25
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1. Pengukuran Kerja (Work Measurement)
Yang dimaksud dengan pengukuran kerja di sini adalah pengukuran waktu
kerja (time study) suatu aktivitas untuk menentukan waktu yang dibutuhkan oleh seorang
operator (yang memiliki skill rata-rata dan terlatih baik) dalam melaksanakan sebauh
kegiatan kerja dalam kondisi dan tempo normal. (Sritomo Wignjosoebroto, 2003, p130).
Tujuan dari sistem pengukuran kerja adalah untuk menentukan waktu rata-
rata yang dibutuhkan untuk melakukan sebuah pekerjaan oleh operator terlatih untuk
melakukan suatu pekerjaan jika ia harus melakukannya selama 8 jam dalam sehari, pada
kondisi kerja yang biasa, dan bekerja dalam kecepatan normal. Waktu ini disebut dengan
waktu standar.
Penelitian kerja dan analisis metode kerja pada dasarnya akan memusatkan
perhatian pada bagaimana suatu macam pekerjaan akan diselesaikan. Dengan
menerapkan prinsip dan teknik pengaturan tata cara kerja yang optimal dalam sistem
kerja tersebut, maka akan diperoleh alternatif pelaksanaan kerja yang dapat memberikan
hasil yang terbaik.
Suatu pekerjaan yang diselesaikan secara efisien apabila waktu
penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Untuk menghitung waktu baku (standard
time) penyelesaian pekerjaan guna memilih alternatif metode kerja yang terbaik, maka
perlu menerapkan prinsip-prinsip dan teknik-teknik pengukuran kerja (work
measurement atau time study).
26
Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha untuk
menetapkan waktu baku yang dibutuhkan dalam penyelesaian suatu pekerjaan. Secara
singkat pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara aktivitas
manusia yang disumbangkan dengan unit yang dihasilkan.
Waktu baku ini sangat diperlukan terutama untuk :
• Man power planning (perencanaan kebutuhan tenaga kerja)
• Estimasi biaya-biaya upah karywan/pekerja
• Penjadwalan produksi dan pembuatan anggaran
• Perencanaan sistem pemberian bonus dan insentif bagi karyawan / pekerja yang
berprestasi
• Indikasi keluaran (output) yang mampu dihasilkan oleh seorang pekerja.
(Sritomo Wingjosoebroto, 2003, p170).
Waktu baku ini merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang pekerja
yang memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Di
sini sudah meliputi kelonggaran waktu yang diberikan dengan memperhatikan situasi
dan kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut.
Waktu baku merupakan waktu yang dibutuhkan oleh seorang operator yang
memiliki tingkat kemampuan rata-rata untuk menyelesaikan pekerjaan. Waktu baku di
sini sudah memperhitungkan adanya kelonggaran waktu yang diberikan dengan
memperhatikan situasi kondisi pekerjaan yang harus diselesaikan tersebut. (Sritomo
Wingjosoebroto, 2003, p170).
Waktu baku yang dihasilkan dalam aktivitas pengukuran kerja ini digunakan
sebagai alat untuk membuat rencana penjadwalan kerja yang menyatakan berapa lama
27
suatu kegiatan itu harus berlangsung dan berapa output yang akan dihasilkan serta
berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut.
Teknik-teknik pengukuran waktu dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar yaitu :
1. Pengukuran kerja secara langsung
Pengukuran dilakukan secara langsung pada tempat dimana pekerjaan yang diukur
dijalankan. 2 cara yang digunakan di dalamnya adalah dengan menggunakan jam
henti (stopwatch time-study) dan sampling kerja (work sampling).
2. Pengukuran kerja secara tidak langsung.
Pengukuran dilakukan secara tidak langsung oleh pengamat. Pengamat melakukan
pengukuran dengan membagi elemen-elemen kerja yang ada kemudian membaca
waktu berdasarkan tabel waktu.
Pengukuran waktu kerja dilakukan dengan melakukan analisis berdasarkan
perumusan serta berdasarkan data-data waktu yang tersedia. Pengukuran waktu secara
tidak langsung dapat dilakukan dengan menggunakan data waktu baku dan dengan
menggunakan data waktu gerakan seperti The Work Factor System, Method Time
Measurement, Basic Motion Time Study dan sebagainya.
Pemilihan pengukuran waktu kerja ini harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan kondisi yang berjalan, karena masing-masing pengukuran waktu kerja ini memiliki
tujuan dan karakteristik yang harus dimengerti. Pemilihan metode yang kurang tepat
dapat menyebabkan kehilangan waktu, sehingga diperlukan pengukuran tambahan atau
pengukuran ulang dengan metode yang lebih tepat.
28
Secara garis besar urutan pengukuran waktu kerja dapat digambarkan sebagai
berikut :
Gambar 2.1. Urutan pengukuran waktu kerja
2.2. Pengukuran Kerja Langsung
Pengukuran waktu kerja dengan stopwatch ini diperkenalkan pertama kali
oleh Frederick W. Taylor sekitar abad 19. Metode sangat baik untuk diaplikasikan pada
pekerjaan yang berlangsung singkat dan berulang-ulang. Dari hasil pengukuran akan
didapatkan waktu baku untuk menyelesaikan suatu siklus pekerjaan, dimana waktu ini
dipergunakan sebagai standar bagi semua pekerja dalam melaksanakan pekerjaan.
Langkah-langkah sistematis dalam melakukan aktivitas pengukuran waktu
baku adalah sebagai berikut :
• Definisi pekerjaan yang akan diteliti untuk diukur waktunya dan beritahukan maksud
dan tujuan pengukuran ini kepada pekerja yang dipilih untuk diamati dan supervisor
yang ada.
• Catat semua informasi yang berkaitan erat dengan penyelesaian pekerjaan seperti
layout, karakteristik/spesifikasi mesin atau peralatan kerja lain yang digunakan.
• Bagi operasi kerja dalam elemen-elemen kerja sedetail-detailnya tapi masih dalam
batas-batas kemudahan untuk pengukuran waktunya.
29
• Amati,ukur, dan catat waktu yang dibutuhkan oleh operator untuk menyelesaikan
elemen-elemen kerja tersebut.
• Tetapkan jumlah siklus kerja yang diukur dan dicatat. Teliti apakah jumlah siklus
kerja yang dilaksanakan ini sudah memenuhi syarat atau tidak? Test pula
keseragaman data yang diperoleh.
• Tetapkan rate of performance dari operator saat melaksanakan aktivitas kerja yang
diukur dan dicatat waktunya tersebut. Rate of performance ini ditetapkan untuk
setiap elemen kerja yang ada dan hanya ditujukan untuk performance operator.
Untuk elemen kerja yang secara penuh dilakukan oleh mesin maka performance
dianggap normal (100%).
• Sesuaikan waktu pengamatan berdasarkan performance kerja yang ditujukan oleh
operator tersebut sehingga akhirnya diperoleh waktu kerja normal.
• Tetapkan kelonggaran waktu (allowance time) guna memberikan fleksibilitas. Waktu
longgar yang akan diberikan ini guna menghadapi kondisi-kondisi seperti kebutuhan
personil yang bersifat pribadi, faktor kelelahan, keterlambatan material, dan lain-
lainnya.
• Tetapkan waktu kerja baku (standard time) yaitu jumlah total antara waktu normal
dan waktu kelonggaran.
Berdasarkan langkah-langkah di atas terlihat bahwa pengukuran kerja dengan
stopwatch ini merupakan cara pengukuran obyektif karena waktu yang ditetapkan
berdasarkan fakta yang terjadi dan tidak hanya berdasarkan estimasi yang bersifat
subyektif. Asumsi-asumsi yang digunakan dalam pengukuran waktu kerja :
30
• Metode dan fasilitas untuk menyelesaikan pekerjaan harus sama dan distandarisasi
terlebih dahulu sebelum kita mengaplikasikan waktu baku untuk pekerjaan yang
serupa.
• Operator harus memahami prosedur dan metode pelaksanaan kerja sebelum
dilakukan pengukuran kerja. Operator yang akan diamati untuk pengukuran waktu
baku diasumsikan memiliki tingkat keterampilan dan kemampuan yang sama untuk
pekerjaan tersebut.
• Kondisi lingkungan fisik pekerjaan juga relatif tidak jauh berbeda dengan kondisi
fisik pada saat pengukuran kerja dilakukan.
• Performance kerja mampu dikendalikan pada tingkat yang sesuai untuk seluruh
periode kerja yang ada.
Prosedur pelaksanaan dan peralatan yang digunakan dalam pengukuran
waktu kerja berdasarkan stopwatch adalah :
1. Penetapan tujuan pengukuran
Dalam pengukuran kerja, hal-hal penting yang harus diketahui dan ditetapkan adalah
untuk apa hasil pengukuran tersebut akan dimanfaatkan dalam kaitannya dengan
proses produksi.
2. Persiapan awal pengukuran waktu kerja
Persiapan awal pengukuran waktu kerja adalah mempelajari kondisi kerja dan
metode kerja kemudian memperbaikinya dan melakukan standarisasi. Setelah itu
langkah berikutnya adalah memilih operator yang memiliki kemampuan rata-rata
dan mau diajak bekerja sama dalam pengukuran waktu ini. Pemilihan operator
31
dengan kemampuan rata-rata dimaksudkan agar waktu baku yang dihasilkan
nantinya dapat dicapai oleh semua operator yang ada.
3. Pengadaan kebutuhan alat-alat pengukuran kerja
Peralatan yang dibutuhkan untuk aktivitas pengukuran kerja dengan stopwatch
adalah stopwatch, lembar pengamatan (time study form), papan pengamatan (time
study board), alat-alat tulis, dan alat penghitung (calculator). Pengadaan alat-alat ini
dibutuhkan untuk pengamatan dan pencatatan waktu pengamatan untuk setiap
elemen kerja dalam sebuah siklus proses operasi. Jumlah waktu tiap elemen kerja
adalah waktu total yang dibutuhkan dalam sebuah siklus kerja.
2.3. Pembagian Operasi Menjadi Elemen-Elemen Kerja
Pembagian operasi menjadi elemen-elemen kerja dilakukan agar setiap
elemen kerja yang ada dapat dengan mudah diukur. Pembagian ini tidak hanya pada
elemen saja namun juga memisahkan antara elemen kerja yang bersifat berulang dan
tidak berulang dalam suatu siklus operasi. Pemisahan ini bertujuan untuk menganalisa
apakah waktu tiap elemen kerja yang ada berlebihan atau tidak. Dengan demikian
analisa yang dihasilkan lebih tepat dan adanya varian dalam pengukuran dalam diketahui.
Aturan dalam pembagian operasi kerja ke dalam elemen-elemen kerja adalah
sebagai berikut :
• Elemen-elemen kerja yang ada dibuat sedetail mungkin dan sependek mungkin
akan tetapi masih mudah untuk diukur waktunya dengan teliti.
• Handling time seperti loading dan unloading harus dipisahkan dari machining
time. Handling ini merupakan aktivitas pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan
32
secara manual oleh operator dan aktivitas pengukuran kerja harus dalam kondisi
berkonsentrasi. Karena hal ini nantinya berhubungan dengan performance rating.
