ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SAYURAN
ORGANIK PADA KELOMPOK TANI SUGIH TANI PADA
KAWASAN AGROPOLITAN DI DESA KAREHKEL,
KECAMATAN LEUWI LIANG, KABUPATEN BOGOR.
Oleh
LINDA ROSALINA
H24053029
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
ABSTRAK
Linda Rosalina. H24053029. Analisis Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik pada Kelompok Tani Sugih Tani pada Kawasan Agropolitan di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan Mimin Aminah.
Semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan, didukung dengan visi ”Go Organik 2010”, membuat pertanian organik semakin berkembang beberapa tahun belakangan ini. Salah satunya yaitu pada Kelompok Tani Sugih Tani di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor. Untuk dapat mengembangkan usaha sayuran organiknya, kelompok tani Sugih Tani memerlukan suatu perumusan strategi yang tepat dengan memanfaatkan kekuatan dan peluang untuk meminimalisir kekurangan dan ancaman yang dihadapi. Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pada Kelompok Tani Sugih Tani, (2) Merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha yang tepat untuk diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani, (3) Memilih strategi pengembangan usaha yang tepat untuk Kelompok Tani Sugih Tani. Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, melalui observasi, wawancara dan studi literatur. Proses penentuan strategi dilakukan melalui matriks IFE, EFE, SWOT, dan QSP. Analisis data menggunakan Microsoft Excel dan alat hitung kalkulator.
Berdasarkan hasil analisis faktor internal, Kelompok Tani Sugih Tani memiliki posisi internal yang lemah (2,420). Kekuatan terbesar kelompok tani adalah faktor sudah memiliki pasar tetap (0,383). Sedangkan kelemahan utama yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial (0,052). Berdasarkan hasil analisis faktor eksternal, Kelompok Tani Sugih Tani sudah memiliki kemampuan yang cukup tinggi dalam memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman yang ada (2,973). Peluang utama kelompok tani adalah faktor kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik (0,315). Sedangkan ancaman utama yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas (0,288).
Berdasarkan hasil analisis matriks SWOT, terdapat enam alternatif strategi yang dapat dikembangkan berdasarkan startegi SO, WO, ST, dan WT. Alternatif strategi terpilih yang sebaiknya diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu mengoptimalkan upaya pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada (STAS = 5,776), dengan upaya yang sebaiknya dilakukan yaitu pembinaan kemampuan teknis petani, menggunakan bibit unggul, pupuk yang berkualitas, pengendalian hama terpadu dan pembuatan atau penggunaan pestisida organik yang efektif bagi hama, serta mengecek kondisi tanah.
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SAYURAN
ORGANIK PADA KELOMPOK TANI SUGIH TANI PADA
KAWASAN AGROPOLITAN DI DESA KAREHKEL,
KECAMATAN LEUWI LIANG, KABUPATEN BOGOR.
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
LINDA ROSALINA
H24053029
DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SAYURAN
ORGANIK PADA KELOMPOK TANI SUGIH TANI PADA KAWASAN
AGROPOLITAN DI DESA KAREHKEL, KECAMATAN LEUWI LIANG,
KABUPATEN BOGOR.
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA EKONOMI
pada Departemen Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Manajemen
Institut Pertanian Bogor
Oleh
LINDA ROSALINA
H24053029
Menyetujui, September 2009
Ir. Mimin Aminah, MM
Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc
Ketua departemen
Tanggal Lulus:
iii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palembang, 4 Agustus 1987 sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara. Penulis merupakan anak dari pasangan Ayahanda M. Bakir Ali
dan Ibunda Laila Husin.
Penulis memulai pendidikannya di TK Negeri Pembina Palembang pada
tahun 1992-1993. Penulis melanjutkan pendidikannya di SDN 126 Palembang
dari tahun 1993-1997, lalu ke SDN Taman Pagelaran, Ciomas Bogor dari tahun
1997-1999. Setelah itu memasuki Sekolah Lanjut Tingkat Pertama di SLTPN 5
Bogor pada tahun 1999-2002, dan menyelesaikan bangku sekolah di SMAN 2
Bogor dari tahun 2002-2005. Pada tahun 2005, penulis berhasil melanjutkan
pendidikannya di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Saringan
Masuk IPB (USMI) dan memilih program studi Manajemen, Fakultas Ekonomi
dan Manajemen dengan Minor Komunikasi.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif di Organisasi Syariah Economics
Student Club (SES-C) sebagai Sekretaris Divisi Eksternal pada tahun 2006-2007,
dan sebagai Bendahara Divisi Eksternal, pada tahun 2007-2008. Penulis juga aktif
sebagai pengurus softskill Lembaga Keuangan Syariah, Departemen Manajemen
sejak dari tahun 2006-2008. Selain aktif di kegiatan organisasi, penulis juga aktif
dalam beberapa kepanitiaan, diantaranya yaitu panitia Seminar dan Pelatihan
Kewirausahaan, tahun 2006, panitia Studi Orientasi Keluarga Manajemen dan
Penataran Generasi (SEGMENTASI) tahun 2007, Panitia Train and Compete
Yourself with Marketing (TRADEMARK2007) tahun 2007, panitia Masa
Perkenalan Departemen Manajemen tahun 2007, dan beberapa kepanitiaan
lainnya.
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian
Bogor.
Skripsi saya yang berjudul “Analisis Strategi Pengembangan Usaha Sayuran
Organik pada Kelompok Tani Sugih Tani pada Kawasan Agropolitan di Desa
Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor”, dalam penyusunannya
tidak lepas dari peran berbagai pihak baik secara moril maupun materiil. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Ir. Mimin Aminah, MM. sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan
pengarahan kepada penulis selama pembuatan skripsi.
2. Bapak Raden Dikky Indrawan, SP, MM. dan Ibu Heti Mulyati, S.TP, MT.
selaku dosen penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
menguji penulis dan memberikan banyak masukan yang positif.
3. Ayahanda M. Bakir Ali dan Ibunda Laila Husin yang selama ini telah
membesarkan, membimbing, memberi motivasi, inspirasi dan memberikan
doa yang tulus selama ini dan tak tergantikan oleh apapun.
4. Bapak Iin Kamaluddin, Bapak Zulfakar, Abah (Bapak M. Soleh), Kang
Galung, Kang Suryani dan Kang Eman yang telah banyak membantu
penulis dalam proses pencarian data.
5. Kepada teman-teman seperjuangan dan satu bimbingan, Wulan Suparwanti,
Utami Rakhmawati, Iswidiarman Angga K., dan Ivan.
6. Gema Taufik Maulana yang sudah memberikan banyak motivasi, perhatian,
dan menjadi pendengar setia keluh kesah penulis.
7. Teman-temanku di Manajemen 42, Ella, Neila, Veby, Lasma, Tya, Irna,
Fury, Fany, Dea, Siska, Phia, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat
penulis sebutkan satu persatu.
v
8. Sahabat-sahabatku, Ketie Salmah Ginarti, Rr. Disha Riane, Rita Intan
Yulita, Suci Yoskarina, Vera Fatmawati, dan teman-teman dari keluarga 2-1
dan IPA 1 yang selalu menjaga tali silahturahminya dan selalu mensupport
penulis.
9. Seluruh dosen, staf tata usaha di Departemen Manajemen, FEM IPB, yang
selalu membantu penulis selama masa perkuliahan, seminar, sidang dan
sebagainya.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini, yang tak
mampu atau yang terlupa untuk disebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkannya.
Bogor, September 2009
Penulis
vi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR TABEL ..................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xi
I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................ 6 1.4 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................... 6 1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8
2.1 Sistem Pertanian Organik ........................................................... 8 2.1.1 Tujuan Pertanian Organik ................................................ 8 2.1.2 Sertifikasi Organik .......................................................... 9 2.1.3 Prospek Pengembangan Pertanian Organik ..................... 11 2.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pertanian Organik ..... 13
2.2 Kelompok Tani ......................................................................... 13 2.3 Agropolitan ............................................................................... 14 2.4 Manajemen Strategi .................................................................. 16
2.4.1 Konsep Manajemen Strategi ............................................ 16 2.4.2 Proses Manajemen Strategi ............................................. 20 2.4.3 Formulasi Strategi ............................................................ 21
2.5 Analisis Lingkungan Internal ...................................................... 22 2.5.1 Aspek Pemasaran ............................................................. 22 2.5.2 Aspek Keuangan atau Akuntansi ..................................... 24 2.5.3 Aspek Produksi atau Operasi ........................................... 24 2.5.4 Aspek Penelitian dan Pengembangan .............................. 25 2.5.5 Aspek Sistem Informasi Manajemen ............................... 25
2.6 Analisis Lingkungan Eksternal ................................................... 26 2.6.1 Aspek Politik ................................................................... 26 2.6.2 Aspek Ekonomi ............................................................... 26 2.6.3 Aspek Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan ........ 26 2.6.4 Aspek Teknologi .............................................................. 26 2.6.5 Aspek Persaingan ............................................................. 27
2.7 Penelitian Terdahulu ................................................................... 27
vii
III. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 29
3.1 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................... 29 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 31 3.3 Karakteristik Responden ............................................................. 32 3.4 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 32 3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ....................................... 33 3.6 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal ............................... 34
3.6.1 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ....................... 34 3.6.2 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) ................... 36 3.6.3 Analisis Strength, Weaknesses, Opportunities, and
Threats (SWOT) .............................................................. 37
3.6.4 Matriks Quantitative Strategis Planning (QSP) .............. 39
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................ 42
4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian ......................................... 42 4.1.1 Sejarah dan Profil Kelompok Tani Sugih Tani ................ 42 4.1.2 Profil Desa Karehkel ........................................................ 44
4.2 Visi, Misi, dan Tujuan Perusahaan ............................................. 46 4.3 Struktur Organisasi Perusahaan .................................................. 47 4.4 Analisis Lingkungan Internal ...................................................... 49
4.4.1 Aspek Pemasaran ............................................................. 50 4.4.2 Aspek Produksi dan Operasi ............................................ 54 4.4.3 Aspek Sumber Daya Manusia dan Karyawan ................. 59 4.4.4 Aspek Keuangan .............................................................. 59 4.4.5 Aspek Penelitian dan Pengembangan .............................. 60 4.4.6 Aspek Sistem Informasi Manajemen ............................... 61
4.5 Analisis Lingkungan Eksternal ................................................... 61 4.5.1 Aspek Politik ................................................................... 61 4.5.2 Aspek Ekonomi ............................................................... 62 4.5.3 Aspek Sosial .................................................................... 63 4.5.4 Aspek Budaya .................................................................. 64 4.5.5 Aspek Demografi ............................................................. 64 4.5.6 Aspek Lingkungan ........................................................... 65 4.5.7 Aspek Teknologi .............................................................. 65 4.6.8 Aspek Persaingan ............................................................. 66
4.6 Formulasi dan Pemilihan Strategi ............................................... 68 4.6.1 Identifikasi Faktor Internal .............................................. 68 4.6.2 Identifikasi Faktor Eksternal ............................................ 72 4.6.3 Analisis Matriks IFE ........................................................ 79 4.6.4 Analisis Matriks EFE ....................................................... 80 4.6.5 Analisis Matriks SWOT .................................................. 81 4.6.6 Pemilihan Strategi dengan Matriks QSP ......................... 85
4.7 Implikasi Manajerial ................................................................... 86
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 91
1. Kesimpulan ............................................................................................. 91 2. Saran ........................................................................................................ 91
viii
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 93
LAMPIRAN ............................................................................................... 95
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
No. 1. Perkembangan hasil produksi sayuran organik pada Kelompok
Tani Sugih Tani ................................................................................. 5
2, Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, tahun 2002 .........................................................................................
12
3. Fungsi dasar produksi ........................................................................ 25 4. Matriks IFE ........................................................................................ 36 5. Matriks EFE ....................................................................................... 37 6. Matriks QSP ...................................................................................... 41 7. Penduduk berusia 10 tahun keatas yang bekerja menurut jenis
pekerjaan utama di Kecamatan Leuwi Liang ....................................
45 8. Tingkat pendidikan penduduk Desa Karehkel ................................... 45 9. Kekuatan dan kelemahan Kelompok Tani Sugih Tani ...................... 6710. Peluang dan ancaman Kelompok Tani Sugih Tani ........................... 73 11. Hasil analisis matriks IFE .................................................................. 80 12. Hasil analisis matriks EFE ................................................................. 81 13. Hasil analisis matriks SWOT ............................................................ 85 14. Hasil analisis matriks QSP ................................................................ 89
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
No. 1. Tahapan pengembangan pertanian organik pada Go Organic 2010 .. 2 2. Skematik kawasan agropolitan .......................................................... 16 3. Model komprehensif manajemen strategis ........................................ 21 4. Kerangka pemikiran operasional ....................................................... 31 5. Tahap-tahap pengambilan keputusan ................................................. 34 6. Matriks SWOT ................................................................................... 39 7. Struktur organisasi Kelompok Tani Sugih Tani ................................ 49 8. Tahap penyortiran sayuran organik Kelompok Tani Sugih Tani ....... 51 9. Tahap proses produksi sayuran organik di Kelompok Tani Sugih
Tani .................................................................................................... 56
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
No. 1. Karakteristik responden ..................................................................... 95 2. Analisis usaha tani ............................................................................. 96 3. Daftar pertanyaan wawancara ........................................................... 97 4. Kuesioner penelitian .......................................................................... 99 5. Hasil pengolahan data bobot faktor internal ...................................... 109 6. Hasil pengolahan data bobot faktor eksternal .................................... 110 7. Hasil pengolahan data rating faktor internal ...................................... 111 8. Hasil pengolahan data rating faktor eksternal ................................... 112 9. Hasil analisis matriks IFE .................................................................. 113 10. Hasil analisis matriks EFE ................................................................. 114 11. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi
meningkatkan volume produksi sayuran organik .............................. 115
12. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada............................................................................................
116
13. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi perbaikan sistem manajemen usaha dan peningkatan kemampuan manajerial petani .................................................................................................
117
14. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi membangun STA (Stasiun Terminal Agribisnis) ..............................
118
15. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengusahakan sertifikasi organik .....................................................
119
16. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengusahakan kemasan dan label produk melalui kredit modal usaha ..................................................................................................
120
17. Hasil analisis matriks QSP ................................................................ 121
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian adalah hal yang substansial dalam pembangunan
perekonomian, yaitu sebagai pemenuhan kebutuhan pangan, penyedia bahan
mentah untuk industri, penyedia lapangan kerja, dan penyumbang devisa
negara. Oleh karena itu, merupakan hal yang wajar apabila Indonesia
sebagai sebuah negara berkembang selalu meletakkan pembangunan sektor
pertanian sebagai prioritas utama dalam pembangunan selama lima PELITA
terakhir. Pencapaian terbesar yang berhasil diraih oleh Indonesia dalam
pembangunan pertanian yaitu ketika pada tahun 1984, ketika Indonesia
sebelumnya mendapat peringkat sebagai negara pengimpor beras terbesar
akhirnya dapat mencapai swasembada beras (Winangun, 2005).
Akan tetapi, menurut Winangun (2005), dibalik hasil yang cukup
membanggakan tersebut kemudian muncul masalah yang baru mengenai
metode pertanian yang digunakan apakah sudah tepat atau justru
menimbulkan masalah baru yang sifatnya jangka panjang. Akibat yang
ditimbulkan sistem pertanian kimiawi antara lain menurunnya produktivitas
tanah akibat penggunan pupuk kimia secara berlebihan, rusaknya
keseimbangan ekosistem akibat penggunaan pestisida yang tanpa disadari
juga mengakibatkan matinya spesies lain selain hama dan penyakit tanaman.
Disamping itu juga, untuk memenuhi kebutuhan akan kebutuhan pupuk dan
pestisida kimia memerlukan biaya yang relatif mahal.
Akibat dari kegagalan sistem pertanian kimiawi mempertahankan
kelestarian lahan dan lingkungan dalam jangka panjang tersebut,
mengakibatkan sistem pertanian organik semakin populer akhir-akhir ini.
Disamping itu, masyarakat semakin menyadari bahwa mengkonsumsi
produk yang sudah terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia non-organik,
ternyata dapat menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan manusia, dan
dalam jangka panjang akan menumpuk dalam tubuh sehingga menjadi racun
bagi kesehatan manusia itu sendiri (Winangun, 2005).
2
Didukung dengan semakin meningkatnya tingkat pendidikan dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan, maka masyarakat pun
semakin arif dalam memilih bahan makanan yang akan dikonsumsinya.
Salah satu upayanya yaitu dengan beralih kepada produk organik. Ditambah
lagi, hal tersebut juga didukung dengan program pemerintah melalui
Departemen Pertanian yang mencanangkan program pertanian organik
dengan visi ”Go Organik 2010” yaitu ”Indonesia sebagai salah satu
produsen pangan organik utama dunia” (Departemen Pertanian, 2009).
Rancangan perkembangan pertanian organik dibuat dalam enam
tahapan, mulai dari tahun 2001 hingga tahaun 2010. Tahapan tersebut yaitu:
(1) Tahun 2001 fokus pada kegiatan sosialisasi, (2) Tahun 2002 fokus pada
kegiatan sosialisasi dan pembentukan regulasi, (3) Tahun 2003 fokus pada
kegiatan regulasi dan bantuan teknis, (4) tahun 2004 fokus pada kegiatan
bantuan teknis dan sertifikasi, (5) Tahun 2005 fokus pada program
sertifikasi dan promosi pasar, (6) Tahun 2006-2010 terbentuk kondisi
industrialisasi dan perdagangan.1
Gambar 1. Tahapan pengembangan pertanian organik pada ”Go Organik
2010” ( Departemen Pertanian, 2005)
Meskipun sampai saat ini belum ada data resmi dari pemerintah
Indonesia mengenai luas areal lahan pertanian organk di indonesia, namun
menurut IFOAM (International Federation of Organic Agriculture 1 http://agribisnis.deptan.go.id [3 April 2009]
3
Movements), 2004, luas lahan yang ditangani secara organik di Indonesia
yaitu sekitar 40.000 Ha (0,09% dari total lahan pertanian), dimana Indonesia
berada pada peringkat ke-37 dunia dan perkembangannya tumbuh sebesar
10% per tahun (Surono, 2004). Meningkatnya perkembangan luas areal
lahan pertanian organik di Indonesia setiap tahunnya salah satunya juga
berdampak pada wilayah Bogor. Bogor merupakan salah satu wilayah di
Indonesia yang berpotensi untuk mengembangkan pertanian organik.
Beberapa kawasan di wilayah Bogor yang saat ini sudah mulai gencar
mengembangkan pertanian organik yaitu wilayah Cisarua, Mega Mendung,
Gunung Bundar, dan Kecamatan Leuwi Liang (Dinas Pertanian Bogor,
2009)
1.2 Rumusan Masalah
Kelompok Tani Sugih Tani merupakan sebuah kelompok tani yang
terletak di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor. Desa
Karehkel yang terletak di Kecamatan Leuwi Liang, termasuk ke dalam
wilayah pengembangan pembangunan Kabupaten Bogor bagian barat.
Secara umum kondisi perekonomian di wilayah ini di topang oleh sektor
pertanian. Sektor inilah yang menjadi mata pencaharian utama penduduk di
kecamatan ini. Dengan model pengembangan konsep agropolitan, yaitu kota
pertanian yang tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan
usaha agribisnis serta mampu melayani wilayah sekitarnya.
Kelompok Tani Sugih Tani sudah berdiri sejak tahun 1975, dengan
fokus utama yaitu pertanian konkensional (non-organik). Sejak Bulan
Januari 2009, sebuah institusi pertanian yang berasal dari Taiwan yaitu
International Cooperation and Development Fund (ICDF) yang memiliki
misi pengembangan pertanian di Indonesia agar dapat meningkatkan mutu
sumber daya petani Indonesia agar bisa menembus pasar lokal maupun
internasional, mulai mengadakan penyuluhan di Desa Karehkel untuk
memulai mengembangkan pertanian organik yang ramah lingkungan.
Karena adanya semangat dan komitmen yang cukup tinggi dari Kelompok
Tani Sugih Tani untuk bersedia memulai pertanian organik khususnya untuk
komoditi sayuran organik, maka pada bulan Juni 2009 diadakan sebuah
4
kontrak perjanjian (MOU) antara pihak Kelompok Tani Sugih Tani dengan
pihak ICDF mengenai jenis komoditas yang dibudidayakan, harga jual
komoditas, teknologi yang difasilitasi (screen house) dan dikreditkan ke
petani dengan memotong harga jual produk yaitu Rp. 7000/kg untuk
masing-masing komoditas di potong 25% sampai lunas, hingga ke
pemasaran produk ke swalayan tertentu yang menjadi mitra ICDF.
Berawal dari kerjasama tersebut, menjadikan Kelompok Tani Sugih
Tani sebagai pelopor pengembang usaha sayuran organik di Desa Karehkel
diantara lima kelompok tani yang terdapat di Desa Karehkel. Kelompok
Tani Sugih Tani saat ini sudah mulai memproduksi sayuran organik
meskipun baru mengalami empat kali panen dan hasil yang dihasilkan belum
banyak dan belum mampu mencukupi permintaan dari pihak ICDF dan
swalayan. Proses panen sayuran organik tersebut berkisar setiap 3-7 hari
sekali sesuai dengan permintaan pihak swalayan. Pada proses penanaman
sayuran tersebut, dilakukan secara bertahap masing-masing dengan jeda
sekitar 7–10 hari. Hal ini dilakukan agar produk sayuran yang dihasilkan
tidak mengalami panen secara bersamaan, sehingga ketersediaan produk
setiap minggu selalu ada ketika pihak swalayan meminta pesanan sayuran
organik.
Dengan melihat kualitas hasil produksi yang relatif baik, dan adanya
akses pemasaran yang cukup menjanjikan bagi petani, maka pihak kelompok
tani beserta ketua Gapoktan merasa usaha budidaya sayuran organik tersebut
cukup prospektif. Oleh karena itu perlu dibuat suatu strategi pengembangan
usaha yang efektif agar usaha budidaya sayuran organik tersebut dapat lebih
berkembang kedepannya.
Berdasarkan hasil wawancara pendahuluan dengan petani sayuran
organik di Kelompok Tani Sugih Tani, saat ini petani menghadapi beberapa
permasalahan baik internal maupun eksternal ketika memproduksi sayuran
organik. Permasalahan tersebut antara lain: kualitas bibit yang kurang baik,
teknik pemupukan yang belum baik sehingga mempengaruhi tingkat
pertumbuhan sayuran organik, sistem pengairan yang belum cukup efektif,
sistem penanggulangan hama yang belum tepat, dan masih rendahnya
5
volume produksi sehingga belum mampu memenuhi permintaan pihak ICDF
dan swalayan setiap minggunya. Hingga saat ini perkembangan hasil
produksi sayuran organik masih belum stabil, dan masih relatif rendah.
Adapun perkembangan hasil panen sayuran organik pada Kelompok Tani
Sugih Tani dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan hasil produksi sayuran organik pada Kelompok Tani Sugih Tani.
Panen ke- Komoditas Kuantitas (kg) 1 Kangkung
Caisin 47,7 11,3
2 Bayam Caisin
10 38,7
3 Bayam Kangkung
26,75 27,75
4 Bayam Kangkung Caisin
40 40 20
Sumber: Kelompok Tani Sugih Tani, 2009
Sampai sejauh ini petani masih belum mulai memproduksi jenis
komoditas pakcoy, dikarenakan petani belum mencoba memproduksi karena
sejauh ini belum pernah mencoba memproduksi pakcoy sehingga belum
mengetahui teknik budidaya yang tepat. Oleh karena takut gagal produksi
jadi petani baru akan mencoba membudidayakan dalam keranjang sayuran
kecil sebagai uji coba.
Selain dari masalah internal, petani juga menghadapi beberapa kendala
eksternal yaitu seperti posisi tawar petani yang masih rendah sehingga
mempengaruhi tingkat harga produk yang juga masih relatif rendah, dimana
petani mendapat harga bersih untuk masing-masing komoditas yaitu Rp.
5.250/kg, jika dibandingkan dengan petani-petani organik lain yang sudah
lebih mapan dan memiliki posisi tawar ke konsumen yang sudah cukup baik,
petani sudah mampu menjual hingga Rp. 10.000-15.000/kg per komoditas
(Dinas Pertanian Bogor, 2009). Oleh karena itu, untuk mengatasi kendala-
kendala tersebut, petani harus memiliki strategi usaha yang tepat untuk
memanfaatkan kekuatan dan peluang yang dimiliki untuk meminimalisir
kekurangan yang dimiliki dan ancaman yang dihadapi.
6
Untuk membuat suatu strategi pengembangan usaha yang tepat,
dilakukan melalui identifikasi faktor-faktor internal yang dimiliki Kelompok
Tani Sugih Tani, meliputi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki kelompok
tani, dan faktor-faktor eksternal usaha, meliputi peluang dan ancaman yang
dihadapi oleh kelompok tani. Adapun analisis lingkungan ini kemudian akan
dianalisis menggunakan alat analisis yaitu berupa matriks IFE, EFE, SWOT
dan QSPM sehingga terbentuk suatu strategi pengembangan usaha yang
tepat bagi Kelompok Tani Sugih Tani.
