Download - BAB 2 LANDASAN TEORI - thesis.binus.ac.idthesis.binus.ac.id/doc/Bab2/2011-2-00669 STIF Bab 2.pdf · dan dipengaruhi oleh berbagai faktor hidup dan faktor sosiodemografi. Kehilangan

Transcript

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Definisi Kehilangan Gigi

Kehilangan gigi merupakan keadaan di mana satu atau lebih gigi seseorang lepas

dari soketnya atau tempatnya. Kejadian hilangnya gigi normal terjadi pada anak-anak

mulai usia 6 tahun yang mengalami hilangnya gigi susu dan kemudian digantikan

dengan gigi permanen. Kehilangan gigi permanen pada orang dewasa sangatlah tidak

diinginkan terjadi, biasanya kehilangan gigi terjadi akibat penyakit periodontal, trauma,

dan karies (Austrian, 2008).

Menurut Arora dkk. (2009), kehilangan gigi merupakan penyakit multifaktorial

dan dipengaruhi oleh berbagai faktor hidup dan faktor sosiodemografi. Kehilangan gigi

dapat mempengaruhi kemampuan mengunyah, kualitas hidup dan nutrisi (Gilbert dkk,

2003).

2.2 Penyebab Terjadinya Kehilangan Gigi

Masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia sampai saat ini merupakan

masalah klasik, ini ditandai dengan angka prevalensi karies gigi dan penyakit

periodontal yang masih tetap tinggi (Soelarso dkk, 2005).Penyakit tersebut dikarenakan

terabaikannya kebersihan gigi dan mulut (Anitasari dan Rahayu, 2005). Kehilangan gigi

dapat disebabkan oleh berbagai macam kejadian, baik gigi tersebut dicabut oleh dokter

gigi atau hilang dengan sendirinya akibat penyakit periodontal atau adanya trauma (Kida

6  

  

dkk, 2006). Timmerman dan van der Weijden (2006), mengungkapkan bahwa karies dan

penyakit periodontal merupakan penyebab utama terjadinya kehilangan gigi.

Kehilangan gigi biasanya disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal yang

dipengaruhi oleh beberapa faktor.Persentase keterlibatan kehilangan gigi akibat karies

dan penyakit periodontal tergantung pada usia di mana kehilangan gigi pada usia lanjut

kebanyakan disebabkan oleh penyakit periodontal sedangkan kehilangan gigi pada usia

muda biasanya disebabkan oleh karies. Kehilangan gigi juga dipengaruhi oleh merokok

yang berpengaruh terhadap terjadinya periodontitis dan karies gigi.

Laki-laki lebih banyak mengalami kehilangan gigi daripada perempuan karena

laki-laki memiliki kesehatan mulut yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan

yang diukur berdasarkan adanya kalkulus dan plak.Kekurangan gizi yang parah

biasanya disertai dengan kebersihan mulut yang rendah dan terjadi kerusakan jaringan

periodontal secara cepat dan kehilangan gigi lebih awal. Frekuensi membersihkan gigi

dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau buruknya kebersihan

gigi dan mulut yang akan mempengaruhi juga angka karies dan penyakit periodontal.

7  

  

Gambar 2.1. Kerangka Teori

2.2.1 Karies

Karies merupakan suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email, dentin, dan

sementum yang disebabkan oleh aktivitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat

yang dapat diragikan. Terdapat empat faktor utama yang berperan dalam proses

terjadinya karies, yaitu host, mikroorganisme, substrat, dan waktu (Soesilo dkk, 2005).

Faktor-faktor tersebut bekerja bersama dan saling mendukung satu sama lain.

Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan

asam. Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh Sterptococcus mutans dan

Lactobacillus sp. yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam proses

terjadinya karies. Menurut penelitian, Streptococcus mutans berperan dalam permulaan

(initition) terjadinya karies gigi (Soesilo dkk, 2005) dan bakteri ini mampu melekat pada

permukaan gigi dan memproduksi enzim glukuronil transferase. Enzim tersebut

menghasilkan glukan yang tidak larut dalam air dan berperan dalam menimbulkan plak

Jenis Kelamin

Status Merokok

Status Gizi

Frekuensi Menyikat

Gigi

Kebersihan Mulut

Usia Imunitas Karies dan Penyakit Periodontal

Kehilangan Gigi

8  

  

dan koloni pada permukaan gigi, di mana plak merupakan penyebab terjadinya karies

maupun radang periodontal (Zaenab dkk, 2004) dan kemudian Lactobacillus sp.

berperan pada proses perkembangan dan kelanjutan karies tersebut (Soesilo dkk, 2005).

Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan email dan proses ini

kemudian berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang, dan dengan

adanya destruksi bahan organik, maka kerusakan berlanjut pada dentin disertai kematian

odontoblast.

