BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Reverse Engineering
2.1.1 Pengertian Umum Reverse Engineering
Reverse Engineering (biasa disingkat RE) adalah proses menduplikasi
suatu produk, komponen-komponennya, atau subassembly-nya yang telah ada
sebelumnya tanpa melanggar hak paten atau hak cipta yang telah ada. Agar tidak
melanggar hak paten tersebut, dalam kegiatan RE perlu dilakukan survei hak
paten terlebih dahulu, sehingga dapat diketahui bagian-bagian yang telah
dipatenkan dan tidak bisa ditiru.
Ada banyak sekali alasan yang menyebabkan kita memerlukan kegiatan
RE ini, yaitu antara lain:
Pabrikan asli pembuat produk yang akan di-RE sudah tidak memproduksi lagi.
Pabrikan asli pembuat produk yang akan di-RE sudah tidak ada (tutup),
namun konsumen membutuhkan produk tersebut.
Adanya ketidakcukupan dokumentasi dari desain produk asli
Dokumentasi desain asli hilang atau tidak pernah ada.
Model komputer dari produk tidak cukup untuk mendukung modifikasi
atau metode produksi (manufaktur) yang ada sekarang.
Beberapa fitur jelek dari produk perlu dihilangkan dari desain (contohnya
bagian produk yang aus berlebihan mungkin membutuhkan perbaikan).
Menambah atau menguatkan beberapa fitur yang baik dari produk agar
produk dapat digunakan lebih lama.
Menganalisis kelebihan dan kekurangan dari produk saingan.
Memeriksa kemungkinan atau kesempatan baru untuk meningkatkan fitur-
fitur dan performansi suatu produk.
Mendapatkan metode perbandingan yang kompetitif untuk mengetahui
dan mengerti tentang produk saingan sehingga dapat mengembangkan
produk yang lebih baik.
4
Supplier asli tidak mampu atau tidak mau menyediakan komponen tambahan.
Pabrik pembuat peralatan asli tidak mampu atau tidak mau menyuplai
komponen pengganti atau harganya meningkat menjadi sangat tinggi.
Memperbaharui material yang usang (kuno) atau proses produksi yang
kuno dengan yang lebih baru atau teknologi yang lebih murah.
Dengan begitu banyak dan pentingnya alasan untuk melakukan RE, maka kegiatan
RE ini menjadi sangat penting dan banyak dipelajari serta dilakukan orang.
2.1.2 Metodologi Reverse Engineering
Dalam melakukan Reverse Engineering, perlu dilakukan tahapan-tahapan
proses yang teratur agar kegiatan RE berjalan dengan baik. Tahapan proses
tersebut dapat dilihat pada diagram alir yang ditunjukkan oleh Gambar 2.1.
Selanjutnya akan dijelaskan satu per satu tahapan-tahapan tersebut.
Mencari informasi teknik yang berkaitan
Mencari berbagai pengetahuan yang berkaitan
Melakukan modeling dan analisis teknik
Membuat prototipe hasil rancangan
Melakukan tes dan evaluasi
Melakukan pengembangan / perbaikan produk
Gambar 2.1 Diagram alir tahapan proses Reverse Engineering
5
2.1.2.1 Mencari Informasi Teknik Tentang Komponen dan Sistem yang akan Di-RE
Informasi tentang komponen dan sistem yang akan kita RE bisa didapat
dari mana saja. Contohnya antara lain:
o Standar (contohnya ISO, DIN, JIS, API, ASTM, ASME, ANSI, dll).
o Perpustakaan (bisa perpustakaan pribadi maupun umum).
o Internet.
o Dari para ahli (contohnya operator, teknisi, para sarjana, peneliti, dll).
o Dokumentasi produk (contohnya dokumen penawaran, buku manual
instalasi, operasi, dan perawatan, dll).
2.1.2.2 Mencari Pengetahuan Tentang Komponen dan Sistem yang akan Di-RE
Secara umum, kegiatan ini dibagi menjadi tiga bagian penting, yaitu
mengidentifikasi fungsi serta menginvestigasi geometri, dimensi, dan material dari
komponen atau sistem yang akan di-RE. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dilakukan
dengan berbagai cara, antara lain:
o Mengidentifikasi fungsi komponen atau sistem.
Dilakukan dengan cara mengenali dan mengetahui semua komponen yang
ada di dalam sistem yang akan di-RE beserta peran dan fungsinya masing-
masing, serta mengenali semua masukan (input), keluaran (output), dan
proses yang terjadi dalam sistem tersebut.
o Menginvestigasi geometri dan dimensi komponen
Geometri beserta dimensi komponen yang akan di-RE dapat dicari melalui
berbagai gambar yang tersedia, komponen yang ada (melalui sketsa, foto,
ataupun pengukuran), informasi dari operator dan orang-orang bagian
perawatan, serta dari perpustakaan dan studi literatur.
o Menginvestigasi material komponen.
Material suatu komponen dapat diketahui dengan melakukan tes pada
komponen tersebut. Terdapat dua jenis metode pengetesan, yaitu
destructive test dan non-destructive test. Perbedaannya yaitu komponen
yang diuji akan menjadi rusak pada destructive test, sedangkan pada non-
destructive test, tetap utuh. Dari kedua tes ini suatu material komponen
dapat diketahui sifat mekanik, fisik, serta kimianya.
6
2.1.2.3 Melakukan Modeling dan Analisis Teknik
Pada tahap ini, perlu dilakukan dua proses penting, yaitu pemodelan tiga
dimensi serta analisis teknik, simulasi, dan optimasi. Proses analisis, simulasi, dan
optimasi perlu dilakukan dalam berbagai aspek, seperti termodinamika,
perpindahan panas (heat transfer), mekanika fluida, material dan kekuatannya,
sistem dan kontrolnya, proses produksi (manufaktur), serta prosedur
pengujiannya. Aspek-aspek lain dapat ditambahkan bila memang diperlukan.
