Nama Anggota Kelompok :
I Putu Adhitya Putra Wirawan (01) Gusti
Ngurah Diana (11) Ida
Ayu Eka Suryani (13) Gusti
Ayu Mirah Utami (23) I Gusti
Ngurah Raka Aryawan (27)
tman atau Atma dalam Hindu merupakan percikan kecil dari
Brahman yang berada di dalam setiap makhluk hidup. Atman di
dalam badan manusia disebut: Jiwatman atau jiwa atau roh yaitu A
yang menghidupkan manusia. Demikianlah atman itu menghidupkan
sarwa prani (makhluk di alam semesta ini). Indria tak dapat bekerja bila
tak ada atman. Misalnya telinga tak dapat mendengar bila tak ada atman,
mata tak dapat melihat bila tak ada atman, kulit tak dapat merasakan bila
tak ada atman. Atman itu berasal dari Brahman, bagaikan matahari
dengan sinarnya. Brahman sebagai matahari dan atma-atma sebagai
sinar-Nya yang terpencar memasuki dalam hidup semua makhluk.
Atma tidak dapat menjadi subyek atau obyek dan tindakan atau
pekerjaan. Atma tidak terpengaruh akan perubahan-perubahan yang
dijalani maupun dialami pikiran, hidup dan jasad atau badan jasmani.
Badan jasmani bisa berubah, lahir, mati, datang dan pergi, namun Atma
tetap langgeng untuk selamanya.
Sifat- sifat Atman.
Di dalam kitab Bhagavad-Gita terdapat penjelasan tentang sifat- sifat
atma. Secara singkat sifat- sifat atma itu sebagai berikut:
Achedya tak terlukai oleh senjata
Adahya tak terbakar oleh api
Akledya tak terkeringkan oleh angin
Acesyah tak terbasahkan oleh air
Nitya abadi
Sarwagatah di mana- mana ada
Sthanu tak berpindah- pindah
Acala tak bergerak
Sanatana selalu sama
Awyakta tak dilahirkan
Acintya tak terpikirkan
Awikaratak berubah dan sempurna tidak laki- laki ataupun
perempuan.
Bhagavad-Gita II sloka 23, 24, dan 25 menyebutkan:
Sloka Artinya:
nai'nam chhindanti sastrani
na chai'nam kledayanty apo
na soshayati marutah
Senjata tidak dapat melukai Dia
dan api tidak bisa membakar- Nya
angin tidak dapat mengeringkan Dia
dan air tidak bisa membasahi- Nya
Achedyo 'yam adahyo 'yam
akledya 'soshya eva cha
nityah sarwagatah sthanur
achalo 'yam sanatanah
Dia tidak dapat dilukai, dibakar
juga tidak dikeringkan dan dibasahi
Dia adalah abadi, tiada berubah
tiada bergerak, tetap selama- lamanya.
Awyakto 'yam achintyo 'yam
Awikaryo 'yam uchyate
tasmad ewam widitasi 'nam
Dia dikatakan tidak termanifestasikan
tidak dapat dipikirkan, tidak berubah-
ubah dan mengetahui hal nya demikian
na 'nusochitum arhasi. engkau hendaknya jangan berduka.
Perkataan Dia dan Nya dalam sloka ini sama dengan atma. Jadi atma
itu dikatakan mengatasi segala elemen materi, kekal abadi, dan tidak
terpikirkan. Oleh karenanya atma itu tidak dapat menjadi subyek
maupun obyek dan tindakan atau pekerjaan. Dengan perkataan lain
atma itu tidak terkena oleh akibat perubahan- perubahan yang
dialami pikiran, hidup, dan badan jasmani. Semua bentuk ini bisa
berubah, datang, dan pergi, tetapi atma itu tetap langgeng untuk
selamanya.
Mengenali Atman dengan Atman
Pada tahap awal, sebelum sadhana dilaksanakan, pikiran dihasut
oleh arus karma dan mungkin ditakuti dengan ketidakmampuannya untuk
memahami atau memenuhi dharmanya. Dalam keadaan terhasut ini dunia
nampak suram, membosankan, atau gelap, menakutkan, dan tidak akan
dapat membayangkan, menggambarkan atau memahami Brahman ada di
mana-mana, Brahman hanya ada di pura atau di tempat-tempat yang
disucikan lainnya. “Bagaimana bisa Brahman yang maha agung berada
dalam diri kita yang serba terbatas ini.”
