Procedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Halaman 1 dari 12
REAKTANSI
TEGANGAN
INTERNAL
INERSIAINERSIA
PM MG X
SL
Analisis Stabilitas Transien dan Pelepasan Beban Sistem Kelistrikan di
PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III Plaju-Sungai Gerong, Palembang
Defariza, Adi Soeprijanto, Vita Lystianingrum Budiharto Putri
Jurusan Teknik Elektro-FTI, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Kampus ITS, Keputih-Sukolilo, Surabaya - 60111, Email : [email protected]
Abstrak: PT. PERTAMINA (Persero) R.U. III
merupakan salah satu dari tujuh unit pengolahan yang
dimiliki oleh PT. PERTAMINA (Persero) yang berada di daerah Plaju - Sungai Gerong, Palembang, Sumatera
Selatan. Tugas utamanya adalah mengolah minyak
mentah dan gas menjadi produk BBM dan non-BBM.
Untuk menunjang kegiatan operasional tersebut,
PT.PERTAMINA (Persero) R.U. III mengoperasikan 3
unit Gas Turbine Generator dengan kapasitas sama
masing-masing sebesar 31 MW, dengan kondisi normal
2 unit beroperasi dan 1 unit keadaan standby. 1 unit
Steam Turbine Generator sebagai supply cadangan
apabila dalam keadaan darurat terjadi gangguan pada 3
unit GTG utama. Kemudian, 1 unit Diesel Turbine
Generator juga sebagai Secure System yang meliputi penerangan, kontrol motor-motor, UPS dan kebutuhan
lokal di kilang. Kapasitas total beban listrik yang
dipergunakan rata-rata sebesar 26.87 MW. Pada tugas
akhir ini difokuskan pada Analisis Stabilitas Transien
yang meliputi kestabilan tegangan dan kestabilan
frekuensi, serta pelepasan beban (load shedding) saat
terjadi gangguan generator lepas/trip, starting motor
berkapasitas besar (penambahan beban berkapasitas
besar secara tiba-tiba), hubung singkat (short ciruit)
pada sisi beban, dan hilangnya eksitasi pada
pembangkit (loss of excitation) dengan menggunakan bantuan software ETAP 4.0.0 Power Station.
Kata Kunci : Stabilitas transien, pelepasan beban
I. PENDAHULUAN
Dalam sistem tenaga listrik dibutuhkan
keseimbangan antara daya mekanik (prime mover)
dengan daya elektrik (beban listrik). Besar dari daya
elektrik ini terus berubah-ubah sesuai dengan
kebutuhan. Setiap perubahan daya elektik beban listrik
harus diikuti dengan perubahan daya mekanik berupa
perubahan daya pada penggerak awal generator. Jika
daya mekanik pada poros penggerak awal tidak dengan segera menyesuaikan dengan besarnya daya elektrik
(beban listrik) maka frekuensi dan tegangan akan
bergeser dari posisi normal, hal ini akan membuat
sistem menjadi tidak stabil.
Suatu sistem tenaga listrik stabil apabila
besarnya produksi dan konsumsi daya listrik seimbang
dan kecepatan respon dari peralatan-peralatan
kontrolnya memadai. Tetapi kenyataannya selalu terjadi
perubahan-perubahan yang menyebabkan terjadinya
fluktuasi yang harus dikompensasi. Adanya governor
pada turbin dan regulator tegangan diharapkan dapat
mengembalikan tegangan dan frekuensi ke posisi
normal atau masih dalam batas-batas yang dapat
diterima. Tetapi apabila berkurangnya jumlah pembangkitan lebih besar lagi maka turunnya frekuensi
dan tegangan akan makin cepat sehingga dapat
mencapai harga yang relatif rendah hanya dalam waktu
yang sangat singkat. Governor dan regulator tegangan
yang ada tidak sempat bekerja sehingga tidak dapat
membantu memperbaiki keadaan sistem, maka
dilakukanlah skema pelepasan beban (load shedding).
II. DASAR TEORI
2.1 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik Setiap generator beroperasi pada kecepatan
sinkron dan frekuensi yang sama. Sementara
keseimbangan antara daya input mekanis pada
penggerak mula (prime mover) dan daya output elektris
(beban listrik) dipertahankan. Pada keadaan ini
generator berputar pada kecepatan sinkron. Jika terjadi
gangguan, maka sesaat akan terjadi perbedaan yang
besar antara daya input mekanis dan daya output
elektris dari generator. Ketidakseimbangan antara daya
yang dibangkitkan dengan beban yang ditanggung akan
menyebabkan rotor dari mesin sinkron berayun akibat adanya torsi dan berakibat putaran rotor akan semakin
cepat atau semakin lambat, frekuensi dan tegangan
sistem pun meningkat atau sebaliknya. Bila gangguan
ini tidak dapat dihilangkan dengan segera, maka terjadi
percepatan atau perlambatan putaran rotor generator
yang akan mengakibatkan hilangnya sinkronisasi dalam
sistem.