2.1.2.4 Membuat Prototype dari Produk yang Di-RE
Prototype produk yang di-RE perlu dibuat untuk memastikan rancangan
kita telah benar, baik secara fungsi maupun geometri beserta dimensinya. Selain
itu, pembuatan prototype juga melibatkan pengecekan proses produksi, proses
perakitan, serta proses pengujian komponen dan sistem yang di-RE. Maka
pembuatan prototype ini sangatlah penting dalam metode Reverse Engineering.
2.1.2.5 Melakukan Tes dan Evaluasi
Pengujian dan evaluasi yang dilakukan dalam kegiatan RE dapat dibagi
menjadi empat tahapan, yaitu:
o Penentuan prosedur pengujian.
o Pelaksanaan pengujian.
o Evaluasi hasil pengujian.
o Pembuatan proposal perbaikan produk (improvement).
2.1.2.6 Melakukan Perbaikan Produk
Tahapan kegiatan RE selanjutnya adalah melakukan evaluasi tentang perlu
tidaknya melakukan perbaikan produk. Bila memang dirasa perlu, maka perbaikan
produk dapat dilakukan berdasarkan proposal yang telah dibuat pada saat
melakukan pengujian dan evaluasi.
2.2 Traktor Tangan
Menurut dokumen SNI 05-0738.2-1998, definisi traktor tangan adalah
traktor beroda dua dengan jenis mesin penarik dan penggerak, berdaya gerak
7
sendiri, berporos tunggal, beroda baja pengolah atau ban karet, terpadu dengan
seperangkat alat pengolah tanah, berfungsi untuk mengolah lahan dan keperluan
pertanian lainnya [1]. Contoh gambar traktor tangan dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Traktor tangan
Dalam dokumen SNI ini traktor tangan dikategorikan menjadi 3 jenis
berdasarkan daya mesin penggeraknya. Kategori tersebut yaitu:
o Kelas A (berdaya mesin kurang dari 4,5 kW)
o Kelas B (berdaya mesin antara 4,5 – 6 kW)
o Kelas C (berdaya mesin antara 6 – 9 kW)
Selain itu, dokumen SNI ini juga mengatur persyaratan-persyaratan untuk
masing-masing kategori traktor tangan. Persyaratan ini bermacam-macam, dan
dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu persyaratan dimensi utama, persyaratan
kemampuan kerja dan persyaratan uji pelayanan (kondisi operasi).
Traktor tangan terdiri dari beberapa komponen utama, antara lain mesin
penggerak, sistem transmisi (gearbox), rangka badan, batang pegangan, roda, dan
mata bajak. Mesin penggerak merupakan sumber penggerak traktor tangan,
umumnya memakai motor bensin. Sistem transmisi merupakan sistem yang
meneruskan daya dan putaran dari mesin ke roda. Rangka badan merupakan
bagian yang menyokong semua komponen traktor. Batang pegangan adalah
komponen yang berfungsi sebagai pengontrol gerakan traktor. Roda adalah
komponen yang memfasilitasi pergerakkan traktor melalui gerakan rotasinya.
Mata bajak adalah komponen traktor yang berfungsi sebagai pembajak tanah.
Pada kesempatan kali ini, sesuai dengan batasan-batasan pada Bab 1, yang akan
dibahas lebih lanjut adalah bagian sistem transmisi yang berupa gearbox.
8
2.3 Gearbox
Gearbox adalah kotak yang berisi rangkaian roda gigi yang
mentransmisikan daya dari satu poros ke poros lainnya [2]. Gearbox ini memiliki
beberapa fungsi, antara lain:
o Mengontrol kesejajaran roda gigi dan poros
o Menampung minyak pelumas untuk melumasi roda gigi
o Melindung seluruh isinya dari air, debu, dan pengkontaminasi lainnya
Gearbox banyak digunakan secara luas dalam dunia industri, otomotif, dan
permesinan skala kecil (skala rumah). Gearbox ini terdiri dari beberapa komponen
utama, antara lain casing, roda gigi, poros, bantalan, pegas pendukung sistem kopling
serta beberapa komponen pendukung lainnya. Beberapa contoh gambar gearbox
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Casing gearbox berfungsi sebagai pelindung dari lingkungan sekitar serta
menampung minyak pelumas. Roda gigi termasuk rangkaiannya berfungsi sebagai
penerus torsi dari poros ke poros. Sedangkan porosnya sendiri berfungsi sebagai
penerus torsi dari satu lokasi ke lokasi lainnya.
a b
Gambar 2.3 Gearbox a. Tampak luar b. Tampak dalam
Bantalan berfungsi sebagai tumpuan dari berbagai komponen gearbox
lainnya. Bantalan yang umum digunakan adalah ball bearing. Pegas digunakan untuk
mendukung sistem kopling. Beberapa komponen pendukung lainnya dapat
disesuaikan dengan kebutuhan, contohnya seal (gasket) untuk mencegah kebocoran,
spacer (bushing) untuk menahan pergerakan aksial, baut, key, dan pin untuk
menyambung dan menyatukan komponen lainnya, dan lain-lain.
9
2.3.1 Roda Gigi
Roda gigi adalah komponen yang berfungsi untuk mentransmisikan atau
meneruskan torsi dan gerakan rotasi pada berbagai aplikasi [3]. Ada beberapa jenis
roda gigi yang dapat digunakan, seperti roda gigi lurus, helical, bevel, dan cacing.
Namun yang paling sederhana, mudah dan paling banyak digunakan adalah roda
gigi lurus atau yang biasa disebut spur gears. Roda gigi ini dibuat untuk operasi
pada poros paralel, dan biasanya gigi-giginya paralel terhadap sumbu poros.
Sedangkan roda gigi helical, bevel dan cacing digunakan untuk operasi non-paralel.
Keempat jenis roda gigi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.4. Pada kesempatan
kali ini, hanya roda gigi lurus yang akan dibahas lebih lanjut.
a b c d
Gambar 2.4 Jenis roda gigi a. Roda gigi lurus b. Roda gigi helical c. Roda gigi bevel d. Roda gigi cacing
Pada roda gigi lurus terdapat beberapa nomenklatur yang cukup penting.