• Elemen-elemen kerja yang konstan harus dipisahkan dengan elemen kerja yang
variabel. Elemen kerja yang konstan disini adalah elemen-elemen yang bebas
dari pengaruh ukuran, berat, panjang, ataupun bentuk dari benda kerja yang
dibuat.
2.4. Melakukan Pengukuran Waktu
Pengukuran waktu adalah aktivitas mengamati dan mencatat waktu-waktu
kerja baik setiap elemen maupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah
disiapkan. Pengukuran pendahuluan dilakukan dengan mengukur waktu-waktu dengan
jumlah yang ditentukan oleh pengukur.
2.4.1. Cara Pengukuran dan Pencatatan Waktu Kerja
Beberapa metode umum yang digunakan untuk mengukur waktu pada
elemen-elemen kerja dengan menggunakan stopwatch yaitu :
• Pengukuran waktu secara terus menerus (continious timing)
Pengukuran waktu ini dilakukan ketika elemen kerja pertama dimulai dan dan
berakhir ketika suatu siklus kerja berakhir.
• Pengukuran waktu secara berulang-ulang (repetitive timing)\
Pengukuran waktu ini dilakukan dengan secara berulang-ulang dimana setelah
setiap elemen kerja selesai diamati maka jarum penunjuk stopwatch
dikembalikan ke angka nol.
• Pengukuran waktu secara penjumlahan (accumulative timing)
33
Pengukuran waktu ini dilakukan dengan menggunakan dua atau lebih stopwatch
yang akan bekerja secara bergantian. Waktu yang dihasilkan dari pengukuran ini
lebih dari satu sehingga setiap elemen kerja yang berurutan dapat diukur
sekaligus.
2.4.2. Menentukan Jumlah Pengukuran dan Waktunya
Menentukan jumlah pengukuran waktu awal. Pada umumnya untuk
pengukuran awala adalah 10-30 pengukuran. Hasil pengukuran yang didapatkan dapat
dibagi ke dalam sub grup, setelah itu menghitung rata-rata sub grup dengan rumus :
k
XiX
n
i∑== 1 atau
kX
X ∑=
Dimana :
∑ X = Jumlah semua nilai X1, X2, X3,..., Xn (detik)
k = Jumlah data
2.4.3. Menentukan Standar Deviasi
Setelah harga rata-rata sub grup diketahui, kemudian mencari nilai standar
deviasi. Dengan demikian, standar deviasi dirumuskan sebagai berikut :
1)( 2
−
−= ∑
nXX
S
Dimana :
S = Standar deviasi
n = jumlah sub grup
X = waktu rata-rata sub grup (detik)
X = Waktu rata-rata dari waktu rata-rata sub grup (detik)
34
2.5. Pengujian Keseragaman dan Kecukupan Data
2.5.1. Menghitung Kecukupan Data
Waktu yang diperlukan untuk melaksanakan elemen-elemen kerja pada
umumnya akan sedikit berbeda dari siklus kerja ke siklus kerja, sekalipun operator
bekerja pada kecepatan normal dan uniform. Tiap-tiap elemen dalam siklus yang
berbeda tidak selalu akan bisa diselesaikan dalam waktu yang persis sama. Variasi dari
nilai waktu ini bisa disebabkan oleh beberapa hal. Salah satu penyebab terjadinya variasi
nilai waktu adalah pengukuran dan pembacaan angka dalam stopwatch.
Dengan standarisasi yang ketat dimulai bahan baku, peralatan, kondisi kerja
yang ergonomis, pemilihan operator yang terampil, variasi dalam waktu yang dicatat
tidak terlalu signifikan.
Aktivitas pengukuran kerja pada dasarnya adalah merupakan proses sampling.
Konsekuensi yang diperoleh adalah bahwa semakin besar jumlah siklus yang diamati
maka akan semakin mendekati kebenaran akan waktu yang diperoleh. Konsistensi dari
hasil pengukuran dan pembacaan waktu merupakan hal yang diinginkan dalam proses
pengukuran waktu kerja.
Untuk menetapkan berapa jumlah pengamatan yang seharusnya dibuat (N’),
maka terlebih dahulu menentukan berapa tingkat kepercayaan (confidence level) dan
derajat ketelitian (degree of accuracy) untuk pengukuran kerja ini. Di dalam aktivitas
pengukuran kerja biasanya akan diambil 95% confidence level dan 5% degree of
accuracy. Hal itu berarti bahwa sekurang-kurangnya 95 dari 100 harga rata-rata dari
waktu yang diukur/diamati untuk setiap elemen kerja akan memiliki penyimpangan
tidak lebih dari 5%.
35
Metode perhitungan untuk mengetahui jumlah pengamatan yang harus
dilaksanakan maka harus ditetapkan tingkat kepercayaan dan derajat ketelitian untuk
pengukuran kerja ini.
( ) ( ) ( )222
2
24xdA
RN =
Dimana :
N = jumlah siklus untuk studi waktu
R = jangkauan sampel pengamatan (nilai tertinggi dikurangi nilai terendah)
A = derajat ketelitian atau presisi yang dibutuhkan (±5% atau ±10%)
d2 = konstanta yang digunakan untuk mengestimasi standar deviasi dari sebuah sampel.
Merupakan fungsi dari besar sampel. Didapat dari tabel statistik.
X = rata-rata aritmatik, jumlah semua pengamatan dibagi banyaknya pengamatan.
(Fred E. Meyers et. al, 2002, p178).
2.5.2. Menghitung Keseragaman Data
Pengujian keseragaman data dilakukan untuk mengetahui homogenitas dari
data yang dikumpulkan. Peta kontrol (control chart) adalah suatu alat yang digunakan
untuk mengetahui keseragaman data yang diperoleh dari pengamatan. Data yang berada
di luar dari batas kontrol yang ada akan dihilangkan dan tidak disertakan dalam
perhitungan.
Pengujian keseragaman data dirumuskan sebagai berikut :
a. Harga rata-rata sub grup (X-bar)
n
XiX
n
i∑−= 1
36
Dimana :
Xi : Harga rata-rata dari sub grup ke-i
n : Harga banyaknya sub grup yang terbentuk
b. Standar deviasi dari data hasil pengukuran
( )1
2
−
−= ∑
nxxj
σ
Dimana :
n = Jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan
Xi = Waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran pendahuluan yang
telah dilakukan
X = Waktu rata-rata Waktu penyelesaian yang teramati selama pengukuran
pendahuluan yang telah dilakukan
c. Standar deviasi rata-rata dari distribusi rata-rata sub grup
nx σσ =
Dimana : σx = Standar deviasi rata-rata dari distribusi rata-rata sub grup
σ = Standar deviasi dari data hasil pengukuran
n = jumlah data dalam subgrup data
d. Menentukan keseragaman data
XXUCL σ3+=
XXLCL σ3−=
Dimana :
UCL = Upper Control Limit (Batas Kontrol Atas)
LCL = Lower Control Limit (Batas Kontrol Bawah)
37
2.5.3. Pengujian Distribusi Normal
Sebaran peluang kontinu yang paling penting dalam statistika adalah
sebaran/distribusi normal dengan kurvanya yang berbentuk genta. Untuk mengetahui
apakah suatu populasi mengikuti sebaran normal atau tidak, dapat digunakan goodness
of fit (uji kebaikan suai). Uji kebaikan suai merupakan uji yang digunakan untuk
menentukan apakah populasi memiliki suatu distribusi teoritik tertentu. Uji ini
didasarkan pada seberapa baik kesesuaian antara frekuensi yang teramati dalam data
sampel dengan frekuensi harapan pada distribusi yang dihipotesakan.
Langkah-langkah uji kebaikan suai distribusi normal
1. Tentukan H0 dan H1
H0: populasi data mengikuti distribusi normal
H1: populasi data tidak mengikuti distribusi normal
2. Tentukan taraf nyata (α)
3. Menentukan daerah kritis
Tolak H0 jika tabelhitung22 χχ >
4. Perhitungan:
a. Membuat selang kelas dengan langkah-langkah yang telah diajarkan
pada statistik modul pertama
b. Masukkan data-data yang ada pada tabel perhitungan
5. Kemudian hitung jumlah 2χ
Rumus:
( )∑ −=
eieioi 2
2χ
38
dimana:
oi: Frekuensi observasi (pengamatan)
ei: frekuensi harapan
6. Membuat kesimpulan
Terima atau tolak H0 dan simpulkan bahwa populasi mengikuti atau tidak
mengikuti distribusi normal.
Catatan:
a. Nilai ei pada setiap kelas harus>=5, jika ada kelas yang memiliki ei<5 ,
maka kelas tersebut harus digabung dengan kelas lainnya sedemikian rupa
sehingga ei μ 5.
b. tabel2χ dicari dengan menggunakan tabel distribusi Khi-kuadrat dengan v
(derajat kebebasan) v=k-1-m dimana :
k = jumlah kelas terakhir setelah tidak ada lagi sel yang berjumlah kurang
dari 5.
m = jumlah parameter yang digunakan (untuk binomial = 1 , untuk poisson
= 1 , untuk normal = 2).
Goodness of Fit (Uji Kebaikan Suai) terdiri dari banyak metode, misalnya chi-
square test, Kolgomorov-Smirnov Test dan Anderson-Darling Test . Namun White et al
(1975, p338) mengutarakan bahwa uji yang disarankan untuk digunakan adalah
Kolmogorov-Smirnov Test karena secara statistik terbukti lebih baik dibandingkan
dengan Chi-Square Test.
Pengujian Uji Normality Test Kolmogorov-Smirnov dilakukan dengan
menggunakan aplikasi SPSS dengan langkah-langkah berikut ini.
39
1. Mendefinisikan data pada kolom C1.
2. Memasukkan data pada C1.
3. Pada menu utama, pilih : Stat Basic Statistics Normality Test
a. Pada Test Variable List masukkan variabel yang akan diuji
b. Pada Test for Normality pilih Kolmogorov-Smirnov
4. Klik OK.
Gambar 2.2 Kotak Dialog Normality Test
Sumber : Fred E. Meyers, et al., 2002, p182
Gambar 2.3 Distribusi Normal
40
Dalam distribusi normal, rata-rata menunjukkan nilai tengah dimana data
terkumpul. Tetapi tidak menunjukkan seperti penyebaran data yang ada. Jika dua
kelompok mengerjakan pekerjaan yang sama, kelompok pertama terdiri dari orang yang
memiliki kemampuan setara dalam pelatihan dan pengalaman kerja. Waktu rata-rata
karyawan untuk kedua kelompok mungkin saja sama misalnya 30 menit, rentang waktu
kelompok pertama antara 25 hingga 35 menit sedangkan rentang waktu kelompok kedua
antara 10 hingga 50 menit. Walaupun memiliki rata-rata yang sama namun penyebaran
dan variabilitasnya tidak sama. Nilai kuantitatif dari derajat variasi atau penyebaran
populasi disebut dengan standar deviasi dan dinotasikan dengan s. Semakin besar
variablitas atau tingkat penyebaran data, maka semakin besar pula standar deviasinya.
