8
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Umum
2.1.1 Pengertian Jaringan
Menurut Tanenbaum (2003, p2) penggabungan teknologi komputer dan
komunikasi sangat berpengaruh terhadap bentuk organisasi sistem komputer.
Konsep dari “pusat komputer” sebagai sebuah ruangan yang berisi sebuah
komputer besar tempat semua pengguna mengolah pekerjaannya, merupakan
pemikiran yang sudah ketinggalan jaman. Model lama dari komputer tunggal
yang melayani seluruh tugas-tugas komputasi suatu organisasi telah diganti
oleh sekumpulan komputer berjumlah banyak yang terpisah-pisah akan tetapi
saling berhubungan dalam melaksanakan tugasnya. Sistem seperti ini
dinamakan jaringan komputer.
Jaringan komputer adalah suatu kumpulan autonomous system yang
saling berhubungan dengan satu teknologi. Dua buah komputer dikatakan
saling berhubungan apabila keduanya dapat saling bertukar informasi.
2.1.2 Klasifikasi Jaringan Komputer Berdasarkan Cakupan
Berdasarkan luas cakupannya, jaringan komputer pada umumnya
dikategorikan menjadi tiga ukuran yaitu Local Area Networks (LAN),
9
Metropolitan Area Networks (MAN), Wide Area Networks (WAN). Gambar
dibawah ini menjelaskan tentang cakupan masing-masing area.
Gambar 2.1 Cakupan Daerah Suatu Jaringan
(Sumber: http://cnap.binus.ac.id/, 3 Maret 2012)
• Local Area Networks (LAN)
Menurut Tanenbaum (2003, p16) Local Area Network, umumnya
disebut LAN adalah jaringan pribadi yang berada didalam suatu
bangunan atau kampus yang dapat mencapai beberapa kilometer saja.
LAN banyak digunakan untuk menghubungkan personal computer dan
workstation dalam perusahaan dan pabrik untuk memakai sumber daya
yang ada (misalnya, printer) dan saling bertukar informasi.
• Metropolitan Area Networks (MAN)
Menurut Shinder (2001, p37) MAN terdiri dari dua atau lebih
jaringan LAN yang saling terhubung dalam batas ruang yang sesuai
10
untuk area metropolitan. Jarak maksimum yang didefinisikan oleh MAN
sekitar 50 mil atau 80 kilometer.
• Wide Area Networks (WAN)
Menurut Tanenbaum (2003, p19) Wide Area Network atau WAN,
mencakup wilayah geografis yang luas, seringkali mencakup negara atau
benua. WAN berisi kumpulan dari mesin-mesin yang dirancang untuk
menjalankan aplikasi program milik pengguna.
2.1.3 Perangkat Jaringan
• Router
Router adalah sebuah komputer, seperti komputer lainnya termasuk
PC. Router memiliki beberapa kesamaan pada komponen hardware dan
software yang ada didalam sebuah komputer, antara lain : CPU, RAM,
ROM, dan sistem operasi. Fungsi utama router yaitu menentukan jalur
terbaik untuk mengirimkan paket dan meneruskan paket ke tujuan. Router
meneruskan paket dari satu jaringan ke jaringan yang lain berdasarkan
informasi dari network layer (layer 3). router membagi collision domain
dan broadcast domain (sumber: http://cnap.binus.ac.id/ccna, 3 Maret
2012).
• Switch
Switch berjalan di data link layer (layer 2) model OSI. Switch pada
umumnya digunakan untuk melakukan segmentasi dalam LAN yang
berukuran besar ke dalam segmentasi yang lebih kecil. Karena bekerja di
11
layer 2, switch melakukan switching dan filtering berdasarkan MAC
Address (hanya data link layer pada model OSI). Switch membagi
collision domain tetapi tidak membagi broadcast domain. Switch memiliki
banyak port dibandingkan dengan bridge (sumber:
http://cnap.binus.ac.id/ccna, 3 Maret 2012).
• Multi Layer Switch
Switch yang menyaring dan meneruskan paket berdasarkan mac-
address dan network address. Jenis ini dapat berjalan di layer 2 dan layer
3. Multi Layer Switch memiliki fungsi yang hampir sama dengan router
yaitu untuk melakukan routing paket, tetapi tidak mendukung untuk
teknologi WAN (sumber: http://cnap.binus.ac.id/ccna, 3 Maret 2012).
2.1.4 Networking Model
• Model Osi Layer
Menurut Stallings (2004, p46) Standarisasi dibutuhkan untuk
mendukung peralatan antar vendor agar dapat beroperasi secara bersama-
sama dan untuk mendorong neraca ekonomi. karena kompleksitas yang
membebani komunikasi, dan tidak adanya satu standar yang memadai,
maka pada tahun 1977 International Organization for Standardization
(ISO) membangun sebuah subcommittee untuk mengembangkan sebuah
arsitektur yang nantinya akan menghasilkan Open System Interconnection
(OSI) model.
12
Gambar 2.2 Model OSI Layer
(Sumber: http://cnap.binus.ac.id/ccna, 3 Maret 2012)
Menurut Stallings (2004, pp48-pp49) Berikut ini adalah penjelasan
dari masing-masing layer :
1. Application
Application layer menyediakan akses ke lingkungan OSI untuk para
pengguna serta menyediakan pelayanan informasi yang terdistribusi.
2. Presentation
Presentation menyediakan kebebasan untuk proses aplikasi dari
representasi data yang berbeda (syntax).
3. Session
Session layer menyediakan struktur kontrol untuk komunikasi antara
aplikasi, establishes, pengelolaan, dan berakhirnya hubungan (session)
13
antar aplikasi. Session layer dibutuhkan untuk mengatur dan
mengsinkronisasikan dialog serta untuk mengelola pertukaran data.
4. Transport Layer
Menyediakan kehandalan, pengiriman data secara transparan antara end
point; menyediakan end-to-end error control dan flow control.
5. Network Layer
Menyediakan pelayanan layer atas dengan kebebasan dalam
mentransimisi data dan teknologi pemindahan yang digunakan untuk
menghubungkan sistem; bertanggung jawab membangun sebuah
establishes, maintaining, dan mengakhiri suatu hubungan.
6. Data Link layer
Data Link layer menyediakan pengiriman informasi yang handal
melewati physical link. Mengirimkan blok-blok (frames) dengan
sikronisasi yang diperlukan, error control dan flow control.
7. Physical layer
Physical layer berhubungan dengan cara pengiriman dari aliran bit
yang tidak terstruktur melewati media fisik. Berhubungan dengan
mekanisme, listrik, fungsional, dan karakteristik prosedural untuk
mengakses media fisik.
14
• Model TCP/IP
Menurut Stallings (2004, p54) Arsitektur dari protokol TCP/IP adalah
hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan didalam eksperimen
packet-switched network, ARPANET, didanai oleh Defense Advanced
Research Project Agency (DARPA), dan pada umumnya disebut sebagai
protokol TCP/IP. Rangkaian protokol ini terdiri dari kumpulan dari
protokol yang telah dikeluarkan sebagai standar dari internet oleh Internet
Architecture Board (IAB).