2.2.2 Penyakit Periodontal

Penyakit periodontal didefinisikan sebagai penyakit pada daerah yang menyangga

gigi yang kehilangan struktur kolagennya, sebagai respon dari akulumasi bakteri pada

jaringan periodontal. Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di

seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Wahyukundari, 2009).

Penyakit periodontal pada awalnyaberupa gingivitis yang tidak terasa sakit, karena

penyakit periodontal merupakan infeksi kronis yang berjalan lambat yang dapat terlihat

dengan adanya kerusakan pada jaringan pendukung gigi, seperti gingiva, ligamen

periodontal, dan tulang alveolar (Tanaka dkk, 2008).Patogenesis penyakit periodontal

dimulai dengan adanya gingivitis akibat adanya perlekatan plak dan bakteri.

Berlanjutnya iritasi dan inflamasi akibat plak, maka perlekatan epitelium akan semakin

rusak. Sel epitel akan berdegenerasi dan memisah sehingga perlekatan ke gigi akan

rusak seluruhnya.

Periodontitis merupakan salah satu penyakit jaringan penyangga gigi yang paling

banyak terjadidi masyarakat. Penyakit pada jaringan periodontal yang bersifat kronis

9  

  

dapat menyebabkan kerusakan pada serabut periodontal (Lely dan Indirawati, 2004).

Faktor resiko terjadinya penyakit periodontal adalah lingkungan, tingkah laku atau

faktor biologis, seperti mikroorganisme dan bakteri (Timmerman dan van der Weijden,

2006).

Penyakit yang menyerang pada gingiva dan jaringan pendukung gigi ini

merupakan penyakit infeksi yang serius dan apabila tidak dilakukan perawatan yang

tepat dapat mengakibatkan kehilangan gigi (Wahyukundari, 2009). Menurut Humphrey

dkk. (2008), salah satu tanda yang biasanya menunjukkan terjadinya penyakit

periodontal adalah kehilangan gigi.

2.3 Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kehilangan Gigi

2.3.1 Usia

Secara umum, kesehatan mulut pada orang tua terlihat dengan tingginya gigi yang

hilang, yang selanjutnya mempengaruhi kesehatan secara umum, kesulitan mengunyah,

dan masalah sosial dan komunikasi (Kida dkk, 2006).Kehilangan gigi biasanya

disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal, tetapi persentase keterlibatan keduanya

tergantung pada usia di mana kehilangan gigi pada usia lanjut kebanyakan disebabkan

oleh penyakit periodontal sedangkan kehilangan gigi pada usia muda biasanya

disebabkan oleh karies (Michaud dkk, 2008). Selain itu, menurut Timmerman dan van

der Weijden (2006), penyakit periodontal lebih banyak terjadi pada usia tua

dibandingkan dengan usia muda.

Penyakit periodontal merupakan masalah kesehatan utama yang menyerang

sebagian besar populasi dewasa di atas usia 35 sampai 40 tahun, di mana penelitian yang

10  

  

dilakukan Marshall-Day dkk. (1955)yang melibatkan 1187 subyek ditemukan bahwa

pada usia 40 tahun 90% dewasa memiliki penyakit periodontal.

2.3.2 Merokok

Menurut Krall dkk (2006), merokok dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya

penyakit periodontal dan karies gigi. Beberapa penelitian sebelumnya juga menyebutkan

bahwa orang yang merokok mengalami kehilangan gigi lebih besar daripada orang yang

tidak merokok.

Berbagai jenis rokok juga dapat mempengaruhi resiko terjadinya kehilangan gigi.

Berdasarkan penelitian, jumlah kehilangan gigi lebih banyak terjadi pada perokok pipa

dan cerutu. Merokok dapat menyebabkan terjadinya kehilangan gigi karena berpengaruh

terhadap terjadinya periodontitis dan sebagai tambahan karies gigi juga berpengaruh

untuk meningkatkan resiko terjadinya kehilangan gigi pada perokok (Dietrich dkk,

2007).

2.3.3 Jenis kelamin

Menurut survei nasional di Amerika tahun 1960-1962, laki-laki memiliki

kesehatan mulut yang lebih rendah dibandingkan dengan perempuan.Survei tersebut

diukur berdasarkan adanya kalkulus dan plak (Anonim, 2005).Kida dkk. (2006)

mengungkapkan bahwa perempuan lebih banyak mengalami gigi yang karies, tetapi

mengalami gigi yang goyah yang lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki.