Pada tahapan kedua, bila pikiran diistirahatkan dengan damai
dalam pemenuhan dari suatu pola kehidupan, dharma, ketika ia memiliki
kedewasaan cukup untuk mengendalikan dan melewati arus karma
melalui pemusatan pikiran, pemujaan dan perenungan suci, di sini
Brahman nampak sebagai penolong dalam semua proses yang dilalui,
tetapi paling kuat dirasakan ketika perilaku religius tersebut dilakukan di
utama mandala pura atau tempat-tempat yang disucikan lainnya.
Pada tahapan ketiga, Brahman yang dirasakan sebagai penolong
dalam semua proses yang dilalui terus membantu kesulitan dari pikiran
yang rawan dari pengaruh rasa diri yang didominasi oleh ahamkara (ego)
dan manah (naluri). Dengan mengendapnya rasa diri memunculkan rasa
jati, alam pikiran yang didominasi oleh buddhi yang menuntunnya kepada
chitta (kesadaran murni pikiran).
Brahman tidak lagi dicari-cari di luar diri, Brahman dinikmati sebagai
sesuatu yang utama, dimensi integral dari diri, Hidup dari hidup, kekuatan
dan pancaran energi alam semesta. Pada tahapan ini, ketenangan di sisi
dalam lebih besar dari gangguan di sisi luar, sehingga mampu untuk
masuk lebih dalam dan lebih dalam lagi, memasuki kesadaran penuh
kebahagiaan, ini dengan jelas dirasakan dan kenikmatan spiritual dialami
bahwa Brahman meresap di dalam diri kita.
Mata batin mereka yang mengalaminya akan semakin tajam, dan
dalam hidup kesehariannya mereka menjadi saksi, mengamati bahwa
kebanyakan orang tidak melihat Brahman di dalam diri mereka sendiri.
Para rishi Weda dan mereka yang tercerahkan telah menemukan rahasia
gaib itu. Brahman di dalam menjadi kesadaran jiwa sebagai Kebenaran-
Pengetahuan-Kebahagiaan, Satchidananda, energi perekat yang meresap
dalam segala hal secara bersamaan.
Pikiran menjadi tenang, tampak damai di mana saja, dan
kebahagiaan sempurna demikian kuat, demikian ajeg, tidak tergoyahkan
lagi. Pada tahapan ini, mata batin menjadi terbuka, benar-benar
merasakan kehadiran Brahman yang sama pada setiap dan semua
makhluk hidup, meresap di dalam setiap atom dari alam semesta sebagai
keagungan-Nya, pendukung utama dari segala yang ada. Hanya ketika hal
ini benar-benar dialami, seseorang dapat menyatakan dengan sebenar-
benarnya bahwa Brahman ada di dalam manusia dan manusia ada di
dalam Brahman.
Tahu filsafat tanpa pengalaman langsung bagaikan tahu tempat
yang jauh dan indah lewat televisi, atau sekedar membaca dari sebuah
buku, atau mendengar dari pernyataan orang lain yang pernah ke sana
dan bersenang-senang di sana. Itu bukan pengalaman sama sekali. Satu-
satunya yang bisa disebut pengalaman adalah pengalaman kita sendiri.
Kita tidak akan mencapai jnana, kearifan spiritual, sebelum kita
mengalaminya sendiri, meskipun kita telah membaca seribu Weda, kita
harus mengenali sendiri Atman kita. Sumber-sumber pengetahuan
spiritual hanyalah penuntun bagi kita, orang tidak akan bisa mengenali
Atman hanya dengan banyak membaca Weda.
Bagaimana mungkin kita dengan pikiran kita yang terbatas bisa
memahami yang tak terbatas, bisa memahami Brahman? Bagaimana bisa
secara intelektual kita meliputi sesuatu yang maha agung seperti
Brahman? Brahman adalah pencipta dan sumber segala ilmu
pengetahuan, pencipta daya pikiran.
Dia adalah arsitek agung alam semesta. Lalu, jika Brahman
menciptakan daya pikiran, bagaimana mungkin daya pikiran memahami
Dia? Para rishi meyakinkan, itu mungkin, dan mereka meyakinkan karena
itu telah terlaksana, mereka telah mengalaminya, dan mereka memberi
tuntunan berdasarkan hasil pengalaman yang telah dialami. Daya pikiran
harus mengekspansi, kesadaran harus melampaui rasional pikiran dan
melihat langsung dari pengetahuan kesadaran super.