Gambar 2.3 Model TCP/IP Layer
(Sumber: http://cnap.binus.ac.id/, 3 Maret 2012)
Menurut Tanenbaum (2003, p41) Pada model TCP/IP terdiri dari 4
layer yaitu layer application, layer transport, layer internet dan layer
network access. Berikut penjelasan masing-masing layer:
15
• Application Layer
Model TCP/IP tidak memiliki session layer dan presentation layer,
karena kedua layer tersebut dirasakan tidak diperlukan. Layer ini berisi
macam-macam protokol tingkat tinggi seperti virtual terminal
(TELNET), file transfer (FTP), dan electronic mail (SMTP).
• Transport Layer
Layer ini memungkinkan antara host sumber dengan host tujuan
untuk melakukan percakapan. Di layer ini ada dua buah protokol end to
end yaitu:
o TCP (Transmision Control Protocol)
Merupakan protokol reliable connection-oriented yang
mengijinkan sebuah aliran byte yang berasal pada suatu mesin
untuk dikirimkan tanpa error. TCP memecah aliran byte dan
merakit kembali pesan-pesan saat diterima. TCP juga menangani
pengendalian aliran untuk memastikan bahwa pengirim yang cepat
tidak akan membanjiri pesan-pesan yang akan diterima penerima
yang lambat.
o UDP (User Datagram Protocol)
Merupakan protokol yang tidak reliable dan connectionless
bagi aplikasi-aplikasi yang tidak memerlukan pengurutan TCP atau
pengendalian aliran dan bagi aplikasi-aplikasi yang ingin melayani
dirinya sendiri. UDP biasa digunakan pda percakapan atau video.
16
• Internet Layer
Tugas internet layer adalah untuk mengijinkan host mengirimkan
paket ke network dan memungkinkan paket-paket itu berjalan sendiri-
sendiri ke tempat tujuannya (yang besar kemungkinan berada di
jaringan lain). Selain itu tugas dari internet layer adalah mengantarkan
paket-paket IP kemana paket tersebut harus dikirimkan.
• Network Access
Layer ini berada dibawah Internet layer. Model TCP/IP hanya
menyatakan bahwa host harus terhubung ke jaringan dengan
menggunakan protokol, sehingga host dapat mengirim paket IP melalui
layer ini. Protokol ini tidak menentu dan berbeda dari satu host ke host
dan juga dari satu jaringan ke jaringan lain. Dimana jaringan dapat
berupa sebuah kabel, Ethernet, frame relay, token ring, ISDN, ATM
jaringan, radio, satelit atau alat lain yang dapat mentransfer data dari
sistem ke sistem.
2.1.5 Protokol TCP/IP
• Protokol TCP
Menurut Tanenbaum (2003, p532) TCP (Transmission Control
Protocol) secara spesifik dirancang untuk menyediakan aliran byte end-
to-end yang reliable melalui internetwork yang tidak reliable. TCP
dirancang agar mampu beradaptasi secara dinamis dengan internetwork
17
dan mempunyai daya tahan dalam menghadapi berbagai macam
kegagalan.
Secara formal TCP didefinisikan dalam RFC 793. Setiap mesin
yang mendukung TCP memiliki transport entity TCP, yaitu proses
pengguna atau bagian kernel yang mengatur aliran TCP dan interface
bagi IP Layer.
• Protokol IP
Menurut Tanenbaum (2003, p433) IP datagram terdiri dari bagian
header dan bagian teks. Bagian header memiliki panjang 20-byte dan
panjang variable pada bagian opsional.
• Pengalamatan IP
Menurut Tanenbaum (2003, p437) semua host dan router didalam
internet memiliki IP. Kombinasi dari IP harus unik: pada dasarnya, dari
dua mesin didalam internet tidak boleh memiliki IP address yang sama.
Semua alamat IP (ipv4) mempunyai panjang 32 bit dan digunakan dalam
field-field source address dan destination address paket IP. Berikut
klasifikasi masing-masing kelas : (sumber:http://cnap.binus.ac.id/ccna,
3 Maret 2012)
18
1. IP Kelas A
IP kelas A dibuat untuk network yang berskala besar dimana IP
kelas A dapat menampung 16.777.214 host per network dan terdapat
128 network didalamnya. IP Kelas A diawali dengan octet 0 dimana
8 bit octet pertama mewakili network address dan 24 bit sisa
mewakili host address.
Range dari IP kelas A adalah 1.0.0.0 – 126.255.255.255. Untuk
IP 127.0.0.0 tidak dapat digunakan karena sudah dipesan untuk
Inter-process Communication di dalam perangkat jaringan.
2. IP Kelas B
IP Kelas B digunakan untuk network skala sedang sampai skala
besar dengan jumlah host yang dapat mencapai 65.534 hosts per
network dan terdapat 16.384 network didalamnya. IP kelas B
memiliki range dari 128.0.0.0 – 191.255.255.255 dengan default
subnet mask yaitu 255.255.0.0 dimana 2 octet awal mewakili
network address dan 2 octet sisanya mewakili host address.
3. IP Kelas C
IP Kelas C digunakan untuk network skala kecil yang dapat
menampung 254 hosts dan 2.097.152 network didalamnya dengan
default subnet mask yaitu 255.255.255.0. 3 octet awal mewakili
network address dan 1 octet sisanya mewakili sebagai host address.
Range ip kelas C dari 192 – 223.
19
4. IP Kelas D
IP Kelas D digunakan untuk kepentingan multicast, dimana
pengirim dapat mengirimkan paket berupa datagram hanya ke suatu
group network tertentu. Range IP kelas D dimulai dari 224.0.0.0 –
239.255.255.255.
5. IP Kelas E
IP Kelas E digunakan untuk keperluan eskperimental dan
penelitian yang disiapkan untuk masa yang akan mendatang. Range
dari IP Kelas E adalah 240.0.0.0 – 255.255.255.254.
• Private dan Public Address
1. Private Address
Private address adalah blok alamat yang digunakan didalam
jaringan private dimana host-host yang tidak memerlukan akses
internet dapat menggunakan alamat private ini. Blok alamat dari
masing-masing kelas untuk ip private sebagai berikut :
Kelas A : 10.0.0.0 – 10.255.255.255
Kelas B : 172.16.0.0 – 172.31.255.255
Kelas C : 192.168.0.0 – 192.168.255.255
20
Tetapi jaringan internal tetap harus memperhatikan desain dari
alamat network untuk memastikan host-host didalam jaringan private
menggunakan IP address yang unik didalam lingkungan jaringan
tersebut.
Tidak dipungkiri bahwa beberapa host yang berbeda jaringan
mungkin menggunakan private address yang sama (sumber:
http::/cnap.binus.ac.id/ccna, 3 Maret 2012).
2. Public Address
Pada umumnya alamat IP versi 4 adalah public address. Alamat
tersebut didesain untuk digunakan host-host yang dapat diakses oleh
host lain melalui internet (sumber: http::/cnap.binus.ac.id/ccna, 3
Maret 2012).
• Network Address Translation (NAT)
Network address translation memiliki mekanisme yaitu untuk
menerjemahkan alamat private ke alamat public. NAT
diimplementasikan pada ujung dari suatu jaringan private. Tanpa sistem
penerjemah, host yang menggunakan private address didalam network
tidak dapat mengakses internet (sumber: http::/cnap.binus.ac.id/ccna, 3
Maret 2012).
21
• Subnetting
Menurut Peterson dan Davie (2003, p302) Subnetting menyediakan
cara mudah yang sangat bagus untuk mengurangi total number dari
network number yang ditugaskan. Idenya adalah mengambil single IP
network number dan membagikan IP address dengan network number ke
beberapa physical network.
