31
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Supply Chain Management (Manajemen Rantai Pasok)
Rantai pasok adalah jaringan perusahaan-perusahaan yang secara
bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan menghantarkan suatu produk
ke tangan pemakai akhir. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya termasuk
supplier, pabrik, distributor, toko, atau ritel, serta perusahaan-perusahaan
pendukung seperti perusahaan jasa logistik (Pujawan, 2005).
Pada suatu rantai pasok biasanya ada 3 macam aliran yang harus
dikelola. Pertama adalah aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke
hilir (downstream). Contohnya adalah bahan baku yang dikirim dari supplier
ke pabrik. Setelah produk selesai diproduksi, mereka dikirim ke distributor,
lalu ke pengecer atau ritel, kemudian ke pemakai akhir. Yang kedua adalah
aliran uang dan sejenisnya yang mengalir dari hilir ke hulu. Yang ketiga
adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.
Istilah Supply Chain Management (SCM) pertama kali dikemukakan
oleh Oliver & Weber pada tahun 1982. Apabila rantai pasok adalah jaringan
fisiknya, yakni perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam memasok bahan
baku, memproduksi barang, maupun mengirimkan ke pemakai akhir, SCM
adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaannya. Namun perlu
32
ditekankan bahwa SCM menghendaki pendekatan atau metode yang
terintegrasi dengan kolaborasi. Manajemen rantai pasok tidak hanya
berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, tetapi juga urusan
eksternal yang menyangkut hubungan dengan perusahaan-perusahaan partner.
SCM pada hakekatnya mencakup lingkup pekerjaan dan tanggung
jawab yang luas. Baik akademis maupun praktisi menggolongkan mereka
yang ada pada kegiatan pengelolaan material, aliran material, dan informasi
adalah kegiatan-kegiatan inti SCM. Apabila kita mengacu pada sebuah
perusahaan manufaktur, kegiatan-kegiatan utama yang masuk dalam
klasifikasi SCM adalah:
1. Kegiatan merancang produk baru (product development), meliputi riset
pasar, merancang produk baru, dan melibatkan supplier dalam
perancangan produk baru.
2. Kegiatan mendapatkan bahan baku (procurement) yang meliputi memilih
supplier, mengevaluasi kinerja supplier, melakukan pembelian bahan
baku dan komponen, memonitor supply risk, membina dan memelihara
hubungan dengan supplier.
3. Kegiatan merencanakan produksi dan persediaan (planning & control)
meliputi demand planning, peramalan permintaan, perencanaan kapasitas,
dan perencanaan produksi dan persediaan.
4. Kegiatan melakukan produksi (production), meliputi eksekusi produksi
dan pengendalian kualitas.
33
5. Kegiatan melakukan pengiriman/distribusi (distribution) meliputi
perencanaan jaringan distribusi, penjadwalan pengiriman, mencari dan
memelihara hubungan dengan perusahaan jasa pengiriman, memonitor
service level di tiap pusat distribusi.
Kelima klasifikasi tersebut biasanya tercermin dalam bentuk
pembagian departemen atau divisi pada perusahaan manufaktur. Pembagian
tersebut sering dinamakan functional division karena mereka dikelompokkan
sesuai dengan fungsinya. Umumnya sebuah perusahaan manufaktur akan
memiliki bagian pengembangan produk, bagian pembelian atau bagian
pengadaan, bagian produksi, bagian perencanaan produksi, dan bagian
distribusi atau pengiriman barang jadi. Marshal Fisher, seorang professor di
Wharton School, the University of Pennsylvania, membuat klarifikasi kegiatan
pada rantai pasok menjadi 2 yaitu :
1. Kegiatan mediasi pasar, bertujuan untuk mencari titik temu antara apa
yang diinginkan oleh konsumen atau pelanggan dengan apa yang dibuat
dan dikirim oleh rantai pasok.
2. Kegiatan fisik, yaitu kegiatan-kegiatan mendapatkan bahan baku,
mengkonversi bahan baku dan komponen-komponen menjadi produk jadi,
penyimpanan serta mengirimkan sampai ke tangan pelanggan.
34
Tabel 2.1 Dua Jenis Aktivitas pada SCM
Aktivitas fisik Aktivitas mediasi pasar
• Sourcing (mencari bahan
baku)
• Produksi
• Penyimpanan material /
produk
• Distribusi / transportasi
• Pengembalian produk
(return)
• Riset pasar
• Pengembangan produk
• Penetapan harga diskon
• Pelayanan purna jual
Sumber : Supply Chain Management (I Nyoman Pujawan)
2.1.1 Tantangan dalam Mengelola Rantai Pasok
Mengelola rantai pasok bukanlah hal mudah. Dari gambaran
tantang SCM, dapat dipahami bahwa rantai pasok melibatkan banyak
pihak di dalam maupun di luar sebuah perusahaan serta menangani
cakupan kegiatan yang sangat luas.
