1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan menurut Undang-undang Republik Indonesia no.41/Kpt-II/1999
tentang Kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Indonesia
merupakan negara dengan luas hutan terbesar kesembilan di dunia dengan luas
884.950 km2 dengan persentase 46,46%. 1 Peringkat tersebut merupakan
penurunan dalam beberapa tahun terakhir karena sebelumnya Indonesia tercatat
sebagai tiga besar luas hutan terbesar dunia. Maka dari itu diperlukan sebuah
usaha dalam mengembalikan hutan seperti pada fungsinya. Berbagai jenis hutan
yang ada di indonesia memiliki fungsi sebagai pencegah erosi dan tanah longsor,
menyimpan, mengatur dan menjaga persedian dan keseimbangan air,
menyuburkan tanah, sumber ekonomi, sebagai sumber plasma nutfah, dan
mengurangi pencemaran udara.
Namun di negara berkembang seperti Indonesia menjadi sebuah dilema
dalam mengatur kemajuan pembangunan suatu negara. Di satu sisi negara harus
menjaga kelestarian hutan, tetapi disisi lain negara membutuhkan sebuah sumber
daya alam guna membangun sebuah kesejahteraan. Maka dari itu dalam mengatur
1 Forest Land Area ranking. CIA World Fact’s Book dalam https://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_negara_menurut_luas_wilayah_hutan dilihat Rabu, 5 Oktober 2016 pukul 19.50
2
sebuah pembangunan, Pemerintah Indonesia membuat sebuah pasal dalam UUD
1945 yaitu pasal 33 ayat 3 yang berbunyi :
“Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Kemudian dalam mengatur terkait sumber daya hutan, pemerintah merespon
dengan membuat undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan. Hutan merupakan sekumpulan ekosistem dimana saling
berhubungan erat antara hutan dan lingkungan baik itu berupa pepohonan, benda-
benda hayati dan non hayati, lingkungan pendukung (jasa) dimana semua yang
ada di atas selalu saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Hutan secara
keseluruhan merupakan kumpulan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya.
Keunggulan yang lebih penting bagi hutan dari sumberdaya alam lain
adalah merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui. Sumber-sumber
hutan tidak akan kunjung habis dan kering, ia akan selalu ada asalkan diurus dan
dijaga sebaik-baiknya.
Kita menyadari bahwa karena kebutuhan pembangunan, pengembangan,
dan kebutuhan, lahan suatu daerah menjadi sangat penting dalam keberlangsungan
pembangunan, dan hal tersebut membuat pinjam pakai, tukar lahan atau konversi
hutan menjadikan hal yang sangat lumrah guna mendukung pembangunan suatu
daerah. Sangat memungkinkan semakin lama luas dari hutan akan berkurang
secara tidak langsung tanpa disadari dan dapat menimbulkan dampak negatifnya
seperti bencana banjir atau tanah longsor yang membawa kerugian bagi semua
pihak, baik kerugian langsung maupun tidak langsung, material maupun non
3
material. Pengurangan areal luas hutan tersebut ternyata terjadi secara sistematis,
yang melibatkan semua aktor pembangunan, yaitu pemerintah, swasta, dan
masyarakat yang tidak lagi mengindahkan kebijakan pelestarian lingkungan
hutan. Maka dari itu sejak tahun 1967, tanah kehutanan di Indonesia berada
dibawah wewenang Menteri Kehutanan dan Perkebunan atau sekarang dikenal
sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Selain itu dibutuhkan juga
sebuah pembangunan terkonsep dan terprogam guna mendukung pembangunan
yang ramah lingkungan dan bersahabat dengan alam sehingga dampak negatif dari
konversi hutan dapat diminimalisir. Tanah yang tergolong sebagai hutan
diperkirakan 50,2 persen dari wilayah Indonesia2, dan tidak terdapat hak atas
tanah di atasnya kecuali bila telah terjadi konversi. Tiap konversi tanah kehutanan
mensyaratkan ijin dari Menteri Kehutanan, yang izinnya dinamakan Hak
Pengusahaan Hutan.
Persebaran hutan di Jawa Tengah menurut Badan Pusat Statistik pada tahun
2015 sebesar 757.000 Ha yang terdiri atas 362.000 Ha Hutan Produksi tetap,
127.000 Ha Hutan suaka alam dan pelestarian alam, 84.000 Ha Hutan Lindung,
dan 184.000 Ha Hutan Produksi terbatas. Hutan di Jawa Tengah memiliki fungsi
yang berbeda-beda, secara ekologi fungsi hutan adalah sebagai penyerap air hujan
untuk mencegah terjadinya erosi. Hutan mempunyai peranan penting dalam
mengatur aliran air ke daerah pertanian dan perkotaan, baik lokal, regional
maupun global. Sebagai contoh, 50 % sampai 80 % dari kelembaban yang ada di
udara di atas hutan tropik berasal dari hutan melalui proses transpirasi dan 2 Data Bank Dunia Forest Area by Percentage (%) tahun 2015 dengan website http://data.worldbank.org/indicator/AG.LND.FRST.ZS?end=2015&name_desc=false&start=1961&view=chart diakses 5 Oktober 2016 pukul 20.09
4
respirasi. Jika hutan dirambah presipitasi atau curah hujan yang turun akan
berkurang dan suhu udara akan naik (Miller, 1993). Dari segi ekonomis, terdapat
juga hutan yang berfungsi menghasilkan hasil hutan baik kayu maupun non kayu.