Kestabilan sistem tenaga listrik dapat
didefinisikan sebagai kemampuan dari sistem untuk
menjaga kondisi operasi yang seimbang dan
kemampuan sistem tersebut untuk kembali ke kondisi
operasi normal ketika terjadi gangguan.
2.2. Masalah Stabilitas Sistem Tenaga Listrik
Faktor-faktor utama dalam masalah stabilitas
adalah:
Gambar 2.1.. Diagram faktor-faktor utama dalam masalah
kestabilan
Procedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Halaman 2 dari 12
1. Faktor mekanis dapat berupa:
a. Torsi input prime mover.
b. Inersia dari prime mover dan generator.
c. Inersia motor dan sumbu beban.
d. Torsi input sumbu beban.
2. Torsi elektris berupa: a. Tegangan internal dari generator sinkron.
b. Reaktansi sistem.
c. Tegangan internal dari motor sinkron.
Berdasarkan sifat dan besarnya gangguannya, masalah
stabilitas dalam sistem tenaga listrik dibedakan atas,
stabilitas mantap (steady state), stabilitas peralihan
(transient), dan stabilitas dinamis (dynamic).
2.2.1 Stabilitas Mantap (steady state)
Stabilitas steady-state merupakan kemampuan
dari suatu sistem tenaga mempertahankan sinkronisasi antara mesin-mesin dalam setelah mengalami gangguan
kecil.
2.2.2 Stabilitas Peralihan (transient)
Stabilitas transient merupakan kemampuan dari
suatu sistem tenaga mempertahankan sinkronisasi
setelah mengalami gangguan besar yang bersifat
mendadak selama satu swing (yang pertama) dengan
asumsi bahwa pengatur tegangan otomatis (AVR) dan
governor belum bekerja.
2.2.3 Stabilitas Dinamis (Dynamic) Stabilitas dinamik terjadi bila setelah swing
pertama (periode stabilitas transient) sistem belum
mampu mempertahankan sinkronisasi sampai sistem
mencapai keadaan seimbang yang baru.
2.3. Dinamika Rotor dan Persamaan Ayunan
Persamaan yang mengatur gerakan rotor suatu
mesin serempak yang digerakan oleh penggerak mula
(prime mover) berdasarkan prinsip dasar dinamika yang
menyatakan bahwa momen putar percepatan
(accellerating torque) adalah hasil kali dari momen-momen kelembaman (moment of inertia) rotor dan
percepatan sudutnya. Persamaannya dapat ditulis dalam
bentuk:
J2
2
dt
d = Tm –T e =T…………………….(2.1)
dimana:
J = Momen inersia total dari massa rotor (kg-m2) θ = Pergeseran sudut dari rotor terhadap suatu
sumbu yang diam (rad)
t = Waktu (detik)
Tm = Torsi mekanik dari penggerak mula (Nm)
Te = Torsi listrik output generator (Nm)
2.4. Pelepasan Beban (Load Shedding)
Jika terjadi gangguan dalam sistem yang
menyebabkan daya yang tersedia tidak dapat melayani
beban, maka untuk mencegah terjadinya collapse pada
sistem perlu dilakukan pelepasan beban. Kondisi jatuhnya salah satu unit pembangkit dapat dideteksi
dengan adanya penurunan frekuensi sistem yang drastis.
Grafik perubahan frekuensi sebagai fungsi waktu
setelah pelepasan beban dapat dilihat pada grafik
berikut:
Gambar 2.2. Grafik Perubahan Frekuensi
Pada saat t=tA ada unit pembangkit yang jatuh
sehingga menyebabkan frekuensi menurun. Turunnya
frekuensi dapat menurut garis 1, 2 atau 3. Makin besar
unit pembangkit yang jatuh (daya yang tersedia hilang)
makin cepat pula frekuensi menurun. Kecepatan
menurunnya frekuensi juga tergantung kepada besar
kecilnya inersia sistem. Makin besar inersia sistem,
makin kokoh sistemnya, makin lambat turun frekuensinya.
Pada gambar 2.2 dimisalkan bahwa frekuensi
menurun mengikuti garis 2, setelah mencapai titik B
dilakukan pelepasan beban tahap pertama oleh UFR
(Under Frequency Relay) yang bekerja setelah
mendeteksi frekuensi sesuai setting sebesar FB. Dengan
adanya pelepasan beban tahap pertama maka penurunan
frekuensi berkurang kecepatannya sampai di titik C
UFR mendeteksi frekuensi sebesar Fc dan akan
melakukan pelepasan beban tahap kedua. Setelah
pelepasan beban tahap kedua, frekuensi sistem tidak lagi menurun tapi menunjukkan gejala yang baik yaitu
naik kembali menuju titik D. Naiknya frekuensi dari
titik C menuju titik D disebabkan karena daya yang
masih tersedia dalam sistem adalah lebih besar daripada
beban setelah mengalami pelepasan beban tahap kedua.