1. Kompleksitas struktur rantai pasok
Rantai pasok biasanya sangat kompleks, melibatkan
banyak pihak di dalam maupun di luar perusahaan. Pihak-pihak
tersebut sering kali memiliki kepentingan yang berbeda-beda,
bahkan tidak jarang bertentangan antara yang satu dengan yang
35
lainnya. Kompleksitas rantai pasok juga dipengaruhi oleh
perbedaan bahasa, zona waktu, dan budaya antara suatu
perusahaan dengan perusahaan lain.
2. Ketidakpastian
Ketidakpastian merupakan sumber kesulitan pengelolaan
suatu rantai pasok, ketidakpastian menimbulkan ketidakpercaya
dirian terhadap rencana yang sudah dibuat. Sebagai akibatnya,
perusahaan sering menciptakan persediaan pengaman di sepanjang
rantai pasok. Pengaman ini bisa berupa safety stock, safety time,
ataupun kapasitas produksi maupun transportasi.
Berdasarkan sumbernya, ada 3 klasifikasi utama
ketidakpastian pada rantai pasok. Pertama adalah ketidakpastian
permintaan, kedua, ketidakpastian dari supplier yang bisa berupa
ketidakpastian pada lead time pengiriman, harga bahan baku, atau
komponen ketidakpastian kualitas, serta kuantitas material yang
dikirim. Ketiga adalah ketidakpastian internal yang bisa
diakibatkan oleh kerusakan mesin, kinerja mesin yang tidak
sempurna, ketidakhadiran tenaga kerja, serta ketidakpastian waktu
maupun kualitas produksi.
36
2.2 Efek Bullwhip dalam Rantai Pasok
Information sharing merupakan masalah penting dalam pengelolaan
rantai pasok (Pramkumar, 2000). Peramalan permintaan secara tradisional
kurang tepat untuk pola permintaan dengan tingkat volatilitasinya yang tinggi
dan permintaan yang tidak dapat diprediksi, sehingga perusahaan
membutuhkan aliran informasi permintaan yang berasal dari hilir (enduser),
yaitu akses pola perubahan permintaan yang semakin berfluktuasi karena
tidak adanya data penjualan yang pasti dan lengkap.
Aliran informasi yang tidak lengkap dapat menimbulkan banyak
masalah yang berdampak pada total biaya produksi, misalnya kemungkinan
stock-out yang dapat menyebabkan rush-order, terjadinya kelebihan stock
yang menyebabkan phantom-order. Masalah lain yang mungkin muncul
akibat aliran informasi yang tidak akurat adalah biaya promosi penjualan dan
biaya discount. Biaya ini muncul karena pada saat proses penyampaian barang
ke konsumen akhir tidak tepat waktu, yang memungkinkan pelanggan tidak
jadi membeli sehingga perusahaan harus menanggung lost sales.
Kondisi yang dijabarkan sebelumnya disebut sebagai bullwhip effect,
yaitu peramalan jumlah permintaan yang terjadi akan semakin berfluktuasi
jika sistem informasi dalam SCM yang buruk, artinya jika kondisi,
manufaktur semakin ke hulu sehingga perusahaan tidak dapat men-supply
kuantitas permintaan yang ada, Bullwhip effect identik dengan terjadinya
distorsi informasi permintaan dari rantai bawah/ hilir/ enduser ke rantai di
37
atasnya, sehingga kuantitas permintaan sering tidak dapat terpenuhi secara
maksimal (artinya tidak tepat kuantitasnya dan waktunya).
Sumber : google.com
Gambar 2.1 Ilustrasi Mengenai Bullwhip Effect
2.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Bullwhip Effect
Terdapat empat faktor penyebab timbulnya Bullwhip effect,
meliputi: (Schroeder, 2000) :
1. Peramalan permintaan yang kurang tepat, karena proses
Information sharing tidak tepat. Solusi peramalan dapat dilakukan
dengan menggunakan smoothing method dari data histori
keseluruhan penjualan yang ada.
2. Order batching, dapat terjadi jika ada penumpukan order.
38
3. Fluktuasi harga, dapat memicu timbulnya Bullwhip effect karena
jika ada discount rush demand dan akan menyebabkan rush order
material, artinya menyelesaikan pemenuhan permintaan yang
meningkat menimbulkan masalah pada rantai lain karena rush
order material menjadi meningkat, kemungkinan biaya pesan
menjadi tinggi, begitu pula sebaliknya.
4. Rationing, artinya jika permintaan melebihi supply yang ada maka
permintaan tersebut akan dijatah dengan menggunakan
perbandingan yang sama atas ordernya.
Menurut Simchi – Levi (2004) penyebab utama terjadinya
Bullwhip effect ada lima, yaitu :
1. Demand Forecasting
Tambahan pemesanan mengakibatkan peramalan permintaan lebih
tinggi. Solusi yang mungkin adalah dengan menyediakan data
tentang permintaan konsumen secara langsung untuk perusahaan
up stream yang lebih jauh pada rantai pasok.