• Subnet Mask
Menurut Myhre (2000, p128) Subnet mask adalah binary number
yang dapat digunakan untuk melakukan beberapa kalkulasi dari alamat
TCP/IP untuk menentukan Network ID dari Host ID. Subnet mask
dibutuhkan untuk semua host. Classful addressing atau menggunakan
Class A,B,C mempunyai default subnet mask yang sudah ada. Berikut
default subnet mask dari masing-masing kelas IP :
Gambar 2.4 Default Subnet Mask
(Sumber:http://www.tcpipguide.com/free/t_IPDefaultSubnetMasksForAddressClassesA
BandC.htm, 3 Maret 2012)
22
2.1.6 Routing
Pada saat pengiriman paket, paket tersebut dapat melewati jaringan yang
berbeda. Intermediary device, seperti router adalah perangkat jaringan yang
digunakan untuk menghubungkan antara jaringan tersebut. Selain itu, peran
dari router adalah untuk memilih jalur terbaik dan membawa paket ke tujuan,
proses tersebut dinamakan routing (sumber:http://cnap.binus.ac.id/ccna/, 3
Maret 2012).
1 . Static Route
Static route pada umumnya digunakan saat mengirimkan paket dari
jaringan ke internet yang hanya memiliki 1 jalur. Static route tidak
membutuhkan banyak proses dan tidak menghabiskan sumber daya
dibandingkan dynamic route. Static route dikonfigurasi secara manual
oleh administrator.
Static route sebaiknya digunakan saat : (sumber:
http://cnap.binus.ac.id/ccna, 3 Maret 2012)
• Jaringan hanya terdiri dari sedikit router.
• Jaringan terkoneksi ke internet hanya melewati 1 jalur ISP.
• Jaringan besar yang dikonfigurasi dalam hub-and-spoke topology.
2. Dynamic Route
Dynamic Route mempelajari rute sendiri yang terbaik yang akan
ditempuhnya untuk meneruskan paket dari sebuah jaringan ke jaringan
lainnya. Administrator tidak menentukan rute yang harus ditempuh oleh
23
paket-paket tersebut. Administrator hanya menentukan bagaimana cara
router mempelajari paket dan kemudian router mempelajarinya sendiri.
Rute pada dynamic routing berubah sesuai dengan informasi yang
didapatkan oleh router.
Dynamic route ini digunakan apabila jaringan memiliki lebih dari
satu kemungkinan rute untuk tujuan yang sama. Sebuah dynamic routing
dibangun berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh routing
protocol. Protokol ini didesain untuk mendistribusikan informasi secara
dinamis yang mengikuti perubahan kondisi jaringan. Routing protocol
mengatasi situasi routing yang kompleks secara cepat dan akurat. Routing
protocol dirancang tidak hanya untuk mengubah ke rute backup bila rute
utama putus, namun juga dirancang untuk menentukan rute mana yang
terbaik untuk mencapai tujuan tersebut.
Pengisian dan pemeliharaan routing table tidak dilakukan secara
manual oleh administrator. Router saling bertukar informasi agar dapat
mengetahui alamat tujuan dan menerima routing table. Pemeliharaan
jalur dilakukan berdasarkan pada jarak terpendek antara perangkat
pengirim dan perangkat tujuan.
Autonomous System
Autonomous System adalah sekumpulan jaringan yang berada
dibawah kendali administrasi yang sama. Autonomous system dibagi lagi
dalam beberapa area. Autonomous system ditugaskan dengan 16 bit yang
unik oleh IANA (sumber: http://cnap.binus.ac.id/ccna, 3 Maret 2012).
24
2.1.7 Routing Protocol
• RIP
Routing Information Protocol (RIP) ditentukan di RFC 1058. RIP
memiliki karakteristik yaitu menggunakan hop count sebagai metrik untuk
memiliki jalur terbaik, jika jumlah hop untuk network lebih dari 15 maka
RIP tidak bisa memenuhi rute ke jaringan (Destination unreachable),
Routing update dikirim secara broadcast atau multicast setiap 30 detik
secara default. Untuk update timer, IOS mengimplementasikan 3 timer
tambahan untuk RIP antara lain : (sumber: http://cnap.binus.ac.id/ccna, 3
Maret 2012)
1. Invalid Timer
Invalid timer terjadi jika update tidak diterima setelah 180 detik
secara default. Maka rute akan ditandai sebagai invalid dengan
mengatur nilai metric menjadi 16.
2. Flush Timer
Secara default, flush timer di atur untuk 240 detik, dimana 60
detik lebih panjang dibandingkan invalid timer. Saat flush timer
expire, rute akan dihapus dari table routing .
25
3. Holddown timer
Holddown timer berfungsi untuk menstabilkan informasi rute dan
membantu untuk mencegah routing loops selama dalam periode saat
topologi sedang melakukan konvergensi dengan informasi yang baru.
Secara default holddown timer di atur untuk 180 detik.
• IGRP
Interior Gateway Routing Protocol (IGRP) adalah protokol yang
dimiliki oleh Cisco. IGRP memiliki beberapa karakteristik yaitu :
bandwidth, delay, load, relaibity yang digunakan untuk membuat metric.
Selain itu IGRP melakukan routing update secara broadcast setiap 90
detik secara default. IGRP adalah pendahulu dari EIGRP (sumber:
http://cnap.binus.ac.id/ccna, 3 Maret 2012).
• EIGRP
Enhanced Interior Gateway Routing Protocol (EIGRP) adalah
distance vector routing protocol yang dimiliki oleh Cisco. EIGRP
memiliki beberapa karakteristik yaitu dapat melakukan unequal cost load
balancing, EIGRP menggunakan algoritma Diffusing Update Algortihm
(DUAL) untuk menghitung jalur terpendek. EIGRP tidak memiliki
periodic update layaknya RIP dan IGRP. Routing update hanya
dikirimkan saat topologi didalam jaringan terjadi perubahan berikut fitur
yang dimiliki oleh EIGRP : (sumber: http://cnap.binus.ac.id/ccna, 3 Maret
2012)
26
1. Triggered update (EIGRP tidak memiliki periodic update).
2. Menggunakan topology table untuk memelihara semua rute yang
diterima dari tetangga.
3. Membangun adjency dengan rute tetangga menggunakan EIGRP
hello protocol.
4. Mendukung VLSM dan manual route summarization. Ini
memungkinkan EIGRP untuk membuat jaringan yang besar
dengan struktur hirarki.
• OSPF
Open Shortest Path First (OSPF) adalah link-state routing protocol
yang dibangun untuk menggantikan distance vector routing protocol RIP.
OSPF memiliki keuntungan dibandingkan RIP karena OSPF fast
convergence dan scalability untuk diimplementasikan di network yang
besar. OSPF adalah classless routing protocol yang menggunakan konsep
area untuk scalability. RFC2328 mendefinisikan metric dari OSPF sebagai
sebuah cost. Untuk melakukan adjency dengan router tetangga, OSPF
menggunakan Link-State packet (LSP) (sumber:
http://cnap.binus.ac.id/ccna/, 3 Maret 2012).
27
• BGP
Border Gateway Protocol (BGP) melakukan interdomain routing
didalam jaringan transmission control protocol/internet protocol (TCP).
BGP adalah Exterior Gateway Protocol (EGP) , maksudnya BGP
melakukan routing antar banyak sistem autonomous dan domain-domain
lebih dari satu routing serta informasi yang dapat dijangkau dengan sistem
BGP yang lain (sumber: http://cnap.binus.ac.id/, 3 Maret 2012).
