1
Asosiasi Gastropoda Pada Ekosistem Padang Lamun di Perairan Pulau
Beralas Pasir Kabupaten Bintan
Dody Nofriandi¹, Ita Karlina², Try Febrianto³
Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas
Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Penelitian mengenai asosiasi gastropoda pada ekosistem padang lamun di
perairan Pulau Beralas Pasir, Kabupaten Bintan, telah dilaksanakan pada bulan
Februari sampai dengan Juli 2019. Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis
jenis dan kelimpahan gastropoda serta jenis dan kerapatan lamun. Metode transek
linier kuadrat digunakan untuk pengambilan sampel gastropoda dan lamun.
Pengumpulan data dilakukan di enam transek dengan plot pengamatan berukuran
1 X 1 m2. Hasil penelitian diperoleh 9 jenis gastropoda yang termasuk ke dalam 3
ordo, 7 famili, dan 8 genus, yaitu Cerithidea obtusa, Cerithium columna,
Cerithium lividulum, Canarium urceus, Lambis lambis, Polinices flemingianus,
Pollia fumosa, Morula nodulosa, dan Conus lividus. Rata-rata kelimpahan
gastropoda sebesar 1,43 individu/m2 yang tergolong rendah. Sedangkan untuk
lamun Lamun diperoleh 6 jenis yang termasuk ke dalam 2 famili dan 6 genus,
yaitu Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Cymodocea
rotundata, Halodule uninervis, dan Syringodium isoetifolium. Rata-rata kerapatan
lamun sebesar 157,77 tegakan/m2 dan tergolong dalam kondisi yang rapat.
Kata kunci: asosiasi, Beralas Pasir, gastropoda, lamun
PENDAHULUAN
Padang lamun merupakan tempat hidup berbagai biota perairan dari berbagai
jenis. Hutomo dan Azkab (1987) menerangkan biota yang berasosiasi pada
padang lamun, yaitu porifera, hidrozoa, actinia, madreporaria, poliketa,
ekhinodermata, gastropoda, sefalopoda, dekapoda, stomatopoda, dan tunikata.
2
Dari literatur tersebut, gastropoda merupakan satu di antara biota yang berafiliasi
terhadap komunitas padang lamun.
Gastropoda merupakan anggota moluska yang sebagian besar bercangkang.
Cangkang berasal dari materi organik dan anorganik yang didominasi oleh
kalsium karbonat, (Saripantung et al. 2013). Menurut Sianu et al. (2014),
komunitas gastropoda merupakan komponen yang penting dalam rantai makanan
di padang lamun, yaitu sebagai biota dasar pemakan detritus dan serasah dari daun
lamun yang jatuh serta mensirkulasi zat-zat yang tersuspensi di dalam air guna
mendapatkan makanan.
Komunitas gastropoda pada ekosistem padang lamun diduga dipengaruhi oleh
kondisi lamun. Kondisi lamun yang mengalami penurunan kualitas dikhawatirkan
akan mempengaruhi keberadaan gastropoda. Menurut Hitalessy et al. (2015),
kehadiran gastropoda sangat ditentukan oleh adanya vegetasi lamun yang ada di
daerah pesisir. Tekanan dan perubahan lingkungan dapat mempengaruhi jumlah
jenis dan perbedaan pada struktur komunitas gastropoda.
Pulau Beralas Pasir, Desa Teluk Bakau, Kabupaten Bintan memiliki beragam
ekosistem, termasuk ekosistem lamun yang ditemukan di sekitar pulau. Berkaitan
dengan hal tersebut, Gosari dan Haris (2012) menyatakan komunitas lamun
memegang peranan penting baik secara ekologis, maupun biologis di daerah
pantai dan estuaria. Sehingga dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Asosiasi Gastropoda Pada Ekosistem Padang Lamun di
Perairan Pulau Beralas Pasir Kabupaten Bintan”.
3
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Juli 2019.
Pengumpulan, pengamatan, dan pengukuran sampel di perairan Pulau Beralas
Pasir, Desa Teluk Bakau, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan. Alat dan
bahan serta peta lokasi penelitian disajikan pada (Tabel 1; Gambar 1).
Tabel 1. Alat dan bahan penelitian
Parameter Satuan Alat/Bahan
Parameter Biologi Jenis gastropoda
Kelimpahan gastropoda Jenis lamun Kerapatan lamun
-
ind/m2
- ind/m2
Pedoman identifikasi gastropoda
Plot 1 X 1 m2 Pedoman identifikasi lamun Plot 1 X 1 m2
Parameter Perairan Suhu Salinitas
pH DO
Substrat
oC o/oo
- mg/l
-
Multitester Refractometer
Multitester Multitester
Visualisasi
Lainnya
Koordinat lokasi Dokumentasi
Alat tulis Penandaan sampel Wadah sampel
derajato
-
- - -
Global Positioning System (GPS) Kamera
Buku, pena, pensil Kertas label Plastik sampel
Mengawetkan sampel - Formalin
Gambar 1. Peta lokasi penelitian
4
Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah jenis penelitian deskriptif, yaitu metode
penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kondisi yang diteliti.