2.6. Menghitung Waktu Baku
Untuk menghitung waktu baku dari suatu operasi dibutuhkan data waktu
siklus yang diperoleh dari hasil pengamatan/pengukuran. Selain data waktu siklus,
faktor lain yang diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku adalah faktor
penyesuaian dan faktor kelonggaran untuk operator.
2.6.1. Faktor Penyesuaian (Performance Factor)
Faktor penyesuaian merupakan suatu faktor yang dipertimbangkan setelah
melakukan pengukuran secara langsung untuk menyesuaikan dengan kewajaran kerja
yang seharusnya ditunjukkan oleh operator. Pengukur harus mengamati kewajaran kerja
dari operator yang diamati selama pengukuran. Ketidakwajaran yang mungkin saja
terjadi misalnya operator bekerja tanpa kesungguhan atau hambatan-hambatan yang
terjadi akibat kondisi ruangan yang buruk sehingga dapat mempengaruhi kecepatan
kerja. Hal ini jelas tidak diinginkan karena waktu baku yang dicari harus diperoleh dari
kondisi dan cara kerja yang baku yang diselesaikan secara wajar.
41
Jika ditemukan adanya ketidakwajaran, maka pengukur dapat mengetahui
dan menilai seberapa besar pengaruh tersebut. Penilaian perlu dilakukan karena
berdasarkan inilah penyesuaian dilakukan. Jika pengukur mendapatkan harga rata-rata
waktu siklus / elemen yang diketahui diselesaikan dengan kecepatan tidak wajar oleh
operator, maka harga waktu rata-rata tersebut harus dinormalkan dengan melakukan
penyesuaian.
Ada beberapa cara yang telah dikembangkan untuk menentukan faktor
penyesuaian, salah satunya adalah cara penyesuaian yang dikembangkan oleh
Westinghouse Electric Corporation. Metode ini mempertimbangkan 4 faktor yang
digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari operator yaitu : keterampilan, usaha, kondisi
kerja, dan konsistensi.
Kemampuan seseorang dalam suatu operasi meningkat sejalan waktu, karena
semakin terbiasa dengan pekerjaan membawa kecepatan, kehalusan pergerakan, dan
kebebasan dari keraguan dan kesalahan gerakan. Penurunan kemampuan disebabkan
oleh melemahnya kemampuan dibawah oleh faktor fisik atau psikologis seperti
menurunnya daya penglihatan, refleks, dan menurunnya kekuatan otot atau koordinasi.
Karena itu kemampuan seseorang dapat bervariasi dari sebuah pekerjaan ke pekerjaan
lain bahkan dalam satu operasi ke operasi lain dalam pekerjaan tertentu.
42
Tabel 2.1 Penyesuaian keterampilan menurut Westinghouse
Westinghouse System Skill Ratings
+ 0.15 A1 Superskill
+ 0.13 A2 Superskill
+ 0.11 B1 Excellent
+ 0.08 B2 Excellent
+ 0.06 C1 Good
+ 0.03 C2 Good
0.00 D Average
- 0.05 E1 Fair
- 0.10 E2 Fair
- 0.16 F1 Poor
- 0.22 F2 Poor
Sistem penilaian penyesuaian dengan metode Westinghouse menggolongkan
dalam 6 kelas keterampilan yang merepresentasikan penilaian dalam setiap evaluasi
yaitu poor, fair, average, good, excellent, dan superskill. Pengukur melakukan penilaian
terhadap keterampilan operator dan menggolongkannya berdasarkan 6 kelas yang ada.
43
Tabel 2.2 Penyesuaian usaha menurut Westinghouse
Westinghouse System Efforts Ratings
+ 0.13 A1 Excessive
+ 0.12 A2 Excessive
+ 0.10 B1 Excellent
+ 0.08 B2 Excellent
+ 0.05 C1 Good
+ 0.02 C2 Good
0.00 D Average
- 0.04 E1 Fair
- 0.08 E2 Fair
- 0.12 F1 Poor
- 0.17 F2 Poor
Metode penilaian mendefinisikan usaha sebagai demonstrasi kemauan untuk
bekerja secara efektif. Usaha adalah perwakilan dari kecepatan dengan kemampuan
diterapkan dan dapat dikendalikan sampai tingkat tinggi oleh operator. Saat
mengevaluasi usaha operator, pengamat harus menilai hanya usaha yang efektif.
6 kelas usaha untuk usaha penilaian adalah poor, fair, average, good,
excellent, excessive. Usaha excessive diberi nilai +13% dan usaha poor diberi nilai -17%.
Tabel 2.2 memberi nilai numerik untuk tingkat usaha yang berbeda dan menguraikan
karakteristik dari berbagai kategori.
44
Tabel 2.3 Penyesuaian kondisi kerja menurut Westinghouse
Westinghouse System Condition Ratings
+ 0.06 A Ideal
+ 0.04 B Excellent
+ 0.02 C Good
0.00 D Average
- 0.03 E Fair
- 0.07 F Poor
Kondisi yang dihubungkan pada prosedur penilaian performa mempengaruhi
operator dan bukan operasinya. Analis waktu baku menilai kondisi normal atau rata-rata
dalam lebih dari mayoritas contoh, seperti kondisi yang dinilai, dibandingkan dengan
cara yang biasanya ditemukan di tempat kerja. Elemen yang mempengaruhi kondisi
kerja termasuk suhu, ventilasi, pencahayaan, dan kebisingan.
6 kelas umum dari kondisi, dengan nilai antara +6% sampai -7% adalah :
ideal, excellent, good, average, fair, dan poor. Tabel 2.3 menunjukkan nilai untuk
masing-masing kondisi.
Tabel 2.4 Penyesuaian konsistensi menurut Westinghouse
Westinghouse System Consistency Ratings
+ 0.04 A Perfect
+ 0.03 B Excellent
+ 0.01 C Good
0.00 D Average
- 0.02 E Fair
- 0.04 F Poor
45
Faktor terakhir dari keempat faktor yang mempengaruhi penilaian performa
adalah konsistensi operator. Jika analis tidak menggunakan metode snapback atau
membuat dan mencatat pengurangan berturut-turut seiring dengan kemajuan
pembelajaran, konsistensi operator harus dinilai. Nilai elemen waktu yang secara terus
menerus berulang akan memiliki konsistensi yang sempurna. Situasi ini sangat jarang
muncul, karena adanya variabel yang mempengaruhi.
6 kelas umum dari kondisi, dengan nilai antara +4% sampai -4% adalah :
perfectl, excellent, good, average, fair, dan poor. Tabel 2.4 menunjukkan nilai untuk
masing-masing kondisi.
2.6.2. Faktor Kelonggaran (Allowance Factor)
Kelonggaran (Allowance) adalah waktu yang ditambahkan pada waktu
normal untuk mendapatkan waktu standard (standard time) yang realistis, dapat
diterapkan dan dapat dicapai. Di dalam praktek banyak terjadi penentuan waktu baku
dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan menghitung rata-
ratanya. Tidak ada manager maupun supervisor yang mengharapkan karyawannya
bekerja setiap menit dalam setiap jam. Berapakah waktu yang diharapkan dari seorang
karyawan? Ini adalah pertanyaan yang disampaikan oleh Frederick W. Taylor lebih dari
seabad yang lalu. Uraian di bawah ini mencoba untuk menjawab pertanyaan Taylor
tersebut.
Allowance dibagi dalam 3 kelompok kategori yaitu:
1. Personal Allowance (kebutuhan-kebutuhan yang bersifat pribadi)
2. Fatigue Allowance (kelonggaran untuk menghilangkan kelelahan)
3. Unavoidable Delay (hambatan-hambatan yang tak terduga)
46
2.6.2.1. Kelonggaran Waktu Untuk Kebutuhan Personal (Personal Allowance)
Personal allowance adalah waktu yang diperbolehkan untuk karyawan
melakukan hal-hal yang sifatnya personal, seperti:
• Berbicara dengan rekan kerja yang mengenai hal yang tidak ada kaitannya
dengan pekerjaan;
• Ke kamar mandi;
• Minum;
• Hal-hal lain yang sifatnya personal dan terkendali yang dapat dijadikan alasan
untuk tidak bekerja.
Setiap pekerja membutuhkan personal allowance dan manajer atau pun
supervisor tidak akan keberatan atau pun iri mengenai hal ini. Waktu yang tepat untuk
ini didefinisikan sebesar 5% dari waktu kerja per hari (8 jam), atau sebesar 24 menit per
hari. Jumlah personal allowance dapat diterapkan dengan melaksanakan aktivitas time
study sehari kerja penuh atau metoda sampling kerja. (Fred E. Meyers et. al, 2002, p196).
Meskipun junlah personal allowance yang diperlukan ini akan bervariasi tergantung
pada individu pekerjanya dibandingkan dengan jenis pekerjaan yang dilaksanakan, akan
tetapi kenyataannya untuk pekerjaan-pekerjaan yang berat dan kondisi kerja yang tidak
enak (terutama untuk temperature tinggi) akan menyebabkan kebutuhan waktu untuk
personil ini lebih besar lagi, allowance untuk hal ini lebih besar dari 5%.
2.6.2.2. Kelonggaran Waktu Untuk Melepas Lelah (Fatigue Allowance)
Fatigue merupakan waktu yang dibutuhkan bagi pekerja untuk memulihkan
dari “kebuntuan” maupun kelelahan kerja. Perusahaan memberikannya dalam bentuk
istirahat kerja yang biasa disebut dengan istilah “Coffee Break”. Besarnya interval yang
47
diberikan untuk “break” setiap perusahaan memang berbeda-beda, namun tujuannya
sama yaitu untuk memulihkan kembali fisik maupun mental pekerja dari kelelahan.
Dewasa ini, sebagian besar pekerja barangkali hanya mengalami sedikit
kelelahan fisik. Akan tetapi, kelelahan mental juga patut untuk dipertimbangkan. Perlu
diketahui bahwa istirahat makan siang tidak diperhitungkan sebagai fatigue elemen.
Ingatlah bahwa allowance adalah untuk waktu yang diharapkan untuk bekerja, tetapi
mereka tidak bisa “perform”.
Kelelahan fisik manusia bisa disebabkan oleh beberapa penyebab di
antaranya kerja yang membutuhkan pikiran banyak (lelah mental) dan kerja fisik.
Masalah yang dihadapi untuk menetapkan jumlah waktu yand diizinkan untuk istirahat
melepas lelah ini sangat sulit dan kompleks sekali. Di sini waktu yang dibutuhkan untuk
keperluan istirahat akan sangat bergantung pada individu yang bersangkutan, interval
waktu dari siklus kerja dimana pekerja akan memikul beban kerja secara penuh, kondisi
lingkungan fisik pekerjaan, dan faktor-faktor lainnya.
Periode istirahat untuk melepas lelah di luar istirahat makan siang dimana
semua pekerja dalam suatu departemen tidak diizinkan untuk bekerja akan bisa
menjawab permasalahan yang ada. Lama waktu periode istirahat dan frekuensi
pengadaannya akan tergantung pada jenis pekerjaan yang ada tentunya.