Sebaiknya kita mencoba untuk melihat Brahman di mana-mana.
Selalu mencoba. Meyakini keyakinan yang diberikan oleh para rishi Weda,
bahwa itu akan terlaksana. Dia akan datang. Siapa lagi yang bisa
memperlihatkan Atman kita kepada kita selain Dia? Perluasan dari Atman
yang ada di dalam diri kita tiada lain adalah Brahman.
Dia dapat memberi kita kecukupan hidup. Dia dapat memberi kita
kesehatan. Dia dapat memberi semua yang kita butuhkan bahkan yang
kita inginkan. Tetapi untuk memuja-Nya sebagai yang tak berwujud
membawa pikiran ke dalam ruang tak terbatas. Pikiran hanya dapat
meliputi hal ini dengan mengidentifikasi. Pikiran tidak bisa
mengidentifikasi Kebenaran dalam bentuk halus ini yang menunjukkan
Brahman melampaui pikiran—tanpa bentuk, waktu dan ruang.
Tetapi dia ada di dalam diri kita semua secara serentak, hanya saja
terselubung oleh kedunguan kita, hanya saja terselimuti oleh ego, yang
merasa Brahman ada di tempat yang terpisah dengan identitas personal.
Dia ada di dalam diri kita saat ini juga, bukan di masa depan yang fiktif.
Hanya saja kita harus menghilangkan (mengabaikan) sisi maya dari kita,
menghapus semua karma, kita akan menemukan Dia yang abadi. Ego
adalah hal terakhir yang akan pergi. Itu adalah belenggu terakhir yang
harus ditaklukkan.
Para rishi Weda menyatakan, sekali perbudakan ego dipatahkan,
akan nampak bahwa misteri Brahman adalah meliputi segalanya. Dia
adalah segala apa yang diciptakan-Nya. Renungkan hal tersebut. Itu
sangat dalam. Brahman meresap pada ciptaan-Nya secara konstan
sebagai Cahaya Kasih Murni dari pikiran setiap orang, dan pada tahapan
ini Brahman masih memiliki suatu wujud.
Hanya dari sisi keabadian kita dapat mengatakan semua yang
berwujud adalah maya. Tetapi dari sisi kita yang maya, semua yang maya
adalah nyata. Tidak mungkin pikiran kita yang maya mengatakan bahwa
nasi yang kita makan adalah nasi bohongan, lauk yang kita makan adalah
lauk bohongan.
Dari sudut pandang keabadian, diri sejati kita ini bukan badan,
pikiran, atau emosi kita. Tetapi, bagi alam maya kita, suami, istri, anak,
pacar, dan tetangga kita adalah orang beneran, bukan orang-orangan
(maya). Dengan senantiasa memancarkan Cahaya Kasih Murni dari
pikiran kita kepada semua yang maya kita akan menemukan Yang Abadi.
Di alam kehalusan, Brahman memiliki wujud yang sangat indah,
serupa dengan wujud seorang manusia, tetapi wujud manusia yang
benar-benar sempurna. Dia berpikir. Dia berbicara. Dia berjalan. Dia
membuat keputusan.
Kita beruntung memuja Brahman yang agung yang meresap di
dalam segalanya, dan masih melampaui ini Dia meresap di luar
segalanya, di luar alam semesta, di alam kelanggengan, Dia yang
berbentuk dan di luar bentuk sekaligus, Dia adalah Atman di dalam jiwa
kita. Jadi, semua dari kita, para pencari Kebenaran yang esa, kita memiliki
Agama Weda yang agung yang menawarkan dan menuntun kita pada
pengalaman Brahman di dalam wujud dan di luar wujud. Alangkah
beruntung kita ini!
Identitas sebagai Atman
Tvayâ vyâptamidam visvam protam yathârthatah
Shuddhasuddhasvarupastvam ma gamah ksudacittâm
(Astavakra Samhita.I.16)
Engkau menyelimuti jagat raya ini dan jagat raya ini ada dalam dirimu,
engkau sungguh
kesadaran murni oleh sifat alamimu. Jangan berkecil hati.