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari observasi atau survei, yaitu pengamatan langsung terhadap variabel
yang diteliti. Kemudian, data sekunder berasal dari studi literatur terhadap
sumber-sumber pustaka terkait dengan penelitian, seperti salinan peraturan
perundang-undangan, laporan lembaga negara, jurnal, prosiding, buku, skripsi,
tesis, disertasi, dan sumber lainnya.
Penentuan Titik Sampling
Penentuan titik sampling gastropoda dan lamun berdasarkan purposive
sampling dengan transek yang dibentangkan secara sistematis ke arah laut.
Berdasarkan penyebaran padang lamun, maka ditentukan sebanyak 6 transek pada
bagian utara pulau. Koordinat titik sampling ditentukan dengan menggunakan
perangkat GPS (Global Positioning System) dan disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Koordinat titik sampling di perairan Pulau Beralas Pasir
Titik
Sampling
Koordinat
Bujur Lintang
Transek 1 104.675438 1.053455 Transek 2 104.675406 1.054238
Transek 3 104.675353 1.055075 Transek 4 104.674677 1.055976
Transek 5 104.675492 1.056008 Transek 6 104.676404 1.056007
Penentuan Transek dan Plot Pengamatan
Mengacu pada Hitalessy et al. (2015), pengambilan sampel gastropoda dan
lamun menggunakan metode transek linear kuadrat, yaitu transek ditempatkan
5
sejajar dengan garis pantai. Panjang transek yang digunakan adalah sejauh 100
meter ke arah laut, dengan jarak antar plot atau petak pengamatan sejauh 20
meter, sehingga dalam satu transek terdiri dari 5 plot pengamatan. Pengumpulan
data dilakukan di 6 transek dengan jarak antar transek sejauh 100 meter. Ukuran
plot pengamatan gastropoda dan lamun yang digunakan, yaitu berukuran 1 X 1
m2. Sketsa transek dan plot pengamatan disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Sketsa transek dan plot pengamatan gastropoda dan lamun (Nugraha et al. 2019,
dengan modifikasi)
Pengamatan Gastropoda dan Lamun
Gatropoda
Pengamatan gastropoda dilakukan dengan pengambilan dokumentasi berupa
foto dari tiap jenis gastropoda yang ditemukan. Pengamatan kelimpahan
gastropoda dengan menghitung tiap jenis yang masuk dalam plot pengamatan.
Untuk jenis gastropoda yang hidup di dalam substrat dilakukan penggalian
sedalam 10 cm. Tiap jenis gastropoda yang ditemukan dikumpulkan masing-
masing satu sampel. Sampel dicuci dan diawetkan dengan formalin 10 persen
untuk kemudian dimasukkan ke dalam kantung plastik yang sudah diberi label.
Sampel dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi lebih lanjut. Identifikasi
6
gastropoda mengacu pada situs marinespesies.org. Identifikasi jenis gastropoda
dilakukan dengan cara mengamati bentuk cangkang, warna, corak, dan jumlah
putaran cangkang.
Lamun
Identifikasi jenis lamun dilakukan dengan cara mengamati morfologi lamun
seperti daun, rimpang, dan akar. Pengamatan kerapatan lamun dengan menghitung
jumlah tegakan lamun yang masuk dalam plot pengamatan. Tiap jenis lamun yang
ditemukan akan dikumpulkan masing-masing satu sampel tegakan utuh. Sampel
dicuci dengan air laut dan dimasukkan ke dalam kantung plastik yang sudah diberi
label. Sampel lamun tiap jenis diperlukan untuk keperluan dokumentasi berupa
foto. Untuk jenis lamun yang sulit diidentifikasi di lapangan, maka sampel dibawa
ke laboratorium untuk diidentifikasi lebih lanjut. Identifikasi lamun mengacu pada
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 (2004) tentang Kriteria Baku
Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
Pengukuran Parameter Perairan
Pengukuran parameter perairan meliputi parameter fisika dan kimia perairan.
Parameter yang diukur dalam penelitian, yaitu suhu, salinitas, derajat keasaman
(pH), oksigen terlarut (DO), dan substrat. Seluruh sampel parameter perairan
diambil langsung di lapangan atau secara in situ. Pengukuran suhu, derajat
keasaman (pH), dan okesigen terlarut (DO) perairan dilakukan dengan
menggunakan multitester. Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan
refractometer. Pengamatan dan penentuan jenis substrat dasar pada lokasi
7
penelitian dilakukan dengan metode pengamatan visual. Parameter perairan yang
sesuai bagi biota laut mengacu pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 (2004) tentang Baku Mutu Air Laut dan studi literatur yang terkait
dengan gastropoda dan lamun.
