PENGKAJIAN STRUKTUR PASAR DAN MARGIN PEMASARAN PADA KOMODITI BERAS DI KABUPATEN MALANG
Oleh :
Dwita Indrarosa, ST., MP.
Widyaiswara BBPP Batu
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemasaran dianggap efisien bila mampu menyampaikan hasil-hasil dari
petani produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya dan
mampu melakukan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar
oleh konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan
produksi dan tataniaga. (Mubyarto ,1989).
Salah satu komoditi pertanian yang selalu mendapat perhatian
pemerintah adalah beras, karena beras merupakan bahan makan pokok bagi
sebagian besar penduduk Indonesia. Berbagai daerah telah mengalami
perubahan yang diikuti pula oleh perubahan kebutuhan bahan makanan pokok
ke beras. Perubahan kebutuhan bahan makanan ini disamping karena kemajuan
teknologi di bidang pertanian, juga karena alasan lain misalnya kelezatan,
kandungan nilai energi dan lain sebagainya dari beras (AAK, 1990). Selain
sebagai bahan makan pokok yang bernilai ekonomi, beras juga mempunyai nilai
politik (komoditi politik), yang dapat mempengaruhi kelangsungan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Jika terjadi kelangkaan beras akan menyebabkan
instabilitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan demikian beras di
Indonesia memiliki tingkat sensitivitas politik, ekonomi dan kerawanan sosial
yang tinggi, sehingga masalah perberasan di Indonesia telah menyita banyak
perhatian berbagai kalangan, terutama pemerintah.
Intervensi pemerintah, berupa kebijakan harga dasar maupun kebijakan
harga pembelian pemerintah diharapkan sebagai insentip bagi petani agar dapat
meningkatkan produksi. Produksi beras nasional yang dikutip dari USDA (2010)
menunjukkan bahwa pada tahun 2010 berhasil diproduksi sebanyak 38,55 juta
ton beras. Data tersebut menunjukkan kecenderungan makin meningkatnya
produksi beras nasional. Namun sesungguhnya kebijakan harga pembelian
pemerintah yang diberlakukan sejak tahun 2002 didasarkan pada kuantitas
sejumlah tertentu beras/gabah (untuk kebutuhan stok nasional) pada harga yang
2
ditentukan, sedangkan pengaruh pembelian tersebut terhadap pembentukan
harga di pasar tidak menjadi perhatian penting (Irawan, 2006). Lanjutnya petani
harus berjuang sendiri dalam mekanisme pasar (laissez fair) yang cenderung
tidak berpihak kepada petani.
Kecamatan Tumpang merupakan daerah penghasil beras di Kabupaten
Malang Jawa Timur. Dari data yang diperoleh dari BPS, bahwa pada tahun 2011
berhasil diproduksi sebanyak 6-7 ton per hektar. Permintaan beras semakin
meningkat namun demikian kondisi harga di masyarakat petani masih rendah
sehingga menyebabkan pendapatan petani yang rendah. Hal ini disinyalir oleh
adanya permainan harga yang dilakukan oleh para pedagang atau tengkulak dan
hal inilah yang menyebabkan harga ditingkat konsumen menjadi tinggi.
Pada umumnya sistem pemasaran komoditi pertanian, tidak terkecuali
beras sangat kompleks, sehingga pemasarannya menjadi sulit (rumit) dan mahal,
karena komoditi pertanian dihasilkan dalam jumlah kecil dan beragam jenisnya,
kualitas komoditi pertanian yang tidak seragam, komoditi pertanian dihasilkan
secara musiman dan di daerah yang jauh dari konsumen. Diperlukan perhatian
yang serius terhadap pemasaran, namun kenyataannya fungsi-fungsi pemasaran
tidak dapat berjalan dengan baik sesuai dengan yang diharapkan, sehingga
efisiensi pemasaran menjadi rendah. Ini diperparah lagi dengan ketrampilan dari
para pelaku pasar untuk melakukan pemasaran secara efisien masih terbatas
(Soekartawi (1993). Pemasaran beras tidak berpihak kepada petani, dimana
petani menerima harga yang rendah, sedangkan konsumen membayar dengan
harga tinggi. Hal ini sebagai konsekuensi dari struktur pasar oligopsoni yang
terjadi di tingkat petani produsen dan struktur pasar oligopoli di tingkat
konsumen.
1.2. Perumusan Masalah Informasi pasar yang dibutuhkan oleh para petani berupa perkiraan harga
tren pasar dan harga saat ini serta informasi situasi pasar. Informasi tentang tren-
tren pasar dan perubahan harga berguna untuk perencanaan produksi (Anindita,
2004).
Menurut Irawan (2006), ada dua struktur pasar yang mengatur
mekanisme distribusi beras, mulai dari produsen sampai ke konsumen. Struktur
pasar yang dimaksudkan adalah pasar oligopsoni dan pasar oligopoli.
Selanjutnya, Irawan (2006) mengatakan bahwa dalam struktur pasar oligopsoni
posisi penjual (petani) amat lemah dimana secara institusional tengkulak adalah
3
price maker yang bisa menekan harga di tingkat petani, sedangkan dalam
struktur pasar oligopoli posisi konsumen lemah, karena lagi-lagi pedagang besar
sebagai price maker dan konsumen hanya berposisi sebagai penerima harga
(price taker). Dari pernyataan Irawan (2006) tersebut, dapat dikatakan bahwa
sebagai penerima harga (price takker), baik petani maupun konsumen tidak
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi harga. Harga yang terbentuk
ditetapkan oleh pedagang. Konsekuensinya adalah petani dan konsumen
dieksploitasi oleh para pedagang. Dimana petani selalu menerima harga jual
rendah sedangkan konsumen membayar dengan harga tinggi. Pembagian
margin tidak adil dan share harga yang diterima oleh petani rendah, sedangkan
para pedagang memperoleh keuntungan yang besar. Walaupun demikian,
kehadiran para pedagang perantara tidak dapat dihindarkan, karena peranan
mereka sebagai penghubung antara petani produsen dengan konsumen.
Pemasaran beras di kecamatan Tumpang didominasi oleh para
pedagang perantara. Hal ini disebabkan oleh ciri khas dari komoditas beras, yaitu
bersifat musiman, diusahakan dalam skala kecil, dan di tempat yang jauh dari
konsumen. Arifin (2006) mengatakan bahwa distribusi beras sangat tidak efisien
dan menyisahkan fenomena asimetri pasar yang menjadi kendala serius
pembangunan ekonomi. Lanjutnya, ini disebabkan oleh struktur pasar beras
sangat tidak sehat dan sangat tidak simetris, karena perbedaan informasi yang
dimiliki para pelaku ekonomi perdagangan beras.
II. METODE DAN BAHAN PENELITIAN 2.1 Tempat dan Waktu Pengkajian
Pengkajian ini dilaksanakan di Kecamatan Tumpang Kab Malang,
Propinsi Jawa Timur. Selain itu juga dipilih dua pasar, yaitu pasar Lawang dan
pasar Gadang, dengan pertimbangan kedua pasar tersebut menjual beras
produksi Kecamatan Tumpang. Penelitian lapangan dilakukan selama bulan
September-Oktober 2011.