Salah satu contoh hasil hutan non kayu adalah pendapatan ekowisata atau wisata
lingkungan. Di Jawa Tengah sendiri terdapat beberapa wisata lingkungan salah
satunya adalah Wana Wisata Hutan Penggaron yang merupakan kawasan hutan
yang terletak di wilayah Kesatuan Pamangku Hutan (KPH) Semarang, Perum
Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah. Lokasi ini berupa hutan sekunder dataran
rendah, dengan topografi berbukit-bukit dan menurut Perda nomor 6 Tahun 2010
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah 2009-2029 pasal 68
ayat (2) kawasan Hutan Penggaron ditetapkan sebagai hutan produksi. Kawasan
ini merupakan bagian dari rangkaian kawasan yang membentang di sisi tenggara,
perbatasan antara Kota Semarang dengan sisi timur Kabupaten Semarang. Luas
kawasan kurang lebih 900 ha, dengan alokasi kawasan Wanawisata seluas ±372,2
Ha (150 Ha masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Semarang dan 222,2
Ha masuk dalam wilayah administrasi Kota Semarang). Wana Wisata Penggaron
terletak pada ketinggian antara 100-350 meter di atas permukaan laut dengan
kemiringan lahan yang dapat dibedakan menjadi 3, yaitu kemiringan 0-8%, 8-
13%, dan <13%.
5
Gambar 1.1
Peta Pola Ruang Jawa Tengah 2011-2031
sumber: Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
Gambar 1.2
Peta Pola Ruang Kabupaten Semarang 2011-2031
sumber: Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Tengah Tahun 2011
6
Pada Gambar 1.1 dan 1.2 merupakan Peta Pola Ruang Provinsi Jawa
Tengah dan Kabupaten Semarang dimana pada gambar 1.1 menunjukkan Hutan
Penggaron yang terletak di Kabupaten Semarang (ditandai dengan warna hijau
muda sedikit pudar) merupakan Hutan Produksi tetap, sedangkan pada Gambar
1.2, Hutan Produksi Penggaron terletak di Ungaran Timur yang ditandai warna
hijau kebiru-biruan yang berbatasan langsung dengan Kota Semarang. Beberapa
Landasan yang mendasari dibentuknya wahana hutan wisata Wana Wisata
Penggaron (2000) adalah sebagai berikut:
1. Surat Wakil Kepala Perum Perhutani Unit 1, tanggal 5 Pebruari 1997 No.
34/043.7/Prod/I, perihal Pengembangan Wana Wisata Penggaron.
2. Surat Bupati Semarang tanggal 2 Juli 2002, No.050/03114, perihal
Pengembangan Wana Wisata Penggaron di Kabupaten Semarang
3. Kesepakatan bersama dalam rangka kerjasama (MoU) Usaha Pengembangan
Wana Wisata Penggaron, antara Perum Perhutani dengan Pemerintah
Kabupaten Semarang, Nomor 99/SJ/DIR/2002 dan Nomor
415.4/13/KJS/2002 tanggal 27 September 2002.
Seiring dengan perkembangan wana wisata dan kebutuhan masyarakat akan
tempat rekreasi ini, maka pemerintah akan semakin gencar dalam melakukan
percepatan pembangunan, promosi dan merubah bentuk wana wisata sedemikian
rupa untuk memenuhi target pendapatan yang telah ditentukan pemerintah
provinsi Jawa Tengah. Pemerintah juga berhak dan “membuka diri” dengan sektor
lain seperti badan usaha guna mempercepat pembangunan yang telah
direncanakan. Hal tersebut telah dijamin oleh Peraturan Presiden Republik
7
Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah Dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur.
Salah satu isu hangat yang menjadi perbincangan masyarakat Jawa Tengah
adalah pembangunan Jateng Park yang rencananya akan dibangun di Kompleks
Kawasan Hutan Produksi Penggaron. Gagasan pembangunan Jateng Park
dicetuskan pada tahun 2011 oleh Gubernur Jawa Tengah saat itu Bibit Waluyo,
namun dalam kenyataannya gagasan tersebut sampai saat ini belum terealisasi
karena terbentur dengan regulasi dan minimya investor yang tertarik membuat
seolah-olah gagasan tersebut mati suri. Kemudian titik terang kembali muncul
pada tahun 2015 saat Gubernur Jawa tengah yang terpilih pada pilkada 2014
Ganjar Pranowo menginginkan adanya ikon / tujuan wisata baru bertemakan
theme park sekelas “Disneyland”.3 Pencetusan ide tersebut juga didasari dengan
pendapatan Wana Wisata Penggaron yang setiap tahun tidak memenuhi target dan
di belum terdapat wisata theme park di kawasan pengembangan pariwisata
koridor Semarang-Ambarawa-Salatiga. Namun dalam pelaksanaannya terdapat
beberapa hambatan diantaranya adalah Kawasan Hutan Penggaron merupakan
hutan produksi4 , dimana hutan produksi merupakan hutan yang menghasilkan
hasil hutan5 dan termasuk dalam kawasan yang dikelola oleh Perum Perhutani
Divisi Regional Jawa Tengah. Maka dari itu dalam pembangunan Jateng Park
pemerintah provinsi Jawa tengah harus berkoordinasi dan bekerja sama dengan
Perum Perhutani Divisi Regional Jawa tengah sebagai pengelola kawasan hutan.
3 Galih Permana. Ganjar ingin hutang penggaron sekelas disneyland.2013. dalam web http://jateng.tribunnews.com/2013/10/01/ganjar-ingin-hutan-penggaron-sekelas-disneyland 4 Pasal 69 Perda nomor 6 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah 5 Pasal 1 butir kedelapan Peraturan Pemerintah 104 tahun 2015 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan
8
Perum Perhutani sendiri adalah Badan Usaha Milik Negara di Indonesia
yang memiliki tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan perencanaan,
pengurusan, pengusahaan dan perlindungan hutan di wilayah kerjanya. Di Jawa
Tengah, salah satu kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani adalah Hutan
Produksi Penggaron. Dalam studi kasus ini Pemerintah Provinsi Jawa Tengah
bekerja sama dengan pengelola hutan Penggaron, Ungaran yaitu Perum Perhutani
Divisi Regional Jawa Tengah dalam pembangunan Jateng Park.
Oleh karena itu studi ini sangat menarik untuk menemukenali proses
kerjasama antara pemerintah provinsi Jawa Tengah dengan Perum Perhutani
Divisi Regional Jawa Tengah terkait perubahan peruntukan penggunaan hutan
produksi Penggaron, Ungaran menjadi wisata tematik Jateng Park.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses kerjasama yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah dan Perum Perhutani dalam perubahan peruntukan penggunaan
kawasan hutan produksi Penggaron menjadi Jateng Park?
