I. Skenario A Blok 16
Diego, anak laki-laki, usia 30 bulan (2,5 tahun), dibawa ke klinik karena
beluim bisa bicara dan tidak bisa duduk diam. Diego hanya bisa mengoceh
dengan kata-kata yang tidak dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain.
Bila dipanggil sering kali tidak bereaksi terhadap panggilan. Diego juga
selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan. Senang bermain dengan bola,
tetapi tidak suka bermain dengan anak lain.
Diego anak pertama dari ibu usia 34 tahun. Lahir spontan pada kehamilan
38 minggu. Selama hamil, Ibu Diego pernah mengalami demam dan sering
mengonsumsi daging mentah, tetapi periksa kehamilan dengan teratur ke
SpOG. Riwayat persalinan: lahir langsung menangis. Berat badan waktu
lahir 3500 gram. Diego bisa tengkurap pada usia 6 bulan, berjalan pada usia
12 bulan, tidak ada riwayat kejang dan tidak ada keluarga yang mendertita
kelainan seperti ini.
Pemeriksaan Fisi dan Pengamatan:
Berat badan 17 kg, tinggi badan 92 cm, lingkaran kepala 50 cm. Tidak ada
gambaran dismorfik. Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan
tersenyum kepada pemeriksa. Tidak menoleh ketika dipanggil namanya.
Anak selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan.
Ketika diberikan bola, dia menyusun bola-bola secara berjejer, setelah
selesai lalu dibongkar, kemudian disusun berjejer lagi, dan dilakukan
berulang-ulang.
Tidak ada gerakan-gerakan aneh yang diulang-ulang. Tidak mau bermain
dengan anak lain. Bila memerlukan bantuan, dia menarik tangan ibunya
untuk melakukan. Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif). Tidak melihat
ke benda yang ditunjuk. Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh
orang lain.
Pemeriksaan fisik umum, neurologis dan laboratorium dalam batas normal.
Tes pendengaran normal.
1
II. Klarifikasi Istilah
a. Gambaran dismorfik:
Kelainan perkembangan morfologi
b. Imajinatif:
- Kekuatan atau proses menghasilkan citra mental dan ide
- Proses yang membangun kembali persepsi dari suatu benda yang
terlebih dahulu diberi persepsi pengertian (menurut pandangan
psikologi)
c. Kontak mata:
Menatap mata orang lain saat berinteraksi
d. Belum bisa bicara:
Kesulitan dalam membentuk kata-kata yang dapat dimengerti
e. Tidak bisa duduk diam:
Tidak bisa menahan diri dalam melakukan suatu aktivitas
f. Gerakan-gerakan aneh:
Gerakan yang tidak ada tujuan
III. Identifikasi Masalah
1. Diego, anak laki-laki, usia 30 bulan, dibawa ke klinik dengan keluhan
utama belum bisa bicara dan tidak bisa duduk diam.
2. Keluhan lain Diego:
a. Hanya mengoceh kata-kata yang tidak dimengerti orang tuanya
b. Tidak bereaksi bila dipanggil
c. Bergerak kesana-kemari tanpa tujuan
d. Senang bermain bola, tetapi suka bermain dengan anak lain
3. Riwayat kehamilan, persalinan, dan perkembangan (hingga usia 30
bulan):
a. Usia ibu saat hamil, 34 tahun
b. Selama hamil, ibu Diego pernah demam dan sering mengonsumsi
daging mentah tetapi periksa kehamilan teratur ke Sp.OG
c. Tengkurap usia 6 bulan
2
d. Berjalan usia 12 bulan
4. Pemeriksaan Fisis dan Pengamatan:
a. Berat badan 17 kg, tinggi badan 92 cm, lingkaran kepala 50 cm.
b. Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada
pemeriksa.
c. Tidak menoleh ketika dipanggil namanya. Anak selalu bergerak
kesana kemari tanpa tujuan.
d. Ketika diberikan bola, dia menyusun bola-bola secara berjejer, setelah
selesai lalu dibongkar, kemudian disusun berjejer lagi, dan dilakukan
berulang-ulang.
e. Tidak mau bermain dengan anak lain.
f. Bila memerlukan bantuan, dia menarik tangan ibunya untuk
melakukan.
g. Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif).
h. Tidak melihat ke benda yyang ditunjuk. Tidak bisa menunjuk benda
yang ditanyakan oleh orang lain.
IV. Analisis Masalah
1. Bagaimana tumbuh kembang (fisik dan tingkah laku) anak normal sejak
lahir-30 bulan?
Pasien: 30 bulan
BB normal: 13 kg kasus: 17 kg
TB normal: 92 cm kasus: 19 cm
Lingkar kepala normal: 49 cm kasus: 50 cm
Usia 3-6 bulan :
- Berbalik dari terngkurap kemudian terlentang
- Mengangkat kepala setinggi 90 derajat
- Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil
- Menggenggam pensil
- Meraih benda yang ada di jangkauannya
- Memegang tangannya sendiri
3
- Berusaha memperluas pandangan
- Mengarahkan mata pada benda-benda kecil
- Tersenyum ketika melihat mainan/gambar yang menarik saat
bermain sendiri
Kasus: pasien berusia 6 bulan, tengkurap.
Usia 12-18 bulan :
- Berdiri sendiri tanpa berpegangan
- Membungkuk untuk memungut mainan lalu berdiri kembali
- Berjalan mundur
- Memanggil ayah dan mama
- Mulai bisa menumpuk benda
- Menunjuk apa yang diinginkan tanpa menangis/merengek, anak bisa
mengeluarkan suara yang menyenangkan atau menarik tangan ibu
- Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing
Kasus: pasien berusia 12 bulan, berjalan.
(Sintesis)
2. Mengapa diego:
a. Belum bisa bicara?
Kemungkinan diego menderita salah satu diantara:
Gangguan autistic
Gangguan bahasa reseptif/ekspresif campuran
Afasia didapat karena kejang
Ketulian kongenital/gangguan pendengaran parah.
Gangguan 2 dibawah sudah disingkirkan karena tidak ada riwayat
kejang dan pemeriksaan pendengaran normal pada Diego.
Adanya abnormalitas pada area Wernicke yang mempunyai fungsi
membentuk pemahaman bahasa tulisan dan lisan serta
memungkinkan orang dapat membaca sebuah kalimat, mengerti
kalimat tersebut, dan mengucapkannya dengan suara keras.
4
Jika terjadi kelainan pada daerah ini, maka anak tidak mengerti arti
kata yang didengarnya, sehingga dia tidak dapt berbicara atau
menggunakan kata yang tepat sesuai apa yang dimaksud.
b. Tidak bisa duduk diam?
- Pada anak yang autis diduga terdapat kelainan pada otak kecil
yaitu berkurangnya sel purkinje di otak kecil gangguan
keseimbangan serotonin dan dopamin gangguan penghantaran
impuls otak
- Kelainan khas di dalam lymbic sistem (hipokampus) hipokampus
berperan terhadap fungsi belajar dan daya ingat sehingga bila
terjadi gangguan pada hipokampus
Kedua gangguan tersebut dapat menyebabkan pasien bersikap aneh
dan hiperaktif.
c. Tidak bereaksi saat dipanggil, tidak melihat ke arah benda yang
ditunjuk, dan Tidak bisa menunjuk ke arah benda yang ditanyakan
orang lain?
Lobus temporalis, tepatnya di girus Heschl:
Jika terjadi gangguan, maka pasien akan mengalami gangguan
dalam memahami suara yang didengarnya. Oleh karena itu,
pasien autistic tidak bisa mengasosiasi rangsangan auditoris
sebagai suatu perintah, baik untuk bereaksi saat dipanggil,
melihat ke arah benda yang ditunjuk, maupun menunjuk ke arah
benda yang ditanyakan orang lain.
Cerebellum:
Penurunan sel Purkinje di serebelum, kemungkinan menyebabkan
kelainan atensi, kesadaran, dan proses sensorik.
(sumber: Sinopsis Psikiatri Kaplan-Saddock)
d. Melakukan susun dan bongkar bola secara berulang-ulang dan tidak
mau bermain dengan anak lain?
5
Peningkatan serotonin plasmik alfa dalam cairan serebrospinalis
dapat menyebabkan peningkatan stereotipik pada anak dan
membuat anak cenderung menarik diri.
e. Tidak mau kontak mata dan tersenyum ke pemeriksa?
Penurunan GABA-B mengganggu evaluasi hubungan sosial,
emosi dan kognisi.
Penurunan fungsi non verbal dan ekspresi wajah (Kriteria DSM
IV:qualitative impairment of social interaction)
f. Hanya menarik tangan ibunya saat memerlukan bantuan?