Beberapa nomenklatur tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.5. Untuk nomenklatur
lainnya beserta simbol dan satuannya, dapat dilihat pada Lampiran A-1.
Gambar 2.5 Beberapa nomenklatur roda gigi lurus [4]
10
2.3.1.1 Material dan Kekuatan
Material yang umum digunakan unuk roda gigi adalah baja. Pada
pembahasan ini, material yang dibahas adalah AISI 4340 yang umum digunakan
dalam proses produksi roda gigi. AISI 4340 ini diberi perlakuan panas berupa
quenching dalam oli dan tempering sehingga memiliki spesifikasi:
o Kekuatan Tarik : 965 MPa
o Kekuatan Luluh : 760 MPa
o Kekerasan : 275 – 325 HB
Secara umum AISI 4340 memiliki kemampuan di-machining yang cukup
baik sampai kekerasan 363 HB. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan AISI
4340 sering dipakai, di samping spesifikasi kekuatannya yang cukup baik. Material
diberi perlakuan panas berupa quenching dan tempering untuk mencapai sifat-sifat
mekanik yang lebih baik (kekuatan, keuletan dan kekerasan yang cukup tinggi).
2.3.1.2 Tegangan pada Roda Gigi
Tegangan pada roda gigi terdiri dari dua jenis, yaitu tegangan bending
fatigue dan tegangan surface fatigue. Kedua tegangan fatigue ini
memperhitungkan faktor-faktor koreksi, seperti faktor geometri (I dan J), faktor
aplikasi (Ka dan Ca), faktor distribusi beban (Km dan Cm), faktor dinamik (Kv dan
Cv), faktor ukuran (Ks dan Cs), faktor ketebalan rim (KB), faktor roda gigi idler
(KI), koefisien elastis material (Cp), dan faktor finishing permukaan (Cf).
Semua faktor koreksi tersebut dibahas dalam standar AGMA dan dapat
digunakan langsung untuk menghitung tegangan yang terjadi pada roda gigi saat
beroperasi.
2.3.1.3 Toleransi Roda Gigi
Jenis toleransi roda gigi ada banyak dan bervariasi. AGMA telah
menstandarkan jenis toleransi untuk tiga kelas kategori, yaitu kelas low (L),
medium (M), dan high (H). Yang termasuk kelas low adalah roda gigi untuk
kualitas 10-11, kelas medium adalah 6-9, dan kelas high adalah 2-5 [5].
Untuk kesempatan kali ini, roda gigi yang akan dibahas memiliki angka
kualitas 8 (pemilihannya akan dibahas pada Bab 4), sehingga toleransi yang akan
11
dibahas dibatasi pada kelas medium. Pada kelas medium ini ada lima jenis
toleransi yang perlu diperhatikan, yaitu toleransi kesalahan pitch tunggal (fptT),
toleransi kesalahan pitch kumulatif total (FpT), toleransi tebal gigi, dan toleransi
profil total (FαT). Seharusnya ada toleransi sudut helix total (FβT), namun tidak
dibahas karena yang digunakan adalah roda gigi lurus tanpa ada sudut helix. Berikut
penjelasan mengenai masing-masing kesalahan yang memerlukan toleransi tersebut.
Kesalahan pitch tunggal adalah penyimpangan semua permukaan sayap
gigi dari posisi teoritisnya relatif terhadap permukaan sayap gigi sebelahnya yang
berdekatan [5]. Kesalahan ini bisa juga diartikan sebagai perbedaan antara pitch
yang sebenarnya dengan pitch teoritis. Sedangkan Kesalahan pitch kumulatif total
adalah penyimpangan terbesar pada kurva kesalahan pitch kumulatif [6]. Untuk
lebih jelasnya, dapat dilihat pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 Kesalahan pitch tunggal dan kumulatif [5]
Tebal gigi adalah panjang busur pada lingkaran referensi di antara dua
buah sisi (profil) pada satu gigi [6]. Kesalahan tebal gigi adalah penyimpangan
tebal gigi yang menjadi salah satu penyebab terjadinya kesalahan pitch.
Kesalahan profil total adalah jarak normal antara dua profil referensi yang
menutupi profil sesungguhnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.7.
Di samping itu ada juga toleransi kesalahan putar, yaitu harga maksimum
yang diizinkan bagi variasi atau perubahan letak elemen yang dimaksud terhadap
suatu titik tetap selama satu kali putaran bagi elemen tersebut pada sumbu acuan.
Toleransi kesalahan putar ini memungkinkan adanya kombinasi berbagai
kesalahan, asalkan nilainya tidak melebihi batas toleransi [5].
12
a b c
Gambar 2.7 Kesalahan profil total [5] a. Pada profil involute b. Pada profil lengkung c. Pada profil dengan pemenggalan puncak
2.3.1.4 Proses Manufaktur Roda Gigi
Ada banyak cara untuk memproduksi roda gigi, namun secara umum
dibagi menjadi dua, yaitu dengan metode pembentukan dan pemesinan. Contoh
metode pembentukan adalah casting, molding, drawing, dan extrusion dari
cetakan berbentuk roda gigi yang telah dibuat sebelumnya. Sedangkan untuk
metode pemesinan diperlukan dua tahap proses, yaitu proses roughing (contohnya
form milling, rack generation, shaping, dan hobbing) dan proses finishing
(contohnya shaving, grinding, burnishing, lapping dan honing).
Proses roughing dan finishing ini adalah teknik penghilangan atau pembuangan
material yang digunakan untuk memotong atau menggerinda material dasar pada
temperatur ruangan sehingga menghasilkan bentuk gigi-gigi roda gigi. Terkadang
proses roughing tidak diikuti proses finishing untuk pembuatan roda gigi yang tidak
presisi karena meskipun namanya proses roughing, roda gigi yang dihasilkan memiliki
gigi-gigi yang akurat dan permukaan yang halus. Selanjutnya akan dibahas sedikit lebih
terperinci mengenai proses pemesinan roda gigi karena metode ini merupakan metode
yang digunakan untuk membuat roda gigi hasil rancangan.