Nilai yang normal untuk basic allowance adalah 5% dari jumlah kerja sehari
(8 jam) atau setara dengan 24 menit. Biasanya dikenal dengan istilah dua kali 12 menit
“break”, pertama di pertengahan pagi (pukul 9.30) dan kedua di pertengahan siang hari
(pukul 14.00).
Perlu diperhatikan bahwa pekerjaan berat jelas akan dapat melelahkan
pekerja lebih cepat dibandingkan dengan pekerjaan yang ringan atau pekerjaan non fisik.
48
Waktu istirahat yang lebih banyak tidak hanya dibutuhkan dan dibenarkan, namun juga
akan meningkatkan produktifitas.
Dengan mengistirahatkan pekerja akan memberikan kesempatan bagi pekerja
untuk memulihkan lelah yang selanjutnya akan membuat mereka untuk bekerja lebih
produktif dibandingkan dengan pekerjaan yang dilakukan tanpa istirahat atau allowance.
“Break” atau istirahat akan lebih berarti bagi karyawan, sekalipun dengan menggantinya
dengan bayaran lebih.
Dari penjelasan di atas, dapat ditarik dua kesimpulan penting, yaitu:
1. 5% adalah nilai minimum dari fatigue allowance;
2. Setiap kenaikan tenaga sebesar 10 poin dari 10 poin dasar akan menaikkan fatigue
allowance sebesar 5%, pengertian tenaga dalam kasus yang dibahas di sini adalah
besarnya berat yang harus diangkat.
(Fred E. Meyers et. al, 2002, p198).
2.6.2.3. Kelonggaran Waktu Karena Keterlambatan-keterlambatan (Delay
Allowance)
Delay allowance dikatakan sebagai allowance yang tidak dapat dihindari
mengingat ini di luar kendali pekerja. Sesuatu terjadi sehingga membuat pekerja tidak
dapat bekerja. Penyebab delay allowance ini perlu untuk diketahui dan dihitung
biayanya sehingga ke depannya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
penentuan biaya. Beberapa contoh dari delay allowance adalah:
1. Menunggu instruksi atau penugasan;
2. Menunggu datangnya material atau peralatan untuk mengolah material;
3. Terjadi kerusakan mesin atau adanya aktifitas perawatan yang tidak terjadwal;
49
4. Memberikan instruksi kepada pekerja yang lain (memberikan training untuk pekerja
baru);
5. Menghadiri “rapat”, apabila diizinkan;
6. Menunggu proses “set up”. Operatur harus didorong untuk dapat melakukan “set up”
terhadap mesin yang mereka operasikan. “Set up” dinyatakan sempurna oleh
“Quality Control”;
7. Kecelakaan atau memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan;
8. Pekerjaan repair “defect” yang tidak disebabkan kesalahan operator;
9. “Work” yang tidak standard karena adanya kesalahan mesin;
10. Pengasahan “tool”;
11. Pekerjaan baru yang waktunya belum distandardkan.
Performa operator yang berkaitan denagn delay allowance tidak dapat
disalahkan mengingat hal ini di luar kendali mereka. Delay yang disebabkan oleh
operator secara sadar disebut “Personal Delay”.
Tersedia tiga metode yang digunakan untuk menghitung dan mengontrol
delay allowance ini:
1. Menambahkan delay allowance ke standar;
2. Melakukan “time-study”, kemudian menambahkannya ke waktu standar;
3. Memperhitungkan waktu tersebut sebagai biaya tidak langsung.
Tujuan dari “Time-study” adalah untuk menghilangkan delay allowance.
Time-Study merupakan metode terbaik untuk mempelajari delay untuk kemudian
dimasukkan dalam waktu standard. Akan tetapi, kadang delay sangat kompleks sehingga
dengan menganggapnya sebagai allowance dengan menegosiasikannya dengan operator
akan lebih menghemat uang dan waktu bagi perusahaan daripada melakukan time-study.
50
Sebagai contoh, untuk menjawab pertanyaan, “Berapa lama waktu yang dibutuhkan
operator untuk membersihkan mesin?” Operator tentu saha akan menjawab,
“Tergantung”. Pertanyaan-pertanyaan untuk menganalisa hal ini adalah:
Berapa waktu terlama untuk melakukan “cleaning”?
Berapa waktu terpendek untuk melakukan “cleaning”?
Apakah anda setuju bahwa waktu rata-rata untuk melakukan “cleaning” adalah 15
menit?
Seandainya operator setuju bahwa 15 menit adalah waktu rata-rata untuk melakukan
bersih-bersih, maka besarnya delaya allowance karena aktifitas bersih-bersih adalah:
%3%100min/480
min15=⎟⎟
⎠
⎞⎜⎜⎝
⎛x
shiftcleanup
3% delay allowance ini akan ditambahkan ke 5% personal allowance dan 5% fatigue
allowance sehingga total allowance adalah 13%.
Secara umum, delay yang tidak diinginkan dapat dieliminasi atau diantisipasi.
Waktu standard dalam bentuk data standard dapat dibuat dan ditambahkan ke time study
untuk mengkompensasi delay yang dilakukan operator. Delay yang tidak dihindari
merupakan elemen asing dan membutuhkan pembahasan tersendiri. Beberapa delay
yang tidak dapat dihindari dan di luar kendali operator seperti, rapat, kerusakan mesin,
dan perbaikan membutuhkan waktu operator untuk menanganinya. Supervisor harus
memperhitungkan waktu yang hilang tersebut, dan apabila waktu tersebut lebih dari 6
menit, angka ini akan menjadi sangat signifikan secara statistik. Dalam hal ini, delay
tersebut terjadi karena ketidakmampuan manajemen untuk mengantisipasinya dan
operator tidak dapat disalahkan. Akan tetapi, pengawasan harus lebih banyak diberikan,
begitu juga dengan peringatan.
51
Satu peringatan terakhit untuk delay allowance: Jangan mengurangi apa pun
dari waktu standard sesuatu yang tidak dapat dihilangkan. Banyak perusahaan telah
menghilangkan delay allowance, namun mereka membolehkan operator mereka untuk
melakukan sesuatu yang tidak diperhitungkan oleh waktu standard.
Personal, fatigue dan delay allowance digabungkan, dan total allowance tersebut
kemudian ditambahkan ke waktu normal untuk mendapatkan:
standard waktu allowance normalWaktu =+
(Fred E. Meyers et. al, 2002, p183).
2.6.3. Menentukan Waktu Siklus
Waktu siklus adalah waktu yang didapat dari hasil pengamatan dengan
menggunakan jam henti sebelum disesuaikan dengan faktor penyesuaian dan faktor
kelonggaran. Waktu baku dirumuskan sebagai berikut :
NXi
Ws ∑=
Dimana :
Ws = Waktu Siklus
∑ Xi = Jumlah waktu penyelesaian yang diamati
N = Jumlah pengamatan
2.6.4. Menentukan Waktu Normal
Waktu normal merupakan waktu yang diperlukan untuk seorang operator
yang terlatih dan memiliki keterampilan rata-rata untuk melaksanakan suatu aktivitas
dalam kondisi dan kecepatan normal.
52
Waktu normal tidak dipengaruhi waktu kelonggaran yang diperlukan untuk
melepas lelah, kebutuhan pribadi, atau adanya keterlambatan. Waktu normal dirumuskan
sebagai berikut :
)1( IPWsxWn +=
Dimana :
Wn = Waktu Normal
Ws = Waktu Siklus
IP = Faktor Penyesuaian
2.6.5. Menentukan Waktu Baku
Waktu Baku adalah waktu yang diperlukan bagi seorang operator untuk
bekerja dalam kondisi dan kecepatan normal dengan mempertimbangkan adanya faktor
kelonggaran seperti faktor kelelahan, kebutuhan pribadi, dan adanya keterlambatan.
Waktu baku dirumuskan sebagai berikut :
AllWnXWb
−=
100100
Dimana :
Wb = Waktu Baku
Wn = Waktu Normal
All = Faktor kelonggaran
2.7. Menentukan Takt Time
Takt time adalah suatu ekspresi bahasa jerman yang berarti jumlah waktu
produksi yang tersedia dibagi dengan ratio permintaan pelanggan.
Takt time menyediakan penanda atau sasaran untuk operator cell. Sasaran cell
adalah memproduksi bagian-bagian pada laju sebanding dengan takt time. Jika sel-sel
53
terhubung, maka mereka harus memproduksi pada takt time yang sama. Jika dua sel, A
dan B mengumpan perakitan akhir yang menggunakan dua bagian dari sel A dan satu
bagian dari sel B dalam tiap perakitan, maka takt time sel A harus dua kali takt time sel
B. Jika suatu sel memproduksi bagian lebih cepat dari takt time, maka akan terjadi
penimbunan kelebihan inventori. Maka suatu pabrik harus berusaha menyeimbangkan
seluruh pabrik pada laju produksi perakitan akhir, yang harus memenuhi laju permintaan
customer. Mekanisme kendali paling efektif untuk membatasi aliran produksi mendekati
aliran perakitan akhir (atau bagian produksi terhilir dalam pabrik) adalah “pull system”.
2.8. Menentukan Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah Tenaga kerja didapatkan dari hasil pembagian waktu baku proses
yang dikerjakan satu orang hari dengan takt time yang berlaku. Hasil yang didapatkan
mungkin saja berupa nilai decimal, sehingga dibutuhkan pembulatan hasil yang
didapatkan. Perhitungan jumlah tenaga kerja ini dapat dilakukan untuk setiap pos kerja
maupun kumpulan dari beberapa pos kerja. Jumlah Tenaga kerja dirumuskan sebagai
berikut :
TTWB
TK i=∑
Dimana :
∑TK = Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan
iWB = Waktu baku untuk satu orang tiap proses kerja (dalam detik)
TT = Takt time (dalam detik)
54
2.9. Lean Manufacturing
2.9.1. Pengertian Lean Manufacturing
Lean manufacturing adalah sebuah konsep dimana semua orang produksi
bekerja sama menghilangkan waste. Ahli teknik industri, teknologi industri dan
kelompok lain dalam manajemen telah mencoba hal ini sejak awal Revolusi Industri,
namun sekarang sejak kita memiliki tenaga kerja produksi yang terdidik baik dan
termotivasi, manajemen menemukan keuntungan dari mencari bantuan tenaga kerja
produksi dalam menghilangkan waste. Orang Jepang memiliki kata untuk waste, muda,
yang merupakan pusat perhatian seluruh dunia. Siapa yang lebih tahu daripada pegawai
produksi, yang menghabiskan waktu 8 jam sehari dalam satu pekerjaan, cara untuk
mengurangi waste? Tujuannya adalah mendapatkan sumber daya ini dengan memberi
karyawan produksi peralatan terbaik yang ada, dan teknik dalam kursus studi gerak dan
waktu adalah peralatan yang mereka perlu untuk pekerjaan baru mereka.