2.2 Metode Penentuan Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah petani beras (padi) dan lembaga
pemasaran. Penentuan sampel petani beras dilakukan secara probability
sampling dengan teknik stratified random sampling berdasarkan luas lahan
sawah yang diolah. Ukuran sampel petani beras diambil secara proposional,
4
yaitu sebesar 20% dari populasi petani beras. Oleh karena itu ukuran sampel
petani beras sebanyak 120 orang, dengan distribusi sebagai berikut:
Luas lahan ≤ 0,25 ha sebanyak 67 orang (jumlah populasi 335 orang).
Luas lahan 0,26–0,50 ha sebanyak 37 orang (jumlah populasi 183
orang).
Luas lahan 0,51-0,75 ha sebanyak 6 orang (jumlah populasi 29
orang).
Luas lahan 0,76–1 ha sebanyak 6 orang (jumlah populasi 30 orang).
Luas lahan > 1 ha sebanyak 4 orang (jumlah populasi 18 orang).
Pengambilan sampel lembaga pemasaran beras dilakukan secara snow
ball sampling sebanyak 18 orang yang terdiri dari 8 orang pedagang pengumpul
dan 10 orang pedagang pengecer.
2.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diklasifikasikan atas dua
jenis, yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung
dengan responden yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Secara garis besar data yang akan dijaring meliputi
data struktur pasar (seperti volume beras yang diperdagangkan, hambatan
masuk keluar pasar, akses informasi pasar), saluran dan lembaga-lembaga
pemasaran, margin pemasaran (seperti harga jual, harga beli, biaya pemasaran,
keuntungan lembaga pemasaran), berbagai informasi tentang sarana dan
prasarana pemasaran beras (seperti jalan raya, alat transportasi, dan peralatan
komunikasi).
Data sekunder adalah data-data yang diperoleh dari instasi terkait, seperti
dari Kantor Camat, BKP3 Malang, Biro Pusat Statistik TTU, serta berbagai
pustaka yang bertalian dengan penelitian ini. Data sekunder berupa data harga
beras secara deret waktu (time series) bulan/tahun selama kurun waktu 5 tahun
mulai dari tahun 2005–2010.
2.4 Metode Analisa Data Data yang telah terkumpul, ditabulasi kemudian dianalisis struktur pasar,
saluran pemasaran, marjin pemasaran, dan integrasi pasar horisontal dan
integrasi pasar vertikal.
5
1.Struktur Pasar Analisis struktur pasar pada pemasaran beras di Kecamatan Tumpang
meliputi deskriptif kualitatif dari hambatan masuk-keluar pasar (barriers to entry)
dan pengetahuan atau informasi pasar dan analisis kuantitatif yang dilakukan
melalui Market Share, dan CR4 (Concentration Ratio for Biggest Four).
a. Analisis Market Share dan Konsentrasi rasio Analisis ini bertujuan untuk mengetahui derajad konsentrasi pembeli dari
suatu wilayah pasar, sehingga dapat diketahui secara umum gambaran
keseimbangan kekuatan posisi tawar petani produsen terhadap pembeli.
Kriterianya:
Monopoli murni, bila 1 perusahaan memiliki 100% dari pangsa pasar.
Perusahaan dominan, bila memiliki 50-100% dari pangsa pasar dan
tanpa pesaing yang kuat.
Oligopoli ketat, bila penggabungan 4 perusahaan terkemuka memiliki
60-100% dari pangsa pasar.
Oligopoli longgar, bila penggabungan 4 perusahaan terkemuka
memiliki 40% atau kurang dari 60% pangsa pasar.
Persaingan monopolistik, bila banyak pesaing yang efektif tidak
satupun yang memiliki > 0% pangsa pasar.
Persaingan murni, lebih dari 50 pesaing, tapi tidak satupun yang
memiliki pangsa pasar berarti.
b. Indeks Herfindahl Analisis ini bertujuan untuk mengetahui derajat konsentrasi pembeli dari
suatu wilayah pasar, sehingga dapat diketahui secara umum gambaran
keseimbangan kekuatan posisi tawar petani (penjual) terhadap pedagang
(pembeli). Secara matematis Indeks Herfindahl dirumuskan sebagai berikut:
IH = (S1)2 + (S2)2 + .... + (Sn)2
Dimana :
IH = Indeks Hefindahl
S1,S1....Sn= Pangsa pembelian komoditi dari pedagang ke-1, ke-2.....ke-n
n = Jumlah pelaku perdagangan beras, dalam penelitian ini untuk
pedagang pengumpul sebanyak 8 dan n untuk pedagang penecer
sebanyak 10.
Kriterianya :
Jika IH = 1, maka pasar mengarah pada monopsonistik.
6
Jika IH = 0, maka pasar mengarah pada persaingan sempurna.
Jika 0 < IH < 1, maka pasar mengarah oligopsonistik
c. CR4 (Concentration Ratio for Biggest Four)
CR4 digunakan untuk mengetahui derajat konsentrasi empat pembeli
terbesar dari suatu wilayah pasar, sehingga dapat diketahui secara umum
gambaran keseimbangan kekuatan posisi tawar penjual terhadap pembeli,
dengan rumus:
totalMS4MS.........1MS
=CR4
Dimana:
CR4 = Concentration Ratio for Biggest Four
MS1......MS4 = Market share dari pedagang ke-1 sampai ke-4
Kriterianya:
Jika CR4 < 20%, maka struktur pasar bersifat persaingan sempurna.
Jika 20% ≤ CR4 < 40%, maka struktur pasar bersifat monopolistik.
Jika 40% ≤ CR4 < 80%, maka struktur pasar bersifat oligopsoni.
Jika CR4 > 80%, struktur pasar cenderung monopsoni.
Dalam penelitian ini, formula perhitungan CR4 tersebut berlaku untuk
setiap lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul dan pedagang
pengecer.
Analisis struktur pasar secara kualitatif, meliputi analisis hambatan masuk
keluar pasar (barriers to entry) dan tingkat pengetahuan atau informasi pasar.
Bentuk pasar yang terjadi berdasarkan hambatan masuk keluar pasar dapat
dikategorikan atas:
1 Pasar persaingan sempurna, jika lembaga pemasaran mudah masuk
keluar pasar.
2 Pasar monopoli, jika tertutup kemungkinan padagang lain untuk
memasuki pasar.
3 Pasar oligopoli, jika padagang sulit untuk masuk pasar.
7
Kriterianya:
Jika tidak ada ikatan antara petani dengan pedagang, maka pasar
mengarah pada persaingan sempurna.
Jika ada ikatan yang sangat kuat antara petani dengan pedagang,
maka pasar mengarah pada monopoli.
Jika ikatan antara petani dengan pedagang tidak terlalu kuat, dimana
petani masih mempunyai kesempatan untuk menjual ke pedagang-
pedagang lain, maka pasar mengarah pada oligopoli.
Saluran pemasaran adalah aliran atau arus mengalirnya beras dari
produsen ke konsumen. Dalam penelitian ini akan dideskripsikan saluran
pemasaran, sejak beras berada di tangan produsen sampai ke tangan
konsumen. Adapun data yang digunakan adalah data primer, baik yang berasal
dari petani beras maupun lembaga pemasaran beras.