Untuk roda gigi presisi, proses manufakturnya biasanya menggunakan metode
pemesinan dari material hasil casting, forging, atau hot-rolled. Proses pemesinan dibagi
menjadi dua tahap, yaitu roughing (membuat bentuk gigi dengan menggunakan
pemotong/cutter dan pembentuk/shaper roda gigi serta hob) dan finishing.
Proses Roughing terdiri dari beberapa metode. Proses roughing dengan
metode form milling membutuhkan pemotong khusus (lihat Gambar 2.8a) yang
berotasi dan memotong material dasar roda gigi per buah setiap kalinya, seperti
13
terlihat pada Gambar 2.9. Metode rack generation menggunakan pemotong
berbentuk batang (rack cutter) dengan spesifikasi tertentu seperti yang terlihat
pada Gambar 2.8b. Caranya adalah dengan menggelindingkan material dasar roda
gigi pada batang gigi yang telah dikeraskan dan ditajamkan. Metode gear shaping
menggunakan pemotong (cutter) yang berbentuk roda gigi (dapat dilihat pada
Gambar 2.8c) yang dikontakkan dengan material dasar roda gigi seperti yang
dapat dilihat pada Gambar 2.10. Sedangkan metode hobbing menggunakan
pemotong yang dinamakan hob (seperti terlihat pada Gambar 2.8d) yang
digunakan untuk memotong material dasar roda gigi dengan analogi proses
tapping ulir. Hob berotasi secara tegak lurus terhadap sumbu rotasi material dasar
roda gigi seperti terlihat pada Gambar 2.11. Proses hobbing ini dapat
menghasilkan roda gigi yang presisi dan memiliki permukaan sangat yang halus.
Proses finishing diperlukan untuk menghasilkan roda gigi yang sangat
presisi dan akurat. Proses ini dapat dilakukan terhadap semua jenis roda gigi hasil
proses roughing. Pada proses finishing, material yang dihilangkan sangat sedikit,
namun akan meningkatkan keakuratan dimensi, permukaan, dan/atau kekerasan.
Proses finishing juga terdiri dari beberapa metode.
Proses finishing dengan metode shaving mirip dengan proses shaping,
namun pahat/pemotong yang digunakan lebih presisi agar hasilnya lebih baik.
Metode grinding menggunakan gerinda berkontur untuk menggerinda permukaan
gigi dan dikontrol dengan menggunakan komputer untuk menghilangkan sebagian
kecil material dan meningkatkan kualitas permukaannya. Biasanya dilakukan
terhadap roda gigi yang telah dikeraskan untuk memperbaiki distorsi akibat
perlakuan panas. Metode burnishing dilakukan dengan cara mengontakkan roda
gigi hasil proses roughing dengan roda gigi presisi khusus yang telah dikeraskan.
Gaya besar yang timbul pada kontak gigi akan menyebabkan deformasi plastis
pada permukaan roda gigi yang akan di-finishing sehingga meningkatkan kualitas
permukaan roda gigi dan meningkatkan kekerasan dengan menimbulkan tegangan
sisa yang menguntungkan. Metode lapping dan honing dilakukan dengan cara
mengontakkan roda gigi yang akan di-finishing dengan roda gigi yang memiliki
permukaan abrasif atau pahat berbentuk roda gigi yang presisi dan akurat
14
sehingga permukaan roda gigi yang di-finishing akan terkikis. Hasilnya adalah
permukaan yang halus dan akurat.
a b c d
Gambar 2.8 Jenis pemotong roda gigi a. Milling cutter b. Rack cutter c. Shaper cutter d. Hob
Gambar 2.9 Proses form milling roda digi
Gambar 2.10 Proses shaping roda gigi
Gambar 2.11 Proses hobbing roda gigi
15
2.3.2 Poros
Poros transmisi (shaft) hampir selalu digunakan pada mesin putar untuk
mentransmisikan gerakan rotasi dan torsi dari satu lokasi ke lokasi lain [3].
Minimal poros digunakan untuk mentransmisikan torsi dari alat penggerak ke
mesin yang digerakkan. Terkadang poros dipasangkan roda gigi, puli, atau sproket
yang dapat mentransmisikan gerakan rotasi melalui kontak roda gigi, sabuk (belt),
atau rantai (chain) dari satu poros ke poros lainnya. Poros biasanya ditahan oleh
bantalan (bearing) dengan tumpuan sederhana, kantilever, atau menggantung,
tergantung konfigurasi mesinnya.
2.3.2.1 Pembebanan Poros
Pembebanan pada poros transmisi ada dua jenis, yaitu beban puntir dan
beban bending. Beban puntir diakibatkan adanya torsi yang ditransmisikan,
sedangkan beban bending diakibatkan adanya gaya yang ditransmisikan dari roda
gigi, puli, atau sproket. Pembebanan ini biasanya terjadi secara bersamaan karena
transmisi torsi berhubungan dengan gaya pada gigi-gigi roda gigi atau sproket
yang dipasangkan pada poros. Karakteristik kedua beban tersebut bisa statis, bisa
juga bervariasi bergantung pada waktu. Kedua karakteristik dan beban ini dapat
terjadi secara kombinasi pada satu poros yang sama.
Bila poros tidak ikut berputar (hanya menjadi tumpuan bagi roda gigi atau
sprocket), maka poros disebut sebagai as dan tidak meneruskan torsi. Sedangkan
untuk poros yang ikut berputar dengan statis, beban bending akan terjadi secara
berkebalikan penuh (fully reversed), dimana beban pada permukaan poros akan
berubah dari tarik menjadi tekan seiring perputaran poros. Karena itu, meskipun
poros hanya mengalami beban bending, perlu dilakukan perancangan terhadap
kegagalan fatigue. Untuk beban torsi, karakteristiknya dapat berulang (repeated)
atau berfluktuasi (fluctuating). Gambar karakteristik beban bending dan torsi
dapat dilihat pada Gambar 2.12.
