Anatomi dan Fisiologi
Telinga Hidung dan Tenggorok
Pembimbing:
Dr. Erna Marbun, Sp THT-KL
Disusun oleh:
Samuel Panjaitan
0861050120
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok
Periode 7 Januari – 2 Februari 2013
ANATOMI TELINGA
Anatomi Telinga Luar
Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus,
dipisahkan dari telinga tengah oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana
timpani. Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus
melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan
jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara
dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius
eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan
meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut.
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai
kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas
tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani.
Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi
substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong
sel kulit tua dan serumen ke bagian luar telinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat
antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
Anatomi Telinga Tengah
Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai suatu kotak dengan enam
isi. Dinding posteriornya lebih luas daripada dinding anterior sehingga kotak tersebut
berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke lateral ke arah umbo dari
membran timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.
Telinga tengah berbentuk kubus dengan:
Batas luar : membran timpani
Batas depan : tuba eustachius
Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)
Batas belakang : auditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis
Batas atas : tegmen timpani (meningen/ otak)
Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah, kanalis semi sirkularis horizontal, kanalis
fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar (round window), dan promontorium.
Dinding superior telinga tengah berbatasan dengan lantai fossa kranii media. Pada dinding
bagian atas dinding posterior terdapat auditus ad antrum tulang mastoid dan dibawahnya
adalah saraf fasialis. Otot stapedius timbul pada daerah saraf fasialis dan tendonnya
menembus melalui suatu piramid tulang menuju ke leher stapes. Saraf korda timpani timbul
dari saraf fasialis di bawah stapedius dan berjalan ke lateral depan menuju inkus tetapi di
medial maleus, untuk keluar dari telinga tengah lewat sutura petrotimpanika. Korda timpani
kemudian bergabung dengan saraf lingualis dan menghantarkan serabut-serabut
sekretomotorik ke ganglion submandibularis dan serabut-serabut pengecap dari duapertiga
anterior lidah.
Dasar telinga tengah adalah atap bulbus jugularis yang berada di sebelah superolateral
menjadi sinus sigmoideus dan lebih ke tengah menjadi sinus transversus. Keduanya adalah
aliran vena utama rongga tengkorak. Cabang aurikularis saraf vagus masuk ke telinga tengah
dari dasarnya. Bagian bawah dinding anterior adalah kanalis karotikus. Di atas kanalis
tersebut, muara tuba eustakius dan otot tensor timpani yang menempati daerah superior tuba
kemudian membalik, melingkari prosesus cochleariformis dan berinsersi pada leher maleus.
Dinding lateral dari telinga tengah adalah tulang epitimpanum di bagian atas, membrana
timpani, dan dinding tulang hipotimpanum di bagian bawah.
Bangunan yang paling menonjol pada dinding medial adalah promontorium yang
menutup lingkaran cochlea yang pertama. Saraf timpanikus berjalan melintas promontorium.
Kanalis falopii bertulang yang dilalui saraf fasialis terletak di atas fenestra ovalis mulai dari
prosesus cochleariformis di anterior hingga piramid stapedius di posterior. Rongga mastoid
berbentuk seperti piramid dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap mastoid adalah fossa
kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fossa kranii posterior. Sinus sigmoideus
terletak di bawah dura mater pada daerah tersebut. pada dinding anterior mastoid terdapat
aditus ad antrum. Tonjolan kanalis semi sirkularis lateralis menonjol ke dalam antrum. Di
bawah kedua patokan ini berjalan saraf fasialis dalam kanalis tulangnya untuk keluar dari
tulang temporal melalui foramen stilomastoideus di ujung anterior krista yang dibentuk oleh
insersio otot digastrikus. Dinding lateral mastoid adalah tulang subkutan yang dengan mudah
dapat dipalpasi di posterior aurikula.