Beberapa permasalahan yang akan di analisis dalam penelitian ini
adalah:
1. Apa saja faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman bagi pengembangan usaha sayuran
organik pada Kelompok Tani Sugih Tani?
2. Bagaimana alternatif strategi pengembangan usaha yang tepat untuk
diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani?
3. Apa strategi pengembangan usaha terpilih yang tepat yang harus
diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini yaitu untuk menjawab seluruh rumusan
permasalahan yang diidentifikasi dalam penelitian. Tujuan dari penelitian ini
yaitu:
1. Menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi
kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi pengembangan usaha
sayuran organik pada Kelompok Tani Sugih Tani.
2. Merumuskan alternatif strategi pengembangan usaha yang tepat untuk
diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani.
3. Memilih strategi pengembangan usaha terpilih yang tepat yang harus
diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup analisis dan pembahasan dalam penelitian ini yaitu
meliputi analisis faktor-faktor internal dan eksternal dari Kelompok Tani
7
Sugih Tani, serta perumusan dan penentuan prioritas strategi pengembangan
usaha yang dapat diterapkan oleh kelompok tani Sugih Tani di Desa
Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang.
1.5 Manfaat Penelitian
Hasil yang diperoleh melalui kegiatan penelitian ini diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Kelompok Tani Sugih Tani Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumbang saran positif
bagi anggota kelompok tani mengenai strategi pengembangan usaha sayuran organik yang dihasilkan, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi penciptaan laba bagi anggota kelompok tani khususnya, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada umumnya.
2. Lembaga Pemerintahan Sebagai bahan masukan dan informasi yang terkait dengan
kebijakan pengembangan usaha kecil berbasis pertanian dengan komoditi unggulan sayuran organik.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA
1.6 Sistem Pertanian Organik
Sistem pertanian organik adalah suatu sistem produksi pertanian
dimana bahan organik, baik makhluk hidup maupun yang sudah mati,
merupakan faktor penting dalam proses produksi. Penggunaan pupuk
organik (alami atau buatan) dan pupuk hayati serta pemberantasan hama,
penyakit dan gulma secara biologis adalah contoh penerapan sistem
pertanian organik. Arti yang lebih luas, sistem pertanian organik mencakup
bidang peternakan dan perikanan yang terintegrasi dengan bidang pertanian,
baik tanaman pangan, holtikultura dan tanaman perkebunan (Sugito dkk.,
1995).
Sedangkan menurut Winangun (2005), Pertanian Organik (PO)
merupakan sistem dengan ciri utama bekerja selaras dengan alam untuk
mencukupi kebutuhan pangan sehat bagi umat manusia. Dasar pandangan ini
dijiwai oleh pelayanan terhadap alam karena di alam semua bertindak
menurut hukum alam (organik), kecuali manusia yang mempunyai kehendak
bebas untuk menolak hukum yang berlaku di alam: “Setiap organ melayani
organisme dan setiap organisme memelihara seluruh organnya.” Dengan
kata lain, pertanian organik dirancang menjadi sebuah sistem usaha tani
yang mengikuti prinsip-prinsip alam dalam membangun keseimbangan
agroekosistem agar bermanfaat bagi tanah, air, udara, tanaman dan seluruh
makhluk hidup yang ada (termasuk organisme pengganggu) serta
menyediakan bahan yang sehat khususnya pangan bagi kebutuhan manusia.
2.1.1 Tujuan Pertanian Organik
Sistem pertanian organik berfokus pada kesuburan tanah
sebagai kunci keberhasilan produksi dengan memerhatikan
kemampuan alami dari tanah, tanaman, dan hewan untuk
menghasilkan kualitas yang baik bagi hasil pertanian dan lingkungan
(Winangun, 2005). Menurut IFOAM (International Federation of
9
Organic Agriculture Movements), tujuan dari pertanian organik
adalah:
1. Menghasilkan bahan pangan dengan kualitas nutrisi tinggi serta
dalam jumlah cukup.
2. Melaksanakan interaksi efektif dengan sistem dan daur ulang
alamiah yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.
3. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usaha
tani dengan mengaktifkan kehidupan jasad renik, flora dan
fauna, tanah, serta hewan.
4. Memelihara serta meningkatkan kesuburan tanah secara
berkelanjutan.
5. Menggunakan sebanyak mungkin sumber-sumber terbaru yang
berasal dari sistem usaha tani itu sendiri.
6. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang baik di
dalam maupun di luar usaha tani.
7. Membatasi terjadinya semua bentuk pencemaran lingkungan
yang mungkin dihasilkan oleh kegiatan pertanian.
2.1.2 Sertifikasi Organik
Sertifikasi menurut USDA (United State Departement of
Agriculture), 2000, adalah suatu tahap-tahap proses yang digunakan
untuk determinasi apakah operasi produksi atau penanganan baik
domestik maupun luar negeri mampu memenuhi persyaratan
internasional, nasional maupun regulasi teknis lainnya tentang
produksi pangan organik.
Menurut IFOAM (2000), sertifikasi produksi pangan organik
adalah prosedur dimana lembaga sertifikasi pihak ketiga memberikan
jaminan tertulis bahwa suatu proses teridentifikasi secara jelas
diakses sesuai dengan standar telah menunjukkan jaminan suatu
produk telah memenuhi persyaratan.
Sedangkan menurut Codex CAC/GL 32-1999, sertifikasi
adalah prosedur dimana lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga
sertifikasi yang diakui oleh pemerintah, memberikan jaminan tertulis
10
atau yang ekuivalen bahwa pangan atau sistem pengendalian pangan
sesuai dengan persyaratan. Sedangkan lembaga sertifikasi adalah
suatu lembaga yang bertanggung jawab untuk memverifikasi bahwa
produk yang dijual atau di label organik, telah di produksi, di proses,
di siapkan, di tangani, dan/atau di impor berdasarkan pedoman
CAC/GL 32-1999.
Tujuan pemberian sertifikasi bagi suatu usaha yang bergerak di
bidang pertanian organik adalah (Winarno, 2002):
1. Melindungi konsumen dari penipuan dan segala bentuk
kecurangan serta klaim produk yang tidak berdasar.
2. Melindungi produsen organik dari produk pertanian lain (non-
organik) yang mengaku organik.
3. Memberi kepastian bahwa semua tahapan produksi, persapan,
penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran dapat diperiksa
dan mematuhi kaidah sistem produksi pertanian yang benar.
4. Mengharmonikan pedoman-pedoman yang mengatur produksi,
sertifikasi, identifikasi dan pelabelan produk yang dihasilkan
secara organik.
5. Menyediakan pedoman yang berlaku internasional tentang
sistem produksi pertanian organik, serta memfasilitasi
pengakuan sistem nasional untuk tujuan impor.
6. Menjaga dan meningkatkan pelaksanaan sistem produksi
pertanian organik di setiap daerah sehingga menyumbang
terhadap pemeliharaan lingkungan lokal dan global.
Menurut Winarno (2002), dinegara industri maju, berbagai
persyaratan harus lebih dahulu dipenuhi sebelum seseorang atau
badan usaha dapat memberi label yang dijual ke masyarakat dengan
nama Organic Foods. Persyaratan tersebut diantaranya adalah
pangan organik harus dihasilkan dari tanaman yang tumbuh pada
lahan organik yang bersertifikat.
Sebelum mendapat izin untuk berhak menanamkan produknya
sebagai pangan organik, mereka biasanya diizinkan untuk
11
mencantumkan kata Transisional Food. Yang dimaksud dengan
transisional adalah produk pangan tersebut dihasilkan oleh tanaman
yang dibudidayakan tanpa pestisida sintesis, atau pupuk kimia,
herbisida dan fungisida dari lahan yang sudah terdaftar, tetapi belum
memiliki sertifikat. Artinya lahan tersebut belum diperiksa atau
belum memenuhi persyaratan sebagai lahan organis.
2.1.3 Prospek Pengembangan Pertanian Organik
Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang
ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian.
Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi
kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan
“Back to Nature” telah menjadi tren baru meninggalkan pola hidup
lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk,
pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi
pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi
dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang
unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya
masyarakat yang menghormati alam, serta potensi pertanian organik
sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20
persen per tahun2, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian
organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi
untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor. Data dari
WTO menunjukkan bahwa pada tahun 2000 perdagangan produk
pertanian organik dunia telah mencapai US$ 17,5 milyar.
Diperkirakan pada tahun 2010, pangsa pasar produk organik dunia
akan mencapai US$ 100 milyar (Deptan, 2009).
Masyarakat Cheska menghabiskan 15,9 juta dolar AS untuk
membeli produk organik. Sementara di Swiss, sekitar 10-15 persen
rumah tangga di sana membeli produk organik secara teratur. Swiss
merupakan pembeli produk organik terbesar di dunia dengan
2 http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/ [5 Juni 2009]
12
menghabiskan 160 Swiss Franc atau sekitar Rp 1,2 juta per orang
setiap tahunnya untuk produk-produk organik tertentu. Di Kanada,
promosi ternyata dapat berpengaruh pada permintaan pangan organik
di pasaran. Pertumbuhan permintaan pangan organik di pasar Kanada
diprediksi mencapai 17,41 persen pada periode 2007-2011. Padahal,
permintaan tahun sebelumnya hanya 3-4 persen.3
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7 persen dari
total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional.
Sebagian besar disuplai oleh negara-negara maju seperti Australia,
Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih
banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang,
Taiwan dan Korea.
Tabel 2. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, tahun 2002.
No. Wilayah Areal Tanam (Juta Ha) 1. Australia dan Oceania 7,70 2. Eropa 4,20 3. Amerika Latin 3,70 4. Amerika Utara 1,30 5. Asia 0,09 6. Afrika 0,06
Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di
pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena
berbagai keunggulan komparatif antara lain : (1) Masih banyak
sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem
pertanian organik, (2) teknologi untuk mendukung pertanian organik
sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah
tanah, pestisida hayati dan lain-lain.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan
dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta
peternakan. Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010
3 http://newspaper.pikiran-rakyat.com/ [5 Juni 2009]
13
mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat
mengekspor produknya ke pasar internasional.
2.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Sistem Pertanian Organik
Bila dibandingkan dengan sistem pertanian non-organik, sistem
pertanian organik memiliki beberapa kelebihan, diantaranya yaitu
(Pracaya, 2003):
1. Tidak menggunakan pupuk maupun pestisida kimia sehingga
tidak menimbulkan pencemaran lingkungan, baik pencemaran
tanah, air, maupun udara, serta produknya tidak mengandung
racun.
2. Tanaman organik mempunyai rasa yang lebih manis
dibandingkan tanaman non-organik.
3. Harga jual lebih tinggi.
Menurut Yanti (2006), pertanian organik pun memiliki
beberapa kelemahan, yaitu diantaranya adalah membutuhkan
pengelolaan yang cukup rumit, membutuhkan waktu yang cukup
lama untuk dapat melihat hasilnya, biasanya pada awalnya
pengelolaan dengan sistem ini membutuhkan biaya yang cukup besar
dan tidak dapat dihindari kemungkinan adanya kerusakan pada saat
awal penerapan sistem ini.
Adapun upaya untuk meminimalisasi kelemahan-kelemahan
tersebut yaitu melalui penyuluhan dan pendidikan kepada petani
tentang teknik budidaya organik yang lebih efisien, salah satu
contohnya adalah dengan meningkatkan efisiensi pupuk, dengan cara
membuat sendiri pupuk organik yang bahan bakunya tersedia di
sekitar daerah budidaya, yang memiliki kualitas baik sehingga
mengurangi pengeluaran petani untuk membeli pupuk organik.
1.7 Kelompok Tani
Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 93/Kpts/OT.210/3/97,
Tanggal 18 Maret 1997, pengertian yang berkaitan tentang petani dan
kelompoknya adalah sebagai berikut :
14
1. Petani adalah:
Pengelola usahatani dan atau usaha penangkapan ikan, yang meliputi
petani, pekebun, peternak.
2. Kelompok Tani adalah:
Kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian,
serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya
pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usahatani
dan kesejahteraan anggotanya.
3. Kontak Tani adalah:
Ketua kelompok tani yang dipilih dari anggota dan oleh anggota
kelompok berdasarkan musyawarah. Dapat pula mantan ketua
kelompok tani yang masih aktif sebagai anggota kelompok, dan
kepemimpinannya masih diakui kelompok.
Adapun ciri-ciri dan dasar dibentuknya kelompok tani menurut
Departemen Pertanian (1997) yaitu:
1. Penumbuhan kelompok tani didasarkan pada keakraban, keserasian
dan kepentingan bersama, baik berdasarkan hamparan usahatani
kebun, domisili atau jenis usahatani tergantung kesepakatan dari petani
yang bersangkutan.
2. Anggota pengurus kelompok tani pertanian, baik yang merupakan
kegiatan proyek maupun kegiatan pembangunan swadaya.
3. Merupakan pengorganisasian petani yang mengatur kerjasama dan
pembagian tugas anggota maupun pengurus dalam kegiatan usahatani
kelompok di hamparan kebun.
4. Besaran kelompok tani disesuaikan dengan jenis usahatani dan kondisi
di lapangan, dengan jumlah anggota berkisar 20-30 orang.
5. Keanggotaan kelompok tani bersifat non formal.
1.8 Agropolitan
Secara harfiah, “Agropolitan” berasal dari dua kata yaitu (Agro =
pertanian), dan (Politan/Polis = kota), sehingga agropolitan didefinisikan
sebagai kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu
berkembangnya sistem dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani,
15
mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian
(agribisnis) di wilayah sekitarnya.
Sedangkan kawasan agropolitan, terdiri dari kota pertanian dan desa-
desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang
tidak ditentukan oleh batasan administrasi pemerintahan, tetapi lebih
ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Dengan kata
lain kawasan agropolitan adalah kawasan agribisnis yang memiliki fasilitas
perkotaan.4
1. Tujuan Pengembangan Kawasan Agropolitan
Untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat
melalui percepatan pengembangan wilayah dan peningkatan keterkaitan
desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem usaha agribisnis
yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi
di kawasan agropolitan
2. Sasaran Pengembangan Kawasan Agropolitan
Untuk mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi
kawasan agropolitan, melalui :
a. Pemberdayaan masyarakat
b. Penguatan kelembagaan petani
c. Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis
d. Peningkatan sarana – prasarana
e. Pengembangan iklim yang kondusif bagi investor
f. Peningkatan sarana – prasarana kesejahteraan sosial.
3. Ciri-ciri Kawasan Agropolitan
Suatu kawasan agropolitan yang sudah berkembang memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
a. Sebagian besar kegiatan masyarakat di kawasan tersebut memperoleh
pendapatan dari kegiatan kegiatan pertanian (agribisnis).
b. Sebagian besar kegiatan di kawasan tersebut didominasi oleh kegiatan
pertanian atau agribisnis termasuk didalamnya usaha industri
(pengolahan) pertanian, perdagangan hasil-hasil pertanian (termasuk
4 http://www.deptan.go.id/pesantren/agropolitan/arti_agro.html [5 Juni 2009]
16
Pasar/Global
perdagangan untuk kegiatan ekspor), perdagangan agibisnis hulu
(saran pertanian dan permodalan), agrowisata dan jasa pelayanan.
c. Hubungan antara kota dan daerah-daerah pedalaman dan sekitarnya di
kawasan agropolitan bersifat timbal balik yang harmonis dan saling
membutuhkan, dimana kawasan pertanian mengembangkan usaha
budidaya (on farm) dan produk olahan skala rumah tangga (off farm),
sebaliknya kota menyediakan fasilitas untuk berkembangnya usaha
budidaya dan agribisnis seperti penyediaan sarana pertanian, modal,
teknologi, informasi pengelohan hasil dan penampungann (pemasaran)
hasil produksi/produk pertanian.
d. Kehidupan masyarakat di kawasan agropolitan mirip dengan suasana
kota karena keadaan sarana yang ada di kawasan agropolitan tidak jauh
berbeda dengan di kota.
Gambar 2. Skematik kawasan agropolitan (BAPPEDA, 2009)
1.9 Manajemen Strategi
2.4.1 Konsep Manajemen Strategi
Menurut David (2006), manajemen strategis dapat
didefinisikan sebagai seni dan ilmu untuk memformulasi,
mengimplementasi, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsi yang
Keterangan :
Penghasil bahan baku Pengumpul bahan baku Sentra produksi Kota kecil/pusat regional Kota sedang/besar (outlet)
Jalan dan dukungan sarana prasarana Batas kawasan lindung, budidaya dll Batas kawasan agropolitan
17
memungkinkan organisasi dapat mencapat tujuannya. Manajemen
strategis berfokus pada mengintegrasikan manajemen, pemasaran,
keuangan atau akuntansi, produksi atau operasi, penelitian dan
pengembangan, dan sistem informasi komputer untuk mencapai
keberhasilan organisasi.
Manajemen strategis memberikan berbagai manfaat bagi
organisasi, karena memungkinkan suatu organisasi untuk proaktif
dalam menentukan masa depannya; memungkinkan perusahaan
untuk memulai memengaruhi aktivitas organisasinya, sehingga
memiliki kontrol terhadap masa depan organisasinya. Secara historis,
manfaat utama manajemen strategis telah membantu organisasi
memformulasikan strategi yang lebih baik dengan menggunakan
pendekatan yang lebih sistematis, logis dan rasional untuk pilihan
strategis.
Secara spesifik, manajemen strategis memiliki dua jenis
manfaat, yaitu manfaat finansial dan manfaat nonfinansial. Dari sisi
finansial, organisasi yang menerapkan konsep manajemen strategis
lebih menguntungkan dan berhasil dibandingkan organisasi lain yang
tidak menggunakannya. Hal ini disebabkan perusahaan yang
memiliki kinerja tinggi cenderung melakuan perencanaan yang
sistematis untuk mempersiapkan fluktuasi dimasa depan dalam
lingkungan eksternal dan internalnya. Perusahaan dengan sistem
perencanaan yang sangat mirip dengan teori manajemen strategis
menunjukkan kinerja keuangan jangka panjang yang lebih baik
dibanding industrinya, serta juga menunjukkan perbaikan yang
signifikan dalam penjualan, profitabilitas dan produktivitas
dibandingkan dengan perusahaan tanpa aktivitas perencanaan yang
sistematis.
Sedangkan dari sisi nonfinansial, dengan menerapkan
manajemen strategis, dapat membantu organisasi meningkatkan
kesadaran atas ancaman eksternal, pemahaman yang lebih baik atas
strategi pesaing, meningkatkan produktivitas karyawan, mengurangi
18
keengganan untuk berubah, dan pengertian yang lebih baik atas
hubungan antara kinerja dan penghargaan.
Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki strategi masing-
masing untuk menghadapi persaingan. Menurut David (2006),
terdapat beberapa alternatif strategi utama yang dapat diterapkan
oleh suatu perusahaan, yaitu:
1. Strategi Integrasi Vertikal
a. Strategi integrasi ke depan, yaitu suatu strategi yang
melibatkan akuisisi kepemilikan atau peningkatan kontrol
atas distributor atau pengecer perusahaan.
b. Strategi integrasi ke belakang, yaitu suatu strategi yang
melibatkan akuisisi kepemilikan atau peningkatan kontrol
atas pemasok perusahaan.
c. Strategi integrasi horizontal, yaitu suatu strategi yang
melibatkan akuisisi kepemilikan atau peningkatan kontrol
atas pesaing perusahaan.
2. Strategi Intensif
a. Strategi penetrasi pasar, yaitu dimana perusahaan sebaiknya
meningkatkan pangsa pasar suatu produk atau jasa melalui
usaha-usaha pemasaran yang lebih besar, misalnya dengan
menambah tenaga penjual, biaya iklan, promosi penjualan
atau usaha-usaha promosi lainnya. Jadi, tujuan dari strategi
ini yaitu untuk meningkatkan pangsa pasar melalui usaha
pemasaran yang lebih besar.
b. Strategi pengembangan pasar, yaitu suatu strategi yang
bertujuan untuk memperkenalkan produk-produk atau jasa
yang ada sekarang ke daerah-daerah yang secara geografis
merupakan daerah baru. Tujuan dari strategi ini yaitu untuk
memperbesar pangsa pasar.
c. Strategi pengembangan produk, yaitu strategi yang bertujuan
agar perusahaan dapat meningkatkan penjualan dengan cara
meningkatkan atau memodifikasi produk atau jasa yang
19
sudah ada sekarang atau mengembangkan produk atau jasa
yang baru.
3. Strategi Diversifikasi
a. Strategi diversifikasi konsentrik, yaitu suatu strategi dengan
cara menambah produk atau jasa yang baru tetapi masih
saling berhubungan dengan produk atau jasa yang lama. Jadi,
tujuan strategi ini yaitu untuk membuat produk baru yang
berhubungan untuk pasar yang sama.
b. Strategi diversifikasi konglomerat, yaitu suatu strategi
dimana perusahaan menambahkan produk atau jasa yang baru
namun tidak saling berhubungan dengan produk atau jasa
yang lama. Strategi ini bertujuan untuk menambah produk
baru yang tidak saling berhubungan untuk pasar yang
berbeda.
c. Strategi diversifikasi horizontal, yaitu suatu strategi dimana
perusahaan menambahkan produk atau jasa pelayanan yang
baru, yang tidak saling berhubungan namun untuk konsumen
yang sudah ada. Jadi, tujuan dari strategi ini yaitu untuk
memuaskan konsumen yang sama melalui penambahan
produk atau jasa baru.
4. Strategi Bertahan
a. Strategi penciutan biaya, yaitu dimana perusahaan melakukan
pengurangan biaya dan aset perusahaan dengan tujuan
menghemat biaya agar keuntungan dapat dipertahankan
dengan cara menjual sebagian aset perusahaan.
b. Strategi penciutan usaha, yaitu dimana perusahaan menjual
satu divisi atau bagian dari perusahaan untuk menambah
modal dari suatu rencana investasi.
c. Strategi likuidasi, yaitu dimana perusahaan menjual seluruh
aset perusahaan yang dapat dihitung nilainya. Tujuan dari
strategi ini adalah untuk menutup perusahaan, jika
20
perusahaan sudah tidak dapat lagi dipertahankan lagi
keberadaannya.
2.4.2 Proses Manajemen Strategi
Menurut David (2006), untuk membuat suatu konsep
manajemen strategis yang baik dan dapat diterapkan oleh
perusahaan, maka diperlukan suatu proses manajemen strategis yang
terdiri dari tiga tahap: formulasi strategi, implementasi strategi, dan
evaluasi strategi. Formulasi strategi termasuk mengembangkan visi
dan misi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal
perusahaan, menentukan kekuatan dan kelemahan internal,
menetapkan tujuan jangka panjang, merumuskan alternatif strategi,
dan memilih strategi tertentu yang akan dilaksanakan.
Implementasi strategi sering kali disebut tahap pelaksanaan
dalam manajemen strategis. Implementasi strategi mensyaratkan
perusahaan untuk menetapkan tujuan tahunan, membuat kebijakan,
memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga
strategi yang telah diformulasikan dapat dijalankan. Implementasi
strategi termasuk mengembangkan budaya yang mendukung strategi,
menciptakan struktur organisasi yang efektif dan mengarahkan usaha
pemasaran, menyiapkan anggaran, mengembangkan dan
memberdayakan sistem informasi, dan menghubungkan kinerja
karyawan dengan kinerja organisasi.
Evaluasi strategi adalah tahap akhir dalam manajemen strategi.
Evaluasi strategi merupakan alat utama untuk mendapatkan
informasi mengenai ketidaksesuaian antara strategi yang sudah
diformulasikan dan diimplementasikan dengan hasil yang diperoleh.
Adapun tiga aktivitas dasar evaluasi strategi yaitu: (1) meninjau
ulang faktor eksternal dan internal yang menjadi dasar strategi saat
ini, (2) mengukur kinerja, dan (3) mengambil tindakan korektif.
Tahapan proses manajemen strategis dirumuskan dalam bentuk
model komprehensif manajemen strategis. Model tersebut
menunjukkan pendekatan yang jelas dan praktis untuk
21
memformulasikan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi strategi
karena menunjukkan hubungan antara komponen utama dari proses
manajemen strategis.
Gambar 3. Model komprehensif manajemen strategis (David, 2006)
2.4.3. Formulasi Strategi
Tahap awal dalam formulasi strategi yaitu mengidentifikasi
visi, misi, tujuan dan strategi perusahaan yang digunakan saat ini.
Menurut Umar (2008), visi merupakan suatu cita-cita tentang
keadaan dimasa datang yang diinginkan untuk terwujud oleh seluruh
personel perusahaan, mulai dari jenjang yang paling atas sampai
yang paling bawah. Pada intinya, pernyataan visi harus mampu
menjawab ”ingin menjadi apa kita?” (David, 2006).
Sedangkan misi merupakan penjabaran tertulis mengenai visi
agar menjadi mudah dimengerti atau jelas bagi seluruh staf
perusahaan (Umar, 2008). Sedangkan menurut David (2006), misi
merupakan pernyataan tujuan jangka panjang yang membedakan
suatu perusahaan dengan perusahaan sejenis lainya. Misi merupakan
pondasi untuk prioritas, strategi, rencana, dan penugasan yang
menjadi titik awal untuk mendesain pekerjaan manajerial dan
mendesain struktur manajerial. Pernyataan misi mengidentifikasi
Mengukur dan mengevaluasi
kinerja
Implementasi strategi- isu-isu
pemasaran, keuangan, akuntansi,
penelitian,dan pengembangan, sistem informasi
manajemn
Implementasi strategi- isu manajemen
Merumuskan, mengevaluasi, dan memilih
strategi
Menetapkan tujuan jangka
panjang
Menjalankan audit eksternal
Menjalankan audit internal
Formulasi Strategi
Evaluasi Strategi
Implementasi Strategi
Mengembangkan pernyataan visi
dan misi
22
cakupan operasi perusahaan dalam definisi produk dan pasar.