Adanya gangguan fungsi asosiasi rangsangan auditoris
mengakibatkan penderita sulit untuk memahami suatu pembelajaran,
khususnya komunikasi, baik verbal ataupun non verbal.
g. Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif)?
Peningkatan serotonin plasmik alfa dalam cairan serebrospinalis
dapat menyebabkan peningkatan stereotipik, sehingga penderita
hanya mengingat satu fungsi dari suatu benda.
3. Bagaimana hubungan riwayat kehamilan dan persalinan dengan
keluhan diego:
a. Resiko usia ibu 34 tahun?
Sebuah penelitian lain di University of California, Amerika Serikat,
menyebutkan bahwa usia ibu dan ayah berpengaruh terhadap
kemungkinan bayi mengalami autisme. Hasil penelitian tersebut
menyebutkan risiko memiliki anak dengan autisme meningkat
sebanyak 18 persen setiap 5 tahun kenaikan usia ibu. Jika
dibandingkan dengan ibu usia antara 25-29 tahun, risiko memiliki
anak dengan autisme lebih tinggi 51 persen pada ibu usia 40 tahun
ke atas.
6
b. Demam saat kehamilan?
Toxoplasma juga bisa memicu terjadi infeksi dan menimbulkan
demam (infeksi kronik) faktor resiko terjadinya autis.
Peneliti studi itu, Irva Hertz-Piciotto, profesor ilmu kesehatan
masyarakat dari MIND Institute, University of California Davis
mengungkapkan bahwa ibu yang menderita demam selama hamil
berisiko dua kali lebih besar melahirkan anak yang autis atau
mengalami kelambatan perkembangan mental ketimbang ibu
yang tidak kena demam atau wanita yang mengonsumsi obat
tertentu untuk menurunkan demamnya.
c. Konsumsi daging mentah saat kehamilan?
Sebuah studi membuktikan adanya hubungan antara defek genetik
dari sintesis carnitine dengan gejala autisme. Carnitine adalah
molekul yang berperan penting dalam pembentukan energy yang
terdapat pada daging merah. Studi membuktikan pada dua anak
laki-laki kakak beradik yang menderita autism memiliki
kecenderungan delesi gen trimethyllysine hydroxylase epsilon
(TMLHE), yaitu gen yang mengkode enzim yang mensintesis
carnitine pada tubuh, 2,82 kali lebih besar dari orang normal.
Daging mentah banyak mengandung toxoplasma, ini dapat
memicu imun maternal dari ibu.
Adanya antibodi dalam plasma beberapa ibu dari anak-anak
dengan autisme, serta temuan diferensial antara ibu dari anak-
anak dengan onset dini dan autisme regresif dapat menunjukkan
hubungan antara transfer autoantibodi IgG pada
neurodevelopment awal dan risiko berkembangnya autisme pada
beberapa anak
4. Bagaimana kesimpulan dari pemeriksaan fisis dan pengamatan?
7
No Gangguan Interpretasi
1 Belum bisa bicara Komunikasi
2 Tidak mau kontak mata dan tersenyum
kepada pemeriksa
Interaksi
3 Tidak menoleh ketika dipanggil namanya Interaksi
4 Anak selalu bergerak kesana kemari
tanpa tujuan
Perilaku berulang
5 Ketika diberikan bola, dia menyusun
bola-bola secara berjejer, setelah selesai
lalu dibongkar, kemudian disusun
berjejer lagi, dan dilakukan berulang-
ulang
Perilaku berulang
6 Tidak mau bermain dengan anak lain Interaksi
7 Bila memerlukan bantuan, dia menarik
tangan ibunya untuk melakukan
Komunikasi
8 Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif) Perilaku berulang
9 Tidak melihat ke benda yang ditunjuk Interaksi
10 Tidak bisa menunjuk benda yang
ditanyakan oleh orang lain
Interaksi
5. Bagaimana diagnosis banding kasus ini?
No Autis ADHD
1 gangguan pervasif gangguan hiperaktif
2 mengucapkan kata berulang
(ecolalia)
bosan melakukan aktifitas yang
sama, serta tidak mengulang
kata
3 tidak dapat berinteraksi dengan
orang lain
dapat berinteraksi dengan orang
lain
4 lebih mudah diidentifikasi
setelah anak usia tiga tahun,
muncul setelah anak merasa
ketakutan/cemas akan memiliki
8
sebelum tiga tahun termasuk ke
dalam gangguan pervasif
adik baru sehingga perhatian
berkurang
5 diterapi dengan mengatur pola
makan, pemberian obat,
motorik, dan konseling orang
tua dan guru
mengatur pola makan,
pemberian obat psikotropika,
konseling orang tua dan guru,
anak dapat diajak berinteraksi
dan dimodifikasi perilakunya
6 agak sulit untuk diterapi karena
anak memiliki dunianya sendiri
ADHD lebih mudah yakni
dengan mengalihkan
hiperaktifitas anak ke hal
motorik yang dapat membuang
energinya
6. Apa saja pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan?
a. Screening
CHAT (Cheklists for Autism in Toddlers), untuk anak usia 18
bulan – 3 tahun
M-CHAT (The modified Checklist for Autism in Toddlers)
STAT ( Screening Tool for Autism in Two-Year-Old)
SCQ ( Social Communication Questionnaire ) , for children 4
years of age and older)
ADI-R ( Autism Diagnose Interview-Revised )
ADOS ( Autism Diagnostic Observation Schedule )
CARS ( Childhood Autism Rating Scale )
b. EEG
EEG untuk mencari gelombang tertentu yang menunjukkan adanya
gangguan sel saraf, misalnya gelombang kejang atau gelombang
lambat.
Pada kasus autisme, yang dicari adalah:
1. Gelombang berbentuk paku-ombak di daerah pusat bicara
9
(temporal). Keadaan ini ditemukan pada varian sindrom Landau
Klefner yang bisa menampakkan diri sebagai autis.
2. Gelombang lambat di daerah pusat bicara (temporal) yang
menunjukkan bahwa sel saraf di daerah tersebut kurang aktif.
Jadi jangan salah pengertian. Autisme didiagnosis berdasarkan
observasi. Pemeriksaan EEG bukan untuk menegakkan diagnosis
tetapi untuk mencari kemungkinan salah satu faktor penyebab.
c. MRI
Deteksi Autisme Sejak Dini dengan MRI Autisme merupakan
kelainan pada hampir semua struktur otak. Antara lain di otak kecil
(serebelum), lapisan luar otak besar (korteks serebri), sistem limbic
(pengatur emosi), penghubung otak kiri dan kanan (korpus kalosum),
ganglia basalis, dan batang otak. Setelah anak lahir, terjadi proses
pengaturan pertumbuhan otak berupa bertambah dan berkurangnya
struktur akson, dendrit, dan sinaps. Proses ini dipengaruhi secara
genetik melalui sejumlah zat kimia yang dikenal sebagai brain
growth factors dan proses belajar anak. Dari pemeriksaan darah
bayi-bayi yang baru lahir, diketahui pertumbuhan abnormal pada
penderita autis dipicu oleh berlebihnya neurotropin dan neuropeptida
otak (brain-derived neurotrophic factor, neurotrophin-4, vasoactive
intestinal peptide, calcitonin-related gene peptide) yang merupakan
zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk mengatur penambahan
sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan perkembangan
jalinan sel saraf. Brain growth factors ini penting bagi pertumbuhan
otak. Penelitian dengan MRI menunjukkan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi selama melakukan gerakan motorik, belajar
sensori-motor, atensi, proses mengingat, serta kegiatan bahasa.
Gangguan pada otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat,
kesulitan memproses persepsi atau membedakan target,
overselektivitas, dan kegagalan mengeksplorasi lingkungan.
10
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar bagian
depan yang dikenal sebagai lobus frontalis.
d. Kromosom
Tipe terbaru tes genetik untuk mendeteksi abnormalitas gen pada
anak yang mengarah pada autisme dinilai lebih akurat dibandingkan
standar tes yang selama ini ada. Demikian kesimpulan studi terkini.
Dalam penelitian tersebut, para ahli memberikan tiga pilihan jenis
tes pada 933 orang berusia 13-22 tahun yang pernah didiagnosis
autis. Tiga jenis tes itu, yakni G-banded karyotype tes, chromosomal
microarray analysis (CMA), dan fragile X testing. Ketiga tes tersebut
merupakan jenis tes yang sudah banyak dipakai.
Karyotype test mengenali lanturan (aberasi) kromosom yang terkait
dengan autis sebanyak 2 persen, sementara fragile X mutasi genetik
ditemukan pada 0,5 persen pasien. Sedangkan CMA berhasil
mendeteksi kelainan kromosom lebih dari 7 persen pada pasien.