2. Faktor apa yang mendukung dan menghambat dalam proses kerjasama
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Perum Perhutani terkait
perubahan peruntukan penggunaan kawasan hutan produksi Penggaron
menjadi Jateng Park?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
9
1. Mengidentifikasi proses kerjasama yang dilakukan antara Pemerintah
Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani dalam mengubah peruntukan
penggunaan kawasan hutan produksi Penggaron menjadi Jateng Park.
2. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional
Jawa Tengah terkait perubahan peruntukan penggunaan kawasan hutan
produksi Penggaron menjadi Jateng Park.
1.4. Kegunaan Penelitian
Dari tujuan dilakukannya penelitian tadi, maka adapun manfaat dari
penelitian yaitu penelitian diharapkan mempunyai manfaat secara :
1.4.1. Manfaat Teoritis
Manfaat dari penelitian ini jika dilihat dari segi teoritis adalah penelitian ini
diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan dapat memperkaya temuan-temuan terkait pengembangan
teori mengenai proses berjalannya suatu kerjasama antara pemerintah dengan
suatu badan usaha. Penelitian ini memberikan penjelasan teoritis mengenai
kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Perum Perhutani Divisi
Regional Jawa Tengah terkait penggunaan hutan produksi Penggaron.
1.4.2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pemerintah Daerah
10
Penelitian ini dapat bermanfaat bagi pemerintah daerah dalam
pemanfaatan wilayah dengan cara perubahan peruntukan hutan menjadi
tempat wisata guna menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya
melalui kerjasama dengan pihak ketiga yaitu badan usaha. Dalam kerjasama
tersebut diharapkan mampu mengakomodir semua kepentingan baik dari
pemerintah, badan usaha, dan masyarakat dengan tujuan utama untuk
kepentingan bersama dan kemajuan daerah.
b. Bagi Pihak Ketiga
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi masukan dan saran kepada
pihak ketiga guna menciptakan suatu kerjasama yang saling menguntungkan
antara pihak ketiga dengan pihak pemerintah.
c. Bagi Masyarakat
Menambah dan mendorong tingkat kepedulian dan keberanian
masyarakat untuk mengutarakan pendapat atas berbagai kondisi atau
kejadian dan informasi di lingkungan masyarakat secara langsung baik akan
disampaikan langsung oleh pemerintah maupun melalui bantuan media
masa dan lembaga kemasyarakatan yang ada.
d. Bagi Peneliti
Akan menjadi pembelajaran bagi penelitian baik untuk penelitian
selanjutnya maupun untuk peneliti yang lain khususnya dalam kajian
penelitian kebijakan pubik hingga proses implementasi sebuah kebijakan
publik oleh pemerintah. Selain itu diharapkan pula menumbuhkan pula rasa
11
kepekaan peneliti terhadap kondisi masy secara langsung serta diharapkan
akan menumbuhkan jiwa penelitian dan kepedulian sosial.
1.5. Kerangka Pemikiran Teoritis
1.5.1. Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Menurut UU No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 Tentang Pemerintah Daerah,
Desentralisasi adalah penyerahan wewenang oleh pemerintah kepada
pemerintah daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem NKRI.
Menurut Rondinelli: Desentralisasi adalah penyerahan perencanaan,
pembuatan keputusan, atau kewenangan administratif dari pemerintah pusat
kepada organisasi wilayah, unit satuan administratif daerah, organisasi semi
otonom, pemerintah daerah, atau organisasi nonpemerintah/lembaga swadaya
masyarakat.
Menurut PBB, Desentralisasi merujuk pada pemindahan kekuasaan dari
pemerintah pusat baik melalui dekonsentrasi (delegasi) pada pejabat wilayah
maupun melalui devolusi pada badan-badan otonom daerah.
Desentralisasi mempunyai ciri-ciri tertentu, seperti yang diungkapkan
Smith berikut ini6:
1. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan
tertentu dan pemerintah pusat kepada daerah otonom,
6 Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Derah. Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia. Halaman 21-22.
12
2. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci, atau merupakan fungsi yang
tersisa (residual functions),
3. Penerima wewenang adalah daerah otonom,
4. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan
melaksanakan kebijakan; wewenang mengatur dan mengurus (regelling
en bestuur) kepentingan yang bersifat lokal,
5. Wewenang mengatur adalah wewenang untuk menetapkan norma
hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak,
6. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma
hukum yang bersifat individual dan konkrit (beschikking, acte
administrative, verwaltungsakt),
7. Keberadaan daerah otonom adalah di luar hirarki organisasi pemerintah
pusat,
8. Menunjukkan pola hubungan antar organisasi,
9. Menciptakan political variety dan diversity of structure dalam sistem
politik.
Sedangkan otonomi berasal dari bahasa Yunani autos yang berarti sendiri
dan namos yang berarti Undang – Undang atau aturan. Dengan demikian
otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri.
Ateng Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna
kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan. Kebebasan yang
terbatas atau kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus
13
dipertanggungjawabkan. Selain itu, Philip Mahwood mengemukakan bahwa
otonomi daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai
kewenangan sendiri yang keberadaannya terpisah dengan otoritas yang
diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material
yang substansial tentang fungsi – fungsi yang berbeda.
Dalam Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa
otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa Undang – Undang Nomor 32 Tahun
2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa daerah harus mampu:
1. Berinisiatif sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan
kebijaksanaan sendiri.
2. Membuat peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan
pelaksanaannya.