2.Analisis Margin Pemasaran Margin pemasaran menunjukkan perbedaan harga di antara tingkat
lembaga dalam sistem pemasaran. Hal tersebut juga dapat didefinisikan sebagai
perbedaan antara apa yang dibayar oleh konsumen dan apa yang diterima oleh
produsen untuk produknya. Margin pemasaran dapat pula merupakan biaya dari
jasa-jasa pemasaran yang dibutuhkan sebagai akibat permintaan dan penawaran
dari jasa-jasa pemasaran. Secara matematis dapat diformulasikan sebagai
berikut: 1. Marjin Pemasaran
M = Pr – Pf atau M = Σ(ΣC + ΣΠ)
Dimana :
M = Margin pemasaran merupakan marjin total
Pr = Harga ditingkat pengecer (Rp/Kg)
Pf = Harga di tingkat petani produsen (Rp/kg)
C = Biaya-biaya pemasaran
Π = Keuntungan lembaga pemasaran
2. Share Harga yang Diterima oleh Petani
%100xHeHp
=Lp
Dimana :
Lp = Bagian (%) harga yang diterima petani
He = Harga pada tingkat pengecer
8
Hp = Harga pada tingkat petani
3. Share Harga yang Diterima oleh Lembaga Pemasaran
%100xrP
iPb-iPr=iSPr
Dimana:
SPri = Share harga di tingkat lembaga pemasaran ke-i (i = 1,2,3,...,n)
Pri = Harga ditingkat lembaga pemasaran ke-i (i = 1,2,3,...,n)
Pbi = Harga beli lembaga pemasaran ke-i (i = 1,2,3,...,n)
Pr = Harga ditingkat pengecer
9
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Struktur Pasar
Struktur pasar menunjukkan bagaimana suatu pasar terorganisasi
berdasarkan pada karakteristik yang menentukan hubungan antara berbagai
penjual di pasar, antara berbagai pembeli, dan antara pembeli dan penjual di
pasar, sehingga organisasi pasar mempengaruhi keadaan persaingan dan
penentuan harga di pasar.
Terdapat beberapa kriteria untuk menentukan struktur pasar yaitu tingkat
konsentrasi pembeli dan penjual, barriers to entry dan pengetahuan pasar.
3.2 Tingkat Konsentrasi Pembeli dan Penjual Pemasaran beras di kecamatan Tumpang melibatkan peran aktif
pedagang perantara yang menghubungkan petani produsen dengan konsumen.
Dalam penelitian ini pedagang perantara terdiri dari pedagang pengumpul
sebanyak 8 orang dan pedagang pengecer sebanyak 10 orang. Sedangkan
petani sebanyak 120 orang.
a. Market Share Analisis ini bertujuan untuk mengetahui market share dan derajad
konsentrasi pasar di lokasi penelitian, sehingga dapat diketahui gambaran umum
dari posisi tawar petani terhadap pembeli.
Pada tingkat petani, market share terbesar terdapat pada petani dengan
market share sebesar 0,0704 dengan konsentrasi rasio sebesar 7,04%. Dimana
jumlah beras yang dijual sebanyak 4.000.000 kg/musim tanam, sedangkan
market share terendah berada pada petani dengan market share sebesar 0,0016
dengan konsentrasi rasio sebesar 0,16%. Dimana jumlah beras yang dijual
sebanyak 93 kg/musim tanam.
Market share terbesar pada tingkat pedagang pengumpul terdapat pada
pedagang pengumpul dengan market share sebesar 0,2545 dengan konsentrasi
rasio sebesar 25,45%. Dimana jumlah beras yang dibeli sebanyak 69.983
kg/musim tanam, sedangkan market share terendah berada pada pedagang
pengumpul dengan market share sebesar 0,0535 dengan konsentrasi rasio
sebesar 5,35%. Dimana jumlah beras yang dijual sebanyak 15.000 kg/musim
tanam.
Market share terbesar pada tingkat pedagang pengecer terdapat pada
pedagang pengecer dengan market share sebesar 0,1903 dengan konsentrasi
rasio sebesar 19,03%. Dimana jumlah beras yang dibeli sebanyak 36.529
10
kg/musim tanam, sedangkan market share terendah terdapat pada pedagang
pengecer dengan market share sebesar 0,0354 dengan konsentrasi rasio
sebesar 3,54%. Dimana jumlah beras yang dijual sebanyak 6.790 kg/musim
tanam.
Tabel 1. Perhitungan Market Share dari Empat Pedagang Pengumpul
dan Empat Pedagang Pengecer Beras Terbesar
No Jumlah Penjualan
Beras (Kg)
Market Share Konsentrasi
Rasio (%)
Pedagang Pengumpul
1
2
3
4
69.983
48.000
35.000
35.000
0,2545
0,1746
0,1273
0,1273
25,45
17,46
12,73
12,73
Jumlah 187.983 0,6837 68,37
Pedagang Pengecer
1
2
3
4
36.529
34.484
31.091
20.294
0,1903
0,1796
0,1620
0,1057
19,03
17,96
16,20
10,57
Jumlah 122.398 0,6376 63,77
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2011
Berdasarkan perhitungan market share dapat diketahui bahwa market
share dari empat pedagang pengumpul sebesar 0,6837 dengan konsentrasi
rasionya sebesar 68,37%, sehingga struktur pasar yang terjadi mengarah pada
oligopsoni ketat. Sedangkan market share dari empat pedagang pengecer
sebesar 0,6376 dengan konsentrasi rasion sebesar 63,76%, sehingga struktur
pasar yang terjadi mengarah pada oligopsoni ketat.
b. Indeks Herfindahl Analisis Indeks Herfindahl bertujuan untuk mengetahui derajad
konsentrasi pembeli di lokasi penelitian, sehingga dapat diketahui gambaran
umum kekuatan posisi tawar petani (produsen) terhadap pembeli.
Tabel 2 . Nilai Indeks Herfindahl
No Jumlah Penjualan
Beras (Kg)
Market
Share
IH
11
Pedagang Pengumpul
1
2
3
4
5
6
7
8
69.983
48.000
35.000
35.000
32.000
23.000
17.000
15.000
0,2545
0,1746
0,1273
0,1273
0,1164
0,0836
0,0618
0,0535
0,0648
0,0305
0,0162
0,0162
0,0135
0,0070
0,0038
0,0029
Jumlah 267.000 1,0000 0,1549
Pedagang Pengecer
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
36.529
34.484
31.091
20.294
15.931
13.701
12.610
10.802
9.745
6.790
0,1903
0,1796
0,1620
0,1057
0,0830
0,0714
0,0657
0,0563
0,0508
0,0354
0,0362
0,0323
0,0262
0,0112
0,0069
0,0051
0,0043
0,0032
0,0026
0,0013
Jumlah 191.977 1,0000 0,1292
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2011
Berdasarkan perhitungan Indeks Herfindahl dapat diketahui bahwa nilai
Indeks Herfindahl pedagang pengumpul sebesar 0,1549, sehingga struktur
pasarnya mengarah pada oligopsonistik. Sedangkan nilai Indeks Herfindahl
pedagang pengecer sebesar 0,1292, sehingga struktur pasarnya mengarah pada
oligopsonistik.
c. CR4 (Concentration Ratio for Biggest Four) Analisis CR4 bertujuan untuk mengetahui derajad konsetrasi empat
pembeli terbesar di lokasi penelitian, sehingga dapat diketahui posisi tawar
petani produsen terhadap pembeli.
