Download - Asuhan Keperawatan BPH

Transcript
Page 1: Asuhan Keperawatan BPH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hiperplasi prostat yang telah memberikan keluhan klinik biasanya akan menyebabkan

penderita datang kepada dokter. Derajat berat gejala klinik dibagi menjadi empat gradasi

berdasarkan penemuan pada colok dubur dan sisa volume urin, yaitu:

Derajat satu, apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan

penonjolan prostat, batas atas mudah diraba dan sisa urin kurang dari 50 ml.

Derajat dua, apabila ditemukan tanda dan gejala sama seperti pada derajat satu, prostat

lebih menonjol, batas atas masih dapat teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang

dari 100 ml.

Derajat tiga, seperti derajat dua, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin

lebih dari 100 ml

Derajat empat, apabila sudah terjadi retensi urin total.

Terapi sedini mungkin sangat dianjurkan untuk mengurangi gejala, meningkatkan

kualitas hidup dan menghindari komplikasi akibat obstruksi yang berkepanjangan. Tindakan

bedah masih merupakan terapi utama untuk hiperplasia prostat (lebih dari 90% kasus).

Meskipun demikian pada dekade terakhir dikembangkan pula beberapa terapi non-bedah

yang mempunyai keunggulan kurang invasif dibandingkan dengan terapi bedah.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Anatomi Fisiologi Organ

1.2.2 Defenisi BPH

1.2.3 Etiologi

1.2.4 Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala

1.2.5 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

1.2.6 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

1.2.7 Komplikasi

1.2.8 WOC

1

Page 2: Asuhan Keperawatan BPH

1.2.9 Pengkajian

1.2.10 Perumusan Diagnosa (NANDA)

1.2.11 Penentuan Kriteria Hasil (NOC)

1.2.12 Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC)

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui Anatomi Fisiologi Organ

1.3.2 Mengetahui Defenisi BPH

1.3.3 Mengetahui Etiologi BPH

1.3.4 Mengetahui Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala BPH

1.3.5 Mengetahui Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik BPH

1.3.6 Mengetahui Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan BPH

1.3.7 Mengetahui Komplikasi BPH

1.3.8 WOC BPH

1.3.9 Mengetahui Pengkajian BPH

1.3.10 Mengetahui Perumusan Diagnosa (NANDA)

1.3.11 Mengetahui Penentuan Kriteria Hasil (NOC)

1.3.12 Mengetahui Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC)

2

Page 3: Asuhan Keperawatan BPH

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Organ

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul

fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian

proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya

sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan

jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm.5

Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus :

1. lobus medius

2. lobus lateralis (2 lobus)

3. lobus anterior

4. lobus posterior

Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior akan menjadi

satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak

tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista

kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.6

Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah:

zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona

periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya

proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral.

Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan

pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.7,8

Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari

verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan

ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah

belakang didapatkan fascia denonvilliers.

3

Page 4: Asuhan Keperawatan BPH

Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat

dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia

pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul

sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.6

Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari :

1. Kapsul anatomis : Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus

kelenjar prostat.

2. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler

3. Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian:

a) Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang

menghasilkan bahan baku sekret.

b) Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai

adenomatous zone

c) Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan

bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami hipertrofi pada usia

lanjut.

Pada BPH, kapsul pada prostat terdiri dari 3 lapis :

1. kapsul anatomis

2. kapsul chirurgicum, ini terjadi akibat terjepitnya kelenjar prostat yang sebenarnya (outer

zone) sehingga terbentuk kapsul

4

Page 5: Asuhan Keperawatan BPH

3. kapsul yang terbentuk dari jaringan fibromuskuler antara bagian dalam (inner zone) dan

bagian luar (outer zone) dari kelenjar prostat.

BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung

banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior daripada

lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya perkembangan

suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami hiperplasi karena

sedikit mengandung jaringan kelenjar.5,6

Secara histologis, prostat terdiri atas kelenjar-kelenjar yang dilapisi epitel thoraks

selapis dan di bagian basal terdapat juga sel-sel kuboid, sehingga keseluruhan epitel tampak

menyerupai epitel berlapis.