3. Menggali sumber – sumber keuangan sendiri.
4. Memiliki alat pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk desentralisasi pemerintahan,
pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi kepentingan bangsa secara
keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang terkandung dalam konsep otonomi,
maka Sarundajang juga menegaskan tujuan pemberian otonomi kepada
daerah meliputi empat aspek yaitu dari : a) segi politik, mengikutsertakan,
menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan
14
daerah sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijakan nasional; b)
segi manajemen pemerintahan, adalah untuk meningkatkan daya guna dan
hasil guna penyelenggaraan pemerintahan; c) segi kemasyarakatan, untuk
meningkatkan partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat
melalui upaya pemberdayaan masyarakat untuk mandiri dan; d) segi ekonomi
pembangunan, adalah untuk melancarkan pelaksanaan program pembangunan
guna tercapainya kesejahteraan rakyat. 7 Selanjutnya dalam teori tersebut,
terdapat beberapa prinsip otonomi daerah yang diantaranya :
1. Untuk terciptanya efesiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan.
2. Sebagai sarana pendidikan politik.
3. Sebagai persiapan karier politik.
4. Stabilitas politik.
5. Kesetaraan politik.
6. Akuntabilitas politik.
1.5.2. Public Private Partnership
Public Private Partnership (PPP) atau Kemitraan Pemerintah Swasta
(KPS) dapat diterjemahkan sebagai: Sebuah perjanjian kontrak antara swasta
dan pemerintah, yang keduanya bergabung bersama dalam sebuah kerjasama
untuk menggunakan keahlian dan kemampuan masing – masing untuk
meningkatkan pelayanan kepada publik dimana kerjasama tersebut dibentuk
7 Sarundajang, 2002,Arus Balik Kekuasaan dari Pusat ke Daerah, Pustaka Sinar Harapan : Jakarta.
Halaman 35
15
untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal
untuk publik.
Dalam PPP, Meskipun aktor swasta seringkali memiliki tanggung
jawab utama untuk melakukan manajemen operasional sehari-hari, namun
sektor public terus berperan pada pengelolaan korporasi dan tingkat
manajamen harian. Dalam melakukan kerjasama ini, resiko dan manfaat
dalam menyediakan pelayanan ataupun fasilitas dipilah atau dibagi kepada
pemerintah dan swasta. Sinergi tersebut secara sederhana dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1.3
Sinergi dalam Public Private Partnership (PPP)
Sumber : Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia Vol.12, No. 3. Hal. 145-146.
Pada gambar 1.3 menggambarkan sinergi dalam Public Private
Partnership, dimana Pemerintah Pusat/Daerah mengimplementasikan suatu
kebijakan dengan membentuk lembaga khusus yang bertujuan untuk
melaksanakan pelayanan publik. Bank nantinya akan berperan dalam
Pemerintah Pusat
/Pemda
Bank Special Purpose
Company
Desain Pemeliharaann Operasional
Pelayanan Publik
Konstruksi
16
pendanaan dan pembiayaan jalannya sebuah lembaga khusus yang dibentuk.
Prinsip, Manfaat, dan Tujuan pelaksanaan PPP. Pelaksanaan PPP dilakukan
diantaranya berdasarkan prinsip: adil, terbuka, transparan, dan bersaing.
Dengan adanya pengadaan yang mengedepankan transparansi dan persaingan,
maka tujuan dalam pelaksanaan PPP adalah:
Selain itu, tujuan pelaksanaan PPP adalah untuk:
a. Mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan melalui pengerahan
dana swasta.
b. Meningkatkan kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat.
c. Meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam penyediaan
infrastruktur.
d. Mendorong dipakainya prinsip pengguna membayar pelayanan yang
diterima, atau dalam hal tertentu mempertimbangkan daya beli pengguna.
Berikut adalah bentuk atau skema kerjasama Public Private
Partnership yang dilakukan di Indonesia8:
a. BOT (Build, Operate, Transfer)
Swasta membangun, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke
pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir.
b. BTO (Build, Transfer, Operate)
Swasta membangun, menyerahkan assetnya ke pemerintah dan
mengoperasikan fasilitas sampai masa konsesi/kontrak berakhir.
c. ROT (Rehabilitate, Operate, Transfer) 8 Public Private Partnership. Slideshow. https://www.academia.edu/7347379/Public_Private_Partnership diakses 18/6/2015. Pukul 19.35 WIB.
17
Swasta memperbaiki, mengoperasikan fasilitas dan mengembalikannya ke
pemerintah setelah masa konsesi/kontrak berakhir.
d. BOO (Build, Own, Operate)
Swasta membangun dan memiliki fasilitas serta mengoperasikannya.
e. O&M (Operation and Maintenance)
Berlaku untuk kasus khusus, pemerintah membangun, swasta
mengoperasikan dan memelihara.
Kemudian dalam Peraturan Presiden nomor 38 tahun 2015 tentang
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) Dalam Penyediaan
Infrastruktur pada pasal 4 (empat) menjabarkan prinsip kerjasama pemerintah
dengan badan usaha sebagai berikut:
a. Kemitraan, yakni kerjasama antara pemerintah dengan Badan Usaha
dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
persyaratan yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak.
b. Kemanfaatan, yakni Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan oleh
pemerintah dengan Badan Usaha untuk memberikan manfaat sosial dan
ekonomi bagi masyarakat.
c. Bersaing, yakni pengadaan mitra kerjasama Badan Usaha dilakukan
melalui tahapan pemilihan yang adil, terbuka, dan transparan, serta
memperhatikan prinsip persaingan usaha yang sehat.
d. Pengendalian dan pengelolaan risiko, yakni kerja sama Penyediaan
Infrastruktur dilakukan dengan penilaian risiko, pengembangan strategi
pengelolaan, dan mitigasi terhadap risiko.
18
e. Efektif, yakni kerja sama Penyediaan Infrastruktur mampu mempercepat
pembangunan sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan pengelolaan dan
pemeliharaan infrastruktur.
f. Efisien, yakni kerja sama Penyediaan Infrastruktur mencukupi kebutuhan
pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan Infrastruktur melalui
dukungan dana swasta.