Pernyataan misi yang jelas menggambarkan nilai dan prioritas dari
suatu organisasi dan menhgaruskan penyusun strategi untuk berfikir
tentang sifat dan cakupan operasi saat ini dan mengevaluasi potensi
ketertarikan atas pasar dan aktivitas di masa depan.
1.10 Analisis Lingkungan Internal
Faktor lingkungan internal yaitu segala faktor yang terkait dengan
fungsi perusahaan tersebut yang dapat menunjukkan adanya kekuatan atau
kelemahan perusahaan yang sifatnya dapat dikendalikan oleh pemimpin
perusahaan. Menurut David (2006), kekuatan dan kelemahan internal
merupakan aktivitas organisasi yang dapat dikontrol yang dijalankan dengan
sangat baik atau sangat buruk. Faktor-faktor internal ini muncul dalam
aktivitas manajemen, pemasaran, keuangan atau akuntansi, produksi atau
operasi, penelitian dan pengembangan, dan sistem informasi manajemen dari
sebuah bisnis.
2.5.1 Aspek Pemasaran
Pemasaran dapat digambarkan sebagai proses mendefinisikan,
mengantisipasi, menciptakan, serta memenuhi kebutuhan dan
keinginan pelanggan atas barang dan jasa (David, 2006). Sedangkan
menurut Assauri (2004), setiap perusahaan selalu berusaha untuk
dapat tetap hidup, berkembang, dan mampu bersaing. Dalam rangka
inilah, maka setiap perusahaan perlu selalu menetapkan dan
menerapkan strategi dan cara pelaksanaan kegiatan pemasarannya.
Salah satu unsur dalam strategi pemasaran terpadu adalah strategi
bauran pemasaran, yang merupakan strategi yang dijalankan
perusahaan, yang berkaitan dengan penentuan bagaimana perusahaan
menjanjikan penawaran produk pada segmen pasar tertentu, yang
merupakan sasaran pasarnya.
Variabel strategi bauran pemasaran tersebut adalah:
1. Strategi Produk
Strategi produk dalam hal ini adalah menetapkan cara dan
penyediaan produk yang tepat bagi pasar yang dituju, sehingga dapat
23
memuaskan para konsumennya sekaligus dapat meningkatkan
keuntungan perusahaan dalam jangka panjang, melalui peningkatan
penjualan dan peningkatan pangsa pasar.
Faktor-faktor yang terkandung dalam suatu produk adalah
mutu/kualitas, penampilan, pilihan yang ada, gaya, merek,
pengemasan, ukuran, jenis, macam, jaminan, dan pelayanan.
Sedangkan strategi produk yang dapat dilakukan mencakup
keputusan tentang acuan/bauran produk, merek dagang, cara
pembungkusan/kemasan produk, tingkat mutu/kualitas dari produk
dan pelayanan yang diberikan.
2. Strategi Harga
Strategi penetapan harga sangat penting terutama untuk
menjaga dan meningkatkan posisi perusahaan di pasar, yang
tercermin dalam pangsa pasar perusahaan, disamping untuk
meningkatkan penjualan dan keuntungan perusahaan.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penetapan harga
yaitu: harga bahan baku, biaya produksi, biaya pemasaran, adanya
peraturan pemerintah, yang merupakan faktor yang secara langsung
mempengaruhi. Sedangkan faktor yang tidak langsung
mempengaruhi yaitu harga produk sejenis yang dijual pesaing,
pengaruh harga terhadap produk substitusi dan produk
komplementer, serta potongan harga untuk para penyalur dan
konsumen.
3. Strategi Distribusi
Kegiatan distribusi atau penyaluran merupakan kegiatan
penyampaian produk sampai ke konsumen pada waktu yang tepat.
Oleh karena itu, kegiatan penyaluran merupakan salah satu kebijakan
pemasaran terpadu yang mencakup penentuan saluran pemasaran dan
distribusi fisik.
Faktor-faktor yang mempengaruhinya yaitu: saluran distribusi,
cakupan distribusi, lokasi, persediaan dan alat transportasi.
24
4. Strategi Promosi
Suatu produk betapapun bermanfaat akan tetapi jika tidak
dikenal oleh konsumen, maka produk tersebut tidak akan diketahui
manfaatnya dan mungkin tidak dibeli oleh konsumen. Oleh karena
itu dalam menunjang keberhasilan kegiatan pemasaran yang
dilakukan dan efektifnya rencana pemasaran yang disusun, maka
perusahaan haruslah menetapkan dan menjalankan strategi promosi
yang tepat. Unsur-unsur dari strategi promosi terdiri dari: iklan,
penjualan personal, promosi penjualan, dan publisitas.
2.5.2 Aspek Keuangan atau Akuntansi
Analisis keuangan merupakan metode yang digunakan untuk
menentukan kekuatan dan kelemahan organisasi dalam area
investasi, pendanaan dan deviden. Beberapa hal yang dikaji dalam
aspek keuangan yaitu mengenai bagaimana analisis keuangan
perusahaan, kemampuan perusahaan menghasilkan modal jangka
pendek dan jangka panjang, kecukupan modal perusahaan, prosedur
penganggaran modal, kebijakan pembayaran dividen, serta hubungan
dengan investor dan pemegang saham.
2.5.3 Aspek Produksi atau Operasi
Manajemen produksi operasi berhubungan dengan input,
transformasi, dan output yang bervariasi antar industri dan pasar.
Fungsi produksi operasi dari suatu bisnis terdiri atas semua aktivitas
yang mengubah input menjadi barang dan jasa.
25
Tabel 3. Fungsi dasar manajemen produksi
Fungsi Deskripsi Proses Keputusan proses berhubungan dengan desain dari
sistem produksi fisik. Kapasitas Keputusan kapasitas berhubungan dengan
penentuan tingkat output yang optimal untuk organisasi.
Persediaan Keputusan persediaan mencakup pengelolaan tingkat bahan mentah, barang dalam proses, dan barang jadi.
Tenaga Kerja
Keputusan tenaga kerja berhubungan dengan pengelolaan karyawan yang terampil, tidak terampil, klerikal, dan manajerial.
Kualitas Keputusan kualitas ditujukan untuk memastikan bahwa barang dan jasa yang diproduksi berkualitas tinggi.
Sumber: David,2006.
2.5.4 Aspek Penelitian dan Pengembangan
Aspek penelitian dan pengembangan (Litbang) ditujukan pada
pengembangan produk baru sebelum pesaing melakukannya untuk
memperbaiki kualitas produk atau untuk memperbaiki proses
produksi untuk menurunkan biaya.
2.5.5 Aspek Sistem Informasi Manajemen
Sistem informasi manajemen menerima bahan mentah dari
evaluasi internal dan eksternal dari suatu organisasi. Sistem ini
mengumpulkan bahan mentah data tentang pemasaran, keuangan,
produksi, dan yang berhubungan dengan karyawan secara internal,
serta faktor sosial, budaya, demografi, lingkungan, ekonomi, politik,
peraturan pemerintah, teknologi, dan kompetitif secara eksternal.
Data diintegrasikan dalam cara yang dibutuhkan untuk mendukung
pengambilan keputusan manajerial.
Kegunaan sistem informasi manajemen adalah untuk
memperbaiki kinerja suatu organisasi dengan memperbaiki kualitas
keputusan manajerial. Sistem informasi yang efektif akan
menghasilkan suatu database yang berisi berbagai catatan dan data
yang penting bagi manajer.
26
1.11 Analisis Lingkungan Eksternal
Faktor lingkungan eksternal merupakan faktor-faktor yang pada
dasarnya terletak di luar dan terlepas dari perusahaan (Umar, 2008). Faktor-
faktor lingkungan eksternal meliputi peluang dan ancaman yang berada
diluar kendali perusahaan, meliputi: keadaan politik, hukum dan
pemerintah; ekonomi; sosial, budaya, demografi dan lingkungan; teknologi;
serta tren kompetisi dan kejadian yang secara signifikan dapat
menguntungkan atau membahayakan organisasi di masa depan.
2.6.1 Aspek Politik
Menurut Umar (2008), faktor politik terkait dengan arah,
kebijakan, dan stabilitas pemerintah. Stabilitas politik yang baik akan
sangat mempengaruhi keadaan dunia usaha. Beberapa hal terkait
dengan faktor politik yang perlu diperhatikan yaitu: undang-undang
tentang lingkungan dan berburuhan, peraturan tentang perdagangan
luar negeri, stabilitas pemerintahan, peraturan tentang keamanan dan
kesehatan kerja, dan sistem perpajakan.
2.6.2 Aspek Ekonomi
Menurut Umar (2008), kondisi ekonomi suatu daerah atau
negara dapat mempengaruhi iklim berbisnis suatu perusahaan.
Beberapa faktor kunci yang perlu diperhatikan yaitu: siklus bisnis,
ketersediaan energi, inflasi, suku bunga, investasi, harga-harga
produk dan jasa, produktivitas dan tenaga kerja.
2.6.3 Aspek Sosial, Budaya, Demografi dan Lingkungan
Menurut David (2006), perubahan sosial, budaya, demografi
dan lingkungan memiliki pengaruh besar terhadap hampir semua
produk, jasa dan pelanggan. Adanya kondisi yang selalu berubah-
ubah tersebut sebaiknya diantisipasi oleh perusahaan, misalnya
perubahan sikap, gaya hidup, adat istiadat, dan kebiasaan dari orang-
orang di lingkungan eksternal perusahaan.
2.6.4 Aspek Teknologi
Menurut Umar (2008), kemajuan perkembangan teknologi
yang begitu pesat, baik dibidang bisnis maupun di bidang yang
27
mendukung kegiatan bisnis sangat mempengaruhi keadaan usaha
suatu perusahaan. Agar setiap kegiatan usaha dapat terus berjalan
terus-menerus, maka perusahaan harus selalu mengikuti
perkembangan-perkembangan teknologi yang dapat diterapkan pada
produk dan jasa yang dihasilkan atau pada cara operasinya.
2.6.5 Aspek Persaingan
Menurut Umar (2008), faktor pasar dan persaingan terkait
dengan keadaan persaingan dimana perusahaan berada, sehingga
faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang dimiliki
perusahaan termasuk kondisi persaingan perusahaan dengan
mengumpulkan dan mengevaluasi informasi tentang pesaing
merupakan hal yang penting untuk keberhasilan formulasi strategi.
1.12 Penelitian Terdahulu
Yanti (2006) melakukan penelitian mengenai strategi pengembangan
usaha sayuran organik di pertanian organik “Kebonku”. Dari hasil penelitian
tersebut diketahui bahwa perusahaan berada pada posisi kuadran V yang
menunjukkan bahwa baik kondisi internal perusahaan maupun respon
perusahaan terhadap faktor eksternal tergolong sedang. Sehingga strategi
yang paling efektif yang sebaiknya diterapkan yaitu meningkatkan volume
produksi perusahaan dengan bobot terbesar yaitu 4,590, serta
mempertahankan kualitas dan mutu pelayanan kepada konsumen dan
distributor serta mengusahakan sertifikasi organik dengan bobot 4,466.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2006)
mengenai strategi pengembangan usaha sayuran organik pada kelompok tani
”Usahatani Bersama” di Sumatera Barat. Dari hasil analisis melalui matriks
IFE, EFE, SWOT dan QSPM, dapat diketahui bahwa sebaiknya kelompok
tani ini menerapkan strategi perbaikan sistem manajemen untuk
meningkatkan profesionalisme dan kemampuan manajerial serta
meningkatkan kemampuan teknis dan pengetahuan pertanian organik untuk
anggota dan pekerja melalui pelatihan.
Yenni (2007) melakukan penelitian mengenai perumusan strategi
pemasaran tepung ubi jalar produksi usaha kecil pada Kelompok Tani Hurip
28
di Desa Cikarawang. Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa
sebaiknya Kelompok Tani Hurip menerapkan strategi pemasaran melalui
kegiatan promosi yang intensif dan efisien, menjalin kerjasama dengan
pemerintah dan atau pihak lain, integrasi ke belakang serta perluasan pasar.
Rosita (2008) menganalisis strategi usaha sayuran organik di PT.
Anugrah Bumi Persada “RR Organic Farm” di Kabupaten Cianjur. Dari
hasil penelitian tersebut, diketahui bahwa strategi alternatif yang sebaiknya
diterapkan yaitu mengoptimalkan dan meningkatkan volume produksi
dengan cara perencanaan tanam yang lebih teliti, penyediaan sarana
produksi yang lengkap dan memanfaatkan lahan kosong atau belum ditanam
serta memproduksi sayuran yang bernilai ekonomis.
Purnama (2009) menganalisis strategi pemasaran produk olahan wortel
pada Kelompok Wanita Tani kartini di Cianjur. Dari hasil analisis faktor-
faktor internal dan eksternal, diketahui bahwa kekuatan utama pada usaha
ini yaitu terdapat pada variasi produk yang beragam, kelemahannya terletak
pada kemasan produk dan kegiatan promosi. Sedangkan peluang yang
dimiliki yaitu ketersediaan bahan baku, dan ancamannya terletak pada
adanya produk substitusi. Dari hasil analisis SWOT dan QSPM, dapat
diketahui bahwa strategi terbaik yang dapat dilakukan yaitu memperbaiki
tampilan produk melalui perbaikan kemasan, serta peningkatan promosi
penjualan atau penyebaran informasi produk ke konsumen.
29
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran Operasional
Berawal dari visi pemerintah melalui Departemen Pertanian yaitu “Go
Organic 2010”, secara tidak langsung membawa dampak bagi Kelompok
Tani Sugih Tani yang berlokasi di Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang,
yang termasuk dalam kawasan pengembangan Agropolitan di Kabupaten
Bogor. Melalui kerjasama yang dilakukan antara Kelompok Tani Sugih Tani
dengan ICDF, turut mendukung dalam program pengembangan kawasan
Agropolitan di Kabupaten Bogor. Agar usaha budidaya sayuran organik
yang dikembangkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani dapat berkembang
dengan baik, diperlukan suatu perumusan strategi pengembangan usaha
yang tepat untuk dapat diterapkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani.
Perumusan strategi pengembangan usaha ini akan melalui tiga tahap
kerangka pengambilan keputusan, yang diawali dengan menganalisis faktor-
faktor lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhi usaha
budidaya sayuran organik di Kelompok Tani Sugih Tani tersebut. Analisis
lingkungan internal yaitu berupa identifikasi kekuatan dan kelemahan dari
usaha tersebut, yang kemudian dirangkum dalam matriks Internal Factor
Evaluation (IFE). Sedangkan analisis lingkungan eksternal yaitu berupa
identifikasi peluang dan ancaman yang dihadapi oleh usaha tersebut, yang
kemudian dirangkum dalam matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE).
Tahap berikutnya yaitu menggabungkan antara analisis faktor-faktor
internal dan faktor-faktor eksternal dalam suatu bentuk matriks SWOT.
Melalui analisis ini, kekuatan dan kelemahan usaha, serta peluang dan
ancaman yang dihadapi usaha tersebut akan dicocokkan satu sama lainnya
sehingga akan terbentuk empat tipe strategi, yaitu strategi kekuatan –
peluang (SO), strategi kelemahan – peluang (WO), strategi kekuatan –
ancaman (ST), dan strategi kelemahan – ancaman (WT).
Keluaran dari alternatif-alternatif strategi tersebut akhirnya akan di
analisis kembali melalui Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)
30
untuk menentukan alternatif strategi mana yang terbaik yang sebaiknya
diterapkan pada usaha budidaya sayuran organik di Kelompok Tani Sugih
Tani. QSPM merupakan tahap ketiga atau tahap terakhir dari tahap kerangka
pengambilan keputusan strategi. Keluaran dari matriks QSPM yaitu berupa
skor, dimana strategi dengan skor tertinggi merupakan strategi yang harus
diprioritaskan untuk diterapkan. Dengan terpilihnya strategi yang paling
tepat, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, khususnya
Kelompok Tani Sugih Tani dalam pengembangan usahanya dan dapat
bersaing di pasar organik sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan
kesejahteraan petani dan masyarakat disekitarnya.
31
Gambar 5. Kerangka pemikiran operasional
3.2 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada Kelompok Tani Sugih Tani di Desa
Karehkel, Kecamatan Leuwi Liang, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi ini
dilakukan secara sengaja, berdasarkan rekomendasi dari pihak Bappeda
Kabupaten Bogor, dengan pertimbangan bahwa usaha produksi sayuran
organik ini merupakan usaha yang masih baru dan sedang berkembang,
sehingga perlu dilakukan analisis strategi pengembangan usaha yang efektif.
Kegiatan penelitian dimulai pada bulan Mei-Juli 2009.
Penerapan Strategi Penerapan Strategi
Kelompok Tani Sugih Tani di Desa Karehkel
Pengembangan Usaha Sayuran Organik
Matriks SWOT
Matriks QSP
Strategi Pemasaran Terpilih
Pengembangan Kawasan Agropolitan
Kabupaten Bogor
Alternatif Strategi Pemasaran
Analisis Lingkungan Internal:
• Aspek Pemasaran • Aspek Keuangan/Akuntansi • Aspek Produksi/Operasi • Aspek Litbang • Aspek SIM • Aspek SDM
Analisis Lingkungan Eksternal:
• Aspek Politik • Aspek Ekonomi • Aspek Sosial Budaya,
Demografi dan Lingkungan • Aspek Teknologi • Aspek Persaingan
32
3.3 Karakteristik Responden
Proses pengambilan data pada penelitian ini didasarkan pada
wawancara dan pengisian kuesioner terhadap enam responden yang sangat
berpengaruh terhadap perkembangan usaha budidaya sayuran organik yang
dikembangkan oleh Kelompok Tani Sugih Tani. Adapun keenam orang
tersebut yaitu pihak Bappeda Kabupaten Bogor (salah satu perencana dan
pengelola pengembangan kawasan Agropolitan Kabupaten Bogor), Ketua
Gapoktan Pandan Wangi sekaligus Ketua Posko Induk Agropolitan
Kabupaten Bogor, dan empat orang petani yang menjadi pelopor pada
Kelompok Tani Sugih Tani dalam mengembangkan budidaya sayuran
organik. Tabel karakteristik responden lebih lanjut dapat dilihat pada
Lampiran 1.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data
sekunder yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Data primer adalah data
yang diperoleh langsung melalui observasi, wawancara dan pengisian
kuesioner. Sedangkan data sekunder merupakan data yang berupa dokumen-
dokumen atau literatur yang diperoleh dari BPS, internet, surat kabar atau
jurnal.
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Observasi, yaitu pengamatan langsung objek penelitian dengan tujuan
untuk memahami kondisi petani, dan perkebunan sayuran organik.
2. Wawancara dilakukan kepada pihak-pihak yang terkait dengan
penelitian, yaitu petani sayuran organik, Ketua Gapoktan Pandan
Wangi sekaligus Ketua Posko Induk Agropolitan Kabupaten Bogor,
dan pihak Bappeda yang menangani Agropolitan. Lampiran daftar
pertanyaan wawancara dapat dilihat pada lampiran 3.
3. Kuesioner berisi daftar-daftar pertanyaan dan pernyataan yang
ditujukan kepada pihak-pihak terkait. Kuesioner dibagi menjadi dua
jenis, yaitu kuesioner untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
33
mempengaruhi lingkungan internal dan eksternal usaha sayuran
organik, dan kuesioner untuk menilai faktor-faktor yang paling
mempengaruhi dan kurang mempengaruhi lingkungan usaha sayuran
organik. Lampiran kuesioner dapat dilihat pada lampiran 4.
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Proses penentuan strategi dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap
pengumpulan data atau the input stage, tahap pencocokan atau the matching
stage dan terakhir adalah tahap pengambilan keputusan atau the decision
stage. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel dan
alat hitung kalkulator.
Rincian dari proses penentuan strategi adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Pada tahap ini, data yang diambil berkaitan dengan gambaran
umum Desa Karehkel, profil Kelompok Tani Sugih Tani, dan keadaan
usaha budidaya sayuran organik yang di budidayakan oleh Kelompok
Tani Sugih Tani, faktor internal yang berkaitan dengan kekuatan dan
kelemahan usahanya, serta faktor eksternal yang berkaitan dengan
peluang dan ancaman usahanya. Data dari faktor internal di analisis
dengan menggunakan matriks IFE, sedangkan data-data dari faktor
eksternal di analisis menggunakan matriks EFE.
2. Pencocokan Data
Tahap pencocokan data merupakan tahap dimana terdapat usaha
untuk mengkombinasikan antara sumber daya internal dengan peluang
dan ancaman yang terdapat pada faktor-faktor eksternal yang diperoleh
pada tahap pertama. Pada tahap ini digunakan matriks SWOT.
Hasil dari analisis matriks SWOT ini diharapkan dapat
memberikan beberapa alternatif strategi pemasaran yang dapat dipilih
oleh Kelompok Tani Sugih Tani agar kegiatan pemasaran usaha
budidaya sayuran organik tersebut dapat memberikan hasil yang
maksimal.
34
3. Pengambilan Keputusan
Pada tahap ini akan ditentukan strategi pemasaran terbaik dari
beberapa alternatif strategi yang muncul dari matriks SWOT.
Selanjutnya, penentuan strategi terbaik bagi usaha budidaya sayuran
organik di Kelompok Tani Sugih Tani ini akan dihasilkan berdasarkan
hasil analisis menggunakan matriks QSP (Quantitative Strategic
Planning Matrix).
Gambar 5. Tahap-tahap pengambilan keputusan (Umar, 2008)
3.6 Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal
Analisis lingkungan internal dan eksternal perusahaan menggunakan
dua matriks yang berbeda, yaitu matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
dan matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE).
3.6.1 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)
Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) merupakan sebuah
alat formulasi strategi yang digunakan untuk meringkas dan
mengevaluasi kekuatan dan kelemahan utama dalam area fungsional
bisnis, dan juga memberikan dasar untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi hubungan antara area-area tersebut (David, 2006).
Tahap-tahap dalam mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan
internal dalam matriks IFE adalah sebagai berikut:
Tahap 1: The Input Stage
Matriks EFE Matriks IFE Matriks Profil Pesaing
Tahap 2 : The Matching Stage
Matriks SWOT Matriks IE Matriks Grand Strategi
Matriks SPACE Matriks BCG
Tahap 3: The Decision Stage
Matriks QSP
35
1. Tuliskan faktor internal utama seperti diidentifikasi dalam
proses audit internal.
2. Berikan bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0
(sangat penting) untuk masing-masing faktor. Bobot yang
diberikan kepada masing-masing faktor mengindikasikan
tingkat penting relatif dari faktor terhadap keberhasilan
perusahaan dalam industri. Jumlah seluruh bobot harus sebesar
1,0.
3. Berikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor
untuk mengindikasikan apakah faktor tersebut menunjukkan
kelemahan mayor (peringkat = 1), atau kelemahan minor
(peringkat = 2), kekuatan minor (peringkat = 3), atau kekuatan
mayor (peringkat = 4). Perhatikan bahwa kekuatan harus
mendapatkan peringkat 3 atau 4, dan kelemahan harus
mendapat peringkat 1 atau 2. Jadi, peringkat adalah
berdasarkan perusahaan, sedangkan bobot adalah berdasarkan
industri.
4. Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkat untuk
menentukan rata-rata tertimbang untuk masing-masing
variabel.
5. Jumlahkan rata-rata tertimbang untuk masing-masing variabel
untuk menentukan total rata-rata tertimbang untuk organisasi.
Nilai rata-rata adalah 2,5. Total rata-rata tertimbang di bawah
2,5 menggambarkan organisasi yang lemah secara internal,
sementara total nilai di atas 2,5 mengindikasikan posisi internal
yang kuat.
36
Tabel 4. Matriks IFE
Faktor-faktor Internal
Bobot Peringkat Bobot x Rating
Kekuatan 1. 2. ... Kelemahan 1. 2. ... Total 1,00
Sumber : David, 2006
3.6.2 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)
Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE) digunakan untuk
mengetahui faktor-faktor eksternal perusahaan berkaitan dengan
peluang dan ancaman yang dianggap penting. Data eksternal
dikumpulkan untuk menganalisis hal-hal menyangkut persoalan
ekonomi, sosial, budaya, demografi, lingkungan, politik,
pemerintahan, hukum, teknologi, dan persaingan (David, 2006).
Tahap-tahap dalam mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan
eksternal dalam matriks IFE adalah sebagai berikut:
1. Buat daftar faktor eksternal yang diidentifikasi dalam proses
audit eksternal.
2. Berikan bobot yang berkisar dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0
(sangat penting) untuk masing-masing faktor. Bobot
mengindikasikan tingkat penting relatif dari faktor terhadap
keberhasilan perusahaan dalam industri. Jumlah seluruh bobot
harus sebesar 1,0.