Perbedaan hasil yang signifikan ini dinilai memiliki tingkat
keakuratan yang lebih besar. Oleh sebab itu, para ahli menyarankan
agar CMA menjadi tes pertama untuk mengetahui sindrom autisme
pada anak.
Tujuan dari dilakukannya tes genetik pada anak yang autis adalah
membantu orangtua menentukan apakah jika nanti hamil lagi mereka
akan memiliki anak yang juga autis atau tidak.
Apabila hasil tes menemukan kromosom yang tidak normal pada
anak, orangtua juga perlu melakukan tes. Jika ditemukan gen yang
abnormal, bisa disimpulkan orangtua tersebut berisiko tinggi
memiliki anak autis lagi. Namun, jika ternyata gennya normal, ada
kemungkinan terjadi duplikasi sehingga risiko memiliki anak autis
lebih rendah.
11
7. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan apa diagnosis kerja kasus
ini?
Ditemukan trias autisme, yaitu kelainan komunikasi, interaksi, dan
perilaku berulang.
Menurut American Psychiatric Association dalam buku Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorder Fourth Edition Text Revision
(DSM IVTR,2004), kriteria diagnostik untuk dari gangguan autistik
adalah sebagai berikut:
Jumlah dari 6 (atau lebih) item dari (1), (2) dan (3), dengan setidaknya
dua (1), dan satu dari masing-masing (2) dan (3):
(1) Kerusakan kualitatif dalam interaksi sosial, yang dimanifestasikan
dengan setidak-tidaknya dua dari hal berikut:
a) Kerusakan yang dapat ditandai dari penggunaan beberapa
perilaku non verbal seperti tatapan langsung, ekspresi wajah,
postur tubuh dan gestur untuk mengatur interaksi sosial.
b) Kegagalan untuk mengembangkan hubungan teman sebaya yang
tepat menurut tahap perkembangan.
c) Kekurangan dalam mencoba secara spontanitas untuk
berbagikesenangan, ketertarikan atau pencapaian dengan orang
lain (seperti dengan kurangnya menunjukkan atau membawa
objek ketertarikan).
d) Kekurangan dalam timbal balik sosial atau emosional.
(2) Kerusakan kualitatif dalam komunikasi yang dimanifestasikan pada
setidak-tidaknya satu dari hal berikut:
a) Penundaan dalam atau kekurangan penuh pada perkembangan
bahasa (tidak disertai dengan usaha untuk menggantinya melalui
beragam alternatif dari komunikasi, seperti gestur atau mimik)
b) Pada individu dengan bicara yang cukup, kerusakan ditandai
dengan kemampuan untuk memulai atau mempertahankan
percakapan dengan orang lain.
12
c) Penggunaan bahasa yang berulang-ulang dan berbentuk tetap
atau bahasa yang aneh.
d) Kekurangan divariasikan, dengan permainan berpura-purayang
spontan atau permainan imitasi sosial yang sesuai dengantahap
perkembangan.
(3) Dibatasinya pola-pola perilaku yang berulang-ulang dan berbentuk
tetap, ketertarikan dan aktivitas, yang dimanifestasikan pada
setidak tidaknya satu dari hal berikut:
a) Meliputi preokupasi dengan satu atau lebih pola ketertarikan
yang berbentuk tetap dan terhalang, yang intensitas atau
fokusnya abnormal.
b) Ketidakfleksibilitasan pada rutinitas non fungsional atau ritual
yang spesifik.
c) Sikap motorik yang berbentuk tetap dan berulang (tepukan atau
mengepakkan tangan dan jari, atau pergerakan yang kompleks
dari keseluruhan tubuh).
d) Preokupasi yang tetap dengan bagian dari objek.
Pada kasus:
(1) ada 4 point, yaitu: a) b) c) d)
(2) ada 2 point, yaitu: a) dan d)
(3) ada 1 point, yaitu: a)
Kesimpulan: pasien mengalami gangguan autistik.
8. Apa etiologi dan faktor resiko kasus ini?
a. Faktor psikodinamika dan keluarga. Beberapa anak autistic
berespon terhadap stressor psikososial, seperti kelahiran seorang
adik atau pindah kerumah baru dengan eksaserbasi gejala.
b. Kelainan organic-neurologis-biologis. Gangguan dan gejala
autistic berhubungan dengan kondisi yang memiliki lesi neurologis,
terutama rubella kongenital, PKU, sclerosis tuberosus, dan gangguan
Rett.
13
c. Faktor genetika. Tuberous sclerosis, fragile X syndrome.
d. Faktor imunologis. Limfosit beberapa anak autistic bereaksi dengan
antibody maternal yang meningkatkan kemungkinan kerusakan
jaringan neural embrionik atau ekstraembrional Selama kehamilan.
e. Faktor perinatal. Selama gestasi, perdarahan setelah trimester
pertama dan adanya meconium dalam cairan amnion lebih sering
ditemukan pada anak autistic.
f. Temuan neuroanatomi. Lobus temporalis diperkirakan
berhubungan dengan autistic. Temuan lain memaparkan penurunan
sel Purkinje diserebral kemungkinan menyebabkan kelainan atensi,
kesadaran, dan proses sensorik.
g. Temuan biokimia. Sepertiga pasien dengan autistic mengalami
peningkatan serotonin plasma, namun temuan ini tidak spesifik. Pada
beberapa anak autistic, peningkatan homovanilic acid (senyawa
utama metabolit dopamine) dalam cairan serebrospinalis disertai
dengan peningkatan stereoptipik dan penarikan diri.
h. Vaksin MMR. Autisme, pada dasarnya adalah kelainan yang faktor
utamanya dipegaruhi oleh herediter (keturunan). Sedangkan
pengaruh vaksin pada kasus autisme melalui dua jalan dan ini
terlihat pengaruhnya pada pemberian vaksin MMR. Pertama, karena
pengaruh zat pengawet thimerosal yang terdapat dalam vaksin
MMR. Sementara jalur kedua terjadi oleh vaksin MMR yang non-
thimerosal. Walau tidak mengandung thimerosal, namun pemberian
vaksin MMR dapat memberikan efek gabungan pengerusakan sarung
penutup saraf (Mielyn Basic Protein), sehingga terjadi mekanisme
“korsleting” saraf yang menyebabkan autisme.
9. Bagaimana epidemiologi kasus ini?
16-40 kasus/10.000 anak usia sekolah
5 kasus/10.000 kelahiran
Laki-laki : perempuan = (3-4) : 1
14
Tidak ada kaitan dengan ras, etnik, dan sosial ekonomi
10. Bagaimana patofisiologi kasus ini?
15
Frontal
Serum biotidinase <<<
Kelainan metabolik
superego terganggu dan ada
hambatan kognisi
Tidak mau kontak mata dan tersenyum
kepada pemeriksa
- Belum bisa bicara- Menarik tangan ibu
untuk meminta bantuan
TemporalGyrus fusiform
Stereotipik
Behavioraldisorder
evaluasi/deteksiwajah terganggu
Kelainan Neuroanatomi
Serotonin >>>
biotin <<<gangguan
bahasa
Cerebellum
atensi <<< dan gangguan motorik
- Tidak menoleh ketika dipanggil namanya
- Tidak melihat ke benda yang ditunjuk
- Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain
Parietal
anak cuekterhadap lingkungan
Faktor resiko ibu1. Usia hamil 34 tahun2. Infeksi kronis dan konsumsi daging mentah
Komunikasi InteraksiPerilaku berulang
Trias Autisme
Autis
- Susun bongkar bola secara berulang-ulang
- Tidak bisa imajinatif
Tidak mau bermain dengan anak lain
Anak selalu bergerak kesana kemari tanpa tujuan
11. Apa saja manifestasi klinis yang biasa ditemukan?
Karakteristik fisik
a. Penampilan. Antara usia 2 sampai 7 tahun, anak autistic lebih
pendek dibandingkan dnegan populasi normal
b. Tangan dominan. Memiliki dermatoglifik (sidik jari) yang
abnormal dibandingkan populasi umum.
c. Penyakit fisik penyerta seperti ISPA, kejang dcmam.
Karakteristik perilaku
a. Gangguan kualitatif pada interaksi social
b. Gangguan komunikasi dan bahasa
c. Perilaku stereotipik
d. Ketidakstabilan mood dan afek (perubahan emosional yang tiba-
tiba)
e. Respon terhadap stimuli sensorik ( mungkin respon berlebihan
atau tidak merespon terhadap suara atau nyeri)
f. Gejala perilaku lain (hiperkinesis dan hiperaktivitas)
12. Bagaimana tatalaksana kasus ini?
Sampai saat ini tidak ada obat-obatan atau cara lain yang dapat
menyembuhkan autisme. Meskipun demikian, obat-obat antidepresan
yang bersifat seratogenik dapat mengendalikan gejala-gejala stereotipi
dan perubahan-perubahan iklim perasaan, tetapi masih diperlukan suatu
penelitian klinis lebih lanjut dan lebih terkendali dari obat-obat ini
(Kasran, 2003).
Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan
yang paling penting. Metode yang digunakan adalah metode Lovaas.
Metode Lovaas adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut
dengan Applied Behavior Analysis (ABA). Berbagai kemampuan yang
diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi enam
kemampuan dasar, yaitu:
16
1. Kemampuan memperhatikan
2. Kemampuan menirukan
3. Bahasa reseptif
4. Bahasa ekspresif
5. Kemampuan praakademis
6. Kemampuan mengurus diri sendiri
13. Apa komplikasi kasus ini?
Retardasi mental dan gangguan otak
14. Bagaimana prognosis kasus ini?
Dubia/Terbatas/1-2% yang bisa menjadi normal dan bisa melakukan
hidup secara mandiri.
(sintesis)
15. Bagaimana cara preventif dan cara melakukan konseling?
1. Konseling Individual dan Konseling Kelompok.
2. Konsultasi Perkembangan Anak Autisme
3. Bimbingan program pendidikan atau terapi anak autisme.
4. Pelatihan metode penanganan (home based therapy)
16. Apa KDU kasus ini?
2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter
(misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter
mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan
mampu menindaklanjuti sesudahnya.
V. Hipotesis
Diego anak laki-laki 30 bulan, mengalami Autis.
17
VI. Kerangka Konsep
18
- Tidak menoleh ketika dipanggil namanya
- Tidak melihat ke benda yang ditunjuk
- Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain
- Tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada pemeriksa
- Tidak mau bermain dengan anak lain
Interaksi
- Belum bisa bicara- Menarik tangan ibu
untuk meminta bantuan
Komunikasi
Faktor resiko ibu1. Usia hamil 34 tahun2. Infeksi kronis dan konsumsi daging mentah
Perilaku berulang
Trias Autisme
Autis
- Susun bongkar bola secara berulang-ulang
- Tidak bisa imajinatif- Anak selalu bergerak
kesana kemari tanpa tujuan
VII. Sintesis
1. Tumbuh Kembang Anak usia 0-30 bulan:
Umur Berat (Gram) Tinggi (Cm)Standar 80% Standar Standar 80% Standar
Lahir 0 - 1 Bulan 2 Bulan 3 Bulan 4 Bulan 5 Bulan 6 Bulan 7 Bulan 8 Bulan 9 Bulan 10 Bulan 11 Bulan 12 Bulan
3.4004.3005.0005.7006.3006.9007.4008.0008.4008.9009.3009.6009.900
2.7003.4004.0004.5005.0005.5005.9006.3006.0007.1007.4007.7007.900
50.555.058.060.062.564.566.067.569.070.572.073.574.5
40.543.546.048.049.551.052.554.055.556.557.558.560.0
1 tahun 3 Bulan 6 Bulan 9 Bulan
10.60011.30011.900
8.5009.0009.600
78.081.584.5
62.565.067.5
2 tahun 0 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 9 Bulan
12.40012.90013.50014.000
9.90010.50010.80011.200
87.089.592.094.0
69.571.573.575.0
3 tahun 0 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 9 Bulan
14.50015.00013.50016.000
11.60012.00012.40012.900
96.098.099.5101.5
77.078.579.581.5
4 tahun 0 Bulan 3 Bulan 6 Bulan 9 Bulan
16.50017.00017.40017.900
13.20013.60014.00014.400
103.5105.0107.0108.0
82.5
85.586.5
5 tahun 0 Bulan 18.400 14.700 109.0 87.0
Usia 0-3 bulan
- Mengangkat kepala setinggi 450
- Menggerakkan kepala dari kiri/kanan ke tengah
- Melihat dan menatap ke wajah orang disekitarnya
- Mengoceh spontan atau bereaksi dengan menhoceh
- Suka tetawa keras
19
- Bereaksi terkejut terhadap suara
- Membalas tersenyum ketika diajak berbicara
- Mengenal ibu dengan penglihatan, penciuman, pendengaran dan kontak
Usia 3-6 bulan :
- Berbalik dari terngkurap kemudian terlentang
- Mengangkat kepala setinggi 90 derajat
- Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil
- Menggenggam pensil
- Meraih benda yang ada di jangkauannya
- Memegang tangannya sendiri
- Berusaha memperluas pandangan
- Mengarahkan mata pada benda-benda kecil
- Tersenyum ketika melihat mainan/gambar yang menarik saat bermain
sendiri
Usia 6-9 bulan :
- Mulai duduk sendiri
- Belajar berdiri, kedua kakinya menyanggah sebagian berat badan
- Merangkak dan meraih mainan atau mulai mendekati orang lain
- Memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain
- Memunggut dua benda, masing-masing tangan memegang satu benda
- Bersuara tanpa arti seperti : mamama, bababa, dadada, tatata
- Mencari mainan / benda yang dijatuhkan
- Bermain tepuk tangan/cilukba
Usia 9-12 bulan :
- Mengangkat badannya ke posisi berdiri
- Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan pada kursi
- Dapat berjalan dengan dituntun
- Mengulurkan lengan atau badan untukmeraih mainan yang diinginkan
- Mengulang bunyiyang didengar
- Menyebutkan 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
- Mengeksplorasi sekitar,ingin tahu,ingin menyentuh apa saja
20
- Bereaksi terhadap suara bisikan
- Mengenal anggota keluarga
Usia 12-18 bulan :
- Berdiri sendiri tanpa berpegangan
- Membungkuk untuk memungut mainan lalu berdiri kembali
- Berjalan mundur
- Memanggil ayah dan mama
- Mulai bisa menumpuk benda
- Menunjuk apa yang diinginkan tanpa menangis/merengek, anak bisa
mengeluarkan suara yang menyenangkan atau menarik tangan ibu
- Memperlihatkan rasa cemburu/bersaing
Usia 18-24 bulan :
- Berjalan sendiri tanpa berpegangan, tanpa terhuyung-huyung
- Bertepuk tangan, melambai-lambai
- Memungut benda kecil dengan ibu jari dan telunjuk
- Menggelindingkan bola kearah sasaran
- Menyebut 3-6 kata yang mempunyai arti
- Membantu atau menirukan pekerjaan rumah tangga yang biasa dilakukan
ibu
- Memengang cangkir sendiri, belajar makan-minum sendiri
Usia 24-36 bulan :
- Jalan menaiki tangga
- Dapat bermain menendang bola kecil
- Mencoret-coret pensil pada kertas
- Berbicara dengan baik, menggunakan dua kata
- Dapat menunjuk satu atau lebih bagian tubuh ketika diminta
- Melihat gambar dan dapat menyebut dengan benar nama dua benda atau
lebih
- Membantu memungut mainannya sendiri atau membantu membawa benda
jika diminta
- Makan nasi sendiri tanpa banyak yang tumpah
21
- Melepas pakaiannya sendiri
Sumber : Departemen kesehatan RI, 2006, Pedoman Pelaksanaan
Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang Anak di Tingkat
Pelayanan Kesehatan Dasar.
2. Gangguan Autistic
a. Sejarah
Pada tahun 1867 Henry Maudsley merupakan dokter psikiatrik pertama
yang memberikan perhatian serius kepada anak-anak yang sangat kecil
dengan gangguan mental yang parah yang berupa penyimpangan,
keterlambatan dan distorsi yang jelas pada proses perkembangan. Pada
aalnya semua gangguan tersebut dianggap sebagai psikosis. Pada tahun
1943 Leo Kanner, dalam tulisan klasiknya “ Autistic Disturbance of
Affective Contact,” menyebutkan istilah “autisme infantile” dan
memberikan sumbangan yang jelas dan menyeluruh untuk sindrom masa
anak-anak awal. Ia menggambarkan anak-anak yang menunjukkan
kesepian autistic yang ekstrem, gagal untuk menerima sikap antisipasi,
perkembangan bahasa yang terlambat atau menyimpang dengan ekolalia
dan pemakaian kata sebutan yang terbalik (menggunakan kamu untuk
saya), pengulangan monoton bunyi atau ungkapan verbal, daya ingat jauh
yang sangat baik, keterbatasan rentang dalam berbagai aktivitas spontan,
stereotipik dan menerisme, keinginan yang obsesif untuk
mempertahankan kesamaan dan rasa takut akan perubahan, kontak mata
yang buruk dan hubungan yang abnormal dengan orang dan lebih
menyukai gambar dan benda mati. Kanner mencurigai sindrom tersebut
lebih sering terjadi dibandingkan kelihatannya dan menyatakan bahwa
beberapa anak telah keliru diklasifikasikan sebagai retardasi mental atau
skizofrenik.