2. Lead Time.
Lead Time didefinisikan sebagai lamanya waktu tiba pesanan
yang diterima oleh retailer. Lead Time dapat menambah Bullwhip
effect dengan menambah peningkatan variabilitas pada peramalan
39
permintaan, meliputi : panjang lead time , besarnya kebutuhan dan
tingkat persediaan.
3. Batch Ordering
Merupakan saat manufaktur mengamati besarnya pesanan, diikuti
beberapa periode tanpa pesanan, diikuti pesanan lain dan
seterusnya, kemudian manufaktur melihat penyimpangan dan
variabel tertinggi dari pesanan.
4. Supply Shortages.
Jika permintaan melebihi supply yang ada, maka permintaan
tersebut akan di jatah dengan perbandingan yang sama dengan
jumlah produk yang mereka pesan. Untuk mengatasi ini maka
konsumen akan melebihkan permintaan yang mereka pesan. Jika
permintaan berkurang maka terjadilah pembatalan pesanan yang
sring disebut dengan istilah phantom order.
5. Price Variation
Merupakan penyebab terakhir adalah frekuensi variasi biaya
keseluruhan pada rantai pasok. Contoh: banyak retailer
mengeluarkan biaya tinggi untuk promosi.
Dihadapkan pada permasalahan Bullwhip effect yang tidak
mungkin dapat dihindari oleh perusahaan, perusahaan yang tergabung
dalam suatu rantai pasok dapat saling berbagi informasi tentang data
40
penjualan yang nyata, data pemesanan, dan data penggunaan kapasitas
pabrik dan jadwal pengiriman. Melalui kolaborasi dan proses saling
berbagi informasi antara peramalan pabrik dengan pemasok akan
menghasilkan peramalan yang lebih tepat untuk kuantitas yang
diminta konsumen.
Dalam mendesain suatu rantai pasok, langkah awal yang harus
dilakukan adalah mengidentifikasi produk yang diproduksi, apakah
perusahan akan memfokuskan pada menghasilkan produk-produk
fungsional atau produk inovatif. Karakteristik kedua produk tersebut
berbeda, sehingga memerlukan SCM yang berfokus pada efisiensi atau
fokus pada responsifitas. Produk fungsional merupakan produk yang
pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan sehingga produk tersebut
tidak perlu banyak variasi, permintaan relatif stabil dan dapat
diprediksi serta siklus hidup produk relatif lebih panjang. Sebaliknya
produk inovatif merupakan produk yang didesain selalu berkembang
dan menyesuaikan perubahan permintaan atau selera konsumen.
Dalam mendesain SCM untuk produk inovatif harus
mempertimbangkan respon atau kecepatan untuk merespon karena
produk inovatif mempunyai siklus hidup yang lebih pendek, variasi
produk yang tinggi, permintaan produk yang tidak pasti tetapi
kontribusi pada laba lebih tinggi dan desain produk yang cocok untuk
produk inovatif adalah produk modul.
41
Produk-produk fungsional cenderung memiliki tingkat
kompetisi yang lebih tajam sehingga profit margin menjadi rendah
dengan jumlah variasi produk yang lebih sedikit, lead time lebih tinggi
dan pengiriman tidak terlalu cepat. Untuk produk fungsional,
penekanan dalam mendesain lantai pasokan harus menekankan pada
efisiensi, proses yang efisien dengan menggunakan persediaan yang
lebih tinggi serta biaya rantai pasok yang lebih murah.
Industri untuk jenis produk inovatif yang mempunyai siklus
hidup produk yang cukup pendek perlu mengadopsi desain produk
modul. Dalam proses produksi produk modul dibuat terlebih dahulu,
dan produk tersebut dapat menjadi komponen produk lain, dapat
dipakai pada sekelompok produk ataupun produk lain yang tidak
sekelompok. Sehingga standarisasi komponen untuk dapat
dipertukarkan sangat diperlukan. Produk modul melibatkan lintas
fungsi dan merupakan proses antar organisasi dimana pemesanan dan
produksi modul dapat dikoordinasi untuk menyesuaikan dengan
permintaan konsumen.
2.2.2 Mengurangi Bullwhip Effect
Pengurangan bullwhip effect bisa dilakukan apabila
penyebabnya dimengerti dengan baik oleh pihak-pihak pada rantai
42
pasok. Beberapa pendekatan yang diyakini bisa mengurangi bullwhip
effect adalah:
1. Information sharing; informasi yang tidak transparan
mengakibatkan banyak pihak pada rantai pasok melakukan
kegiatan atas dasar ramalan atau tebakan yang tidak akurat. Ritel
atau toko sering kali tidak membagi informasi penjualan dengan
pusat distribusi dan pabrik. Akibatnya pabrik hanya mengetahui
pola permintaan berdasarkan order yang diterima dari pusat
distribusi dan pusat distribusi.
2. Memperpendek atau mengubah struktur rantai pasok; semakin
panjang dan kompleks struktur suatu rantai pasok, semakin besar
kemungkinan terjadi distorsi informasi, oleh karena itu cara yang
baik untuk mengurangi bullwhip effect adalah dengan mengubah
struktur rantai pasok sehingga menjadi lebih pendek atau
memungkinkan terjadinya pertukaran informasi dengan lebih
lancar.