Membrana Timpani
Membrana timpani adalah suatu bangunan berbentuk kerucut dengan puncaknya, umbo,
mengarah ke medial. Membrana timpani umumnya bulat. Penting untuk disadari bahwa
bagian dari rongga telinga tengah yaitu epitimpanum yang mengandung korpus maleus dan
inkus, meluas melampaui batas atas membrana timpani, dan bahwa ada bagian hipotimpanum
yang meluas melampaui batas bawah membrana timpani. Membrana timpani tersusun oleh
suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan fibrosa di bagian tengah di mana tangkai
maleus dilekatkan dan lapisan mukosa bagian dalam lapisan fibrosa tidak terdapat diatas
prosesus lateralis maleus dan ini menyebabkan bagian membrana timpani yang disebut
membrana Shrapnell menjadi lemas (flaksid).
Tuba Eustachius
Tuba eustachius menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring. Bagian lateral
tuba eustakius adalah bagian yang bertulang. Sementara duapertiga bagian medial bersifat
kartilaginosa. Origo otot tensor timpani terletak di sebelah atas bagian bertulang, sementara
kanalis karotikus terletak di bagian bawahnya. Bagian bertulang rawan berjalan melintasi
dasar tengkorak untuk masuk ke faring di atas otot levator palatinum dan tensor palatinum
yang masing-masing disarafi pleksus faringeal dan saraf mandibularis. Tuba eustachius
berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara pada kedua sisi membrana timpani.
Anatomi Telinga Dalam
Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk
pendengaran (cochlea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga nervus kranial
VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus cochlea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari
komplek anatomi. Cochlea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirin.
Ketiga kanalis posterior, superior dan lateral terletak membentuk sudut 90o satu sama lain
dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ akhir reseptor ini
distimulasi oleh perubahan kecepatan dan arah gerakan seseorang. Cochlea berbentuk seperti
rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan
mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti.
Di dalam tulang labirin, namun tidak sempurna mengisinya, labirin membranosa
terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan
serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus cochlearis. Labirin membranosa tersusun atas
utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus cochlearis, dan organan Corti. Labirin
membranosa memegang cairan yang dinamakan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang
sangat tepat antara perilimfe dan endolimfe dalam telinga dalam, banyak kelainan telinga
dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan
dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin
membranosa. Akibatnya terjadi aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vestibular
nervus kranialis VIII ke otak.
Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini
juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis
VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus cochlearis, yang muncul dari cochlea,
bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan
sakulus, menjadi nervus cochlearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus
ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis
auditorius internus membawa nervus tersebut batang otak.
FISIOLOGI PENDENGARAN
Pendengaran adalah persepsi saraf mengenai energi suara. Gelombang suara adalah
getaran udara yang merambat dan terdiri dari daerah – daerah bertekanan tinggi karena
kompresi (pemadatan) molekul – molekul udara yang berselang seling dengan daerah –
daerah bertekanan rendah karena penjarangan (rafaction) molekul tersebut. Suara ditandai
oleh nada, intensitas, dan timbre. Nada suatu suara ditentukan oleh frekuensi getaran.
Semakin tinggi frekuensi maka semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi
gelombang suara dengan frekuensi dari 20 – 20000 siklus per detik, tetapi paling peka
terhadap frekuensi antara 1000 – 4000 siklus per detik. Intensitas atau kepekaan suatu suara
bergantung pada amplitude gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah
pemampatan yang bertekanan tinggi dan daerah penjaranganyang bertekanan rendah.
Kepekakan dinyatakan dalam desibel (dB). Timbre atau kualitas suara bergantung pada nada
tambahan yaitu frekuensi tambahan yang menimpa nada dasar.
Proses pendengaran dimulai dari masuknya gelombang suara melalui pinna lalu dibawa
ke dalam meatus auditus eksterna hingga mencapai membran timpani. Gelombang suara yang
mencapai membran timpani akan menggetarkan membran timpani. Telinga tengah akan
memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan telinga dalam. Perpindahan ini
dipermudah dengan adanya rantai yang terdiri dari tulang – tulang pendengaran ( maleus,
inkus, stapes) yang berjalan melintasi telinga tengah. Ketika membran timpani bergetar maka
rantai tulang tersebut akan melanjutkan gerakan dengan frekuensi yang sama ke jendela
oval.Tekanan di jendela oval akibat setiap getaran yang dihasilkan menimbulkan getaran
seperti gelombang pada cairan telinga dalam frekuensi yang sama dengan frekuensi
gelombang suara semula. Namun, karena dibutuhkan tekanan yang lebih besar untuk
menggerakkan cairan terdapat dua mekanisme yang berkaitan dengan sistem tulang
pendengaran untuk memperkuat tekanan gelombang suara dari udara untuk menggetarkan
cairan di cochlea.
Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar dibandingkan luas
permukaan dari jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja di
membran timpani disalurkan ke jendela oval.(tekanan = gaya / luas permukaan). Kedua, efek
pengungkit tulang-tulang pendengaran menghasilkan keuntungan mekanis tambahan. Kedua
mekanisme ini bersama-sama meningkatkan gaya yang timbul pada jendela oval sebesar dua
puluh kali lipat dari gelombang suara yang langsung mengenai jendela oval. Stapes yang
bergetar oleh karena gelombang suara akan menggetarkan jendela oval lalu cairan perilimfe
akan bergerak menuju jendela bundar melewati helikotrema dan pada saat stapes tertarik dari
jendela oval maka cairan akan kembali menuju jendela oval dari jendela bundar. Gelombang
tekanan frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil jalan pintas.
Gelombang tekanan di skala vestibule akan menembus membran Reissner masuk ke dalam
duktus cochlearis dan kemudian melalui membran basiliaris ke skala timpani, tempat
gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol keluar masuk bergantian.
Perbedaan utama jalur ini adalah bahwa transmisi gelombang tekanan melalui membran
basiliaris menyebabkan membran ini bergerak naik turun. Pada saat membran basiliaris
bergerak naik, maka akan membuka saluran – saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut
terbuka sehingga akan menyebabkan Ca2+ dan K+ masuk ke dalam sel sehingga terjadi
depolarisasi sedangkan pada saat membran basiliaris bergerak turun, maka akan menutup
saluran – saluran ion gerbang mekanis di sel-sel rambut tertutup sehingga akan menyebabkan
Ca2+ dan K+ tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga terjadi hiperpolarisasi. Adanya
gerakan naik turun dari membran basiliaris akan menyebabkan depolarisasi hiperpolarisasi
secara bergantian sehingga timbullah aksi potensial berjenjang pada sel – sel reseptor yang
akan menghasilkan neourotansmitter yang bersinaps pada ujung-ujung serat saraf aferen yang
membentuk saraf cochlearis. Saraf cochlearis akan bergabung dengan saraf vestibularis
menjadi saraf vestibulocochlearis ( N.VIII), dari sini aksi potensial akan disalurkan sebagian
ke inferior kollikulus dan sebagian lagi diteruskan ke medulla oblongata lalu ke lemniskus
lateralis selanjutnya ke mesensefalon dan terakhir ke korteks pendengaran pada lobus
temporalis area broadmann 41. Di lobus temporalis, informasi dari saraf akan diterjemahkan
menjadi persepsi suara.
ANATOMI HIDUNG
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian lebih dari
biasanya dan hidung merupakan salah satu organ pelindung tubuh terhadap lingkungan yang
tidak menguntungkan. Hidung terdiri atas hidung luar dan hidung dalam. Hidung luar
menonjol pada garis tengah diantara pipi dengan bibir atas, struktur hidung luar dapat
dibedakan atas tiga bagian yaitu: paling atas kubah tulang yang tak dapat digerakkan,
dibawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah
adalah lobolus hidung yang mudah digerakkan.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks. Agak keatas dan belakang dari apeks
disebut batang hidung (dorsum nasi), yang berlanjut sampai kepangkal hidung dan menyatu
dengan dahi. Yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu diposterior bagian
tengah pinggir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela
dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung. Disini bagian bibir atas membentuk cekungan
dangkal memanjang dari atas kebawah yang disebut filtrum. Sebelah menyebelah kolumela
adalah nares anterior atau nostril(Lubang hidung)kanan dan kiri, sebelah latero-superior
dibatasi oleh ala nasi dan sebelah inferior oleh dasar hidung.