11  

  

2.3.4 Gizi

Secara teori, kekurangan gizi esensial apapun dapat berpengaruh pada kesehatan

jaringan periodontal dan daya tahannya terhadap iritasi plak. Kekurangan gizi yang

parah biasanya disertai dengan kebersihan mulut yang rendah dan terjadi kerusakan

jaringan periodontal secara cepat dan kehilangan gigi lebih awal (Eley dan Manson,

2004).Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menentukan keadaan gizi seseorang

adalah dengan mengetahui Indeks Massa Tubuh (IMT).

Rumus mencari IMT adalah :

(2.1) Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi nilai IMT

IMT Status Gizi Kategori

< 17.0 Gizi Kurang Sangat Kurus

17.0 - 18.5 Gizi Kurang Kurus

18.5 - 25.0 Gizi Baik Normal

25.0 - 27.0 Gizi Lebih Gemuk

> 27.0 Gizi Lebih Sangat Gemuk

Sumber: Departemen Kesehatan RI

Keadaan gizi (kurang atau lebih) terjadi karena kegagalan mencapai gizi

seimbang. Penderita gizi kurang merupakan akibat dari konsumsi energi yang tidak

cukup, sedangkan penderita gizi lebih adalah merupakan akibat dari konsumsi energi

yang berlebih.(Mourbas,1997).

12  

  

2.3.5 Frekuensi menyikat gigi

Pada penelitian yang dilakukan Anitasari dan Rahayu (2005) pada siswa kelas 1-6

SDN Palaran Samarinda, didapatkan hasil bahwa siswa yang menyikat gigi dengan

frekuensi 4 kali dengan tingkat kebersihan gigi dan mulut baik persentasenya lebih

tinggi dibandingkan dengan frekuensi menyikat gigi 1 kali, 2 kali dan 3 kali.Frekuensi

membersihkan gigi dan mulut sebagai bentuk perilaku akan mempengaruhi baik atau

buruknya kebersihan gigi dan mulut, di mana akan mempengaruhi juga angka karies dan

penyakit penyangga gigi (Anitasari dan Rahayu, 2005).

2.4 Kajian Kepustakaan

2.4.1 Survei

Survei digunakan untuk mengumpulkan informasi kuantitatif tentang suatu hal

dalam populasi.Survei dapat difokuskan pada pendapat atau informasi faktual

tergantung pada tujuannya.Bila pertanyaan diberikan kepada peneliti, survei ini disebut

wawancara terstruktur atau researcher-administered survey.Bila pertanyaan diberikan

kepada responden, survei ini disebut sebagai kuesioner atau self-administered survey.

Beberapa keuntungan dari penggunaan survei adalah:

• Lebih efisien dalam meneliti data dari responden yang berjumlah sangat besar.

• Fleksible karena dapat mengumpulkan berbagai macam informasi.

• Survei pada umunya mudah untuk diadakan dan diselengarakan.

• Hanya pertanyaan yang menarik bagi peneliti ditanya, dicatat, dan dianalisis

sehinggawaktu dan uang tidak dihabiskan untuk pertanyaan tidak penting.

13  

  

Sementara itu beberapa kekurangan dari penggunaan survei adalah:

• Survey bergantung kepada motivasi, kejujuran, daya ingat, dan kemampuan

untuk memberikan respon dari seseorang.

• Survei yang menggunakan pilihan jawaban dan pilihan jawaban tersebut tidak

luas maka dapat menghasilkan data yang kurang tepat.

2.4.2 Skala Pengukuran Data

Menurut Sugiyono(2010),kesesuaian antara macam data dengan metode analisis

statistiknya didasarkan pada skala pengukuran datanya. Berdasarkan skala

pengukurannya, data dibedakan menjadi 4 macam, yaitu :

1. Skala Nominal

Data yang diukur menggunakan skala nominal menghasilkan data yang sifatnya

hanya penamaan atau membedakan saja. Data nominal hanya berupa kategori saja.

2. SkalaOrdinal

Data yang diukur menggunakan skala ordinal selain mempunyai ciri nominal, juga

mempunyai ciri berbentuk peringkat atau jenjang.

3. SkalaInterval

Data yang diukur menggunakan skala interval selain mempunyai ciri nominal dan

ordinal , juga mempunyai ciri interval yang sama.

14  

  

4. SkalaRasio

Data yang diukur menggunakan skala rasio merupakan skala pengukuran data

yang tingkatannya paling tinggi. Skala rasio ini selain mempunyai ketiga ciri dari

skala pengukuran diatas, juga mempunyai nilai nol yang bersifat mutlat (absolut).

Berdasarkan skala pengukurannya, analisis statistik yang dapat digunakan harus

disesuaikan. Data yang menggunakan skala pengukuran Nominal dan atau ordinal,

analisis statistik yang digunakan digolongkan dalam analisis statistik nonparametrik.