3. Berikan peringkat 1 sampai 4 untuk masing-masing faktor
eksternal kunci tentang seberapa efektif strategi perusahaan
saat ini dalam merespon faktor tersebut, dimana 4 = respon
perusahaan superior, 3 = respon perusahaan di atas rata-rata, 2
= respon perusahaan rata-rata, 1 = respon perusahaan jelek.
37
Peringkat didasari pada efektivitas strategi perusahaan,
sedangkan bobot didasarkan pada industri.
4. Kalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya
untuk menentukan nilai tertimbang.
5. Jumlahkan nilai tertimbang dari masing-masing variabel untuk
menentukan total nilai tertimbang bagi organisasi. Nilai nilai
tertimbang tertinggi adalah 4,0 dan nilai tertimbang terendah
adalah 1,0. Total nilai tertimbang rata-rata adalah 2,5. Total
nilai tertimbang sebesar 4,0 mengindikasikan bahwa organisasi
merespon dengan sangat baik terhadap peluang dan ancaman
yang ada dalam industrinya. Dengan kata lain, strategi
perusahaan secara efektif mengambil keuntungan dari peluang
yang ada saat ini dan meminimalkan efek yang mungkin
muncul dari ancaman eksternal. Total nilai 1,0
mengindikasikan bahwa strategi perusahaan tidak
memanfaatkan peluang atau tidak menghindari ancaman
eksternal.
Tabel 5. Matriks EFE
Faktor-faktor Eksternal
Bobot Rating Bobot x Rating
Peluang 1. 2. ... Ancaman 1. 2. ... Total 1,00
Sumber : David, 2006
3.6.3 Analisis Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (SWOT)
Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis lingkungan
yang berupa kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses), peluang
38
(opportunities), dan ancaman (threats) disebut analisis SWOT atau
Matriks SWOT.
Matriks ini memberikan gambaran dimana faktor lingkungan
eksternal yang berupa peluang dan ancaman digabungkan dengan
faktor internal yang berupa kekuatan dan kelemahan sehingga pada
akhirnya akan menghasilkan beberapa alternatif strategi
pengembangan usaha yang dapat diterapkan oleh perusahaan.
Beberapa alternatif strategi tersebut yaitu (David, 2006):
1. Strategi kekuatan – peluang (Strategi SO), yaitu strategi yang
menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk
memanfaatkan peluang eksternal.
2. Strategi kelemahan – peluang (Strategi WO), yaitu strategi
yang bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan
memanfaatkan peluang eksternal.
3. Strategi kekuatan – ancaman (Strategi ST), yaitu strategi yang
menggunakan kekuatan internal untuk menghindari atau
mengurangi pengaruh dari ancaman eksternal secara langsung.
4. Strategi kelemahan – ancaman (Strategi WT), yaitu taktik
defensif yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal
dan menghindari ancaman eksternal.
Penyajian yang sistematis dari Matriks SWOT terdapat pada
gambar 6. Matriks SWOT terdiri dari sembilan sel, diantaranya
terdiri dari empat sel faktor kunci, empat sel strategi, dan satu sel
dibiarkan kosong (sel kiri atas). Empat sel strategi yang diberi nama
SO, WO, ST, dan WT, dikembangkan setelah menyelesaikan empat
sel faktor kunci, diberi nama S,W,O, dan T. Delapan langkah yang
terlibat dalam membuat matriks SWOT yaitu (David, 2006):
1. Tuliskan peluang eksternal perusahaan.
2. Tuliskan ancaman eksternal perusahaan.
3. Tuliskan kekuatan internal perusahaan.
4. Tuliskan kelemahan internal perusahaan.
39
5. Cocokkan kekuatan internal dengan peluang eksternal, dan
catat hasilnya dalam sel strategi SO.
6. Cocokkan kelemahan internal dengan peluang eksternal, dan
catat hasilnya dalam sel strategi WO.
7. Cocokkan kekuatan internal dengan ancaman eksternal, dan
catat hasilnya dalam sel strategi ST.
8. Cocokkan kelemahan internal dengan ancaman eksternal, dan
catat hasilnya dalam sel strategi WT.
Faktor Internal
(IFE)
Faktor Eksternal
(EFE)
Kekuatan (S) Daftar Kekuatan Internal
1.
2.
...
Kelemahan (W) Daftar Kelemahan Internal
1.
2.
...
Peluang (O) Daftar Peluang Eksternal
1.
2.
...
Strategi SO Atasi kelemahan dengan
memanfaatkan peluang.
Strategi WO Gunakan keluatan untuk
memanfaatkan peluang.
Ancaman (T) Daftar Ancaman Eksternal
1.
2.
...
Strategi ST Gunakan kekuatan untuk
menghindari ancaman.
Strategi WT Minimalkan kelemahan dan
hindari ancaman.
Gambar 6. Matriks SWOT (David, 2006)
3.6.4 Matriks Quantitative Strategic Planning (QSP)
Matriks QSP adalah alat yang memungkinkan penyusun
strategi untuk mengevaluasi alternatif strategi secara objektif,
berdasarkan faktor keberhasilan kunci internal dan eksternal yang
telah diidentifikasi sebelumnya (David, 2006).
Secara konsep QSPM menentukan daya tarik relatif dari
berbagai strategi berdasarkan seberapa jauh faktor keberhasilan
kunci internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Daya tarik
40
relatif dari masing-masing strategi dalam satu set alternatif dihitung
dengan menentukan pengaruh kumulatif dari masing-masing faktor
keberhasilan kunci eksternal dan internal. Jumlah set alternatif
strategi yang dimasukkan dalam QSPM bisa berapa saja, jumlah
strategi strategi dalam satu set juga bisa berapa saja, tetapi hanya
strategi dalam set yang sama yang dapat dievaluasi satu sama lain.
Langkah-langkah dalam pengembangan matriks QSP yaitu:
1. Membuat daftar peluang/ancaman eksternal dan
kekuatan/kelemahan internal kunci perusahaan di kolom kiri
dalam QSPM.
2. Berikan bobot untuk masing-masing faktor internal dan
ekternal. Bobot ini identik dengan yang pada pada matriks EFE
dan IFE.
3. Evaluasi matriks tahap 2 (pencocokan), dan identifikasi
alternatif strategi yang harus dipertimbangkan organisasi untuk
diimplementasikan. Catat strategi-strategi ini pada baris atas
dari QSPM. Kelompokkan strategi ke dalam set yang
independen jika memungkinkan.
4. tentukan Nilai Daya Tarik (Attractiveness Scores-AS) yaitu
angka yang mengidentifikasikan daya tarik relatif dari msing-
masing strategi dalam set alternatif tertentu. Nilai daya tarik
harus diberikan untuk masing-masing strategi untuk
mengidentifikasikan daya tarik relatif dari satu strategi atas
strategi lainnya, dengan mempertimbangkan faktor tertentu.
jangkauan untuk nilai daya tarik adalah:
1 = tidak menarik
2 = agak menarik
3 = cukup menarik
4 = sangat menarik
5. Hitunglah total nilai daya tarik (Total Attractiveness Score-
TAS) yang didapat dari perkalian bobot dengan nilai daya tarik
(AS) dalam masing-masing baris. Total nilai daya tarik
41
mengindikasikan daya tarik relatif dari masing-masing
alternatif strategi, dengan hanya mempertimbangkan pengaruh
faktor keberhasilan kunci internal atau eksternal terdekat.
6. Hitung penjumlahan total nilai daya tarik (STAS). Tambahkan
total nilai daya tarik (TAS) dalam masing-masing kolom dari
QSPM. Penjumlahan total nilai daya tarik (STAS)
mengungkapkan strategi mana yang paling menarik dari setiap
set alternatif. Nilai yang lebih tinggi mengindikasikan strategi
yang lebih menarik, mempertimbangkan semua faktor internal
dan eksternal yang relevan yang dapat mempengaruhi
keputusan strategis.
Tabel 6. Matriks QSP
Faktor-faktor Sukses Kritis
Bobot
Alternatif Strategi Strategi 1 Strategi 2 Strategi 3 AS TAS AS TAS AS TAS
Faktor-faktor Kunci Internal 1. 2. ...
Total Bobot 1,0 Faktor-faktor Kunci Eksternal 1. 2. ...
Total Bobot 1,0 Jumlah Nilai TAS
Sumber: David, 2006
42
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
4.1.1 Sejarah dan Profil Kelompok Tani Sugih Tani
Kelompok Tani Sugih Tani berdiri pada tahun 1975 yang
diketuai oleh Bapak M. Soleh. Pada awal berdirinya kelompok tani
ini, komoditas utama yang dibudidayakan yaitu berupa pertanian
sawah dengan jumlah anggota kelompok tani sekitar 25 orang dan
komoditas yang dibudidayakan pun masih berupa pertanian
konvensional (non-organik).
Seiring dengan bertambahnya usia, akhirnya pada tahun 2008
ketua Kelompok Tani Sugih Tani diganti oleh Bapak Endai
Hidayatullah. Hingga sekarang, luas lahan areal dari anggota
kelompok tani semakin bertambah, dan lahan yang dibudidayakan
sudah terbagi menjadi dua jenis, yaitu pertanian sawah dan kebun
sayur-sayuran (organik dan non-organik) begitu juga dengan anggota
Kelompok Tani Sugih Tani saat ini sudah mencapai 51 orang. Saat
ini sebagian besar lahan pertanian yang digunakan mayoritas untuk
pengembangan agribisnis sayuran tanah dataran rendah seperti
bayam, kangkung, selada, kemangi, lobak, kucai ganda dan caisin.
Jenis sayur-sayuran ini dinilai memiliki keunggulan kompetitif
apabila dibandingkan dengan tanaman pangan lain yang ditanam di
daerah ini.
Kelompok Tani Sugih Tani secara administratif berada di
Kampung Pabuaran Dukuh, Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi
Liang, Kabupaten Bogor. Jarak dari Kantor Desa ± 0,7 km, dari
kecamatan sekitar 3,5 km dan dari kabupaten sekitar 50 km. Desa
Karehkel berada pada ketinggian antara 300 – 700 m dpl, dengan
luas areal: sawah 57 Ha, tanah darat 63 Ha dengan keadaan wilayah
datar. Keadaan tanah PMK, latosol dan pH tanah diperkirakan antara
4,5–6 dengan sifat tanah sedang sampai baik. Sedangkan temperatur
43
minimum rata-rata antara 20–25 °C dan temperatur tertinggi antara
28–30 °C. Dengan keadaan wilayah tersebut dapat dikatakan bahwa
wilayah pertanian Kelompok Tani Sugih Tani sangat mendukung
untuk pertanian, baik padi sawah maupun sayur-sayuran.
Kelompok Tani Sugih Tani mulai mencoba budidaya organik
sejak awal bulan Juni 2009 melalui kerjasama tertulis (MOU) dengan
pihak ICDF, sebuah institusi pertanian yang berasal dari Taiwan
yang memiliki misi ingin meningkatkan mutu sumber daya petani
agar bisa menembus pasar lokal maupun internasional.
Awal mula dari adanya kerjasama antara pihak Kelompok Tani
Sugih Tani dengan ICDF yaitu berawal dari misi khusus ICDF yang
ingin mengembangkan pertanian organik sekaligus mencari petani
yang mau bekerjasama untuk menjadi pemasok sayuran organik bagi
sejumlah supermarket yang menjadi mitra usaha ICDF. Pada Bulan
Januari 2009, pihak ICDF mencari informasi ke BPTP (Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Barat yang berlokasi di
Lembang, sebuah badan pengembangan pertanian sekaligus pembina
program Prima Tani Desa Karehkel. Program Prima Tani
merupakan sebuah program pengembangan pertanian di Desa
Karehkel untuk mengecek kondisi kesuburan tanah, pH tanah, dan
komoditas pertanian apa yang sesuai untuk dikembangkan dengan
kondisi iklim dan tanah tersebut. Dari hasil analisis yang dilakukan
diperoleh hasil bahwa di Desa Karehkel memiliki peluang dan
potensi untuk pengembangan pertanian organik yang cukup besar
serta didukung oleh kondisi iklim dan tanah yang cukup mendukung
untuk pengembangan pertanian organik.
Akhirnya, pada Bulan Mei 2009, kedua belah pihak langsung
mengadakan persiapan untuk konversi lahan ke pertanian organik,
persiapan bantuan pinjaman fasilitas teknologi berupa screen house
sepanjang 800 m² (luas lahan yang diperjanjikan sebagai lahan
percobaan seluas 800 m², dan terbagi untuk empat orang petani
44
dengan masing-masing petani seluas 200 m²) dan pembinaan tata
cara budidaya organik yang baik sesuai dengan prosedur.
Pada tanggai 1 Juni 2009 diadakan perjanjian tertulis (MOU)
antara pihak ICDF dengan Kelompok Tani Sugih Tani. Adapun
beberapa hal yang diperjanjikan dalam MOU tersebut yaitu: (1)
Komoditas yang dibudidayakan terdiri dari 4 jenis sayuran: bayam,
kangkung, caisin, dan pakcoy, (2) Pihak kelompok tani harus mampu
menyediakan pasokan untuk masing-masing komoditi sebanyak satu
kuintal setiap minggunya, (3) Pihak ICDF memberi pinjaman
fasilitas teknologi produksi berupa screen house sepanjang 800 m²
dan dikreditkan hingga lunas (dan menjadi hak milik petani), (4)
Harga setiap komoditas dihargai oleh pihak ICDF senilai Rp.
7.000/kg, dan harga tersebut dipotong sebanyak 25persen per
kilogram sebagai biaya untuk cicilan screen house hingga lunas
(screen house seharga Rp. 16.000/m²).
Hingga akhir Bulan Juni 2009, hasil dari uji coba sayuran
organik tersebut baru memberikan hasil yang relatif sedikit, karena
baru mengalami empat kali panen dengan kualitas hasil panen yang
relatif baik dan cukup dapat dapat bersaing dengan produk sayuran
organik lainnya. Meskipun usaha budidaya sayuran organik di
kelompok tani ini masih baru, namun dengan semangat dan
komitmen yang cukup tinggi dari para anggota kelompok tani,
diharapkan jika hasil uji coba sayuran organik tersebut berhasil untuk
semua jenis komoditas.
4.1.2 Profil Desa Karehkel
Kelompok Tani Sugih Tani secara administratif berada di
Kampung Pabuaran Dukuh, Desa Karehkel, Kecamatan Leuwi
Liang, Kabupaten Bogor. Adapun batas-batas administratif Desa
Karehkel yaitu:
Sebelah Utara : Desa Leuwi Batu, Kecamatan Rumpin
Sebelah Selatan : Desa Leuwi Liang, Kecamatan Leuwi Liang
Sebelah Barat : Desa Cidokom
45
Sebelah Timur : Desa Leuwi Batu, Kecamatan Rumpin
Desa Karehkel memiliki luas wilayah yaitu 420.000 Ha dengan
jumlah penduduk sebanyak 11.640 jiwa dan 2630 KK, terbagi atas
5.969 pria dan 5.671 wanita. Mayoritas penduduk Desa Karehkel
bermata pencaharian utama yaitu sebagai petani sebanyak 1330 jiwa.
Tabel 7. Penduduk berusia 10 tahun keatas yang bekerja menurut jenis pekerjaan utama di Kecamatan Leuwi Liang.
Lapangan Usaha Utama Jumlah (jiwa) Karyawan/PNS 25 Tenaga Produksi/Buruh 70 Pengusaha/Wiraswasta 100 Petani 1.330 Pedagang 215
Jumlah 1.740 Sumber: Kantor Kepala Desa Karehkel, 2008
Jika dilihat dari sisi sarana transportasi, Desa Karehkel
mempunyai akses transportasi yang mudah dijangkau dan lokasi desa
berdekatan dengan Pasar Leuwi Liang. Sedangkan dari tingkat
pendidikan, mayoritas tingkat pendidikan penduduk Desa Karehkel
masih rendah, dimana penduduknya mayoritas tidak tamat SD, dan
hanya tamat SD.
Tabel 8. Tingkat pendidikan penduduk Desa Karehkel.
Status Pendidikan Jumlah (Jiwa) Tidak tamat SD 4735 SD 4066 SLTP 969 SLTA 419 Akademi / Sarjana Muda 34 S1 15 S2 1 S3 0
Jumlah 10.239 Sumber: Kantor Kepala Desa Karehkel, 2008
Desa Karehkel yang terletak di Kecamatan Leuwi Liang,
termasuk ke dalam wilayah pengembangan pembangunan Kabupaten
Bogor bagian barat. Secara umum kondisi perekonomian di wilayah
ini di topang oleh sektor pertanian. Sektor inilah yang menjadi mata
46
pencaharian utama penduduk di kecamatan ini. Dengan model
pengembangan konsep agropolitan, yaitu kota pertanian yang
tumbuh dan berkembang karena berjalannya sistem dan usaha
agribisnis serta mampu melayani wilayah sekitarnya.
Basis pertanian Kecamatan Leuwiliang cukup kuat, apalagi
wilayah ini sudah tersentuh oleh sektor perbankan sehingga
memudahkan transaksi-transaksi hasil pertanian. Adanya Unit Bank
BRI sebanyak satu unit, BPD 1 unit, Bank swasta 5 unit, dan LPK
Kecamatan satu unit, termasuk transaksi yang terjadi melalui
koperasi simpan pinjam sebanyak 19 unit. Sebagai pengelola
program agropolitan tersebut, ditunjuk sebuah Gapoktan (Gabungan
Kelompok Tani) Pandan Wangi yang yang diketuai oleh Bapak
Zulfakar, sekaligus merangkap sebagai Ketua Posko Induk
Agropolitan dan Ketua P4S (Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan
Swadaya) Pandan Wangi untuk mengkoordinir kelompok tani-
kelompok tani yang terletak di Desa Karehkel tersebut.
4.2 Visi, Misi dan Tujuan Perusahaan
Meskipun memiliki keinginan yang kuat untuk mengembangkan usaha
budidaya sayuran organik, namun hingga saat Kelompok Tani Sugih Tani
belum memiliki rumusan strategis dan pernyataan tertulis mengenai visi,
misi dan tujuan yang ingin dicapai Kelompok Tani Sugih Tani. Padahal,
untuk dapat bersaing dalam industri, Kelompok Tani Sugih Tani harus
memiliki arahan yang jelas dalam menjalankan usahanya. Secara ringkas,
visi merupakan merupakan suatu cita-cita tentang keadaan dimasa datang
yang diinginkan untuk terwujud oleh seluruh personel perusahaan.
Sedangkan misi merupakan penjabaran tertulis mengenai visi agar menjadi
mudah dimengerti atau jelas bagi seluruh staf perusahaan. Oleh karena itu,
untuk masa yang akan datang, diharapkan Kelompok Tani Sugih Tani
mampu menyusun secara tertulis pernyataan visi, misi dan tujuan usahanya.
Hal ini penting agar strategi dan tujuan jangka panjang dari pengembangan
usaha sayuran organik tersebut menjadi terarah dan dapat bersaing dengan
pesaing-pesaingnya.
47
Berdasarkan hasil wawancara dan diskusi dengan para petani dan ketua
Gapoktan Pandan Wangi, maka dapat diambil kesimpulan bahwa Kelompok
Tani Sugih Tani memiliki visi ”Meningkatkan kualitas hidup petani dan
masyarakat, serta menjaga kelestarian lingkungan”. Sedangkan misi dan
tujuan Kelompok Tani Sugih Tani secara umum yaitu: (1) meningkatkan
kesejahteraan petani dengan harga jual produk organik yang lebih tinggi, (2)
menjaga kelestarian dan kesuburan tanah dengan menggunakan pupuk
organik dan penghentian penggunaan pestisida, (3) mengurangi
ketergantungn petani terhadap bahan baku, karena bahan baku seperti pupuk
organik dapat dibuat sendiri.
4.3 Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi yang terdapat di Kelompok Tani Sugih Tani pada
dasarnya merupakan struktur organisasi yang dibuat dan diterapkan pada
saat Kelompok Tani Sugih Tani belum mulai membudidayakan pertanian
organik. Namun sampai sejauh ini Kelompok Tani Sugih Tani merasa belum
perlu merubah struktur organisasinya, karena usaha budidaya sayuran
organik ini masih baru dan petani yang terlibat pun masih sangat terbatas
yaitu baru melibatkan empat orang, yaitu Bapak M. Soleh, Bapak
Hutagalung, Bapak Suryani, dan Bapak Eman Sulaeman.
Struktur organisasi Kelompok Tani Sugih Tani dimulai dari Kepala
Desa Karehkel sebagai pelindung yang berperan sebagai pembina dan
pengawas dalam jalannya setiap usaha yang berjalan di Desa Karehkel.
Namun pada prakteknya, karena kesibukan, peran Kepala Desa menjadi
kurang aktif, sehingga petani jarang berkoordinasi dengan Kepala Desa
secara langsung. Ketua Kelompok Tani Sugih Tani sebagai pimpinan
tertinggi di Kelompok Tani Sugih Tani dibantu oleh enam orang pengurus
kelompok tani yang terdiri dari sekretaris, bendahara, seksi pertanian, seksi
pemasaran, seksi saprotan, dan seksi humas. Masing-masing bagian tersebut
bertanggung jawab terhadap tugasnya masing-masing dan pada akhirnya
bertugas melaporkan seluruh kegiatan kepada ketua kelompok tani.
Secara garis besar, fungsi dan tugas dari masing-masing pengurus
Kelompok Tani Sugih Tani yaitu sebagai berikut:
48
1. Kepala Desa sebagai pelindung sekaligus pengawas jalannya usaha
pertanian di Desa Karehkel.
2. Ketua sebagai penanggungjawab segala kegiatan di Kelompok Tani
Sugih Tani, dari mulai pengelolaan budidaya pertanian, penyuluhan,
koordinasi dengan pihak Gapoktan, Kepala Desa dan sebagainya.
3. Sekretaris sebagai pencatat segala kegiatan yang berjalan di Kelompok
Tani Sugih Tani, mulai dari hasil penyuluhan, pelatihan, hingga
mencatat hasil produksi pertanian di Kelompok Tani Sugih Tani.
4. Bendahara sebagai pengelola keuangan, yang memegang dan mencatat
segala pemasukan dan pengeluaran Kelompok Tani Sugih Tani.
5. Seksi Pertanian sebagai pemantau pertumbuhan komoditi yang
dibudidayakan dari mulai awal pengolahan lahan, penanggulangan
HPT, hingga proses panen produk.
6. Seksi Pemasaran bertugas memasarkan produk yang panen ke pasar
tradisional (untuk komoditi non-organik).
7. Seksi Saprotan bertugas membeli atau menyediakan segala kebutuhan
sarana produksi pertanian, dari mulai bibit, pupuk, pestisida (untuk
produk non-organik), cangkul, dan peralatan yang dibutuhkan lainnya.
8. Seksi Humas berperan sebagai penghubung antara kelompok tani
dengan masyarakat luar, seperti pemerintah desa dan UPTD Dinas
Pertanian.
Adapun pembagian tugas dan struktur organisasi Kelompok Tani
Sugih Tani dapat dilihat pada gambar 7. Namun pada pelaksanaannya, tugas
dari masing-masing pengurus ini masih kurang dilaksanakan dengan baik di
beberapa jabatan, terlebih untuk usaha budidaya sayuran organik, struktur
organisasi seperti ini sudah tidak efektif, karena pengelolaan usaha budidaya
organik dibutuhkan suatu pengelolaan manajemen yang terstruktur dengan
baik dan sumber daya manusia yang potensial dibidangnya masing-masing.
49
Gambar 7. Struktur organisasi Kelompok Tani Sugih Tani
Kelemahan dari struktur organisasi ini yaitu ruang lingkup jabatan dan
tugas dari masing-masing pengurus kurang terdeskripsi dengan jelas
sehingga seringkali terjadi duplikasi jabatan. Selain itu lahan pertanian yang
digunakan untuk budidaya pertanian merupakan lahan pribadi petani
masing-masing, sehingga seringkali tugas dari masing-masing jabatan
banyak yang dilakukan sendiri oleh masing-masing petani, tidak secara
terkoordinir.
Kelompok Tani Sugih Tani memiliki jumlah anggota keseluruhan
yaitu sebanyak 51 orang, akan tetapi pada prakteknya, jumlah anggota yang
aktif yaitu hanya sebesar 25 orang dan lahan pertanian yang efektif
digunakan pun hanya seluas 25 Ha dari total luas lahan yang dimiliki. Hal
ini disebabkan karena jumlah anggota yang terlalu besar dan letak lokasi
tempat tinggal serta lahan budidaya yang berjauhan, sehingga jumlah
anggota yang aktif merupakan anggota kelompok tani yang berlokasi
berdekatan saja.
4.4 Analisis Lingkungan Internal
Lingkungan internal merupakan aspek-aspek yang berada di dalam
perusahaan dan memiliki pengaruh langsung terhadap perusahaan tersebut.
Pelindung
Ketua
Sekretaris
Sie. Pertanian Sie. Pemasaran Sie. Saprotan Sie. Humas
Bendahara
50
Analisis lingkungan ini merupakan proses identifikasi terhadap faktor-faktor
kekuatan dan kelemahan dari dalam perusahaan. Lingkungan internal dapat
dianalisis dengan menggunakan analisis pendekatan fungsional, yaitu
analisis yang dilakukan pada masing-masing fungsi dalam perusahaan
dengan menganalisis aspek pemasaran, produksi, sumber daya manusia,
kondisi keuangan, kegiatan penelitian dan pengembangan serta sistem
informasi manajemen dari suatu perusahaan.