Gambar 2.5 BGP
(sumber : http/cnap.binus.ac.id/ccna, 3 Maret 2012)
2.1.8 Network Development Life Cycle
Network Development Life Cycle dapat mencakup berbagai kegiatan,
tergantung pada ukuran dan cakupan proyek yang dilakukan. Setiap kegiatan adalah
proses yang menghasilkan beberapa hasil, yang akan membentuk dasar untuk
aktivitas berikutnya didalam siklus. Penyelesaian setiap kegiatan dapat dianggap
sebagai tonggak dalam proses secara keseluruhan. Tahap analisis bisa mencakup
28
studi kelayakan yang akan menentukan apakah persyaratan umum dari proyek ini
dapat dipenuhi dalam batasan tertentu, dan harus berujung pada produksi dari
spesifikasi kebutuhan user. Jika proyek berjalan nantinya, kegiatan berikutnya
adalah untuk menghasilkan desain jaringan berdasarkan spesifikasi kebutuhan.
Desain jaringan akan digunakan sebagai blueprint untuk mengimplementasikan
jaringan. Untuk proyek besar, simulasi dan atau prototyping memungkinkan aspek
desain yang akan dievaluasi sebelum pelaksanaan. Monitoring dan manajemen
jaringan adalah proses berkelanjutan yang diperlukan untuk menjamin kelancaran
lanjutan dari jaringan. Desain yang kurang atau masalah lain yang muncul setelah
implementasi mungkin memerlukan iterasi selanjutnya dari siklus kehidupan.
(sumber:
http://www.technologyuk.net/telecommunications/networks/analysis_and_design.sht
ml, 3 Mei 2012).
2.1.9 Switched Port Analyzer (SPAN)
Teknik SPAN diperkenalkan pada switch karena perbedaan mendasar yang
dimiliki switch dengan hub. Ketika hub menerima paket pada satu port, hub
mengirimkan salinan paket itu pada semua port kecuali pada hub yang menerima
paket tersebut. Setelah switch boots, mulai membangun tabel forwarding layer 2
berdasarkan source MAC-address dari paket yang berbeda yang switch terima.
Setelah tabel forwarding dibangun, switch meneruskan trafik yang ditujukan untuk
MAC-address langsung ke port yang sesuai. (sumber:
www.cisco.com/en/US/products/hw/switches/ps708/products_tech_note09186a0080
15c612.shtml#intro, 25 Mei 2012).
29
2.2 Teori Khusus
2.2.1 Multiprotocol Label Switching (MPLS)
• Pendahuluan
Menurut jurnal Johnson (2007), hal terpenting untuk diingat tentang
MPLS adalah MPLS adalah sebuah teknik, bukan layanan - sehingga
MPLS dapat digunakan untuk mengirim apapun dari IP VPN ke layanan
metropolitan Ethernet, atau untuk layanan penyediaan optik. Konsep dasar
di balik MPLS adalah pe-label-an paket. Dalam jaringan IP tradisional,
jaringan IP dirutekan, setiap router mengambil keputusan sendiri untuk
meneruskan setiap paket berdasarkan pada header paket. Jadi, setiap kali
sebuah paket tiba di router, router harus "memikirkan" kemana untuk
mengirim paket berikutnya.
MPLS adalah teknologi pengiriman paket dengan menggunakan label
untuk membuat keputusan pengiriman data. Dengan MPLS, analisis Layer
3 header dilakukan hanya sekali (ketika paket itu memasuki wilayah
MPLS). Label inspection menjalankan subsequent packet forwarding.
MPLS menyediakan manfaat dari aplikasi berikut:
• Virtual Private Networking (VPN)
• Traffic Engineering (TE)
• Quality of Service (QoS)
• Any Transport over MPLS (ATOM)
30
Selain itu, MPLS menurunkan overhead forwarding pada core router.
Teknologi MPLS dapat dipakai pada setiap network layer protokol
(sumber:
http://www.cisco.com/en/US/tech/tk436/tk428/technologies_q_and_a_item0
9186a00800949e5.shtml#qa1, Maret 2012).
Gambar 2.6 MPLS Topology
(Sumber: Alwayn, 2002, Cisco Press)
Multiprotocol Label Switching (MPLS) menggabungkan kecerdasan
routing dengan kinerja switching dan memberikan manfaat yang signifikan
pada jaringan dengan arsitektur IP murni sama baiknya dengan IP dan
ATM atau gabungan dari teknologi Layer 2 lainnya. Teknologi MPLS
adalah kunci untuk scalable VPN dan end-to-end QoS, memungkinkan
penggunaan yang efisien pada jaringan yang ada untuk memenuhi
pertumbuhan jaringan yang akan datang dan mengkoreksi dengan cepat
kesalahan pada link dan node. Teknologi MPLS juga membantu
pengiriman paket dengan scalable yang tinggi, membedakan layanan end-
31
to-end IP dengan konfigurasi sederhana, manajemen, dan provisioning
untuk kedua internet providers dan pelanggan (sumber:
http://www.cisco.com/en/US/tech/tk436/tk428/tsd_technology_support_prot
ocol_home.html, 3 Maret 2012).
• Penerusan paket pada jaringan MPLS
Menurut Alwayn (2002, p4) Dalam jaringan MPLS, paket yang
masuk diberikan sebuah label oleh edge Label Switched Router (LSR).
Paket diteruskan sepanjang Label Switched Path (LSP) dimana setiap LSR
membuat keputusan forwarding berdasarkan konten yang berada pada label
tersebut. Pada setiap hop, LSR melepaskan label yang ada dan
menambahkan label yang baru, yang mana memberitahukan hop
selanjutnya untuk meneruskan paket. Label dilepaskan di edge egress LSR,
dan paket diteruskan ke tujuan.
• Keuntungan MPLS
Menurut Alwayn (2002, pp5-pp6) Label berbasis metode switching
mengizinkan routers dan switches MPLS-enabled ATM untuk membuat
keputusan forwarding berdasarkan isi simple label, daripada dengan
melakukan rute lookup yang kompleks berdasarkan alamat IP tujuan.
Teknik ini membawa banyak keuntungan terhadap IP berbasis jaringan:
1. VPN – menggunakan MPLS, service providers dapat membentuk
VPN layer 3 melewati jaringan backbone untuk beberapa pelanggan,
32
menggunakan infrastruktur yang umum, tanpa membutuhkan enkripsi
atau aplikasi end-to end.
2. Traffic Engineering – menyediakan kemampuan untuk secara jelas
menyusun single atau multiple jalur dimana trafik akan melalui
jaringan. Traffic engineering juga menyediakan kemampuan untuk
mengatur kemampuan karakteristik dari tingkatan trafik.
Keistimewaan ini mengoptimalkan pemanfaatan bandwith yang
kurang dimanfaatkan.
3. Quality of Services (QoS) – menggunakan QoS MPLS, service
providers dapat menyediakan beberapa kelas layanan dengan jaminan
QoS yang rumit untuk pelanggan VPN.
4. Integration of IP and ATM – banyak jaringan operator yang
menggunakan model overlay di mana ATM digunakan pada Layer 2
dan IP digunakan pada Layer 3. Jika diimplementasikan
memiliki masalah skalabilitas yang besar. Menggunakan MPLS,
operator dapat berpindah banyak fungsi dari control plane ATM
ke Layer 3, sehingga menyederhanakan provisioning jaringan,
manajemen, dan kompleksitas jaringan. Teknik ini menyediakan
skalabilitas yang sangat besar dan menghilangkan inherent cell
tax ATM (overhead) dalam menjalankan trafik IP.