Sedangkan data yang menggunakan skala pengukuran interval dan atau rasio, analisis

statistik yang digunakan digolongkan dalam analisis statistik parametrik.

2.4.3Pengujian Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Menurut Sugiyono (2010), instrumen penelitian yang valid berarti alat ukur yang

digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid Berarti instrumen tersebut

dapat digunakan untuk mengukur apa yang hendak diukur. Instrumen Penelitian yang

reliabel berarti instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek yang

sama, akan menghasilkan data yang sama. Dengan menggunakan instrumen yang valid

dan reliabel dalam pengumpulan data, maka diharapkan hasil penelitian akan menjadi

valid dan reliabel. Perlu dibedakan antara hasil penelitian yang valid dan reliabel dengan

instrumen penelitian yang valid dan reliabel. Hasil penelitian yang valid bila terdapat

kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek

15  

  

yang diteliti. Selanjutnya hasil penelitian yang reliabel, bila terdapat kesamaan data dalam

waktu yang berbeda.

Macam –macam pengujian validitas instrumen :

1.Pengujian Validitas Konstruk ( Construct Validity)

Untuk menguji validitas konstruk , maka dapat digunakan pendapat dari ahli

(judment expert). Dalam hal ini setelah instrumen dikonstruksi tentang aspek-

aspek yang akan diukur dengan berlandaskan teori tertentu, maka selanjutnya

dikonsultasikan dengan ahli. Para ahli diminta pendapatnya tentang istrumen

yang telah disusun.

2.Pengujian Validitas Isi ( Content Validity)

Untuk instrumen yang berbentuk test, maka pengujian validitas isi dapat

dilakukan dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran

yang telah diajarkan. Secara teknis pengujian validitas konstruksi dan validitas

isi dapat dibantu dengan menggunakan kisi-kisi instrumen. Dalam kisi-kisi itu

terdapat variabel yang diteliti, indikator sebagai tolok ukur dan nomor butir

pertanyaan atau pernyataan yang telah dijabarkan dri indikator. Dengan kisi-kisi

instrumen itu maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan

sistematis. Pada setiap instrumen test terdapat butir-butir pertanyaan atau

pernyataan. Untuk menguji validitas butir-butir instrumen lebih lanjut, maka

setelah dikonsultasikan dengan ahli, maka selanjutnya diujicobakan, dan

dianalisa.

16  

  

3.Pengujian Validitas Eksternal

Validitas eksternal instrumen diuji dengan cara membandingkan antara kriteria

yang ada pada instrumen dengan fakta-fakta empiris yang terjadi di lapangan.

Bila telah terdapat kesamaan antara kriteria dalam instrumen dengan fakta di

lapangan, maka dapat dinyatakan instrumen tersebut mempunyai validitas

eksternal yang tinggi.

Macam –macam pengujian reliabilitas instrumen :

1. Test – Retest

Instrumen penelitian yang reliabilitasnya diuji dengan test-retest dilakukan

dengan cara mencobakan instrumen beberapa kali pada responden. Jadi dalam

hal ini instrumennya sama, respondennya sama, dan waktunya yang berbeda.

Reliabilitas diukur dari koefisien korelasi antara percobaan pertama dengan yang

berikutnya. Bila koefisien korelasi positif dan signifikan maka instrumen

tersebut sudah dinyatakan reliabel.

2. Membuat dua Instrumen yang ekuivalen

Instrumen yang ekuivalen adalah pertanyaan yang secara bahasa berbeda, tetapi

maksudnya sama. Pengujian reliabilitas instrumen dengan cara ini cukup

dilakukan sekali, tetapi instrumennya dua, pada responden yang sama, waktu

sama, instrumen berbeda. Reliabilitas instrumen dihitung dengan cara

mengkorelasikan antara data instrumen yang satu dengan data instrumen yang

dijadikan equivalen. Bila korelasi positif dan signifikan, maka instrumen dapat

dinayatakan reliabel.

17  

  

3.Gabungan

Pengujian reliabilitas ini dilakukan dengan cara mencobakan dua instrumen yang

equivalen itu beberapa kali, ke responden yang sama. Jadi cara ini merupakan

gabungan pertama dan kedua. Reliabilitas instrumen dilakukan dengan

mengkorelasikan dua instrumen, setelah itu dikorelasikan pada pengujian kedua,

dan selanjutnya dikorelasikan secara silang.

4.Internal Consistency

Pengujian reliabilitas dengan internal consitency, dilakukan dengan cara

mencobakan instrumen sekali saja, kemudian yang diperoleh di analisis dengan

teknik tertentu.Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas

instrumen.Pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakuakn dengan teknik belah

dua dari Spearmen Brown (Split half), KR 20, KR 21,Anova Hoyt dan Alfa

Cronbach .