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,
jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan
lubang hidung. Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os
internum disebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari
nasofaring. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang,
dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Pintu
atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang
disebut nares posterior (koana)yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior,
disebut dengan vestibulum.Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang banyak kelenjar sebasea
dan rambut-rambut panjang yang disebut dengan vibrise.
Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan
superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi. Septum nasi ini dibentuk oleh tulang dan
tulang rawan, dinding lateral terdapat konkha superior, konkha media dan konkha inferior.
Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konkha inferior, kemudian yang lebih kecil
adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah
konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang
tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior
dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Celah antara konka inferior dengan dasar
hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konkha media dan inferior disebut
meatus media dan sebelah atas konkha media disebut meatus superior.
Meatus medius merupakan salah satu celah yang penting dan merupakan celah yang
lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Disini terdapat muara dari sinus maksilla,
sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Dibalik bagian anterior konka media yang
letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulat sabit yang
dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit
menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris.
Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci
dan dikenal sebagai prosesus unsinatus.
Di bagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus
maksilla, etmoid, frontalis dan sphenoid. Dan sinus maksilla merupakan sinus paranasal
terbesar diantara lainnya, yang berbentuk pyramid iregular dengan dasarnya menghadap ke
fossa nasalis dan puncaknya kearah apek prosesus zigomatikus os maksilla.
Dasar cavum nasi dibentuk oleh os frontale da os palatinus sedangkan atap cavum
nasi adalah celah sempit yang dibentuk oleh os frontale dan os sphenoidale. Membrana
mukosa olfaktorius, pada bagian atap dan bagian cavum nasi yang berdekatan, mengandung
sel saraf khusus yang mendeteksi bau. Dari sel-sel ini serat saraf melewati lamina
cribriformis os frontale dan kedalam bulbus olfaktorius nervus cranialis I olfaktorius.
· Perdarahan hidung
Secara garis besar perdarahan hidung berasal dari 3 sumber utama yaitu:6
1. Arteri Etmoidalis anterior
2. Arteri Etmoidalis posterior cabang dari arteri oftalmika
3. Arteri Sfenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris interna yang berasal dari arteri
karotis eksterna.
Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang arteri maksilaris
interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar
dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung
dibelakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari
cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina mayor, yang
disebut pleksus kieesselbach (little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisialis dan
mudah cedera oleh truma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan
arterinya. Vena divestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena oftalmika yang
berhubungan dengan sinus kavernesus.
Persyarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris, yang berasal dari nervus
oftalmikus. Saraf sensoris untuk hidung terutama berasal dari cabang oftalmikus dan cabang
maksilaris nervus trigeminus. Cabang pertama nervus trigeminus yaitu nervus oftalmikus
memberikan cabang nervus nasosiliaris yang kemudian bercabang lagi menjadi nervus
etmoidalis anterior dan etmoidalis posterior dan nervus infratroklearis. Nervus etmoidalis
anterior berjalan melewati lamina kribrosa bagian anterior dan memasuki hidung bersama
arteri etmoidalis anterior melalui foramen etmoidalis anterior, dan disini terbagi lagi menjadi
cabang nasalis internus medial dan lateral. Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat
persarafan sensoris dari nervus maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion
sfenopalatina, selain memberi persarafan sensoris, juga memberikan persarafan vasomotor
atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut serabut sensorid dari
nervus maksila.Serabut parasimpatis dari nervus petrosus profundus. Ganglion
sfenopalatinum terletak dibelakang dan sedikit diatas ujung posterior konkha media.
Nervus Olfaktorius turun melalui lamina kribosa dari permukaan bawah bulbus
olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel reseptor penghidupada mukosa olfaktorius di
daerah sepertiga atas hidung.