Astavakra, dalam memulai pelajarannya kepada Raja Janaka, diawali
dengan pelajaran tentang eksistensi. Ia berbicara tentang keberadaan kita
yang sesungguhnya, yakni Atman. Ketika berbicara Atman, maka
penjabarannya seluas berbicara tentang Brahman. Dan, saat berbicara
tentang ranah ini segala sesuatunya menjadi serba terbalik. Kita tidak
pernah membayangkan sebelumnya bahwa keberadaan kita hampir
sempurna berbanding terbalik dengan yang kita pikirkan atau kita pahami
sebelumnya. Tidak salah, banyak orang yang baru belajar di ranah ini
menjadi gila, salah pengertian, dan merasa super. Kondisi ini
sesungguhnya turning point orang belajar tentang Diri Sejati. Ego
spiritualnya melambung tinggi yang kemudian akan ditundukkan secara
perlahan oleh pengalaman hidup.
Dari awal kita berpikir, kita itu lemah, tidak mampu, serba kekurangan,
terbatas. Semua itu benar adanya sepanjang identifikasi kita pada badan
dan pikiran yang ada bersama kita. Kondisi ini memang demikian adanya.
Pikiran, seberapa pun cerdasnya tetap memiliki keterbatasan dari
perspektif keinginan kita. Badan juga sangat lemah dalam mengatasi
keadaan cuaca, kondisi alam, tantangan yang berat dan sebagainya.
Tetapi ketika kitab suci menyatakan diri kita sejati bukan identifikasi itu,
maka mata kita terbuka dan paham bahwa yang hidup ini bukan kita
tetapi penyebabnyalah kita. Kita mulai menyadari bahwa kita adalah
Atman, sumber dari segala sumber, menyelimuti segalanya, murni, dan
kesadaran tertinggi. Secara logis semua itu benar dan bisa ditelaah oleh
akal pikiran kita.
Ketika dalam praktik hidup sehari-hari, ajaran ini menjadi rancu oleh
sebagian besar dari kita. Setelah kita menyadari tentang keberadaan kita
sebagai Atman, kita lalu merasa kita bisa melakukan segalanya. Kita telah
berubah dari lemah menjadi kuat, kita merasa bisa melakukan apa saja,
karena kita telah mendapat pengetahuan sejati ini. Lalu kita melakukan
banyak hal, karena merasa kekuatan kita sama dengan Tuhan, karena
Atman dan Tuhan sama, dan kita adalah Atman itu sendiri bukan badan.
Arogansi mulai muncul. Apakah itu yang dimaksudkan? Apakah ajaran
Kitab Suci yang mengatakan bahwa sepanjang kita mengidentifikasi diri
dengan badan kita akan selamanya terbelenggu dalam badan dan
samsara, sedangkan orang yang mampu mengidentifikasi dirinya sebagai
Atman akan menjadi Atman dan tidak lagi berbadan? Identifikasi tidak
menghilangkan apa pun yang ada. Identifikasi yang benar hanyalah
penemuan petunjuk untuk jalan kembali pulang dan ketersesatan hidup.
Kita mengidentifikasi sebagai badan, maka kita tersesat, sedangkan
ketika kita mampu menemukan identitas kita sebagai Atman, kita
menemukan petunjuk jalan mana yang mesti kita tempuh. Badan akan
tetap di sana hanya identitas saja yang berubah. Namun semangat kita
akan berubah kembali pulih. Kita memiliki semangat yang tinggi untuk
pulang.
Saat perjalanan pulang yang menempuh jalan panjang, badan dalam
perjalanan tetap badan yang terbatas. Kita terima keterbatasan itu dan
kita istirahat untuk memulihkan tenaga. Namun kita tahu bahwa kita
adalah Atman seperti yang dijelaskan oleh Astavakra, menyelimuti
segalanya. Alam semesta ini ada di dalam diri kita sendiri. View kita
tentang diri kita sendiri menjadi jelas. Air laut dan buih dalam ombak,
setelah menyadari bahwa buih adalah air itu sendiri, maka buih itu
menemukan bahwa ia sesungguhnya satu dengan samudera luas. Tetap
karena dalam samudera ini ada ombak, maka buih itu selalu ada. Buih
tidak akan berubah, meskipun setelah mengetahui dirinya lautan itu
sendiri, bentuk buih tetap sama
Atman : Jiwa Yang Kekal
Pada suatu ketika saya mendapat kabar bahwa seorang kerabat saya
meninggal. Saya kaget sekali. Kerabat ini umurnya sekitar 55 tahun.