Berikut rumus-rumus nya :

• Rumus Spearmen Brown :

2

1

(2.2)

Ket :

= reliabilitas internal seluruh instrumen

= korelasi product meoment antara belahan pertama dan kedua

18  

  

• Rumus KR 20 ( Kuder Richardson)

1 ∑

(2.3)

Ket :

= reliabilitas internal seluruh instrumen

k = jumlah item dalam instrumen

= proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada item 1

= 1 -

= varians total

• Rumus KR 21

1 1

(2.4)

Ket :

= reliabilitas internal seluruh instrumen

k = jumlah item dalam instrumen

M = mean skor total

= varians total

• Analisis Varians Hoyt (Anova Hoyt)

1

(2.5)

Ket :

= reliabilitas internal seluruh instrumen

MKs = mean kuadrat antara subyek

19  

  

• Alfa Cronbach

1 1 ∑

(2.6) Ket : K = mean kuadrat antara subyek

∑ = mean kuadrat kesalahan

= varians total

2.4.4 Analisis regresi

Menurut Sugiyono (2010), analisis regresi digunakan untuk mengukur besarnya

pengaruh variabel bebas terhadap variabel tergantung dan memprediksi variabel

tergantung dengan menggunakan variabel bebas. Variabel yang mempengaruhi sering

disebut variabel bebas, variabel independen atau variabel penjelas.Variabel yang

dipengaruhi sering disebut dengan variabel terikat atau variabel dependen.Secara umum

regresi linear terdiri dari dua, yaitu regresi linear sederhana yaitu dengan satu buah

variabel bebas dan satu buah variabel terikat; dan regresi linear berganda dengan

beberapa variabel bebas dan satu buah variabel terikat.

2.4.4.1 Regresi Linear Sederhana

Analisis regresi linear sederhana dipergunakan untuk mengetahui pengaruh antara

satu buah variabel bebas terhadap satu buah variabel terikat. Persamaan umumnya adalah:

(2.7)

Dengan Y adalah variabel terikat dan X adalah variabel bebas. Koefisien α adalah

konstanta (intercept) yang merupakan titik potong antara garis regresi dengan sumbu Y

20  

  

pada koordinat kartesiusβ dimana β adalah koefisien regresi yang menunjukan angka

peningkatan ataupun penurunan variabel terikat.

2.4.4.2 Regresi Linear Berganda

Analisis regresi linear berganda sebenarnya sama dengan analisis regresi linear

sederhana, hanya variabel bebasnya lebih dari satu buah. Persamaan umumnya adalah:

… (2.8)

Dengan Y adalah variabel terikat, dan X adalah variabel-variabel bebas, a adalah

konstanta (intersept) dan b adalah koefisien regresi pada masing-masing variabel bebas.

2.4.5 Regresi Logistik

Seringkali di dalam penelitian, seseorang ingin memodelkan hubungan antara

variabel X (prediktor; bebas) dan Y (respon; terikat). Metode yang paling sering dipakai

dalam kasus seperti itu adalah regresi linier, baik sederhana maupun berganda.

Namun, adakalanya regresi linier dengan metode OLS (Ordinary Least Square)

yang sering dipakai tersebut kurang sesuai untuk digunakan. Misalnya pada kasus

dimana variabel terikat (Y) bertipe data nominal, sedangkan variabel bebas (X) bertipe

data interval atau rasio.

Regresi logistik adalah bagian dari analisis regresi yang digunakan ketika

variabel dependen (respon) merupakan variabel dikotomi. Variabel dikotomi biasanya

hanya terdiri atas dua nilai, yang mewakili kemunculan atau tidak adanya suatu kejadian

21  

  

yang biasanya diberi angka 0 atau 1. Tidak seperti regresi linier biasa, regresi logistik

tidak mengasumsikan hubungan antara variabel independen dan dependen secara linier.

Dikarenakan dari rumus (2.7) masih menghasilkan Y dibawah 0 dan diatas 1

sedangkan regresi logistik digunakan bila variabel terikat hanya terdiri data dikotom

yaitu 0 dan 1 maka rumus (2.7) ditransformasikan menjadi rumus regresi logistik.

Model yang digunakan pada regresi logistik adalah:

Logit P(Y=1) = … (2.9)

Ini didapat dari melakukan rumus sebagai berikut :

LogitP(Y=1) = ( ) (2.10)

DimanaPadalah peluang terjadinya suatu kejadian, dengan rumus sebagai berikut :

(2.11) dimana :

P = probabilitas terjadinya terjadinya suatu kejadian

e = bilangan natural

β = nilai koefisien tiap variabel

X = nilai variabel bebas

Y= nilai variabel terikat

Regresi logistik juga menghasilkan rasio peluang (odds ratios) terkait dengan nilai

setiap prediktor. Peluang (odds) dari suatu kejadian diartikan sebagai probabilitas hasil

yang muncul yang dibagi dengan probabilitas suatu kejadian tidak terjadi. Secara umum,

22  

  

rasio peluang (odds ratios) merupakan sekumpulan peluang yang dibagi oleh peluang

lainnya.

