ANALISIS SADD AL-DZAR AH TERHADAP PUTUSAN
HAKIM MENOLAK PERKARA CERAI GUGAT KARENA
MASIH TERJADI HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI ISTRI
(Studi Putusan Nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.Mr)
SKRIPSI
Oleh :
Amanatur Robaniyah
NIM. C91215039
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Program Studi Hukum Keluarga Islam
Surabaya
2019
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
iv
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul “Analisis sadd al-dzar ah terhadap Putusan Hakim menolak perkara cerai gugat karena masih terjadi hubungan seksual suami istri
(studi Putusan Nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.Mr). Skripsi ini ditulis untuk
menjawab pertanyaan yang dituangkan dalam rumusan masalah yaitu: pertama,
bagaimana kronologi putusan hakim dalam menolak cerai gugat karena masih
melakukan hubungan seksual suami istri dalam putusan Putusan Nomor
0868/Pdt.G/2018/PA.Mr? Kedua, bagaimana analisis hukum sadd al-dzar ah
terhadap penolakan putusan hakim menolak perkara cerai gugat karena masih
terjadi hubungan seksual suami istri dalam putusan nomor
0868/pdt.G/2018/Pa.Mr?.
Skripsi ini merupakan penelitian lapangan di Pengadilan Agama Mojokerto:
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, wawancara dan
dokumentasi. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif.
Selanjutnya data yang berhasil dikumpulkan dianalisis dengan pola pikir deduktif
yaitu teori yang berkaitan dengan sadd dzar ah dipakai untuk menganalisis putusan hakim yang menolak perkara cerai gugat karena masih terjadi hubungan
seksual antara penggugat dan tergugat.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa kronologi atas cerai gugat terhadap
pasangan suami istri yang masih berhubungan seksual ditolak oleh majelis hakim
di Pengadilan Agama Mojokerto, pada putusan nomor 0868/pdt.G/2018/PA.Mr.
Adalah awalnya istri mengajukan gugatan akan tetapi dalam proses gugatan
berlangsung penggugat dan tergugat masih menjalin hubungan seksual. Penggugat
mengajukan gugatan karena suami kurang dalam memberikan nafkah kepada
keluarga serta ada perselisihan antara tergugat dan orang tua tergugat.
Berdasarkan hal itu majelis hakim tidak menemukan fakta adanya perselisihan
dan pertengkaran antara penggugat dan tergugat sebagaimana dimaksud didalam
pasal 19 F Peraturan Pemerintan Nomor 9 Tahun 1975. Dalam analisis sadd al-
dzar ah, putusan hakim tersebut sudah sesuai karena bertujuan menghindarkan suatu perbuatan maslahah yang mengakibatkan kemadaratan bahwa hukum awal
dari perceraian adalah mubah namun karena masih terjadi hubungan seksual yang
dikhawatirkan menyebabkan hamil, maka perceraian tidak diperbolehkan.
Sejalan dengan kesimpulan diatas, maka penulis memberi saran; ketika
terjadi hubungan seksual hendaknya Penggugat dan tergugat memikirkan kembali
dalam mengajukan perkara perceraian ke pengadilan agama.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
vii
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM………………………………………………………………..i
PERNYATAAN KEASLIAN ................................................................................. ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................................................... iii
ABSTRAK………… ............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………vii
DAFTAR TRANSLITERASI ................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ............................................... 8
C. Rumusan Masalah....................................................................... 9
D. Kajian Pustaka ............................................................................ 9
E. Tujuan Penelitian ...................................................................... 11
F. Kegunaan Hasil Penelitian........................................................ 12
G. Definisi Operasional ................................................................. 12
H. Metode Penelitian ..................................................................... 13
I. Sistematika Pembahasan........................................................... 16
BAB II KONSEP SADD AL-DZAR AH DALAM PERCERAIAN ............ 18
A. Sadd Al-Dzar ah ....................................................................... 18
1. Pengertian Sadd Al-Dzar ah ................................................ 18
2. Kehujjahan Sadd Al-Dzar ah ............................................... 20
3. Metode Penentuan Hukum Sadd Al-Dzar ah ....................... 21
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
viii
4. Obyek Sadd Al-Dzar ah ....................................................... 24
5. Dasar Hukum Sadd Al-Dzar ah ........................................... 25