2.3.2.2 Pemasangan pada Alat Pelengkap
Untuk memasang alat pelengkap seperti roda gigi, puli, atau sproket, dapat
digunakan beberapa cara, yaitu menggunakan clamp collar (jepit penahan), key, snap
16
ring (seperti kancing), tapper pin, dan suaian paksa (press fit). Kesemuanya itu
digunakan agar poros dan alat pelengkapnya menempel dan dapat berputar bersama.
Untuk lebih jelas mengenai perbedaan-perbedaannya, dapat dilihat pada Gambar 2.13.
a b c
Gambar 2.12 Jenis pembebanan poros [3] a. Fully reversed b. Repeated c. Fluctuating
Setiap cara memiliki keuntungan dan kerugiannya sendiri. Key mudah
dipasang dan ukurannya standar untuk diameter poros, serta dapat menghasilkan
fase akurat untuk pergerakan poros dan alat pelengkapnya. Key juga mudah untuk
dibongkar pasang. Namun kelemahannya terkadang kurang tahan terhadap
pergerakan aksial dan tidak selalu menghasilkan kopling torsi yang ketat akibat
adanya celah antara key dan keyway sehingga dapat menyebabkan backlash.
Gambar 2.13 Variasi metode pemasangan alat pelengkap pada poros [3]
Tapper pin dapat menghasilkan kopling torsi yang ketat dan tahan
terhadap gerakan aksial maupun radial, namun lebih sulit dibongkar pasang.
Clamp collar mudah dipasang, tetapi tidak selalu menghasilkan fase yang sama
untuk pergerakan poros dan alat pelengkapnya. Sedangkan press fit memiliki
17
kelemahan yang sama dengan clamp collar (tidak sefase), namun sifatnya semi
permanen dan cocok untuk peralatan yang jarang dibongkar pasang karena
membutuhkan peralatan khusus untuk membongkarnya.
2.3.2.3 Material Poros
Untuk meminimalisasi defleksi poros, baja merupakan pilihan material
yang cocok karena modulus elastisitasnya tinggi. Selain itu besi cor merupakan
material yang cukup umum juga, terutama bila roda gigi atau peralatan lain yang
perlu dipasangkan pada poros dicetak bersama-sama dengan porosnya. Material
perunggu dan baja tahan karat sering digunakan untuk aplikasi di daerah laut atau
daerah korosif lainnya.
Poros pada mesin umumnya menggunakan baja karbon rendah dan
medium, meskipun baja paduan sering juga digunakan bila dibutuhkan kekuatan
poros yang tinggi. Proses cold-rolled baja karbon digunakan untuk membuat
poros dengan diameter kecil (diameter < 3 in), sedangkan untuk poros dengan
diameter besar digunakan proses hot-rolled baja karbon.
2.3.2.4 Beban dan Tegangan pada Poros
Terdapat tiga jenis beban dominan yang umum terjadi pada poros, yaitu
beban aksial, beban bending, dan beban puntir. Ketiganya akan menyebabkan
munculnya tegangan aksial (normal), tegangan bending (momen bending) dan
tegangan puntir (momen puntir).
Beban aksial diakibatkan oleh gaya aksial (gaya normal) yang terdiri dari
dua jenis yaitu gaya tarik (tension) dan gaya tekan (compression). Tegangan aksial
muncul bila benda dipotong melintang. Tegangan aksial ini adalah intensitas gaya
yang tegak lurus dengan irisan sebagai perlawanan terhadap gaya luar [7].
Beban bending diakibatkan oleh sebuah momen kopel yang bekerja pada
suatu struktur. Tegangan bending akan muncul bila struktur tersebut dipotong
melintang. Hasilnya adalah struktur tersebut seolah-olah memberikan reaksi
terhadap momen luar tersebut berupa gaya dorong dan gaya tarik terhadap
potongan benda tersebut. Gaya-gaya ini bekerja tegak lurus terhadap potongan
benda. Intensitas gaya ini berubah secara linier dengan jaraknya dari sumbu netral.
18
Intensitas gaya-gaya dalam tersebut dapat kita sebut tegangan normal akibat
bending atau biasa disebut tegangan bending [7].
Beban puntir disebabkan oleh puntiran atau torsi yang bekerja pada suatu
struktur. Tegangan puntir akan muncul pada potongan struktur atau benda yang
terkena puntiran tersebut. Hasilnya adalah struktur tersebut seolah-olah
memberikan reaksi berupa gaya dorong dan gaya tarik yang sejajar dengan
potongan benda tersebut. Intensitas gaya ini berubah secara linier dengan jaraknya
dari sumbu netral. Intensitas gaya dalam tersebut dapat kita sebut tegangan geser
akibat torsi atau lebih sering disebut tegangan torsi atau puntir (torsion stress) [7].
2.3.2.5 Perancangan Diameter Poros
Metode yang umum digunakan untuk perancangan diameter poros adalah
metode ASME (B106.1M-1985). Pendekatan ASME mengasumsikan
pembebanan adalah bending fully reversed dan steady torque. ASME
merumuskan persamaan untuk mencari diameter poros yang aman sebagai
berikut:
31
21
2
y
mfsm
2
f
af
f
STk
43
SMk
πN32d
⎪⎭
⎪⎬
⎫
⎪⎩
⎪⎨
⎧
⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢
⎣
⎡
⎟⎟⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⋅⋅+⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛⋅⋅
⋅=
dengan d adalah diameter poros, Nf adalah faktor keamanan, kf adalah faktor
konsentrasi tegangan fatigue, Ma adalah momen bending yang dialami poros, Sf
adalah kekuatan fatigue material poros, kfsm adalah faktor konsentrasi tegangan
untuk tegangan rata-rata, Tm adalah torsi yang dialami poros, dan Sy adalah
kekuatan luluh material poros.
Nilai Kf dapat dicari dengan persamaan berikut: 1)(kq1k tf −⋅+=
dimana q adalah notch sensitivity dan kt adalah faktor konsentrasi tegangan
teoritis. Nilai q dapat dicari dari tabel perbandingan antara sensitivitas notch dan
jari-jari notch berdasarkan kekuatan tarik materialnya. Tabel ini dapat dilihat pada
Lampiran A-2. Sedangkan nilai kt didapat dari tabel perbandingan antara kt dan
r/d berdasarkan D/d-nya, dimana r adalah jari-jari notch, d adalah diameter poros
yang lebih kecil, dan D adalah diameter poros yang lebih besar. Tabel ini dapat
19
dilihat pada Lampiran A-3. Perlu dicatat bahwa bila tidak terdapat notch, maka
nilai q = 0 sehingga nilai kf menjadi 1. Sedangkan untuk nilai kfsm, ASME
merekomendasikan nilainya sebesar 1.