Rumus umum odds ratio adalah :

Odds Ratio =

(2.12)

dimana:

P = probabilitas terjadinya terjadinya suatu kejadian

Dengan menggabungkan rumus (2.12)dengan fungsi mencari peluang di rumus

(2.11), maka rumus odd ratio dapat ditransformasikan menjadi :

(2.13)

Dari persamaan (2.11) dapat disederhanakan dengan membagi penyebut

danpembilang dengan nilai pembilang dari persamaan tersebut. Hasilnya dapatdilihat

sebagi berikut :

… (2.14)

2.4.6 Maksimum Likelihood

Biasanya digunakan OLS (Ordinary Least Square) untukmencari koefisien

regresi dari data. Akan tetapi disadari bahwa penggunaan OLS tidak tepat bila variabel

23  

  

dikotomi dan lebih tepat menggunakanmetode logistik sebagai metodenya tapidengan

menggunakan metode logistik terkendala dengan masalah perhitungandan komputasi

karena perhitungan untuk mencari koefisien regresi yang begitu sulit dilakukan dengan

cara manual. Dalam regresi logistik, metode estimasi parameter yang digunakan adalah

metode maksimum likelihood.ML atau maksimum likelihoodadalah metode untuk

mengestimasi model logit untuk dataterkelompok dan satu-satunya metode yang

umumnya digunakan (Allison, 1999).

Langkah-langkah dalam mengestimasi nilai parameter dengan menggunakan metode

Maksimum likelihood adalah sebagai berikut:

1. Harus menetapkan model yang digunakan, denganmemilih distribusi dari probabilitas

variabel terikatdan menentukan bentukfungsional yang menghubungkan parameter dari

model tersebut ke nilai darivariabel bebas. Dalam kasus model logistik, variabel terikat

berbentukdikotomi danmemiliki distribusi binomial dengan bentuk parameterPi.

Dimana Pidiasumsikan berdasarkan variabel bebasdengan menggunakanpersamaan

(2.9) dan persamaan (2.10).

2. Langkah kedua adalah dengan mencari hasil yang paling maksimal yang tidak akan

berubah-rubah lagi dimana proses ini membutuhkan metode iterasinumerik yang

berulang-ulang. Pada langkahini sering memerlukan komputasi sebagai alat bantu

perhitungan hasil.

Dikarenakan data dikotom, maka yang digunakan adalah maksimum likelihood untuk

distribusi binomial.

24  

  

Langkah –langkahnya adalah sebagai berikut:

Dengan memisalkan P(Y=1) adalah probabilitas bahwa Yi = 1, dapat diasumsikan

bahwadata dihasilkan darimodel logit sama seperti yang ada pada persamaan (2.11)

… Fungsi likelihood yang digunakan untuk mencari parameter diekspresikan sebagai

berikut:

, , , … , (2.15)

Dari seluruhprobabilitas dari semua observasi Yi bisa difaktorkan ke dalam produk

dariprobabilitas individual dengan menghasilkan seperti ini :

, … ,

(2.16)

Dengan melakukan definisibahwa P(Yi=1)=Pi dan P(Yi=0)=1- Pi. Dapat ditulismenjadi :

P (2.17)

Dengan melakukan kombinasi terhadap persamaan (2.17) ke (2.16) maka didapat

(2.18)

Dengan memasukan persamaan (2.11) kedalam persamaan (2.18) maka didapat

… …

(2.19) Persamaan dari(2.19) dapat disederhanakan menjadi :

25  

  

… …

(2.20) Dengan melakukan natural Logaritma pada persamaan (2.20) maka menjadi :

… …

(2.21) Fungsi Likelihood telah disederhanakan dan untuk langkah selanjutnya adalah

menetukan nilai koefisien dari βyang dapat membuat nilai dari persamaan (2.21)

sebesaratau semaksimal mungkin. Salah satu cara untuk memaksimalkan fungsi tersebut

adalah dengan melakukan turunan terhadap β. Dengan menyatakan bahwa α sama

dengan βo, maka hasil turunan adalah sebagai berikut :

1 ∑

(2.22)

2.4.7 Uji Goodness-of-Fit Model

Goodness-of-fit merupakan pengujian hipotesis untuk menentukan apakah suatu

himpunan frekuensi yang diharapkan sama dengan frekuensi yang diperoleh dari suatu

distribusi yang diuji.Goodness-of-fit adalahkebaikan fit suatu parameter yang telah

diestimasipada regresi logistik. Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989),

pengukurangoodness-of-fit memberikan keseluruhan indikasi fit dari model.