PPP di Indonesia sebenarnya sudah dilaksanakan sejak tahun 1974 yaitu
sejak adanya Undang – Undang yang mengatur tentang pembangunan jalan
tol. Sampai saat ini, pelaksanaan PPP ini masih focus pada pembangunan
infrastruktur yang ditangani oleh pemerintah pusat. Persiapan yang perlu
dilakukan dalam proses PPP biasanya meliputi Pra Sudi Kelayakan, Desain
Awal, AMDAL, Sosialisasi, Kelayakan Keuangan, Pengadaan/Pelelangan.
Sedangkan kriteria yang dipergunakan dalam proses pengadaan/tender
adalah: biaya, tarif, desain, dan proses pemeliharaan. Setelah infrastruktur
tersebut terbangun, kinerja dari KPS inipun bias dilihat berdasarkan: (1)
revenue atau pendapatan yang diperoleh, (2) efisiensi yang dihasilkan, (3)
penanganan resiko, dan (4) inovasi yang dihasilkan.
Salah satu contoh kerjasama antara pemerintah dengan badan usaha
dalam penyediaan infrastruktur pariwisata di kawasan hutan adalah kerjasama
Pemeritahan Kabupaten Blitar dengan Perum Perhutani dalam rangka
pengembangan potensi wisata. 9 Program kerjasama antara Pemerintah
Kabupaten Blitar dengan Perum Perhutani dalam bentuk rencana optimalisasi 9 Berita.” Kembangkan pariwisata, Pemkab Blitar kerjsama dengan perum perhutani. Diakses http://www.blitarkab.go.id/2016/02/01/kembangkan-pariwisata-pemkab-blitar-kerjasama-dengan-perum-perhutani/ diakses 06 Oktober 2016
19
pariwisata. Pemerintah Kabupaten Blitar menilai wisata alam merupakan
sektor yang banyak menyedot wisatawan, seperti pantai, gua dan wisata
gunung hutan. Namun sebagian besar titik lokasi tersebut di wilayah kerja
Perum Perhutani. Untuk itu diperlukan kerjasama dengan Perhutani sehingga
kesepahaman bersama antara Pemerintah Kabupaten Blitar dengan Perum
Perhutani selaku pengelola hutan yang berada di wilayah Kabupaten Blitar
dapat terbangun. Ini juga mengingat dalam pengembangan wisata tersebut
bertujuan untuk mengembangkan potensi pariwisata di dalam kawasan hutan,
sehingga memperoleh manfaat ekologi, sosial, dan ekonomi yang optimal.
Kerjasama tersebut ditandai dengan adanya kesepakatan bersama (MoU)
antara Perum Perhutani dengan Pemerintah Kabupaten Blitar tentang
pengembangan potensi wisata Nomor: 109/KB/BLT-Divre Jatim/2016,
Nomor: 119/1.002/4098.011/2016, pada hari Kamis, 28 Januari 2016
disebutkan bahwa objek dan ruang lingkup objek wisata dalam MoU tersebut
meliputi; Pantai Serang, Pantai Tambakrejo, Goa Embulutuk, Pantai Peh
Pulo, Pantai Pangi, Pantai Jebring, Pantai Pudak dan Pantai Serit.
Dalam penelitian tersebut peneliti menggunakan prinsip kemitraan dalam
proses kerjasama pemerintah daerah dengan badan usaha. Menurut Anoraga,
kemitraan merupakan suatu bentuk jalinan kerjasama dari dua atau lebih
pelaku usaha yang saling menguntungkan.Terjadinya kemitraan adalah bila
ada keinginan yang sama untuk saling mendukung dan saling melengkapi
dalam upaya mencapai tujuan bersama. Kemitraan usaha ini dilakukan antara
20
usaha kecil dengan sektor usaha besar. Dengan adanya kemitraan ini, usaha
kecil diharapkan dapat hidup berdampingan dan sejajar dengan usaha besar.10
1.5.3. Kemitraan
Kemitraan pada esensinya adalah dikenal dengan istilah gotong royong
atau kerjasama dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok.
Menurut Notoatmodjo (2003), kemitraan adalah suatu kerja sama formal
antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi
untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu. Ada berbagai pengertian
kemitraan secara umum (Promkes Depkes RI) meliputi:
a. kemitraan mengandung pengertian adanya interaksi dan interelasi minimal
antara dua pihak atau lebih dimana masing-masing pihak merupakan mitra
atau ”partner”.
b. Kemitraan adalah proses pencarian/perwujudan bentuk-bentuk
kebersamaan yang saling menguntungkan dan saling mendidik secara
sukarela untuk mencapai kepentingan bersama.
c. Kemitraan adalah upaya melibatkan berbagai komponen baik sektor,
kelompok masyarakat, lembaga pemerintah atau non-pemerintah untuk
bekerja sama mencapai tujuan bersama berdasarkan atas kesepakatan,
prinsip, dan peran masing-masing.
d. Kemitraan adalah suatu kesepakatan dimana seseorang, kelompok atau
organisasi untuk bekerjasama mencapai tujuan, mengambil dan
10
Pandji Anoraga. 2005. Manajemen Bisnis, Salemba Empat, Jakarta.
21
melaksanakan serta membagi tugas, menanggung bersama baik yang
berupa resiko maupun keuntungan, meninjau ulang hubungan masing-
masing secara teratur dan memperbaiki kembali kesepakatan bila
diperlukan.
Terdapat 3 prinsip kunci yang perlu dipahami dalam membangun suatu
kemitraan oleh masing-masing naggota kemitraan yaitu:
a. Prinsip Kesetaraan (Equity). Individu, organisasi atau institusi yang telah
bersedia menjalin kemitraan harus merasa sama atau sejajar
kedudukannya dengan yang lain dalam mencapai tujuan yang disepakati.
b. Prinsip Keterbukaan. Keterbukaan terhadap kekurangan atau kelemahan
masing-masing anggota serta berbagai sumber daya yang dimiliki. Semua
itu harus diketahui oleh anggota lain. Keterbukaan ada sejak awal
dijalinnya kemitraan sampai berakhirnya kegiatan. Dengan saling
keterbukaan ini akan menimbulkan saling melengkapi dan saling
membantu diantara golongan (mitra).
c. Prinsip Azas manfaat bersama (mutual benefit). Individu, organisasi atau
institusi yang telah menjalin kemitraan memperoleh manfaat dari
kemitraan yang terjalin sesuai dengan kontribusi.