• Arsitektur MPLS
Menurut Alwayn (2002, pp4-pp5) MPLS mempunyai dua latar
arsitektur: MPLS forwarding plane dan MPLS control plane. MPLS dapat
33
menampilkan layer 3 routing atau layer 2 switching selain untuk
mengalihkan paket yang sudah diberi label.
1. Forwarding Plane – bertanggung jawab untuk meneruskan paket-
paket data berdasarkan nilai yang terdapat pada label. Forwarding
plane menggunakan Label Forwarding Information Base (LFIB)
maintained oleh MPLS nodes untuk meneruskan paket yang sudah
di-label-kan.
2. Control plane – bertanggung jawab mengisi dan menjaga LFIB.
Semua node MPLS harus menjalankan protokol routing IP untuk
pertukaran informasi routing IP dengan semua node MPLS dalam
jaringan.
Gambar 2.7 MPLS Architecture
(Sumber: Alwayn, 2002, Cisco Press)
34
• Istilah-Istilah Dalam MPLS
Menurut Osborne dan Simha (2002) Istilah-istilah yang digunakan dalam
MPLS:
1. Upstream – sebuah router yang dekat dari sumber paket, relatif kepada
router lain.
2. Downstream - sebuah router yang jauh dari sumber paket, relatif kepada
router lain. Sebagai paket yang melewati jaringan, downstream
dialihkan dari router upstream kepada downstream tetangganya.
3. Label – forwarding MPLS berbasis pada fixed-length tag. Istilah label
dapat digunakan dalam dua konteks. Satu istilah mengacu pada 20-bit.
Istilah lain mengacu pada header label, dengan panjang 32 bit.
4. Label Switch Router (LSR) - perangkat apapun yang melakukan
pertukaran paket berdasarkan label MPLS.
5. Label Edge Router (LER) – sebuah LSR yang menerima paket ber-label
(paket IP) dan menentukan label pada LSR di sisi ingress. LER juga
menghapus label di edge jaringan dan mengirimkan paket ber-label ke
jaringan IP di sisi egress.
6. Forwarding Equivalence Class (FEC) – pengaturan sifat dimana
memetakan paket yang masuk sama dengan label yang
keluar. Umumnya, FEC ekuivalen dengan rute, tetapi definisi FEC
dapat berubah ketika paket yang di route menggunakan kriteria selain
dari hanya alamat IP tujuan.
7. Label-Switched Path (LSP) - jalur dimana paket yang ber-label melintas
melalui jaringan, dari label imposition ke disposition.
35
8. Label stack – bagian dari label ditukar antara LSR dan tetangganya,
untuk aplikasi seperti MPLS-VPN, label end-to-end ditukar. Akibatnya,
label stack digunakan sebagai pengganti label MPLS tunggal. Konsep
penting yang perlu diingat adalah bahwa forwarding dalam core
didasarkan hanya pada top-level label. Dalam konteks MPLS TE, label
stacking diperlukan ketika sebuah paket ber-label memasuki tunnel
MPLS TE.
9. Label Distribution Protocol (LDP) - satu dari banyak protokol
digunakan untuk mendistribusikan label antara LSR dan
tetangganya. Mekanisme lainnya termasuk RSVP, digunakan dalam
MPLS TE, dan MP-BGP, digunakan pada MPLS VPN.
2.2.2 MPLS Virtual Private Network (MPLS VPN)
• Pendahuluan
Menurut Alwayn (2002, p88) MPLS VPN adalah connectionless.
MPLS memisahkan trafik dan menyediakan privacy tanpa membutuhkan
layer 2 tunneling protokol dan enkripsi. Hal Ini menghilangkan kerumitan
yang signifikan selama proses provisioning. MPLS memecahkan masalah
scalability yang dihadapi oleh Frame Relay dan penyebaran ATM dengan
mengizinkan service provider untuk menyediakan beberapa VPN
untuk beberapa pelanggan tanpa pengerjaan atas puluhan hingga ratusan
persediaan dari virtual circuit untuk setiap dan semua grup pengguna
atau pelanggan.
36
• Komponen MPLS VPN
Menurut Alwayn (2002, p98) Berbagai komponen MPLS yang digunakan
untuk membangun VPN adalah sebagai berikut:
Gambar 2.8 MPLS VPN
(Sumber: Alwayn, 2002, Cisco Press)
• MPLS core routers (P) – juga di kenal sebagai router provider (P router),
tidak melakukan rute VPN. Router P biasanya terletak dalam susunan full
atau partial konfigurasi dengan P LSR yang lain dan interface dengan
router provider edge (PE). Router P tidak pernah secara langsung
terhubung dengan router pelanggan.
• MPLS edge routers (PE) – juga dikenal sebagai provider edge routers
(PE router), menyelenggarakan rute VPN untuk sesama anggota VPN.
PE router berhubungan dengan router customer edge (CE) dan interface
yang menuju ke core provider router. PE router berhubungan dengan P
router atau dapat juga terhubung langsung kepada PE router lainnya.
37
• Customer edge routers (CE) - Customer edge routers tidak perlu
mendukung MPLS dan dapat menggunakan metode routing biasa untuk
memperoleh konektivitas. Model peer membutuhkan site pelanggan
untuk berhubungan dengan hanya satu router PE sebagai lawan dari
semua router CPE atau CE lain yang menjadi anggota VPN. Router CE
tidak pernah terhubung langsung dengan router P.
• Customer routers (C) –juga dikenal sebagai router C, tidak perlu
mendukung MPLS dan dapat menggunakan metode routing biasa untuk
memperoleh konektivitas dengan router CE dan yang lainnya. VPN berisi
perangkat pelanggan yang melekat pada router CE. Router CE baik VPN
dapat terhubung ke router PE service provider. Router PE
menghubungkan ke setiap core jaringan yang lain dari router P.
• Keuntungan MPLS VPN
Menurut Alwayn (2002, pp90-pp92) Berikut beberapa keuntungan
MPLS VPN:
1. Scalability - MPLS dirancang khusus untuk solusi scalable yang tinggi,
memungkinkan puluhan ribu VPN melalui jaringan yang sama.
2. Security - MPLS VPN menawarkan tingkat keamanan yang sama seperti
connection-oriented VPN (seperti Frame Relay dan ATM). Paket dari
VPN yang satu tidak dapat melintasi VPN lain tanpa disadari.
3. Ease of VPN Creation – Pemetaan dan topologi koneksi point-to-point
yang spesifik tidak diperlukan. Sites dapat ditambahkan ke intranet dan
extranet VPN untuk membentuk user grup tertentu. Ketika VPN
38
dikelola dengan cara ini, hal ini memungkinkan keanggotaan dari setiap
sites yang disepakati dalam beberapa VPN, memaksimalkan
fleksibilitas dalam membangunan intranet dan ekstranet.
4. Flexible Addressing - Untuk membuat layanan VPN lebih mudah
diakses, pelanggan service provider dapat mendesain rancangan
pengalamatan sendiri, bebas dari rancangan pengalamatan dari
pelanggan service provider lainnya.
5. Standards Based - MPLS tersedia untuk semua industri vendor untuk
memastikan interoperabilitas dalam jaringan multi vendor.