Beberapa cara dalam menguji Goodness-of-fit model, yaitu:

26  

  

1. Uji Likelihood Ratio Statistic

2. Uji Wald

2.4.7.1 Uji Likelihood Ratio Statistic

Model 1: Yi=

2: Yi= α

Model 2 adalah model 1 apabila

0

Untuk membuktikan maka digunakan uji likelihood ratiostatistik.Pengujian ini

untuk menentukan apakah salah suatu variabel bebas yang terdapat di dalam model

dapatmemberikan hubungan dibandingkan jika tidak menggunakan variabeltersebut,

rumus dari uji Likelihood Ratio Statistic sebagai berikut(Hosmer dan Lemeshow,1989):

2 logLikelihood dari model 2Likelihood dari model 1

(2.23)

0

H1 : Terdapat paling tidak satu parameter yang tidak sama dengan nol

akan dibandingkan dengan , tabel dengan derajat bebas m; m: banyaknya

parameter yang diduga sama dengan nol.. Bila lebih besar dari , tabel maka H0

ditolak, berarti tidak semua = 0 pada tingkat signifikasi α.

2.4.7.2 Uji Wald

27  

  

Untuk menguji signifikansi masing-masing variabel prediktor yang terdapat

dalam model dapat dilakukan menggunakan Uji Wald.Uji Wald didapat

denganmembandingkan estimasimaximum likelihood dari parameter , , … , dengan

estimasi dari standard error. (Hosmer dan Lemeshow,1989)

Perbandingan ini dapat dibandingkan dengan distribusi normal. Dalamkasus ini

uji statistiknya adalah

(2.24)

Dimana SE( ) adalah standard error dari estimasi maximum likelihood.

H0 : βh = 0, dengan h = 1, 2, 3, …., k (variabel bebas ke-h tidak berpengaruh terhadap variabel terikat)

H1 : βh≠ 0, dengan h = 1, 2, 3, …., k (variabel bebas ke-h berpengaruh terhadap variabel terikat)

Nilai dari Uji Wald akan dirubah kedalam P value dengan melihat dari tabel Z. Bila P-

value < α maka ditolak.

2.5 Berbasis Komputer

Yang dimaksud dari berbasis komputer adalah merubah perhitungan yang

dilakukan secara manual dengan menggunakan alat tulis ke dalam bentuk perhitungan

yang menggunakan komputer. Untuk membantu dalam proses perhitungan dengan

menggunakan komputer dibutuhkan sebuah program. Untuk merancang sebuah program

yang baik dan benar perlu melakukansesuai dengan prosedur

2.5.1 Pengertian Perangkat Lunak

28  

  

Definisi perangkat lunak menurut Pressman (2001) adalah :

a. Instruksi-instruksi (program komputer) yang akan dijalankan akanmemberikan

fungsi dan kinerja sesuai dengan yang diinginkan

b. Struktur data yang membuat program mampu memanipulasi suatuinformasi.

c. Dokumen-dokumen yang menjelaskan operasi dan pemakaiansuau program.

Terdapat perbedaan antara perangkat lunak dan perangkat keras.Perangkat lunak

merupakan suatu elemen sistem yang bersifat logis, bukanbersifat fisik dan tidak

berbentuk secara nyata. Perangkat lunak memilikibeberapa karakteristik yaitu sebagai

berikut :

a. Perangkat lunak dikembangkan dan direkayasa.

b. Perangkat lunak tidak rusak secara sama dengan perangkat keras

Perangkat keras dapat menjadi rusak karena terkena pengaruhlingkungan dan

perangkat keras yang rusak tersebut dapat digantikan denganyang baru atau diperbaiki.

Lain halnya dengan perangkat lunak yangmengalamai kegagalan fungsi, maka perbaikan

dilakukan penginstalanprogram kembali. Perangkat lunak dibuat mulai dari lingkup

terkecil, denganmembuat algoritmanya dari yang sederhana sampai kepada algoritma

secarautuh sehingga membentuk suatu program, yaitu perangkat lunak.Rekayasa piranti

lunak adalah suatu pendekatan aplikasi yangsistematis, disiplin dan mampu mengukur

dakan pengembangan,pengoprasian dan pemeliharaan perangkat lunak.

2.5.2 Pengertian Rekayasa Perangkat Lunak

29  

  

Rekayasa perangkat lunak menurut Pressman(2001) adalah penetapan dan

pemakaian prinsip-prinsip rekayasa dalam rangkamendapatkan perangkat lunak yang

ekonomis, terpercaya dan bekerja efisienpada mesin komputer.