Vaskularisasi

Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior (cabang

dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium inferior), dan a.

pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari arteri tersebut masuk

lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran arteri di dalam prostat dibagi

menjadi 2 kelompok , yaitu:

1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic

junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar

periurethral.

2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa cabang yang

memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar paraurethral).9

Aliran Limfe

Aliran limfe dari kelenjar prostat membentuk plexus di peri prostat yang kemudian

bersatu untuk membentuk beberapa pembuluh utama, yang menuju ke kelenjar limfe iliaca

interna , iliaca eksterna, obturatoria dan sakral.9

Persarafan

Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari

Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.

5

Page 6: Asuhan Keperawatan BPH

Fisiologi Prostat

Prostat adalah kelenjar sex sekunder pada laki-laki yang menghasilkan cairan dan

plasma seminalis, dengan perbandingan cairan prostat 13-32% dan cairan vesikula

seminalis 46-80% pada waktu ejakulasi. Kelenjar prostat dibawah pengaruh Androgen

Bodies dan dapat dihentikan dengan pemberian Stilbestrol.

2.2 Landasan Teoritis Penyakit :

2.2.1 Defenisi

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,

disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat

meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan

penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr.

Sutomo, 1994).

BPH adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat (secara umum pada

pria lebih tua dari 50 tahun) menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral

dan pembatasan aliran urinarius (Marilynn, E.D, 2000).

BPH adalah hyperplasia kelenjar peri uretral yang merusak jaringan prostat

yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Mansjoer,dkk,2000).

BPH adalah kondisi patologis yang paling lazim pada usia lansia dan

merupakan penyebab kedua paling sering untuk intervensi medis pada pria

diatas 60 tahun (Smeltzer,2001).

2.2.2 Etiologi

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.

Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone androgen.

Faktor lain yang erat kaitannya dengan BPH adalah proses penuaan. Ada

beberapa factor kemungkinan penyebab antara lain :

a. Dihydrotestosteron

6

Page 7: Asuhan Keperawatan BPH

Peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan

stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.

b. Perubahan keseimbangan hormone estrogen-testosteron

Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormone estrogen dan

penurunan testosterone yang mengakibatkan hiperplasi stroma.

c. Interaksi stroma – epitel

Peningkatan epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan

penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasi stroma

dan epitel.

d. Berkurangnya sel yang mati

Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan

epitel dari kelenjar prostat.

e. Teori sel stem

Sel stem yang meningkat mengakibatkan poliferasi sel transit (Roger Kirby,

1994 : 38).

2.2.3 Manifestasi Klinis/ Tanda dan Gejala

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut

sebagai Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu :

a) Gejala Obstruktif yaitu :

1. Hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan

mengejan yang disebabkan oleh Karena otot destrussor buli-buli

memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikal

guna mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika.

2. Intermittency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan

karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan

intra vesika sampai berakirnya miksi.

3. Terminal dribbling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing.

4. Pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor

memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra

7

Page 8: Asuhan Keperawatan BPH

5. Rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas.

b) Gejala iritasi yaitu :

1. Urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan.

2. Frekuensi yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi

pada malam hari (Nocturia) pada siang hari

3. Disuria yaitu nyeri pada waktu kencing

2.2.4 Patofisiologi

Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars

prostatika dan akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan

peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus

berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus

ini menyebabkan perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot

detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase

penebalan otot detrusor ini disebut fase kompensasi.

Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan

pada saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS)

yang dahulu dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.

Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke

dalam fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi

sehingga terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan

diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter.

Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari

buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung

terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh

ke dalam gagal ginjal.