3. Pengurangan ongkos-ongkos tetap: ada banyak hal yang bisa
dilakukan untuk memungkinkan kegiatan produksi maupun
kegiatan pengiriman dilakukan dengan ukuran batch yang lebih
kecil. Pertama adalah dengan mengurangi waktu setup produksi.
Untuk kegiatan pengadaan, ukuran lot pemesanan dikurangi
dengan mengeliminasi kegiatan-kegiatan administrasi yang
43
berlebihan dan memakan waktu. Inovasi pada manajemen
transportasi dan distribusi banyak membantu pengurangan
bullwhip effect.
4. Menciptakan stabilitas harga dengan cara pemberian potongan
harga oleh penyalur-penyalur ke toko-toko atau ritel bisa
mengakibatkan reaksi forward buying yang sebetulnya tidak
berpengaruh pada permintaan dari pelanggan akhir. Untuk
menghindari reaksi forward buying, frekuensi dan intensitas
kegiatan promosi parsial seperti ini harus dikurangi dan lebih
diarahkan ke pengurangan harga secara kontinu, sehingga bisa
menciptakan every day low price (EDLP).
5. Pemendekan lead time; lead time bisa diperpendek dengan
mengubah struktur / konfigurasi rantai pasok (misalnya dengan
menggunakan pemasok lokal), mengubah mode transportasi, atau
dengan cara-cara inovatif seperti cross-docking dan perbaikan
manajemen order.
2.3 Fill Rate
Fill rate adalah persentase jumlah item yang tersedia ketika diminta
oleh pelanggan. Jadi fill rate 97% berarti ada kemungkinan 3% dari item yang
diminta oleh pelanggan tidak tersedia. Akibatnya pelanggan harus menunggu
44
beberapa lama atau pindah ke tempat lain untuk mendapatkannya (Pujawan,
2005).
2.4 Peramalan
Peramalan (Handoko,2000) adalah suatu usaha untuk meramalkan
keadaan di masa mendatang melalui pengujian keadaan di masa lalu.
Pengertian lainnya adalah proses untuk memperkirakan berapa kebutuhan di masa
yang akan datang yang meliputi kebutuhan dalam ukuran kuantitas, kualitas, waktu
dan lokasi yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi permintaan barang ataupun
jasa. Salah satu jenis peramalan adalah peramalan permintaan. Peramalan permintaan
merupakan tingkat permintaan produk–produk yang diharapkan akan terealisasi
untuk jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang (Nasution, 2005). Esensi
dari peramalan adalah perkiraan peristiwa-peristiwa diwaktu yang akan datang atas
dasar pola-pola di waktu yang lalu dan penggunaan kebijakan terhadap proyeksi-
proyeksi dengan pola-pola di waktu yang lalu.
Dalam fungsi peramalan tidak hanya termasuk di dalamnya teknik
khusus dan model, tetapi juga termasuk input dan output dari subyek
peramalan. Pengembangan fungsi peramalan dibutuhkan untuk
mengidentifikasi output, karena spesifikasi output dapat menyederhanakan
pemilihan model peramalan, tetapi fungsi peramalan tidak lengkap tanpa
mempertimbangkan input (Yamit, 2005).
45
2.4.1 Karakteristik Peramalan yang Baik
Peramalan yang baik mempunyai beberapa kriteria yang
penting, antara lain akurasi, biaya, dan kemudahan. Penjelasan dari
kriteria–kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
• Akurasi
Akurasi dari suatu hasil peramalan diukur dengan kebiasan
dan kekonsistensian peramalan. Hasil peramalan dikatakan bias
bila peramalan tersebut terlalu tinggi atau terlalu rendah
dibandingkan dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi. Hasil
peramalan dikatakan konsisten bila besarnya kesalahan peramalan
relatif kecil.
Buffa menjelaskan bahwa metode yang lebih canggih tidak
menjamin dihasilkannya hasil yang lebih akurat ketimbang metode
yang lebih sederhana, lebih mudah diterapkan, dan lebih murah.
Berikut ini merupakan temuan – temuan yang berhubungan dengan
pemilihan metode peramalan dan akurasi hasil peramalan :
Akurasi peramalan meningkat jika ramalan dari lebih banyak
metode dikombinasikan untuk menghasilkan ramalan akhir;
tetapi dampak marjinal dari penambahan satu metode
berkurang dengan semakin banyaknya jumlah metode yang
digunakan.
46
Resiko kesalahan yang lebih besar dalam peramalan yang
mungkin disebabkan oleh pemilihan metode yang keliru, resiko
kesalahan akan berkurang jika hasil dari dua atau lebih metode
dikombinasikan.
Variabilitas dalam akurasi ramalan diantara berbagai
kombinasi metode peramalan berkurang dengan makin
banyaknya metode yang digunakan (Buffa, 2000).