6. Pengelompokkan S dd Al-Dzar ah ..................................... 26
B. Perceraian ................................................................................... 29
1. Pengertian Perceraian ........................................................... 29
2. Macam-macam Perceraian ................................................... 30
3. Dasar Hukum Perceraian...................................................... 34
4. Dasar Hukum Perceraian Menurut Islam ............................. 36
5. Alasan-Alasan Penyebab Terjadinya Perceraian ................. 38
6. Hukum Perceraian ................................................................ 40
7. Asas Mempersulit Perceraian................................................41
BAB III PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENOLAK CERAI
GUGAT KARENA MASIH TERJADI HUBUNGAN SUAMI
ISTRI PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKETRO
NOMOR: 0868/PDT.G/2018/PA.MR ............................................ 46
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Mojokerto .................... 46
1. Visi dan Misi Pengadilan Agama Mojokerto ....................... 46
2. Wilayah Yurisdiksi Pengadilan Agama Mojokerto ............. 46
3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Mojokerto ............. 47
B. Deskripsi Penolakan Cerai Gugat Pengadila Agama Mojokerto
Putusan Nomor 0868/PDT.G/2018/PA.MR ............................ 48
C. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama
Mojokerto Terhadap Putusan Pengadilan Agama Nomor
0868/Pdt.G/2018/PA.Mr. .......................................................... 52
D. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan suatu Perkara ......... 55
BAB IV TINJAUAN SADD AL-DZAR AH TERHADAP PENOLAKAN
CERAI GUGAT KARENA TERJADI HUBUNGAN SEKSUAL
SUAMI ISTRI PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA
MOJOKERTO NOMOR: 0868/PDT.G/2018/PA.MR PERSPEKTIF
SADD AL-DZARI AH .................................................................. 68
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ix
A. Analisis Terhadap Kronologi Putusan Hakim Dalam Menolak
Cerai Gugat Karena Masih Melakukan Hubungan seksual Suami
Istri Pada Pengadilan Agama Mojokerto
Nomor:0868/Pdt.G/2018/PA.Mr. ............................................. 68
B. Sadd Dzar ah Terhadap Penolakan Putusan Hakim Pengadilan Agama Mojokrto Karena Masih Terjadi Hubungan seksual
suami Istri. ................................................................................ 73
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 77
A. Kesimpulan ............................................................................... 77
B. Saran ......................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 79
LAMPIRAN
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah sunatullah yang umum dan berlaku pada semua
umat manusia. Perkawinan merupakan suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt
sebagai jalan bagi makhluknya untuk berkembang biak dan melestarikan
hidupnya.1 Perkawinan mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia
karena dengan perkawinan yang sah mengakibatkan pergaulan antara laki-
laki dan perempuan menjadi terhormat dengan kedudukan manusia sebagai
makhluk yang terhormat. Konsepsi Islam lebih ditekankan pada aspek
kelembagaan dalam arti lembaga sosial yang mewadahi aktivitas seksual
manusia, sekaligus lembaga yang menjadikan halal hubungan seksual antara
laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya.
Pada dasarnya Islam mengkonsepsi bahwa perkawinan merupakan
suatu jalan terbaik yang dapat menjauhkan diri seseorang, pribadi muslim
dari segala dorongan syahwat yang dapat mendekatkannya pada perbuatan
zina. Perkawinan juga sebagai sesuatu yang sesuai dengan fitrah manusia,
yang dikodratkan oleh Allah untuk hidup berpasang pasangan.2
1Slamet Abidin dan Amarudi, Munakahat, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), 9.
2Rahmat Sudirman. Kontruksi Seksualitas Islam Dalam Wacana Sosial, (Yogyakarta: Media
Pressindo, 1999), 65–66.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
Dengan firmanNya:
رون ومن كل شيء خلقنا زوجي لعلكم تذك
Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah”(Al-Dzariyat: 49).3
Dalam sebuah perkawinan memiliki tujuan yang pada umumnya
adalah di samping mengikuti sunnah nabi juga membina rumah tangga yang
bahagia, sejahtera, tentram dan langgeng. Perkawinan merupakan salah satu
subsistem dari kehidupan beragama yang mengandung beberapa fokus
bahasan yang diatur secara sistematis dari awal sampai berakhirnya
perkawinan, menyangkut mengenai dengan rukun dan syaratnya, serta hal hal
yang menghalangi perkawinan tersebut.
Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, rukun perkawinan terdiri atas
calon mempelai lelaki, calon mempelai perempuan, wali nikah, dua orang
saksi laki-laki, dan ijab kabul.4 Jika kelima unsur rukun perkawinan tersebut
terpenuhi, maka perkawinan tersebut sah, tetapi sebaliknya jika ke lima unsur
tersebut tidak terpenuhi, maka perkawinan tersebut tidak sah.
Sebagaimana diketahui, bahwa perkawinan menurut Undang-Undang
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang lelaki dengan seorang
perempuan untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.5 Sahnya perkawinan menurut Pasal
3 Kementrian Agama RI, Al- Qur‟an Dan Tafsiranya , (Jakarta :Widya Cahaya, 2011) ,522.
4Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam.
5Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
2 ayat (1) Undang-undang perkawinan apabila perkawinan itu dilakukan
menurut hukum masing-masing agamanya.6 Dengan demikian sangatlah jelas
bahwa Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
menempatkan hukum agama sebagai hal yang terpenting untuk menentukan
sah atau tidaknya perkawinan. Oleh karena itu rukun perkawinan menurut
hukum Islam adalah wajib dipenuhi oleh orang-orang islam yang akan
melangsungkan perkawinan, selain sah menurut agama perkawinan juga
dikatakan sah menurut negara apabila perkawinan tersebut dicatatkan seperti
halnya yang diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun
1974. Dampak dari sah atau tidaknya perkawinan akan mempengaruhi dalam
menentukan hukum kekeluargaan lainnya, baik dalam bidang hukum
perkawinan itu sendiri, maupun di bidang hukum kewarisan.7
Dalam perkawinan akan menimbulkan hak dan kewajiban bagi suami
dan istri dalam keluarga.8 Hak di sini adalah apa-apa yang diterima oleh
seorang dari orang lain, sedangkan yang dimaksud dengan kewajiban adalah
apa yang mesti dilakukan seorang terhadap orang lain. Sedangkan kewajiban
berasal dari kata wajib yang berarti keharusan untuk berbuat sesuatu.
Kewajiban timbul karena hak yang melekat pada subyek hukum. Jadi dalam
hubungan suami istri di sebuah rumah tangga, suami mempunyai hak dan
6 Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1Tahun 1974.
7 Djubaidah, Pencatatan Perkawinan dan perkawinan Tidak dicatat, (Jakarta: Sinar Grafika,
2010), 107-108. 8Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: kencana, 2006), 155.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
begitu pula istri mempunyai hak. Sebaliknya suami mempunyai beberapa
kewajiban dan begitu pula seorang istri juga mempunyai kewajiban.9
Dalam bahasa latin untuk menyebut hak yaitu dengan ius, sementara
dalam istilah Belanda digunakan istilah recht. Bahasa Perancis menggunakan
istilah droit untuk menunjuk makna hak. Dalam bahasa Inggris digunakan
istilah law untuk menunjuk makna hak10
Islam mewajibkan seorang suami
memenuhi hak istri dan juga kepada istri untuk memenuhi kewajibannya
sebagai seorang istri. Hak suami yang merupakan kewajiban istri, terletak
dalam ketaatannya, menghormati keinginannya, dan mewujudkan kehidupan
yang tenang dan damai sebagaimana yang diinginkan. Hak dan kewajiban
tersebut penting untuk menjauhkan mereka berdua dari permusuhan sehingga
rumah tangga tidak menjadi tumbuh bagai di depan neraka jahim.11
Dalam Pasal 77 tentang Hak dan Kewajiban Suami disebutkan bahwa
sebagai berikut:12
1. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang sakinah, mawadadah dan rahmah yang menjadi sendi dasar
dan susunan masyarakat.
2. Suami istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
9Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2006), 159.
10Cansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Cet. VIII (Jakarta: Balai Pustaka,
1989), 119-120. 11
Ali Yusuf As-Subki, Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika Ofseet, 2010) 144. 12
Pasal 77 Kompilasi Hukum Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
3. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-
anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun
kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
4. Suami istri wajib memelihara kehormatannya.
5. Jika suami atau istri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.
Dalam pasal 80 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwasanya
suami wajib memberikan nafkah baik nafkah lahir maupun batin yang mana
kewajiban suami menjadi hak seorang istri dan sebaliknya kewajiban istri
menjadi hak seorang suami, dan jika salah satu dari keduanya tidak
melakukan kewajiban maka salah satu diantaranya dapat mengajukan gugatan
di pengadilan untuk menuntut hak-haknya.
Terkait hak dan kewajiban suami istri terdapat dua hak, yaitu
kewajiban yang bersifat materiil dan kewajiban yang bersifat immateriil.
Bersifat materiil berartit kewajiban zhahir atau yang merupakan harta benda,
termasuk mahar dan nafkah. Sedangkan kewajiban yang bersifat immateriil
adalah kewajiban bathin seorang suami terhadap istri, seperti memimpin istri
dan anak-anaknya, serta bergaul dengan istrinya dengan cara baik.13
Di dalam Pasal 83 Kompilasi Hukum Islam sebagai sumber hukum
yang legal dalam peradilan agama di Indonesia. Kompilasi Hukum Islam
menyatakan bahwa kewajiban seorang istri adalah berbakti lahir dan batin
13Mahmudah „Abd Al‟Ati, Keluarga Muslim, (Surabaya: Bina Ilmu, 1984), 223.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
kepada suaminya.14
Sebagai akibat nusyuznya itu, maka hak-hak yang ia
dapat dari suaminya gugur.15
Akan tetapi dalam Kompilasi Hukum Islam
tidak ada ditegaskan atau diatur mengenai nusyuznya suami secara tegas
seperti pada isteri. Dengan kata lain jika suami nusyuz tidak akan dinyatakan
akan gugurlah hak suami terhadap istri, atau kewajiban isteri terhadap suami
sebagai konsekuensi hukum.
Ketentuan pengaturan terhadap konsep nusyuz dalam Kompilasi
Hukum Islam tersebut dirasakan tidak membawa ketidak adilan, karena
ketika suami tidak dapat memenuhi kewajibannya (nusyuz) tidak ditentukan
sanksinya. Sedangkan ketika isteri dianggap telah nusyuz maka hak isteri
gugur untuk menutut kewajiban suami terutama dalam hal nafkah, dengan
dalih atau alasan bahwa “pemberian nafkah terhadap isteri merupakan
imbalan dari bolehnya suami besenang-senang dengan isteri”.
Hak mencegah nafkah hampir seluruh ulama sepakat tentang
tercegahnya nafkah bagi isteri yang nusyuz, namun mereka berbeda pendapat
di dalam menentukan bentuk dan sifat perbuatan nusyuz seperti apa yang
menyebabkan tercegahnya nafkah isteri itu. Menurut Abu Hanifah, seorang
isteri gugur hak nafkahnya manakalah dia berpergian tanpa izin dari
suaminya dan untuk sesuatu yang tidak menjadi kewajiban baginya.
Sedangkan menurut Imam Malik dan Syafi‟i hal itu tidak sampai
menyebabkan hilangnya hak nafkah isteri. Dasar ketidak wajiban seorang
14
Pasal 83 Kompilasi Hukum Islam. 15
Pasal 80 KompilasiHukum Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
suami dalam memberikan nafkah kepada isteri nusyuz adalah berdasarkan
ijmak ulama. Adapun hikmah dari gugurnya hak nafkah tersebut bagi isteri
yang nusyuz adalah diharapkan dengan itu sikap isteri akan kembali baik dan
taat kepada suaminya sehingga terpeliharalah kekokohan dan kelangsungan
rumah tangga karena gugurnya nafkah merupakan sanksi kepada istri yang
melakukan nusyuz.16
Dapat disimpulkan bahwasanya hak dan kewajiban suami istri
diaksanakan menurut hukum Islam maupun perundang-undangan yang ada di
Indonesia. Akan tetapi di dalam putusan nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.Mr.