- Gagal ginjal

Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya

gejala yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini

8

Page 9: Asuhan Keperawatan BPH

berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak

uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra

vesikal) sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan

kapsulnya, yang merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha

adrenergik reseptor akan menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun

kenaikan tonus. Komponen dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis,

yang juga tergantung dari beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik

a. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kasdar

guladigunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien

Pemeriksaan urine lengkap dan kultur

PSA (Prostatik Spesifik Antigen) penting diperiksa sebagai

kewaspadaan adanya keganasan.

b. Pemeriksaan Uroflowmetri

Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara objektif

pancaran urine dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :

- Flow rate maksimal > 15 ml / dtk = non obstruktif

- Flow rate maksimal 10 -15 ml / dtk = border line

- Flow rate maksimal < 10 ml / dtk = obstruktif

c. Pemeriksaan imaging dan rontgenologik

BOF (Buik Overzich) : untuk melihat adanya batu dan metastase pada

tulang

USG digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan besar prostat

juga keadaan buli-buli termasuk residual urin. Pemeriksaan dapat

dilakukan secara transrektal, transurethral, dan supra pubik

IVP (Pyelografi Intravena) digunakan untuk melihat fungsi exkresi

ginjal dan adanya hidronefrosis

Pemeriksaan panendoskop

9

Page 10: Asuhan Keperawatan BPH

Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli-buli

2.2.6 Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan (Hasil penelitian, artikel, jurnal)

Pilihan Terapi pada Hiperplasi Prostat Benigna

Observasi Medikamentosa Operasi Invasif Minimal

Watchfull

waiting

Penghambat

adrenergik αProstatektomi terbuka

TUMT

TUBD

Penghambat

reduktase α

Fitoterapi

Hormonal

Endourologi

1. TUR P

2. TUIP

3. TULP (laser)

Strent uretra

dengan

prostacath

TUNA

Terapi Konservatif Non Operatif

1. Observasi (Watchful waiting)

Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan ringan. Nasihat yang

diberikan adalah mengurangi minum setelah makan malam untuk mengurangi

nokturia, menghindari obat-obatan dekongestal (parasimpatolitik), mengurangi

minum kopi, dan tidak diperbolehkan minuman alkohol agar tidak sering miksi.

Setiap 3 bulan lakukan kontrol keluhan (sistem skor), sisa kencing dan

pemeriksaan colok dubur.

10

Page 11: Asuhan Keperawatan BPH

2. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah untuk:

1. Mengurangi resistensi leher buli-buli dengan obat-obatan golongan blocker

(penghambat alfa adrenergik)

2. Menurunkan volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon

testosteron/dehidrotestosteron (DHT)

Obat Penghambat adrenergik

Dasar pengobatan ini adalah mengusahakan agar tonus otot polos di dalam

prostat dan leher vesica berkurang dengan menghambat rangsangan alpha

adrenergik.

Obat Penghambat Enzim 5 Alpha Reduktase

Obat yang dipakai adalah finasterid (proskar) dengan dosis 1x5 mg/hari.

Obat golongan ini dapat menghambat pembentukan dehidrotestosteron sehingga

prostat yang membesar dapat mengecil.

Fitoterapi

Merupakan terapi alternatif yang berasal dari tumbuhan. Fitoterapi yang

digunakan untuk pengobatan BPH adalah Serenoa repens atau Saw Palmetto dan

Pumpkin Seeds. Saw Palmetto menunjukkan perbaikan klinis dalam hal:

frekuensi nokturia berkurang

aliran kencing bertambah lancar

volume residu di kandung kencing berkurang

gejala kurang enak dalam mekanisme urinaria berkurang.

Mekanisme kerja obat diduga kuat:

menghambat aktivitas enzim 5 alpha reduktase dan memblokir reseptor

androgen

11

Page 12: Asuhan Keperawatan BPH

bersifat antiinflamasi dan anti oedema dengan cara menghambat aktivitas

enzim cyclooxygenase dan 5 lipoxygenase.

3. Terapi Operatif

Tindakan operasi ditujukan pada hiperplasi prostat yang sudah menimbulkan

penyulit tertentu, antara lain: retensi urin, batu saluran kemih, hematuri, infeksi

saluran kemih, kelainan pada saluran kemih bagian atas, atau keluhan LUTS yang

tidak menunjukkan perbaikan setelah menjalani pengobatan medikamentosa.