6. Flexible Architecture - Software IOS Cisco dan router Cisco dan switch
memudahkan bagi providers untuk melakukan negosiasi interkoneksi
dengan network provider lain untuk cakupan IP global.
7. End-to-end Priority Services - Mekanisme QoS menyajikan industri
dengan solusi end-to-end QoS yang sebenarnya, memungkinkan service
provider untuk menjamin pemenuhan SLA. MPLS membuat layanan
QoS lebih scalable dan memperluas jangkauan end-to-end melewati
beberapa teknologi.
8. Consolidation - Kemampuan konsolidasi data, suara, dan video
memberikan provider kesempatan untuk menurunkan modal yang
dikeluarkan dan mengurangi biaya operasi.
9. Traffic Engineering - Routing dengan menggunakan ekstensi Resource
Reservation (RRR) pada protokol RSVP memungkinkan provider
memaksimalkan pemanfaatan sumber daya jaringan dan pengoperasian
jaringan IP seefisien mungkin.
39
10. Centralized Service - Membangun VPN di Layer 3 memungkinkan
pengiriman layanan ke kelompok user diwakilkan oleh VPN. Sebuah
VPN harus memberikan service provider lebih dari sebuah mekanisme
untuk koneksi pengguna yang pribadi ke layanan intranet.
11. Integrated Class of Services (CoS) Support - CoS merupakan syarat
yang penting bagi para pelanggan VPN IP. CoS menyediakan
kemampuan untuk mengatasi dua persyaratan mendasar VPN:
• Memprediksi kinerja dan pelaksanaan kebijakan
• Mendukung untuk berbagai tingkat layanan MPLS VPN
12. Migration - Penyebaran layanan VPN memerlukan jalur migrasi secara
langsung. MPLS VPN sangat unik karena dapat membangun sampai
beberapa arsitektur jaringan, termasuk IP, ATM, Frame Relay, dan
jaringan hybrid.
• Virtual Routing and Forwarding (VRF)
Virtual Routing and Forwarding (VRF) adalah sebuah teknologi IP
yang memungkinkan beberapa instances dari routing table untuk
berdampingan pada router yang sama dan pada saat yang sama.
Dikarenakan instances routing adalah independen, sama atau overlapping
pengalamatan IP dapat digunakan tanpa masalah. "VRF" juga digunakan
untuk menghubungkan instance routing table yang dapat berada dalam satu
atau beberapa instances setiap VPN pada router Provider Edge (PE)
(sumber:http://www.cisco.com/en/US/docs/net_mgmt/active_network_abstr
action/3.7/reference/guide/vrf.html#wp1043046, 3 Maret 2012).
40
• Route Distinguisher (RD)
Route Distinguisher adalah lokal unique number yang
mengidentifikasikan semua informasi rute untuk VPN tertentu.
Pengidentifikasian unique numeric memungkinkan BGP untuk
membedakan antara rute-rute yang dinyatakan identik
(sumber:http://www.juniper.net/techpubs/software/junos-security/junos-
security10.2/junos-security-swconfig-mpls/topic-47277.html, 3 Maret
2012).
• Multiprotocol BGP (MP-BGP)
Fitur multiprotocol BGP menambahkan kemampuan kepada BGP
untuk memungkinkan multicast routing policy di seluruh Internet dan untuk
menghubungkan topologi multicast didalam dan diantara sistem
autonomous BGP. Artinya, multiprotocol BGP adalah sebuah peningkatan
BGP yang membawa rute IP multicast. BGP membawa dua set rute, satu
set untuk routing unicast dan satu set untuk routing multicast. Rute yang
terkait dengan multicast routing digunakan oleh Protokol Independen
Multicast (PIM) untuk membangun pohon distribusi data
(sumber:http://www.cisco.com/en/US/tech/tk365/tk859/tsd_technology_sup
port_sub-protocol_home.html, 3 Maret 2012).
• Route Targets (RT)
Route targets mendefinisikan rute yang mana merupakan bagian
dari VPN. Route targets yang unik membantu membedakan antara
layanan VPN yang berbeda pada router yang sama. Setiap VPN
41
juga memiliki kebijakan yang mendefinisikan bagaimana rute diimpor ke
dalam tabel VRF pada router. Layer 2 VPN dikonfigurasi dengan
kebijakan impor dan ekspor. Layer 3 VPN menggunakan route
targets yang unik untuk membedakan antara rute VPN
(sumber:http://www.juniper.net/techpubs/software/junos-security/junos-
security10.2/junos-security-swconfig-mpls/topic-47277.html, 3 Maret
2012).
• Address Family (AF)
Menurut Bates, Rekhter, dll (2000) Address Family
(AF) membawa identitas protokol Network Layer yang berhubungan
dengan Network Address yang mengikuti.
2.2.3 Diffserv-Aware Traffic Engineering (DS-TE)
• Pengenalan Quality of Services (QoS)
QoS mengacu pada kemampuan suatu jaringan untuk menyediakan
pelayanan yang lebih baik pada trafik jaringan untuk berbagai teknologi
mendasar termasuk Frame Relay, Asynchronous Transfer Mode (ATM),
Ethernet dan 802,1 jaringan, SONET, dan jaringan IP-routed. Secara
khusus, fitur QoS memberikan layanan jaringan yang lebih baik dan
layanan jaringan yang lebih mudah diprediksi dengan
(sumber:http://www.cisco.com/en/US/docs/ios/12_0/qos/configuration/guid
e/qcintro.html#wp4776, 3 Maret 2012):
42
• Mendukung bandwidth khusus
• Memperbaiki loss characteristic
• Menghindari dan mengelola kepadatan jaringan
• Membentuk trafik jaringan
• Menetapkan prioritas lalu lintas di seluruh jaringan
Tidak semua teknik QoS sesuai untuk semua router jaringan. Karena
router edge dan router backbone dalam jaringan tidak perlu melakukan operasi
yang sama, tugas-tugas QoS yang dilakukan mungkin berbeda juga.
(sumber:http://www.cisco.com/en/US/docs/ios/12_0/qos/configuration/guide/qci
ntro.html#wp4776, 3 Maret 2012).
Secara umum, edge router melakukan QoS fungsi berikut :
• Paket klasifikasi
• Pendaftaran kontrol
• Konfigurasi pengelolaan
Secara umum, router backbone melakukan QoS fungsi berikut:
• Kepadatan pengelolaan
• Pencegahan kepadatan
• QoS dalam MPLS
Model layanan, atau juga disebut tingkat layanan, menggambarkan satu
set kemampuan end-to-end QoS. End-to-end QoS adalah kemampuan jaringan
untuk mengirimkan layanan yang diperlukan oleh trafik jaringan tertentu dari
ujung jaringan ke jaringan yang lain. Software Cisco IOS QoS mendukung tiga
jenis model layanan: best effort, integrated service, dan differentiated service
43
(sumber:http://www.cisco.com/en/US/docs/ios/12_0/qos/configuration/guide/qc
intro.html#wp4776, 3 Maret 2012).
Best Effort
Best effort adalah model layanan tunggal di mana sebuah aplikasi
mengirimkan data apabila diharuskan, dalam jumlah berapapun, dan tanpa
meminta izin atau memberitahukan jaringan terlebih dahulu. Untuk layanan best
effort, jaringan mengirim data jika data itu bisa dikirim, tanpa jaminan
kepercayaan, batas delay, atau throughput. Layanan best effort ini cocok untuk
aplikasi jaringan dengan area yang besar seperti transfer file atau e-mail.