FISIOLOGI HIDUNG
Hidung berfungsi sebagai indra penghidu , menyiapkan udara inhalasi agar dapat
digunakan paru serta fungsi filtrasi. Sebagai fungsi penghidu, hidung memiliki epitel
olfaktorius berlapis semu yang berwarna kecoklatan yang mempunyai tiga macam sel-sel
syaraf yaitu sel penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Fungsi filtrasi, memanaskan dan
melembabkan udara inspirasi akan melindungi saluran napas dibawahnya dari kerusakan.
Partikel yang besarnya 5-6 mikrometer atau lebih, 85 % -90% disaring didalam hidung
dengan bantuan TMS. Fungsi hidung terbagi atas beberapa fungsi utama yaitu (1)Sebagai
jalan nafas, (2) Alat pengatur kondisi udara, (3) Penyaring udara, (4) Sebagai indra penghidu,
(5) Untuk resonansi suara, (6) Turut membantuproses bicara,(7) Reflek nasal
ANATOMI TENGGOROK
Tenggorokan merupakan bagian dari leher depan dan kolumna vertebra, terdiri dari
faring dan laring. Bagian terpenting dari tenggorokan adalah epiglottis, ini menutup jika ada
makanan dan minuman yang lewat dan menuju esophagus.
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut terletak di
depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar lidah. Bibir dan pipi
terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang dipersarafi oleh nervus
fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi lapisan sel skuamosa. Ruangan diantara
mukosa pipi bagian dalam dan gigi adalah vestibulum oris.
Palatum dibentuk oleh dua bagian: premaksila yang berisi gigi seri dan berasal
prosesusnasalis media, dan palatum posterior baik palatum durum dan palatum mole,
dibentuk olehgabungan dari prosesus palatum, oleh karena itu, celah palatum terdapat garis
tengah belakang tetapi dapat terjadi kearah maksila depan.
Lidah dibentuk dari beberapa tonjolan epitel didasar mulut. Lidah bagian depan
terutamaberasal dari daerah brankial pertama dan dipersarafi oleh nervus lingualis dengan
cabang kordatimpani dari saraf fasialis yang mempersarafi cita rasa dan sekresi kelenjar
submandibula. Saraf glosofaringeus mempersarafi rasa dari sepertiga lidah bagian belakang.
Otot lidah berasal dari miotom posbrankial yang bermigrasi sepanjang duktus tiroglosus ke
leher. Kelenjar liur tumbuh sebagai kantong dari epitel mulut yang terletak dekat sebelah
depan saraf-saraf penting. Duktus sub mandibularis dilalui oleh saraf lingualis. Saraf fasialis
melekat pada kelenjar parotis.
Faring bagian dari leher dan tenggorokan bagian belakang mulut. Faring adalah suatu
kantong fibromuskuler yang bentuknya seperti corong, yang besar di bagian atas dan sempit
dibagian bawah. Kantong ini mulai dari dasar tengkorak terus menyambung ke esophagus
setinggivertebra servikalis ke enam. Ke atas, faring berhubungan dengan rongga hidung
melalui koana,ke depan berhubungan dengan rongga mulut melalui isthmus orofaring,
sedangkan dengan laring dibawah berhubungan melalui aditus laring dan kebawah
berhubungan dengan esophagus.Panjang dinding posterior faring pada orang dewasa kurang
lebih empat belas centimeter; bagian ini merupakan bagian dinding faring yang terpanjang.
Dinding faring dibentuk oleh selaput lender, fasia faringobasiler, pembungkus otot dan
sebagian fasia bukofaringeal. Faring terbagi atas nasofaring, orofaring, dan laringofaring
(hipofaring).
Pada mukosa dinding belakang faring terdapat dasar tulang oksiput inferior,
kemudianbagian depan tulang atas dan sumbu badan, dan vertebra servikalis lain. Nasofaring
membuka kearah depan hidung melalui koana posterior. Superior, adenoid terletak pada
mukosa atap nasofaring. Disamping, muara tuba eustachius kartilaginosa terdapat didepan
lekukan yangdisebut fosa rosenmuller. Otot tensor velipalatini, merupakan otot yang
menegangkan palatum dan membuka tuba eustachius masuk ke faring melalui ruangan ini.