Studi gerak dan waktu membantu karyawan untuk memahami sifat dan biaya
nyata dari suatu kerja, dan membantu mereka mendukung manajemen dalam
mengurangi biaya tidak perlu dan menyeimbangkan sel kerja untuk membuat alur kerja
lebih lancar (halus). Sebagai tambahan, standar waktu membantu manajer membuat
keputusan manajemen penting dengan cerdas. Sebagai contoh, manajemen pabrik
manufaktur memerlukan standar waktu, bahkan sebelum produksi dimulai, untuk
menentukan berapa banyak orang dipekerjakan, berapa banyak mesin untuk dibeli,
berapa cepat untuk memindahkan conveyor, bagaimana membagi kerja antara karyawan,
dan berapa biaya suatu produk; dan, setelah produksi dimulai, untuk menentukan berapa
banyak pengurangan biaya yang akan kembali, siapa yang bekerja paling keras, dan
mungkin siapa yang harus menerima lebih banyak uang. Studi gerak dan waktu dapat
55
mengurangi dan mengendalikan biaya, meningkatkan kondisi dan lingkungan kerja, dan
memotivasi orang.
Istilah lean manufacturing ditemukan James Womack untuk membedakan
praktek yang diamatinya di Jepang dari praktek produksi massal. Berpusat
menghilangkan semua bentuk waste dalam semua proses, lingkungan lean production
memiliki beberapa sasaran yang langsung berlawanan pada produksi massal ortodoks,
pada konsep dari struktur organisasi lini dan staf yang mendukung sistem pemesanan
kuantitas besar dan tentu saja pada sifat filosofi kepemimpinan dan manajemen.
2.9.2. Konsep Lean Environment
Konsep lean environment memerlukan pengambilan pendekatan manajemen
yang agresif untuk mencari cara untuk meningkatkan kinerja. Itu melibatkan seluruh
tenaga kerja dan menggunakan konsep dari studi metode dan waktu, kendali kualitas dan
proses dan bagian lain yang berasal daru fungsi manajemen terpisah dalam sistem
produksi massal.
Lean environment memerlukan serangan agresif terhadap waste, muda dalam
bahasa Jepang. Ada banyak muda dimana saja: bahan yang menunggu untuk diproses,
pegawai yang menunggu peralatan, bahan mentah yang tidak diinspeksi dan mungkin
saja rusak, warna cat yang salah untuk unit tertentu, bahkan formulir yang membutuhkan
kerja tata usaha berlebihan adalah muda.
Lean thinking adalah pendekatan penawar yang diangkat Womack dan
pendukung sistem lean manufacturing, termasuk:
1. Menentukan nilai sebagai langkah tindakan,
2. Merangkai tindakan value created,
3. Rangkaian tahan gangguan,
56
4. Rangkaian permintaan daripada rangkaian suplai,
5. Kinerja lebih efektif melalui pembelajaran.
2.9.3. Faktor Sukses Penggunaan Konsep Lean
empat faktor sukses utama perusahaan yang menjadi lean :
1. Mempersiapkan dan memotivasi orang
a. Pengukuran dan umpan balik adalah motivator yang kuat untuk
perubahan.
b. Krisis akan memotivasi, tetapi lebih baik bertindak daripada terjadi krisis.
c. Pelatihan terpusat mungkin diperlukan dalam tempat kerja kurang
bersahabat.
d. Belajar sambil melakukan adalah pendekatan praktis. Keberhasilan
membawa sukses lebih besar.
2. Peran dalam proses perubahan
a. Lean membutuhkan enjiner kreatif. Tidak cukup memotivasi pemula
untuk belajar konsep dan berharap mereka berjuang. Sumber daya
kompeten harus disediakan.
b. Karyawan jam harus mempengaruhi shop floor. Ahli dari luar mungkin
punya pendapat mengenai apa yang diperlukan dan ide mereka mungkin
saja bukan yang terbaik bagi proses dan karyawan.
c. Pelatih dari luar dalam praktek lean diperlukan. Umumnya pabrik tidak
memiliki pengalaman dalam pelatihan, perubahan dan visi lean. Orang
lain, tergantung tempat kerja, harus menyediakan bantuan hari ke hari.
d. Kepemimpinan. Tingkat komitmen, pemahaman dan partisipasi tinggi
diperlukan dalam fasilitas produksi lean yang berhasil.
57
3. Metodologi untuk perubahan
a. Flow: adalah parameter terpenting dalam sistem. Hampir semua
peningkatan langsung direfleksikan dalam aliran melalui pabrik, yang
kemudian secara tak langsung mempengaruhi biaya pabrik.
b. Visi sistem: Pandangan dari organisasi lean harus mulai dengan pemasok
dan berlanjut melalui penggunaan kastemer yang berhasil. Melalui
implementasi kecil, tiap perubahan harus berkontribusi pada keseluruhan
keperluan kastemer.
c. Lini model: Sering dimungkinkan untuk memasang satu operasi dan
mendapat sukses cepat. Pencapaian mengganjar pekerja dan menyediakan
insentif untuk mengembangkan implementasi.
d. Blitz Kaizens: Walau berpusat pada pencapaian individu lebih dari
perubahan sistem-level, alat ini berguna pada permulaan untuk memberi
resolusi krisis dan memberi hadiah untuk ide kreatif dan implementasi
cepat.
4. Lingkungan untuk perubahan
a. Kepercayaan: Didapat dari tindakan bukan kata-kata. Masalah
kepercayaan biasanya muncul banyak tahun sebelum pengenalan
produksi lean, dan kepercayaan akan didapat kembali hanya melalui
perlakuan adil pada karyawan.
b. Prinsip Pembimbingan: pedoman tertulis diperlukan untuk tempat dimana
pekerjaan diselesaikan sesuai buku aturan. Mereka berguna untuk
melakukan dukungan organisasi untuk karyawan yang berpartisipasi dan
bisa diperlukan saat kepercayaan rendah.
58
c. Keamanan kerja: Satu komitmen, formal dan informal, diberukan
perusahaan supaya karyawan tidak kehilangan pekerjaan karena sistem
produksi lean.
2.9.4. Tujuan Penggunaan Lean Manufacturing
Tujuan Lean Manufacturing adalah :
1. Mendapatkan keuntungan melalui cost reduction atau perbaikan terhadap
produktifitas. Hal ini dilakukan dengan menghilangkan waste.
2. Membangun sistem pengendalian visual
3. Respect for Humanity
2.9.5. Teknik-Teknik dalam Lean Manufacturing
Teknik-teknik dalam lean manufacturing :
1. Value Stream Mapping
Penggambaran alur proses mulai dari awal hingga akhir secara sederhana dengan
menunjukkan bagian-bagian terkait dan aliran material serta aliran informasi.
Value Stream Mapping ini untuk mengetahui besarnya lead time yang diperbaiki
dengan konsep lean environment.
2. Takt Time
Takt time adalah suatu ekspresi bahasa jerman yang berarti jumlah waktu
produksi yang tersedia dibagi dengan ratio permintaan pelanggan.
3. One Piece Flow
Pengetahuan setiap aliran bagian mulai dari hulu hingga hilir dari suatu proses
dimana di dalamnya terdapat satu lini atau jalur proses.
4. Pull System
59
Sistem produksi dimana jumlah produksinya bergantung pada jumlah permintaan
dari pelanggan, sehingga tidak terjadi kelebihan produksi maupun penumpukkan
terhadap produk. Pull system ini sangat fleksibel dalam pengambilan keputusan
secara lokal.
5. SMED (Single Minute Exchange of Die) atau Setup Reduction
Salah satu metode dari lean production untuk mengurangi terjadinya waste
dalam proses manufaktur. Ini menghasilkan cara yang lebih efisien dan cepat
untuk mengubah proses manufaktur yang berjalan untuk produk sekarang
menjadi berjalan untuk produk selanjutnya. SMED bertujuan untuk mengurangi
waktu setup.
6. OEE (Overall Equipment Effectiveness)
Pengukuran yang memfokuskan pada seberapa efektif operasi manufaktur
digunakan. OEE biasanya digunakan sebagai Key Performance Index (KPI)
untuk mengukur tingkat keberhasilan dari usaha lean manufacturing.
7. Flow Velocity
Mengetahui kecepatan aliran material dan proses. Dengan demikian lead time
dapat mendukung takt time secara tepat.
8. Produktifitas
Peningkatan produktifitas dilakukan dengan melakukan perbaikan terhadap
proses kerja, penambahan tools kerja, dan perbaikan lainnya. Produktifitas
berperan terhadap tingkat atau jumlah produksi yang dapat dihasilkan.
9. Tata letak Fasilitas
Pengaturan tata letak fasilitas yang baik akan membuat proses yang ada menjadi
lebih muda, sehingga waste yang terjadi dapat dihilangkan.
60
10. Standar Kerja
Pembuatan standar kerja untuk setiap proses yang akan dilakukan tiap operator
berupa standar operasi kerja atau standar prosedur operasi. Standar kerja ini
untuk menyeragamkan proses kerja dan mencegah terjadinya kesalahan.
11. Jidoka atau Pencegahan deffect
Kemampuan untuk mengetahui atau merasakan terjadi malfunction pada suatu
mesin. Proses ini mencegah terjadinya produk cacat, menghilangkan terjadinya
kelebihan produksi, memfokuskan pada pemahaman terhadap masalah yang
terjadi, dan memastikan untuk mencegah hal itu terjadi.
12. Machine reliability
Identifikasi terhadap reliabilitas terhadap mesin yang ada
13. TPM (Total Productive Maintenance)
Penggunaan TPM ini bertujuan untuk pengurangan terhadap maintenance dan
pencegahan terhadap kerusakan sehingga secara proaktif dapat mencegah
kecelakaan, kerusakan, kesalahan, dan kerugian.
14. Value-Added Ratio
Penambahan ratio value sehingga secara ekonomi, produk yang dihasilkan
memilki nilai tambah.
15. Line Balancing
Penyeimbangan lini kerja dilakukan untuk mencegah terjadinya over-loading
pada satu stasiun kerja dan juga untuk mencegah terjadinya bottleneck.
16. Handling Reduction
Mengurangi penanganan terhadap material yang ada, dengan cara menerapkan
sistem kanban dan JIT sehingga dapat meminimalisasi inventory.
61
17. Sustainment of Gains
Mempertahankan hasil yang telah dicapai dengan tetap melakukan perbaikan
secara berkelanjutan hingga mendapatkan proses yang terbaik.
18. Right-Sized Equipment
Penggunaan alat-alat kerja yang sesuai ukuran dengan kebutuhan dan proses
kerja.
19. PokaYoke
Suatu metode atau tool untuk mengidentifikasi terjadinya kesalahan proses yang
mungkin terjadi dan melakukan pencegahan terhadap kesalahan tersebut.
2.9.6. Istilah dalam Lean
Genchi Genbutsu bila diterjemahkan secara harafiah maka genchi berarti
lokasi sebenarnya, genbutsu adalah material atau produk sesungguhnya, dan
pengertiannya dalam konteks lean adalah pergi ke tempat untuk melihat situasi yang
sebenarnya agar paham, atau yang lebih dikenal dengan Gemba.