Integrated Service
Integrated service adalah beberapa model layanan yang dapat
mengakomodasi kebutuhan beberapa QoS. Dalam model ini aplikasi meminta
layanan jenis tertentu dari jaringan sebelum mengirim data. Permintaan dibuat
dengan sinyal eksplisit; aplikasi menginformasikan jaringan profil trafik dan
meminta jenis layanan tertentu yang dapat mencakup kebutuhan bandwidth dan
delay. Aplikasi ini diharapkan untuk mengirim data hanya setelah mendapat
konfirmasi dari jaringan. Hal ini juga diharapkan untuk mengirim data yang ada
di dalam riwayat trafik yang dijelaskan itu.
44
Differentiated Service
Differentiated service adalah beberapa model layanan yang dapat
memenuhi persyaratan QoS yang berbeda. Namun, tidak seperti model
integrated service, aplikasi yang menggunakan differentiated service tidak
mengeksplisit sinyal router sebelum mengirim data. Untuk differentiated
service, jaringan mencoba untuk mengirimkan jenis layanan tertentu
berdasarkan spesifik QoS oleh masing-masing paket. Spesifikasi ini dapat
terjadi dalam berbagai cara, misalnya, menggunakan setting bit IP Precedence
dalam paket IP atau sumber dan alamat tujuan. Jaringan menggunakan
spesifikasi QoS untuk mengklasifikasikan, membentuk, dan mengatur trafik,
dan untuk melakukan antrian yang cerdas. Model differentiated service
digunakan untuk bermacam aplikasi mission-critical dan untuk menyediakan
end-to-end QoS. Biasanya, model layanan ini sesuai untuk aggregate flows
karena differentiated service melakukan tingkat yang relatif kurang baik dari
klasifikasi trafik.
• Arsitektur Diffserv-Aware
Menurut Osborne dan Simha (2002) RFC 2475 mendefinisikan arsitektur
untuk Differentiated Services - bagaimana menggunakan DiffServ Code Point
(DSCP) bit dan berbagai mekanisme QoS untuk menyediakan kualitas
pelayanan yang berbeda dalam jaringan.
DiffServ memiliki dua komponen utama:
• Traffic Conditioning - Berisi hal-hal seperti policing, coloring, dan
shaping. Dilakukan hanya di edge jaringan.
45
• Per-hop Behavior – Pada dasarnya terdiri dari antrian, penjadwalan, dan
mekanisme dropping. Sesuai namanya, hal tersebut dilakukan di setiap
hop pada jaringan.
Traffic conditioning umumnya melibatkan classification, policing, dan
marking, dan per-hop behaviors berhubungan dengan queuing, scheduling, dan
dropping. Masing-masing topik ini dibahas secara singkat.
• Classification
Langkah pertama dalam menerapkan arsitektur DiffServ adalah memiliki
kemampuan untuk mengklasifikasikan paket. Klasifikasi adalah sebuah
tindakan memeriksa paket untuk menentukan aturan apa yang harus
dijalankan, dan kemudian nilai apa yang seharusnya DSCP atau EXP atur
pada paket.
• Classifying IP Packets
Klasifikasi pada paket IP adalah secara langsung. Dapat mencocokan apa saja
dalam header IP. Kemampuan pencocokan yang spesifik bervariasi pada
platform, tetapi secara umum, tujuan alamat IP, alamat sumber IP, dan nilai-
nilai DSCP dapat dicocokkan.
• Classifying MPLS Packets
Hal besar yang perlu diingat ketika mengklasifikasikan paket MPLS adalah
tidak dapat mencocokkan pada apa pun selain nilai EXP terluar dalam label
stack. Tidak ada cara untuk melihat header MPLS sebelumnya pada paket IP
dan melakukan pencocokkan atau modifikasi pada paket. Tidak dapat
mencocokkan nilai label pada puncak stack, dan tidak dapat mencocokkan
46
pada TTL. Akhirnya, tidak dapat melakukan pencocokkan nilai EXP pada
setiap label selain puncak label pada stack.
• Policing
Policing meliputi pengukuran trafik terhadap suatu layanan kontrak tertentu
dan berhubungan dengan in-rate dan out-of-rate yang berbeda. Salah satu
bagian fundamental dari arsitektur DiffServ adalah tidak mengizinkan lebih
banyak trafik pada jaringan yang telah dirancang, untuk memastikan bahwa
tidak melemahkan antrian yang telah ditetapkan. Hal ini umumnya dilakukan
dengan policing, meskipun bisa juga dilakukan dengan shaping.
Policing dilakukan di edge jaringan. Dengan demikian, paket yang datang ke
dalam jaringan lebih sering paket IP. Namun, dalam beberapa skenario
memungkinkan untuk menerima paket label MPLS pada edge jaringan.
• Marking
Konfigurasi marking biasanya sangat erat berkaitan dengan konfigurasi
policing. Dapat menandai trafik seperti in-rate dan out-of-rate sebagai hasil
dari trafik policing. Untuk marking tidak membutuhkan police. Sebagai
contoh, dapat menentukan pemetaan antara nilai DSCP paket IP dan MPLS
EXP bit yang akan digunakan ketika label ditentukan pada paket.
Kemungkinan lain adalah untuk memudahkan menandai semua trafik yang
masuk pada interface, terlepas dari tingkat trafik tersebut. Hal ini berguna
jika memiliki beberapa pelanggan yang membayar lebih untuk QoS yang
47
lebih baik. Bagi pelanggan yang tidak, cukup menetapkan EXP ke 0 pada
semua paket dari pelanggan itu.
• Queuing
Queuing dikerjakan dengan cara yang berbeda pada platform yang berbeda.
Namun, kabar baiknya adalah dapat memperlakukan MPLS EXP seperti IP
Precedence. Beberapa teknik queuing dapat diterapkan pada MPLS,
tergantung pada platform dan versi kode:
• First in first out (FIFO)
• Modified Deficit Round Robin (MDRR)
• Class-Based Weighted Fair Queuing (CBWFQ)
• Low-Latency Queuing (LLQ)
FIFO ada di setiap platform dan setiap interface, default hampir semua
interface. MDRR, CBWFQ, dan LLQ dikonfigurasi menggunakan MQC,
sama seperti kebanyakan mekanisme QoS lainnya pada kebanyakan platform.
Hanya menyesuaikan dengan nilai-nilai EXP MPLS yang diinginkan MPLS
dalam class map dan kemudian mengkonfigurasi bandwidth atau jaminan
latency melalui bandwidth atau priority commands.
Queuing adalah salah satu dari per-hop behaviours (PHBS). PHBS memiliki
dua dasar bagian queuing dan dropping.
48
• Dropping
Dropping adalah salah satu dari DiffServ PHB. Dropping sangat penting
tidak hanya untuk mengelola kedalaman antrian per kelas trafik, tetapi juga
untuk sinyal transfer-level backoff ke aplikasi berbasis TCP. TCP merespon
paket occasional drop dengan memperlambat rate di mana paket tersebut
dikirimkan. TCP merespon lebih baik untuk occasional drop daripada tail
drop setelah antrian benar-benar penuh.