22
Terdapat kebingungan antara apakah gangguan statistic merupakan
manifestasi awal skizofrenia atau merupakan kesatuan klinis yang
terpisah, tetapi bukti-bukti mengarahkan bahwa gangguan stastik dan
skizofrenia merupakan kesatuan yang terpisah.
b. Epidemiologi
Prevalensi. Gangguan autistic terjadi dengan angka 2 sampai 5 kasus per
10.000 anak 90,02-0,05%) di bawah usia 12 tahun. Jika retardasi mental
berat dengan ciri autistic dimasukkan, angka dapat meningkat sampai
setinggi 20 per 10.000. pada sebagian besar kasus autism mulai sebelum
36 bulan tetapi mungkin tidak terlihat bagi prang tua, tergantung pada
kesadaran mereka dan keparahan gangguan.
Distribusi jenis kelamin. Gangguan autistic ditemukan lebih sering pada
anak laki-laki dibandingkan pada anak perempuan. Tiga sampai empat
kali lebih banyak pada anak laki-laki yang memiliki gangguan autistic
dibandingkan anak perempuan. Tetapi anak perempuan yang memiliki
gangguan autistic cenderung lebih serius dan lebih mungkin memiliki
riwayat keluarga gangguan kognitif dibandingkan anak laki-laki.
Status sosioekonomi. Belum ada hubungannya secara langsung.
c. Etiologi dan pathogenesis
Gangguan autistic adalah suatu gangguan perkembangan perilaku.
Walaupun gangguan autistic pertama kali dianggap berasal dari
psikologis atau psikodinamik, banyak bukti-bukti yang terkumouk
mendukung adanya substrat biologis.
Faktor psikodinamika dan keluarga. Dalam laporan awalnya Kanner
menulis bahwa beberapa orang tua dengan anak-anak autistic adalah
benar-benar peramah dan untuk sebagian besarnya, orang tua dan
anggota keluarganya memiliki preokupasu dengan abstraksi intelektual
dan cenderung sedikit mengekspresikan perhatian yang murni terhadap
anak-anaknya. Tetapi, temuan tersebut tidak ditiru selama 50 tahun
23
terakhir. Teori lain, seperti kekerasan dan penolakan orang tua yang
mendorong gejala autistic, juga tidak jelas. Penelitian terakhir yang
membandingkan orang tua dari anak-anak autistic denbgan orang tua dari
anak-anak yang normal tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna
dalam membesarkan anak. Tidak ada bukti memuaskan yang menyatakan
bahwa jenis tertentu fungsi keluarga yang menyimpang atau kumpulan
faktor psikodinamika yang menyebabkan perkembangan gangguan
autistic. Namun demikian, beberapa anak autistic berespons terhadap
stressor psikososial, seperti kelahiran seseorang adik atau pindah ke
rumah baru dengan eksaserbasi gejala.
Kelainan organic-neurologis-biologis. Gagguan autistic dan gejala
autistic berhubungan dengan kondisi yang memiliki lesi neurologis,
terutama rubella congenital, PKU, sklerosis tuberosus, dan gangguan
Rett. Anak autistic menunjukkan lebih banyak tanda komplikasi perinatal
dibandingkan kelompok pembanding dari anak-anak normal dan anak-
anak dengan gangguan lain.
Faktor genetika. Dalam beberapa penilitian, antara 2 sampai 4 %sanak
saudara orang autistic ditemukan terkena gangguan autistic. Angka
kesesuaian gangguan autistic pada dua penilitian besar terhadap anak
kembar adalah 36 persen pada pasangan monozigotik dibandingkan 0
persen pada pasangan dizigotik pada salah satu penelitian dan kira-kira
96% pada pasangan monozigotik dibandingkan kira-kira 27% pada
pasangan dizigotik pada penelitian yang kedua.
Faktor imunologis. Beberapa bukti menyatakan bahwa inkompatibilitas
imunologi antara ibu dan embrio atau janin dapat menyebabkan
gangguan autistic. Limfosit beberapa anak autistic bereaksi dengan
antibody maternal, yang meningkatkan kemungkinan bahwa jaringan
neural embrionik atau ekstraembrioal mungkin mengalami kerusakan
selama kehamilan.
Faktor perinatal. Tingginya insidensi berbagai komplikasi perinatal
tampaknya terjadi pada anak-anak dengan gangguan autistic, walaupun
24
tidak ada komplikasi yang secara langsung dinyatakan sebagai
penyebabnya. Selama gestasi, perdarahan maternal setelah trimester
pertama dan mekonium dalam cairan amnion telah dilaporkan lebih
sering ditemukan pada anka autistic dibandingkan populasi umum.
Dalam periode neonates, anak autistic memiliki insidensi tinggi sindrom
gawat pernapasan dan anemia neonates. Beberapa bukti menyatakan
tingginya insidensi pemakaian medikasi selama kehamilan oleh ibu dari
anak autistic.
Faktor neuroanatomi. Lobus temporalis telah diperkirakan sebagai bagian
penting dalam otak yang mungkin abnormal dalam gangguan autistic.
Temuan lain pada gangguan autistic adalah penurunan sel purkinje di
serebelum, kemungkinan menyebabkan kelainan atensi, kesadaran dan
proses sensorik.
Temuan biokimiawi. Sekurangnya sepertiga pasien dnegan gangguan
autistic mengalami peningkatan serotonin plasma. Pada beberapa anak
autistic peningkatan hormone asam vanillic (suatu metabolit utama
dopamine) dalam cairan serebrospinal adalah disertai dengan
peningkatan penarikan diri dan stereotipik.
d. Karakteristik, Gambaran Klinis, Kriteria Diagnosis, dan Diagnosis
Banding Autisme Infantil
1. Karakteristik
a. Kecenderungannya untuk melengkungkan punggungya ke belakang
menjauhi pengasuhnya atau yang merawatnya, untuk menghindari
kontak fisik. Mereka umumnya digambarkan sebagai bayi-bayi yang
pasif atau kelewat gaduh (overlay agitated). Bayi yang pasif adalah
mereka yang kebanyakan diam sepanjang waktu dan tidak banyak
tuntutan pada orangtuanya. Sedangkan bayi yang gaduh adalah yang
hampir selalu menangis tidak ada hentinya pada waktu terjaga (Rapin,
1997).
25
Kira-kira separuh dari anak-anak autistik menunjukkan
perkembangan yang normal sampai pada usia 1,5-3 tahun; kemudian
gejala-gejala autisme mulai timbul. Individu demikian ini sering
disebut sebagai menderita autisme “regresif”. Dibandingkan teman-
teman sebayanya, anak-anak autistik seringkali ketinggalan dalam hal
komunikasi, ketrampilan sosial dan kognisi. Di samping itu, perilaku
disfungsional mulai tampak, seperti misalnya, aktivitas repetitif dan
perilaku yang tidak bertujuan (non-goal directed behavior)
(mengayun-ayunkan badan tiada hentinya, melipatlipat tangan),
mencederai diri sendiri, bermasalah dalam makan dan tidur, tidak
peka terhadap rasa sakit. Perilaku mencederai diri sendiri seperti
menggigit diri sendiri dan membenturkan kepala mungkin merupakan
bentuk stereotipi yang berat dan menurut teori yang baru disebabkan
oleh peningkatan endorphin (Rapin, 1997).
b. Salah satu karakterisitk yang paling umum pada anak-anak autistik
adalah perilaku yang perseverative, kehendak yang kaku untuk
melakukan atau berada dalam keadaan yang sama terus-menerus.
Apabila seseorang berusaha untuk mengubah aktivitasnya, meskipun
kecil saja, atau bilamana anak-anak ini merasa terganggu perilaku
ritualnya, mereka akan marah sekali (tantrum). Sebagian dari individu
yang autistik ada kalanya dapat mengalami kesulitan dalam masa
transisinya ke pubertas karena perubahan-perubahan hormonal yang
terjadi; masalah gangguan perilaku bisa menjadi lebih sering dan
lebih berat pada periode ini. Namun demikian, masih banyak juga
anak-anak autistik yang melewati masa pubertasnya dengan tenang.
