ARTIKEL PENELITIAN
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN PEMAHAMAN
INFORMED CONSENT DALAM TINDAKAN KEDOKTERAN GIGI:
LITERATURE REVIEW
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Gigi
HIDNITA DURROTUL HANUN
J2A015033
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2020
https://repository.unimus.ac.id
iv
HUBUNGAN KARAKTERISTIK PASIEN DENGAN PEMAHAMAN INFORMED
CONSENT DALAM TINDAKAN KEDOKTERAN GIGI: LITERATURE REVIEW
Hidnita Durrotul Hanun1, Dwi Windu Kinanti Arti2, Ayu Kristin Rakhmawati3 1Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Muhammadiyah Semarang, email : [email protected]
2Dosen Program Studi Pendidikan Dokter Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas
Muhammadiyah Semarang
ABSTRAK Informed consent ialah pernyataan persetujuan dari pasien setelah mendapatkan informasi yang lengkap dari
dokter mengenai tindakan medis kedokteran maupun kedokteran gigi yang akan dilakukan. Tindakan
kedokteran gigi yang membutuhkan informed consent adalah semua tindakan yang bersifat invasif atau tidak
dapat diubah. Semua prosedur, dari restorasi buccal pit sederhana hingga pengangkatan gigi molar ketiga,
penyesuaian oklusal atau insisi kecil yang dapat mempengaruhi gigi di sekitarnya, peningkatan cusp gigi,
fungsi pengunyahan, atau stabilitas TMJ (Temporomandibular Joint Stability). Data menunjukkan bahwa
pasien mengingat sedikit informasi yang diungkapkan selama proses informed consent dan bahwa tingkat
pemahaman mereka sering dinilai terlalu tinggi. Pemahaman pasien mengenai informed consent ini
dipengaruhi oleh karakteristik pasien. Hasil dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui
bahwa terdapat hubungan karakteristik pasien seperti usia, tingkat pendidikan, dan suku dengan pemahaman
informed consent, sedangkan jenis kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan pasien tidak berhubungan
dengan pemahaman tentang informed consent.
Kata Kunci: Pemahaman, Informed Consent, Karakteristik Pasien
https://repository.unimus.ac.id
v
RELATION OF PATIENT CHARACTERISTICS WITH COMPREHENSION OF
INFORMED CONSENT IN DENTAL MEDICINE ACTION: LITERATURE
REVIEW Hidnita Durrotul Hanun1, Dwi Windu Kinanti Arti2, Ayu Kristin Rakhmawati3
1Student of Undergraduate Degree of Dentistry, Faculty of Dentistry, Muhammadiyah University of
Semarang, email: [email protected] 2Lecturer of Undergraduate Degree of Dentistry, Faculty of Dentistry, Muhammadiyah University of
Semarang
ABSTRACT
Informed consent is a statement of consent from the patient after obtaining complete information from the
doctor regarding their medical or dental treatment. Dental treatment that require informed consent are all
invasive or irreversible actions. All procedures, from simple buccal pit restorations to removal of third
molars, occlusal adjustments or small incisions that can affect the surrounding teeth, increased tooth cusp,
masticatory function, or TMJ stability (Temporomandibular Joint Stability). The data show that patients
remember little information disclosed during the informed consent process and that their level of
understanding is often overrated. Patients' understanding of informed consent is influenced by patient
characteristics. The results of the studies that have been conducted show that there is a relationship between
patient characteristics such as age, education level, and ethnicity with the understanding of informed consent,
while gender, marital status, and occupation of patients are not related to understanding of informed consent.
Keywords: comprehension, informed consent, patient characteristics
https://repository.unimus.ac.id
2
PENDAHULUAN
Informed consent dalam kedokteran adalah
suatu pernyataan izin atau pernyataan setuju dari
seorang pasien yang diberikan dengan bebas dan
rasional sesudah mendapat informasi yang
dimengertinya dari seorang dokter (Siswati, 2013).
Informasi merupakan hak yang harus diperoleh
setiap orang sebagai hak asasi seorang pasien atau
keluarga pasien. Berdasarkan informasi dari
informed consent itulah kemudian pasien atau
keluarga pasien dapat mengambil keputusan suatu
tindakan medik yang akan dilakukan pada diri atau
keluarganya. Prinsip informed consent tersebut
memuat pengakuan bahwa yang bersangkutan telah
diberi informasi serta telah memahami sepenuhnya
dan selanjutnya menyetujui tindakan medik yang
disarankan oleh dokter (Triwibowo & Fauziyah,
2012).