2.2.4 Traffic Engineering
• Pendahuluan
Koneksi WAN merupakan sesuatu yang mahal di anggaran ISP. Traffic
engineering memungkinkan ISP untuk memberikan rute trafik jaringan dengan
sedemikian rupa sehingga rute jaringan tersebut dapat menawarkan layanan
terbaik kepada pengguna jaringan dalam hal throughput dan delay.
Saat ini, beberapa ISP mendasarkan layanan jaringan pada model overlay.
Dalam pendekatan ini, fasilitas transmisi dikelola oleh Layer 2 switching.
Router hanya melihat topologi virtual yang sepenuhnya saling berhubungan,
membuat muncul banyak hop tujuan. Penggunaan dari Layer 2 transit layer
yang jelas memberikan kontrol yang tepat pada jalur dimana trafik
menggunakan bandwith yang tersedia. Akan tetapi, model overlay memiliki
sejumlah kekurangan. MPLS traffic engineering menyediakan cara untuk
memperoleh manfaat traffic engineering yang sama dari model overlay tanpa
49
harus menjalankan jaringan yang terpisah
(sumber:http://www.cisco.com/univercd/cc/td/doc/product/software/ios120/120
newft/120limit/120s/120s5/mpls_te.htm#wp37345, 3 Maret 2012).
• Cara Kerja Traffic Engineering
MPLS merupakan penggabungan dari Layer 2 dan Layer 3,
memungkinkan MPLS traffic engineering. Dengan demikian, dapat
menawarkan pada jaringan one-tier apa yang sekarang dapat dicapai hanya
dengan overlaying jaringan Layer 3 pada jaringan Layer 2. MPLS traffic
engineering secara otomatis membangun dan mempertahankan tunnel di
backbone, menggunakan RSVP. Jalur digunakan dengan pemberian tunnel pada
setiap point in time yang ditentukan berdasarkan kebutuhan sumber tunnel dan
sumber jaringan, seperti bandwidth. Sumber daya yang tersedia dibanjiri
melalui perpanjangan ke sebuah link-state berbasis Interior Protocol Gateway
(IPG). Jalur tunnel dihitung di tunnel head berdasarkan pada kesesuaian antara
kebutuhan dan ketersediaan sumber daya. IGP secara otomatis merutekan trafik
ke dalam tunnel. Biasanya, sebuah paket melintasi backbone MPLS traffic
engineering di sebuah tunnel tunggal yang menghubungkan ingress point
dengan egress point.
(sumber:http://www.cisco.com/univercd/cc/td/doc/product/software/ios120/120
newft/120limit/120s/120s5/mpls_te.htm#wp37345, 3 Maret 2012).
50
MPLS Traffic Engineering dibangun pada mekanisme IOS berikut:
• Tunnel Label Switched Path (LSP), dimana ditandai melalui RSVP,
dengan penambahan traffic engineering. Tunnel LSP digambarkan
sebagai interface IOS tunnel, memiliki tujuan yang telah dikonfigurasi,
dan tidak terarah.
• Link-state IGP (seperti IS-IS) dengan penambahan untuk global flooding
sumber informasi, dan penambahan untuk automatic routing traffic
kedalam tunnel LSP yang sesuai.
• Sebuah jalur traffic engineering MPLS memperhitungkan modul yang
menentukan jalur untuk digunakan pada tunnel LSP.
• Sebuah modul MPLS traffic engineering link management melakukan
penambahan link dan bookkeeping dari sumber informasi yang akan
dibanjiri.
• Label switching forwarding, dimana menyediakan router dengan
kemampuan seperti Layer 2 untuk meneruskan trafik melewati beberapa
hop sebagaimana yang diarahkan oleh sumber daya berdasarkan routing
algoritma.
Salah satu pendekatan untuk merancang sebuah backbone adalah dengan
mendefinisikan sebuah hubungan tunnels dari setiap perangkat ingress ke setiap
perangkat egress. IGP, beroperasi pada perangkat ingress, menentukan trafik
kemana perangkat egress seharusnya berjalan, dan mengarahkan trafik tersebut
ke dalam tunnel pada ingress ke egress. Calculating dan signalling jalur MPLS
51
traffic engineering menentukan jalur yang diambil oleh tunnel LSP, tergantung
ketersediaan sumber daya dan dynamic state dari jaringan. Untuk setiap tunnel,
jumlah paket dan bytes yang dikirim disimpan. Terkadang, aliran terlalu besar
sehingga tidak bisa pas melalui satu link , sehingga tidak dapat dibawa oleh satu
tunne. Dalam kasus ini beberapa tunnel antara ingress dan egress yang
diberikan dapat dikonfigurasi, dan aliran beban dibagi sama rata
(sumber:http://www.cisco.com/univercd/cc/td/doc/product/software/ios120/120
newft/120limit/120s/120s5/mpls_te.htm#wp37345, 3 Maret 2012).
• Keuntungan Traffic Engineering
MPLS traffic engineering menawarkan manfaat dalam dua bidang utama
(sumber:http://www.cisco.com/univercd/cc/td/doc/product/software/ios120/120
newft/120limit/120s/120s5/mpls_te.htm#wp37345, 3 Maret 2012):
1. Keuntungan yang tinggi atas investasi pada infrastruktur jaringan
backbone. Secara khusus, rute terbaik antara
sepasang POP ditentukan dengan mempertimbangkan kendala
pada jaringan backbone dan total beban trafik pada backbone tersebut.
2. Pengurangan dalam biaya operasi. Biaya berkurang karena proses yang
penting telah otomatis, termasuk pengaturan, konfigurasi, pemetaan, dan
pemilihan tunnel Multiprotocol Label Switching traffic engineering.
2.2.5 Cisco Express Forwarding
Teknologi Cisco Express Forwarding (CEF) untuk IP adalah scalable,
distributed, solusi layer 3 switching dirancang untuk memenuhi kebutuhan kinerja
52
yang akan datang dari internet dan jaringan Enterprise. CEF juga merupakan
komponen kunci dari arsitektur Cisco Tag Switching (sumber:
http://www.cisco.com/en/US/tech/tk827/tk831/tk102/tsd_technology_support_sub-
protocol_home.html, 3 Maret 2012).
2.2.6 Per-Packet Load Balancing
• Pendahuluan
Per-Packet Load Balancing memungkinkan router untuk mengirim paket
data melalui jalur yang berurutan tanpa memperhatikan individual host atau
sessions user. Per-Packet Load Balancing menggunakan metode round-robin
untuk menentukan jalur mana yang diambil paket untuk sampai ke tujuan.
Dengan pengaktifan Per-Packet Load Balancing, router mengirimkan paket
pertama untuk destination1 melalui jalur pertama, paket kedua untuk tujuan
yang sama yaitu destination1 melalui jalur kedua, dan seterusnya. Per-Packet
Load Balancing memastikan keseimbangan melalui beberapa link (sumber:
http://www.cisco.com/en/US/docs/ios/12_0s/feature/guide/pplb.html, 3 Maret
2012).
• Keuntungan Per-Packet Load Balancing
Dibawah ini adalah beberapa keuntungan dari penggunaan Per-Packet Load
Balancing
(sumber: http://www.cisco.com/en/US/docs/ios/12_0s/feature/guide/pplb.html, 3
Maret 2012):
53
- Avoid Path Congestion
Per-Packet Load Balancing menghindari overloading dengan menyebarkan
trafik untuk tujuan tertentu melalui link jaringan yang berbeda.
- Improve Path Utilization
Data trafik seimbang atas beberapa link.
Top Related