• Biaya
Biaya yang diperlukan untuk pembuatan suatu peramalan
tergantung dari jumlah item yang diramalkan, lamanya periode
peramalan, dan metode peramalan yang dipakai.
• Kemudahan
Penggunaan metode peramalan yang sederhana, mudah dibuat, dan
mudah diaplikasikan akan memberikan keuntungan bagi
perusahaan.
Dalam membuat peramalan atau menerapkan hasil peramalan,
ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan, yaitu :
• Peramalan pasti mengandung kesalahan, artinya peramal hanya
bisa mengurangi ketidakpastian yang akan terjadi tetapi tidak dapat
menghilangkan ketidakpastian tersebut.
47
• Peramalan seharusnya memberikan informasi mengenai berapa
ukuran kesalahan.
• Peramalan jangka pendek lebih akurat dibandingkan dengan
peramalan jangka panjang.
Terdapat beberapa peraturan yang harus diperhatikan sebelum
melakukan peramalan, yaitu (Gazpers, 2000) :
• Tidak boleh meramalkan produk–produk yang tergolong ke dalam
dependent demand.
Produk–produk yang tergolong dalam dependent demand harus
direncanakan atau dihitung. Peramalan hanya boleh dilakukan
pada produk–produk yang tergolong kedalam independent
demand.
• Penentuan horizon peramalan berdasarkan kondisi aktual sistem
manufaktur dan tujuan dari peramalan.
Semakin jauh periode dimasa mendatang yang diramalkan dengan
asumsi faktor–faktor lain, hasil ramalan akan semakin kurang
akurat.
• Disamping berdasarkan waktu, peramalan juga dapat dilakukan
berdasarkan lokasi geografis, kelompok produk, yang dikenal
sebagai peramalan berdasarkan dimensi agregasi dan disagregasi.
48
Peramalan pada tingkat agregasi yang lebih tinggi akan lebih
akurat dibandingkan peramalan pada tingkat agregasi yang lebih
rendah atau pada tingkat disagregasi.
2.4.2 Metode Peramalan
Salah satu cara untuk mengklasifikasikan permasalahan pada
peramalan adalah mempertimbangkan skala waktu peramalannya yaitu
seberapa jauh rentang waktu data yang ada untuk diramalkan.
Berdasarkan horison dari waktu peramalan, peramalan
dikelompokkan menjadi :
1. Peramalan jangka pendek
Jangka waktunya mencapai satu tahun tetapi umumnya kurang dari
tiga bulan. Digunakan untuk merencanakan pembelian,
penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja, penugasan, dan tingkat
produksi.
2. Peramalan jangka menengah
Peramalan jangka menengah biasanya berjangka tiga bulan hingga
tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat dalam perencanaan
penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi, penganggaran
kas, dan menganalisis berbagai rencana operasi.
49
3. Peramalan jangka panjang
Jangka waktunya biasanya tiga tahun atau lebih; digunakan dalam
merencanakan produk baru, pengeluaran modal, lokasi fasilitas,
atau ekspansi, dan penelitian serta pengembangan.
Tabel berikut ini menunjukkan tipe-tipe keputusan berdasarkan
jangka waktu peramalannya.
Tabel 2.2 Rentang Waktu dalam Peramalan
Rentang Waktu Tipe Keputusan Contoh
Jangka Pendek
( 3 – 6 bulan) Operasional Perencanaan produksi, distribusi
Jangka Menengah
( 2 tahun) Taktis Penyewaan lokasi dan peralatan
Jangka Panjang
(Lebih dari 2 tahun) Strategis
Penelitian dan pengembangan untuk akuisisi
dan merger, pembuatan produk baru
Sumber : Manajemen Persediaan (Zulian Yamit)
50
Selain itu, didasarkan dari karakteristik dalam menentukan
suatu peramalan, peramalan terbagi atas :
• Metode Kualitatif
Pada metode ini tidak ada model matematik, biasanya
karena data yang ada tidak cukup representatif untuk meramalkan
masa yang akan datang (long term forecasting). Peramalan
kualitatif menggunakan pertimbangan pendapat-pendapat para
pakar yang ahli atau expert di bidangnya. Adapun kelebihan dari
metode ini adalah biaya yang dikeluarkan sangat murah (tanpa
data) dan cepat diperoleh. Sementara kekurangannya yaitu bersifat
subyektif sehingga seringkali dikatakan kurang ilmiah.
Salah satu pendekatan peramalan dalam metode ini adalah
teknik Delphi, dimana menggabungkan dan merata-ratakan
pendapat para pakar dalam suatu forum yang dibentuk untuk
memberikan estimasi suatu hasil permasalahan di masa yang akan
datang. Misalnya: berapa estimasi pelanggan yang dapat diperoleh
dengan realisasi teknologi 3G.
• Metode Kuantitatif
Prosedur peramalan yang mengikuti aturan matematis dan
statistik dalam menunjukan hubungan antara permintaan dengan
51
satu atau lebih variabel yang mempengaruhinya. Ada 2 metode
yaitu metode analisa time series dan metode asosiatif (regresi).