Pengolahan Data
Kelimpahan Gastropoda
Kelimpahan diartikan sebagai satuan jumlah individu yang ditemukan per
satuan luas. Menurut Alfathoni et al. (2017), perhitungan kelimpahan jenis
gastropoda dapat dihitung dengan rumus:
Keterangan: Di = Kelimpahan jenis (individu/m2)
ni = Jumlah individu dari jenis ke-i (individu) A = Luasan area pengamatan (m2)
Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun diartikan sebagai satuan jumlah tegakan yang ditemukan per
satuan luas. Kerapatan lamun dihitung menggunakan persamaan umum yang
mengacu pada Kawaroe et al. (2016), dengan rumus:
Keterangan: D = Kerapatan jenis (tegakan/m2)
Ni = Jumlah tegakan dari jenis ke-i (tegakan) A = Luasan area pengamatan (m2)
8
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Gastropoda di Perairan Pulau Beralas Pasir
Jenis Gastropoda
Jenis gastropoda yang ditemukan pada padang lamun beranekaragam dengan
jumlah 9 spesies yang termasuk ke dalam 3 ordo, 7 famili, dan 8 genus. Hasil
identifikasi jenis gastropoda disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis-jenis gastropoda di padang lamun Pulau Beralas Pasir
Ordo Famili Genus Spesies
Caenogastropoda
Potamididae Cerithidea Cerithidea obtusa
Cerithiidae Cerithium Cerithium columna
Cerithium lividulum
Littorinimorpha Strombidae
Canarium Canarium urceus
Lambis Lambis lambis
Naticidae Polinices Polinices flemingianus
Neogastropoda
Pisaniidae Pollia Pollia fumosa
Muricidae Morula Morula nodulosa
Conidae Conus Conus lividus
Data Tabel 3 menunjukkan bahwa jenis-jenis gastropoda yang ditemukan, yaitu
C. obtusa, C. columna, C. lividulum, C. urceus, L. lambis, P. flemingianus, P.
fumosa, M. nodulosa, dan C. lividus. Jika dibandingkan dengan beberapa literatur,
jumlah jenis gastropoda pada padang lamun di perairan Pulau Beralas Pasir
tergolong rendah.
Gastropoda yang ditemukan di padang lamun pada penelitian Hitalessy et al.
(2015) sebanyak 7 jenis di Lamongan, Jawa Timur, yaitu Strombus urceus,
Strombus fasciatus, Cyprea vitellus, Vexillum plicarium, Vexillum rugosum,
Conus radiata, dan Cerithiun granosum. Kemudian, penelitian Wahyuni et al.
(2017) di pesisir Pulau Tunda, Banten, menemukan kepadatan tertinggi
gastropoda pada suatu stasiun pengamatan dari famili Cerithiidae, yaitu Cerithium
9
columna, Clypeomorus moniliferus, Clypeomurus caoralium, dan Cerithium
cobelty.
Penelitian Litaay et al. (2017) sebanyak 34 jenis gastropoda di Pulau Tanakek,
Sulawesi Selatan, yaitu Aluco aluco, Chicoreus capucinus, Conus eximus, Conus
ferrugineus, Conus magus, Conus varius, Cymbiola vesvertillo, Cypraea annulus,
Cypraea talpa, Cypraea tigris, Cypraea vitellus, Engina alveolata, Engina
armilata, Engina concinna, Lambis lambis, Lambis truncata, Littoraria scabra,
Nassarius arcularius, Nassarius jacksonianus, Nassarius olivaceus, Nassarius
reeveanus, Nassarius stolatus, Nassarius venustus, Nerita squamulata, Oliva
tigridella, Oliva taeniata, Polinices mammilla, Polinices melanostomus, Pyrene
decussata, Rhinoclavis vertagus, Strombus labiatus, Strombus urceus, Thais
tuberosa, dan Trochus californicus.
Di antara jenis-jenis gastropoda yang ditemukan pada penelitian-penelitian
tersebut, jenis yang juga ditemukan di Pulau Beralas Pasir, yaitu C. urceus (satu
famili dengan Strombus urceus), C. columna, C. lividus (satu famili dengan Conus
eximus), L. lambis, dan P. flemingianus (satu famili dengan Polinices
melanostomus). Jenis gastropoda pada famili Strombidae dan Cerithiidae
merupakan jenis yang umum ditemukan pada padang lamun.
Kelimpahan Gastropoda
Kelimpahan gastropoda dari 9 jenis yang ditemukan memiliki nilai yang
berbeda. Hasil perhitungan kelimpahan gastropoda disajikan pada tabel 4.