Penelitian sebelumnya seperti yang disebutkan
oleh K.A Agu (2014), ditemukan bahwa di Nigeria
hanya 20% dari dokter yang melakukan informed
consent sebagai penghormatan terhadap hak pasien
untuk menentukan nasib sendiri, sedangkan 80%
lainnya melakukan informed consent hanya ketika
berhadapan dengan orang yang berpendidikan dan
ketika ada risiko komplikasi yang tinggi untuk
menghindari tuntutan hukum malpraktik (K.A Agu,
2014). Penelitian di Indonesia menunjukan bahwa
dalam pemberian informasi yang disampaikan
dokter kepada pasien terdapat sebanyak 60%
informasi mengenai risiko tindakan tidak
disampaikan, sedangkan kelengkapan pemberian
informasi harus sesuai Standar Pelayanan Minimal
yaitu 100%. Informasi medis harus
dikomunikasikan dengan pasien atau keluarga
pasien dengan baik, agar pasien dan keluarga
paham dengan kondisi kesehatannya dan sadar
dengan keputusannya untuk menerima atau
menolak diberikan tindakan medis
(Kencananingtyas, dkk, 2014).
Kendala dalam kejelasan informasi pada
informed consent meliputi hal-hal yang
menyangkut sosial-budaya, waktu pemberian
informasi, faktor keuangan, dan juga kecerdasan
dari pasien juga akan mempersulit dalam menerima
dan mengerti apa yang telah diterangkan (Guwandi,
2004). Hasil penelitian Ateta menyatakan pula
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
faktor karakteristik pasien seperti umur,
pendidikan, pekerjaan, status perkawinan terhadap
pemahaman pasien dengan informasi dokter (Ateta,
2005).
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti
ingin menggali lebih lanjut mengenai apakah
terdapat hubungan karakteristik pasien dengan
pemahaman informed consent dalam tindakan
kedokteran gigi.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kepustakaan (literature review), yaitu
penelitian dengan menggunakan metode
pengumpulan data pustaka, atau penelitian yang
objek penelitiannya digali melalui beragam
informasi kepustakaan seperti buku, jurnal ilmiah,
dan artikel penelitian dengan pendekatan
sistematik. Fokus penelitian kepustakaan ini yaitu
untuk menemukan berbagai teori, hukum, dalil,
prinsip, atau gagasan yang digunakan untuk
menganalisis dan memecahkan pertanyaan
penelitian yang dirumuskan. Sifat dari penelitian ini
adalah analisis deskriptif, yakni penguraian secara
teratur data yang telah diperoleh, kemudian
diberikan pemahaman dan penjelasan agar dapat
dipahami dengan baik oleh pembaca (Sudjana,
2009).
https://repository.unimus.ac.id
3
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder. Data sekunder merupakan
data yang diperoleh bukan dari pengamatan
langsung, akan tetapi data tersebut diperoleh dari
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti-
peneliti sebelumnya. Sumber data sekunder yang
dimaksud dapat berupa buku dan laporan ilmiah
primer atau asli yang terdapat di dalam artikel atau
jurnal baik dalam bentuk tercetak ataupun non-cetak
(Sugiyono, 2011).
Teknik pengumpulan data yang digunakan
pada penelitian ini yaitu menggunakan teknik
pengumpulan data dengan metode dokumentasi.
Metode dokumentasi merupakan metode
pengumpulan data dengan mencari atau menggali
data dari literatur yang terkait dengan apa yang
dimaksudkan dalam rumusan masalah. Data yang
telah didapatkan dari berbagai literatur
dikumpulkan sebagai suatu kesatuan dokumen yang
digunakan untuk menjawab permasalahan yang
telah dirumuskan (Snyder, 2019).