Umumnya gejala autisme berupa suatu gangguan sosiabilitasnya,
kelainan komunikasi timbal-balik verbal dan nonverbal serta defisit
minat dan aktivitas anak. Meskipun kurangnya dorongan untuk
berkomunikasi atau menahan bicara memegang peranan pada semua
anak yang pendiam, anak-anak dengan autisme benar-benar
mengalami gangguan berbahasa. Pemahaman dan penggunaan bahasa
26
untuk komunikasi serta geraktubuh (gesture) benar-benar defisien.
Ketidak mampuan untuk menerjemahkan stimuli akustik
menyebabkan anak-anak autistik mengalami agnosia auditorik verbal;
mereka tidak mengerti bahasa atau hanya mengerti sedikit sehingga
tidak dapat berbicara dan tetap tinggal dalam situasi nonverbal
(Rapin, 1997).
c. Anak-anak dengan autisme yang tidak begitu berat, dengan kelainan
reseptif-ekspresif, menunjukkan daya pengertian (comprehension)
yang lebih baik dari pada kemampuannya untuk berekspresi sehingga
pada mereka itu tampak artikulasinya buruk dan mereka tidak
memiliki kepandaian gramatis. Kelompok anak-anak autistik lain
yang kepandaian bicaranya terlambat, mungkin dapat berkembang
cepat dari keadaan diam menjadi lancar berbicara dengan kalimat-
kalimat yang jelas dan tersusun baik, tetapi mereka ini cenderung
repetitif, non-komunikatif dan sering pula ditandai dengan echolalia
yang berkelebihan (Rapin, 1997).
d. Sekitar 75% penderita autisme adalah mereka dengan
keterbelakangan mental (mentally retarded). Derajat kognitif individu
ini secara bermakna berkaitan dengan beratnya gejala autisme. Tes IQ
pra-sekolah tidak dapat meramalkan hasil yang dapat diandalkan
karena beberapa anak dengan program perawatan yang efektif
menunjukkan perbaikan yang nyata. Hasil dari uji neuropsikologis
secara khas menunjukkan suatu profil kognitif yang tidak merata, di
mana keterampilan nonverbal umumnya lebih tinggi dari pada
keterampilan verbal (kecuali pada sindrom asperger di mana pola
yang sebaliknya terlihat). Pemahaman yang buruk dari apa yang
orang lain pikirkan, menetap sepanjang hidup dan kreativitas mereka
biasanya terbatas. Anak-anak autistik dapat menunjukan reaksi yang
paradoksikal terhadap suatu stimuli sensori; kadang-kadang
hipersensitif dan kadang-kadang tidak menghiraukan suara atau bunyi
27
tertentu, stimuli taktil atau rasa sakit. Persepsi visual biasanya jauh
lebih baik dari pada persepsi auditorik (Rapin, 1997).
2. Gambaran Klinis
Tanda-tanda awal pada pasien autisme berkaitan dengan usia anak. Usia
anak dimana sindroma autisme dapat dikenal merupakan kunci untuk
segera melakukan intervensi berupa pelatihan dan pendidikan dini.
National Academy of Science USA menganjurkan bahwa pendidikan dini
merupakan kunci keberhasilan bagi seorang anak dengan sindroma
autisme. Pada umumnya semua peneliti sepakat bahwa sindroma autisme
merupakan diagnosis sekelompok anak dengan kekurangan dalam bidang
sosialisasi, komunikasi dan afeksi. Mereka juga sepakat bahwa mengenal
tanda-tanda awal autisme yaitu sejak usia dini (bayi baru lahir bahkan
sebelum lahir) sangat penting untuk upaya penanggulangan.
Gejala autisme infantil dapat timbul sebelum anak mencapai usia 3
tahun. Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah
terlihat sejak lahir. Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa
keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Hal yang sangat
menonjol adalah tidak ada kontak mata dan kurang minat untuk
berinteraksi dengan orang lain.
Menurut Acocella (1996) ada banyak tingkah laku yang tercakup
dalam autisme dan ada 4 gejala yang selalu muncul, yaitu:
a. Isolasi sosial
Banyak anak autis yang menarik diri dari segala kontak social
ke dalam suatu keadaan yang disebut extreme autistic aloneness. Hal
ini akan semakin terlihat pada anak yang lebih besar, dan ia akan
bertingkah laku seakan-akan orang lain tidak pernah ada. Gangguan
dalam bidang interaksi sosial, seperti menghindar kontak mata, tidak
melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain
sendiri.
b. Kelemahan kognitif
28
Sebagian besar (± 70%) anak autis mengalami retardasi mental
(IQ < 70) tetapi anak autis sedikit lebih baik, contohnya dalam hal
yang berkaitan dengan kemampuan sensori montor. Terapi yang
dijalankan anak autis meningkatkan hubungan social mereka tapi
tidak menunjukkan pengaruh apapun pada retardasi mental yang
dialami. Oleh sebab itu, retardasi mental pada anak autis terutama
sekali disebabkan oleh masalah kognitif dan bukan oengaruh
penarikan diri dari lingkungan social.
c. Kekurangan dalam bahasa
Gangguan dalam komunikasi verbal maupun non verbal seperti
terlambat bicara. Lebih dari setengah anak autis tidak dapat berbicara,
yang lainnya hanya mengoceh, merengek, menjerit, atau
menunjukkan ekolali, yaitu menirukan apa yang dikatakan orang lain.
Beberapa anak autis mengulang potongan lagu, iklan TV, atau
potongan kata yang terdengar olehnya tanpa tujuan. Beberapa anak
autis menggunakan kata ganti dengan cara yang aneh. Menyebut diri
mereka sebagai orang kedua “kamu” atau orang ketiga “dia”. Intinya
anak autism tidak dapat berkomunikasi dua arah (resiprok) dan tidak
dapat terlibat dalam pembicaraan normal.
d. Tingkah laku stereotip
Gangguan pada bidang perilaku yang terlihat dari adanya
perlaku yang berlebih (excessive) dan kekurangan (deficient) seperti
impulsif, hiperaktif, repetitif namun dilain waktu terkesan pandangan
mata kosong, melakukan permainan yang sama dan monoton. Anak
autis sering melakukan gerakan yang berulang-ulang secara terus
menerus tanpa tujuan yang jelas. Sering berputar-putar, berjingkat-
jingkat, dan lain sebagainya. Gerakan yang dilakukan berulang-ulang
ini disebabkan oleh adanya kerusakan fisik. Misalnya karena adanya
gangguan neurologis. Anak autis juga mempunyai kebiasaan menarik-
narik rambut dan menggigit jari. Walaupun sering menangis kesakitan
akibat perbuatannya sendiri, dorongan untuk melakukan tingkah laku
29
yang aneh ini sangat kuat dalam diri mereka. Anak autis juga tertarik
pada hanya bagian-bagian tertentu dari sebuah objek. Misalnya pada
roda mainan mobil-mobilannya. Anak autis juga menyukai keadaan
lingkungan dan kebiasaan yang monoton.
3. Kriteria Diagnosis Gangguan Autisme
Menurut DSM IV-TR (APA, 2000) kriteria diagnosis gangguan
autisme adalah:
A. Sejumlah enam hal atau lebih dari 1, 2, dan 3, paling sedikit dua dari
1 dan satu masing-masing dari 2 dan 3:
1. Secara kualitatif terdapat hendaya dalam interaksi social sebagai
manifestasi paling sedikit dua dari yang berikut:
a. Hendaya di dalam perilaku non verbal seperti pandangan mata
ke mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, dan gerak terhadap
rutinitas dalam interaksi social.
b. Kegagalan dalam membentuk hubungan pertemanan sesuai
tingkat perkembangannya.
c. Kurang kespontanan dalalm membagi kesenangan, daya pikat
atau pencapaian akan orang lain, seperti kurang
memperlihatkan, mengatakan atau menunjukkan objek yang
menarik.
d. Kurang sosialisasi atau emosi yang labil.
2. Secara fluktuatif terdapat hendaya dalam komunikasi sebagai
menifestasi paling sedikit satu dari yang berikut:
a. Keterlambatan atau berkurangnya perkembangan berbicara
(tidak menyertai usaha mengimbangi cara
komunikasialternatif seperti gerak isyarat atau gerak meniru-
niru)
b. Individu berbicara secara adekuat, hendaya dalam menilai atau
meneruskan oembicaraan orang lain.
c. Menggunakan kata berulang kali dan stereotip dan kata-kata
aneh.
30
d. Kurang memvariasikan gerakan spontan yang seolah-olah atau
pura-pura bermain seuai tingkat perkembangan.