Mulai dari titik D, yaitu setelah proses tersebut di atas
berlangsung selama tD. Governor unit pembangkit
dalam sistem melakukan pengaturan primer.
tD berkisar sekitar 4 detik. Periode sebelum
governor melakukan pengaturan primer disebut periode
transient dan ini berlangsung selama kira-kira 4 detik.
Setelah governor melakukan pengaturan primer, maka frekuensi mencapai titik EF yaitu kondisi pada titik E.
Keampuan governor melakukan pengaturan primer
sangat tergantung kepada besarnya spinning reserve
yang masih tersedia dalam sistem. Seandainya unit-unit
pembangkit yang masuk (paralel) ke dalam sistem
mempunyai kemampuan pembangkitan 100 MW tetapi
bebannya baru 70 MW maka dikatakan bahwa spinning
reserve masih 100-70 = 30 MW. Setelah mencapai titik
E masih ada deviasi frekuensi sebesar F terhadap
frekuensi yang diinginkan yaitu Fo dan deviasi ini
dikoreksi dengan pengaturan sekunder yang dimulai
Procedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Halaman 3 dari 12
pada titik F dan frekuensi menjadi normal kembali pada
titik G.
Apabila unit pembangkitan yang jatuh tidak
begitu besar mungkin penurunan frekuensi tidak pernah
mencapai nilai FC sehingga dalam hal ini pelepasan
beban tingkat pertama saja sudah cukup untuk menghindarkan sistem menjadi collapsed. Dalam
praktek pelepasan beban (load shedding) dilakukan
dengan memasang UFR pada berbagai feeder distribusi
yang dipilih menurut kondisi setempat. Feeder diberi
UFR. Jumlah UFR harus sedikitnya cukup melepas
beban sebesar unit terbesar dalam sistem.
Standar yang digunakan untuk pelepasan beban ini ada
dua yaitu:
a. Load Shedding 3 Langkah (ANSI/IEEE C37
106-1987) Tabel 2.1. Load Sheeding 3 Langkah
b. Load Shedding 6 Langkah (ANSI/IEEE C37
106-1987) Tabel 2.2. Load Shedding 6 Langkah
III. SISTEM KELISTRIKAN PT.PERTAMINA
(Persero) R.U.III PLAJU-SUNGAI GERONG
3.1. Sistem Pembangkit Tenaga Listrik
PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III Plaju-
Sungai Gerong
PT. PERTAMINA (Persero) RU III Plaju –
Sungai Gerong memiliki 3 pusat pembangkit tenaga
listrik, yaitu :
Power Station I (PS I) yang terletak di Plaju.
Power Station II (PS II) yang terletak di Plaju.
Power Station III (PS III) yang terletak di
Sungai Gerong.
Akan tetapi pada saat ini pusat pembangkit tenaga
listrik yang dioperasikan untuk menunjang pasokan
kebutuhan listrik di PT.PERTAMINA (Persero) R.U.
III Plaju – Sungai Gerong hanya Power Station II (PS
II), sedangkan PS I dan PS III sudah tidak dioperasikan
lagi.
Power Station (PS II) memiliki 5 unit
pembangkit, yang terdiri atas: 3 unit Gas Turbine
Generator dengan kapasitas rating sama masing-masing
sebesar 31 MW (GTG 2015-UA,2015-UB dan 2015-
UC) dengan kondisi normal 2 unit (GTG 2015-UA dan
2015-UB) beroperasi dan 1 unit (GTG 2015-UC) keadaan standby, 1 unit Steam Turbine Generator (STG
2017-U) berkapasitas 3.2 MW digunakan sebagai
supply cadangan apabila dalam keadaan darurat terjadi
gangguan/kerusakan pada 3 unit GTG utama dan 1 unit
Diesel Turbine Generator (DTG 2016-U) berkapasitas
750 kW juga sebagai Secure System yang meliputi
penerangan, kontrol motor-motor, UPS dan kebutuhan
lokal di kilang. Berikut adalah data-data
pembangkitnya:
Tabel 3.1. Data Pembangkit di PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III
3.2. Sistem Distribusi Tenaga Listrik
PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III Plaju-
Sungai Gerong
Sistem jaringan distribusi tenaga listrik yang
digunakan di PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III Plaju-
Sungai Gerong adalah sistem jaringan radial ganda dan
sistem ring. Sistem radial ganda ini terdiri dari
sepasang sumber yang masuk atau sepasang trafo atau
sepasang feeder dari substation lain yang memiliki tipe
dan kapasitas yang sama serta terhubung dengan dua
buah substation yang identik juga, dimana dua
substation yang identik tersebut terhubung dengan
sebuah Normally Open Tie Circuit Breaker (Bus
Coupler atau Automatic Transformation Switch) satu dengan yang lainnya. Sistem ini sangat baik dalam
pelayanan terhadap beban yang membutuhkan
kontinuitas yang tinggi sebab apabila salah satu sumber
mengalami gangguan, maka supply daya dapat dilayani
dari sumber yang lain dengan menghubungkan Bus
Coupler. Oleh karenanya sistem ini dipakai pada
substation untuk melayani kebutuhan listrik di kilang.