Anak-anaknya memang sudah pada dewasa, karena ia kawin ketika
usianya cukup muda. Saya bertanya kepada si pembawa berita : "Kenapa
ia meninggal?" Si pembawa berita juga tidak tahu. Baru seminggu
sebelumnya saya bertemu dengan mendiang. Ia nampaknya sehat-sehat
saja. Selama ini saya tahu ia tidak mengidap suatu penyakit berat.
Maka saya lalu bergegas ke rumah duka. Seorang keponakannya
menuturkan: "Pagi-pagi seperti biasanya ia jalan-jalan sebentar. Setelah
jalan-jalan ia mandi lalu sarapan pagi kemudian ke kantor. Tapi tadi pagi,
setelah jalan-jalan ia menyatakan tidak enak badan lalu tidur. Ketika
dibangunkan untuk mandi, ternyata ia sudah tidak bernyawa. Dia sudah
meninggal". Lalu kami menduga-duga, mungkin dia sakit jantung.
Demikianlah dalam setiap mendapat kabar kematian kita bertanya: "Apa
sebabnya?" Jawabnya : "Karena usia tua. karena sakit, karena kecelakaan
atau karena perang". Ta[i apakah yang dimaksud dengan mati? Kapankah
seseorang disebut mati?.
Apakah yang disebut mati?
Dalam dunia medis ada dua definisi tentang mati. Yang pertama disebut
"mati jantung". Seorang pasien disebut mati bila denyut jantungnya sudah
berhenti, pupil matanya sudah tidak lagi bereaksi terhadap cahaya dan
nafasnya berhenti. Tapi Dr. Christian Barnard yang pada tahun 1967
berhasil mencangkokan jantung pertama kali di dunia menerapkan prinsip
"mati batang otak". Bila prinsip "mati jantung" dianut, orang tersebut
sudah terlalu jauh mati sehingga jantungnya tidak bisa lagi dipindahkan
kepada orang lain yang memerlukan.
Tujuan mencangkokkan jantung adalah mengubah matinya seseorang
menjadi hidupnya orang lain. Karena jantungnya harus tetap hidup, maka
harus diambil dari sang donor sedini mungkin. Tapi kalau sang donor
belum meninggal kapan sebenarnya sang donor itu dapat dikatkan telah
mati. Maka Dr. Christian Barnard menggunakan hilangnya gelombang
otak sebagai kriteria terakhir sebagai matinya seseorang. Demikianlah
para ahli medis be;um sepenuhnya sependapat tentang apa yang disebut
mati. *)
Lalu apakah yang disebut mati menurut agama? Menurut agama
seseorang disebut mati adalah kita jiwa telah pergi meninggalkan tubuh.
Dengan definisi ini kita memasuki pembicaraan selanjutnya.
Ada tiga pertanyaan penting yang akan coba kita bicarakan yaitu:
(1) Apakah Jiwa;
(2) Dari mana datangnya jiwa dan
(3) ke manakah jiwa pergi ketika kita mati?
Pada bagian ini kita bahas pertanyaan pertama dan kedua. Sedangkan
pertanyaan ketiga akan kita bahas dalam pembicaraan tentang
Reinkarnasi. Untuk menjawab pertanyaan pertama dan kedua akan
dijelaskan sedikit tentang asal-usul manusia menurut agama.
Penciptaan Manusia menurut Mitologi Yunani.
Menurut mitologi Yunani manusia pertama kali diciptakan oleh tiga orang
dewa yaitu Amos, Promoteus, dan Epimetius. Mereka bertiga mula-mula
membuat patung dari tanah liat yang menyerupai dewa. Amos kemudian
menghembuskan nafas kehidupan ke dalam hidung patung. Minerva, putri
dewa Yupiter menganugrahkan jiwa dan dengan demikian bersemilah
hidup dalam patung itu. Dengan demikian terciptalah manusia pertama di
dunia ini. Bagaimana ia berkembang biak? Dengan siapa manusia
pertama itu kawin memang tidak dijelaskan.
Penciptaan menurut Agama Hindu
Penciptaan dalam agama Hindu dijelaskan dalam Prasna Upanishad
sebagai berikut: "Pada awalnya Sang Pencipta (Tuhan) merindukan
kegembiraan dari proses penciptaan. Dia lalu melakukan meditasi.