Database yang digunakan pada pencarian
literatur antara lain yaitu PubMed, ScienceDirect
(Elsevier), Scopus, Google Scholar. Pencarian kata
kunci menentukan batasan-batasan dan sifat
pencarian literatur untuk memperoleh artikel-artikel
terkait dengan topik yang dijangkau oleh kata kunci,
kata kunci akan mengeliminasi artikel-artikel yang
tidak terkait dengan topik yang akan dikaji atau
ditulis. Kata kunci (keywords) yang digunakan pada
pencarian literatur antara lain:
(KEYWORD (informed consent)
(KEYWORD (informed consent comprehension)
(KEYWORD (comprehension)
(KEYWORD (understanding)
(KEYWORD (dental treatment)
(KEYWORD (dental care)
(KEYWORD (dentistry)
(KEYWORD (patient characteristics)
(KEYWORD (pemahaman informed consent)
(KEYWORD (tindakan kedokteran gigi)
(KEYWORD (karakteristik pasien)
Kriteria seleksi referensi, menentukan kriteria
inklusi atau eksklusi dapat diidentifikasi sesuai
dengan keterkaitannya dengan tujuan pencarian,
Penelitian ini menggunakan kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria Inklusi:
a. Original research articles full text
b. Artikel dalam bahasa Indonesia atau
bahasa Inggris;
c. Artikel 10 tahun terakhir (2010-2020);
d. Sample penelitian dengan usia 18 tahun
atau lebih;
e. Tidak ada batasan terkait karakteristik
dari pasien.
2. Kriteria Eksklusi:
a. Artikel tanpa tersedia teks lengkap
b. Penetilian dengan data yang tidak
reliabel atau tidak terpercaya
c. Tahun publikasi artikel lebih dari 10
tahun lalu;
d. Subjek penelitian di bawah umur (<18
tahun).
Hasil pencarian data dengan kata kunci
tersebut menunjukan jumlah dari jenis artikel yang
terpublikasi dari tahun ke tahun, data tersebut
menunjukan jumlah artikel penelitian, artikel
review, laporan kasus dan jenis artikel lainnya,
jumlah data tersebut berfungsi untuk memudahkan
peneliti dalam penyaring jenis artikel yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Setelah
mendapatkan jumlah publikasi masing masing dari
jenis artikel yang dipublikasi tersebut, maka
dilakukan penyaringan artikel yang akan dibahas
pada penelitian ini berdasarkan pada literature
selection process sebagai berikut:
https://repository.unimus.ac.id
4
Gambar 1.1 literature selection process
HASIL PENELITIAN
Hasil literature selection process didapatkan
sebenyak 8 artikel sesuai dengan topik bahasan.
1. Tindakan Kedokteran Gigi
Tindakan kedokteran gigi yang
membutuhkan informed consent menjadi lebih
jelas bagi profesi kedokteran gigi, seorang
profesional gigi harus mengetahui prosedur
mana yang benar-benar memerlukan
persetujuan tertulis dan terinformasi. Prosedur
yang membutuhkan persetujuan adalah semua
tindakan yang bersifat invasif atau tidak dapat
diubah. Semua prosedur, dari restorasi buccal
pit sederhana hingga pengangkatan gigi molar
ketiga yang rumit memerlukan perubahan
permanen pada jaringan tubuh dengan risiko
beberapa jenis komplikasi atau efek samping
yang tidak diinginkan. Bahkan penyesuaian
oklusal atau insisi kecil dapat mempengaruhi
gigi di sekitarnya, peningkatan cusp gigi,
fungsi pengunyahan, atau stabilitas TMJ
(Temporomandibular Joint Stability).
Mulut adalah lingkungan yang sangat
dinamis seperti pada kekuatan lidah, bibir,
pipi, dan gigi., setiap perubahan pada
lingkungan itu, bahkan dengan niat terbaik
oleh praktisi, dapat menyebabkan hasil yang
tidak diinginkan, dan kemungkinan itu perlu
dikomunikasikan kepada pasien dan
didokumentasikan secara tertulis. Meskipun
prosedur “invasif dan ireversibel”
memerlukan persetujuan tertulis, sebagian
besar prosedur diagnostik seperti pemeriksaan
klinis umum, pemeriksaan periodontal, dan
radiografi tidak memerlukan persetujuan
formal tersebut (Kakar, et al, 2014).
2. Informed Consent
Informed consent ialah persetujuan dari
pasien setelah mendapatkan informasi yang
lengkap dari dokter, dan merupakan aspek
penting dari penyediaan perawatan gigi yang
tepat. Tanpa persetujuan yang diinformasikan
untuk perawatan pasien, seorang dokter gigi
rentan terhadap kritik ataupun tuntutan dari
pasien. Informed consent pada dasarnya
terdiri dari tiga jenis yaitu sebagai berikut:
a. Persetujuan tersirat: Persetujuan tersirat
mengacu pada saat pasien secara pasif
bekerja sama dalam proses tanpa diskusi
atau persetujuan formal. Prinsip-prinsip
komunikasi yang baik berlaku dalam
keadaan ini dan profesional kesehatan
perlu memberikan informasi yang cukup
kepada pasien untuk memahami prosedur
dan mengapa hal itu dilakukan.