Bila pembebanannya berbeda, maka persamaan untuk mencari diameter
poros yang aman berubah. Misalnya bila pembebanan menjadi fluctuating
bending dan fluctuating torsion, maka persamaannya menjadi:
31
ut
2mfsm
2mfm
f
2afs
2af
f
S
)T(k43)M(k
S
)T(k43)M(k
πN32d
⎪⎪⎭
⎪⎪⎬
⎫
⎪⎪⎩
⎪⎪⎨
⎧
⎥⎥⎥⎥
⎦
⎤
⎢⎢⎢⎢
⎣
⎡⋅⋅+⋅
+⋅⋅+⋅
⋅⋅
=
dengan M dan T adalah momen bending dan torsi, lambang a adalah alternating
dan m adalah rata-rata, dan Sut adalah kekuatan tarik material poros.
2.3.2.6 Toleransi Poros
Toleransi untuk poros lebih berfokus pada masalah toleransi poros dan
lubangnya serta toleransi kekasaran permukaan. Untuk toleransi poros dan lubangnya,
hal pertama yang perlu diperhatikan adalah tentang suaian. Suaian ini dapat dibagi
menjadi tiga jenis, yaitu:
o Suaian longgar, yaitu suaian yang selalu akan menghasilkan kelonggaran.
o Suaian paksa, yaitu suaian yang selalu akan menghasilkan kerapatan.
o Suaian pas, yaitu suaian yang dapat menghasilkan kelonggaran ataupun
kerapatan.
Untuk menjelaskan ketiga jenis suaian di atas, dapat dilihat gambar 2.14 berikut.
Gambar 2.14 Gambar simulasi jenis suaian [6]
20
Sebelum menentukan jenis suaian yang akan dipakai, pertama-tama perlu
dipilih basis suaian yang tepat. Basis suaian ini ada dua jenis, yaitu basis lubang
dan basis poros. Pada basis lubang, berbagai jenis suaian dapat dicapai dengan
memilih toleransi poros (dengan cara menggerinda poros sampai ke ukuran yang
sesuai). Sedangkan pada basis poros, berbagai jenis suaian dicapai dengan
memilih toleransi lubang (dengan cara menggunakan berbagai pahat reamer).
Oleh sebab itu, pada umumnya dipilih basis lubang (karena harga pahat reamer
sangat mahal) kecuali pada kondisi tertentu (seperti poros dengan diameter sama
yang harus dihubungkan dengan berbagai komponen yang memiliki jenis suaian
yang berbeda, sehingga lebih baik menggunakan basis poros dan menyesuaikan
toleransi lubang untuk menghindari kesalahan) [6].
Selanjutnya, perlu dipilih jenis kualitas suaian. Jenis kualitas suaian ini
ada empat, yaitu:
o Sangat cermat, untuk komponen dengan sifat ketertukaran tinggi dan
berbagai alat ukur.
o Cermat, untuk komponen mesin pada umumnya seperti mesin perkakas,
kompresor, motor bakar, motor listrik, dan sebagainya.
o Agak cermat, untuk alat transmisi, roda untuk ban mesin dengan
bantalannya, kopling, batang penggeser pada roda gigi, dan sebagainya.
o Kurang cermat, untuk komponen yang tidak kritis tetapi jaminan sifat
ketertukarannya masih ditekankan.
Setelah memilih kualitas suaian, barulah dipilih jenis suaiannya. Jenis
suaian ini dipilih berdasarkan kebutuhan dan fungsinya. Dari standar ISO, ada
beberapa jenis suaian yang umum dipakai, yaitu suaian kempa, tekan, jepit, sorong,
lepas, jalan teliti, jalan, jalan longgar, dan sangat longgar. Fungsi penggunaan dari
masing-masing suaian tersebut dapat dilihat pada tabel standar ISO yang berisi
angka toleransi berdasarkan jenis dan kualitas suaian yang dilampirkan pada
Lampiran A-4. Untuk mengubah angka toleransi dari nilai ISO ke nilai metrik,
dapat digunakan tabel konversi yang dibuat ISO yang dapat dilihat pada Lampiran
A-5 untuk toleransi lubang dan Lampiran A-6 untuk toleransi poros.
Selanjutnya adalah mengenai toleransi kekasaran permukaan. Kekasaran
permukaan terjadi akibat adanya berbagai penyimpangan pada proses produksi,
21
sehingga permukaan geometri ideal (permukaan yang dianggap memiliki bentuk
yang sempurna) tidak mungkin dapat dibuat [6]. Permukaan yang dihasilkan pasti
memiliki tonjolan dan lekukan dalam skala mikroskopik. Adanya tonjolan dan
lekukan inilah yang biasa disebut kekasaran permukaan.
Standar yang biasa dipakai dalam prakteknya adalah nilai Ra, yaitu harga
rata-rata aritmetik bagi harga absolutnya jarak antara profil terukur dengan profil
tengah. Nilai Ra ini biasanya dipakai berdasarkan standar ANSI yang
menghubungkan nilai Ra dengan proses pengerjaan permukaan yang digunakan.
Tabel hubungan ini dapat dilihat pada Lampiran A-7.
2.3.3 Ball Bearing
Ball bearing adalah jenis bantalan rotasi anti gesek yang mengandung
elemen berputar dalam bentuk bola baja [8]. Bola baja disini berada di antara dua
cincin (cincin dalam dan cincin luar) serta dilindungi oleh penahan yang disebut
retainer agar bola-bola tersebut tetap berada di tempatnya. Contoh gambar ball
bearing dapat dilihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Ball bearing
Dalam pemilihan ball bearing, yang perlu diperhatikan adalah pemilihan
diameter dalam dari cincin dalam, diameter luar dari cincin luar, penentuan beban
dan kecepatan putar yang akan dialami bearing, material bearing, dan fitur khusus
yang diinginkan atau diperlukan dalam desain. Pemilihan ini dapat dilakukan
dengan mudah bila telah diketahui batasan-batasan tersebut dengan cara mencari
dalam katalog. Salah satu produsen ball bearing yang cukup terkenal adalah SKF.