3. Tingkah laku berulang dan terbatas, tertarik dan aktif sebagai
manifestasi paling sedikit satu dari yang berikut:
a. Keasyikan yang meliputi satu atau lebih stereotip atau
kelainan dalam intensitas maupun focus perhatian akan
sesuatu yang terbatas.
b. Ketaatan terhadap hal-hal tertentu tampak kaku, rutinitas atau
ritual pun tidak fungsional.
c. Gerakan stereotip dan berulang misalnya memukul, memutar
arah jari dan tangannya serta meruwetkan gerakan seluruh
tubuhnya.
d. Keasyikan terhadap bagian-bagian objek yang stereotip.
B. Keterlambatan atau kelainan fungsi paling sedikit satu dari yang
berikut ini dengan serangan sebelum sampai usia 3 tahun :
1. Interaksi sosial
2. Bahasa yang dipergunakan dalam komunikasi sosial
3. Permainan simbol atau imaginatif.
C. Gangguan ini tidak disebabkan oleh gangguan Rett atau gangguan
disintegrasi masa anak.
Autisme infantil berdasarkan pedoman diagnostik PPDGJ III, antara
lain:
a. Biasanya tidak ada riwayat perkembangan abnormal yang jelas, tetapi
jika dijumpai, abnormalitas tampak sebelum usia 3 tahun.
b. Selalu dijumpai hendaya kualitatif dalam interaksi sosialnya. Ini
berbentuk tidak adanya apresiasi adekuat terhadap isyarat sosio
emosional yang tampak bagai kurangnya respon terhadap emosi orang
lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku dalam konteks
sosial; buruk dalam menggunakan isyarat social dan lemah dalam
integrasi perilaku sosial, emosional dan komunikatif; dan khususnya,
kurangnya respon timbal balik sosial emosional.
31
c. Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini
berbentuk kurangnya penggunaan sosial dari kemampuan bahasa yang
ada; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial;
buruknya keserasian dan kurangnya interaksi timbal balik dalam
percakapan; buruknya fleksibilitas dalam bahasa ekspresif dan relatif
kurang dalam kreativitas dan fantasi dalam proses pikir; kurangnya
respons emosional terhadap ungkapan verbal dan nonverbal orang
lain; hendaya dalam menggunakan variasi irama atau tekanan
modulasi komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk
menekankan atau mengartikan komunikasi lisan.
d. Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang
terbatas, pengulangan dan stereotipik. Ini berbentuk kecendrungan
untuk bersikap kaku dan rutin dalam aspek kehidupan sehari-hari; ini
biasanya berlaku untuk kegiatan baru atau kebiasaan sehari-hari yang
rutin dan pola bermain. Terutama sekali dalam masa kanak, terdapat
kelekatan yang aneh terhadap benda yang tak lembut. Anak dapat
memaksa suatu kegiatan rutin seperti upacara dari kegiatan yang
sebetulnya tidak perlu; dapat menjadi preokupasi yang stereotipik
dengan perhatian pada tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat
stereotipik motorik; sering menunjukkan perhatian yang khusus
terhadap unsur sampingan dari benda (seperti bau dan rasa); dan
terdapat penolakan terhadap perubahan dari rutinitas atau dalam tata
ruang dari lingkungan pribadi (seperti perpindahan dari hiasan dalam
rumah).
e. Anak autisme sering menunjukkan beberapa masalah yang tak khas
seperti ketakutan/fobia, gangguan tidur dan makan, mengadat
(terpertantrum) dan agresivitas. Mencederai diri sendiri (seperti
menggigit tangan) sering kali terjadi, khususnya jika terkait dengan
retardasi mental. Kebanyakan individu dengan autis kurang dalam
spontanitas, inisiatif dan kreativitas dalam mengatur waktu luang dan
mempunyai kesulitan dalam melaksanakan konsep untuk menuliskan
32
sesuatu dalam pekerjaan (meskipun tugas mereka tetap dilaksanakan
baik).
Abnormalitas perkembangan harus tampak dalam usia 3 tahun
untuk dapat menegakkan diagnosis, tetapi sindrom ini dapat didiagnosis
pada semua usia.
4. Diagnosis Banding
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Dr dr Dwidjo Saputro SpKJ (K) mengatakan, ADHD merupakan
kelainan psikiatrik dan perilaku yang paling sering ditemukan pada anak.
ADHD dapat berlanjut sampai masa remaja, bahkan dewasa. Pada anak
usia sekolah, ADHD berupa gangguan akademik dan interaksi sosial
dengan teman. Sementara pada anak dan remaja dan dewasa juga
menimbulkan masalah yang serius.
Kurangnya perhatian adalah salah satu gejala ADHD. Biasanya anak
selalu gagal memberi perhatian yang cukup terhadap detail. Atau anak
selalu membuat kesalahan karena ceroboh saat mengerjakan pekerjaan
sekolah, bekerja atau aktivitas lain. Sering sulit mempertahankan
pemusatan perhatian saat bermain atau bekerja. Sering seperti tidak
mendengarkan bila diajak bicara. Dan atau pelupa dalam aktivitas sehari-
hari.
Gejala kedua yang harus diwaspadai adalah hiperaktivitas yang menetap
selama 6 bulan atau lebih dengan derajat berat dan tidak sesuai dengan
umur perkembangan. Gejala hiperaktivitas itu di antaranya anak sering
bermain jari atau tidak dapat duduk diam. Ia sering kali meninggalkan
kursi di sekolah atau situasi lain yang memerlukan duduk di kursi. Anak
juga sering lari dan memanjat berlebihan di situasi yang tidak tepat,
selalu bergerak seperti didorong motor.
Sedangkan pada gejala implusivitas, misalnya sering menjawab sebelum
pertanyaan selesai ditanyakan, sering sulit menunggu giliran, dan sering
menginterupsi atau mengganggu anak lain, misalnya menyela suatu
33
percakapan.
"Anak ADHD sering dianggap anak nakal, malas, ceroboh, dan lain-lain.
Padahal terapi yang tepat akan menghilangkan gejala pada anak ADH,"
kata ahli kejiwaan yang juga pendiri dari Smart Kids Clinic-klinik
Perkembangan Anak dan Kesulitan Belajar ini. Biasanya gejala
hiperaktif-impulsif mulai terlihat sebelum umur 7 tahun. Gejala terjadi di
dua situasi berbeda atau lebih, misal di sekolah dan di rumah.
Selain itu gejala bukan merupakan bagian gangguan perkembangan
pervasif (autisme), schizophrenia, atau gangguan jiwa berat lain, dan
bukan disebabkan gangguan mood, kecemasan atau ansietas, gangguan
disosiasi atau gangguan kepribadian. "Orang tua harus hati-hati dalam
menentukan apakah anak ADHD atau tidak," ucap dokter yang kemudian
mengambil spesialisasi di FKUI itu.
Untuk menegakkan diagnosis, diperlukan kombinasi keterangan
mengenai riwayat penyakit, pemeriksaan medis, dan observasi terhadap
perilaku anak. Keterangan ini sebaiknya diperoleh dari orang tua, guru,
dan anak sendiri.
Observasi bisa dilakukan pada saat anak melakukan pekerjaan terstruktur
di kelas, atau saat anak sedang bermain bebas bersama anak lain.
Walaupun ADHD seharusnya muncul di setiap situasi, gejala mungkin
tidak jelas bila penderita sedang melakukan aktivitas yang disukainya,
sedang mendapat perhatian khusus atau berada dalam situasi yang
memberi penghargaan pada tingkah laku yang normal. Dengan demikian,
pengawasan selintas di kamar praktik sering gagal untuk menentukan
ADHD.
Sementara dokter yang juga merupakan pakar autis, Dr Hardiono
Pusponegoro SpA (K) menuturkan bahwa sebenarnya jumlah penderita
penyakit ini tidak meningkat. "Penyakit yang sering disertai dengan
gangguan psikiatri lain ini bukan meningkat, tetapi semakin banyak
orang yang tahu tentang penyakit ini," ucap dokter dari Bagian Ilmu
34
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)
tersebut.
Bila dikelola dengan baik, ADHD bisa dicegah. Namun, bila tidak
ditangani secara dini, kasus ADHD dapat menjadi pemicu pengguna awal
minuman beralkohol, rokok, dan narkoba pada usia muda.
e. Anamnesis dan Pemeriksaan Psikiatri Autisme Infantil
1. Anamnesis
Gejala autisme infantil timbul sebelum anak mencapai usia 3 tahun.