12
Tabel 3 . Nilai CR4
No Jumlah Penjualan
Beras (Kg)
Market
Share
Konsentrasi
Rasio (%)
Keterangan
Pedagang Pengumpul
1
2
3
4
69.983
48.000
35.000
35.000
0,2545
0,1746
0,1273
0,1273
25,45
17,46
12,73
12,73
Jumlah 187.983 0,6837 68,37 Oligopsoni
Pedagang Pengecer
1
2
3
4
36.529
34.484
31.091
20.294
0,1903
0,1796
0,1620
0,1057
19,03
17,96
16,20
10,57
Jumlah 122.398 0,6376 63,76 Oligopsoni
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2011
Struktur pasar pada pedagang pengumpul adalah oligopsoni dan
pedagang pengecer adalah oligopoli dengan nilai CR4 masing-masing sebesar
68,37% dan 63,76%
Analisis struktur pasar dengan tiga metode di atas menunjukkan bahwa
struktur pasar beras di Kecamatan Tumpang berada pada persaingan tidak
sempurna, yaitu mengarah pada oligopsoni. Struktur pasar ini menyebabkan
posisi tawar dari petani selalu lemah dibandingkan dengan posisi tawar para
pedagang, terutama dalam kesempatannya untuk memperoleh harga yang layak.
Petani selalu diposisikan sebagai penerima harga (price taker). Sebagai price
takker, petani tidak mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi harga jual dari
produknya. Harga yang terbentuk ditetapkan oleh pedagang pengumpul.
Konsekuensinya dari struktur pasar bersaing tidak sempurna adalah petani dan
konsumen dieksploitasi oleh pedagang perantara. Dimana petani selalu
menerima harga rendah sedangkan konsumen membayar dengan harga tinggi.
Pembagian margin tidak adil dan share harga yang diterima petani produsen
rendah. Sedangkan pedagang perantara memperoleh keuntungan yang besar.
13
3.3 Hambatan Masuk Keluar Pasar (Barriers to Entry) Hubungan antara petani dengan lembaga pemasaran sudah terjalin
dalam waktu yang cukup lama. Hubungan ini bukan saja dilandasi pada faktor
ekonomi namun juga faktor sosial.
Pedagang pengumpul dengan modal yang cukup besar menjadi “dewa”
penolong bagi petani dikala petani dalam kesulitan keuangan. Di tingkat petani
terjadi praktek jual beli gabah sebelum gabah dipanen bahkan masih pada awal
pengolahan lahan. Dengan demikian telah terjadi ikatan antara petani dengan
pedagang pengumpul yang cukup erat.
3.4 Saluran dan Lembaga Pemasaran Produksi padi oleh petani di Kecamatan Tumpang sebanyak 1.167
kg/petani atau 3.269,04 kg/ha. Dari hasil tersebut dimanfaatkan sebagai bibit
sebanyak 1,28%, dijual sebagai gabah kering panen ke pedagang pengumpul
sebanyak 12,96% dan diolah menjadi beras sebanyak 85,76%. Beras yang
dihasilkan oleh petani, dimanfaatkan untuk makan sekeluarga sebanyak 27,06%
dan dipasarkan sebanyak 72,94%.
Pemasaran beras oleh petani dapat secara langsung ke konsumen
maupun melalui lembaga pemasaran. Sebanyak 19,72% dari total beras yang
dipasarkan oleh petani dilakukan tanpa melalui lembaga pemasaran, sedangkan
sebanyak 80,28% dari total beras yang dipasarkan oleh petani dilakukan melalui
lembaga pemasaran.
Lembaga pemasaran dalam mengalirkan beras dari produsen
berhubungan satu sama lain yang membentuk beberapa saluran pemasaran.
Petani Gabah
Petani Beras
Pedagang Pengumpul
Pengecer Gadang
Pengecer Lawang
Konsumen Lawang
Konsumen Lawang
Pedagang Pengumpul
Konsumen Gadang
Konsumen Lawang
Konsumen Gadang
Konsumen Lokal
Gambar 4. Saluran Pemasaran Beras di Tumpang
14
Adapun saluran pemasaran beras di daerah penelitian ditampilkan pada gambar
4.
Dari gambar 4, dapat diuraikan 5 saluran saluran pemasaran, yaitu:
a. Saluran Pemasaran I (Petani gabah – Pedagang Pengumpul – Konsumen Lawang)
Pada saluran ini, hubungan antara petani dengan konsumen terjadi
melalui pedagang perantara. Pedagang perantara yang terlibat adalah para
pedagang pengumpul. Komoditi yang dipasarkan oleh petani berupa gabah.
Gabah yang dipasarkan melalui saluran ini sebanyak 12,96% dari total gabah
yang dihasilkan oleh para petani. Gabah dibeli oleh pedagang pengumpul
dengan sistem pembayaran dimuka atau ijon, sedangkan penyerahan gabah
oleh petani ke pedagang pengumpul pada saat panen. Pengolahan gabah
menjadi beras terjadi di tingkat pedagang pengumpul dan menjualnya ke
konsumen di Lawang.
b. Saluran Pemasaran II (Petani – Pedagang Pengumpul – Konsumen Lawang)
Pada saluran ini, hubungan antara petani dengan konsumen di Lawang
terjadi melalui pedagang perantara. Pedagang perantara yang terlibat adalah
para pedagang pengumpul. Komoditi yang dipasarkan oleh petani berupa beras
sebanyak 14,44% dari total produksi beras yang dipasarkan oleh petani di
kecamatan Tumpang.
c. Saluran Pemasaran III (Petani – Pedagang Pengumpul – Konsumen Gadang)
Pada saluran ini, hubungan antara petani dengan konsumen di Gadang
terjadi melalui pedagang perantara. Pedagang perantara yang terlibat adalah
para pedagang pengumpul. Komoditi yang dipasarkan oleh petani berupa beras
sebanyak 5,17% dari total produksi beras yang dipasarkan oleh petani di
kecamatan Tumpang. d. Saluran Pemasaran IV (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang
Pengecer Lawang– Konsumen Lawang) Pada saluran ini, hubungan antara petani dengan konsumen di Lawang
terjadi melalui pedagang perantara. Pedagang perantara yang terlibat adalah
para pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Komoditi yang dipasarkan
berupa beras. Beras yang dipasarkan melalui saluran ini adalah sebanyak
15
41,86% dari total produksi beras yang dipasarkan oleh petani di kecamatan
Tumpang.
e. Saluran Pemasaran V (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Pengecer Gadang– Konsumen Gadang)
Pada saluran ini, hubungan antara petani dengan konsumen di Gadang
terjadi melalui pedagang perantara. Pedagang perantara yang terlibat adalah
para pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Komoditi yang dipasarkan
berupa beras. Beras yang dipasarkan melalui saluran ini adalah sebanyak
18,61% dari total produksi beras yang dipasarkan oleh petani di Kecamatan
Tumpang.