10
Tabel 4. Kelimpahan gastropoda di padang lamun Pulau Beralas Pasir
Jenis
Gastropoda
Titik Sampling Rata-Rata
T1 T2 T3 T4 T5 T6
C. obtusa 0,6 0,2 - - - - 0,13
C. columna 0,6 - - - 0,2 - 0,13
C. lividulum - - - - 0,2 - 0,03
C. urceus 0,4 0,2 1,2 0,4 0,6 0,2 0,50
L. lambis - - - 0,2 - - 0,03
P. flemingianus 0,2 - - - - - 0,03
P. fumosa 0,4 0,2 0,2 - - - 0,13
M. nodulosa 0,4 0,2 0,4 - 1,2 - 0,37
C. lividus 0,2 - 0,2 - - - 0,07
Total Kelimpahan 2,8 0,8 2 0,6 2,2 0,2 1,43
Data Tabel 4 menunjukkan bahwa total kelimpahan gastropoda tertinggi pada
T1 sebesar 2,8 individu/m2 dan terendah pada T6 sebesar 0,2 individu/m2. Jika
dibandingkan dengan beberapa literatur, kelimpahan gastropoda di padang lamun
Pulau Beralas Pasir tergolong rendah. Penelitian Alfathoni et al. (2017)
mendapatkan hasil kelimpahan total gastropoda pada padang lamun sebesar 2,55
individu/m2; Litaay et al. (2017) sebesar 4,61 individu/m2; Saripantung et al.
(2013) sebesar 22,84 individu/m2; kemudian, Creed dan Kinupp (2011) sebesar
57,68 individu/m2. Berdasarkan literatur tersebut, rata-rata kelimpahan gastropoda
di Pulau Beralas Pasir sebesar 1,43 individu/m2 memiliki nilai yang lebih kecil
sehingga kelimpahannya tergolong rendah. Selanjutnya, kelimpahan gastropoda
tiap jenis disajikan pada Gambar 3.
11
Gambar 3. Kelimpahahan gastropoda tiap jenis
di padang lamun Pulau Beralas Pasir
Data Gambar 3 menunjukkan bahwa kelimpahan gastropoda tiap jenis dari
kelimpahan tertinggi ke terendah bertutut-turut, yaitu C. urceus sebesar 0,50
individu/m2, M. nodulosa sebesar 0,37 individu/m2, C. obtusa, C. columna, dan P.
fumosa sama-sama memiliki kelimpahan sebesar 0,13 individu/m2, C. lividus
sebesar 0,07 individu/m2, dan yang sama-sama terendah C. lividulum, L. lambis,
dan P. flemingianus sebesar 0,03 individu/m2.
Kelimpahan tertinggi jenis C. urceus juga ditemukan pada penelitian Litaay et
al. (2017) dengan kelimpahan S. urceus (satu famili dengan C. urceus) berkisar
antara 0,40-2,20 individu/m2, sedangkan kelimpahan yang rendah pada L. lambis
berkisar antara 0,06-0,13 individu/m2. Hasil penelitian Hitelessy et al. (2015) juga
serupa, yaitu S. urceus dengan kelimpahan tertinggi sebesar 0,18 individu/m2, dan
kemudian diikuti kelimpahan yang lebih rendah pada Conus radiatus (satu famili
dengan C. lividus) sebesar 0,08 individu/m2, dan Cerithium granosum (satu famili
dengan C. columna dan C. lividulum) sebesar 0,07 individu/m2. Kemudian,
12
penelitian Creed dan Kinupp (2011) menemukan kelimpahan jenis gastropoda
Polinices sp. yang rendah dengan hanya 0,01 individu/m2. Fenomena ini juga
terjadi pada penelitian di perairan Pulau Beralas Pasir dengan kelimpahan
tertinggi pada jenis C. urceus, sedangkan kelimpahan yang lebih rendah pada jenis
C. lividulum, L. lambis, dan P. flemingianus.
Menurut Aji et al. (2018), gastropoda dari famili Strombidae memiliki sebaran
yang luas, termasuk jenis C. urceus. Seperti anggota famili Strombidae lainnya, C.
urceus mampu beradaptasi dengan baik dan merupakan spesies siput yang paling
dominan ditemukan pada daerah pesisir. Kelompok siput ini menghuni padang
lamun dan memakan alga atau material detritus pada substrat berlumpur, berpasir,
atau pecahan karang. Penjelasan tersebut sesuai dengan kondisi perairan Pulau
Beralas Pasir yang memiliki substrat pasir kasar dan pasir berkerikil pada lokasi
pengamatan dengan ditemukan kelimpahan gastropoda yang tinggi pada jenis C.
urceus.
Kondisi Lamun di Perairan Pulau Beralas Pasir
Jenis Lamun
Jenis lamun yang ditemukan beranekaragam dengan jumlah 6 spesies yang
termasuk ke dalam 2 famili dan 6 genus. Hasil identifikasi jenis lamun disajikan
pada Tabel 5.