Persetujuan tersirat tidak perlu
didokumentasikan dalam catatan klinis.
b. Persetujuan lisan: Persetujuan lisan
adalah di mana seorang pasien
menyatakan persetujuan mereka untuk
suatu prosedur secara lisan tetapi tidak
menandatangani bentuk tertulis apapun.
Ini cukup untuk perawatan rutin seperti
https://repository.unimus.ac.id
5
untuk prosedur diagnostik dan
profilaksis, asalkan catatan lengkap
didokumentasikan.
c. Persetujuan tertulis: Persetujuan tertulis
diperlukan dalam kasus intervensi
ekstensif yang melibatkan risiko di mana
anestesi atau sedasi digunakan, prosedur
restoratif, prosedur invasif atau
pembedahan, pemberian obat dengan
risiko tinggi yang diketahui, dan
sebagainya (Mirza AM, 2012).
3. Pemahaman Pasien tentang informed
consent
Data dari Hall, et al (2012) menunjukkan
bahwa pasien mengingat sedikit informasi
yang diungkapkan selama proses persetujuan
yang diinformasikan dan bahwa tingkat
pemahaman mereka sering dianggap tinggi.
Pemahaman terkait dengan faktor-faktor
seperti usia pasien, kecerdasan pendidikan,
fungsi kognitif, dan kecemasan. Tidak
mengherankan, ukuran tersebut juga berkaitan
dengan instrumen yang digunakan untuk
menilai pemahaman, serta topik yang dicakup
oleh pertanyaan yang diajukan. Selain itu,
pemahaman dan ingatan pasien memburuk
seiring waktu antara persetujuan dan
pengujian pemahaman pasien meningkat.
Strategi untuk meningkatkan pemahaman
pasien tentang risiko, manfaat, dan alternatif
yang relevan termasuk lembar kerja
pengambilan keputusan, formulir persetujuan
standar dan lebih mudah dibaca, kurikulum
pendidikan, alat bantu keputusan multimedia,
diskusi yang diperpanjang dan teknik tes
Repeat Back atau umpan balik. Praktik
sederhana meminta pasien untuk mengulangi
apa yang mereka dengar dari dokter dapat
membantu mengevaluasi pemahaman pasien;
praktik ini telah meningkatkan pemahaman
pasien dalam beberapa penelitian.
4. Karakteristik Pasien
Karakteristik pasien menurut Notoatmodjo
(2010) menyebutkan ciri-ciri tiap individu yang
digolongkan kedalam tiga kelompok yaitu:
a. Ciri-ciri demografi; seperti jenis kelamin
dan umur.
b. Struktur sosial; seperti tingkat pendidikan,
pekerjaan, kesukuan atau ras, dan
sebagainya.
c. Manfaat-manfaat kesehatan; seperti
keyakinan bahwa pelayanan kesehatan
dapat menolong proses penyembuhan
penyakit.
5. Karakteristik pasien yang berhubungan
dengan pemahaman tentang informed
consent
Pemahaman informed consent atau
persetujuan tindakan medis yang dihubungkan
dengan karakteristik pasien seperti usia, jenis
kelamin, pendidikan, dan pekerjaan pasien
dibahas rinci pada penelitian Rafie, et al
(2019) dan didapatkan hasil terdapat
hubungan antara umur dan pendidikan pasien
dengan pemahaman terhadap persetujuan
tindakan medis pada tindakan bedah,
sedangkan jenis kelamin dan pekerjaan tidak
terdapat hubungan yang bermakna dengan
pemahaman terhadap persetujuan tindakan
medis.
Hasil penelitian Stunkel, et al (2016)
sedikit berbeda yaitu menunjukkan bahwa
pemahaman pasien mengenai informed
consent tidak berhubungan langsung dengan
https://repository.unimus.ac.id
6
variabel sosiodemografi atau karakteristik dari
pasien. Jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan
partisipasi penelitian sebelumnya tidak terkait
dengan pemahaman yang lebih tinggi, namun
terdapat sedikit hubungan antara tingkat
pendidikan tinggi dan pemahaman yang lebih
tinggi. Sejalan dengan Agu, et al (2014) pada
penelitiannya membuktikan bahwa
pengetahuan tentang pemahaman pasien
mengenai informed consent meningkat seiring
dengan tingginya tingkat pendidikan.