4.4.1 Aspek Pemasaran
Analisis pemasaran berhubungan dengan analisis bauran
pemasaran yang meliputi analisis produk, harga, distribusi, dan
promosi produk sayuran organik dari Kelompok Tani Sugih Tani.
1. Bauran Produk
Meskipun usaha budidaya sayuran organik ini terbilang masih
sangat baru, namun dalam pelaksanaannya Kelompok Tani Sugih
Tani sudah cukup memperhatikan kualitas dan menjaga kualitas
produknya melalui quality qontrol yang dimulai sejak pembelian
benih dari toko pertanian yang sudah cukup dikenal baik oleh para
petani karena menjual bibit pertanian dengan mutu yang baik,
pengolahan lahan, penanaman bibit, pemupukan, penutupan lahan
dengan screen house, hingga pada saat panen dan diterima oleh
pihak swalayan.
Khusus untuk pengawasan mutu ketika pasca panen,
pengendalian mutu lebih dilakukan oleh pihak ICDF, karena faktor
pengetahuan dan ketersediaan fasilitas yang dimiliki oleh petani
kurang memadai. Ketika produk sayuran panen, pihak petani
mengirimkan produk sayurannya ke kantor ICDF yang berlokasi di
wilayah kampus IPB Dramaga dengan menggunakan angkutan
umum untuk kemudian dilakukan penyortiran disana. Proses
pembersihan sayuran hasil panen pertama-tama dibersihkan seadanya
oleh petani dengan hanya membersihkan akar tanamannya saja,
kemudian ketika sampai di tangan pihak ICDF dilakukan proses
pembersihan kembali dengan menggunakan alat khusus. Kemudian
51
sayuran hasil panen dibawa dengan mobil box ke swalayan yang
menjadi mitra ICDF.
Standarisasi pengelolaan dan budidaya yang diterapkan oleh
Kelompok Tani Sugih Tani yaitu berdasarkan prosedur dari ICDF,
sedangkan standarisasi mutu produk berdasarkan permintaan
swalayan/konsumen. Proses penyortiran dilakukan oleh pihak ICDF.
Hal ini dilakukan karena pihak petani belum mengetahui secara baik
standarisasi produk yang diinginkan oleh pihak swalayan dan belum
mampu melakukan penyortiran sendiri. Adapun tahap penyortiran
dapat dilihat pada gambar 8. Sampai saat ini untuk mengatasi
masalah sayuran yang tidak lolos sortir, petani belum mampu
memperoleh tempat pemasaran yang lebih memadai selain dari pasar
tradisional, karena belum ada upaya promosi untuk mencari wilayah
pemasaran yang baru.
Sayuran oganik yang diproduksi oleh Kelompok Tani Sugih
Tani dapat diklasifikasikan berdasarkan kualitas, yaitu: (1) Sayuran
grade A, yaitu sayuran yang memiliki kualitas yang baik dan
memenuhi standar swalayan, akan langsung dipasarkan ke swalayan,
(2) Sayuran grade B, yaitu sayuran yang memiliki kualitas sedang
atau jelek dan tidak lolos hasil penyortiran
Gambar 8. Tahap penyortiran sayuran organik Kelompok Tani
Sugih Tani
YA
TIDAK
Sayuran hasil panen
Swalayan
Penyortiran oleh ICDF
Pasar Tradisional
52
Produk yang diminta untuk diproduksi dan dibudidayakan oleh
pihak ICDF dan swalayan kepada Kelompok Tani Sugih Tani terdiri
dari empat jenis sayuran. Empat jenis sayuran tersebut terdiri dari:
caisin, bayam, kangkung, dan pakcoy. Akan tetapi sampai saat ini
petani baru mampu memenuhi permintaan untuk tiga jenis
komoditas, yaitu caisin, bayam, dan kangkung, dikarenakan petani
takut gagal, karena selama ini belum pernah mencoba dan
mengetahui teknik budidaya sayuran pakcoy yang tepat. Proses
penanaman ketiga sayuran ini dilakukan secara bertahap masing-
masing dengan jeda sekitar 7–10 hari. Hal ini dilakukan agar produk
sayuran yang dihasilkan tidak mengalami panen secara bersamaan,
sehingga ketersediaan produk setiap minggu selalu ada ketika pihak
swalayan meminta pesanan sayuran organik.
Sayuran organik produksi Kelompok Tani Sugih Tani belum
memiliki kemasan sendiri. Selain karena faktor keterbatasan dana,
hal ini dikarenakan semua hasil panen, terlebih dahulu langsung
disortir oleh pihak ICDF, kemudian dari pihak ICDF langsung
dibawa ke pihak swalayan dengan menggunakan mobil box. Sayuran
yang telah disortir dan dikirim ke swalayan akan dikemas dan dijual
ke swalayan-swalayan lainnya dengan menggunkan merek ICDF.
Hal ini menyebabkan tingkat promosi dan kekuatan harga produk
sayuran Kelompok Tani Sugih Tani menjadi sangat rendah dan tidak
dikenal oleh masyarakat.
Label merupakan bagian dari kemasan produk yang dapat
berupa gambar, tulisan dengan variasi warna dan desain tertentu
(Yanti, 2006). Menurut Kotler (2002), label kemasan produk dapat
berfungsi untuk mengidentifikasi produk atau merek,
menggolongkan produk, menjelaskan beberapa informasi mengenai
produk kepada konsumen. Informasi tersebut meliputi identitas
produsen (nama, alamat, dan nomor telepon perusahaan), jenis
produk (organik atau non-organik), dan kode produksi. Untuk saat
ini, produk sayuran organik produksi Kelompok Tani Sugih Tani
53
belum memiliki label sendiri, karena diperlukan dana yang cukup
besar sedangkan keadaan keuangan dan sistem manajemen
Kelompok Tani Sugih Tani belum memadai.
2. Bauran Harga
Strategi bauran harga meliputi strategi penetapan harga, tingkat
harga, potongan harga serta syarat-syarat pembayaran. Penetapan
harga jual produk sayuran organik Kelompok Tani Sugih Tani
disesuaikan dengan perjanjian antara pihak petani dengan pihak
ICDF, yaitu sebesar Rp. 7.000/kg untuk keempat komoditi. Namun
dari setiap hasil penjualan yang diterima akan dipotong sebesar 25
persen untuk membayar cicilan kredit screen house kepada pihak
ICDF yang telah memfasilitasi screen house hingga lunas. Oleh
karena itu, selama screen house belum lunas, maka petani hanya
akan menerima harga jual bersih sebesar Rp. 5.250/kg. sayuran yang
lolos hasil sortasi akan langsung dibeli dan dibayar oleh ICDF
dengan sistem tunai (langsung bayar di tempat).
3. Bauran Distribusi
Dalam hal pendistribusian produk sayuran organiknya,
Kelompok Tani Sugih Tani tidak menentukan wilayah pemasarannya
secara spesifik, dimana pendistribusian produknya hanya terpusat
kepada swalayan yang menjadi mitra ICDF. Sedangkan untuk
pendistribusian lebih menyebar, dilakukan oleh pihak swalayan ke
cabang-cabangnya di sekitar Jabodetabek.
Ketika mendistribusikan produk sayuran organiknya, petani
menampung produknya pada box-box sayuran dan mengirimnya
dengan menggunakan angkutan umum ke kantor ICDF di wilayak
kampus IPB Dramaga. Saluran yang digunakan oleh Kelompok Tani
Sugih Tani dalam mendistribusikan produk sayuran organiknya
terdiri dari dua saluran, yaitu: (1) Produsen – ICDF – Swalayan, (2)
Produsen – Pasar Tradisional. Saluran distribusi yang pertama
merupakan saluran distribusi utama yang digunakan oleh Kelompok
Tani Sugih Tani. Pada saluran ini produk yang dijual ke swalayan
54
merupakan produk yang berkualitas baik dan memenuhi standarisasi
ICDF dan swalayan yang terkait. Sedangkan saluran distribusi kedua
merupakan saluran distribusi cadangan. Pada saluran ini, produk
sayuran organik yang dijual merupakan produk yang tidak lolos
sortasi swalayan karena kurang memenuhi standar ukuran sayuran,
bermutu jelek, atau rusak karena hama.
Dalam hal estimasi permintaan, antara pihak petani dengan
swalayan sudah terjadi kesepakatan bahwa pihak swalayan meminta
pesanan sayuran organik sebanyak satu kuintal dari masing-masing
komoditi sayuran organik yang dijanjikan untuk setiap minggunya.
Sedangkan antara pihak petani dengan pasar tradisional tidak ada
kesepakatan berapa banyak sayuran organik yang dipesan, dan antara
petani dengan pihak pasar tradisional tidak ada ketergantungan satu
sama lain, namun petani sudah memiliki pelanggan tetap yang siap
menampung produk sayurannya berapapun kapasitasnya, namun
dengan harga standar pasar tradisional, yaitu seharga dengan sayuran
non-organik berkisar Rp. 2.000- 3.000/kg untuk setiap komoditi.
4. Bauran Promosi
Promosi penjualan bertujuan untuk mendorong pembelian
suatu produk atau jasa tertentu secara lebih cepat dan / atau lebih
besar oleh konsumen atau pedagang (Kotler, 2002). Saat ini
Kelompok Tani Sugih Tani belum melakukan upaya promosi tertentu
kepada pihak luar. Upaya promosi yang dilakukan masih sebatas
promosi langsung dengan cara bernegosiasi dengan pihak ICDF dan
pasar tradisional mengenai keunggulan produk sayuran organik yang
sedang di budidayakan oleh Kelompok Tani Sugih Tani.
4.4.2 Aspek Produksi dan Operasi
Kegiatan produksi dan operasi dari suatu usaha terkait dengan
segala proses yang dilakukan dari sebelum mulai menanam hingga
proses pascapanen. Tahapan yang dilalui oleh petani Kelompok Tani
Sugih Tani pada proses budidaya sayuran organik dimulai dari
persiapan lahan, pembuatan guludan, penjemuran lahan,
55
pengendalian hama dan penyakit tanaman, pembenihan, pemupukan,
pemasangan screen house, pengairan lahan, hingga panen dan pasca
panen. Seluruh kegiatan ini masih menggunakan alat-alat sederhana
seperti pacul, golok, garpu dan sebagainya kecuali screen house yang
digunakan untuk menutup lahan budidaya sayuran organik.
Screen house merupakan suatu teknologi pertanian yang cukup
mutakhir berbentuk jaring plastik berwarna putih dengan lebar
sekitar 3 m. Screen house memiliki beberapa fungsi penting bagi
pertanian, seperti sebagai penghalang hama; menjaga kelembaban
tanah; mengatur intensitas cahaya matahari; dan menjaga agar ketika
turun hujan, tanah disekitar areal tanam sayuran organik tidak akan
terciprat ke daun sayuran yang dapat menyebabkan mutu sayuran
berkurang.
Meskipun dengan penggunaan screen house ini dirasa sangat
membantu meringankan pekerjaan petani dan meningkatkan mutu
sayuran, namun ada beberapa kekurangan dari penggunaan screen
house. Kekurangan penggunaan screen house yaitu: pemantuan hama
dan gulma harus dilakukan dengan sangat teliti; selain itu dibutuhkan
modal yang cukup besar untuk membeli screen house.
56
Gambar 9. Tahap proses produksi sayuran organik di Kelompok
Tani Sugih Tani
1. Persiapan Lahan
Lahan disiapkan dengan melakukan pengolahan lahan
terlebih dahulu dengan cara dipacul dengan tujuan agar tanah
menjadi gembur sambil dibersihkan dari sisa-sisa panen
terdahulu, gulma dan yang terpenting yaitu hama yang
mungkin ada.
YA
TIDAK
Persiapan lahan
Kontrol hama
Pengairan lahan
Pengendalian hama dan penyakit tanaman
Pemasangan screen house
Pembuatan guludan
Pemupukan
Penjemuran lahan
Pembenihan
Pemanenan
Perlakuan pasca panen
57
2. Pembuatan Guludan
Setelah dilakukan persiapan lahan, tahap selanjutnya yaitu
dilakukan pembuatan guludan dengan memperhatikan panjang,
lebar, jarak antar guludan dan tinggi guludan. Adapun panjang
guludan yaitu 25 m, dengan lebar 1 m, tinggi 4 cm, dan jarak
antar guludan yaitu 40 cm.
3. Penjemuran Lahan
Setelah guludan terbentuk maka lahan dibiarkan dan
dijemur selama sekitar 3–7 hari dengan maksud untuk
pengontrolan hama agar ketika lahan sudah siap ditanami dan
ditutup dengan screen house, areal tanam sudah tidak
mengandung hama.
4. Pembenihan
Setelah kurang lebih tiga hari lahan dibiarkan dan dijemur,
maka lahan sudah siap untuk ditanami dengan benih. Untuk
setiap guludan yang dibuat, pembenihan dilakukan secara
berselang-seling. Setiap guludan ditanami dengan sayuran yang
berbeda, serta jarak waktu tanam masing-masing guludan dan
sayuran yaitu berkisar antara 7–10 hari. Adanya pengaturan
jarak waktu tanam ini yaitu dengan maksud agar setiap guludan
tidak mengalami panen secara bersamaan sehingga setiap
minggu akan selalu ada komoditi sayuran yang siap panen
untuk memenuhi pesanan swalayan.
5. Pemupukan
Setelah pembenihan dilakukan, kemudian lahan dipupuki
dengan pupuk kompos hingga merata dan menutupi benih yang
sudah disebar. Proses pemupukan cukup dilakukan satu kali
pada saat proses penanaman hingga akhir masa tanam dan
pemanenan.
6. Pemasangan Screen House
Setelah lahan dibenih, dipupuki dengan pupuk organik, dan
disiram, lahan telah siap untuk ditutup dengan screen house.
58
Namun sebelum lahan ditutup, pinggiran guludan harus dibuat
stek bambu yang membentuk setengah lingkaran di sepanjang
guludan. Untuk setiap guludan sepanjang 25 m², dibutuhkan
sekitar 25-40 stek bambu. Fungsi pemasangan stek bambu ini
yaitu sebagai pondasi screen house agar dapat menutupi lahan
dengan baik.
7. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Pengendalian hama merupakan hal yang penting dalam
budidaya sayuran organik. Oleh karena itu dibutuhkan
ketelitian, kejelian dan ketekunan dari petani untuk selalu
memantau hama, dari sejak mulai pengolahan lahan hingga
sebelum lahan ditutup dengan screen house.
8. Pengairan Lahan
Pengairan lahan pada lahan budidaya sayuran organik yang
menggunakan screen house dilakukan dengan dua cara, yaitu
disemprot dengan menggunakan sprayer dan menggunakan
pengairan di pinggiran guludan. Karena menggunakan screen
house, sistem pengairan tidak perlu dilakukan secara rutin,
melainkan tergantung cuaca. Jika pada musim kemarau dimana
hujan jarang turun, pengairan dapat dilakukan sekitar 3 – 4 hari
sekali, sedangkan pada musim hujan, pengairan tidak
diperlukan.
9. Pemanenan
Panen dilakukan setelah sayuran organik telah sesuai
dengan umur tanam dan siap dipetik. Waktu pemanenan
tergantung dari jenis atau varietas tanaman. Untuk sayuran
jenis caisin, diperkirakan akan panen ketika sudah berumur
sekitar 30–40 hari. Sedangkan untuk bayam dan kangkung akan
panen jika sudah berumur sekitar 20–30 hari. Namun waktu
masa panen juga dapat dipercepat jika ada permintaan khusus
dari pihak swalayan karena kebutuhan pemenuhan stok.
59
10. Perlakuan Pasca Panen
Ketika panen, sayuran diletakkan dalam keranjang sayuran,
lalu akar-akar tanaman sayuran organik dibersihkan. Proses
sortasi sayuran organik dilakukan di kantor ICDF. Sayuran
yang lolos sortasi akan langsung dibersihkan tahap lanjutan
oleh pihak ICDF lalu kemudian dikemas dan dikirimkan ke
swalayan, sedangkan produk sayuran yang tidak lolos sortasi
akan dikembalikan ke petani untuk kemudian dijual di pasar
tradisional.
4.4.3 Aspek Sumber Daya Manusia dan Karyawan
Sumber daya manusia dalam pertanian merupakan salah satu
faktor yang penting karena sebagai penggerak faktor produksi
lainnya. Petani pada anggota Kelompok Tani Sugih Tani bekerja
berdasarkan kepemilikan lahan masing-masing, sehingga tidak ada
petani yang sifatnya karyawan atau petani honorer. Karena
kepemilikan lahan yang masih bersifat perorangan ini maka sistem
pendapatan petani juga tergantung dari hasil panen lahan masing-
masing.
Anggota Kelompok Tani Sugih Tani rata-rata memiliki tingkat
pendidikan hanya sampai SD sampai SLTP, sehingga pengetahuan
dan keterampilan petani masih sangat kurang dalam hal pertanian
organik maupun kemampuan manajerial. Untuk meningkatkan
keterampilan dan pengetahuan petani mengenai sistem pertanian
organik, petani sudah pernah mengikuti pelatihan yang diadakan oleh
Gapoktan Pandan Wangi, penyuluhan dari UPTD Pertanian dan
Kehutanan serta penyuluhan dari pihak ICDF mengenai teknik
pembuatan pupuk kompos, dan pestisida organik.
4.4.4 Aspek Keuangan
Administrasi dan sistem pencatatan keuangan Kelompok Tani
Sugih Tani masih sangat sederhana dan belum tertata dengan baik.
Hal ini terlihat dari masih banyak data-data yang tidak tercatat ke
pembukuan keuangan dan tidak bersifat menyeluruh ke setiap
60
anggota anggota kelompok tani. Hal ini disebabkan lahan pertanian
yang masih bersifat pribadi, sehingga setiap pemasukan dan
pengeluaran yang dilakukan lebih bersifat pribadi pula. Namun untuk
lahan pertanian organik, segala pembelian untuk sarana dan
prasarana seperti bibit, pupuk organik, dan bambu untuk pembuatan
stek dibeli secara kolektif dari beberapa petani yang terkait dengan
usaha budidaya sayuran organik tersebut. Analisis usaha tani dapat
dilihat pada lampiran 2.
4.4.5 Aspek Penelitian dan Pengembangan
Penelitian dan pengembangan (Litbang) dalam suatu
perusahaan sangat diperlukan dalam mendukung usaha yang ada,
membantu mengembangkan suatu usaha atau produk baru,
meningkatkan mutu produk, memperbaiki efisiensi proses produksi
dan memperdalam atau memperluas teknologi produksi yang
digunakan. Kelompok Tani Sugih Tani belum melakukan kegiatan
penelitian dan pengembangan, dikarenakan sistem manajemen yang
digunakan masih bersifat sangat sederhana, keterbatasan kemampuan
SDM yang mengelola, serta kondisi keuangan yang tidak
mendukung untuk mengadakan kegiatan penelitian dan
pengembangan.
Hingga saat ini, untuk mendukung perkembangan pengetahuan
petani mengenai teknologi atau sistem pertanian organik, biasanya
petani mendapatkan bantuan penyuluhan dari UPTD Pertanian dan
Kehutanan serta gapoktan Pandan Wangi. Seperti penyuluhan
mengenai teknik pertanian organik dan pelatihan pembuatan pupuk
kompos, dan sebagainya, sedangkan dari sisi teknologi petani sudah
mendapat pinjaman sekaligus kredit screen house dari pihak ICDF.
Akan tetapi untuk kedepannya, ketua Gapoktan Pandan Wangi
berencana akan melakukan penelitian mengenai pupuk organik.
Penelitian tersebut berupa membuat sendiri pupuk organik yang
bermutu optimal dengan komposisi yang disesuaikan dengan
61
kebutuhan tanaman, seperti campuran dari kotoran ayam, kotoran
kelinci, dan kotoran kambing.
4.4.6 Aspek Sistem Informasi Manajemen
Kelompok Tani Sugih Tani dalam kegiatan operasionalnya
belum mampu menerapkan Sistem Informasi Manajemen dengan
baik. Hal ini terlihat dari proses pencatatan mengenai data-data hasil
panen dan penjualan, serta laporan keuangan yang masih sangat
sederhana dan dilakukan dengan cara manual. Oleh karena itu, untuk
kedepannya diharapkan petani sudah mampu mengolah laporan
keuangan ataupun pencatatan segala administrasinya menggunakan
komputer.
4.5 Analisis Lingkungan Eksternal
4.5.1 Aspek Politik
Faktor politik berkenaan dengan kebijakan-kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah, stabilitas politik negara serta perannya
secara ekonomis dan politis. Stabilitas politik dan keamanan yang
tidak menentu akan berdampak terhadap ketenangan masyarakat dan
juga mengancam sektor pertanian dan keadaan dunia usaha. Sampai
saat ini kondisi politik dan keamanan di Indonesia relatif stabil dan
dapat menjamin kelancaran usaha terutama di sektor pertanian.
Adanya kebijakan kenaikan tarif dasar listrik dan bahan bakar
minyak secara bertahap dalam beberapa periode ke depan dapat
mempengaruhi kegiatan usahatani. Kondisi tersebut dapat
berpengaruh pada meningkatnya biaya produksi seperti
meningkatnya biaya transportasi untuk distribusi, serta pembelian
bibit, dan pupuk. Selain itu, adanya kebijakan tersebut juga dapat
mengancam kapasitas hasil produksi karena dengan jumlah modal
yang relatif tetap, petani tidak mampu membeli bahan baku sesuai
dengan yang diharapkan. Akibatnya, petani akan mengurangi jumlah
pembelian bibit atau beralih kepada bibit yang mutunya lebih rendah,
pupuk organik dan pestisida organik, sehingga pada akhirnya akan
mengurangi jumlah hasil produksi dan mutu produk yang dihasilkan.
62
Adanya kebijakan pemerintah yang tepat seperti bantuan
subsidi pupuk bagi petani, bantuan pemberian modal bagi petani
untuk mengembangkan usaha, dan sebagainya, sangat diperlukan
untuk mendukung pengembangan sektor pertanian.
Kebijakan pemerintah melalui Departemen Pertanian yang
sedang digalakkan saat ini yang terkait dengan pertanian organik
yaitu program ”Go Organic 2010”. Program ini memiliki misi
”Meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan kelestarian alam
Indonesia dengan mendorong berkembangnya pertanian organik
yang berdaya saing dan berkelanjutan”. Sedangkan tujuan yang ingin
dicapai yaitu ”Mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen
dan pengekspor pangan organik utama di dunia pada tahun 2010”
(Departemen Pertanian, 2009). Adanya kebijakan tersebut dapat
menjadi peluang bagi pengembangan usaha sayuran organik di
Kelompok Tani Sugih Tani.
4.5.2 Aspek Ekonomi
Keadaan perekonomian suatu negara menunjukkan seberapa
besar perkembangan dunia usaha di negara tersebut. Salah satu
indikator dari perekonomian suatu negara yaitu Produk Domestik
Bruto (PDB) dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Perekonomian
Indonesia yang diukur berdasarkan besaran PDB atas dasar harga
berlaku pada triwulan I-2009 mencapai Rp 1.300,3 triliun, sedangkan
PDB atas dasar harga konstan 2000 besarnya mencapai Rp 527,3
triliun. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2009
dibandingkan triwulan IV-2008, yang diukur dari kenaikan Produk
Domestik Bruto (PDB) meningkat sebesar 1,6 persen, sedangkan laju
pertumbuhan ekonomi sepanjang tahun 2008 yaitu sebesar 6,1
persen. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2009 ini terjadi pada
sektor pertanian, sektor listrik-gas-air bersih, sektor pengangkutan
dan komunikasi, sektor keuangan real estat-jasa perusahaan dan
sektor jasa-jasa. Pertumbuhan tertinggi dihasilkan oleh sektor
pertanian sebesar 19,3 persen, terutama disebabkan oleh siklus panen
63
raya tanaman padi tahunan yang terjadi pada triwulan I-2009 (BPS,
2009).
Keadaan perekonomian Indonesia yang semakin membaik dan
meningkatnya Produk Domestik Bruto akan berimplikasi pada daya
beli masyarakat yang juga akan cenderung meningkat. Hal ini pada
akhirnya akan berdampak pada peningkatan konsumsi masyarakat
(BPS, 2009).
Berdasarkan beberapa indikator diatas dapat disimpulkan
bahwa secara umum keadaan perekonomian Indonesia semakin
membaik, terutama dengan besarnya peran sektor pertanian dalam
menaikkan perekonomian Indonesia pada awal triwulan 2009 ini.
Hal ini membuat prospek perkembangan produksi pertanian semakin
baik. Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah telah melakukan
berbagai upaya rill untuk mengembangkan sektor pertanian, seperti
penyuluhan yang terprogram, menjamin kecukupan keperluan bahan
baku pertanian seperti bibit, pupuk, obat-obatan, dan sarana
pertanian yang diharapkan dapat semakin meningkatkan produksi di
sektor pertanian.
Khusus untuk bidang pertanian organik, Departemen Pertanian
memberikan dukungan yang sangat besar bagi produsen yang sudah
atau baru akan mengembangkan usaha pertanian organik tersebut.
Upaya-upaya penyuluhan dan bantuan teknis bagi petani pertanian
organik sudah banyak dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga
pemerintahan di setiap daerah.