5S terdiri dari :
1. Seiri (Ringkas, Memilah)
Memilih barang-barang dan menyimpan hanya yang diperlukan dan
menyingkirkan yang tidak diperlukan.
2. Seiton (Rapi, Menata)
Setiap barang memiliki tempat dan setiap barang ada di tempatnya.
3. Seiso (Resik, Membersihkan)
Proses pembersihan sering kali berbentuk pemeriksaan yang
mengungkapkan ketidaknormalan dan kondisi sebelum terjadinya
62
kesalahan yang dapat berdampak buruk terhadap kualitas atau
menyebabkan kerusakan pada mesin.
4. Seiketsu (Rawat, Menciptakan Aturan)
Mengembangkan system dan prosedur untuk mempertahankan dan
mengawasi ketiga S pertama.
5. Shitsuke (Rajin, Mendisiplinkan Diri)
Menjaga agar tempat kerja tetap stabil merupakan proses yang terus
menerus dari peningkatan yang berkesinambungan.
Muda (tidak menambah nilai), aktivitas yang tidak berguna yang
memperpanjang lead time, menimbulkan gerakan tambahan untuk memperoleh
komponen atau peralatan, menciptakan berbagai jenis waktu tunggu.
Muri (memberi beban berlebih), memanfaatkan mesin atau manusia
melebihi kemampuan atau kapasitasnya, membebani orang secara berlebih menimbulkan
masalah dalam keselamatan kerja dan kualitas, memberi beban berlebih pada peralatan
akan menyebabkan kerusakan dan produk cacat.
Mura (ketidakseimbangan), diakibatkan oleh jadwal yang tidak teratur
atau volume yang berfluktuasi karena masalah internal seperti kerusakan mesin atau
kekurangan komponen atau barang cacat.
7 tipe dari Waste adalah
1. Waste from over production
2. Waste of waiting time
3. Transportartion waste
4. Processing Waste
5. Inventory Waste
63
6. Waste of Motion
7. Waste from product deffective
2.10. Sistem Informasi
2.10.1. Pengertian Sistem
Menurut Whitten et al. (2004, p12), sistem informasi adalah rangkaian dari
komponen manusia, data, berbagai proses, dan teknologi informasi yang saling
berinteraksi untuk mengumpulkan, mengolah, menyimpan, dan menyediakan hasil
informasi yang dibutuhkan dalam mendukung sebuah organisasi.
Sistem terdiri atas dua jenis, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup. Suatu
sistem yang berhubungan dengan lingkungannya melalui arus sumber daya disebut
sistem terbuka, sedangkan sistem yang tidak dapat terhubung dengan lingkungannya
disebut sistem tertutup.
Menurut O’Brien (2003, p8) sistem adalah sebuah grup atau kelompok yang
berhubungan dan saling terkait untuk bekerja sama mencapai tujuan yang sama dengan
menerima masukan (inputs) dan menghasilkan keluaran (outputs) dari sebuah proses
transformasi yang tertata dengan rapi.
Model dasar dari sistem ialah sebagai berikut:
a. Input
Merupakan sekumpulan data baik dari dalam organisasi maupun dari luar
organisasi yang akan digunakan dalam proses sistem informasi.
b. Process
Merupakan kegiatan mengubah, mengolah, dan menganalisis data input menjadi
sesuatu yang lebih berarti untuk manusia.
c. Output
64
Merupakan proses memberikan informasi kepada orang atau kegiatan yang
membutuhkannya.
d. Feedback
Merupakan hasil pengembalian informasi oleh orang-orang dalam organisasi
untuk membantu mengevaluasi input yang masuk.
e. Subsistem
Merupakan sebagian dari sistem yang mempunyai fungsi khusus. Masing-masing
subsistem itu sendiri mempunyai komponen input, process, output, dan feedback.
Fungsi dari subsistem ini adalah untuk mendukung fungsi utama dari sistem yang
berjalan.
Sistem terdiri dari elemen-elemen yang menunjang terbentuknya sistem itu
yaitu input, proses transformasi, hasil. Umpan balik (feedback) digunakan untuk
menampung informasi dari hasil sistem dan memberikannya kepada sistem sebagai input
baru.
2.10.2. Pengertian Informasi
McLeod (2001, p12) berpendapat informasi adalah data yang telah diproses
atau data yang memiliki makna dan dapat dimengerti. Sedangkan menurut O’Brien
(2004, p13) informasi adalah data yang telah dikonversikan menjadi sebuah konteks
yang berarti dan berguna bagi pemakai tertentu.
Terdapat empat dimensi informasi menurut McLeod (2001, p145), yaitu :
• Ketepatan waktu
Informasi harus tersedia dalam pemecahan masalah dengan tepat waktu, sebelum
situasi menjadi tidak terkendali.
65
• Kelengkapan
Suatu gambaran yang lengkap dari suatu permasalahan yang ada akan membantu
organisasi dalam menentukan solusi atau penyelesaiannya. Pemberian informasi
yang tidak berguna harus dapat dihindari.
• Akurasi
Semua informasi harus tersedia dengan akurat untuk menunjang terbentuknya
sistem dapat dipercaya. Akurasi ini terutama diperlukan pada aplikasi-aplikasi
tertentu seperti aplikasi yang melibatkan keuangan, semakin teliti informasi yang
diinginkan maka biaya pun semakin bertambah.
• Relevansi
Informasi disebut relevan jika informasi tersebut berkaitan langsung dengan
masalah yang sedang dihadapi. Manajer harus mampu memilih informasi yang
diperlukan.
2.10.3. Pengertian Sistem Informasi
Menurut O’Brien (2003, p7), sebuah sistem informasi dapat berupa rangkaian
teratur dari orang, perangkat keras, perangkat lunak, jaringan komunikasi dan sumber
data yang mengumpulkan, mengolah dan menyebarkan informasi di dalam suatu
organisasi.
Menurut Laudon (2003, p7), sistem informasi adalah sebuah kumpulan dari
komponen-komponen yang saling berhubungan yang mengumpulkan, mengolah,
66
menyimpan dan mendistribusikan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan,
koordinasi dan pengendalian di dalam sebuah organisasi.
Jadi sistem informasi adalah rangkaian dari elemen yang saling berkaitan
untuk menggunakan sumber daya dalam mengolah dan mengelola masukan berupa data
menjadi keluaran berupa informasi, sehingga berguna bagi pihak yang membutuhkannya.
2.11. Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Objek-Oriented Analysis and Design (OOAD) adalah suatu metode untuk
menganalisa dan merancang sistem dengan pendekatan dasar berorientasi pada Objek
(Mathiassen et al, 2000, p135). Objek diartikan sebagai suatu entitas yang memiliki
identitas, state, dan behavior (mathiassen et al, 2000, p4). Dalam melakukan analisis,
identitas sebuah Objek menjelaskan bagaimana seorang user mengetahui perbedaan dari
Objek lain, dan behavior Objek digambarkan melalui event yang dilakukannya.
Sedangkan pada perancangan, identitas sebuah Objek digambarkan dengan bagaimana
Objek lain mengidentifikasikan dirinya sehingga dapat diakses, dan behavior Objek
digambarkan dalam bentuk operation yang dapat dilakukan Objek tersebut yang dapat
mempengaruhi Objek lain dalam sistem.
2.11.1 Objek dan Class
Objek merupakan sebuah entitas yang memiliki identitas, status, dan perilaku
(Mathiassen et al., 2000,p4). Contoh dari objek misalnya karyawan yang merupakan
entitas dengan identitas yang spesifik, dan memiliki status dan perilaku tertentu yang
berbeda antara satu karyawan dengan karyawan yang lain. Sedangkan class merupakan
deskripsi atau penggambaran secara umum dari kumpulan objek yang memiliki struktur,
pola perilaku, dan atribut yang sama (Mathiassen et al., 2000,p4). Untuk dapat lebih
memahami objek, biasanya objek-objek tersebut sering digambarkan dalam bentuk class.
67
2.11.2 Konsep Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Terdapat tiga buah teknik dasar dalam proses analisa dan perancangan sistem
berorientasi objek, yaitu:
1. Encapsulation
Encapsulation dalam bahasa pemrograman berorientasi objek berarti
pengelompokkan berdasarkan fungsi. Pengelompokkan ini bertujuan agar
developer tidak perlu membuat coding untuk fungsi yang sama, melainkan
hanya perlu memanggil fungsi yang telah dibuat sebelumnya.
2. Inheritance
Inheritance dalam bahasa pemrograman berorientasi objek berarti menciptakan
sebuah class baru yang memiliki sifat-sifat dan karakteristik-karakteristik
berdasarkan class induknya berikut dengan sifat-sifat dan karakteristik-
karakteristk individualnya.
3. Polymorphism
Polymorphism berarti kemampuan dari tipe objek yang berbeda untuk
menyediakan atribut dan operasi yang sama untuk tujuan yang berbeda.
Polymorphism adalah hasil natural dari fakta bahwa objek dari tipe yang
berbeda atau bahkan dari sub-tipe yang berbeda dapat menggunakan atribut
dan operasi yang sama.
2.11.3 Keuntungan dan Kelemahan Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Mathiassen et al. (2000, p5-6) menjelaskan bahwa terdapat keuntungan
menggunakan OOAD diantaranya adalah:
1. OOAD memberikan informasi yang jelas mengenai lingkup dari sistem.
68
2. Penggunaan OOAD dapat menangani data yang seragam untuk jumlah yang
besar dan mendistribusikannya ke seluruh bagian organisasi.
3. Berhubungan erat dengan analisa berorientasi objek, perancangan
berorientasi objek, user interface berorientasi objek, dan pemrograman
berorientasi objek.
Selain keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan OOAD seperti yang
telah dijelaskan di atas, ternyata ditemukan beberapa kelemahan dari konsep ini oleh
McLeod (2001, p615) yaitu:
1. Untuk memperoleh pengalaman pengembangan dibutuhkan waktu yang cukup
lama.
2. Untuk sistem bisnis yang rumit terdapat kesulitan metodologi untuk
menjelaskannya .
3. Pilihan peralatan pengembangan kurang untuk mencakup sehingga dibutuhkan
penyesuaian dalam membangun sistem bisnis.
2.11.4 Aktivitas Utama Object Oriented Analysis and Design (OOAD)
Menurut Mathiassen et al. (2000, p14-15) 4 aktivitas utama dalam analisa dan
perancangan berorientasi objek yang dapat dijelaskan dengan penggambaran pada
Gambar 2.4 berikut ini.
69
Sumber: Mathiassen et al (2000, p15)
Gambar 2.4 Aktivitas Utama dalam OOAD menurut Mathiassen
Berikut ini merupakan penjelasan lebih rinci mengenai keempat aktivitas
utama dalam melakukan analisa dan perancangan berorintasi objek menurut Mathiassen
et al. (2000, pp14-15):
1. Analisis Problem Domain
Problem domain adalah bagian dari situasi yang diatur, diawasi, dan
dikendalikan oleh sistem. Tujuan melakukan analisis problem domain adalah
mengidentifikasi dan memodelkan problem domain. Analisis problem
domain terbagi menjadi tiga aktivitas yang digambarkan dalam Gambar 2.5,
yaitu:
a. Memilih objek, class, dan event yang akan menjadi elemen model
problem domain.
b. Membangun model dengan memusatkan perhatian pada relasi
struktural antara class dan objek.