Pada sebagian anak gejala gangguan perkembangan ini sudah terlihat
sejak lahir. Ada beberapa gejala yang harus diwaspadai terlihat sejak bayi
atau anak menurut usia:
a. Usia 0-6 bulan
1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan terutama bila mandi
4) Tidak ditemukan senyum sosial diatas 10 minggu
5) Tidak ada kontak mata diatas umur 3 bulan
6) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
b. Usia 6-12 bulan
1) Bayi tampak terlalu tenang ( jarang menangis)
2) Terlalu sensitif, cepat terganggu/terusik
3) Gerakan tangan dan kaki berlebihan
4) Sulit bila digendong
5) Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan
6) Tidak ditemukan senyum sosial
7) Tidak ada kontak mata
8) Perkembangan motor kasar/halus sering tampak normal
c. Usia 1-2 tahun
1) Kaku bila digendong
2) Tidak mau bermain permainan sederhana (ciluk ba, da-da)
35
3) Tidak mengeluarkan kata
4) Tidak tertarik pada boneka
5) Memperhatikan tangannya sendiri
6) Terdapat keterlambatan dalam perkembangan motor kasar/halus
7) Mungkin tidak dapat menerima makanan cair
d. Usia 2-3 tahun
1) Tidak tertarik untuk bersosialisasi dengan anak lain
2) Melihat orang sebagai “benda”
3) Kontak mata terbatas
4) Tertarik pada benda tertentu
5) Kaku bila digendong
e. Usia 4-5 tahun
1) Sering didapatkan ekolalia (membeo)
2) Mengeluarkan suara yang aneh (nada tinggi atau datar)
3) Marah bila rutinitas yang seharusnya berubah
4) Menyakiti diri sendiri (membenturkan kepala)
5) Temperamen tantrum atau agresif
Secara umum ada beberapa gejala autisme yang akan tampak
semakin jelas saat anak telah mencapai usia 3 tahun, yaitu (Sartika,
Dinda. 2011):
a. Interaksi sosial
1) tidak tertarik bermain bersama teman
2) lebih suka menyendiri
3) tidak ada atau sedikit kontak mata, atau menghindar untuk
bertatapan
4) senang menarik-narik tangan orang lain untuk melakukan apa
yang ia inginkan
b. Komunikasi
1) perkembangan bahasa lambat atau sama sekali tidak ada
2) senang meniru atau membeo (ekolali)
36
3) anak tampak seperti tuli, sulit berbicara, atau pernah berbicara
tapi kemudian sirna
4) mengoceh tanpa arti berulang-ulang, dengan bahasa yang tidak
dapat dimengerti orang lain
5) bila senang meniru, dapat hafal betul kata-kata atau nyanyian
tersebut tanpa mengerti artinya
6) sebagian dari anak ini tidak berbicara (nonverbal) atau sedikit
bicara (kurang verbal) sampai usia dewasa
c. Pola bermain
1) tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya
2) senang akan benda-benda yang berputar seperti kipas angin, roda
sepeda, gasing.
3) tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda dibalik atau
rodanya diputar-putar.
4) dapat sangat lekat dengan benda-benda tertentu yang dipegang
terus dan dibawa kemana-mana.
d. Gangguan sensoris
1) bila mendengar suara keras langsung menutup telinga
2) sering menggunakan indera pencium dan perasanya, seperti
senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda.
3) dapat sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka
dipeluk.
4) dapat sangat sensitif terhadap rasa takut dan rasa sakit.
e. Perkembangan terlambat atau tidak normal
1) perkembangan tidak sesuai seperti pada anak normal, khususnya
dalam keterampilan sosial, komunikasi, dan kognisi.
2) dapat mempunyai perkembangan yang normal pada awalnya,
kemusian menurun atau bahkan sirna, misalnya pernah dapat
bicara kemudian hilang.
f. Penampakan gejala
37
1) gejala di atas dapat mulai tampak sejak lahir atau saat masih
kecil. Biasanya sebelum usia 3 tahun gejala sudah ada.
2) pada beberapa anak sekitar umur 5-6 tahun, gejala tampak agak
berkurang.
Gejala yang juga sering tampak adalah dalam bidang :
a. Perilaku
1) memperlihatkan perilaku stimulasi diri seperti bergoyang-
goyang, mengepakkan tangan seperti burung, berputar-putar,
mendekatkan mata ke TV, lari/berjalan bolak-balik, melakukan
gerakan yang diulang-ulang.
2) tidak suka pada perubahan
3) dapat pula duduk bengong dengan tatapan kosong
b. Emosi
1) sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa,
menangis tanpa alasan.
2) kadang suka menyerang dan merusak.
3) kadang berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri
4) tidak memiliki empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.
2. Pemeriksaan Psikiatri
a. Kesan Umum : tampak sakit jiwa
b. Kesadaran : compos mentis
c. Sikap : hipoaktif
d. Tingkah laku : senyum sendiri, bicara sendiri, stereotipi
e. Orientasi : baik/buruk
f. Bentuk pikir : autistik
g. Isi pikir : waham bizarre
h. Progresi pikir : neologisme, ekolali, inkoherensi, irrelevansi
i. Roman muka : sedikit mimik
j. Afek : inappropiate
k. Persepsi : halusinasi (+)
l. Perhatian : sulit ditarik, sulit dicantum
38
m. Hubungan jiwa : sulit
n. Insigth : buruk
f. Penatalaksanaan Autisme
Sampai saat ini tidak ada obat-obatan atau cara lain yang dapat
menyembuhkan autisme. Meskipun demikian, obat-obat antidepresan yang
bersifat seratogenik dapat mengendalikan gejala-gejala stereotipi dan
perubahan-perubahan iklim perasaan, tetapi masih diperlukan suatu
penelitian klinis lebih lanjut dan lebih terkendali dari obat-obat ini (Kasran,
2003).
Dalam tatalaksana gangguan autisme, terapi perilaku merupakan yang
paling penting. Metode yang digunakan adalah metode Lovaas. Metode
Lovaas adalah metode modifikasi tingkah laku yang disebut dengan Applied
Behavior Analysis (ABA). Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui
program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar, yaitu:
1. Kemampuan memperhatikan
Program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk
bisa memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya
atau disebut dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk
memperhatikan keadaan atau objek yang ada disekelilingnya.
2. Kemampuan menirukan
Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan
motorik kasar dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar
sederhana atau meniru tindakan yang disertai bunyi-bunyian.
3. Bahasa reseptif
Melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi
terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti
maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata.
4. Bahasa ekspresif
Melatih kemampuan anak untuk mengutarakan pikirannya, dimulai
dari komunikasi preverbal (sebelum anak dapat berbicara), komunikasi
39
dengan ekspresi wajah, gerakan tubuh dan akhirnya dengan
menggunakan kata-kata atau berkomunikasi verbal.
5. Kemampuan praakademis
Melatih anak untuk dapat bermain dengan benar, memberikan
permainan yang mengajarkan anak tentang emosi, hubungan
ketidakteraturan, dan stimulus-stimulus di lingkungannya seperti bunyi-
bunyian serta melatih anak untuk mengembangkan imajinasinya lewat
media seni seperti menggambar benda-benda yang ada di sekitarnya.
6. Kemampuan mengurus diri sendiri
Program ini bertujuan untuk melatih anak agar bisa memenuhi
kebutuhan dirinya sendiri. Pertama anak dilatih untuk bisa makan
sendiri. Yang kedua, anak dilatih untuk bisa buang air kecil atau yang
disebut toilet traning. Kemudian tahap selanjutnya melatih mengenakan
pakaian, menyisir rambut, dan menggosok gigi.
g. Prognosis
Prognosis anak autisme dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Berat ringannya gejala atau kelainan otak.
2. Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur
anak saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
3. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
4. Bicara dan bahasa, 20 % anak autis tidak mampu berbicara seumur
hidup, sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan
kefasihan yang berbeda-beda.
5. Terapi yang intensif dan terpadu.
Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan
dengan intensif dan terpadu. Seluruh keluarga harus terlibat untuk
memacu komunikasi dengan anak. Penanganan anak autisme
memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai
disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak,
terapis bicara dan pendidik.
40
Prognosis untuk penderita autisme tidak selalu buruk. Pada gangguan
autisme, anak yang mempunyai IQ diatas 70 dan mampu menggunakan
komunikasi bahasa mempunyai prognosis yang baik. Berdasarkan
gangguan pada otak, autisme tidak dapat sembuh total tetapi gejalanya
dapat dikurangi, perilaku dapat diubah ke arah positif dengan berbagai
terapi.
41
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, Melly, (2003), Gangguan Metabolisme pada Anak Autistik di
Indonesia, (makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I.
Peeters, Theo, (1998), Autism From Theoritical Understanding to Educational
Intervention, London: Whurr Publisher Ltd.
Sasanti, Yuniar, (2003), Masalah Perilaku pada Gangguan Spektrum Autism
(GSA), (makalah), Jakarta: Konferensi Nasional Autisme-I
Kaplan’s and Saddock, (2009), Synopsis of Pyschiatry, Jakarta: EGC.
42
Top Related