1.5.4. Implementasi
Implementasi adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana
yang sudah disusun secara matang dan terperinci. Implementasi biasanya
22
dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap sempurna. Menurut Nurdin
Usman, implementasi adalah bermuara pada aktivitas,aksi,tindakan atau
adanya mekanisme suatu sistem, implementasi bukan sekedar aktivitas , tapi
suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.11 Guntur
Setiawan berpendapat, implementasi adalah perluasan aktivitas yang saling
menyesuaikan proses interaksi antara tujuan dan tindakan untuk
mencapainya serta memerlukan jaringan pelaksana,birokrasi yang efektif.12
Dari pengertian-pengertian diatas memperlihatkan bahwa kata implementasi
bermuara pada mekanisme suatu sistem. Berdasarkan pendapat para ahli
diatas maka dapat disimpulkan implementasi adalah suatu kegiatan yang
terencana, bukan hanya suatu aktifitas dan dilakukan secara sungguh-sungguh
berdasarkan acuan norma-norma tertentu untuk mencapai tujuan kegiatan.
Oleh karena itu, impelementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh
objek berikutnya yaitu kurikulum. Implementasi kurikulum merupakan proses
pelaksanaan ide,program atau aktivitas baru dengan harapan orang lain dapat
menerima dan melakukan perubahan terhadap suatu pembelajaran dan
memperoleh hasil yang diharapkan.
Menurut pandangan George C. Edwards III, implementasi kebijakan
dipengaruhi oleh empat variabel yang saling berhubungan satu variabel
dengan variabel yang lain, yakni:
a. Komunikasi. Keberhasialan implementasi kebijakan mensyaratkan agar
implementor mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi
11 Nurdin Usman. Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum. Grasindo,Jakarta. 2002:hal70 12 Guntur Setiawan. Impelemtasi dalam Birokrasi Pembangunan.Balai Pustaka.Jakarta.2004:hal39
23
tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok
sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.
Apabila tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak
diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan
terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
b. Sumberdaya. Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas
dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk
melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya
tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi
implementor dan sumber daya finansial.sumberdaya adalah faktor
penting untuk implementasi kebijakan agar efiktif. Tanpa sumber daya,
kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
c. Disposisi. merupakan watak dan karakteristik yang dimiliki implementor.
apabila implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh
pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sikap atau perspektif
yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi
kebijakan juga menjadi tidak efektif. berbagai pengalaman pembangunan
dinegara-negara dunia ketiga menunjukkan bahwa tingkat komitmen dan
kejujuran aparat rendah. Berbagai kasus korupsi yang muncul dinegara-
negara dunia ketiga, seperti indonesia adalah contohkonkrit dari
rendahnya komitmen dan kejujuran aparat dalam mengimplementasikan
program-program pembangunan.
24
d. Struktur birokrasi. Struktur organisasi yang bertugas
mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang
penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang
(standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi
setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu
panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-
tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks, Ini pada
gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
1.6. Operasionalisasi Konsep
Kerjasama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau
kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama dapat berlangsung
manakala individu – individu yang bersangkutan memiliki kepentingan yang
sama dan memiliki kesadaran untuk bekerja sama guna mencapai kepentingan
mereka tersebut. Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha merupakan kemitraan
yang dijalin antara instansi pemerintah dengan pihak – pihak investor dimana
kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang saling berkesinambungan.
Kerjasama pemerintah dengan badan usaha ini biasanya dijalin dalam rangka
melakukan pengadaan atau pengelolaan fasilitas, sarana dan prasarana publik.
Melalui konsep tersebut peneliti diharapkan memperoleh temuan yang
mendukung penelitian tersebut mulai dari proses rencana kerjasama, bentuk
kerjasama hingga faktor pendukung dan penghambat dalam kerjasama.
25
Dari konsep tersebut, dioperasionalisasikan melalui sejumlah indikator /
fenomena penelitian sebagai berikut:
1. Proses Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum Perhutani
Divisi Regional Jawa Tengah dapat diketahui melalui beberapa indikator
langkah pendekatan program yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Perencanaan. Dalam tahap tersebut nantinya akan dijelaskan
mekanisme awal dari perjanjian kerjasama tersebut. Nantinya dalam
tahap tersebut akan diwajibkan melewati ketentuan ketentuan yang
tertuang dalam Perpres nomor 38 Tahun 2015 diantaranya ketentuan
umum, penganggaran pengadaan KPBU, identifikasi perencanaan
KPBU, proyek multi-infrastruktur, pengkategorian KPBU, mekanisme
tipe kerjasama hingga keputusan lanjut atau tidaknya kerjasama
tersebut. Bila daftar rencana kerjasama disetujui dan mencapai kata
sepakat, akan dilanjutkan dengan penyusunan dokumen-dokumen
pendukung dan studi pendahuluan.
b. Persiapan. Pada tahap akan menjelaskan kegiatan apa saja yang akan
dilakukan setelah daftar rencana kerjasama disetujui oleh kedua belah
pihak terkait. Dalam tahap ini terdapat beberapa ketentuan dalam
menyusun sebuah kerjasama, beberapa diantaranya adalah
penyusunan pra-studi kelayakan, konsultasi publik, hingga kegiatan
pendukung selama persiapan kerjasama.
c. Transaksi. Dalam bagian ini menyangkut mengenai teknis dari
pelaksanaan kerjasama antar dua belah pihak, mulai dari pembiayaan,
26
pengembalian modal, penentuan lokasi pembuatan infrastruktur,
pelelangan atau beauty contest hingga penandatangan kerjasama
dilaksanakan dalam tahap ini.