Dalam situsnya, SKF menyediakan pencarian jenis ball bearing dengan kategori
22
23
pilihan tertentu. Kita tinggal memasukkan criteria yang diinginkan, kemudian
komputer akan menyaring produk bearing yang sesuai.
Untuk menentukan apakah pilihan kita sesuai atau tidak, kita tinggal
memeriksanya dengan menghitung umur fatigue dari bearing dengan persamaan: 3
PCL ⎟⎠⎞
⎜⎝⎛=
dimana L adalah umur fatigue ball bearing, C adalah basic dynamic load rating,
dan P adalah beban yang ditanggung oleh ball bearing. C bisa didapat dari
spesifikasi pabrik pembuat ball bearing, sedangkan P dihitung dengan persamaan:
ar FYFVXP ⋅+⋅⋅=
dimana X adalah faktor radial, V adalah faktor rotasi, Fr adalah gaya arah radial, Y
adalah faktor thrust, dan Fa adalah gaya arah aksial. Faktor-faktor yang diperlukan
dapat dicari dari tabel yang dibuat SKF. Tabel ini dapat dilihat pada Lampiran A-8.
2.3.4 Pegas Helix Tekan
Pegas adalah komponen yang dibuat dengan konfigurasi tertentu agar
dapat menghasilkan gaya akibat adanya defleksi dan/atau dapat menyimpan energi
potensial [3]. Pegas yang digunakan dalam perancangan gearbox pada
kesempatan kali ini adalah pegas jenis helix tekan. Pegas ini umum digunakan dan
pada gearbox yang akan dirancang digunakan dalam sistem kopling.
Pada perancangan pegas, perlu diperhatikan berbagai parameter penting,
antara lain diameter kawat (d), diameter koil rata-rata (D) yang merupakan rata-
rata diameter dalam (Di) dan diameter luar (Do) koil, panjang bebas (Lf), panjang
rakitan (La), panjang kerja minimum (Lm), dan panjang solid (Ls), jumlah lilitan
total (Nt) dan aktif (Na), defleksi awal (yinitial), defleksi kerja (yworking), dan defleksi
clash (yclash), indeks pegas (C), konstanta pegas (k), kekuatan tarik (Sut) dan luluh
(Sys) material kawat pegas, gaya minimum dan maksimum yang terjadi, serta
safety factor untuk kondisi kerja (Ns) dan kondisi pegas solid (Ns shut). Agar lebih
jelas mengenai parameter-parameter tersebut, dapat dilihat Gambar 2.16a dan 2.16b.
Selain parameter-parameter di atas, perlu diperhatikan juga kemungkinan
terjadinya buckling (melengkung). Buckling ini dapat terjadi bila rasio Lf / D lebih
besar dari 4. Maka rasio ini perlu diperhatikan juga dalam perancangan pegas.
a b
Gambar 2.16 Beberapa parameter penting pegas [3] a. Parameter dasar pegas b. Parameter jenis panjang dan defleksi pegas
2.4 Software Bantuan
2.4.1 Pemodelan dengan Pro/Engineer Wildfire 3.0
Pro/Engineer merupakan salah satu program CAD/CAM yang sering
digunakan dalam dunia industri untuk pemodelan 3D solid dalam komputer.
Penggunaan model 3D solid memberikan banyak keuntungan, diantaranya:
o Mempunyai volume dan permukaan.
o Mudah dianalisis bentuk fisiknya, seperti volume, massa, luas permukaan,
penampang, dan lain-lain.
o Dapat memberikan visualisasi permukaan solid dengan sangat baik,
dengan tekstur dan pewarnaan, atau dengan representasi wire frame.
Pro/Engineer memiliki beberapa karakteristik pemodelan, yaitu berbasis
fitur (feature based), parametrik (parametric) dan asosiatif (associate).
o Model Berbasis Fitur
Fitur adalah komponen utama, objek terkecil atau paling sederhana yang
dapat dibuat dan digunakan untuk membangun benda 3 dimensi. Model
berbasis fitur berarti model disusun dari beberapa fitur seperti protrusion,
cut, datum dan sebagainya.
o Parametrik
Desain yang dibuat dengan Pro/Engineer adalah parametrik, berarti bentuk
dan ukuran model 3D yang dibuat dapat diatur dari atribut-atribut (dimensi
24
dan constraint) yang dimiliki oleh fitur pembentuknya. Pengaturan atribut
ini dapat dilakukan dengan menggunakan aturan atau persamaan yang
disebut hubungan.
o Asosiatif
Pro/Engineer dibuat dengan satu struktur data dengan kemampuan
perubahan pada sistem sehingga setiap perubahan pada suatu proses desain
akan diteruskan ke seluruh proses desain sampai ke proses manufaktur.
Sehingga bila terjadi perubahan pada suatu model acuan, maka semua
model lain yang berhubungan akan ikut mengalami perubahan.
2.4.1.1 Pemodelan Sketsa
Beberapa feature yang menyusun sebuah model part selalu diawali
dengan pendefinisian sketsa. Pendifinisian sketsa adalah membuat polycurve pada
suatu bidang datar yang telah ditentukan. Fasilitas yang disediakan oleh
Pro/Engineer dalam sketcher base adalah entity tool (konstruksi geometri),
geometry editor (trim, copy, mirror), constraint-tools dan dimension-tools.
Lembar kerja pada modul sketsa dapat dilihat pada Gambar 2.17 berikut.