Model Time Series Analysis (Deret Waktu)
Memasang suatu garis trend yang representatif dengan data-
data masa lalu (historis) berdasarkan kecenderungan datanya
dan memproyeksikan data tersebut ke masa yang akan datang.
Untuk peramalan dengan metode analisa time series terdapat
empat pola data, antara lain :
1. Pola trend
Mengalami pergerakan sedikit demi sedikit dan memiliki
kecenderungan untuk terus meningkat ataupun
sebaliknya,yaitu menurun.
Sumber : google.com
Gambar 2.2 Pola Trend
2. Pola siklus / cycle
52
Pola permintaan akan suatu produk yang mengalami
perulangan dalam kurun waktu tertentu, bisa dalam hari,
minggu, bulan, ataupun tahunan.
Sumber : google.com
Gambar 2.3 Pola Siklus
3. Pola musiman / season (S)
Pola dalam data yang umumnya terjadi setiap beberapa
periode (tahun). Pola ini biasanya disebabkan oleh faktor
cuaca, musim libur, hari raya keagamaan yang berulang
tiap tahunnya.
Sumber : google.com
Gambar 2.4 Pola Musiman
4. Pola variasi acak / random (R)
53
Merupakan pola khusus dalam data yang disebebkan oleh
peluang dan situasi yang tidak biasa. Variasi acak ini tidak
memiliki pola kecenderungan yang khusus dan sangat sulit
untuk diprediksi.
Sumber : google.com
Gambar 2.5 Pola Variasi Acak
Terdapat beberapa metode peramalan yang umum digunakan
dalam peramalan kuantitatif dengan metode analisa time series dan
metode asosiatif. Metode-metode tersebut anatara lain :
1. Double Exponential Smoothing – 1 dan 2 parameter Brown
Dasar pemikiran dari pemulusan eksponensial linier dari
Brown adalah serupa dengan rata–rata bergerak linier. Metode
penghalusan eksponensial merupakan teknik peramalan rata-rata
bergerak dengan pembobotan dimana data diberi bobot oleh
sebuah fungsi eksponensial.
Konstanta penghalusan (α ) merupakan fungsi eksponensial
yang menjadi faktor pembobotan yang digunakan dalam
54
peramalan ini. Pemberian nilai α dipilih berdasarkan keadaan dari
permintaan. Saat permintaan rata-rata cenderung berubah, nilai α
yang tinggi dapat dipilih dan saat pemintaan cenderung stabil,
maka nilai α yang dipilih adalan nilai yang rendah. Besar nilai
yang digunakan untuk α berkisar dari 0 sampai dengan 1. Metode
ini pun juga memiliki kelemahan yang sama dengan metode rata-
rata bergerak, yaitu teknik ini tidak dapat memberikan respons
yang baik terhadap adanya trend.
( )
mbaF
)S(S1
b
SS2a)S(1SS
)S(1XS
ttmt
t"'
t
"'t
)1(''"
1-tt'
⋅+=
−α−
α=
−⋅=
α−+⋅α=
α−+⋅α=
+
−
t
tt
ttt
t
dengan inisialisasi awal : 1"' XSS == tt
2. Metode Asosiatif (Regresi)
Merupakan model matematis garis lurus yang menjelaskan
hubungan fungsional antara variabel bebas dan variabel dependen
yang memungkinkan kita meramalkan nilai–nilai variabel tak
bebas dari nilai–nilai peubah bebas.
Pendekatan peramalan ini lebih berdaya guna dibandingkan
dengan metode time series yang telah dibahas sebelumnya karena
55
pada regresi, pertimbangan dapat dilakukan pada beberapa variabel
yang memiliki hubungan dengan dengan nilai yang diramalkan.
Metode ini cocok digunakan untuk peramalan terhadap permintaan
yang memiliki pola trend.
( )∑ ∑∑ ∑ ∑
−
−= 22 ttn
yttynb
tbya −=
dimana : y = nilai peramalan
a = konstanta y
b = nilai kemiringan
n = jumlah data
t = indeks penunjuk waktu (dimulai dari 1 dan terus
berlanjut untuk periode yang diramalkan)
3. Metode Holt- Winters
Metode Holt-Winters digunakan untuk memodelkan data
dengan pola musiman, baik mengandung trend maupun tidak.
Metode Holt- Winters memberikan tiga pembobotan dalam
prediksinya, yaitu α, β,dan γ yang bernilai antara 0 dan 1.
Pembobotan α memberikan pembobotan pada nilai ramalan, β
memberikan pembobotan pada slope, dan γ memberikan
56
pembobotan pada efek musiman. Metode Holt- Winters
mempunyai dua bentuk model. Bila besarnya efek musiman
konstan dari waktu ke waktu, maka bentuk model yang dipakai
adalah Additive Seasonality. Sedangkan bila besarnya efek
musiman berubah dari waktu ke waktu, maka bentuk model yang
dipakai adalah Multiplicative Seasonality.