Tabel 5. Jenis-jenis lamun di perairan Pulau Beralas Pasir
Famili Genus Spesies
Hydrocharitaceae
Enhalus Enhalus acoroide
Thalassia Thalassia hemprichii
Halophila Halophila ovalis
Potamagetonaceae
Cymodocea Cymodocea rotundata
Halodule Halodule uninervis
Syringodium Syringodium isoetifolium
13
Data Tabel 5 menunjukkan bahwa padang lamun di perairan Pulau Beralas
Pasir merupakan tipe vegetasi campuran dengan ditemukannya 6 jenis lamun,
yaitu E. acoroides, T. hemprichii, H. ovalis, C. rotundata, H. uninervis, dan S.
isoetifolium. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 (2004)
menyatakan padang lamun adalah hamparan lamun yang terbentuk oleh satu jenis
lamun yang disebut vegetasi tunggal, dan lebih dari satu jenis lamun yang disebut
vegetasi campuran. Sesuai dengan pernyataan Asmidar (2015) bahwa di seluruh
kepulauan Indonesia, padang lamun campuran terdiri tujuh jenis relatif umum
terjadi.
Jika dibandingkan dengan beberapa literatur, jumlah jenis lamun di perairan
Pulau Beralas Pasir tergolong separuh atau 50 persen dari total jenis lamun yang
ada di Indonesia. Menurut Sjafrie et. al (2018), terdapat 15 jenis lamun di perairan
Indonesia, namun jenis lamun yang umumnya dapat ditemukan adalah 12 jenis.
Menurut Arkham et al. (2015), Kabupaten Bintan memiliki keanekaragaman jenis
lamun yang tinggi di Indonesia dengan ditemukannya 10 jenis lamun. Kemudian,
Nugraha et al. (2019) menemukan 8 jenis lamun di Desa Teluk Bakau, yaitu E.
acoroides, T. hemprichii, C. rotundata, C. serrulata, H. uninervis, H. ovalis, H.
minor, dan S. isoetifolium. Berdasarkan literatur tersebut, dari 8 jenis lamun di
Desa Teluk Bakau, terdapat 2 jenis lamun yang tidak ditemukan pada lokasi
pengamatan di perairan Pulau Beralas Pasir, yaitu H. minor dan C. serrulata.
Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun dari 6 jenis yang ditemukan memiliki nilai yang berbeda
antar jenis. Hasil perhitungan kerapatan lamun disajikan pada tabel 6.
14
Tabel 6. Kerapatan lamun di perairan Pulau Beralas Pasir
Jenis Lamun Titik Sampling Rata-
Rata T1 T2 T3 T4 T5 T6
E. acoroides 28,4 32,4 7,4 23,6 39,4 23,8 25,83
T. hemprichii 58,2 86,2 93,6 66,8 138,6 53 82,73
H. ovalis 15,6 10,6 3,6 3,4 9,4 - 7,10
C. rotundata 32,6 12,8 4,2 2,8 23,4 - 12,63
H. uninervis 28,4 15,6 28,4 - - - 12,07
S. isoetifolium - 21,2 - 42,6 40,6 - 17,40
Total Kerapatan 163,2 178,8 137,2 139,2 251,4 76,8 157,77
Data Tabel 6 menunjukkan bahwa total kerapatan lamun tertinggi pada T5
sebesar 251,4 tegakan/m2 dan terendah pada T6 sebesar 76,8 tegakan/m2. Gosari
dan Haris (2012) membagi tingkat kerapatan lamun menjadi 5 skala, yaitu skala 5
dengan kondisi sangat rapat (> 175 tegakan/m2), skala 4 kondisi rapat (125-175
tegakan/m2), skala 3 kondisi agak rapat (75-125 tegakan/m2), skala 2 kondisi
jarang (25-75 tegakan/m2), dan skala 1 kondisi sangat jarang (< 25 tegakan/m2).
Berdasarkan literatur tersebut, rata-rata kerapatan lamun di perairan Pulau Beralas
Pasir sebesar 157,77 tegakan/m2, yang masuk dalam skala 4 dengan kondisi yang
rapat.
Padang lamun dengan kondisi baik di perairan Pulau Beralas Pasir dikarenakan
pada lokasi tersebut belum banyak aktivitas masyarakat yang dapat mengancam
kondisi lamun. Aktivitas yang ada di sekitar lokasi penelitian terdiri atas Resort
White Sand Island di bagian selatan pulau serta pondok penginapan dan
pemancingan milik masyarakat setempat di bagian barat laut pulau. Kondisi ini
belum memberikan dampak yang besar terhadap padang lamun sehingga nilai
kerapatannya masih baik. Selanjutnya, kerapatan lamun tiap jenis disajikan pada
Gambar 4.