Rekayasa perangkat lunak mencakup tiga elemen yang mampu mengontrol

prosesperkembangan perangkat lunak, yaitu :

a. Metode

Metode merupakan cara-cara teknis membangun perangkat lunak yang

terdiridari perancangan proyek dan estimasi, analisis kebutuhan sistem dan

piranti lunak, perancangan struktur data, arsitektur program, prosedur algoritma,

pengkodean, pengujian dan pemrograman.

b. Alat-alat bantu

Alat-alat bantu menyediakan dukungan otomatis atau semi otomatis

untukmetode-metode seperti Computer Aided Software Engineering (CASE)

yangmengkombinasikan perangkat lunak dan perangkat keras dan software

engineeringdatabase (tempat penyimpanan yang mengandung informasi yang

penting tentang analisis, perancangan, pembuatan program, dan pengujian) untuk

pengembangan piranti lunak yang sejalan dengan Computer

AidedDesign/Engineering (CAD/E).

c. Prosedur-prosedur

Prosedur-prosedur untuk menghubungkan alat-alat bantu dengan metode.Tujuan

dari prosedur yaitu untuk mendapatkan perangkat lunak yang efisien,berguna

dan ekonomis.

2.5.3 Model Proses Perangkat Lunak

30  

  

Menurut Pressman (2001), dalam perancangan perangkat lunak, dikenal linear

sequential model atau yang lebih dikenal dengan sebutan classic life cycle atau waterfall

model. Model ini menyarankan pendekatan yang sistematik dan berurutan dalam

pengembangan perangkat lunak yang melalui pemodelan, analisis, desain, pengkodean,

pengujian, dan pemeliharaan. Model ini meliputi serangkaian aktivitas, yaitu :

a. System Engineering (Rekayasa dan pemodelan sistem)

Karena perangkat lunak merupakan sebuah bagian dari sistem yang besar, maka

yang perlu dilakukan pertama kali adalah menetapkan kebutuhan untuk seluruh

elemen sistem dan mengalokasikan sebagian dari kebutuhan tersebut ke piranti

lunak.

b. Software requirment analysis (Analisis kebutuhan piranti lunak)

Untuk dapat mengerti inti dari program yang dibangun, diperlukan pengertian

akan informasi yang diperlukan oleh perangkat lunak.

c. Design (Perancangan)

Perancangan piranti lunak sebenarnya merupakan sebuah proses yang terdiri dari

banyak kegiatan, yang menitikberatkan pada 4 atribut dari program, yaitu:

struktur data, arsitektur piranti lunak, representasi tampilan, dan detil prosedur.

d.Coding (Pengkodean)

Dalam pengkodean, perancangan yang telah dilakukan diterjemahkan ke bentuk

yang dimengerti komputer.

e. Testing(Pengujian)

31  

  

Setelah pengkodean, maka pengujian program dimulai. Proses pengujian

berfokus pada logika internal perangkat lunak, memastikan bahwa semua

pernyataan sudah diuji, dan pada eksternal fungsional yaitu mengarahkan

pengujian untuk menemukan kesalahan-kesalahan dan memastikan bahwa input

yang dibatasi akan meberikan hasil aktual yang sesuai dengan hasil yang

dibutuhkan.

f. Maintenance (Pemeliharaan)

Pemeliharaan dilakukan untuk mengantisipasi terhadap terjadinya kesalahan

karena perubahan sistem atau peningkatan kebutuhan pengguna akan fungsi

baru.

Gambar 2.2 Waterfall Model

2.5.4 Basis data atau Database

32  

  

Kumpulan dari item data yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya

yang diorganisasikan berdasarkan sebuah skema atau struktur tertentu, tersimpan di

hardware komputer dan dengan software untuk melakukan manipulasi untuk fungsi

tertentu. Ada juga yang mendefinisikan basis data adalah kumpulan informasi yang

disimpan di dalam komputer secara sistematik sehingga dapat diperiksa menggunakan

suatu program komputer untuk memperoleh informasi dari basis data

tersebut(Connoly,2005).

Beberapa alasan perlunya database

• Basis data merupakan salah satu komponen penting dalam system informasi,

karena merupakan dasar dalam menyediakan informasi.

• Basis data menentukan kualitas informasi : akurat, tepat pada waktunya dan

relevan. Informasi dapat dikatakan bernilai bila manfaatnya lebih efektif

dibandingkan dengan biaya mendapatkannya.

• Basis data mengurangi duplikasi data (data redudancy).

• Dengan mengaplikasikan basis data hubungan data dapat ditingkatkan.

• Basis data dapat mengurangi pemborosan tempat simpanan luar