3.5 Analisis Margin Pemasaran Beras Dalam pemasaran produk pertanian, setiap lembaga pemasaran akan
berhadapan dengan kenyataan akan adanya produk yang hilang, penurunan
kualitas produk dan produk yang rusak, serta adanya perlakuan khusus atau
pengolahan atas produk, maka dalam perhitungan margin pemasaran diperlukan
produk referensi. Produk referensi diusulkan oleh Smith yang menyatakan bahwa
perlu adanya titik awal yang menunjukkan 1 kg dari produk yang dijual kepada
konsumen.
Margin Pemasaran pada Saluran Pemasaran I (Petani gabah – Padagang Pengumpul – Konsumen Lawang)
Perhitungan margin pemasaran beras untuk produk asal dari petani
berupa gabah menggunakan produk referensi di tingkat pedagang pengumpul
sebesar 1,667. Hal ini disebabkan dari 1 kg gabah yang dibeli oleh pedagang
pengumpul mengalami kehilangan/penyusutan sebesar 0,40 kg atau 40%,
sehingga 1 kg gabah yang dibeli dari petani hanya menghasilkan 0,60 kg beras
yang dapat dijual oleh pedagang pengumpul. Dengan demikian diperlukan 1,667
kg gabah di tingkat petani untuk menyediakan 1 kg produk referensi (1/(1-
0,40)=1,667). Produk referensi yang diperoleh digunakan sebagai faktor konversi
untuk seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul.
16
Tabel 4. Margin, Distribusi Margin Pemasaran dan Share Harga pada
Saluran Pemasaran I (Petani Gabah–Pedagang Pengumpul–
Konsumen Lawang)
No Uraian Nilai Distribusi Marjin Share harga
Rp/kg Rp % (%)
1 Petani:
Harga jual
(1.148,48 x 1,667)
Biaya Usahatani
(586,94 x 1,667)
Biaya panen
(236,42 x 1,667)
Keuntungan
1.914,14
978,43
394,11
541,60
34,80
17,79
7,16
9,85
2 Pedagang Pengumpul: 3.585,86
Harga jual
Biaya komunikasi
5,52 x 1,667
Biaya transportasi
242,42 x 1,667
Biaya packing
45,36 x 1,667
Biaya resiko
114,85 x 1,667
Biaya Penjemuran
48,48 x 1,667
Biaya Giling
225,00 x 1,667
Biaya Tenaga Kerja
102,42 x 1,667
Harga beli
1.148,48 x 1,667
Keuntungan
5.500,00
9,19
404,04
75,61
191,41
80,81
375,00
170,71
1.914,14
2.279,09
0,26
11,27
2,11
5,34
2,25
10,46
4,76
63,56
65,20
0,17
7,35
1,37
3,48
1,47
6,82
3,10
34,80
41,44
Marjin 3.585,86 100,00
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2011
Berdasarkan perhitungan margin pamasaran beras yang ditunjukkan
pada tabel diatas diketahui bahwa margin pemasaran sebesar Rp 3.585,86/kg.
Distribusi margin terbesar berada pada komponen keuntungan pedagang
17
pengumpul, yakni sebesar 63,56%. Sedangkan ditribusi margin terkecil berada
pada kompnen biaya komunikasi pedagang pengumpul, yakni sebesar 0,26%.
Harga jual gabah berdasarkan referensi ke beras adalah sebesar Rp
1.914,14, sehingga petani memperoleh share harga atas produknya berdasarkan
referensi ke beras adalah sebesar 34,80% dari harga yang dibayar oleh
konsumen beras. Share harga yang diterima oleh petani tersebut terdiri dari
biaya sebesar 24,95% (biaya usahatani sebesar 17,79% dan biya panen sebesar
7,16%) dan keuntungan sebesar 9,85%. Dimana biaya yang dikeluarkan oleh
petani sebesar Rp 1372,27/kg produk referensi yang terdiri dari biaya usahatani
dan biaya panen. Sedangkan keuntungan yang diperoleh petani adalah sebesar
Rp 541,60/kg produk referensi.
Margin Pemasaran pada Saluran Pemasaran II (Petani – Pedagang Pengumpul – Konsumen Lawang)
Perhitungan margin pemasaran beras pada saluran ini menggunakan
produk referensi. Dalam penelitian ini produk referensi di tingkat pedagang
pengumpul sebesar 1,0309. Hal ini disebabkan dari 1 kg beras yang dibeli oleh
pedagang pengumpul mengalami kehilangan/penyusutan sebesar 0,03 kg atau
3%, sehingga 1 kg beras yang dibeli dari petani hanya menghasilkan 0,97 kg
beras yang dapat dijual oleh pedagang pengumpul. Dengan demikian diperlukan
1,0309 kg beras di tingkat petani untuk menyediakan 1 kg produk referensi (1/(1-
0,03)= 1,0309). Produk referensi yang diperoleh digunakan sebagai faktor
konversi untuk seluruh biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul.
Berdasarkan perhitungan margin pamasaran beras yang ditunjukkan
pada tabel dibawah ini, diketahui bahwa margin pemasaran sebesar Rp
867,82/kg. Distribusi margin terbesar berada pada komponen keuntungan
pedagang pengumpul, yakni sebesar 63,76%. Sedangkan ditribusi margin
terkecil berada pada komponen biaya komunikasi pedagang pengumpul, yakni
sebesar 1,18%.
18
Tabel 5. Margin, Distribusi Margin Pemasaran dan Share Harga Beras
pada Saluran Pemasaran II (Petani – Pedagang
Pengumpul – Konsumen Lawang)
No Uraian Nilai Distribusi Marjin Share harga
Rp/kg Rp % (%)
1 Petani:
Harga jual
Biaya Usahatani
Biaya panen
Biaya penjemuran
Biaya penggilingan
Biaya transportasi
Keuntungan
3.847,46
1.013,95
546,20
31,40
384,64
71,45
1.799,82
79,59
20,97
11,30
0,65
7,96
1,48
37,23
2 Pedagang Pengumpul: 867,82
Harga jual
Biaya komunikasi
9,98 x 1,0309
Biaya transportasi
136,29 x 1,0309
Biaya packing
41,73 x 1,0309
Biaya resiko
117,08 x 1,0309
Harga beli
3.847,46 x 1,0309
Keuntungan
4.834,28
10,28
140,50
43,02
120,70
3.966,46
553,32
1,18
16,19
4,96
13,91
63,76
17,95
0,21
2,91
0,89
2,50
82,05
11,45
Marjin 867,82 100,00
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2011
Harga jual beras di tingkat petani sebesar Rp 3.847,47/kg, sehingga
petani memperoleh share harga atas produknya sebesar 79,59% dari harga yang
dibayar oleh konsumen. Share harga yang diterima oleh petani tersebut terdiri
dari biaya sebesar 42,36% dan keuntungan sebesar 37,23%. Dimana biaya yang
dikeluarkan oleh petani sebesar Rp 2.047,64/kg yang terdiri dari biaya usahatani,
biaya panen, biaya penjemuran, biaya penggilingan, dan biaya transportasi.