Tindakan operasi yang dilakukan adalah operasi terbuka atau operasi endourologi

transuretra.

1. Prostatektomi terbuka

Retropubic infravesica (Terence Millin)

Suprapubic Transvesica/TVP (Freeyer)

Trans Urethral Resection of the Prostate (TURP)

Yaitu reseksi endoskopik malalui uretra. Metode ini cukup aman, efektif

dan berhasil guna, bisa terjadi ejakulasi retrograd dan pada sebagaian kecil

dapat mengalami impotensi. Hasil terbaik diperoleh pasien yang sungguh

membutuhkan tindakan bedah.

Reseksi kelenjar prostat dilakukan trans-uretra dengan mempergunakan

cairan irigan (pembilas) agar daerah yang akan direseksi tetap terang dan tidak

tertutup oleh darah. Cairan yang dipergunakan adalah berupa larutan non ionik,

yang dimaksudkan agar tidak terjadi hantaran listrik pada saat operasi. Cairan

yang sering dipakai dan harganya cukup murah adalah H2O steril (aquades).

Salah satu kerugian dari aquades adalah sifatnya yang hipotonik

sehingga cairan ini dapat masuk ke sirkulasi sistemik melalui pembuluh darah

vena yang terbuka pada saat reseksi. Kelebihan air dapat menyebabkan

terjadinya hiponatremia relatif atau gejala intoksikasi air atau dikenal dengan

sindroma TUR P. Sindroma ini ditandai dengan pasien yang mulai gelisah,

kesadaran somnolen, tekanan darah meningkat, dan terdapat bradikardi.

12

Page 13: Asuhan Keperawatan BPH

Jika tidak segera diatasi, pasien akan mengalami edema otak yang

akhirnya jatuh dalam keadaan koma dan meninggal. Angka mortalitas sindroma

TURP ini adalah sebesar 0,99%. Karena itu untuk mengurangi timbulnya

sindroma TUR P dipakai cairan non ionik yang lain tetapi harganya lebih mahal

daripada aquades, antara lain adalah cairan glisin, membatasi jangka waktu

operasi tidak melebihi 1 jam, dan memasang sistostomi suprapubik untuk

mengurangi tekanan air pada buli-buli selama reseksi prostat.

Trans Urethral Incision of Prostate (TUIP)

Metode ini di indikasikan untuk pasien dengan gejala obstruktif, tetapi

ukuran prostatnya mendekati normal. Pada hiperplasia prostat yang tidak begitu

besar dan pada pasien yang umurnya masih muda umumnya dilakukan metode

tersebut atau incisi leher buli-buli atau bladder neck incision (BNI) pada jam 5

dan 7. Terapi ini juga dilakukan secara endoskopik yaitu dengan menyayat

memakai alat seperti yangg dipakai pada TUR P tetapi memakai alat pemotong

yang menyerupai alat penggaruk, sayatan dimulai dari dekat muara ureter

sampai dekat ke verumontanum dan harus cukup dalam sampai tampak kapsul

prostat.

Kelebihan dari metode ini adalah lebih cepat daripada TUR dan

menurunnya kejadian ejakulasi retrograde dibandingkan dengan cara TUR.

Trans Urethral Laser of the Prostate (Laser prostatectomy)

Oleh karena cara operatif (operasi terbuka atau TUR P) untuk

mengangkat prostat yang membesar merupakan operasi yang berdarah, sedang

pengobatan dengan TUMT dan TURF belum dapat memberikan hasil yang

sebaik dengan operasi maka dicoba cara operasi yang dapat dilakukan hampir

tanpa perdarahan.

Waktu yang diperlukan untuk melaser prostat biasanya sekitar 2-4 menit

untuk masing-masing lobus prostat (lobus lateralis kanan, kiri dan medius).