Lahirlah Rayi, jat ataumateri dan Prana, roh kehidupan, lalu Tuhan
berkata: "kedua hal ini akan melahirkan kehidupan bagiku". Demikianlah
mahluk hidup diciptakan, melalui suatu perkembangan perlahan dari dua
unsur yang mula-mula diciptakan Tuhan sehingga mencapai bentuk-
bentuknya sekarang.
Bagaimanakah alam semesta diciptakan? Mundaka Upanishad
menyebutkan : "Seperti laba-laba mengeluarkan dan menarik benangnya,
demikianlah alam semesta ini muncul dari Tuhan Yang Maha Esa". laba-
laba mengeluarkan jaringnya secara perlahan-lahan dari perutnya.
Menurut penelitian ilmiah modern, alam semesta kita sampai sekarang
masih berkembang secara perlahan-lahan. menurut teori ledakan besar
(big bang) alam semesta ini dari titik kecil perlahan-lahan berkembang
makin membesar seperti balon karet yang ditiup.
Dari pernyataan di atas jelaslah menurut agama Hindu kehidupan pada
alam semesta ini berkembang melalui evolusi.
Jiwa dan Raga.
Pasangan dua kata di atas sering kita temukan dalam lagu-lagu
kebangsaan kita. bangunlah badannya, bangunlah jiwanya. Padamu
negeri, kupersembahkan jiwa dan ragaku. Dalam percakapan sehari-hari
kita mengatakan "badanku terasa ngilu dan sakit". kalau kita dikhianati
oleh seseorang kita mengatakan "hatiku sakit sekali". Aku hidup dalam
kelimpahan harta, tapi jiwaku gersang", demikian mungkin yang
dikatakan seseorang yang secara materi berlebihan namun miskin secara
spiritual.
Badanku, hatiku, jiwaku! Jadi siapa "aku" yang memiliki badan, hati dan
jiwa?
Manusia terdiri dari badan dan jiwa. Badan tanpa jiwa ibarat mobil yang
lengkap badan dan mesinya tapi tanpa aki. mobil ini tidak bisa bergerak,
karena tidak ada panas atau api yang menghidupkan mesinnya. Jiwa
tanpa raga ibarat aki tanpa mobil, panas atau tenaga yang tersimpan
dalam aki menjadi tenaga yang tidur karena tidak ada mesin untuk
digerakkan. Jiwa dan raga itu merupakan satu kesatuan. Tanpa Jiwa tidak
dapat melakukan aktivitasnya.
Pengandaian diatas mengikuti pengandaian dalam Katha Upanishad yang
mengatakan badan adalah kereta, akal(ilmu pengetahuan) adalah
kusirnya, pikiran adalah kendali, dan indriya adalah kuda-kudanya.
Sedangkan jiwa adalah pemilik kereta.
Dikatakan selanjutnya, mereka yang mengetahui hakikat dan tujuan
hidup ibarat kusir yang cakap dengan kuda terlatih baik, akan mencapai
tujuan perjalanan. Tapi meeka yang tidak mengetahui hakikat dan tujuan
hidup, ibarat kusir bodoh dengan kuda liar, tidak akan mencapai tujuan
perjalanan, akan mengembara dari satu kematian kepada kematian yang
lain.
Dari mana datangnya raga atau badan? Badan datang dari orang tua
kita, Percampuran sperma dan ovum dari bapak dan Ibu kita membentuk
badan dalam rahim ibu.
Dari mana datangnya Jiwa ? Agama - agama rumpun Yahudi mengatakan
jiwa atau roh itu ditiupkan oleh Tuhan kepada janin ketika masih dalam
kandungan ibu. Ketika itu Tuhan juga menetapkan nasib atau jalan hidup
bayu ini setelah ia lahir.
Menurut agama Hindu, jiwa kita sudah ada sebelumnya dan ia masuk ke
tubuh bayi dengan membawa "karma wasana" atau hasil-hasil perbuatan
dalam hidupnya sebelumnya.
Tubuh tak Kekal
Badan merupakan bagian yang tidak kekal dari manusia. Karena ia
berubah. Dari setetes cairan ia tumbuh menjadi janin, lahir sebagai bayi
berkembang menjadi manusia dewasa. Badan yang tegap ketika remaja
berubah menjadi bungkuk ketika tua. Kulit yang halus dan kencangketika
remaja, berobah menjadi kisut dan layu ketika tua. Ketia sudah mati
badan hancur. badan disebut stula sarira.