15
Gambar 4. Kerapatan lamun tiap jenis di perairan Pulau Beralas Pasir
Data Gambar 4 menunjukkan bahwa kerapatan lamun dari kerapatan tertinggi
ke terendah bertutut-turut, yaitu T. hemprichii sebesar 82,73 tegakan/m2, E.
acoroides sebesar 25,83 tegakan/m2, S. isoetifolium 17,40 sebesar tegakan/m2, C.
rotundata sebesar 12,63 tegakan/m2, H. uninervis sebesar 12,07 tegakan/m2, dan
terakhir H. ovalis sebesar 7,10 tegakan/m2. Menurut Asmidar (2015), kerapatan
lamun persatuan luas sangat bervariasi bergantung pada jenis substrat dan jenis
lamun. Hal ini disebabkan karena masing-masing jenis lamun memiliki tipe
morfologi daun yang berbeda, misalnya spesies lamun yang memiliki tipe
morfologi daun yang berbentuk pita kecil, daun berbentuk pita sedang, daun yang
berbentuk pita besar dan bentuk daun normal.
T. hemprichii memiliki kerapatan tertinggi sedangkan H. ovalis memiliki
kerapatan terendah di perairan Pulau Beralas Pasir. Menurut Philips dan Menez
(1988), T. hemprichii memiliki panjang daun berkisar antara 10-40 cm dengan
lebar daun 0,4-1 cm, sedangkan H. ovalis memiliki panjang daun berkisar antara
1-4 cm dengan lebar daun 0,5-2 cm. Sehingga diduga laju fotosintesis
16
berlangsung lebih baik pada jenis lamun T. hemprichii. Selain itu, menurut
Asmidar (2015), lamun jenis H. ovalis merupakan jenis populasi lamun yang
seringkali menjadi perintis dan dapat melimpah bersama jenis lainnya.
Menurut Sjafrie et. al (2018), berdasarkan informasi yang dikumpulkan dari
366 lokasi di Indonesia, T. hemprichii merupakan jenis lamun yang memiliki
sebaran jenis paling luas di Indonesia, ditemukan di 310 lokasi, sedangkan H.
ovalis ditemukan di 223 lokasi. Menurut Patty dan Rifai (2013), T. hemprichii
seringkali mendominasi vegetasi campuran serta dapat tumbuh pada berbagai
jenis substrat mulai dari lumpur, pasir, pasir berukuran sedang dan kasar sampai
pecahan-pecahan karang. Jenis T. hemprichii dapat membentuk vegetasi tunggal
pada pasir kasar dan menjadi dominan hanya pada substrat keras. Penjelasan
tersebut sesuai dengan kondisi perairan Pulau Beralas Pasir yang memiliki
substrat pasir kasar dan pasir berkerikil pada lokasi pengamatan dengan
ditemukan kerapatan yang tinggi pada jenis T. hemprichii.
Parameter Perairan
Parameter perairan meliputi parameter fisika dan kimia. Hasil pengukuran
parameter perairan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil pengukuran parameter perairan Pulau Beralas Pasir
Parameter
Perairan
Titik Sampling Rata-
Rata T1 T2 T3 T4 T5 T6
Suhu (oC) 31,80 31,77 31,50 31,40 31,40 31,67 31,59
Salinitas (‰) 28,33 29,00 29,00 29,33 29,67 29,00 29,06
pH 8,20 8,20 8,33 7,73 7,77 7,93 8,03
DO (mg/l) 5,80 5,83 5,90 5,83 5,83 6,07 5,88
Substrat Pasir Kasar
Pasir Kasar
Pasir Kasar
Pasir Berkerikil
Pasir Berkerikil
Pasir Berkerikil
-
17
Data Tabel 7 menunjukkan bahwa nilai suhu tertinggi pada T1 sebesar 31,80
oC dan terendah pada T4 dan T5 sebesar 31,40 oC. Menurut Hitelessy et al.
(2015), suhu di habitat gastropoda berkisar antara 28-34 oC. Kemudian,
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 (2004) menetapkan rentang
suhu yang sesuai bagi lamun berkisar antara 28-30 oC. Namun jika mengacu
Rahman et al. (2016), suhu yang sesuai dengan kehidupan lamun berkisar antara
26,5-32,5 oC. Diperkuat oleh pernyataan Hitelessy et al. (2015), kisaran suhu
optimal bagi spesies lamun adalah 20 oC -30 oC. Berdasarkan literatur tersebut,
rata-rata suhu di perairan Pulau Beralas Pasir sebesar 31,59 oC masih sesuai bagi
kehidupan gastropoda dan lamun.
