be Assosiated Whit Diabetes
Mellitus. Diakses 26 April 2005. Oleh http. Medscape. Journal.com Guefty, Jhon and Fournier. (2005). Comparison of Blood Glucose Response Level
high-Intensity Intermittent and Moderate Intensity in Patients with Type 1 Diabetes. Diakses 2005 oleh http//www.care.diabetes journal.org?content/28/6/1289
Hambrugh, N., et al. (2007) Effect of Five Day Bed Rest On Metabolic Hormonal
and Circulation Responses to an Oral Glucose Load in Endurance or Strength Trained and Untired Subject. Oleh: http//www.Ahajournal.org/cgl/Content/Short
Hidayah, A. Aziz Alimul. (2007). Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan
Ilmiah. (Edisi 2). Jakarta: Salemba Medika. Hidayat, A. (2007). Riset Keperawatan Dan Teknik Penulisan Ilmiah. (Edisi 2).
Jakarta. Salemba Medika.
Hidayati, Sri. (2003). Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Kadar Gula Darah Pada Penderita Diabetes Mellitus Di Ruang Rawat Inap Mawar RSU Tugurejo Semarang. http:/pusatdatajurnaldanskripsi.com.html.
John, M.F. Adam. (1996). Endokrinologi Praktis. Ujung Pandang : PT. Gramedia
Pustaka. Johnson, M. (1998). Diabetes Terapi dan Pencegahannya. Bandung: Indonesia
Publishing House: Cummings Publishing Company. Kozeir, Erb, Berman. (2000). Fundamental Of Nursing. Menlo Park: California. KSR. Polines Semarang. (2009). 10 Tips Pengendalian Glukosa darah Penderita
DM. Diakses : 30 April 2009 oleh http// www. Ksrppolines.diabetic.care.com/news.
Kuncoro. (2003). Hubungan pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian
obesitas siswa SMP. Semarang : UNES. Lestari, D.P. (2009). Hidup Sehat Tanpa Penyakit. Yogyakarta: Penerbit Monce
Publisher. Long, Barbara. (19%). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan). Bandung: IAPK. Mansjoer, A. et al. (1999): Kapita Selekta Kedokteran, (Edisi 3) Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Maslow. (2000). Fundamental Of Nursing. Menlo Park: California. Noer, S. (1996). Buku Ajar Penyakit Dalam. (Edisi 3) (Jilid I). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Notoatmodjo, Soekidjo. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Nursalam, Siti Priani. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta: Info Medik.
Pratiwi, L.S. (2007). Hubungan antara Tingkat Pengetahuan tentang Diet
Diabetes Melitus dengan Kepatuhan dalam Pelaksanaan Diet pada Pasien DM di Poli Diabetes RSUD Margono Soekarjo. Semarang : Poltekes Semarang. Tidak dipublikasikan.
Prince, S.A., & Wilson, L. M. (1995). Patoflsiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, (Edisi 4). Jakarta: EGC.
Qimi. F. (2009). Indonesia Urutan ke 4 Penderita Kencing Manis. Diakses : 14
November.2009 oleh httpwww.ottopharm.com news./15php. Rafalson. (2005). Long and Short Sleep Time may be Assossiated Whit Diabetes.
Oleh http. Ahajournals.org/egl/content Retnaningsih, Ch. (2002). Tips Diet untuk Penderita Diabetes. Diakses 14
November 2009. Dari http://www.suaramerdeka.com/harian/0209/28/ragam3.
Rock, Joggert, and Haspen. (2007). Introducing Phisical Activity to type 2 Diabetes Patients and Those at risk. Diaikses oleh http//www.Journalofdiabetologi.org
Rustarn. (2008). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kadar Gula Darah
pada Pasien Diabetes Mellitus di Rumah Sakit Umum Panglima Sebaya Kabupaten Paser Kalimantan Timur Tahun 2008. http://pusatdatajurnaldanskripsi/html.
Santoso, Mardi. (2004). Senam Diabetes Indonesia Seri 2. Jakarta: Yayasan Diabetes Indonesia.
Sears. D. (1994). Psikologi Sosial. USA: Hopskin Univercity Setiawan. (2009). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Timbulnya Gejala DM Pada
Anggota POLRI di POLWIL Samarinda. Setiawan. Yudi. (2009). Pengaruh senam DM terhadap Penurunan Gula Darah
Pasien Dm di RSUD Banyumas. Skripsi tidak dipublikasikan. Smet B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindi. Smeltzer, S.C., & Bare, S.K. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Brunner & Suddarth (Brunner & Suddarth’ s textbook of medical surgical nursing). Alih bahasa : Agung Waluyo, Edisi 8. Volume 2. Jakarta: EGC.
Soegondo, Sidartawan. (2002). Petunjuk Praktis Pengelolaan Diabetes Tipe II.
Jakarta: PERKENI. Subari, N.D. (2008). Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Keaktifan Penderita
Diabetes Mellitus Rumah Sakit Dr. Oen Solo Baru. Abstrak skripsi. Diakses pada tanggal 19 maret 2010 dari http://etd.eprints.ums.ac.id/2713/1/j220060049.pdf
Sugiyono. (2004). Statistik Untuk Penelitian. Jakarta: Alfabeta. Suharjanto, K. A., (2004). Studi Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Pengendalian
Diabetes Mellitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSU Cilacap TAhun 2004. Abstrak skripsi. Diakses pada tanggal 9 maret 2010 dari http://eprints.undip.ac.id/6207/i/ 2085.pdf.
Supriyadi dan Baequny, Akhmad. (2008). Pengaruh Senam Diabetes Mellitus
Terhadap Penurunan Glula Darah Pasien DM. Diakses 27 April 2008. http// journal.pdii,lipi.go.id/indeks,php/search. Htm. Act =tampil & id=8991.
Suyono, Selamet. (1996). Masalah Diabetes Mellitus di Indonesia. (Edisi 3) (Jilid
I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Tim Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2008). Profil Kesehatan Provinsi
Jawa Tengah Tahun 2007. Semarang: Dinkes Prov. Jawa Tengah. Tjokroprawiro, A. (2000). Hidup Sehat dan Bahagia Bersama Diabetes. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama. Waspadji, Sarwono. (1996). Resistensi Insulin Sebagai Faktor Risiko
Ateroskerosis. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Wilkin, Willliams. (2003). The Effect of Exercise intensity and Duration of
Patient blood Glucose DM. oleh ; pdfs. Journal.iww.com Wiyono, P. (1996). Hipoglikemia Pada Pasien Diabetes Mellitus. (Edisi 3) (Jilid
I). Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Yusharmen. (2008). Diabetes Mellitus Ancaman Umat Manusia Di Dunia.
Diakses pada tanggal 18 Maret 2010 dari http://dkk-bpp.com/index.php?option.com.content& task:view&id:214&itemid:2.
Top Related