4.5.3 Aspek Sosial
Memasuki abad 21, gaya hidup sehat dengan slogan ”Back to
Nature” telah menjadi tren baru bagi masyarakat dunia. Masyarakat
semakin menyadari akan dampak buruk dari terus-menerus
mengkonsumsi produk makanan kimiawi. Seiring dengan semakin
meningkatnya permintaan akan produk organik di seluruh dunia
setiap tahunnya, merupakan peluang pasar yang sangat potensial bagi
64
industri sayuran organik baik pasar dalam negeri maupun untuk
pasar ekspor (Departemen Pertanian, 2009).
4.5.4 Aspek Budaya
Selain karena tren baru masyarakat dunia yang saat ini gemar
mengkonsumsi produk organik, hal ini didukung pula dengan
perilaku masyarakat Indonesia yang gemar mengkonsumsi sayuran,
khususnya bagi masyarakat Jawa Barat. Adanya perilaku masyarakat
seperti ini dapat menjadi salah satu peluang yang sangat baik
terutama bagi usaha sayuran organik di wilayah sekitar Jawa Barat.
4.5.5 Aspek Demografi
Pendapatan perkapita merupakan indikator terpenting dalam
mengukur tingkat kesejahteraan rakyat suatu negara. Sebuah negara
dikatakan makmur apabila rakyatnya memiliki pendapatan per kapita
yang tinggi. Pada tahun 2008 angka PDB per kapita diperkirakan
mencapai Rp 21,7 juta (US$ 2.271,2) dengan laju peningkatan
sebesar 23,6 persen dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2007
sebesar Rp 17,5 juta (US$ 1.942,1).
Dari sisi penggunaan, PDB digunakan untuk memenuhi
konsumsi rumah tangga sebesar 61,0 persen, konsumsi pemerintah
8,4 persen, pembentukan modal tetap bruto atau investasi fisik 27,7
persen, ekspor 29,8 persen dan impor 28,6 persen5. Besarnya
pendapatan perkapita selain menentukan tingkat kesejahteraan
masyarakatnya, juga sebagai indikator besarnya tingkat daya beli
masyarakat. Semakin besar pendapatan perkapita dan semakin tinggi
tingkat kesejahteraan masyarakatnya, akan semakin tinggi pula
tingkat daya beli masyarakatnya. Pada akhirnya tingginya tingkat
daya beli masyarakat tersebut akan mempengaruhi tingkat
permintaan masyarakat terhadap suatu produk, misalnya permintaan
pada produk sayuran organik.
5 www.indonesia.go.id [1 September 2009]
65
4.5.6 Aspek Lingkungan
Salah satu dampak negatif yang ditimbulkan dari sistem
pertanian kimiawi yang selama ini diterapkan oleh pemerintah dan
masyarakat luas antara lain menurunnya produktivitas tanah akibat
penggunan pupuk kimia secara berlebihan, rusaknya keseimbangan
ekosistem akibat penggunaan pestisida serta mengakibatkan matinya
spesies lain selain hama dan penyakit tanaman. Akibat dari
kegagalan sistem pertanian kimiawi mempertahankan kelestarian
lahan dan lingkungan dalam jangka panjang tersebut, mengakibatkan
sistem pertanian organik semakin populer akhir-akhir ini. Salah satu
manfaat penting sistem pertanian organik bagi kelestarian
lingkungan yaitu menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki tekstur
tanah yang rusak. Hal ini dikarenakan sistem pertanian organik tidak
menggunakan pupuk dan pestisida kimia, melainkan menggunakan
pupuk organik yang dapat berfungsi sebagai penyubur tanah.
4.5.7 Aspek Teknologi
Perkembangan agroindustri tidak terlepas dari perkembangan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Perkembangan IPTEK
pada bidang pertanian juga berdampak pada perkembangan usaha
budidaya sayuran organik. Perkembangan ini ditandai dengan adanya
inovasi-inovasi baru dalam bidang budidaya, maupun teknologi
produksi yang digunakan. Inovasi baru dalam bidang budidaya dapat
berupa rekayasa genetika, sedangkan penggunaan teknologi produksi
yaitu seperti penggunaan screen house. Saat ini, Kelompok Tani
Sugih Tani sudah mampu menerapkan penggunaan teknologi
produksi melalui penggunaan screen house yang disarankan oleh
pihak ICDF.
Selain dengan penggunaan teknologi produksi budidaya
sayuran organik, penggunaan teknologi informasi seperti komputer,
dan jaringan internet pun dapat membantu perkembangan usaha
budidaya sayuran organik. Pada umumnya, pelaku bisnis
memanfaatkan jasa internet untuk melakukan negosiasi, transaksi
66
dan memasarkan produknya. Namun sampai sejauh ini Kelompok
Tani Sugih Tani belum memanfaatkan internet untuk melakukan
aktivitas bisnisnya. Selama ini, kegiatan pemasaran dan kegiatan
bisnis lainnya masih menggunakan alat komunikasi seperti telepon
(handphone). Oleh karena itu, jangkauan pasar dari perusahaan
masih sangat terbatas, sehingga masih kalah bersaing dengan
perusahaan sejenis yang telah memanfaatkan kemajuan teknologi
tersebut.
4.5.8 Aspek Persaingan
Saat ini pertumbuhan industri organik untuk pasar domestik
meningkat sebesar 10 persen per tahun, sedangkan volume produk
pertanian organik sudah mencapai 5-7 persen dari total produk
pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Hal ini berarti
produk pertanian sudah dapat bersaing dengan produk-produk
pertanian lainnya baik di pasar domestik maupun internasional.
4.6 Formulasi dan Pemilihan Strategi
4.6.1 Identifikasi Faktor Internal
Faktor-faktor yang dianalisis untuk mengidentifikasi kekuatan
dan kelemahan internal kelompok tani, yaitu antara lain: faktor
pemasaran, produksi dan operasi, sumber daya manusia, keuangan,
penelitian dan pengembangan serta sistem informasi manajemen.
Kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih
Tani yaitu sebagai berikut:
67
Tabel 9. Kekuatan dan kelemahan Kelompok Tani Sugih Tani
Faktor Internal
Kekuatan Kelemahan
Pemasaran • Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi.
• Sudah memiliki pasar tetap.
• Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri.
• Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF.
Produksi dan Operasi
• Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik.
• Teknologi produksi sudah menggunakan screen house.
• Produktivitas hasil produksi masih rendah.
SDM - • Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani masih belum tersetruktur dengan baik.
• Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
Keuangan - • Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
Litbang • Dukungan pelatihan dari ICDF untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
-
SIM - • Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
1. Kekuatan
a. Kualitas atau mutu sayuran yang baik dari hasil produksi.
Meskipun petani baru saja memulai usaha budidaya sayuran
organik dan baru empat kali pemanenan, namun sudah dapat terlihat
bahwa kualitas sayuran organik yang dihasilkan relatif baik. Sejak
awal pemanenan, pihak ICDF sudah menilai bahwa kualitas hasil
produksi sayuran organik di Desa Karehkel memiliki kualitas yang
lebih baik dibandingkan dengan mitra ICDF di Desa lain seperti
Gunung Bundar. Sayuran organik di Desa Karehkel tingkat
pertumbuhannya lebih baik, memiliki warna lebih cerah dan segar
serta lebih tahan lama dibandingkan dengan sayuran organik yang
berasal dari desa lain di sekitarnya.
68
b. Sudah memiliki pasar tetap.
Meskipun usaha budidaya sayuran organik yang dikembangkan
oleh Kelompok Tani Sugih Tani merupakan usaha yang masih baru,
namun petani sudah memiliki wilayah pemasaran yang tetap yaitu
swalayan yang menjadi mitra usaha ICDF. Dengan adanya wilayah
pemasaran yang sudah tetap dan kemampuan pasar menyerap
pasokan sayuran organik dalam jumlah yang cukup besar tersebut
merupakan suatu keuntungan tersendiri bagi petani. Hal ini
dikarenakan petani memiliki peluang cukup yang besar untuk
mengembangkan usahanya lebih besar lagi tanpa takut tidak
memiliki wilayah pemasaran.
c. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik.
Pemerintah melalui Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
(BPTP) Jawa Barat membuat sebuah program pengembangan
pertanian di Desa Karehkel dengan nama program Prima Tani.
Program tersebut bertujuan untuk mengetahui kondisi kesuburan
tanah dan pH tanah, serta mengetahui komoditas pertanian apa yang
sesuai untuk dikembangkan dengan kondisi iklim dan kondisi tanah
tersebut. Dari hasil analisis yang dilakukan diperoleh hasil bahwa
Desa Karehkel memiliki peluang dan potensi untuk pengembangan
pertanian organik yang cukup besar serta didukung oleh kondisi
iklim dan tanah yang cukup mendukung untuk pengembangan
pertanian organik khususnya sayuran organik.
d. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house.
Teknologi yang digunakan dalam usaha budidaya sayuran
organik di Kelompok Tani Sugih Tani ini yaitu screen house. Screen
house merupakan suatu teknologi pertanian yang cukup mutakhir
yang memiliki beberapa fungsi penting bagi pertanian. Fungi screen
house antara lain: sebagai penghalang hama; menjaga kelembaban
tanah; mengatur intensitas cahaya matahari; dan menjaga agar ketika
turun hujan, tanah disekitar areal tanam sayuran organik tidak akan
69
terciprat ke daun sayuran yang dapat menyebabkan mutu sayuran
berkurang.
e. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
Sejak awal mula Kelompok Tani Sugih Tani mengembangkan
usaha budidaya sayuran organik, petani sudah mendapat dukungan
yang cukup kuat dari ICDF dan Gapoktan dalam hal pelatihan untuk
penelitian dan pengembangan bahan baku pertanian organik seperti
pupuk organik dan pestisida organik. Dengan adanya dukungan
pelatihan tersebut, diharapkan petani dapat mengembangkan pupuk
dan pestisida organik tanpa harus tergantung dari pemasok dan dapat
menciptakan pupuk organik dengan komposisi yang tepat bagi
tanaman, serta pestisida organik yang ampuh bagi hama.
2. Kelemahan
a. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri.
Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan usaha khususnya
dibidang industri sayuran organik, perusahaan maupun kelompok
tani diharapkan memiliki kelebihan kompetitif dalam menjamin
mutu produknya. Salah satu upaya penjaminan mutu pada produk
sayuran organik yaitu dengan pembuatan sertifikasi organik.
Sertifikasi organik memberikan jaminan tertulis bahwa pangan atau
sistem pengendalian pangan sesuai dengan persyaratan organik yang
disyaratkan. Selain itu dengan penggunaan sertifikasi organik,
konsumen dapat terlindung dari penipuan dan segala bentuk
kecurangan serta klaim produk yang tidak berdasar.
Selain sertifikasi organik yang berfungsi sebagai penjamin mutu
produk organik, produk sayuran organik juga seharusnya memiliki
kemasan dan label tersendiri. Hal ini dimaksudkan agar produk yang
dihasilkan memiliki nilai tambah tersendiri dimata konsumen, selain
sebagai salah satu upaya promosi produk. Selain itu dengan adanya
kemasan dan label sendiri, produk yang dihasilkan akan memiliki
nilai jual yang lebih tinggi di pasar. Selama ini Kelompok Tani Sugih
70
Tani belum mampu membuat sertifikasi, kemasan dan label sendiri,
sehingga pihak swalayanlah yang mengemas dan melabel produk
sayuran organik tersebut.
Usaha budidaya sayuran organik yang diusahakan oleh
Kelompok Tani Sugih Tani ini baru dimulai sejak bulan Juni 2009.
Karena faktor masih usaha yang dalam tahap uji coba, serta
kebutuhan modal yang cukup besar, maka petani dan beberapa pihak
yang terkait merasa pembuatan sertifikasi organik, kemasan dan
label produk belum mampu dilakukan. Petani saat ini masih
terkonsentrasi dalam upaya pengoptimalan mutu produk dan
pemenuhan kapasitas pemasan. Namun untuk kedepannya, jika mutu
produk sudah dapat bersaing dengan para kompetitornya terdahulu
dan keadaan usaha dan keuangan yang semakin baik, diharapkan
petani segera mengusahakan pembuatan kemasan dan pelabelan
sendiri untuk produknya.
b. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF.
Dalam hal pemasaran dan penetapan harga produk, Kelompok
Tani Sugih Tani masih tergantung pada pihak ICDF dan swalayan
yang terkait. Hal ini menyebabkan penetapan harga produk masih
relatif rendah (petani memperoleh harga jual bersih yaitu Rp.
5.250/kg) jika dibandingkan dengan harga produk sayuran organik
dari produsen lain yang sudah bisa mencapai kisaran Rp. 10.000 –
15.000/kg (Dinas Pertanian, 2009). Hal ini disebabkan produk
sayuran organik tersebut masih dalam tahap uji coba, sehingga pihak
ICDF dan swalayan belum berani menerapkan harga yang lebih
tinggi karena hasil produksi dan mutu produk yang dihasilkan belum
stabil.
c. Produktivitas hasil produksi masih rendah.
Terkait dengan kerjasama antara pihak kelompok tani dengan
pihak ICDF mengenai luas lahan yang dijadikan lahan budidaya
sayuran organik, yaitu baru seluas 800 m². Hal ini mengindikasikan
bahwa luas lahan yang dijadikan lahan budidaya sayuran organik
71
masih tergolong sempit, sehingga produktivitas hasil produksi masih
rendah, sedangkan peluang pasar yang dapat dimasuki masih
tergolong cukup besar. Dengan luas lahan yang ada saat ini, ternyata
belum mampu memenuhi seluruh pesanan ICDF dan swalayan yaitu
sebanyak empat kuintal per minggu. Swalayan memesan sebanyak
empat kuintal per minggu untuk memenuhi kebutuhan 30 cabang
swalayan tersebut, sedangkan peluang yang masih tersedia yaitu
sebanyak 70 cabang toko swalayan.
d. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani masih belum terstruktur dengan baik.
Untuk menjalankan dan mengembangkan suatu usaha yang baik,
dibutuhkan suatu sistem organisasi, koordinasi antar karyawan dan
ruang lingkup tugas yang terstruktur dengan jelas, agar usaha yang
dijalankan dapat berjalan dengan baik sehingga dapat bersaing
dengan para kompetitornya.
Hingga saat ini struktur organisasi yang diterapkan Kelompok
Tani Sugih Tani masih sangat sederhana dan belum terstruktur
dengan baik. Hal ini terlihat dimana ruang lingkup masing-masing
jabatan pengurus belum terdeskripsi dengan baik, dan sistem
koordinasi antar anggota kelompok tani belum berjalan optimal.
Lokasi tempat tinggal dan lahan produksi yang sangat luas dan relatif
berjauhan antara yang satu dengan yang lain, menyebabkan
koordinasi antar anggota kelompok tani kurang berjalan efektif, dan
hanya berlaku bagi anggota kelompok tani yang berlokasi berdekatan
saja. Adanya ruang lingkup jabatan pengurus yang belum
terdeskripsi dengan baik, menyebabkan peran dari masing-masing
pengurus menjadi kurang efektif karena seringkali terjadi duplikasi
jabatan.
e. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
Agar suatu usaha yang dijalankan dapat berjalan dengan baik,
perusahaan atau kelompok tani harus melakukan pencatatan data
yang terstruktur dengan baik, serta kemampuan manajerial yang
baik, agar dapat bersaing dengan para kompetitornya.
72
Selama ini, Kelompok Tani Sugih Tani masih melakukan
pencatatan dengan cara manual dan tidak terstruktur dengan baik.
Adapun beberapa data yang sebaiknya tersedia yaitu seperti
tersedianya data base anggota kelompok tani, data luas lahan
kepemilikan masing-masing petani, data hasil produksi, data
produktivitas sayuran organik, estimasi permintaan pasar, dan
laporan keuangan kelompok tani. Ketidaktersediaan data yang
diperlukan tersebut selain membuat sistem manajemen kelompok
tani menjadi berjalan kurang baik, juga menyebabkan beberapa
pihak terkait seperti UPTD Pertanian dan Kehutanan di wilayah
Kecamatan Leuwi Liang dan Kepala Desa Karehkel mengalami
kesulitan dalam memperoleh data dari petani dan melihat hasil
perkembangan produksi pertanian serta membuat laporan
perkembangan hasil pertanian di wilayah Desa Karehkel tersebut.
f. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
Untuk dapat mengembangkan suatu usaha diperlukan kebutuhan
modal yang mencukupi dan sering kali tidak sedikit. permasalahan
yang sering kali muncul pada petani kecil adalah keterbatasan modal
untuk mengembangkan usahanya agar dapat lebih maju dan bisa
bersaing dengan pesaing-pesaingnya terdahulu.
g. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
Sistem infomasi manajemen merupakan salah satu hal penting
yang harus dimiliki oleh suatu sistem manajerial di suatu usaha agar
dapat berkembang dan bersaing dengan baik di industrinya. Sampai
saat ini Kelompok Tani Sugih Tani belum mampu menerapkan SIM
dalam sistem manajerialnya. Hal ini disebabkan selain karena
kualitas SDM yang rendah, juga karena keterbatasan modal untuk
mengembangkan SIM dalam sistem manajerial.
4.6.2 Identifikasi Faktor Eksternal
Berdasarkan hasil analisis terhadap faktor eksternal kelompok
tani, menunjukkan peluang dan ancaman yang dihadapi oleh
kelompok tani. Adapun aspek-aspek yang ditinjau antara lain: faktor
73
politik, ekonomi, sosial, budaya, demografi, teknologi, dan
persaingan. Adapun peluang dan ancaman yang dihadapi oleh
Kelompok Tani Sugih Tani yaitu sebagai berikut:
Tabel 10. Peluang dan ancaman yang dihadapi oleh Kelompok Tani Sugih Tani
Faktor Eksternal
Peluang Ancaman
Politik • Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
• Sulit dan mahalnya persyaratan untuk memperoleh sertifikasi organik
Ekonomi • Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
• Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
-
Sosial • Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
• Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
-
Budaya • Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
-
Demografi - • Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah.
Lingkungan • Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
-
Teknologi • Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
-
Persaingan • Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
• Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
1. Peluang
a. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
Sejak awal tahun 2000, pemerintah melalui Departemen
Pertanian telah menyusun suatu program untuk mendukung
pengembangan pertanian organik nasional dengan jargon ”Go
Organic 2010”. Melalui program tersebut, pemerintah memberikan
banyak dukungan bagi petani-petani untuk mengembangkan
74
pertanian organik. Melalui Dinas Pertanian di daerah-daerah sudah
mulai banyak melakukan sosialisasi mengenai dampak dari
penggunaan pupuk kimia dan pestisida, dan semakin seringnya
dilakukan penyuluhan di daerah-daerah tentang pembuatan pupuk
organik dan pestisida nabati.
b. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
Sejalan dengan semakin meningkatknya tingkat kesadaran
masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi produk yang aman bagi
kesehatan dan semakin tingginya tingkat permintaan akan produk
organik baik di dalam dan di luar negeri, perkembangan produksi
dan pemasaran produk pertanian organik di Indonesia pun semakin
meningkat setiap tahunnya. Menurut Surono (2004), produksi
pertanian di Indonesia tumbuh sekitar 10 persen per tahun di
Indonesia. Hal tersebut juga didukung dengan semakin pesatnya
perkembangan wilayah pemasarannya, dimana semakin banyak
supermarket, outlet, dan model pemasaran alternatif di berbagai kota
di Indonesia yang menjual produk organik6.
Sedangkan untuk pemasaran luar negeri, data WTO
menunjukkan bahwa pada tahun 2000 perdagangan produk pertanian
organik di dunia mencapai US$ 17,5 milyar, dan diperkirakan pada
tahun 2010 pangsa pasar akan produk organik dapat mencapai US$
100 milyar. Dengan adanya peluang pasar yang sangat besar tersebut
menyebabkan usaha produksi pertanin organik memiliki prospek dan
peluang pasar yang masih sangat terbuka lebar (Departemen
Pertanian, 2009).
c. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
Dengan adanya program pemerintah melalui Departemen
Pertanian, maka peluang petani untuk dapat bekerjasama dan
bermitra dengan pemerintah dan atau lembaga lain yang terkait
dengan pengembangan sistem pertanian organik, semakin besar. Hal
6 http://www.beritabumi.com [3 April 2009]
75
ini ditandai dengan semakin banyaknya bantuan-bantuan dari
pemerintah yang mendukung sistem pertanian organik terutama
dalam hal bantuan modal untuk pengembangan usaha pertanian
organik dan promosi produk dalam bentuk pameran produk organik
yang rutin diadakan setiap satu tahun sekali oleh Dinas Pertanian
Kabupateb Bogor merupakan salah satu peluang bagi petani untuk
terus mengembangkan usahanya dalam bidang pertanian organik.
d. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
Untuk dapat menjalankan sebuah usaha agar dapat berjalan
dengan optimal, diperlukan sumber daya manusia yang potensial di
bidangnya. Mayoritas penduduk Desa Karehkel bermata pencaharian
utama sebagai petani. Pengetahuan penduduk mengenai sistem
pertanian yang baik sangat mendukung suksesnya sebuah usaha
dibidang pertanian. Dengan peran dari pemerintah dan pihak-pihak
yang terkait, pengetahuan petani mengenai sistem pertanian tersebut
dapat dialihkan ke sistem pertanian organik melalui penyuluhan dan
pelatihan, agar pengetahuan petani mengenai sistem pertanian
organik semakin baik.
e. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
Memasuki abad 21, gaya hidup sehat dengan slogan ”back to
nature” menjadi tren baru dalam masyarakat. Sejalan dengan itu,
semakin tinggi pula tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya
mengkonsumsi produk yang aman, berkualitas dan bernutrisi tinggi
serta kesadaran masyarakat akan bahaya mengkonsumsi produk yang
mengandung bahan-bahan kimia seperti pupuk kimia dan pestisida.
Adanya preferensi konsumen seperti itulah yang menyebabkan
permintaan konsumen dunia terhadap produk organik di seluruh
dunia semakin meningkat tiap tahunnya yaitu sekitar 25 persen per
tahun.
76
f. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan lingkungan.
Salah satu manfaat penting sistem pertanian organik bagi
kelestarian lingkungan yaitu menjaga kesuburan tanah dan
memperbaiki tekstur tanah yang rusak. Hal ini dikarenakan sistem
pertanian organik tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia,
melainkan menggunakan pupuk organik yang dapat berfungsi
sebagai penyubur tanah.
g. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang
mendukung pertanian organik, membawa dampak tersendiri bagi
perkembangan industri sayuran organik. Semakin meningkatnya
ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang pertanian organik,
membuat proses produksi pertanian organik semakin efektif dan
efisien. Hal ini misalnya melalui perkembangan penelian dalam
menghasilkan bibit unggul dan penciptaan komposisi pupuk organik
yang bermutu tinggi. Selain itu dengan adanya teknologi pertanian
seperti screen house, telah membuat proses produksi sayuran organik
menjadi sangat efektif.
Disamping perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
bidang produksi pertanian organik, perkembangan teknologi
informasi seperti komputer dan jaringan internet juga sangat
mempengaruhi perkembangan pertanian organik. Dengan
penggunaan komputer dan jaringan internet, perusahaan dapat
melakukan pencatatan data yang lebih terstruktur, pembuatan data
base yang diperlukan, pencatatan laporan keuangan yang lebih baik
dan membantu mempromosikan produknya melalui internet.
h. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
Masyarakat Jawa Barat khususnya memiliki kecenderungan
gemar mengkonsumsi sayuran. Saat ini konsumsi masyarakat
Indonesia akan produk sayuran masih rendah, yaitu 40,90 per
kilogram (kg) per kapita per tahun. Sementara rasio kecukupan sehat
77
di level 91,25 kg per kapita. Sebagai salah satu upaya meningkatkan
konsumsi dalam negeri, pemerintah telah melakukan gerakan makan
sayuran (gema sayuran) ke masyarakat. Dengan gerakan ini,
pemerintah menargetkan konsumsi sayuran dalam negeri meningkat
2-5 persen setiap tahun7. Selain itu dengan semakin tingginya tingkat
kesadaran masyarakat dan permintaan akan produk organik, dapat
menjadi salah satu peluang bagi usaha budidaya sayuran organik
yang cukup baik.
i. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
Saat ini pertumbuhan industri organik untuk pasar domestik
meningkat sebesar 10 persen per tahun, sedangkan volume produk
pertanian organik sudah mencapai 5-7 persen dari total produk
pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Dengan
adanya peningkatan pertumbuhan industri dan volume perdagangan
di pasar internasional tersebut, berarti produk organik sudah mampu
bersaing untuk menciptakan pasar tersendiri dan merebut sebagian
pangsa pasar dari produk pertanian lainnya di dunia.
2. Ancaman
a. Sulit dan mahalnya persyaratan untuk memperoleh sertifikasi organik
Untuk dapat bersaing dengan para kompetitornya terdahulu,
suatu usaha harus memiliki kelebihan kompetitif dalam menjamin
mutu produknya. Khusus untuk industri produk organik, produsen
harus memiliki sertifikasi organik sebagai salah satu upaya
penjaminan mutu pada produk organik yang dihasilkan. Sertifikasi
organik memberikan jaminan tertulis bahwa pangan atau sistem
pengendalian pangan dilakukan sesuai dengan persyaratan organik
yang disyaratkan. Selain itu dengan penggunaan sertifikasi organik,
konsumen dapat terlindungi dari penipuan dan segala bentuk
kecurangan serta klaim produk yang tidak berdasar.