Penelitian Ferrús-Torres, et al (2011) juga
membandingkan pemahaman informed
consent dengan tingkat pendidikan pasien, dan
didapatkan hasil semakain tinggi pendidikan
pasien maka pemahamannya juga semakin
baik. Hajivassiliou, E.C. and Hajivassiliou,
C.A (2015) menunjukkan pula adanya
hubungan pemahaman informed consent dan
pendidikan pasien yang akan membantu
mengurangi perbedaan pemahaman tentang
persetujuan tindakan kedokteran gigi.
Penelitian Fink, et al (2010) memberikan
detail yang lebih signifikan lagi mengenai
faktor-faktor seperti ras, etnis, usia, jenis
operasi, penggunaan Repeat Back (RB), waktu
persetujuan, dan tingkat pendidikan pasien
yang terkait dengan peningkatan pemahaman
informed consent, sedangkan jenis kelamin,
status pernikahan, status kesehatan fisik dan
mental, tingkat kecemasan, tingkat
kemampuan membaca, dan pekerjaan pasien
tidak mempengaruhi pemahaman pasien
mengenai informed consent. Pemahaman
pasien maksimal ketika informed consent
berlangsung antara 15 dan 30 menit.
Pemahaman selama diskusi informed consent
mungkin terbatas pada individu dengan
potensi kesulitan bahasa karena etnis atau
pendidikan. Total waktu proses persetujuan
adalah prediktor terkuat dari pemahaman
pasien. Memberikan waktu yang cukup untuk
diskusi informed consent dan menggunakan
tambahan seperti Repeat Back (RB) dapat
meningkatkan pemahaman informed consent
pada pasien.
Pembahasan Penelitian
Informed consent ialah persetujuan dari pasien
setelah mendapatkan informasi yang lengkap dari
dokter, dan memiliki tiga macam yaitu persetujuan
tersirat, lisan, dan tertulis. Tindakan kedokteran
gigi yang membutuhkan informed consent menurut
Kakar, et al (2014) adalah semua tindakan yang
bersifat invasif atau tidak dapat diubah. Semua
prosedur, dari restorasi buccal pit sederhana hingga
pengangkatan gigi molar ketiga, penyesuaian
oklusal atau insisi kecil yang dapat mempengaruhi
gigi di sekitarnya, peningkatan cusp gigi, fungsi
pengunyahan, atau stabilitas TMJ
(Temporomandibular Joint Stability). Data dari
Hall, et al (2012) menunjukkan bahwa pasien
mengingat sedikit informasi yang diungkapkan
selama proses persetujuan yang diinformasikan dan
bahwa tingkat pemahaman mereka sering dianggap
tinggi. Pemahaman pasien mengenai informed
consent ini dipengaruhi oleh karakteristik pasien,
seperti pada beberapa penelitian berikut:
1. Penelitian Agu, et al (2014) karakteristik
tingkat pendidikan mempengaruhi
pemahaman pasien tentang informed consent.
2. Penelitian Hajivassiliou, E.C. and
Hajivassiliou, C.A (2015) karakteristik tingkat
pendidikan mempengaruhi pemahaman pasien
tentang informed consent.
https://repository.unimus.ac.id
7
3. Penelitian Ferrús-Torres, et al (2011)
karakteristik tingkat pendidikan
mempengaruhi pemahaman pasien tentang
informed consent.
4. Penelitian Stunkel, et al (2016) karakteristik
tingkat pendidikan mempengaruhi
pemahaman pasien tentang informed consent,
sedangkan jenis kelamin, usia, pekerjaan,
partisipasi penelitian sebelumnya tidak.
5. Penelitian Fink, et al (2010) karakter ras,
etnis, usia, jenis operasi, penggunaan Repeat
Back (RB), waktu persetujuan, dan tingkat
pendidikan mempengaruhi pemahaman pasien
tentang informed consent, sedangkan jenis
kelamin, status pernikahan, status kesehatan
fisik dan mental, tingkat kecemasan, tingkat
kemampuan membaca, dan pekerjaan tidak.