70
c. Mendeskripsikan properti dinamis dan atribut untuk setiap class.
Sumber : Mathiassen et al (2000, p46)
Gambar 2.5 Aktivitas Analisis Problem Domain
Pada aktivitas classes, langkah awal yang perlu dilakukan adalah
menentukan class. Langkah berikutnya adalah membuat sebuah event table
yang dapat membantu menentukan event-event yang dimiliki oleh setiap.
Pada aktivitas structure, class-class yang telah ditentukan sebelumnya akan
dihubungkan berdasarkan tiga jenis hubungan yaitu generalisasi, agregasi,
atau asosiasi sehingga menjadi sebuah skema yang disebut class diagram.
Dalam aktivitas behavior, definisi class dalam class diagram akan diperluas
dengan menambahkan deskripsi pola perilaku dan atribut dari masing-masing
class. Pola perilaku dari class terdiri dari tiga jenis, yaitu:
• Sequence
Merupakan event yang terjadi secara berurutan satu per satu.
• Selection
Merupakan pemilihan salah satu dari beberapa event yang terjadi.
• Iteration
Merupakan event yang terjadi berulang kali.
71
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah statechart diagram yang menunjukkan
perubahan status dari masing-masing class yang dikarenakan oleh event
tertentu mulai dari initial state sampai dengan final state.
2. Analisis Application Domain
Menurut Mathiassen, et al (2000, p115) application-domain adalah
organisasi yang mengatur, memonitor atau mengendalikan problem-domain.
Analisis application-domain memfokuskan bagaimana target dalam sistem
akan digunakan dengan menentukan function dan interface sistem. Sama
seperti analisis problem domain, analisis application domain juga terdiri
dari beberapa aktivitas antara lain:
a. Menentukan penggunaan sistem dan bagaimana sistem berinteraksi
dengan user.
b. Menentukan fungsi dan kemampuan sistem dalam mengolah
informasi.
c. Menentukan kebutuhan interface sistem dan merancang interface.
Berikut ini merupakan gambaran aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada saat
melakukan analisis application domain dijelaskan menggunakan gambar 2.6.
Sumber: Mathiassen et al (2000, p117)
72
Gambar 2.6 Aktivitas Analisis Application Domain
• Usage
Menurut Mathiassen, et al (2000, p119-120) kegiatan usage adalah
kegiatan pertama dalam analisis application-domain yang bertujuan
untuk menentukan bagaimana aktor-aktor yang merupakan pengguna
atau sistem yang berinteraksi dengan sistem yang digunakan.
Interaksi antara aktor dengan sistem tersebut dinyatakan dalam use
case diagram.
Use case dapat dimulai oleh aktor. Hasil dari analisis kegiatan usage
ini adalah sebuah deskripsi lengkap dari semua use case dan aktor
yang ada yang digambarkan dalam tabel aktor atau use case diagram.
Cara untuk mengidentifikasi aktor adalah mengetahui alasan aktor
menggunakan sistem. Masing-masing aktor memiliki alasan yang
berbeda untuk menggunakan sistem. Cara lainnya yaitu dengan
melihat peran dari aktor seperti yang dinyatakan oleh use case dimana
aktor tersebut terlibat. Masing-masing aktor memiliki peran yang
berbeda-beda.
Use case dapat digambarkan dengan menggunakan spesifikasi use
case, dimana use case dijelaskan secara singkat namun jelas dan
dapat disertai dengan keterangan objek sistem yang terlibat dan
function dari use case tersebut atau dengan diagram statechart karena
use case adalah sebuah fenomena yang dinamik
• Function
73
Menurut Mahiassen, et al (2000, p137-138). Function memfokuskan
pada bagaimana cara sebuah sistem dapat membantu aktor dalam
melaksanakan pekerjaan mereka. Function memiliki empat tipe yang
berbeda, yaitu:
1. Update
Fungsi update diaktifkan oleh event problem domain dan
menghasilkan perubahan status model.
2. Signal
Fungsi signal diaktifkan oleh perubahan status model dan
menghasilkan reaksi di dalam context.
3. Read
Fungsi read diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi dan
menghasilkan tampilan model sistem yang relevan.
4. Compute
Fungsi compute diaktifkan oleh kebutuhan actor akan informasi
dan berisi perhitungan yang dilakukan baik oleh actor maupun
oleh model. Hasilnya adalah tampilan dari hasil perhitungan yang
dilakukan.
Tujuan dari kegiatan function adalah untuk menentukan kemampuan
sistem memproses informasi. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah
daftar function-function yang merinci function-function yang
kompleks. Daftar function harus lengkap menyatakan secara
keseluruhan kebutuhan kolektif dari pelanggan dan aktor sehingga
harus konsisten dengan use case.
74
Cara untuk mengidentifikasi function adalah dengan melihat deskripsi
problem domain yang dinyatakan dalam kelas dan event, dan melihat
deskripsi application domain yang dinyatakan dalam use case. Kelas
dapat menyebabkan munculnya kebutuhan terhadap function update,
sementara usecase dapat menyebabkan munculnya segala macam tipe
function.
• User Interface
Menurut Mahiassen, et al (2000, p151-152). Interface
menghubungkan sistem dengan semua aktor yang berhubungan dalam
konteks. Ada dua jenis interface, yaitu: interface pengguna yang
menghubungkan pengguna dengan sistem dan interface sistem yang
menghubungkan sistem dengan sistem lainya.
Sebuah user interface yang baik harus dapat beradaptasi dengan
pekerjaan dan pemahaman user terhadap sistem. Kualitas interface
pengguna ditentukan oleh kegunaan atau usability interface tersebut
bagi pengguna.Usability bergantung pada siapa yang menggunakan
dan situasi pada saat sistem tersebut digunakan. Oleh sebab itu,
usability bukan sebuah ukuran yang pasti dan objektif.
Kegiatan analisis user interface ini berdasarkan pada hasil dari
kegiatan analisis lainnya, seperti model problem domain, kebutuhan
functional dan use case. Hasil dari kegiatan ini adalah sebuah
deskripsi elemen-elemen interface pengguna dan interface sistem
yang lengkap, dimana kelengkapan menunjukan pemenuhan
kebutuhan pengguna. Hasil ini harus dilengkapi dengan sebuah
75
diagram navigasi yang menyediakan sebuah ringkasan dari elemen-
elemen user interface dan perubahan antara elemen-elemen tersebut
(p159).
3. Architectural Design
Architectural design berfungsi sebagai kerangka kerja dalam aktivitas
pengembangan sistem dan menghasilkan struktur komponen dan proses
sistem. Tujuannya adalah untuk menstrukturisasi sebuah sistem yang
terkomputerisasi.
Tahap architectural design terdiri dari tiga aktivitas yaitu criteria, component
architecture, dan process architecture seperti yang digambarkan pada
Gambar 2.7
Sumber: Mathiassen et al (2000, p176)
Gambar 2.7 Aktivitas Architectural Design
Criterion merupakan properti yang diinginkan dari sebuah arsitektur. Tabel
2.9 menunjukkan criterion yang telah ditentukan oleh para peneliti untuk
menentukan kualitas dari sebuah software.
Tabel 2.5 Criteria untuk Menentukan Kualitas Software
Sumber: Mathiassen (2000, p178)
76
Criterion Ukuran
Usable Kemampuan sistem untuk beradaptasi dengan lingkup
organisasional dan teknikal
Secure Pencegahan akses ilegal terhadap data dan fasilitas
Efficient Eksploitasi ekonomis dari fasilitas technical platform
Correct Kesesuaian dengan kebutuhan
Reliable Fungsi yang dijalankan secara tepat
Maintainable Biaya untuk mencari dan memperbaiki kerusakan
sistem
Testable Biaya untuk menjamin bahwa sistem melakukan
fungsinya
Flexible Biaya memodifikasi sistem
Comprehensible Usaha yang diperlukan untuk memahami sistem
Reusable Penggunaan bagian dari sistem ke dalam sistem lain
yang berkaitan
Portable Biaya memindahkan sistem ke technical platform lain
Interoperable Biaya pemasangan sistem dengan sistem lain
Mathiassen et al. (2000, pp179-182) menyebutkan bahwa kriteria usable,
flexible, dan comprehensible tergolong sebagai kriteria umum yang harus
dimiliki oleh sebuah sistem dan menentukan baik tidaknya suatu rancangan
sistem.
77
Component architecture adalah struktur sistem dari komponen-komponen
yang berkaitan. Dalam aktivitas ini, perlu ditentukan pola arsitektural yang
paling sesuai dengan model sistem. Pola-pola arsitektural tersebut antara lain:
• Layered Architecture Pattern
• Generic Architecture Pattern
• Client-Server Architecture Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah component diagram yang merupakan
class diagram yang dilengkapi dengan spesifikasi komponen yang kompleks.
Process architecture adalah sebuah struktur eksekusi sistem yang terdiri dari
proses-proses yang saling tergantung satu sama lain. Dalam aktivitas ini juga
perlu menentukan pola distribusi yang sesuai dengan model sistem. Pola-pola
distribusi yang ada antara lain:
• Centralized Pattern
• Distributed Pattern
• Decentralized Pattern
Hasil dari aktivitas ini adalah sebuah deployment diagram yang menunjukkan
processor dengan komponen program dan active objects.
4. Component Design
Menurut Mathiassen, et al. (2000, p231) Component design bertujuan untuk
menentukan implementasi kebutuhan di dalam kerangka kerja arsitektural.
Kegiatan component design bermula dari spesifikasi arsitektural dan
kebutuhan sistem. Hasilnya adalah deskripsi mengenai komponen-
78
komponen yang saling berhubungan dengan sistem. Component design terdiri
dari tiga aktivitas, yaitu:
a. Model component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p235) Model component adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan model problem
domain. Konsep utama dalam desain komponen model adalah
struktur. Dalam aktivitas ini dihasilkan sebuah class diagram yang
telah direvisi.
b. Function component
Menurut Mathiassen, et al (2000, p251) komponen function adalah
bagian dari sistem yang mengimplementasikan kebutuhan fungsional.
Tujuan dari function komponen adalah memberikan akses bagi usr
interface dan komponen sistem lainnya ke model.
c. Connecting component
Merupakan desain hubungan antar komponen untuk memperoleh
rancangan yang fleksibel dan mudah dimengerti. Hasilnya adalah
class diagram yang berhubungan dengan komponen-komponen
sistem. Gambar 2.8 berikut ini menggambarkan aktivitas-aktivitas
yang terdapat dalam component design.