Orofaring kearah depan berhubungan dengan rongga mulut. Tonsila faringeal
dalamkapsulnya terletak pada mukosa pada dinding lateral rongga mulut. Didepan tonsila,
arcus faring anterior disusun oleh otot palatoglossus, dan dibelakang dari arkus faring
posterior disusun oleh otot palatofaringeus, otot-otot ini membantu menutupnya orofaring
bagian posterior. Semua dipersarafi oleh pleksus faringeus.
Nasofaring
Berhubungan erat dengan beberapa struktur penting misalnya adenoid, jaringan
limfoid pada dinding lareral faring dengan resessus faring yang disebut fosa rosenmuller,
kantong rathke, yang merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus
tubarius, suatu refleksi mukosa faring diatas penonjolan kartilago tuba eustachius, konka
foramen jugulare,yang dilalui oleh nervus glosofaring, nervus vagus dan nervus asesorius
spinal saraf kranial dan vena jugularis interna bagian petrosus os.tempolaris dan foramen
laserum dan muara tuba eustachius.
Disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole, batas bawahnya
adalah tepi atas epiglotis kedepan adalah rongga mulut sedangkan kebelakang adalah vertebra
servikal. Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil
palatina fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen
sekum.
a. Dinding Posterior Faring
Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut
atau radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot bagian tersebut. Gangguan
otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan gangguan
n.vagus.
b. Fosa tonsil
Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya adalah
m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat
suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini berisi jaringan ikat jarang dan
biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi
oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia bukofaring dan disebu kapsul yang
sebenarbenarnya bukan merupakan kapsul yang sebena-benarnya.
c. Tonsil
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus didalamnya. Terdapat macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil
palatina dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin
waldeyer. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak di dalam fosa tonsil. Pada
kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring
yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.
Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang
disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus.
Di dalam kriptus biasanya biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri
dan sisa makanan.
Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga disebut kapsul
tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada
tonsilektomi.Tonsil mendapat darah dari a.palatina minor, a.palatina ascendens, cabang tonsil
a.maksila eksterna, a.faring ascendens dan a.lingualis dorsal.
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotika. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papila sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang
menunjukkan penjalaran duktus tiroglosus dan secara klinik merupakan tempat penting bila
ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) atau kista duktus tiroglosus.
Infeksi dapat terjadi di antara kapsul tonsila dan ruangan sekitar jaringan dan dapat
meluas keatas pada dasar palatum mole sebagai abses peritonsilar.
Laringofaring (hipofaring)
Batas laringofaring disebelah superior adalah tepi atas yaitu dibawah valekula
epiglotis berfungsi untuk melindungi glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan
pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis (muara glotis bagian medial dan lateral
terdapat ruangan) dan ke esofagus, nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus
piriformis pada tiap sisi laringofaring. Sinus piriformis terletak di antara lipatan ariepiglotika
dan kartilago tiroid. Batas anteriornya adalah laring, batas inferior adalah esofagus serta batas
posterior adalah vertebra servikal. Lebih ke bawah lagi terdapat otot-otot dari lamina krikoid
dan di bawahnya terdapat muara esofagus.
Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok pada pemeriksaan laring tidak
langsung atau dengan laringoskop pada pemeriksaan laring langsung, maka struktur pertama
yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula. Bagian ini merupakan dua buah cekungan
yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika medial dan ligamentum glosoepiglotika
lateral pada tiap sisi. Valekula disebut juga ³ kantong pil´ ( pill pockets), sebab pada beberapa
orang, kadang-kadang bila menelan pil akan tersangkut disitu.