Sedangkan keuntungan yang diperoleh petani adalah sebesar Rp 1.799,82/kg.
19
Margin Pemasaran pada Saluran Pemasaran III (Petani – Pedagang Pengumpul – Konsumen Gadang)
Perhitungan margin pemasaran beras pada saluran ini menggunakan
produk referensi di tingkat pedagang pengumpul sebesar 1,0309. Hal ini
disebabkan dari 1 kg beras yang dibeli oleh pedagang pengumpul mengalami
kehilangan/penyusutan sebesar 0,03 kg atau 3%, sehingga 1 kg beras yang
dibeli dari petani hanya menghasilkan 0,97 kg beras yang dapat dijual oleh
pedagang pengumpul. Dengan demikian diperlukan 1,0309 kg beras di tingkat
petani untuk menyediakan 1 kg produk referensi (1/(1-0,03)= 1,0309). Produk
referensi yang diperoleh digunakan sebagai faktor konversi untuk seluruh biaya
yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul.
Tabel 6. Margin, Distribusi Margin Pemasaran dan Share Harga pada
Saluran Pemasaran II (Petani – Pedagang Pengumpul – Konsumen Gadang)
No Uraian Nilai Distribusi Marjin Share harga
Rp/kg Rp % (%)
1 Petani:
Harga jual
Biaya Usahatani
Biaya panen
Biaya penjemuran
Biaya penggilingan
Biaya transportasi
Keuntungan
3.736,15
947,90
464,86
25,64
384,57
60,60
1.852,58
78,42
19,90
9,76
0,54
8,07
1,27
38,89
2 Pedagang Pengumpul: 912,43
Harga jual
Biaya komunikasi
9,36 x 1,0309
Biaya transportasi
144,34 x 1,0309
Biaya packing
55,08 x 1,0309
Biaya resiko
113,58 x 1,0309
Harga beli
3.736,15 x 1,0309
4.764,14
9,65
148,80
56,78
117,09
3.851,71
1,06
16,31
6,22
12,83
18,59
0,20
3,12
1,19
2,46
80,85
20
Keuntungan 580,11 63,58 12,18
Marjin 912,43 100,00
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2011
Berdasarkan perhitungan margin pamasaran beras, diketahui bahwa
margin pemasaran sebesar Rp 912,43/kg. Distribusi margin terbesar berada
pada komponen keuntungan pedagang pengumpul, yakni sebesar 63,58%.
Sedangkan ditribusi margin terkecil berada pada komponen biaya komunikasi
pedagang pengumpul, yakni sebesar 1,06%.
Harga jual beras di tingkat petani sebesar Rp 3.736,15/kg, sehingga
petani memperoleh share harga atas produknya sebesar 78,42% dari harga yang
dibayar oleh konsumen. Share harga yang diterima oleh petani tersebut terdiri
dari biaya usahatani, biaya panen, biaya penjemuran, biaya penggilingan, dan
biaya transportasi sebesar 39,54% (Rp 1883,57/kg) dan keuntungan sebesar
38,89% (Rp 1.852,58/kg). Margin Pemasaran pada Saluran Pemasaran IV (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Pengecer Lawang– Konsumen Lawang)
Perhitungan margin pemasaran beras menggunakan produk referensi di
tingkat pedagang pengumpul sebesar 1,03093. Hal ini disebabkan dari 1 kg
beras yang dibeli oleh pedagang pengumpul mengalami kehilangan/penyusutan
sebesar 0,03 kg atau 3%, sehingga 1 kg beras yang dibeli dari petani hanya
menghasilkan 0,97 kg beras yang dapat dijual oleh pedagang pengumpul.
Dengan demikian diperlukan 1,03093 kg beras di tingkat petani untuk
menyediakan 1 kg produk referensi (1/(1-0,03) = 1,03093). Sedangkan produk
referensi di tingkat pedagang pengecer sebesar 1,0101. Hal ini disebabkan dari 1
kg beras yang dibeli oleh pedagang pengecer mengalami kehilangan/penyusutan
sebesar 0,01 kg atau 1%, sehingga 1 kg beras yang dibeli dari pedagang
pengumpul hanya menghasilkan 0,99 kg beras yang dapat dijual oleh pedagang
pengecer. Dengan demikian diperlukan 1,0101 kg beras di tingkat pedagang
pengumpul untuk menyediakan 1 kg produk referensi (1/(1-0,01) = 1,0101).
Produk referensi yang diperoleh digunakan sebagai faktor konversi untuk seluruh
biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer.
21
Tabel 7. Margin, Distribusi Margin Pemasaran dan Share Harga Beras
pada Saluran Pemasaran IV (Petani – Pedagang Pengumpul –
Pedagang Pengecer – Konsumen Lawang)
No Uraian Nilai Distribusi Marjin
Share
Harga
Rp/kg Rp % (%)
1 Petani:
Harga jual
Biaya Usahatani
Biaya panen
Biaya penjemuran
Biaya penggilingan
Biaya transportasi
Keuntungan
3.964,75
1.018,50
584,41
71,43
384,64
69,46
1.836,31
78,31
20,12
11,54
1,41
7,60
1,37
36,27
2 Pedagang Pengumpul: 975,14 64,65
Harga jual
Biaya komunikasi
9,79 x 1,03093
Biaya transportasi
133,40 x 1,0309
Biaya packing
45,97 x 1,0309
Biaya resiko
119,09 x 1,0309
Harga beli
3.964,75 x 1,0309
Keuntungan
5.062,52
10,09
137,52
47,39
122,78
4.087,38
657,36
1,03
14,10
4,87
12,59
67,41
17,27
0,18
2,44
0,84
2,17
72,38
11,64
3 Pedagang Pengecer: 533,14 35,35
22
Harga jual
Biaya komunikasi
8,43 x 1,0101
Biaya transportasi
5,75 x 1,0101
Biaya Packing
35,39 x 1,0101
Biaya resiko
57,08 x 1,0101
Harga beli
5.062,52 x 1,0101
Keuntungan
5.646,80
8,52
5,8
35,74
57,66
5.113,66
425,42
1,60
1,09
6,70
10,82
79,80
9,44
0,15
0,10
0,63
1,02
90,56
7,53
Marjin 1.508,28 100,00 Sumber: Data Primer yang Diolah, 2011
Berdasarkan perhitungan margin pamasaran beras sebesar Rp
1.508,28/kg. Distribusi margin terbesar berada pada pedagang pengumpul,
yakni sebesar 64,65%. Sedangkan ditribusi margin terkecil berada pada
pedagang pengecer, yakni sebesar 35,35%.
Margin pemasaran di tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp
975,14/kg. Distribusi margin terbesar di tingkat pedagang pengumpul berada
pada komponen keuntungan, yakni sebesar 67,41%, sedangkan ditribusi margin
terkecil berada pada komponen biaya komunikasi, yakni sebesar 1,03%.
Margin pemasaran di tingkat pedagang pengecer sebesar Rp 533,14/kg.