Nilai salinitas tertinggi pada T5 sebesar 29,67 ‰ dan terendah pada T1 sebesar
28,33 ‰. Menurut Litaay et al. (2017), kisaran salinitas bagi kehidupan
makrozoobentos berkisar antara 25-40 ‰. Kemudian, Keputusan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 51 (2004) menetapkan rentang salinitas yang sesuai
bagi lamun berkisar antara 33-34 ‰. Namun jika mengaju Riniatsih dan
Endrawati (2013), lamun daerah tropis umumnya tumbuh optimal pada salinitas
20-35 ‰. Diperkuat oleh pernyataan Rugebregt (2015), lamun memiliki
kemampuan toleransi yang berbeda terhadap salinitas, tetapi sebagian besar
memiliki kisaran yang lebar, yaitu antara 10-40 ‰. Berdasarkan literatur tersebut,
rata-rata salinitas di perairan Pulau Beralas Pasir sebesar 29,06 ‰ masih sesuai
bagi kehidupan gastropoda dan lamun.
Nilai derajat keasaman (pH) tertinggi pada Stasiun T3 sebesar 8,33 dan
terendah pada T4 sebesar 7,73. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51
(2004) menetapkan rentang pH bagi biota laut berkisar antara 7,00-8,5.
18
Berdasarkan acuan tersebut, rata-rata pH di perairan Pulau Beralas Pasir sebesar
8,03 sesuai bagi kehidupan gastropoda dan lamun.
Nilai oksigen terlarut (DO) tertinggi pada T6 sebesar 6,07 mg/l dan terendah
pada T1 sebesar 5,80 mg/l. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51
(2004) menetapkan rentang DO bagi biota laut sebesar > 5 mg/l. Berdasarkan
acuan tersebut, rata-rata DO di perairan Pulau Beralas Pasir sebesar 5,88 mg/l
sesuai bagi kehidupan gastropoda dan lamun.
Secara keseluruhan substrat di perairan Pulau Beralas Pasir didominasi oleh
pasir dengan jenis pasir kasar di T1, T2, dan T3 serta pasir berkerikil di T4, T5,
dan T6. Pada T4, T5, dan T6 memiliki substrat yang lebih kasar disebabkan oleh
banyaknya puing-puing karang mati di lokasi pengamatan tersebut. Menurut
Suhana et al. (2018), secara keseluruhan tipe sedimen pantai timur Pulau Bintan
adalah pasir sedikit berkerikil (slightly gravelly sand) yang didominasi oleh pasir
(sand). Sebanyak 95,22 % sedimen Pantai Trikora 2 di Desa Teluk Bakau adalah
pasir (sand), sedangkan 4,78 % adalah kerikil (gravel).
Secara umum, kondisi substrat di keenam transek sesuai untuk lamun dengan
ditemukannya 6 jenis lamun dan kerapatan padang lamun dalam kondisi yang
rapat. Namun untuk gastropoda, kondisi substrat kurang baik dengan
ditemukannya jenis dan kelimpahan gastropoda yang tergolong rendah. Menurut
Litaay et al. (2017), substrat yang lebih halus memiliki lebih banyak kandungan
bahan organik sehingga lebih mendukung kehidupan gastropoda. Sedangkan
substrat pecahan karang memiliki sumber nutrien yang lebih sedikit sehingga
tidak membentuk ekosistem yang kompleks.
19
KESIMPULAN
Gastropoda yang ditemukan di ekosistem padang lamun di perairan Pulau
Beralas Pasir terdiri dari 9 jenis yang termasuk ke dalam 3 ordo, 7 famili, dan 8
genus, yaitu C. obtusa, C. columna, C. lividulum, C. urceus, L. lambis, P.
flemingianus, P. fumosa, M. nodulosa, dan C. lividus. Rata-rata kelimpahan
gastropoda sebesar 1,43 individu/m2 yang tergolong rendah.
Lamun yang ditemukan di perairan Pulau Beralas Pasir terdiri dari 6 jenis yang
termasuk ke dalam 2 famili dan 6 genus, yaitu E. acoroides, T. hemprichii, H.
ovalis, C. rotundata, H. uninervis, dan S. isoetifolium. Rata-rata kerapatan lamun
sebesar 157,77 tegakan/m2 dan tergolong dalam kondisi yang rapat.
DAFTAR PUSTAKA
Aji, L.P., Widyastuti, A., Capriati, A. 2018. Struktur Komunitas Moluska di
Padang Lamun Perairan Kepulauan Padaido dan Aimando Kabupaten Biak
Numfor, Papua. Oseanologi dan Limnologi di Indonesia 3(3): 219-234.
Alfathoni, M.H.T., Karlina, I., Jaya, Y.V. 2017. Hubungan Kerapatan Lamun
Terhadap Kelimpahan Gastropoda di Desa Tanjung Siambang, Dompak
Tanjungpinang Kepulauan Riau. [Skripsi]. Tanjungpinang: Universitas
Maritim Raja Ali Haji.
Arkham, M.N., Adrianto, L., Wardiatno, Y. 2015. Studi Keterkaitan Ekosistem
Lamun dan Perikanan Skala Kecil (Studi Kasus: Desa Malang Rapat dan
Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau). Sosek KP 10(2): 137-148.