6. Penelitian Rafie, et al (2019) karakteristik usia
dan tingkat pendidikan mempengaruhi
pemahaman pasien tentang informed consent,
sedangkan jenis kelamin dan pekerjaan tidak.
KESIMPULAN
Kesimpulan berdasarkan peninjauan hasil dan
pembahasan pada beberapa penelitian diketahui
bahwa terdapat hubungan karakteristik pasien
seperti usia, tingkat pendidikan, dan suku dengan
pemahaman informed consent, sedangkan jenis
kelamin, status perkawinan, dan pekerjaan pasien
tidak berhubungan dengan pemahaman tentang
informed consent.
SARAN
Dari hasil literature review disarankan bagi
tenaga medis dalam penyampaian infomed consent
disesuaikan dengan karakteristik pasien dan
memberikan waktu yang cukup untuk berdiskusi
serta dapat menerapkan tambahan metode repeat
back sehingga dapat meningkatkan pemahaman
pasien, dan bagi pihak rumah sakit perlu untuk
mengevaluasi kembali apakah semua tenaga medis
yang melakukan tindakan medis sudah
melaksanakan informed consent sesuai dengan
prosedur yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Achadiat, Chrisdiono M. 2006. Dinamika Etika dan
Hukum Kedokteran dalam Tantangan Zaman.
Jakarta: Buku Kedokteran ECG.
Agu, KA dkk. 2014. Attitude towards informed consent
practice in a developing
country: a community-based assessment of the
role of educational status.
BMC Medical Ethics, 77(15), 1-8.
Aguswina. 2011. Karakteristik Pasien dan Kualitas
Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Terapi. Medan: Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatra Utara. Hal
1.
Arikunto, S. 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan
Edisi Revisi. Jakarta: Bumi Aksara.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktik Edisi Revisi. Jakarta:
Rhineka Cipta.
Ateta. 2005. Hubungan Karakteristik Pasien
Pelayanan Bedah dan Kejelasan Informasi
Dokter Dalam Pelaksanaan Persetujuan
Tindakan Medis (Informed Consent) di RSUP.
H. Adam Malik Tahun 2005. Sekolah Parca
Sarjana Universitas Sumatera Utara: Medan.
Departemen Kesehatan RI. 1989. PerMenKes RI.
Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medis. Yayasan Bakti
Sejahtera KORPRI Unit DEPKES. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1999. SK DirJend Yan
Medik Nomor HK. 00.06.3.5. 1866 Tentang
https://repository.unimus.ac.id
8
Pedoman Persetujuan Tindakan Medik
(Informed Consent). Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor
1173/MENKES/PER/X/2004 tentang Rumah
Sakit Gigi dan Mulut.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 290 Tahun
2008.
Departemen Pendidikan Nasional RI. 2005. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka.
Jakarta.
Desriza Ratman. 2013. Aspek Hukum Informed
Consent dan Rekam Medis Dalam Transaksi
Terapeutik. Bandung: Keni Media.
Fauziyah, Y & Triwibowo, C. 2012. Malpraktik dan
Etika Perawat. Yogyakarta: Nuha Medika.
Ferrús-Torres, E., Valmaseda-Castellón, E., Berini-
Aytés, L. and Gay-Escoda, C., 2011. Informed
consent in oral surgery: the value of written
information. Journal of Oral and Maxillofacial
surgery, 69(1), pp.54-58.
Fink, A.S., Prochazka, A.V., Henderson, W.G.,
Bartenfeld, D., Nyirenda, C., Webb, A.,
Berger, D.H., Itani, K., Whitehill, T.,
Edwards, J. and Wilson, M., 2010. Predictors
of comprehension during surgical informed
consent. Journal of the American College of
Surgeons, 210(6), pp.919-926.
Gholami M, A, dkk. Knowledge of and attitudes
towards periodontal health among adults in
Tehran. Eastern Mediterranean Health
Journal, 2014.
Guwandi, J. 2003. Informed Consent & Informed
Refusal Edisi III. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.
Guwandi, J. 2004. Informed Consent. Jakarta: FK
Universitas Indonesia.
Hajivassiliou, E.C. and Hajivassiliou, C.A., 2015.
Informed consent in primary dental care:
patients' understanding and satisfaction with
the consent process. British dental
journal, 219(5), pp.221-224.
Hall, D. E., Prochazka, A. V., & Fink, A. S. (2012).
Informed consent for clinical
treatment. Cmaj, 184(5), 533-540.