2. Faktor pendukung dan penghambat yang ditinjau menggunakan Teori
Implementasi Edward III yang meliputi:13
a. Komunikasi. Pemerintah selaku pencetus ide perubahan peruntukan
penggunaan hutan produksi menjadi pariwisata diharapkan
mengetahui apa yang harus dilakukan secara jelas. Jika dalam
menyampaikan sebuah tujuan dan sasaran dari suatu kebijakan tidak
jelas, tidak dapat memberi pemahaman atau bahkan tujuan tersebut
tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, makan akan
terjadi kemungkinan bahwa akan terjadi suatu penolakan dari
kelompok sasaran yang bersangkutan.
b. Sumber daya, walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara
jelas dan konsistensi, tetapi apabila implementor kekurangan sumber
daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif.
Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni
kompetisi implementor, dan sumber daya financial. Sumber daya
adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif.
Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi
dokumen saja.
13
Edward Julisrtha. 2009. Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: Trio Rimba Persada
27
c. Disposisi, adalah watak dan karakteristik atau sikap yang dimiliki oleh
implementor seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat
menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh
pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif
yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi
kebijakan juga menjadi tidak efektif.
d. Struktur birokrasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi
adalah adanya prosedur operasi yang standar (standard operating
procedures) atau SOP. SOP menjadi pedoman bagi setiap
implementor dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang
akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red tape,
yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya
menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.
1.7. Metode Penelitian
1.7.1. Desain Penelitian
Penelitian ini termasuk tipe penelitian deskriptif. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Ikbal Hasan bahwa penelitian deskriptif mempelajari
masalah – malasah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat
serta situasi – situasi, termasuk tentang hubungan, kegiatan – kegiatan, sikap –
28
sikap, pandangan – pandangan dari suatu fenomena. 14 Sesuai dengan judul
penelitian yang diangkat, uraian deskriptif yang dimaksud yaitu
mendeskripsikan proses kerjasama antara pemerintah Provinsi Jawa Tengah
dengan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah terkait perubahan
peruntukan penggunaan kawasan hutan produksi Penggaron menjadi Jateng
Park, sedangkan pendekatan kualitatif Dimana metodologi kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata
– kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati15
dibutuhkan untuk melengkapi informasi dalam memahami fenomena sosial
berdasarkan pada kenyataan dilapangan.
1.7.2. Situs Penelitian
Lokasi penelitian berada di sekitar kawasan Wanawisata Penggaron, Desa
Susukan, Kabupaten Semarang, yang telah direncanakan akan dijadikan lokasi
pembangunan Jateng Park.
Selain itu penelitian dilakukan di instansi-instansi terkait rencana
pembangunan Jateng Park seperti:
a. Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang dalam studi kasus pembangunan
Jateng Park diwakili oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas
Budaya dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah, dan Kesekretariatan Provinsi
Jawa Tengah.
14 Ikbal Hasan. 2002. Pokok-Pokok Metode Penelitian dan aplikasinya. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hlm13. 15 Lexy J Moloeng. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya: Bandung. Hal 3.
29
b. Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah
c. Pihak Badan Usaha bentukan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum
Perhutani Divisi Regional Jawa Tengah yaitu PT. SPJT dan PT. Palawi
1.7.3. Subjek Penelitian
Dalam penelitian ini informan yang diteliti dipilih dengan metode
purposive sampling. Purposive sampling digunakan untuk menentukan
informan dari perilaku utama yang paling bertanggung jawab terhadap
kerjasama antara Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Perum Perhutani
Divisi Regional Jawa Tengah.
1.7.4. Jenis dan Sumber Data
Data yang diperlukan dalam studi ini terdiri dari data primer dan sekunder
dalam bentuk statistik dan peta. Teknik survei yang digunakan yaitu melalui
teknik wawancara, teknik survei primer (menggunakan instrumen penelitian
dalam bentuk kuesioner) dan teknik survei sekunder (kunjungan instansional)
yang ditempuh lewat kunjungan ke beberapa instansi terkait di Kabupaten
Semarang maupun Provinsi Jawa Tengah. Setiap data yang digunakan
memiliki manfaat di dalam studi, yaitu memberikan gambaran naratif/
deskriptif tentang kondisi fisik, sosial, dan ekonomi wilayah penelitian (peta
wilayah studi dan uraiannya), dasar perhitungan sampling, dan manfaat data.
Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
30
1. Data Primer, adalah data yang diperoleh peneliti secara langsung dari
sumber atau informan. Pengambilan data ini dilakukan melalui teknik
wawancara secara langsung kepada informan yang dinilai memiliki
kapabilitas dan paham terhadap seluk-beluk permasalahan yang diteliti
misalnya melakukan wawancara kepada Dinas Perhubungan sebagai dinas
yang berwenang dalam mengelola dan mengatur transportasi di Kota
Semarang, para pengemudi angkutan umum serta masyarakat khususnya
para penumpang yang merasakan dampak dari diberlakukannya optimalisasi
terminal mangkang tersebut.
2. Data Sekunder, adalah data-data yang diperoleh secara tidak langsung dari
objek penelitian, meliputi kajian pustaka, laporan-laporan, arsip, berita di
media dan data-data penunjang lainnya yang dapat menambah khasanah
data sehingga akan mempermudah peneliti dalam penyusunan penelitian.
Data-data ini diperoleh dengan meminta atau meminjam dari instansi yang
menjadi obyek penelitian.
1.7.5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berupa:
1. Interview / Wawancara, adalah merupakan pertemuan dua orang untuk
bertukar informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Wawancara dalam
penelitian kualitatif ini dilakukan secara mendalam untuk mendapatkan
31
informasi secara holistic.16 Wawancara yang akan dilakukan oleh peneliti
kepada informan terkait pembangunan Jateng Park dan masyarakat.