Dalam metode peramalan, kekuatan dari setiap model
peramalan dan ketepatan dari peramalan tersebut dapat diukur dengan
menggunakan beberapa metode, antara lain :
1. Mean Absolute Error atau Mean Absolute Deviation (MAE /
MAD)
Merupakan ukuran kesalahan peramalan keseluruhan untuk sebuah
model peramalan. Nilai ini dihitung dengan mengambil jumlah
nilai absolut dari tiap kesalahan dan dibagi dengan jumlah periode
data.
2. Mean Square Error (MSE)
Merupakan rata-rata dari selisih kuadrat dari nilai yang diramalkan
dengan yang diamati.
3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)
57
MAPE dihitung berdasarkan rata-rata diferensiasi absolut antara
nilai yang diramal dan aktual dan dinyatakan sebagai persentase
dari nilai aktual. MAPE digunakan untuk menghindari munculnya
nilai kesalahan yang terlalu besar seperti yang dapat terjadi pada
penggunaan MSE atau MAD yang besarnya tergantung kepada
besarnya unsur yang diramal. Biasanya dalam perhitungan
peramalan, perhitungan MAPE lebih ditekankan dan lebih
diprioritaskan untuk mengetahui hasil akhirnya.
2.5 Persediaan
Persediaan adalah istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau
sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap
pemenuhan permintaan (Handoko, 2000). Pengendalian persediaan
merupakan fungsi manajerial yang sangat penting karena banyak perusahaan
melibatkan investasi terbesar pada persediaan.
Sistem persediaan adalah serangkaian kebijaksanaan dan pengendalian
yang memonitor tingkat persediaan dan menentukan tingkat persediaan yang
harus dijaga, kapan persediaan harus diisi, dan berapa besar pesanan yang
harus dilakukan. Sistem ini bertujuan menetapkan dan menjamin tersedianya
sumber daya yang tepat, dalam kuantitas yang tepat pada waktu yang tepat,
Berdasarkan jenisnya, persediaan dapat dibedakan atas:
58
• Persediaan bahan mentah (raw materials) adalah persediaan barang-
barang berwujud seperti baja, kayu, dan komponen lainnya yang
digunakan dalam proses produksi. Bahan mentah diperoleh dari sumber-
sumber alam atau dibeli dari para supplier dan atau dibuat sendiri oleh
perusahaan untuk digunakan dalam proses produksi.
• Persediaan komponen-komponen rakitan (purchased parts / components)
adalah persediaan barang-barang yang terdiri dari komponenn yang
diperoleh dari perusahaan lain, dimana secara langsung dapat dirakit
menjadi suatu produk.
• Persediaan bahan pembantu atau penolong (supplies) adalah persediaan
barang yang diperlukan dalam proses produksi, tetapi tidak merupakan
bagian dari komponen barang jadi.
• Persediaan barang dalam proses (work-in-process) adalah persediaan
barang-barang yang memerlukan keluaran dari tiap-tiap bagian dalam
proses produksi atau yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi masih
diproses lebih lanjut menjadi barang jadi.
• Persediaan barang jadi (finished goods) adalah persediaan barang yang
telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual atau
dikirim kepada pelanggan.
Berdasarkan fungsinya, persediaan bisa dibedakan menjadi (Pujawan, 2005):
59
• Pipeline / transit inventory, persediaan ini muncul karena lead time
pengiriman dari satu tempat ke tempat lain. Barang yang tersimpan di
truk sewaktu proses pengiriman adalah salah satu contohnya. Persediaan
ini akan banyak kalau jarak dan waktu pengiriman panjang. Jadi
persediaan ini bisa dikurangi dengan mempercepat pengiriman misalnya
dengan mengubah alat atau mode transportasi atau dengan mencari
pemasok yang lokasinya lebih dekat.
• Cycle stock, adalah persediaan akibat motif memenuhi skala ekonomi
seperti yang didiskusikan di atas. Persediaan ini punya siklus tertentu.
Pada saat pengiriman jumlahnya banyak, kemudian sedikit demi sedikit
berkurang akibat dipakai atau dijual sampai akhirnya habis, kemudian
mulai dengan siklus baru lagi.
• Safety stock, adalah sebagai perlindungan terhadap ketidakpastian
permintaan maupun pasokan. Perusahaan biasanya menyimpan lebih
banyak dari yang dibutuhkan selama satu periode tertentu supaya
kebutuhan yang lebih banyak bisa dipenuhi tanpa harus menunggu.
• Anticipation stock, adalah persediaan yang dibutuhkan untuk
mengantisipasi kenaikan permintaan akibat sifat musiman dari
permintaan terhadap suatu produk
60
2.5.1 Model Persediaan untuk Permintaan Musiman
Untuk item-item dengan permintaan musiman, isu yang
mendasar adalah mencari keseimbangan antara ongkos kelebihan
dengan ongkos kekurangan produk selama suatu musim penjualan.