Keuntungan dan kelebihan dari sistem distribusi
radial ganda dengan Bus Coupler adalah:
Meningkatkan kehandalan supply daya, yaitu
apabila salah satu incoming feeder mengalami gangguan maka supply daya akan
ditransfer ke feeder lain yang baik melalui
Bus Coupler yang segera menutup (close).
Memudahkan pekerjaan pemeliharaan
berjadwal dari peralatan utama sistem
distribusi tanpa memadamkan beban ataupun
memberhentikan operasi pada kilang.
Procedings Seminar Tugas Akhir Jurusan Teknik Elektro FTI-ITS Halaman 4 dari 12
Untuk sistem ring dipakai pada substation yang
melayani beban pemukiman (perumahan dan gedung-
gedung) yang berada pada kompleks PT.PERTAMINA
(Persero) RU.III Plaju-Sungai Gerong. Beban yang
ditanggung oleh sistem ring main unit ini tidak
mendekati beban penuh dari kapasitas trafo yang ada, sehingga apabila terjadi gangguan pada salah satu trafo
maka beban trafo yang mengalami gangguan tersebut
dapat ditanggung oleh trafo yang lainnya.
Pada sistem PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III
Plaju-Sungai Gerong tidak terdapat trafo step up untuk
menaikkan tegangan output dari generator. Akan tetapi
tegangan output generator langsung disalurkan ke
masing-masing bus beban. Dari tiap-tiap bus ini
tegangan akan diturunkan. Tegangan output generator
adalah 12 kV diturunkan dan langsung diturunkan
menjadi 6.9 kV maupun 0.4 kV tergantung tegangan beban motor yang beroperasi. Terdapat kurang lebih 96
unit trafo daya di PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III
Plaju-Sungai Gerong,Palembang.
Trafo distribusi yang ada di kilang Plaju dan
Sungai Gerong umumnya memiliki hubungan delta-wye
(D y 11) untuk distribusi ke Motor Control Centre
(MCC), Substation dan daerah lighting.
Saluran kabel distribusi yang terpasang di
Kilang Musi adalah saluran bawah tanah yang ditanam
langsung dalam parit jalur kabel. Untuk melindungi
terhadap pengaruh endapan minyak yang mengandung
asam dan solvent juga melindungi terhadap korosi, maka jenis kabel yang dipakai adalah N2XFGBy.
Untuk kabel yang ditanam melewati jalan umum, maka
saluran kabel yang ditanam dalam tanah tersebut diberi
pengaman dengan diselubungi pipa, untuk memperkecil
kemungkinan gangguan getaran yang terjadi.
3.3. Beban Tenaga Listrik PT.PERTAMINA
(Persero) R.U.III Plaju-Sungai Gerong
Beban tenaga listrik di PT. PERTAMINA
(Persero) RU III Plaju-Sungai Gerong terdiri dari:
- Motor-motor listrik yang digunakan sebagai penggerak peralatan-peralatan operasi pada
kilang, seperti penggerak pompa-pompa
kompresor. Umumnya tipe motor induksi
- Beban untuk lampu penerangan dalam kilang.
- Beban untuk listrik perkampungan.
Sebagian besar beban digunakan untuk beban industri
yang membutuhkan kontinuitas dan kehandalan yang
tinggi. Motor listrik yang digunakan sebagian besar
adalah motor listrik asynchronous (induksi). Tegangan
nominal motor ditentukan oleh besarnya kapasitas
motor yang bersangkutan. Motor-motor berkapasitas
kecil dapat menggunakan tenaga rendah di bawah 1 kV, sedangkan motor-motor berkapasitas besar
menggunakan tegangan menengah. Terdapat kurang
lebih 25 beban motor, 33 beban lump,dan 42 beban
statis.
3.4. Setting Under Frequency Relay (UFR)
PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III Plaju-
Sungai Gerong
Tabel 3.2. Data Setting Frekuensi Relay dan Hasil Pengukuran
Beban Load Shedding di PT.PERTAMINA (Persero) R.U.III
Top Related