Jiwa Kekal
Jiwa merupakan bagian yang kekal dari manusia. Ia tak pernah berobah.
Ia tidak mati ketika badan mati. Iatidak terluka oleh senjata, tidak
terbakar oleh api. Ia ada selamanya. Jiwa disebut sukma sarira.
Jiwa berasal dari Tuhan. Atman adalah jiwa dari mahluk. Brahman adalah
jiwa alam semesta. Atman merupakan bagian dari Brahman. Seperti
setitik air hujan yang berasal dari samudera luas.
Pokok-pokok Keimanan Agama Hindu
Percaya adanya Atman
Atman adalah percikan kecil dari Paramatman (Hyang Widhi/Brahman).
Atman di dalam badan manusia disebut Jiwatman, yang menyebabkan
manusia itu hidup. Atman dengan badan adalah laksana kusir dengan
kereta. Kusir adalah Atman yang mengemudikan dan kreta adalah badan.
Demikian Atman itu menghidupi sarva prani (mahluk) di alam semesta ini.
"Angusthamatrah Purusa ntaratman
Sada jananam hrdaya samnivish thah
Hrada mnisi manasbhikrto
yaetad, viduramrtaste bhavanti". (Upanisad)
Ia adalah jiwa yang paling sempurna (Purusa), Ia adalah yang paling kecil,
yang menguasai pengetahuan, yang bersembunyi dalam hati dan pikiran,
mereka yang mengetahuinya menjadi abadi.
Satu That yang bersembunyi dalam setiap mahluk yang menghidupi
semuanya, yang merupakan jiwa semua mahluk, raja dari semua
perbuatan pada semua mahluk, saksi yang mengetahui dan tunggal.
Demikianlah Atman merupakan percikan-percikan kecil dari paramatman
(Tuhan) yang berada di setiap mahluk hidup. Atman adalah bagian dari
pada Tuhan, bagaikan titik embun yang berasal dari penguapan air laut,
karena ada pengaruh dari suatu temperatur tertentu. Seperti halnya juga
percikan-percikan sinar berasal dari matahari, kemudian terpencar
menerangi segala pelosok alam semesta ini. Atau dapat diumpamakan
Hyang Widhi (Brahman/Tuhan) adalah sumber tenaga lsitrik yang dapat
menghidupkan bola lampu besar atau kecil dimanapun ia berada. Bola
lampu disini dapat diumpamakan sebagai tubuh setiap mahluk dan aliran
listriknya adalah Atman.
Oleh karena Atman itu merupakan bagian dari Brahman/Hyang Widhi,
maka Atman pada hakekatnya memiliki sifat yang sama dengan
sumbernya, yakni Brahman itu sendiri. Atman bersifat sempurna dan
kekal abadi, tidak mengalami kelahiran dan kematian, bebas dari suka
dan duka. Menurut Weda (Bh.G.23,24 dan 25), sifat-sifat Atman
dinyatakan sebagai berikut:
Nai nam Chindanti sastrani
nai nam dahati pavakah
na soshayati marutah (Bh.G.II.23)
Senjata tidak dapat melukai Dia, dan api tidak dapat membakarnya, angin
tidak dapat mengeringkan Dia, dan air tidak bisa membasahinya.
achchhedyo "yam adahyo yam
akledyo soshya eva cha
nityah sarvagatah sthnur
achalo yam sanatanah. (Bh. G. II.24)
Dia tak dapat dilukai, dibakar, juga tidak dikeringkan dan dibsahi, Dia
adalah abadi, tiada berubah, tidak bergerak, tetap selama-lamanya.
Avyakto yam achityo yam
avikaryo yam uchyate
tasmad evam viditvai nam
na nusochitum arhasi (Bh.G.II.25)
Dia dikatakan tidak termanifestasikan, tidak dapat dipikirkan, tidak
berubah-ubah, dan mengetahui halnya demikian engkau hendaknya
jangan berduka.
Yang dimaksud "Dia" dan "Nya" dalam sloka di atas adalah Atman itu
sendiri. Dia mengatasi segala elemen materi, kekal abadi, dan tidak
terpikirkan. Oleh karena itu Atman (Jiwatman) tidak dapat menjadi subyek
ataupun obyek daripada perubahan-perubahan yang dialami oleh pikiran,
hidup dan badan jasmani. Karena semua bentuk-bentuk yang dialami ini
bisa berubah, datang dan pergi, tetapi jiwa itu tetap langgeng untuk
selamanya.