79
Sumber: Mathiassen (2000, p232)
Gambar 2.8 Aktivitas Component Design
2.12 Unified Modeling Language (UML)
2.12.1 Sejarah UML
Pada akhir tahun 80-an dan awal tahun 90-an, sudah banyak terdapat metode
pemodelan berorientasi objek yang digunakan pada industri-industri, diantaranya Booch
Method, Object Modeling Technique (OMT) yang diperkenalkan oleh James Rumbaugh,
dan Object-Oriented Software Engineering (OOSE) yang diperkenalkan oleh Ivar
Jacobson. Keberadaan berbagai metode tersebut justru menjadi masalah utama dalam
pengembangan sistem berorientasi objek, karena dengan banyaknya metode pemodelan
objek yang digunakan akan membatasi kemampuan untuk berbagi model antar proyek
dan antar tim pengembang. Hal tersebut disebabkan oleh berbedanya konsep masing-
masing metode pemodelan objek sehingga menghambat komunikasi antara anggota tim
dengan user yang berujung pada banyaknya kesalahan atau error pada proyek.
Dikarenakan masalah-masalah tersebut, maka diperlukanlah suatu standarisasi
penggunaan bahasa pemodelan.
80
Pada tahun 1994, Grady Booch dan James Rumbaugh bekerja sama dan
menyatukan metode pengembangan berorientasi objek mereka dengan tujuan untuk
menciptakan sebuah sistem pengembangan berorientasi objek yang standar. Pada tahun
1995 Ivar Jacobson ikut bergabung dengan mereka dan ketiganya memusatkan perhatian
untuk menciptakan sebuah bahasa pemodelan objek yang standar, bukan lagi
berkonsentrasi pada metode atau pendekatan berorientasi objek. Berdasarkan pemikiran
ketiga tokoh tersebut, maka akhirnya pada tahun 1997 bahasa pemodelan objek standar
Unified Modeling Language (UML) versi 1.0 mulai diperkenalkan kepada masyarakat
luas.
UML bukan merupakan metode untuk mengembangkan sistem, melainkan
hanya berupa notasi yang kemudian pada saat ini diterima dengan luas sebagai bahasa
pemodelan objek yang standar. Object Management Group (OMG) mengadopsi UML
pada bulan November 1997 dan sejak saat itu terus mengembangkannya berdasarkan
pada kebutuhan dunia industri. Pada tahun 2004, telah diluncurkan UML versi 1.4 dan
pada saat itu juga OMG telah mulai merencanakan pengembangan UML versi 2.0.
2.12.2 Notasi UML
Notasi (Mathiassen et al, 2000, p237) adalah bahasa textual dan graphical yang
seragam untuk menggambarkan sebuah sistem dan konteksnya yang diformalisasikan
secara terpisah. Tujuannya adalah untuk menyederhanakan komunikasi dan dokumentasi.
2.12.2.1 Class Diagram
Class Diagram menggambarkan struktur objek dari sistem. Class diagram
menunjukkan class objek yang membentuk sistem dan hubungan struktural diantara
class objek tersebut (Mathiassen et al., 2000, p336). Terdapat tiga jenis hubungan antar
81
class yang biasa digunakan dalam class diagram (Whitten et al., 2004, p455-459).
Ketiga jenis hubungan tersebut antara lain:
1. Asosiasi
Asosiasi merupakan hubungan statis antar dua objek atau class. Hubungan ini
menggambarkan apa yang perlu diketahui oleh sebuah class mengenai class
lainnya. Hubungan ini memungkinkan sebuah objek atau class mereferensikan
objek atau class lain dan saling mengirimkan pesan.
Gambar 2.9 Contoh Hubungan Asosiasi
2. Generalisasi (atau Spesialisasi)
Dalam hubungan generalisasi, terdapat dua jenis class, yaitu class supertype
dan class subtype. Class supertype atau class induk memiliki atribut dan
behavior yang umum dari hirarki tersebut. Class subtype atau class anak
memiliki atribut dan behavior yang unik dan juga memiliki atribut dan
behavior milik class induknya. Class induk merupakan generalisasi dari class
anaknya, sedangkan class anak merupakan spesialisai dari class induknya.
Gambar 2.10 Contoh Hubungan Generalisasi
82
3. Agregasi
Agregasi merupakan hubungan yang unik dimana sebuah objek merupakan
bagian dari objek lain. Hubungan agregasi tidak simetris dimana jika objek B
merupakan bagian dari objek A, namun objek A bukan merupakan bagian dari
objek B. Pada hubungan ini, objek yang menjadi bagian dari objek tertentu
tidak akan memiliki atribut atau behavior dari objek tersebut.
Gambar 2.11 Contoh Hubungan Agregasi
2.12.2.2 Statechart Diagram
Statechart Diagram digunakan untuk memodelkan perilaku secara dinamis dari
sebuah objek dalam sebuah class yang spesifik dan berisi state dan transition
(Mathiassen et al., 2000, p341). Statechart diagram mengilustrasikan siklus objek hidup
yaitu berbagai status yang dapat dimiliki objek dan event yang menyebabkan status
objek berubah menjadi status lain (Whitten et al., 2004, p700).
Statechart diagram dibuat dengan langkah-langkah sebagai berikut (Whitten et al.,
2004, p700):
1. Mengidentifikasi status awal dan status final.
2. Mengidentifikasi status objek selama masa hidup objek tersebut.
3. Mengidentifikasi event pemicu perubahan status objek.
4. Mengidentifikasi jalur perubahan status.
83
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p425)
Gambar 2.12 Contoh Statechart Diagram
2.12.2.3 Use Case Diagram
Use case diagram mendeskripsikan secara grafis hubungan antara actors dan
use case (Mathiassen et al., 2000, p343). Penjelasan use case biasa ditambahkan untuk
menjelaskan langkah-langkah interaksi.
84
Sumber: Whitten et al. (2004, p282)
Gambar 2.13 Contoh Use Case Diagram
2.12.2.4 Sequence Diagram
Bennet et al. (2006, p253) menyatakan bahwa sequence diagram menunjukkan
interaksi antar objek yang diatur berdasarkan urutan waktu. Sequence diagram dapat
digambarkan dalam berbagai level of detail yang berbeda daur hidup pengembangan
sistem. Aplikasi sequence diagram yang paling umum adalah untuk menggambarkan
interaksi antar objek yang terjadi pada sebuah use case atau sebuah operation.
Bennet et al. (2006, pp253-254) menyatakan bahwa setiap sequence diagram
harus diberikan frame yang memiliki heading dengan menggunakan notasi sd yang
merupakan kependekan dari sequence diagram. Bennet et al. (2006, p270) juga
menyatakan bahwa terdapat beberapa notasi penulisan heading pada setiap frame yang
terdapat dalam sequence diagram, antara lain:
85
a. alt
Notasi alt merupakan singkatan dari alternatives yang menyatakan bahwa
terdapat beberapa buah alternatif jalur eksekusi untuk dijalankan.
b. opt
Notasi opt merupakan singkatan dari optional dimana frame yang memiliki
heading ini memiliki status pilihan yang akan dijalankan jika syarat tertentu
dipenuhi.
c. loop
Notasi loop menyatakan bahwa operation yang dijalankan secara berulang
selama kondisi tertentu.
d. break
Notasi break mengindikasikan bahwa semua operation yang berada setelah
frame tersebut tidak dijalankan.
e. par
Merupakan singkatan dari parallel yang mengindikasikan bahwa operation
dalam frame tersebut dijalankan secara bersamaan.
f. seq
Notasi seq merupakan singkatan dari weak sequencing yang berarti operation
yang berasal dari lifeline yang berbeda dapat terjadi pada urutan manapun.
g. strict
Notasi strict merupakan singkatan dari strict sequencing yang menyatakan
bahwa operation harus dilakukan secara berurutan.
h. neg
86
Notasi neg merupakan singkatan dari negative yang mendeskripsikan operasi
yang tidak valid.
i. critical
Frame yang memiliki heading critical menyatakan bahwa operasi-operasi yang
terdapat di dalamnya tidak memiliki sela yang kosong.
j. ignore
Notasi ini mengindikasikan bahwa tipe pesan atau parameter yang dikirimkan
dapat diabaikan dalam interaksi.
k. consider
Consider menyatakan pesan mana yang harus dipertimbangkan dalam interaksi.
l. assert
Merupakan kependekan dari assertion yang menyatakan urutan pesan yang valid.
m. ref
Notasi ref merupakan kependekan dari refer yang menyatakan bahwa frame
mereferensikan operation yang terdapat di dalamnya pada sebuah sequence
diagram tertentu.
87
Campaign Manager :Client
getName()
listCampaigns()
:Campaign
getCampaignDetails()
:Advert
loop [for all client’s campaigns]
listAdverts()
getAdvertDetails()loop [for all campaign’s adverts]
addNewAdverts()
AdvertnewAd:Advert
Sumber: Bennet et al. (2006, p254)
Gambar 2.14 Contoh Sequence Diagram
2.12.2.5 Navigation Diagram
Navigation Diagram merupakan statechart diagram khusus yang berfokus
pada user interface (Mathiassen et al., 2000, p344)..
Sebuah window dapat digambarkan sebagai sebuah state. State ini memiliki nama dan
berisi gambar miniatur window. Transisi antar state dipicu oleh ditekannya sebuah
tombol yang menghubungkan dua window.
2.12.2.6 Component Diagram
Component Diagram merupakan diagram implementasi yang digunakan untuk
menggambarkan arsitektur fisik dari software sistem. Diagram ini dapat menunjukkan
88
bagaimana coding pemrograman terbagi menjadi komponen-komponen dan juga
menunjukkan ketergantungan antar komponen tersebut (Whitten et al., 2004, p442).
Sebuah komponen digambarkan dalam UML sebagai sebuah kotak dengan dua kotak
kecil di sebelah kirinya. Ketergantungan antar dua komponen menunjukkan bagaimana
kedua komponen tersebut saling berkomunikasi.
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p201)
Gambar 2.15 Contoh Component Diagram
2.12.2.7 Deployment Diagram
Deployment Diagram, sama seperti component diagram, merupakan diagram
implementasi yang menggambarkan arsitektur fisik sistem. Perbedaannya, deployment
diagram tidak hanya menggambarkan arsitektur fisik software saja, melainkan software
dan hardware. Diagram ini menggambarkan komponen software, processor, dan
peralatan lain yang melengkapi arsitektur sistem (Whitten et al., 2004, p442). Menurut
89
Mathiassen et al. (2000, p340), deployment diagram menunjukkan konfigurasi sistem
dalam bentuk processor dan objek yang terhubung dengan processor tersebut.
Setiap kotak dalam deployment diagram menggambarkan sebuah node yang
menunjukkan sebuah hardware. Hardware dapat berupa PC, mainframe, printer, atau
bahkan sensor. Software yang terdapat di dalam node digambarkan dengan simbol
komponen. Garis yang menghubungkan node menunjukkan jalur komunikasi antar
device. Gambar 2.16 berikut ini menunjukkan sebuah contoh deployment diagram.
:Client
UserInterface
SystemInterface
Function
Model
:Server
SystemInterface
more clients
Sumber: Mathiassen et al. (2000, p217)
Gambar 2.16 Contoh Deployment Diagram
Top Related