7 www.jurnalbogor.com [1 September 2009]
78
Akan tetapi untuk membuat atau mengajukan sertifikasi ke
lembaga yang berwenang memiliki kendala yang tidak mudah bagi
petani, baik dari segi persyaratan maupun biaya yang relatif mahal.
Untuk mengajukan sebuah sertifikasi organik, petani dihadapkan
pada persyaratan yang terprosedur, seperti sistem manajerial dan
organisasi yang sudah terprosedur dengan baik, adanya divisi khusus
yang melakukan pengontrolan dan penjaminan mutu produk organik,
penggunaan bibit yang berasal dari tanaman organik, serta
pengolahan dan penyimpanan produk yang harus memenuhi standar
dan regulasi teknik produk pertanian organik. Selain itu, proses
sertifikasi juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit, karena
membutuhkan biaya kontrol produk sekitar tiga juta rupiah setiap
bulannya (Dinas Pertanian, 2009).
b. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Pendapatan perkapita merupakan indikator terpenting dalam
mengukur tingkat kesejahteraan rakyat suatu negara. Sebuah negara
dikatakan makmur apabila rakyatnya memiliki pendapatan per kapita
yang tinggi. Pada tahun 2008 angka PDB per kapita diperkirakan
mencapai Rp 21,7 juta (US$ 2.271,2) dengan laju peningkatan
sebesar 23,6 persen dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2007
sebesar Rp 17,5 juta (US$ 1.942,1). Meskipun terjadi peningkatan
yang cukup besar, akan tetapi jika dibandingkan dengan negara
berkembang lainnya di ASEAN, pendapat perkapita Indonesia masih
cukup rendah. Rendahnya tingkat pendapatan perkapita tersebut pada
akhirnya akan berpengaruh pada daya beli masyarakat yang relatif
rendah terhadap suatu produk, misalnya produk organik.
c. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
Bagi produsen produk organik yang sudah lebih dahulu muncul
dalam industri pertanian organik, biasanya sudah memiliki saluran
pemasaran yang cukup luas, baik dalam maupun luar negeri. Adanya
keunggulan pesaing tersebut menyebabkan produsen produk organik
yang baru masuk ke industri produk organik memiliki hambatan
yang cukup besar dalam hal pemasaran, karena biasanya distributor
79
produk organik sudah menetapkan standar yang cukup tinggi bagi
produk organik yang akan dipasarkannya, baik dari sisi kualitas
produk, kuantitas produk, maupun kontinuitas.
4.6.3 Analisis Matriks IFE
Berdasarkan hasil analisis lingkungan internal yang dimiliki
kelompok tani, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor kunci internal
kelompok tani berupa kekuatan (strengths) dan kelemahan
(weaknesses) yang berpengaruh terhadap pengembangan usaha
sayuran organik.
Matriks IFE digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh dari faktor-faktor internal yang terdapat dalam Kelompok
Tani Sugih Tani. Nilai total yang dibobot pada matriks ini
merupakan hasil penjumlahan total dari perkalian bobot dan rating
masing-masing faktor strategis internal kelompok tani. Perhitungan
yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 11.
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel matriks IFE,
diperoleh bahwa total nilai skor terbobot sebesar 2,420. Dari total
skor terbobot tersebut dapat disimpulkan bahwa kelompok tani
memiliki posisi internal yang lemah karena berada di bawah nilai
2,50. Hal ini menunjukkan bahwa Kelompok Tani Sugih Tani belum
mampu dalam memanfaatkan kekuatan yang dimiliki dan mampu
mengatasi kelemahan yang ada. Kekuatan utama yang dimiliki oleh
Kelompok Tani Sugih Tani adalah sudah memiliki pasar tetap,
dengan skor sebesar 0,383. Sedangkan kelemahan utama yang
dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani yaitu belum diterapkannya
SIM dalam sistem manajerial dengan skor sebesar 0,052.
80
Tabel 11. Hasil analisis matriks IFE
No Faktor Internal
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c = axb)
Kekuatan 1. Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 0,091 3,8 0,350 2. Sudah memiliki pasar tetap. 0,100 3,8 0,383 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik
dengan tanaman organik. 0,096 3,8 0,367
4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house.
0,078 3,8 0,300
5. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
0,070 3,0 0,209
Kelemahan 1. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan
label merek sendiri. 0,078 1,0 0,078
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF.
0,083 1,5 0,124
3. Produktivitas hasil produksi masih rendah. 0,087 1,7 0,1454. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani
belum terstruktur dengan baik. 0,091 1,8 0,167
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
0,078 1,5 0,117
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
0,096 1,3 0,128
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. 0,052 1,0 0,052 Total Skor matriks IFE 1,000 2,420
4.6.4 Analisis Matriks EFE
Berdasarkan hasil analisis lingkungan eksternal yang dimiliki
kelompok tani, maka dapat diidentifikasi faktor-faktor kunci
eksternal kelompok tani berupa peluang (opportunities) dan ancaman
(threaths) yang berpengaruh terhadap pengembangan usaha sayuran
organik.
Matriks EFE digunakan untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh dari faktor-faktor eksternal yang terdapat dalam Kelompok
Tani Sugih Tani. Nilai total yang dibobot pada matriks ini
merupakan hasil penjumlahan total dari perkalian bobot dan rating
masing-masing faktor strategis eksternal kelompok tani. Perhitungan
yang lebih rinci dapat dilihat pada Tabel 12.
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel matriks EFE,
diperoleh bahwa total nilai skor terbobot sebesar 2,973. Hal ini
81
menunjukkan bahwa Kelompok Tani Sugih Tani sudah relatif kuat
dalam memanfaatkan peluang untuk mengatasi ancaman. Peluang
utama yang dimiliki oleh Kelompok Tani Sugih Tani adalah
kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan
untuk mengembangkan pertanian organik, dengan skor sebesar
0,315. Sedangkan ancaman utama yang dimiliki oleh Kelompok Tani
Sugih Tani yaitu jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah
lebih luas, dengan skor sebesar 0,288.
Tabel 12. Hasil analisis matriks EFE
No Faktor Eksternal
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c = axb)
Peluang 1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic
2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
0,105 3,0 0,315
2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
0,096 2,7 0,256
3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
0,078 3,2 0,246
4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. 0,082 2,8
0,233
5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
0,091 3,0 0,274
6. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
0,087 3,2 0,275
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. 0,073 3,5
0,256
8. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
0,064 2,8 0,181
9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
0,068 2,5 0,171
Ancaman 1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 0,078 3,2 0,246 2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih
rendah. 0,082 2,8 0,233
3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
0,096 3,0 0,288
Total Skor matriks EFE 1,000 2,973
4.6.5 Analisis Matriks SWOT
Matriks SWOT didapatkan berdasarkan gabungan antara faktor
internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan
ancaman). Empat strategi utama yang disarankan yaitu S–O, S–T,
82
W–O, dan W–T. Berdasarkan analisis SWOT pada kelompok Tani
Sugih Tani, maka dapat dirumuskan lima alternatif strategi, yaitu:
1. Meningkatkan volume produksi sayuran organik (Strategi S–O).
Dengan luas lahan budidaya sayuran organik yang digunakan
saat ini yaitu seluas 800 m², ternyata belum mampu memenuhi
seluruh pesanan ICDF dan swalayan yaitu sebanyak empat kuintal
per minggu. Swalayan memesan sebanyak empat kuintal per minggu
untuk memenuhi kebutuhan 30 cabang swalayan dari total 100
cabang toko swalayan tersebut. Oleh karena itu, peluang pangsa
pasar sayuran organik sebenarnya masih sangat luas yaitu sekitar 70
persen khusus untuk swalayan tersebut saja.
Namun untuk mewujudkan hal tersebut tidaklah mudah. Saat
ini petani dihadapkan oleh beberapa permasalahan untuk dapat
memenuhi pesanan sebanyak empat kuintal per minggu. Hal tersebut
berkaitan dengan mutu dan volume produksi sayuran organik yang
diproduksi masih relatif labil. Oleh karena itu, diperlukan upaya
untuk peningkatan volume produksi sayuran organik.
2. Mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada (Strategi W–T).
Suatu produk pertanian organik agar dapat bersaing dengan
produk organik lainnya harus memiliki mutu produk organik yang
baik. Melalui peningkatan pengendalian mutu produk yang baik
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas produksi produk untuk
kedepannya karena berkurangnya produk yang mengalami aggal
panen karena hama atau hasil produksi yang rendah. Oleh karena itu
diperlukan suatu strategi yang memfokuskan dalam hal pengendalian
dan peningkatan mutu hasil produksi sayuran organik, pada produk
dan pasar yang sudah ada. Strategi ini digunakan untuk
meminimalkan jumlah sayuran organik yang gagal panen,
meningkatkan mutu hasil produksi dan meminimalkan jumlah
produk yang tidak lolos sortasi swalayan melalui pengendalian mutu,
dari mulai pemilihan bibit, pupuk organik, pengendalian hama, serta
83
memperhatikan kualitas tanah dan kandungan senyawa kimia yang
masih terkandung didalamnya.
3. Perbaikan sistem manajemen usaha dan peningkatan kemampuan manajerial petani (Strategi W–O).
Manajemen yang baik dalam suatu organisasi terutama usaha
budidaya sayuran organik, akan sangat membantu usaha tersebut
untuk dapat bersaing di industri sayuran organik. Sistem manajemen
yang baik menuntut adanya SDM yang kompeten dan potensial baik
dibidang teknik budidaya pertanian organik maupun dalam hal
manajerial. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi untuk dapat
memperbaiki sistem manajemen usaha dan peningkatan kemampuan
manajerial petani. Beberapa hal yang harus dilakukan berkaitan
dengan perbaikan sistem manajemen dan kemampuan manajerial
petani yaitu: perbaikan data base petani, dan peningkatan mutu
sumber daya manusia melalui pelatihan-pelatihan terpadu.
4. Membangun STA (Stasiun Terminal Agribisnis) (Strategi W–T).
Stasiun Terminal Agribisnis merupakan sebuah bangunan yang
digunakan sebagai tempat untuk mengumpulkan berbagai macam
hasil pertanian, tempat sortasi produk, pencucian, pengepakan,
pelabelan, hingga sebagai tempat transaksi dan pusat informasi pasar
mengenai harga, dan jumlah produksi. Keunggulan dari adanya STA
ini yaitu petani dan pihak manajemen dapat menetapkan harga pasar,
meningkatkan kekuatan tawar-menawar petani, serta kontinuitas dan
ketersediaan produk bagi konsumen terjamin.
Adapun beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu STA dapat
menampung beberapa macam jenis komoditi pertanian, oleh karena
itu dengan bantuan dari pemerintah, STA yang dibangun dapat
digunakan tidak hanya terbatas pada komoditas sayuran organik dan
satu kelompok tani saja, melainkan berbagai macam jenis komoditas
pertanian yang dihasilkan di sekitar wilayah Kecamatan Leuwi
Liang, seperti sayuran non-organik, dan berbagai macam jenis buah-
buahan. Oleh karena itu, melalui alternatif strategi membangun STA
ini diharapkan petani dapat memasarkan produk organiknya tanpa
84
harus tergantung dari pihak lain serta dapat menetapkan harga pasar
sendiri.
5. Mengusahakan sertifikasi organik.
Sejalan dengan semakin ketatnya persaingan usaha khususnya
dibidang industri sayuran organik, perusahaan maupun kelompok
tani diharapkan memiliki kelebihan kompetitif dalam menjamin
mutu produknya. Salah satu upaya penjaminan mutu pada produk
sayuran organik yaitu dengan pembuatan sertifikasi organik.
Sertifikasi organik merupakan suatu jaminan tertulis yang
diberikan oleh lembaga penjamin yang berwenang untuk menjamin
bahwa produk yang dihasilkan telah diproses sesuai dengan prosedur
organik. Sertifikasi organik memiliki beberapa fungsi penting yaitu:
melindungi konsumen dari penipuan dan segala bentuk kecurangan
serta klaim produk yang tidak berdasar, melindungi produsen
organik dari produk pertanian lain (non-organik) yang mengaku
organik, memberi kepastian bahwa semua tahapan produksi,
persapan, penyimpanan, pengangkutan dan pemasaran dapat
diperiksa dan mematuhi kaidah sistem produksi pertanian yang
benar. Sehingga melalui alternatif strategi mengusahakan sertifikasi
organik tersebut diharapkan petani dapat memiliki keunggulan
kompetitif untuk dapat bersaing dengan baik di industri produk
organik.
6. Mengusahakan kemasan dan label produk melalui kredit modal usaha.
Kemasan dan label merupakan salah satu hal penting yang
harus diterapkan dalam suatu usaha, karena produk yang dihasilkan
bisa memiliki nilai tambah tersendiri dimata konsumen. Beberapa
fungsi penting dari penggunaan kemasan dan label yaitu: menjamin
produk yang dihasilkan lebih terjaga kebersihannya dan menghindari
tercampurnya produk dengan produk produsen lain, sebagai salah
satu upaya promosi produk, dan memiliki nilai jual yang lebih tinggi
di pasar. Selain itu dengan pemberian label akan memudahkan
konsumen yang ingin menanyakan alamat dan ingin berkunjung ke kebun
85
atau bahkan komplain terhadap produk yang dihasilkan, sehingga
konsumen akan lebih puas terhadap pelayanan produsen produk dan
loyalitas konsumen lebih tinggi.
Tabel 13. Hasil analisis matriks SWOT
FAKTOR INTERNAL
FAKTOR EKSTERNAL
KEKUATAN (STRENGHT-S)
1. Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi.
2. Sudah memiliki pasar tetap. 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan
baik dengan tanaman organik. 4. Teknologi produksi sudah
menggunakan screen house. 5. Dukungan pelatihan dari ICDF untuk
mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
KELEMAHAN (WEAKNESS-W)
1. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri.
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF.
3. Produktivitas hasil produksi masih rendah.
4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum tersetruktur dengan baik.
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
PELUANG (OPPORTUNITIES-O)
1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
6. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
8. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
STRATEGI S – O
1. Meningkatkan volume produksi sayuran organik.
(S1, S2, S3, S4, O1, O2, O3, O4, O5, O7, O9)
2. Mengoptimalkan pengendalian
mutu pada produk dan pasar yang sudah ada.
(S1, S2, S3, S4, S5, O1, O3, O6, O7)
STRATEGI W – O 3. Perbaikan sistem manajemen
usaha dan peningkatan kemampuan manajerial petani.
(W4, W5, W7, O4, O7) 4. Membangun STA (W1, W2, W4, W5, W6, W7,
O1, O2, O3, O4, O7, O9)
ANCAMAN (THREATS-T)
1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik.
2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata msih rendah.
3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
STRATEGI S – T 5. Mengusahakan sertifikasi
organik (S1, S2, T1, T3)
STRATEGI W – T 6. Mengusahakan kemasan dan
label produk melalui kredit modal usaha.
(W1, W2, W6, T3)
4.6.6 Pemilihan Strategi dengan Matriks QSP
Tahap akhir dari analisis formulasi strategi adalah pemilihan
strategi terbaik dengan menggunakan alat analisis matriks QSP
86
(Quantitative Strategic Planning Matrix). Analisis matriks QSP
digunakan untuk mengevaluasi kemenarikan relatif (relative
attractiveness) dari hasil analisis yang dihasilkan oleh matriks
SWOT. Proses pemilihan prioritas strategi ini dilakukan oleh enam
orang responden yang dianggap paling berpengaruh dalam
pengambilan keputusan strategi Kelompok Tani Sugih Tani. Masing-
masing responden memberikan nilai daya tarik terhadap setiap
strategi. Hasil dari keenam responden tersebut kemudian dirata-
ratakan untuk mendapatkan nilai total TAS dari masing-masing
strategi sehingga diperoleh urutan prioritas strategi yang harus
diterapkan.
Berdasarkan hasil analisis matriks QSP pada tabel 14 terlihat
bahwa strategi terbaik yang harus diprioritaskan yaitu strategi
mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang
sudah ada, dengan nilai total TAS tertinggi sebesar 5,776. Adapun
keenam strategi tersebut dapat diperingkatkan berdasarkan prioritas
dan bobot TAS terbesar adalah sebagai berikut:
1. Mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar
yang sudah ada (STAS = 5,776).
2. Meningkatkan volume produksi sayuran organik (STAS =
5,529).
3. Membangun STA (Stasiun Terminal Agribisnis) (STAS =
5,408).
4. Mengusahakan kemasan dan label produk melalui kredit modal
usaha (STAS = 5,407).
5. Mengusahakan sertifikasi organik (STAS = 5,018).
6. Perbaikan sistem manajemen usaha dan peningkatan
kemampuan manajerial petani (STAS = 4,948).
4.7 Implikasi Manajerial
Strategi terpilih pertama, yaitu mengoptimalkan pengendalian mutu
pada produk dan pasar yang sudah ada. Saat ini Kelompok tani Sugih Tani
baru mengupayakan untuk memenuhi permintaan pesanan dari pihak ICDF
87
dan swalayan sebanyak empat kuintal untuk empat jenis komoditas untuk
setiap minggunya. Pesanan tersebut untuk memenuhi pasokan 30 cabang
toko swalayan yang menjadi mitra usaha pihak ICDF. Akan tetapi, saat ini
untuk memenuhi permintaan pesanan pasar tersebut saja petani belum
mampu memenuhi seluruhnya, karena terkendala pada luas lahan pertanian
dan mutu sayuran yang belum stabil dan seringkali gagal panen karena
terserang hama. Oleh karena itu petani sebaiknya melakukan beberapa upaya
untuk pengendalian dan pengoptimalan mutu produk sayuran organik.
Sumber daya manusia yang potensial sangat diperlukan agar dapat
mengelola suatu usaha dengan tepat, terutama dalam hal teknik budidaya
pertanian organik. Oleh karena itu, hendaknya pembinaan kemampuan
teknis petani dalam hal budidaya organik ditingkatkan. Petani dapat
memperoleh pelatihan dan penyuluhan mengenai pertanian organik melalui
UPTD Pertanian dan Kehutanan di wilayah setempat, atau mendapat
pelatihan dari P4S Pandan Wangi yang bertempat di Desa Karehkel.
Dalam hal pengadaan bibit, selama ini petani menggunakan bibit dari
tanaman non-organik biasa. Permasalahan selama ini yaitu sering kali bibit
bermutu kurang baik, dimana bibit sering kali tidak tumbuh, maka petani
perlu mengadakan seleksi bibit ketat. Seleksi bibit dapat dilakukan dengan
cara merendam bibit yang akan disebar ke lahan ke dalam baskom atau
ember berisi air. Kemudian dapat dilihat terdapat bibit yang tenggelam dan
bibit yang terapung. Bibit yang tenggelam berarti bibit tersebut memiliki
kualitas yang baik, karena memiliki daya kecambah yang baik. sedangkan
bibit yang terapung merupakan bibit dengan kualitas yang buruk karena
memiliki daya kecambah yang buruk sehingga memiliki massa yang lebih
ringan.
Selain dalam hal seleksi bibit, untuk meningkatkan mutu organik,
sebaiknya petani menggunakan bibit yang berlabelkan organik juga, untuk
menjamin bahwa sayuran organik yang dihasilkan berasal dari bibit yang
berkualitas dan organik pula. Selain itu perlu dikaji jika petani melakukan
upaya pembibitan sendiri dengan menggunakan sayuran organik hasil
produksi mereka sendiri.
88
Dalam hal pengadaan pupuk, selama ini mutu pupuk kurang stabil,
dimana proporsi antara kotoran ayam dan sekam tidak stabil setiap kali
pembelian, hal ini mempengaruhi kualitas kesuburan tanah dan tanaman
secara langsung. Sedangkan menurut Departemen Pertanian (2009),
kandungan pupuk organik yang baik komposisi sekam hanya sebanyak 10
persen dari kotoran hewan8. Oleh karena itu petani sebaiknya menggunakan
pupuk yang berkualitas, dimana komposisinya sesuai dengan prosedur yang
disarankan pemerintah terkait. Selain itu petani dapat bekerjasama dengan
Ketua Gapoktan Pandan Wangi untuk membuat sendiri pupuk organik
dengan komposisi yang sesuai dengan prosedur dengan memanfaatkan
campuran dari kotoran ayam, kambing dan kelinci.
Dalam hal pengendalian hama, selama ini petani sering kali masih
mengalami masalah dalam hal pengendalian hama. Petani sampai saat ini
belum mampu menciptakan pestisida organik sendiri yang sesuai untuk
meminimalisir hama. Melalui dukungan dari Gapoktan Pandan Wangi,
petani dapat menggunakan pestisida organik yang dikembangkan sendiri
agar dapat menciptakan suatu pestisida organik yang ampuh meminimalkan
hama.
Kualitas lahan yang digunakan untuk menanam sayuran organik juga
harus diperhatikan. Hal ini terkait dengan kesuburan tanah, kesesuaian
kondisi tanah dengan sayuran yang ditanam dan seberapa banyak kandungan
senyawa kimia yang masih terkandung didalamnya. Hal ini penting
dilakukan karena untuk menghasilkan suatu produk yang benar-benar
organik, maka petani harus mampu meminimalisir kandungan senyawa
kimia yang masih terkandung didalamnya. Oleh karena itu petani perlu
mengkaji untuk bekerja sama dengan pemerintah atau pihak terkait,
misalnya dengan memanfaatkan program Prima Tani yang diupayakan oleh
pemerintah di Desa Karehkel untuk menerapkan strategi tersebut.
8 www.diperta.jabaprov.go.id/ [20 Agustus 2009]
89
Tabel 14. Hasil analisis matriks QSP
FAKTOR FAKTOR KUNCI
BOBOT
S1 S2 S3 S4 S5 S6 AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
Kekuatan Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 0.091 3.67 0.335 3.83 0.350 2.83 0.259 2.83 0.259 2.83 0.259 3.00 0.274 Sudah memiliki pasar tetap. 0.100 3.83 0.383 3.83 0.383 1.83 0.183 1.00 0.100 3.00 0.300 3.83 0.383 Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik.
0.096 3.50 0.335 3.67 0.351 2.50 0.239 2.17 0.207 3.17 0.303 2.50 0.239
Teknologi produksi sudah menggunakan screen house.
0.078 3.33 0.261 3.50 0.274 2.17 0.170 1.83 0.143 2.00 0.157 1.67 0.130
Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
0.070 2.50 0.174 4.00 0.278 2.50 0.174 1.17 0.081 2.17 0.151 1.83 0.128
Kelemahan Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri.
0.078 2.00 0.157 2.67 0.209 2.50 0.196 3.50 0.274 4.00 0.313 4.00 0.313
Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF.
0.083 2.00 0.165 2.33 0.193 2.33 0.193 3.17 0.262 2.83 0.234 3.33 0.275
Produktivitas hasil produksi masih rendah. 0.087 3.83 0.333 2.50 0.217 2.33 0.203 3.33 0.290 2.00 0.174 2.17 0.188 Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik.
0.091 2.33 0.213 2.17 0.198 4.00 0.365 2.83 0.259 1.50 0.137 2.50 0.228
Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
0.078 2.00 0.157 1.67 0.130 3.67 0.287 3.00 0.235 1.50 0.117 2.00 0.157
Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
0.096 2.50 0.239 2.83 0.271 2.17 0.207 3.67 0.351 1.50 0.143 3.50 0.335
Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
0.052 1.67 0.087 1.33 0.070 4.00 0.209 2.83 0.148 2.17 0.113 2.00 0.104
Peluang Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
0.105 3.83 0.403 3.83 0.403 2.67 0.280 2.83 0.298 3.67 0.385 3.17 0.333
Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
0.096 3.33 0.350 3.00 0.288 2.50 0.240 3.33 0.320 3.67 0.352 3.00 0.288
90
Lanjutan tabel 14.
Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
0.078 2.67 0.256 3.00 0.233 2.67 0.207 3.33 0.259 3.33 0.259 3.83 0.298
Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
0.082 2.50 0.194 2.17 0.178 3.00 0.247 2.83 0.233 1.83 0.151 2.00 0.164
Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
0.091 3.17 0.260 3.17 0.289 2.50 0.228 2.83 0.259 2.00 0.183 2.00 0.183
Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
0.087 2.67 0.244 4.00 0.347 1.67 0.145 1.33 0.116 2.00 0.174 2.00 0.174
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
0.073 2.50 0.217 2.83 0.207 3.00 0.219 2.83 0.207 2.33 0.170 2.00 0.146
Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
0.064 3.00 0.219 2.17 0.139 1.33 0.085 2.50 0.160 2.00 0.128 2.00 0.128
Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
0.07 3.17 0.202 2.17 0.148 1.50 0.103 3.50 0.240 2.83 0.194 2.83 0.194
Ancaman Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik.
0.078 1.50 0.000 3.00 0.233 1.67 0.129 2.00 0.155 1.67 0.129 1.67 0.129
Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah.
0.082 2.33 0.181 2.00 0.164 1.33 0.110 2.67 0.219 2.50 0.205 2.83 0.233
Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas. 0.096
2.00 0.164 2.33 0.224 2.83 0.272 3.50 0.336 3.00 0.288 4.00 0.384
Jumlah Skor Total Nilai Daya Tarik (STAS) 5.529 5.776 4.948 5.408 5.018 5.407
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 2004. Manajemen Pemasaran, edisi 1. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2008. Jawa Barat dalam Angka (Jawa Barat in Figures) 2008. BPS Provinsi Jawa Barat, Bandung.