Distribusi margin terbesar di tingkat pedagang pengecer berada pada komponen
keuntungan, yakni sebesar 79,80%, sedangkan ditribusi margin terkecil berada
pada kompnen biaya transportasi, yakni sebesar 1,09%.
Harga jual beras di tingkat petani sebesar Rp 3.964,75/kg, sehingga
petani memperoleh share harga atas produknya sebesar 78,31% dari harga yang
dibayar oleh konsumen. Share harga yang diterima oleh petani tersebut terdiri
dari biaya usahatani, biaya panen, biaya penjemuran, biaya penggilingan, dan
biaya transportasi sebesar 42,04% (Rp 2.126,34/kg) dan keuntungan sebesar
36,27% (Rp 1.836,31/kg).
Harga jual beras di tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp 5.062,52/kg,
sehingga pedagang pengumpul memperoleh share harga sebesar 89,65% dari
harga yang dibayar oleh konsumen. Share harga yang diterima oleh pedagang
23
pengumpul tersebut terdiri dari harga beli beras dari petani seberas 72,38% (Rp
4.087,38/kg), biaya yang terdiri dari biaya komunikasi, biaya transportasi, biaya
packing, dan biaya resiko sebesar 5,63% (Rp 317,78/kg) dan keuntungan
sebesar 11,64%.
Harga jual beras di tingkat pedagang pengecer sebesar Rp 5.646,80/kg.
Harga tersebut terdiri dari harga beli beras dari pedagang pengumpul sebesar
90,56% (Rp 5.113,66), biaya yang terdiri dari biaya komunikasi, biaya
transportasi, biaya packing, dan biaya resiko sebesar 2,90% (Rp 97,72/kg) dan
keuntungan sebesar 7,53% (Rp 425,42/kg). Margin Pemasaran pada Saluran Pemasaran V (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang Pengecer Gadang– Konsumen Gadang)
Perhitungan margin pemasaran beras menggunakan produk referensi.
Dalam penelitian ini produk referensi di tingkat pedagang pengumpul sebesar
1,03093. Hal ini disebabkan dari 1 kg beras yang dibeli oleh pedagang
pengumpul mengalami kehilangan/penyusutan sebesar 0,03 kg atau 3%,
sehingga 1 kg beras yang dibeli dari petani hanya menghasilkan 0,97 kg beras
yang dapat dijual oleh pedagang pengumpul. Dengan demikian diperlukan
1,03093 kg beras di tingkat petani untuk menyediakan 1 kg produk referensi
(1/(1-0,03) = 1,03093). Sedangkan produk referensi di tingkat pedagang
pengecer sebesar 1,0101. Hal ini disebabkan dari 1 kg beras yang dibeli oleh
pedagang pengecer mengalami kehilangan/penyusutan sebesar 0,01 kg atau
1%, sehingga 1 kg beras yang dibeli dari pedagang pengumpul hanya
menghasilkan 0,99 kg beras yang dapat dijual oleh pedagang pengecer. Dengan
demikian diperlukan 1,0101 kg beras di tingkat pedagang pengumpul untuk
menyediakan 1 kg produk referensi (1/(1-0,01) = 1,0101). Produk referensi yang
diperoleh digunakan sebagai faktor konversi untuk seluruh biaya yang
dikeluarkan oleh pedagang pengumpul dan pedagang pengecer.
Margin pemasaran tabel 8 sebesar Rp 1.430,20/kg. Distribusi margin
terbesar berada pada pedagang pengumpul, yakni sebesar 59,58%. Sedangkan
ditribusi margin terkecil berada pada pedagang pengecer, yakni sebesar 40,32%.
Margin pemasaran di tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp
853,56/kg. Distribusi margin terbesar di tingkat pedagang pengumpul berada
pada komponen keuntungan, yakni sebesar 59,59%, sedangkan ditribusi margin
terkecil berada pada komponen biaya komunikasi, yakni sebesar 0,88%.
24
Margin pemasaran di tingkat pedagang pengecer sebesar Rp 576,63/kg.
Distribusi margin terbesar di tingkat pedagang pengecer berada pada komponen
keuntungan, yakni sebesar 73,54%, sedangkan ditribusi margin terkecil berada
pada kompnen biaya Komunikasi dan transportasi, masing-masing sebesar
2,20%.
Harga jual beras di tingkat petani sebesar Rp 3.818,54/kg, sehingga
petani memperoleh share harga atas produknya sebesar 70,51% dari harga yang
dibayar oleh konsumen. Share harga yang diterima oleh petani tersebut terdiri
dari biaya usahatani, biaya panen, biaya penjemuran, biaya penggilingan, dan
biaya transportasi sebesar 39,84% (Rp 2.157,49/kg) dan keuntungan sebesar
30,67% (Rp 1.661,05/kg).
Harga jual beras di tingkat pedagang pengumpul sebesar Rp 4.790,21/kg,
sehingga pedagang pengumpul memperoleh share harga sebesar 88,46% dari
harga yang dibayar oleh konsumen. Share harga yang diterima oleh pedagang
pengumpul tersebut terdiri dari harga beli beras dari petani seberas 72,70% (Rp
3.936,65/kg), biaya yang terdiri dari biaya komunikasi, biaya transportasi, biaya
packing, dan biaya resiko sebesar 6,37% (Rp 344,89/kg) dan keuntungan
sebesar 9,39% (Rp 508,67/kg).
25
Tabel 8. Margin, Distribusi Margin Pemasaran dan Share Harga Beras
pada Saluran Pemasaran V (Petani – Pedagang Pengumpul –
Pedagang Pengecer – Konsumen Gadang)
No Uraian Nilai Distribusi Marjin
Share
Harga
Rp/kg Rp % (%)
1 Petani:
Harga jual
Biaya Usahatani
Biaya panen
Biaya penjemuran
Biaya penggilingan
Biaya transportasi
Keuntungan
3.818,54
988,53
612,78
97,60
388,96
69,62
1.661,05
70,51
18,25
11,32
1,80
7,18
1,29
30,67
2 Pedagang Pengumpul: 853,56 59,68
Harga jual
Biaya komunikasi
7,32 x 1,0309
Biaya transportasi
162,90 x 1,0309
Biaya packing
9,43 x 1,0309
Biaya resiko
14,91 x 1,0309
Harga beli
3818,54 x 1,0309
Keuntungan
4.790,21
7,54
167,94
50,95
118,46
3.936,65
508,67
0,88
19,68
5,97
13,88
59,59
15,76
0,14
3,10
0,94
2,19
72,70
9,39
3 Pedagang Pengecer: 576,63 40,32
26
Harga jual
Biaya komunikasi
12,58 x 1,0101
Biaya transportasi
12,58 x 1,0101
Biaya Packing
77,38 x 1,0101
Biaya resiko
48,55 x 1,0101
Harga beli
4.790,21 x 1,0101
Keuntungan
5.415,23
12,7
12,7
78,16
49,04
4.838,60
424,03
2,20
2,20
13,55
8,50
73,54
10,65
0,23
0,23
1,44
0,91
89,35
7,83
Marjin 1.430,20 100,00 Sumber: Data Primer yang Diolah, 2011
Harga jual beras di tingkat pedagang pengecer sebesar Rp 5.415,23/kg.