2. Dokumentasi, yaitu metode mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, dan sebagainya.
3. Observasi, metode ini dapat mengidentifikasikan tentang fenomena
karakteristik objek penelitian guna memperdalam data atau fakta yang
belum terdata atau mendukung data yang sudah ada. Mencakup observasi
langsung ke objek penelitian untuk melihat tingkatan pelaksanaan
pembangunan antara yang seharusnya (das sollen) dan apa yang terjadi
(das sein) apakah telah terjadi ketimpangan di lapangan. Data pendukung
dapat diperoleh melalui dokumentasi berupa foto atau gambar.
1.7.6. Analisis Data
Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data
kedalam pola, kategori dan satuan uaraian dasar sehingga dapat ditemukan
tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh
data.17
Analisis dilakukan setelah data dari wawancara di lapangan dikumpulkan.
Karena menggunakan tipe pendekatan kualitatif, maka analisis data yang
dilakukan berproses secara induktif yaitu membuat kesimpulan berdasarkan
informasi dari narasumber.
16 Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta, Bandung. 2011. hlm 231 17Lexy Moelong. Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. 2004. Halaman 38.
32
Langkah – langkah pengolahan setelah data terkumpul maka dengan cara
memeriksa kembali data yang telah diperoleh dan mencocokan untuk
diklarifikasi menurut golongan dan kategori masing – masing serta
menyempurnakan data yang dianggap masih belum sesuai tujuan yang
hendak dicapai.
Analisis data ini menurut Moeleong, dalam bukunya yang berjudul Metode
Penelitian Kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan, yaitu:
1. Reduksi data, yaitu diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan
perhatian pada penyederhanaan pengabstrakan dan transformasi data kasar
yang muncul dari hasil penelitian dilapangan. Reduksi data merupakan
suatu bentuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang
data yang tidak perlu dan mengorganisasikan data dengan cara sedemikian
rupa sehingga kesimpulan – kesimpulan akhirnya dapat ditarik dan
diverifikasi.
2. Penyajian data, yaitu dartikan sebagai kesimpulan informasi yang
tersususn dan memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Adapun dalam penelitian ini penulis lebih
menekankan pada bentuk penyajian yang deskriptif atau penggambaran.
3. Menarik kesimpulan atau verifikasi, merupakan langkah terakhir dalam
analisa data kualitatif, penarikan kesimpulan ini tergantung pada besarnya
catatan lapangan, kecakapan, dan kejelian dalam menganalisa data kasar
tersebut. Dengan melalui tahapan reduksi (data yang berlimpah dipilah –
pilah, sebagian yang tidakberguna dibuang, dan sebagian dipakai), display
33
data, peneliti melakukan penarikan kesimpulan setelah semua persoalan
serta berbagai data dan informasi terungkap.
1.7.7. Matriks Penelitian
Matrik penelitian bisa kita katakan sebagai gambaran penelitian itu sendiri.
Di dalam matrik penelitian biasanya terdapat beberapa hal yang harus kita
isikan seperti judul, rumusan masalah, tujuan dari penelitian, hipotesis (apabila
ada), populasi dan juga matrik itu sendiri. Pada penelitian tersebut, peneliti
membuat matriks penelitian dengan tujuan untuk mempermudah dalam
memberikan gambaran mengenai penelitian yang di lakukan termasuk judul,
rumusan masalah, tujuan dan sebagainya. Selain itu matrik penelitian biasa
digunakan untuk memudahkan dalam melakukan skripsi, sebab dengan begitu
semua akan lebih berjalan terstruktur dan bisa mendapatkan hasil penelitian
sesuai dengan yang di inginkan. Berikut adalah matriks penelitian.
Tabel 1.1
Matriks Penelitian
Judul Analisis Kerjasama Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah dan Perum Perhutani Divisi Regional Jawa
Tengah Terkait Perubahan Peruntukan Penggunaan
Kawasan Hutan Produksi Penggaron Menjadi Jateng
Park
Rumusan Masalah 1. Bagaimana proses kerjasama yang dilakukan
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Perum
Perhutani dalam perubahan peruntukan
penggunaan kawasan hutan produksi Penggaron
menjadi Jateng Park?
34
Lanjutan Tabel 1.1
2. Faktor apa yang mendukung dan menghambat
dalam proses kerjasama Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah dengan Perum Perhutani terkait
perubahan peruntukan penggunaan kawasan hutan
produksi Penggaron menjadi Jateng Park?
Variabel 1. Proses Kerjasama antara Pemerintah Provinsi
Jawa Tengah dan Perum Perhutani dalam
pembangunan Jateng Park
2. Faktor penghambat dan pendukung dalam
kerjasama
Indikator 1. Proses Kerjasama
A. Perencanaan
i. Penyusunan rencana anggaran dan
penganggaran Kerjasama Pemerintah dan
Badan Usaha
ii. Identifikasi dan penetapan kerjasama
iii. Rekomendasi lanjut atau tidaknya kerjasama
iv. Daftar rencana kerjasama
B. Persiapan
i. Prastudi kelayakan;
ii. Rencana Dukungan Pemerintah dan Jaminan
Pemerintah;
iii. Penetapan tata cara pengembalian investasi;
iv. Pengadaan tanah untuk KPBU
C. Transaksi
i. Penjajakan minat pasar
ii. Penetapan lokasi KPBU
iii. Pengadaan Badan Usaha Pelaksana
35
iv. Pemenuhan pembiayaan
Lanjutan Tabel 1.1
2. Faktor Pendukung dan Penghambat
a. Komunikasi
b. Struktur Organisasi
c. Sumber daya
d. Disposisi
Sumber Data a. Informan kunci: stakeholders terkait yaitu Kepala
Biro Infrastruktur dan Sumber Daya Alam Provinsi
Jawa Tengah dan Kepala Administrasi Perum
Perhutani KPH Semarang.
b. Informan Pendukung: staff BKPH Penggaron,
Konsultan Bussiness Plan Jateng Park, dan
dokumen kerjasama, dan kepustakaan
Metode Penelitian a. Metode Penelitian Kualitatif
b. Penentuan Informan menggunakan purposive
sampling berdasarkan kriteria yang ditentukan
c. Pengumpulan data menggunakan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi
d. Analisis data menggunakan deskriptif kualitatif
Top Related