Produk-produk yang permintaannya bersifat musiman akan beresiko
tinggi bila tidak habis pada musim jualnya. Resiko ini bisa berupa
tidak terjual sama sekali karena melewati masa kadaluarsa (seperti
makanan, minuman, sayur segar, daging, surat kabar, dan majalah)
atau harus didiskon sampai di bawah harga pabrik pada akhir musim
jualnya (seperti garmen dan kamera digital).
Keputusan persediaan yang harus diambil pada jenis barang
seperti ini adalah banyaknya barang yang harus dipesan untuk
memenuhi permintaan suatu musim jual. Musim jual untuk tiap
komoditi atau barang tentu berbeda-beda.
Co = ongkos kelebihan satu unit
Cu = ongkos kekurangan satu unit
c = harga beli dari pabrik (supplier)
p = harga jual normal
s = harga jual diskon
Co = c + s
Cu = p – c.
61
Perusahaan punya tujuan untuk memaksimumkan keuntungan.
Keuntungan perusahaan besarnya (p-c)Q kalau Q < D dimana Q
adalah ukuran pesanan dan D adalah permintaan selama musim jual.
Kalau Q > D maka besarnya keuntungan adalah (p-s)D + (s-c)Q.
Secara umum keuntungan perusahaan bisa dirumuskan sebagai berikut
:
P(b) = Co Min (Q,D) = max (0, [Q-D]Cu)
Apabila permintaan selama musim jual diketahui berdistibusi
normal dengan rata-rata d dan standar deviasi Sd maka besarnya
permintaan yang optimal adalah :
Q = d + Z(SL*) x Sd
,dimana SL* adalah service level yang optimal. Jadi Z(SL*) adalah
niai invers distribusi normal standar yang berkorelasi dengan
probabilitas SL*. Besarnya SL* inilah yang pertama harus ditentukan
agar Q yang optimal bisa dihitung. Nilai SL* merupakan trade off
antara ongkos kelebihan (Co) dengan ongkos kekurangan (Cu).
Apabila Co sama dengan Cu maka keputusan yang terbaik adalah
memesan pada nilai rata-rata (d) yang berarti berkorespondensi dengan
service level 50%. Apabila Cu lebih besar dari Co maka ekspektasi
keuntungan akan lebih besar kalau perusahaan memesan lebih dari
nilai rata-rata. Ini berarti bahwa SL* akan semakin besar kalau Cu/Co
62
semakin besar nilainya. Dengan manipulasi matematis, nilai SL* bisa
dihitung sebagai berikut :
SL* : Cu/(Cu+Co)
Model untuk menentukan ukuran pesanan yang dijabarkan di
atas hanya berdasarkan informasi yang dimiliki oleh ritel. Pabrik tidak
dilibatkan dalam menentukan ukuran pesanan, melainkan hanya pasif
merespon pesanan dari ritel.
Pada model yang ada, ongkos kekurangan maupun kelebihan
persediaan hanya dilihat dari sudut pandang ritel. Seandainya kedua
belah pihak membagi informasi secara transparan tentang struktur
ongkos mereka maka ongkos kekurangan dan ongkos kelebihan
persediaan bisa ditentukan dari sudut pandang sistem. Misalkan pabrik
mengeluarkan ongkos sebesar v untuk memproduksi dan memasok
satu unit celana seperti diperlihatkan pada gambar .
Sumber : Supply Chain Management (I Nyoman Pujawan)
Gambar 2.6 Struktur Ongkos Pabrik dan Retail
PABRIK RETAILV
S
p
c
63
Dari sudut rantai pasok (pabrik dan retail), kelebihan satu unit
celana akan mengakibatkan kerugian sebesar v – s. Sedangkan untuk
setiap satu unit yang terjual dengan harga normal, rantai pasok akan
mendapatkan keuntungan sebesar p – v. Dengan demikian maka Co =
v-s dan Cu = p-v. Dengan informasi yang baru ini mereka bisa
menentukan service level yang optimal dengan menggunakan formula
SL* di atas, yaitu SL* : Cu/(Cu+Co). Penentuan ukuran pesanan yang
optimal bagi kedua belah pihak juga mengikuti prosedur yang sama
seperti diatas.
Tentunya harus ada pembagian keuntungan yang adil diantara
kedua belah pihak. Pabrik mungkin bisa menurunkan harga jual per
unit atau bersedia berbagi keuntungan maupun kerugian secara
bersama. Ini adalah konsep yang sangat mendasar dalam manajemen
rantai pasok. Berbagai mekanisme pembagian keuntungan bisa
diterapkan diantara pabrik dan retail.
Berdasarkan contoh di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
semakin luas kita melihat sistem, semakin optimal keputusan bisa
dibuat. Manajemen rantai pasok menganjurkan pihak-pihak pada suatu
rantai pasok untuk membagi informasi dan mengambil keputusan
secara kolaboratif. Contoh sederhana di atas membuktikan bahwa
secara matematis dua hal tersebut menguntungkan bagi sistem secara
64
keseluruhan. Namun tentu saja dalam prakteknya banyak hal-hal yang
bisa membatasi terjadinya praktek kolaborasi pada rantai pasok.
Top Related