Harga tersebut terdiri dari harga beli beras dari pedagang pengumpul sebesar
89,35% (Rp 4.838,60/kg), biaya yang terdiri dari biaya komunikasi, biaya
transportasi, biaya packing, dan biaya resiko sebesar 2,82% (Rp 152,60/kg) dan
keuntungan sebesar 7,53% (Rp 424,03/kg).
3.6 Perbandingan Marjin Pemasaran
Tabel 9. Rekapitulasi Margin Pemasaran Beras pada Saluran I-V
Saluran
Pemasaran Lembaga Pemasaran
Marjin
Pemasaran
(Rp)
Share Harga yg
Diterima Petani
(%)
I
Petani
Pedagang Pengumpul
3.585,86 34,80
II
Petani
Pedagang Pengumpul
867,82 79,59
III Petani
Pedagang Pengumpul
912,43 78,97
IV Petani
Pedagang Pengumpul
Pedagang Pengecer
1.508,28 78,31
V Petani 1.430,20 70,51
27
Pedagang Pengumpul
Pedagang Pengecer
Sumber: Data Primer yang Diolah, 2011
Berdasarkan tabel 9, diketahui bahwa saluran I menunjukkan margin
pemasaran paling besar bila dibandingkan dengan margin pemasaran pada
saluran lainnya. Hal ini disebabkan pada saluran I petani menjual produknya
dalam bentuk gabah, pembelian gabah oleh pedagang penuh resiko, karena
pembayarannya didepan/sebelum gabah itu ada (ijon), sehingga harga gabah
rendah, penjualan oleh pedagang dalam bentuk beras dan waktunya pada saat
harga jual yang tinggi. Selain itu adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh
pedagang pengumpul untuk prossesing dari gabah ke beras.
Sedangkan bila membandingkan antara saluran II dan III dengan IV dan
V, maka terlihat bahwa margin pemasaran pada saluran IV dan V lebih besar dari
pada saluran pemasaran II dan III. Hal ini disebabkan saluran IV dan V lebih
panjang daripada saluran II dan III. Lebih panjangnya saluran pemasaran
memiliki konsekuensi pada makin banyaknya jasa-jasa yang terlibat dalam aliran
beras dan balas jasa berupa keuntungan dari setiap lembaga pemasaran yang
terlibat.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan penelitian ini dapat ditarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Struktur pasar yang terjadi pada pemasaran beras di kecamatan Tumpang
adalah persaingan tidak sempurna, yaitu mengarah pada pasar oligopsoni.
Hal ini ditunjukkan dengan adanya ikatan yang cukup kuat antara petani
dengan pedagang pengumpul berupa penjualan beras/gabah oleh petani
secara ijon, bahkan pada awal tahap usahatani, karena petani kekurangan
modal, mesin pengolahan lahan, perontokan padi dan penggiling beras.
Struktur pasar tersebut juga ditunjukkan dengan informasi pasar yang tidak
menyebar secara merata dan tingkat konsentrasi berada diantara 40%-
80%, yakni sebesar 68,37%. Struktur pasar tersebut memposisikan petani
pada pihak yang lemah sebagai price taker, sehingga penentuan harga
didominasi oleh pedagang pengumpul.
28
2. Secara umum, saluran pemasaran beras di Kecamatan Tumpang dapat
diklasifikasikan atas dua, yaitu:
Petani – Padagang Pengumpul – Konsumen, dan
Petani – Padagang Pengumpul – Padagang Pengecer - Konsumen.
Klasifikasi ini didasarkan pada jenis lembaga atau pelaku pasar yang
terlibat dalam perdagangan beras di kecamatan tersebut. Dari dua saluran
pemasaran tersebut dapat bagi menjadi lima saluran pemasaran sebagai
berikut:
a. Saluran Pemasaran I (Petani gabah – Padagang Pengumpul –
Konsumen Lawang),
b. Saluran Pemasaran II (Petani – Pedagang Pengumpul – Konsumen
Lawang),
c. Saluran Pemasaran III (Petani – Pedagang Pengumpul – Konsumen
Gadang),
d. Saluran Pemasaran IV (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang
Pengecer Lawang – Konsumen Lawang), dan
e. Saluran Pemasaran V (Petani – Pedagang Pengumpul – Pedagang
Pengecer Gadang – Konsumen Gadang).
Dari saluran-saluran pemasaran tersebut di atas, hanya terdapat dua
lembaga pemasaran sebagai penghubung antara petani dengan
konsumen, yaitu pedagang pengumpul dan pedagang pengecer. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa saluran pemasaran beras di kecamatan
Tumpang cukup pendek, sehingga diharapkan petani dapat memperoleh
harga yang cukup tinggi, namun pada kenyataannya petani diperadapkan
pada struktur pasar oligopsoni yang telah melemahkan posisi tawar petani
atas harga jual yang harus diterima oleh petani.
3. Marjin pemasaran beras di Kecamatan Tumpang berbeda antar saluran
pemasaran dan distribusi margin antar pelaku pasar beras tidak merata.
Dimana distribusi marjin terbesar dikuasai oleh para pedagang pengumpul.
Hal ini disebabkan oleh informasi pasar yang tidak menyebar secara
merata sebagai akibat dari struktur pasar oligopsoni di tingkat petani,
29
sehingga penentuan harga di tingkat petani didominasi oleh pedagang
pengumpul.
4.2 Saran
Pada kesempatan ini beberapa saran dapat disampaikan, antara lain:
1. Bagi Pemerintah:
a. Pemerintah perlu menyediakan program terpadu berupa pendanaan
usahatani padi dan penyediaan peralatan, seperti hand traktor dan
perontok padi bagi petani, guna membantu petani pada awal periode
usahatani maupun saat panen. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan
petani dari praktek-praktek pasar yang cenderung merugikan petani
secara ekonomi.
b. Agar pemasaran beras dapat lebih menguntungkan petani (lebih
terintegrasi), diharapkan kepada pemerintah perlunya meningkatkan
layanan informasi pasar yang lebih baik dan akurat.
2. Bagi petani: a. Mengingat struktur pasar yang terbentuk, yaitu oligopsoni, maka perlu
adanya kelompok tani yang mempunyai peranan bukan hanya pada
tingkat usahatani tetapi berperan juga dalam memasarkan beras,
sehingga para petani dapat terhindar dari praktek-praktek pemasaran
yang tidak adil dan berpihak kepada mereka.
b. Informasi pasar merupakan hal penting, diharapkan kiranya petani
lebih aktif dalam mencari informasi pasar dan sarana informasi pasar
yang sudah ada, seperti radio dan TV kiranya dapat lebih
dimanfaatkan.
3. Perlu adanya penelitian lebih lanjut tentang praktek pemasaran gabah
dan integrasi pasar di tingkat petani, karena gabah dijual dengan sistem
ijon, bahkan gabah dijual pada awal periode usahatani. Ikatan antara
petani dengan pedagang ini mempunyai resiko. Petani menanggung
resiko menjual gabah dengan harga yang cukup rendah, sedangkan
pedagang menanggung resiko pengembalian modal jika gagal panen.
Top Related