Gambar 2.17 Lembar kerja modul sketch
2.4.1.2 Pemodelan Part
Pemodelan part dalam Pro/Engineer adalah pemodelan yang berbasis
fitur. Fitur awal yang akan menjadi referensi bagi fitur berikutnya harus
25
didefinisikan terlebih dahulu. Fitur ini dapat berupa datum atau protrusion, dan
tidak mungkin berupa fitur negatif seperti cut atau hole.
Sebelum memulai pemodelan part, ada beberapa setup model yang dapat
diatur sesuai kebutuhan, diantaranya material, satuan (unit), massa jenis (density),
dan sebagainya. Pendefinisian material akan berguna untuk keperluan finite element
analysis (FEA), sedangkan massa jenis berguna untuk keperluan analisis massa.
Fitur-fitur yang digunakan dalam pemodelan part dapat dikelompokkan
menjadi non-machined feature dan basic-machined feature. Yang termasuk dalam
kelompok non-machined feature adalah datum dan protrusion. Datum merupakan
tempat rujukan atribut-atribut yang melengkapi fitur. Protrusion merupakan fitur
yang berfungsi untuk menambahkan material pada suatu model. Protrusion ini
ada beberapa jenis, seperti extrude, revolve, sweep, dan blend.
Sedangkan fitur yang termasuk basic-machined feature adalah hole,
round, chamfer, shell dan draft. Hole adalah proses pembuatan lubang pada model
dengan posisi menurut sistem koordinat tertentu. Round adalah proses
penumpulan sisi-sisi model yang tajam dengan radius penumpulan tertentu.
Chamfer adalah proses penumpulan sisi/sudut model yang tajam dengan
kemiringan penumpulan tertentu. Shell adalah proses pembuatan kerangka dari
suatu model pejal. Sedangkan draft adalah kemiringan suatu permukaan terhadap
suatu permukaan terhadap suatu permukaan referensi sepanjang sumbu netral.
Lembar kerja modul part dapat dilihat pada Gambar 2.18.
2.4.1.3 Pemodelan Assembly
Assembly merupakan proses merakit suatu komponen (part atau sub-
assembly) ke dalam suatu sistem dengan kondisi batas (constraint) yang mengikat
komponen tersebut pada suatu referensi yang ada. Perintah-perintah yang ada
dalam pemodelan assembly diantaranya adalah assemble, create dan advanced
utility. Assemble adalah memanggil suatu komponen dari suatu file yang sudah
ada (bisa file part atau file assembly yang lain), termasuk di dalamnya
pendefinisian constraint. Create adalah pembuatan komponen dalam modul
assembly aktif, bisa berupa part tersendiri, part hasil mirror atau file sub-
26
assembly. Sedangkan advanced utility adalah kumpulan perintah manipulasi suatu
komponen assembly seperti replace, repeat, copy dan cut out.
Fitur-fitur yang ada dalam pemodelan assembly sama seperti fitur yang
terdapat pada pemodelan part. Dalam pemodelan assembly digunakan constraint
untuk membatasi gerakan antara part yang satu dengan yang lainnya. Contoh
constraint yang umum digunakan adalah mate, align, insert dan sistem koordinat.
Gambar 2.18 Lembar kerja modul part
2.4.2 Perhitungan Kekuatan Roda Gigi dengan MITCalc
MITCalc adalah software perhitungan desain kekuatan untuk komponen
elemen mesin. Software ini memiliki banyak versi, seperti perhitungan untuk roda
gigi eksternal dan internal, perhitungan untuk puli, perhitungan untuk poros, dan
sebagainya. Yang digunakan pada kesempatan kali ini adalah perhitungan untuk
roda gigi lurus atau helix eksternal (dengan satuan metrik).
Perhitungan pada MITCalc dirancang untuk membuat desain (baik secara
manual ataupun otomatis) dan memeriksa geometri, dimensi serta kekuatan dari
roda gigi lurus atau helix. Untuk mendukung perhitungan yang sistematik,
program MITCalc ini menggunakan basis program Microsoft Excel. Aplikasi
program ini dapat digunakan untuk:
o Perhitungan gigi lurus dan helix.
27
o Proses desain otomatis untuk sistem transmisi dengan beberapa
persyaratan input minimum.
o Proses desain untuk faktor safety tertentu.
o Perhitungan parameter geometri secara lengkap.
o Optimasi desain gigi dengan koreksi yang benar.
o Perhitungan parameter kekuatan dan pemeriksaan faktor keamanan.
o Perhitungan tambahan (pemeriksaan dimensi, desain roda gigi,
perhitungan parameter lainnya).
o Pembuatan gambar 2D dan 3D dengan sistem CAD.
Untuk dapat melakukan semua fungsi-fungsi di atas, MITCalc
menggunakan berbagai algoritma dari standar-standar yang ada seperti AGMA,
ANSI, ISO, DIN, BS, dan literatur khusus lainnya. Beberapa dokumen standar
yang dipakai contohnya antara lain AGMA 2001-C95, AGMA 2001-D04, AGMA
908-B89/95, ISO 6336, ISO 1328, ANSI B6.1-1968, DIN 3990, dan lain-lain.
Contoh lembar kerja perhitungan dapat dilihat pada Gambar 2.19.
Untuk memulai perhitungan, pertama-tama perlu dilakukan pemasukan
data pada bagian input section. Input section ini dibagi menjadi beberapa bagian,
yaitu options of basic input parameters, options of material, loading conditions,
operational, and production parameters, parameters of the cutting tool and tooth
profile, design of a module and geometry of toothing, serta correction of toothing.
Untuk melakukan perhitungan desain otomatis, cukup memasukkan data pada dua
bagian pertama kemudian tinggal pilih automatic design.
Untuk merancang roda gigi sendiri, kita perlu memasukkan semua data
yang telah kita rancang. Selanjutnya tinggal dilihat pada bagian result section
untuk mengetahui apakah hasil rancangan kita dapat digunakan atau tidak.
Parameter terpenting adalah hasil safety factor yang nilainya harus di atas 1. Bila
di atas 1, artinya aman. Sebaliknya, bila kurang dari 1 berarti tidak aman (gagal).
28
Gambar 2.19 Lembar kerja perhitungan MITCalc untuk spur dan helical gear
29
Top Related