Dibawah valekula terdapat epiglotis. Pada bayi epiglotis ini berbentuk omega dan
perkembangannya akan lebih melebar, meskipun kadang-kadang bentuk infantil (bentuk
omega) ini tetap sampai dewasa. Dalam perkembangannya, epiglotis ini dapat menjadi
demikian lebar dan tipisnya sehingga pada pemeriksaan laringoskopi tidak langsung tampak
menutupi pita suara. Epiglotis berfungsi juga untuk melindungi (proteksi) glotis ketika
menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut menuju ke sinus piriformis
dan ke esofagus.2 Nervus laring superior berjalan dibawah dasar sinus piriformis pada tiap
sisilaringofaring.
Hal ini penting untuk diketahui pada pemberian anestesia lokal di faring dan
laring pada tindakan laringoskopi langsung.
FISIOLOGI TENGGOROK
Fungsi faring yang terutama ialah untuk respirasi, waktu menelan, resonasi suara dan
untuk artikulasi.
· Proses menelan
Proses penelanan dibagi menjadi tiga tahap. Pertama gerakan makanan dari mulut ke
faring secara volunter. Tahap kedua, transport makanan melalui faring dan tahap ketiga
jalannya bolus melalui esofagus, keduanya secara involunter. Langkah yang sebenarnya
adalah: pengunyahan makanan dilakukan pada sepertiga tengah lidah. Elevasi lidah dan
palatum mole mendorong bolus ke orofaring. Otot supra hiod berkontraksi, elevasi tulang
hioid dan laring intrinsik berkontraksi dalam gerakan seperti sfingter untuk mencegah
aspirasi. Gerakan yang kuat dari lidah bagian belakang akan mendorong makanan
kebawah melalui orofaring, gerakan dibantu oleh kontraksi otot konstriktor faringis media
dan superior. Bolus dibawa melalui introitus esofagus ketika otot konstriktor faringis
inferior berkontraksi dan otot krikofaringeus berelaksasi. Peristaltik dibantu oleh gaya
berat, menggerakkan makanan melalui esofagus dan masuk ke lambung.
· Proses Berbicara
Pada saat berbicara dan menelan terjadi gerakan terpadu dari otot-otot palatum dan faring.
Gerakan ini antara lain berupa pendekatan palatum mole kearah dinding belakang faring.
Gerakan penutupan ini terjadi sangat cepat dan melibatkan mula-mula m.salpingofaring
dan m.palatofaring, kemudian m.levator veli palatine bersama-sama m.konstriktor faring
superior. Pada gerakan penutupan nasofaring m.levator veli palatini menarik palatum
mole ke atas belakang hampir mengenai dinding posterior faring. Jarak yang tersisa ini
diisi oleh tonjolan (fold of) Passavant pada dinding belakang faring yang terjadi akibat 2
macam mekanisme, yaitu pengangkatan faring sebagai hasil gerakan m.palatofaring
(bersama m,salpingofaring) oleh kontraksi aktif m.konstriktor faring superior. Mungkin
kedua gerakan ini bekerja tidak pada waktu bersamaan.
Ada yang berpendapat bahwa tonjolan Passavant ini menetap pada periode fonasi,
tetapi ada pula pendapat yang mengatakan tonjolan ini timbul dan hilang secara cepat
bersamaan dengan gerakan palatum.
DAFTAR PUSTAKA
1. Soetirto Indro,Bashiruddin Jenny,Bramantyo Brastho,Gangguan pendengaran
Akibat Obat ototoksik,Buku ajar Ilmu Kesehatan Telinga ,Hidung ,Tenggorok
Kepala & Leher.Edisi IV.Penerbit FK-UI,jakarta 2007,halaman 9-15,53-56.
2. Soepardi, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher.
Edisi 6. Penerbit FKUI Jakarta, 2011.
3. Boies, Adam. Buku Ajar Penyakit THT edisi 6 cetakan VI. Penerbit Buku Kedokteran EGC
: 2010.
4. Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed. 9,
1997, Jakarta: EGC
5. Sherwood, L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem . Jakarta : EGC, 2001
CASE REPORT
CA NASOFARING
Pembimbing:
Dr. Bambang Suprayogi, Sp THT-KL
Disusun oleh:
Samuel Panjaitan
0861050120
Kepaniteraan Ilmu Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorok
Periode 7 Januari – 2 Februari 2013
Top Related