Pada waktu ablasi akan ditemukan pop corn effect sehingga tampak melalui

sistoskop terjadi ablasi pada permukaan prostat, sehingga uretra pars prostatika

akan segera menjadi lebih lebar, yang kemudian masih akan diikuti efek ablasi

13

Page 14: Asuhan Keperawatan BPH

ikutan yang akan menyebabkan “laser nekrosis” lebih dalam setelah 4-24

minggu sehingga hasil akhir nanti akan terjadi rongga didalam prostat

menyerupai rongga yang terjadi sehabis TUR.

4. Invasif Minimal

1. Trans Urethral Microwave Thermotherapy (TUMT)

Cara memanaskan prostat sampai 44,5C – 47C ini mulai diperkenalkan

dalam tiga tahun terakhir ini. Dikatakan dengan memanaskan kelenjar periuretral

yang membesar ini dengan gelombang mikro (microwave) yaitu dengan

gelombang ultarasonik atau gelombang radio kapasitif akan terjadi vakuolisasi

dan nekrosis jaringan prostat, selain itu juga akan menurunkan tonus otot polos

dan kapsul prostat sehingga tekanan uretra menurun sehingga obstruksi berkurang

Cara kerja TUMT ialah antene yang berada pada kateter dapat

memancarkan microwave kedalam jaringan prostat. Oleh karena temperatur pada

antene akan tinggi maka perlu dilengkapi dengan surface costing agar tidak

merusak mucosa ureter. Dengan proses pendindingan ini memang mucosa tidak

rusak tetapi penetrasi juga berkurang.

Cara TURF (trans Uretral Radio Capacitive Frequency) memancarkan

gelombang “radio frequency” yang panjang gelombangnya lebih besar daripada

tebalnya prostat juga arah dari gelombang radio frequency dapat diarahkan oleh

elektrode yang ditempel diluar (pada pangkal paha) sehingga efek panasnya dapat

menetrasi sampai lapisan yang dalam. Keuntungan lain oleh karena kateter yang

ada alat pemanasnya mempunyai lumen sehingga pemanasan bisa lebih lama, dan

selama pemanasan urine tetap dapat mengalir keluar.

2. Trans Urethral Ballon Dilatation (TUBD)

Dilatasi uretra pars prostatika dengan balon ini mula-mula dikerjakan

dengan jalan melakukan commisurotomi prostat pada jam 12.00 dengan jalan

melalui operasi terbuka (transvesikal).

14

Page 15: Asuhan Keperawatan BPH

Prostat di tekan menjadi dehidrasi sehingga lumen uretra melebar.

Mekanismenya :

1. Kapsul prostat diregangkan

2. Tonus otot polos prostat dihilangkan dengan penekanan tersebut

3. Reseptor alpha adrenergic pada leher vesika dan uretra pars prostatika dirusak

3. Trans Urethral Needle Ablation (TUNA)

Yaitu dengan menggunakan gelombang radio frekuensi tinggi untuk

menghasilkan ablasi termal pada prostat. Cara ini mempunyai prospek yang baik

guna mencapai tujuan untuk menghasilkan prosedur dengan perdarahan minimal,

tidak invasif dan mekanisme ejakulasi dapat dipertahankan.

4. Stent Urethra

Pada hakekatnya cara ini sama dengan memasang kateter uretra, hanya

saja kateter tersebut dipasang pada uretra pars prostatika. Bentuk stent ada yang

spiral dibuat dari logam bercampur emas yang dipasang diujung kateter

(Prostacath). Stents ini digunakan sebagai protesis indwelling permanen yang

ditempatkan dengan bantuan endoskopi atau bimbingan pencitraan. Untuk

memasangnya, panjang uretra pars prostatika diukur dengan USG dan kemudian

dipilih alat yang panjangnya sesuai, lalu alat tersebut dimasukkan dengan kateter

pendorong dan bila letak sudah benar di uretra pars prostatika maka spiral tersebut

dapat dilepas dari kateter pendorong. Pemasangan stent ini merupakan cara

mengatasi obstruksi infravesikal yang juga kurang invasif, yang merupakan

alternatif sementara apabila kondisi penderita belum memungkinkan untuk

mendapatkan terapi yang lebih invasif.