Beritabumi. 2004. Produksi Pertanian Organik Indonesia Tumbuh 10% per tahun. http://www.beritabumi.com [5 Juni 2009]
David, F.R. 2006. Manajemen Strategis edisi 10. Salemba Empat, Jakarta.
Departemen Pertanian. 2004. Empat Tahun Go Organik 2010. Direktorat Jendral BPPHP. http://agribisnis.deptan.go.id [3 April 2009]
Departemen Pertanian. 2004. Prospek Pertanian Organik. Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17 [5 Juni 2009]
Departemen Pertanian. 2008. Pengertian Agropolitan. http://www.deptan.go.id/pesantren/agropolitan/arti_agro.html [5 Juni 2009]
Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat. 2009. Pedoman Pertanian Organik. www.diperta.jabaprov.go.id/ [20 Agustus 2009]
Rusdayanto, F. 2008. Potensi Pasar Produk Pertanian Organik. http://newspaper.pikiran-rakyat.com/[5 Juni 2009]
Fitri, M.A.A. 2006. Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik pada Kelompok Tani ”Usahatani Bersama” Kabupaten Tanah Datar Sumatera Barat. Skripsi pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jurnal Bogor. 2009. Konsumsi Sayuran 40,90 Kg Perkapita. www.jurnalbogor.com [1 September 2009]
Kotler, P. 2002. Manajemen Pemasaran Edisi Milenium. Prenhallindo, Jakarta.
Nasir. 1997. Pengembangan Dinamika Kelompok Tani. http://www.deptan.go.id/daerah_new/banten/dispertanak_pandeglang/artikel_11.htm [5 Agustus 2009]
Pemerintah Kabupaten Bogor. 2005. Analisa Profil Desa/Kelurahan Kabupaten Bogor Tahun 2004. Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Kesejahteraan Sosial, Bogor.
Pemerintah Kabupaten Bogor. 2005. Kecamatan Leuwi Liang dalam Angka Tahun 2005. Kabupaten Bogor, Bogor.
Pemerintah Kabupaten Bogor. 2008. Laporan Tahunan Kinerja Desa Karehkel Kecamatan Leuwi Liang tahun 2007/2008. Kabupaten Bogor, Bogor.
94
Portal Nasional Republik Indonesia. 2009. Pendapatan per Kapita Penduduk RI 2008 Capai Rp 21,7 Juta (US$). www.indonesia.go.id [1 September 2009]
Pracaya. 2003. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot, dan Polibag. Penebar Swadaya, Depok.
Purnama, D.F. 2009. Strategi Pemasaran Produk Olahan Wortel (Studi Kasus Kelompok Tani Wanita Tani Kartini di Kawasan Rintisan Agropolitan Kecamatan Cipanas Kabupaten Cianjur). Skripsi pada Program Sarjana Agribisnis Penyelenggaraan Khusus Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Rosita, S. 2008. Analisis Strategi Usaha Sayuran Organik di PT Anugrah Bumi Persada ”RR Organic Farm”, Kabupaten Cianjur. Skripsi pada Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sugito, Y. 1995. Sistem Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
Umar, H. 2008. Strategic Management in Action. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winangun, Y.W. 2005. Membangun Karakter Petani Organik Sukses dalam Era Globalisasi. Kanisius, Yogyakarta.
Winarno, F.G, A. K. Seta, dan Surono. 2002. Pertanian dan Pangan Organik: Sistem dan Sertifikasi. M-BRIO PRESS, Bogor.
Yanti, M. 2006. Strategi Pengembangan Usaha Sayuran Organik di Pertanian Organik “Kebonku”. Skripsi pada Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yenni, E. 2007. Perumusan Strategi Pemasaran Tepung Ubi Jalar Produksi Usaha Kecil (Studi Kasus Kelompok Tani Hurip Desa Cikarawang). Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
107
Lanjutan lampiran 4. ATTRACTIVE SCORE STRATEGI 1 STRATEGI 2 STRATEGI 3 STRATEGI 4 STRATEGI 5 STRATEGI 6
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Kekuatan
Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. Sudah memiliki pasar tetap. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik.
Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
Kelemahan Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri.
Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. Produktivitas hasil produksi masih rendah. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik.
Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. Peluang
Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
108
Lanjutan lampiran 4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
Ancaman Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
109
Lampiran 5. Hasil pengolahan data bobot faktor internal
No. Faktor Internal Bobot Rataan Nilai BobotR1 R2 R3 R4 R5 R6
Kekuatan 1. Mutu sayuran yang baik dari hasil
produksi. 4 4 4 3 3 3 3,50 0,091
2. Sudah memiliki pasar tetap. 3 4 4 4 4 4 3,83 0,100 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok
dan baik dengan tanaman organik. 4 3 4 4 4 3 3,67 0,096
4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house.
2 4 2 4 4 2 3,00 0,078
5. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
3 2 3 3 2 3 2,67 0,070
Kelemahan 1. Belum memiliki sertifikasi organik,
kemasan dan label merek sendiri. 3 3 2 3 3 4 3,00 0,078
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF.
3 2 2 4 4 4 3,17 0,083
3. Produktivitas hasil produksi masih rendah.
3 3 2 4 4 4 3,33 0,087
4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik.
4 3 3 4 4 3 3,50 0,091
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
3 2 2 4 4 3 3,00 0,078
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
4 3 3 4 4 4 3,67 0,096
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
3 1 2 2 2 2 2,00 0,052
38,33 1
110
Lampiran 6. Hasil pengolahan data bobot faktor eksternal
No. Faktor Eksternal Bobot Rataan Nilai Robo
t R1 R2 R3 R4 R5 R6
Peluang 1. Kebijakan pemerintah mengenai
”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
4
4
3
4
4
4
3,83
0,105
2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
4
3
4
4
3
3
3,50
0,096
3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
3
3
2
3
3
3
2,83
0,078
4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. 3 3 1 4 4 3
3,00 0,082 5. Tingkat kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
3
3
3
4
3
4
3,33
0,091
6. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
4
4
4
3
2
2
3,17
0,087
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. 3 3 1 4 3 2
2,67 0,073 8. Adanya budaya masyarakat yang
gemar mengkonsumsi sayuran. 2
3
2
2
2
3
2,33
0,064
9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
3
2
3
2
2
3
2,50
0,068
Ancaman 1. Sulit dan mahalnya persyaratan
sertifikasi organik. 4
3
2
2
2
4
2,83
0,078
2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah.
4
2
3
3
3
3
3,00
0,082
3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
3
3
3
4
4
4
3,50
0,096
36,50 1
111
Lampiran 7. Hasil pengolahan data rating faktor internal
No. Faktor Internal Rating Nilai Rating R1 R2 R3 R4 R5 R6
Kekuatan 1. Mutu sayuran yang baik dari hasil
produksi. 4
4
4
4
4
3 3,8
2. Sudah memiliki pasar tetap. 3 4 4 4 4 4 3,8 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan
baik dengan tanaman organik. 4
3
4
4
4
4 3,8
4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house.
3
4
4
4
4
4 3,8
5. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
3
3
3
3
3
3 3,0
Kelemahan 1. Belum memiliki sertifikasi organik,
kemasan dan label merek sendiri. 1
1
1
1
1
1 1,0
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF.
2
2
2
1
1
1 1,5
3. Produktivitas hasil produksi masih rendah.
1
2
2
2
1
2 1,7
4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik.
2
2
2
2
2
1 1,8
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
1
2
1
2
2
1 1,5
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
2
1
1
1
2
1 1,3
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
1
1
1
1
1
1 1,0
112
Lampiran 8. Hasil pengolahan data rating faktor eksternal
No. Faktor Eksternal Rating Nilai Rating R1 R2 R3 R4 R5 R6
Peluang 1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go
Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
2
2
4
3
4
3 3.0
2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
3
3
2
2
3
3
2.73. Peluang kerjasama dan bermitra dengan
pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
3
4
4
3
2
3 3.2
4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. 2 3 3 4
2 3 2.8
5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
2
3
3
3
4
3
3.06. Pertanian organik membantu
memperbaiki kerusakan ekosistem. 2
3
4
4
3
3 3.2
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih. 3 4 3 4 4 3 3.5
8. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
2
3
3
3
3
3 2.8
9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
3
2
2
3
2
3
2.5 Ancaman
1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik.
3
3
3
3
3
4 3.2
2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah.
4
2
2
3
3
3 2.8
3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas.
4
4
4
2
1
3 3.0
113
Lampiran 9. Hasil analisis matriks IFE
No Faktor Internal
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c = axb)
Kekuatan 1. Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 0,091 3,8 0,350 2. Sudah memiliki pasar tetap. 0,100 3,8 0,383 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik
dengan tanaman organik. 0,096 3,8 0,367
4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house.
0,078 3,8 0,300
5. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
0,070 3,0 0,209
Kelemahan 1. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan
label merek sendiri. 0,078 1,0 0,078
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF.
0,083 1,5 0,124
3. Produktivitas hasil produksi masih rendah. 0,087 1,7 0,145 4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani
belum terstruktur dengan baik. 0,091 1,8 0,167
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
0,078 1,5 0,117
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
0,096 1,3 0,128
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
0,052 1,0 0,052
Total Skor matriks IFE 1,000 2,420
114
Lampiran 10. Hasil analisis matriks EFE
No Faktor Eksternal
Bobot (a)
Rating (b)
Skor (c = axb)
Peluang 1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic
2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
0,105
3,0
0,315 2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas,
baik dalam maupun luar negeri.
0,096
2,7
0,256 3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan
pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
0,078
3,2
0,246 4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar
tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar. 0,082 2,8
0,233 5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya
kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
0,091
3,0
0,274 6. Pertanian organik membantu memperbaiki
kerusakan ekosistem.
0,087
3,2
0,275 7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
pertanian organik yang semakin canggih. 0,073 3,5
0,256 8. Adanya budaya masyarakat yang gemar
mengkonsumsi sayuran.
0,064
2,8
0,181 9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing
dengan produk pertanian lainnya.
0,068
2,5
0,171 Ancaman
1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 0,078 3,2 0,246 2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih
rendah.
0,082
2,8
0,233 3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah
lebih luas.
0,096
3,0
0,288 Total Skor matriks EFE 1,000 2,973
115
Lampiran 11. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi meningkatkan volume produksi sayuran organik.
No. Faktor Strategi Attractive Score (AS) Rataan AS R1 R2 R3 R4 R5 R6
Kekuatan 1. Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 4 4 4 4 3 3 3.67 2. Sudah memiliki pasar tetap. 4 4 4 3 4 4 3.83 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan
tanaman organik. 4 4 4 3 3 3 3.50
4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. 4 3 4 3 3 3 3.33 5. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk
mengembangkan pupuk dan pestisida organik. 3 3 3 2 2 2 2.50
Kelemahan 1. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label
merek sendiri. 4 2 3 1 1 1 2.00
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. 2 1 3 2 2 2 2.00 3. Produktivitas hasil produksi masih rendah. 4 4 3 4 4 4 3.83 4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum
terstruktur dengan baik. 4 3 3 2 1 1 2.33
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
4 2 3 1 1 1 2.00
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
4 2 2 2 3 2 2.50
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. 1 1 2 2 2 2 1.67 Peluang
1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
4 3 4 4 4 4 3.83
2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
4 3 4 4 2 3 3.33
3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
4 2 3 3 2 2 2.67
4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
4 3 3 2 1 2 2.50
5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
4 3 4 3 2 3 3.17
6. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
3 2 3 3 2 3 2.67
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
4 2 4 2 1 2 2.50
8. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
3 2 3 4 3 3 3.00
9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
3 3 3 4 3 3 3.17
Ancaman 1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 2 1 3 1 1 1 1.50 2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. 3 2 2 3 2 2 2.33 3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih
luas. 2 1 4 2 1 2 2.00
116
Lampiran 12. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengoptimalkan pengendalian mutu pada produk dan pasar yang sudah ada.
No. Faktor Strategi Attractive Score (AS) Rataan AS R1 R2 R3 R4 R5 R6
Kekuatan 1. Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 3 4 4 4 4 4 3.83 2. Sudah memiliki pasar tetap. 4 4 4 4 3 4 3.83 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan
tanaman organik. 2 4 4 4 4 4 3.67
4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. 3 4 3 3 4 4 3.50 5. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk
mengembangkan pupuk dan pestisida organik. 4 4 4 4 4 4 4.00
Kelemahan 1. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label
merek sendiri. 4 3 3 2 2 2 2.67
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. 3 3 2 2 3 1 2.33 3. Produktivitas hasil produksi masih rendah. 4 1 4 2 2 2 2.50 4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum
terstruktur dengan baik. 3 1 3 2 2 2 2.17
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
1 1 2 2 2 2 1.67
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
3 2 3 3 3 3 2.83
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. 1 1 1 2 2 1 1.33 Peluang
1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
3 4 4 4 4 4 3.83
2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
3 3 4 3 3 2 3.00
3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
2 3 3 3 4 3 3.00
4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
2 2 2 3 2 2 2.17
5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
2 4 4 3 3 3 3.17
6. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
4 4 4 4 4 4 4.00
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
2 3 4 3 2 3 2.83
8. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
3 2 2 2 2 2 2.17
9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
2 2 2 2 2 3 2.17
Ancaman 1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 3 3 3 3 4 2 3.00 2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. 2 2 2 2 2 2 2.00 3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih
luas. 4 1 3 2 2 2 2.33
117
Lampiran 13. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi perbaikan sistem manajemen usaha dan peningkatan kemampuan manajerial petani.
No. Faktor Strategi Attractive Score (AS) Rataan AS R1 R2 R3 R4 R5 R6
Kekuatan 1. Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 2 3 4 3 2 3 2.83 2. Sudah memiliki pasar tetap. 2 2 2 2 2 1 1.83 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan
tanaman organik. 4 2 3 2 2 2 2.50
4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. 4 2 2 2 1 2 2.17 5. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk
mengembangkan pupuk dan pestisida organik. 3 2 2 2 2 4 2.50
Kelemahan 1. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label
merek sendiri. 4 2 4 2 1 2 2.50
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. 4 2 2 2 2 2 2.33 3. Produktivitas hasil produksi masih rendah. 4 2 3 2 1 2 2.33 4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum
terstruktur dengan baik. 4 4 4 4 4 4 4.00
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
4 4 2 4 4 4 3.67
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
4 2 1 2 2 2 2.17
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. 4 4 4 4 4 4 4.00 Peluang
1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
4 2 4 2 2 2 2.67
2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
4 2 4 1 2 2 2.50
3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
4 2 3 3 1 3 2.67
4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
4 3 3 3 2 3 3.00
5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
4 2 3 2 2 2 2.50
6. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
2 2 1 2 2 1 1.67
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
4 2 4 2 3 3 3.00
8. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
2 2 1 1 1 1 1.33
9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
2 2 1 1 2 1 1.50
Ancaman 1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 2 2 3 1 1 1 1.67 2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. 2 2 1 1 1 1 1.33 3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih
luas. 2 3 3 3 3 3 2.83
118
Lampiran 14. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi membangun STA (Stasiun Terminal Agribisnis).
No. Faktor Strategi Attractive Score (AS) Rataan AS R1 R2 R3 R4 R5 R6
Kekuatan 1. Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 2 3 3 4 3 2 2.83 2. Sudah memiliki pasar tetap. 1 1 1 1 1 1 1.00 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan
tanaman organik. 2 2 4 2 2 1 2.17
4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. 2 2 2 2 2 1 1.83 5. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk
mengembangkan pupuk dan pestisida organik. 1 2 1 1 1 1 1.17
Kelemahan 1. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label
merek sendiri. 2 4 3 4 4 4 3.50
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. 2 4 2 4 4 3 3.17 3. Produktivitas hasil produksi masih rendah. 4 3 4 3 3 3 3.33 4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum
terstruktur dengan baik. 2 3 3 3 4 2 2.83
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
4 3 2 3 3 3 3.00
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
2 4 4 4 4 4 3.67
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. 3 3 3 3 3 2 2.83 Peluang
1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
2 3 3 3 3 3 2.83
2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
4 3 4 3 3 3 3.33
3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
4 3 3 4 3 3 3.33
4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
2 3 2 4 3 3 2.83
5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
2 3 4 3 3 2 2.83
6. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
2 2 1 1 1 1 1.33
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
4 2 4 3 2 2 2.83
8. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
4 3 2 1 3 2 2.50
9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
4 4 4 3 3 3 3.50
Ancaman 1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 3 1 3 2 2 1 2.00 2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. 2 3 3 2 3 3 2.67 3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih
luas. 4 3 4 3 3 4 3.50
119
Lampiran 15. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengusahakan sertifikasi organik.
No. Faktor Strategi Attractive Score (AS) Rataan AS R1 R2 R3 R4 R5 R6
Kekuatan 1. Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 4 2 2 3 3 3 2.83 2. Sudah memiliki pasar tetap. 4 3 2 3 3 3 3.00 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan
tanaman organik. 4 4 3 2 3 3 3.17
4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. 3 2 2 2 1 2 2.00 5. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk
mengembangkan pupuk dan pestisida organik. 4 2 2 2 2 1 2.17
Kelemahan 1. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label
merek sendiri. 4 4 4 4 4 4 4.00
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. 3 3 3 3 3 2 2.83 3. Produktivitas hasil produksi masih rendah. 3 1 2 2 2 2 2.00 4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum
terstruktur dengan baik. 4 1 1 1 1 1 1.50
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
2 1 1 1 2 2 1.50
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
4 1 1 1 1 1 1.50
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. 3 2 2 2 2 2 2.17 Peluang
1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
4 3 4 4 4 3 3.67
2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
4 4 3 3 4 4 3.67
3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
4 3 4 3 3 3 3.33
4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
1 2 2 2 2 2 1.83
5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
3 2 2 2 1 2 2.00
6. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
4 2 1 2 1 2 2.00
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
4 2 2 2 2 2 2.33
8. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
3 2 2 2 1 2 2.00
9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
4 2 3 2 3 3 2.83
Ancaman 1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 4 1 1 2 1 1 1.67 2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. 4 2 2 2 2 3 2.50 3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih
luas. 4 2 3 3 3 3 3.00
120
Lampiran 16. Hasil analisis matriks QSP berdasarkan alternatif strategi mengusahakan kemasan dan label produk melalui kredit modal usaha.
No. Faktor Strategi Attractive Score (AS) Rataan AS R1 R2 R3 R4 R5 R6
Kekuatan 1. Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 2 4 3 3 3 3 3.002. Sudah memiliki pasar tetap. 3 4 4 4 4 4 3.83 3. Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan
tanaman organik. 4 2 2 2 2 3 2.50
4. Teknologi produksi sudah menggunakan screen house. 2 2 1 2 1 2 1.67 5. Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk
mengembangkan pupuk dan pestisida organik. 4 2 1 1 1 2 1.83
Kelemahan 1. Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label
merek sendiri. 4 4 4 4 4 4 4.00
2. Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF. 3 2 4 3 4 4 3.33 3. Produktivitas hasil produksi masih rendah. 3 2 2 2 2 2 2.17 4. Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum
terstruktur dengan baik. 4 2 3 2 2 2 2.50
5. Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
2 2 2 2 2 2 2.00
6. Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
2 4 4 4 4 3 3.50
7. Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial. 2 2 2 2 2 2 2.00 Peluang
1. Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
4 3 3 3 3 3 3.17
2. Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
4 3 2 3 3 3 3.00
3. Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
4 4 4 4 3 4 3.83
4. Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
2 2 2 2 2 2 2.00
5. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
2 2 2 2 2 2 2.00
6. Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
4 2 1 2 1 2 2.00
7. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
4 2 1 2 1 2 2.00
8. Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
3 2 1 2 2 2 2.00
9. Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
3 3 2 3 3 3 2.83
Ancaman 1. Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 4 1 1 1 1 2 1.67 2. Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah. 4 3 2 3 2 3 2.83 3. Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih
luas. 4 4 4 4 4 4 4.00
121
Lampiran 17. Hasil analisis matriks QSP
FAKTOR FAKTOR KUNCI BOBOT
S1 S2 S3 S4 S5 S6 AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS AS TAS
Kekuatan Mutu sayuran yang baik dari hasil produksi. 0.091 3.67 0.335 3.83 0.350 2.83 0.259 2.83 0.259 2.83 0.259 3.00 0.274 Sudah memiliki pasar tetap. 0.100 3.83 0.383 3.83 0.383 1.83 0.183 1.00 0.100 3.00 0.300 3.83 0.383 Iklim dan kondisi tanah yang cocok dan baik dengan tanaman organik.
0.096 3.50 0.335 3.67 0.351 2.50 0.239 2.17 0.207 3.17 0.303 2.50 0.239
Teknologi produksi sudah menggunakan screen house.
0.078 3.33 0.261 3.50 0.274 2.17 0.170 1.83 0.143 2.00 0.157 1.67 0.130
Dukungan pelatihan dari ICDF dan Gapoktan untuk mengembangkan pupuk dan pestisida organik.
0.070 2.50 0.174 4.00 0.278 2.50 0.174 1.17 0.081 2.17 0.151 1.83 0.128
Kelemahan Belum memiliki sertifikasi organik, kemasan dan label merek sendiri.
0.078 2.00 0.157 2.67 0.209 2.50 0.196 3.50 0.274 4.00 0.313 4.00 0.313
Harga produk masih rendah dan dikontrol oleh ICDF.
0.083 2.00 0.165 2.33 0.193 2.33 0.193 3.17 0.262 2.83 0.234 3.33 0.275
Produktivitas hasil produksi masih rendah. 0.087 3.83 0.333 2.50 0.217 2.33 0.203 3.33 0.290 2.00 0.174 2.17 0.188 Sistem organisasi dan koordinasi kelompok tani belum terstruktur dengan baik.
0.091 2.33 0.213 2.17 0.198 4.00 0.365 2.83 0.259 1.50 0.137 2.50 0.228
Kemampuan petani untuk mengarsip data produksi dan keuangan belum terstruktur dengan rapi dan tertulis.
0.078 2.00 0.157 1.67 0.130 3.67 0.287 3.00 0.235 1.50 0.117 2.00 0.157
Keterbatasan modal petani untuk mengembangkan pertanian organik.
0.096 2.50 0.239 2.83 0.271 2.17 0.207 3.67 0.351 1.50 0.143 3.50 0.335
Belum diterapkannya SIM dalam sistem manajerial.
0.052 1.67 0.087 1.33 0.070 4.00 0.209 2.83 0.148 2.17 0.113 2.00 0.104
Peluang Kebijakan pemerintah mengenai ”Go Organic 2010” dan dukungan untuk mengembangkan pertanian organik.
0.105 3.83 0.403 3.83 0.403 2.67 0.280 2.83 0.298 3.67 0.385 3.17 0.333
Adanya peluang pasar sayuran organik yang luas, baik dalam maupun luar negeri.
0.096 3.33 0.350 3.00 0.288 2.50 0.240 3.33 0.320 3.67 0.352 3.00 0.288
Peluang kerjasama dan bermitra dengan pemerintah dan atau pihak lain dalam hal modal atau bantuan kredit usaha.
0.078 2.67 0.256 3.00 0.233 2.67 0.207 3.33 0.259 3.33 0.259 3.83 0.298
Tersedianya tenaga kerja yang potensial di pasar tenaga kerja atau wilayah lingkungan sekitar.
0.082 2.50 0.194 2.17 0.178 3.00 0.247 2.83 0.233 1.83 0.151 2.00 0.164
122
Lanjutan lampiran 17. Tingkat kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan makanan organik semakin meningkat tiap tahunnya.
0.091 3.17 0.260 3.17 0.289 2.50 0.228 2.83 0.259 2.00 0.183 2.00 0.183
Pertanian organik membantu memperbaiki kerusakan ekosistem.
0.087 2.67 0.244 4.00 0.347 1.67 0.145 1.33 0.116 2.00 0.174 2.00 0.174
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertanian organik yang semakin canggih.
0.073 2.50 0.217 2.83 0.207 3.00 0.219 2.83 0.207 2.33 0.170 2.00 0.146
Adanya budaya masyarakat yang gemar mengkonsumsi sayuran.
0.064 3.00 0.219 2.17 0.139 1.33 0.085 2.50 0.160 2.00 0.128 2.00 0.128
Kemampuan menciptakan pasar dan bersaing dengan produk pertanian lainnya.
0.07 3.17 0.202 2.17 0.148 1.50 0.103 3.50 0.240 2.83 0.194 2.83 0.194
Ancaman Sulit dan mahalnya persyaratan sertifikasi organik. 0.078 1.50 0.000 3.00 0.233 1.67 0.129 2.00 0.155 1.67 0.129 1.67 0.129 Tingkat pendapatan masyarakat rata-rata masih rendah.
0.082 2.33 0.181 2.00 0.164 1.33 0.110 2.67 0.219 2.50 0.205 2.83 0.233
Jaringan distribusi dan pemasaran pesaing sudah lebih luas. 0.096
2.00 0.164 2.33 0.224 2.83 0.272 3.50 0.336 3.00 0.288 4.00 0.384
Jumlah Skor Total Nilai Daya Tarik (STAS) 5.529 5.776 4.948 5.408 5.018 5.407
Top Related