Asmidar. 2015. Analisis Hubungan Beberapa Faktor Fisika Oseanografi Dengan
Kerapatan Ekosistem Lamun di Perairan Puntondo Kabupaten Takalar. Jurnal
Ilmu Perikanan Octopus 4(1): 358-364.
Creed, J.C., Kinupp, M. 2011. Small Scale Change in Mollusk Diversity Along A
Depth Gradient in a Seagrass Bed Off Cabo Frio, Southeast Brazil. Brazilian
Journal of Oceanography 59(3): 267-276.
Gosari, B.A.J., Haris, A. 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di
Kepulauan Spermonde. Jurnal Torani 22(3): 156-162.
Hitalessy, R.B., Leksono, A.S., Herawati, E.Y. 2015. Struktur Komunitas dan
Asosiasi Gastropoda Dengan Tumbuhan Lamun di Perairan Pesisir Lamongan
Jawa Timur. J-PAL 6(1): 64-73.
Hutomo, M., Azkab, M.H. 1987. Peranan Lamun di Lingkungan Laut Dangkal.
Oseana 12(1): 13-23.
20
Kawaroe, M., Nugraha, A.H., Juraij., Tasabaramo, I.A. 2016. Seagrass
Biodiversity at Three Marine Ecoregions of Indonesia: Sunda Shelf, Sulawesi
Sea, and Banda Sea. Biodiversitas 17(2): 585-591.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004. Kriteria Baku
Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004. Baku Mutu Air
Laut.
Litaay, M., Deviana, M., Priosambodo, D. 2017. Biodiversity and Distribution of
Gastropods in Seagrass Meadow of Balangdatu Waters Tanakeke Island South
Sulawesi Indonesia. International Journal of Applied Biology: 67-75.
Nugraha, A.H., Kawaroe, M., Srimariana, E.S., Jaya, I., Apdillah, D., Deswati,
S.R. 2019. Carbon storage in seagrass meadow of Teluk Bakau Bintan Island.
Earth and Environmental Science 278: 1-6.
Patty, I.S., Rifai, H. 2013. Struktur Komunitas Padang Lamun di Perairan Pulau
Mantehage, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax 1(4): 177-186.
Philips, R.C., Menez, E.G. 1988. Seagrass (Smithsonian Contributions to the
Marine Sciences: Number 34). Washington, D.C.: Smithsonian Institution
Press.
Rahman, A.A., Nur, A.I., Ramli, M. 2016. Studi Laju Pertumbuhan Lamun
(Enhalus acoroides) di Perairan Pantai Desa Tanjung Tiram Kabupaten
Konawe Selatan. Sapa Laut 1(1): 10-16.
Riniatsih, I., Endrawati, H. 2013. Pertumbuhan Lamun Hasil Transplantasi Jenis
Cymodocea rotundata di Padang Lamun Teluk Awur Jepara. Buletin
Oseanografi Marina 2 (1): 34-40.
Rugebregt, M.J. 2015. Ekosistem Lamun di Kawasan Pesisir Kecamatan Kei
Besar Selatan, Kabupaten Maluku Tenggara, Propinsi Maluku, Indonesia.
Widyariset 1(1): 79-86.
Saripantung, G.L., Tamanampo, J.F.W.S, Manu, G. 2013. Struktur Komunitas
Gastropoda di Hamparan Lamun Daerah Intertidal Kelurahan Tongkeina Kota
Manado. Jurnal Ilmiah Platax 1(3): 102-108.
Sianu, N.E., Sahami, F.M., Kasim, F. 2014. Keanekaragaman dan Asosiasi
Gastropoda dengan Ekosistem Lamun di Perairan Teluk Tomini. Nikè: Jurnal
Ilmiah Perikanan dan Kelautan 2(4): 156-163.
Sjafrie, N.D.M., Hernawan, U.E., Prayudha, B., Supriyadi, I.H., Iswari, M.Y.,
Rahmat., Anggraini, K., Rahmawati, S., Suyarso. 2018. Status Padang Lamun
Indonesia 2018 Ver. 02. Jakarta: Pusat Penelitian Oseanografi LIPI.
Suhana, P.S., Nurjaya, I.W., Natih, N.M.N. 2018. Karakteristik Sedimen Pantai
Timur Pulau Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Dinamika Maritim 7(1): 50-53.
Wahyuni, I., Sari, I.J., Ekanara, B. 2017. Biodiversitas Mollusca (Gastropoda dan
Bivalvia) Sebagai Bioindikator Kualitas Perairan di Kawasan Pesisir Pulau
Tunda, Banten. Biodidaktika 12(2): 46-56.
WoRMS. 2019. World Register of Marine Species. Tersedia dari:
www.marinespecies.org/. [diacu Juli 2019].
Top Related