2.2.7 Komplikasi

Dilihat dari sudut pandang perjalanan penyakitnya, hiperplasia prostat

dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :

15

Page 16: Asuhan Keperawatan BPH

1. Inkontinensia Paradoks

2. Batu Kandung Kemih

3. Hematuria

4. Sistitis

5. Pielonefritis

6. Retensi Urin Akut Atau Kronik

7. Refluks Vesiko-Ureter

8. Hidroureter

9. Hidronefrosis

10. Gagal Ginjal

2.2.8 WOC

Terlampir

2.3 Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan :

2.3.1 Pengkajian

1. Anamnesa

- Ideentitas Klien

- Keluhan Utama Klien

- Riwayat Kesehatan Sekarang, Dahulu, Keluarga

2. Pengkajian Gordon

3. Pemeriksaan fisik

Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat

meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urine akut, dehidrasi sampai

syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok-septik

Pemeriksaan abdomen diakukan dengan tekhnik bimanual untuk mengetahui

adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosiss. Pada daerah supra simfiser pada

keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa addanya ballotemen dank

16

Page 17: Asuhan Keperawatan BPH

lien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya

residual urin

Penis dan uretra untuk mendeteksi kemungkinan stenose meatus, striktur

uretra, karsinoma maupun fimosis

Pemeriksaan skrotum untuk menentukan adanya epididimitis

Rectal touch / pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan

konsistensi sistim persyarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat. Dengan

rectal toucher dapat diketahui derajat dari BPH, yaitu :

a. Derajat I = beratnya +/- 20 gram

b. Derajat II = beratnya antara 20-40 gram

c. Derajat III = beratnya > 40 gram

2.3.2 Perumusan Diagnosa (NANDA), Penentuan Kriteria Hasil (NOC),

Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC)

Pre Op :

No NANDA NOC NIC

1 Obstruksi akut /

kronis b.d obstruksi

mekanik,

pembesaran prostat,

dekompensasi otot

destrusor dan

ketidakmampuan

kandung kemih

untuk berkontraksi

secara adekuat

kriteria hasil :

klien mampu

berkemih dalam

jumlah yang cukup,

tidak teraba distensi

kandung kemih

- Dorong klien untuk

berkrmih tiap 24 jam dan

bila tiba-tiba dirasakan

- observasi aliran urin,

aliran,kekuatan pancaran

- awasi dan catat waktu

berkemih

- berikan cairan s/d 3000 ml

shari dalam toleransi jantung

- berikan obat sesuai indikasi

2 Ansietas b.d

perubahan status

Kriteria hasil :

- menyatakan

- dampingi klien dan bina

hubungan saling percaya

17

Page 18: Asuhan Keperawatan BPH

kesehatan atau

menghadapi

prosedur bedah

pengetahuan yang

akurat tentang situasi,

menujnjukan rentang

yang tepat tentang

perasaan dan

penurunan rasa takut

- berikan informasi tentang

prosedur tindakan yg akan

dilakukan

- dorong klien atu orang

terdekat untuk menyatakan

masalah atau perasaan

3 Kurang

pengetahuan

tentang kondisi,

prognosis dan

kebutuhan

pengobatan

berhubungan

dengan kurangnya

informasi

Kriteria hasil :

- melakukan

perubahan pola hidup

dan perilaku yg perlu

- berpartisipasi dalam

program pengobatan

- dorong klien untuk

menyatakan perasaan

takutnya

- kaji ulang proses penyakit,

pengalaman klien

4 Nyeri akut b.d iritasi mukosa buli-buli, distensi kandung kemih,kolik ginjal,infeksi urinaria

- klien melaporkan nyeri hilang

- tampak rileks

- istirahat dantidur tepat

- menunjukan keterampilan aktivitas dan relaksasi

- kaji nyeri,perhatkan lokasi,intensitas

- pertahankan potensi kateter dan sstem drainase

- pertahankan tirah baring bila diindikasikan

- beri tindakan kenyamanan

- kolaborasi medis

5 Risti kekurangan cairan b.d pasca obstruksi diuresis

- mempertahankan hidrasi adekuat ditandai dgn : TTV stabil, nadi perifer teraba,pengisian perifer baik, membran mukos lembab dan keluaran urine tepat