Hamalik, Oemar. 2002. Proses Belajar Mengajar.
Jakarta: Bumi Aksara.
Herfiyanti, Leni. 2015. Jurnal Manajemen Informasi
Kesehatan Indonesia. Kelengkapan Informed
consent Tindakan Bedah Menunjang
Akreditasi JCI Standar HPK 6 Pasien
Orthopedi. 3 (2).
IDI Cabang Medan. 2005. Laporan Pertanggung
Jawaban MKEK IDI Cabang Medan Masa
Bakti 2003-2006. Pengurus Cabang Medan
Ikatan Dokter Indonesia, Medan.
Ihsan, Fuad. 2006. Dasar-dasar Pendidikan. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Kakar, H., Gambhir, R. S., Singh, S., Kaur, A., &
Nanda, T. (2014). Informed consent: Corner
stone in ethical medical and dental
practice. Journal of family medicine and
primary care, 3(1), 68.
Kencananingtyas, SA, Lestari, T, & Harjanti. 2014.
Pelaksanaan Pemberian Informed
Consent dan Kelengkapan Informasi di RSU
Jati Husada Karanganyar Tahun 2014. Jurnal
Manajemen Informasi Kesehatan Indonesia,
(3)1, 86-91.
Komalawati, Veronica. 2002. Peranan Informed
Consent Dalam Transaksi Terapeutik
(Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan
Pasien) Suatu Tinjauan Yuridis. Bandung: PT.
Citra Aditya Bakti.
https://repository.unimus.ac.id
9
Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Komunikasi Aktif
Dokter-Pasien, Jakarta: Konsil Kedokteran
Indonesia.
Mirza AM. Importance of informed consent in
dentistry. Int Dent J Stu Res 2012;1:13-6.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Metodologi Penelitian
Kesehatan. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta: Rineka
Cipta.
Rafie, R., Yusmaidi, Y. and Fitriyani, M., 2019.
Hubungan Karakteristik Pasien Dengan
Pemahaman Persetujuan Tindakan Medis
Pada Tindakan Bedah Di Rumah
Sakitpertamina Bintang Amin (Rspba) Bandar
Lampung Bulan Maret 2015. Jurnal Ilmu
Kedokteran dan Kesehatan, 6(1), pp.19-28.
Sampurna, 2005. Patient Autontomy and Informed
Consent, Makalah pada Prosiding Seminar
Lokakarya 19-20 Maret 2003. Jakarta: Ikatan
Dokter Indonesia.
Seifert, Kelvin. 2007. Manajemen Pembelajaran dan
Instruksi Pendidikan. terjemahan dari buku
Educational Psychology (Boston, 1983).
Jogjakarta: IRCiSoD Banguntapan.
Siswati, S. 2013. Etika dan Hukum Kesehatan dalam
Perspektif Undang-Undang Kesehatan.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Snyder, H. 2019. ‘Literature review as a research
methodology: An overview and guidelines’.
Journal of Business Research, 104, pp. 333–
339,
https://doi.org/10.1016/j.jbusres.2019.07.039.
Stunkel, L., Benson, M., McLellan, L., Sinaii, N.,
Bedarida, G., Emanuel, E. and Grady, C.,
2010. Comprehension and informed consent:
assessing the effect of a short consent
form. IRB, 32(4), p.1.
Sudjana, Nana dan Ibrahim. 2009. Penelitian dan
Penilaian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru
Algensido.
Sugiarti, Ida. 2010. Perbandingan Hukum Informed
Consent Indonesia dan Amerika Serikat.
Bandung: FH UNISBA.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: CV Alfabeta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003 Sistem Pendidikan Nasional. 8 Juli 2003.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 4301. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2004 Praktik Kedokteran. 6 Oktober 2004.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 4431. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun
2009 Kesehatan. 13 Oktober 2009. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun
2009 Rumah Sakit. 28 Oktober 2009.
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 5072. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor No. 23
Tahun 2002 Perlindungan Anak. 22 Oktober
2002. Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2002 Nomor 109. Jakarta.
Wiria, Nanang. 2007. Pengaruh Karakteristik
Pemberian Persetujuan Tindakan Bedah Dan
Akses Informasi Terhadap Pemahaman
Tentang Persetujuan Tindakan Medis
(Informed Consent) Di Badan Pelayanan
Kesehatan RSU Dr. Pirngadi Medan. FKM
USU: Medan.
https://repository.unimus.ac.id