Dari uraian sloka di atas, ada beberapa sifat atman yang penting di sini
adalah: Achodya (tak terlukai oleh senjata). Adahya (tak terbakar oleh
api), Akledya (tak terkeringkan oleh angin), Acesyah (tak terbasahkan
oleh air), Nitya (abadi), Sarvagatah (dimana-mana ada), Sthanu (tak
berpindah-pindah), Acala (tak bergerak), Sanatana (selalu sama), Awyakta
(tak terlahirkan), Achintya (tak terpikirkan), dan Awikara (tak berubah dan
sempurna tidak laki-laki atau perempuan).
Perpaduan Atman dengan badan jasmani, menyebabkan mahluk itu
hidup. Atman yang menghidupi badan disebut Jiwatman. Pertemuan
Atman dengan badan jasmani ini menyebabkan Dia terpengaruh oleh
sifat-sifat maya yang menimbulkan awidya (kegelapan). Jadi manusia lahir
dalam keadaan awidya, yang menyebabkan ketidak sempurnaannya.
Atman itu tetap sempurna, tetapi manusia itu sendiri tidaklah sempurna.
Manusia tidak luput dari hukum lahir, hidup dan mati. Walaupun manusia
itu mengalami kematian, namun Atman tidak akan bisa mati. Hanya
badan yang mati dan hancur, sedangkan Atman tetap kekal abadi.
Vasamsi jirnani yatha vihaya
navani grihnati naro parani
tahta sartrahi vihaya jirmany
anyani samyati navani dehi (Bh.G.II.22)
Ibarat orang yang menanggalkan pakaian lama dan menggantikannya
dengan yang baru, demikian jiwa meninggalkan badan tua dan memasuki
jasmani yang baru.
Jiwatman yang terbelengu berpindah dari satu badan ke badan yang lain.
Setiap kelahirannya membawa badan, hidup dan pikiran yang terbentuk
dari pada prakerti menurut evolusinya dimasa yang lalu dan
kebutuhannya dimasa yang akan datang. Apabila badan jasmani yang
menjadi tua dan hancur, maka alam pikiran sebagai pembalut jiwa
merupakan kesadaran baginya untuk berpindah-pindah dari satu badan
ke badan yang lain yang disebut reinkarnasi atau phunarbhawa sesuai
dengan karmaphalanya (hasil perbuatannya di dunia). Karena itu Atman
tidak akan selalu dapat kembali kepada asalnya yaitu ke Paramaatman.
Orang-orang yang berbuat baik di dunia akan menuju sorga dan yang
berbuat buruk akan jatuh ke Neraka. Di Neraka Jiwatman itu mendapat
siksaan sesuai dengan hasil perbuatannya. Karena itulah penjelmaan
terus berlanjut sampai Jiwatman sadar akan hakekat dirinya sebagai
Atman, terlepas dari pengaruh awidya dan mencapai Moksa yaitu
kebahagiaan dan kedamaian yang abadi serta kembali bersatu kepada
asalnya.
Pokok-Pokok Keimanan Dalam Agama Hindu :
1. Percaya adanya Tuhan (Brahman/Hyang Widhi)
2. Percaya adanya Atman
3. Percaya adanya Hukum Karma Phala
4. Percaya adanya Punarbhawa/Reinkarnasi/Samsara
5. Percaya adanya Moksa
Percaya Adanya Atman.
Atman adalah percikan kecil dari Paramatman (Hyang Widhi/
Brahman). Atman di dalam badan manusia disebut Jiwatman, yang
menyebabkan manusia itu hidup. Atman dengan badan adalah laksana
kusir dengan kereta. Kusir adalah Atman yang mengemudikan dan kereta
adalah badan. Demikian Atman itu menghidupi sarwa prani (makhluk) di
alam semesta ini “Angusthamatrah Purusa ntaratman Sada Jananam
hrdaya samnivish thah Hrada mnisi manasbhiklrto Yaetad, viduramrtaste
bhavanti. Ia adalah jiwa yang paling sempurna (Purusa), Ia adalah yang
paling kecil, yang menguasai pengetahuan, yang bersembunyi dalam hati
dan pikiran, mereka yang mengetahuinya menjadi abadi.
Top Related