- -awasi keluaran tiap jam

bila diindikasikan

- pantau masukan dan

halauran urine

- awasi TTV

Ringkatkantirah baring dgn

kepala lbh tgg

18

Page 19: Asuhan Keperawatan BPH

- kolaborasi medis

Post. Op

No. NANDA NOC NIC

1 Nyeri b.d spasmus

kandung kemih dan

insisi sekunder

pada TUR-P

Tujuan : nyeri

berkurang atau hulang

Kriteria hasil :

- klien menyatakan

nyeri berkurang

Expresi wajah klien

tenang

- klien tisur dgn cepat

- TTV dlm batas

normal

- jelaskan padda klien ttg

gejala dini spasmus kandung

kemih

- beri penyuluhan pd klien

agar tdk berkemih ke seputar

kateter

- anjurkan untuk tdk duduk

dlm jangka waktu lama

Jaga selang drainase urine

tetap aman dipaha u/

mencegah peningkatan tek.

Pd kandu ng kemih

-observasi TTV

- kolaborasi

2 Risti infeksi b.d

prosedur invasif

KH ;

- klien tdk mengalami

infeksi

- dapat mencapai

waktu penyembuhan

TTV dlm rentang

normal

- pertahankan sstem kateter

steril

- anjurkan intake cairan

cukup

- pertahankan posisi urobag

dibawah

- obs. TTV

-obs.

Urine:warna,jumlah,bau

- kolaborasi

3 Risti cedera b.d

tindakan

Klien tdk menunjukan

tnda2 perdarahan,

-irirgasi aliran kateter jika

terdeteksi gumpalan dl

19

Page 20: Asuhan Keperawatan BPH

pembedahan TTV normal, urine

lancar lewat kateter

saluran kateter

- sediakan diet makanan

tinggi serat dan beri obat u/

memudahkan defekasi

- pantau trakssi kateter

- obs. TTV,urine

20

Page 21: Asuhan Keperawatan BPH

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul

fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria, mengelilingi bagian

proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum.

Benigna Prostat Hiperplasi (BPH) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat,

disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi

jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars

prostatika

Penyebab yang pasti dari terjadinya BPH sampai sekarang belum diketahui.

Namun yang pasti kelenjar prostat sangat tergantung pada hormone androgen.

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh Benigne Prostat Hyperplasia disebut sebagai

Syndroma Prostatisme. Syndroma Prostatisme dibagi menjadi dua yaitu Gejala Obstruktif

dan Gejala iritasi.

3.2 Saran

Melalui makalah ini diharapkan nantinya, kita sebagai calon perawat dapat

mengkaji penyakit klien dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat sesuai dengan

indikasi keluhan klien dan dapat mempraktekkan tindakan-tindakan keperawatan yang

sesuai dengan konsep yang telah teruji kebenarannya sehingga kesalahan-kesalahan yang

terjadi di lapangan dapat diminimalisir dan tim perawat pun semakin diakui

kelayakkannya sebagai salah satu tim pelayanan kesehatan.

21

Page 22: Asuhan Keperawatan BPH

DAFTAR PUSTAKA

Rahardja K, Tan Hoan Tjay. Obat - Obat Penting; Khasiat, Penggunaan, dan Efek – Efek

Sampingnya edisi V, Jakarta : Gramedia, 2002.

Purnomo B.P. Buku Kuliah Dasar – Dasar Urologi, Jakarta : CV.Sagung Seto, 2000.

http://www.benigna-prostate-hyperplasia.html

http://www.askep-benigna-prostat-hiperplasia-bph.html

22