Hakim tersebut menolak gugatan yang diajukan seorang istri kepada
suaminya karena seorang istri masih melakukan kewajibannya yaitu melayani
suaminya. Dalam pernyataan istri membenarkan melakukan hak dan
kewajibannya karena masih dalam hubungan yang sah dan belum adanya
putusan hakim. Hal ini disebutkan dalam Pasal 83 Kompilasi Hukum Islam
menyebutkan “Kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir batin
kepada suami di dalam yang dibenarkan oleh hukum Islam”,17
Serta dalam
Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 bahwa “perceraian hanya
dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Serta dalam
Pasal 146 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan “Suatu perceraian dianggap
terjadi beserta akibat akibatnya terhitung sejak jatuhnya Putusan Pengadilan
16
Amir syarifuddin, Hukum Perkainan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kenacana, 2006) 192. 17
Pasal 83 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
Agama yang telah mempunyai hukum tetap”.18
Berdasarkan penjelasan
diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap kasus
tersebut. Permasalahan ini akan dibahas dalam skripsi yang berjudul
“Analisis Sadd Al-Dzar ah Terhadap Putusan Hakim Menolak Perkara
Cerai Gugat Karena Masih Terjadi Hubungan Seksual Suami Istri
(Studi Putusan Nomor 0868/Pdt.G/2018/Pa.Mr)”
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas terdapat beberapa masalah
dalam penelitian ini. Adapun masalah-masalah tersebut dapat didentifikasikan
sebagai berikut:
1. Batasan-batasan Hak dan Kewajiban suami dan istri.
2. Asas mempersulit perceraian yang ada di Indonesia.
3. Kronologi putusan Hakim menolak perkara cerai gugat karena masih
terjadi hubungan seksual suami istri dalam putusan nomor
0868/pdt.G/2018/PA.Mr.
4. Analisis sadd al-dzar ah terhadap putusan hakim menolak perkara cerai
gugat karena masih terjadi hubungan seksual suami istri dalam studi
putusan nomor 0868/pdt.G/2018/PA.Mr.
Dari identifikasi masalah tersebut, maka penulis akan membatasi
masalah yang dikaji sebagai berikut:
18
Pasal 146 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
1. Bagaimana kronologi putusan hakim menolak perkara cerai gugat karena
masih terjadi hubungan seksual suami istri dalam studi putusan nomor
0868/pdt.G/2018/PA.MR.
2. Analisis Sadd Al-Dzar ah terhadap putusan hakim menolak perkara cerai
gugat karena masih terjadi hubungan seksual suami istri dalam studi
putusan nomor 0868/pdt.G/2018/PA.MR.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kronologi putusan hakim dalam menolak perkara cerai gugat
karena masih terjadi hubungan seksual suami istri dalam putusan nomor
0868/pdt.G/2018/PA.MR.?
2. Analisis sadd al-dzar ah terhadap putusan hakim menolak perkara cerai
gugat karena masih terjadi hubungan seksual suami istri dalam Putusan
nomor 0868/pdt.G/2018/PA.MR?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskipsi ringkasan tentang kajian atau penelitian
yang sudah dilakukan diseputar yang diteliti, sehingga terlihat jelas bahwa
kajian yang sedang dilakukan ini tidak dapat merupakan pengulangan atau
diduplikasi dari kajian atau penelitian yang ada, diantaranya:
1. Muhammad Anam, Skripsi tahun 2014, IAIN purwokerto. Setelah penulis
menelusuri kajian sebelumnya penulis menemukan yang membahas tentang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
“Batas-batas Hak suami dalam memperlakukan istri saat nusyuz dan
korelasinya dengan kekerasan dalam rumah tangga” dari skripsi tersebut
lebih dominan membahas tentang batasan hak suami dalam memperlakukan
istri yang nusyuz dengan menjelaskan sampai kapan hak dan kewajiban itu
terjadi jika seorang istri nusyuz.19
2. Dinny Aulia Handayani, skripsi tahun 2014, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Skripsi tentang “Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Karena Suami
Nusyuz” skripsi ini lebih dominan membahas mengenai faktor-faktor apa
saja yang menjadi terjadinya perceraian dan khususnya pada nusyuz suami
yang kepala rumah tanggah dan panutan bagi anak-anaknya kelak, apa
yang menjadi faktor dalam perceraian jika suami nusyuz dalam perkara
cerai gugat.20
3. Erza Mufti Umam, Skripsi tahun 2014, UIN Sunan Kali Jaga
Yogyakarta.Skipsi tentang “Penerapan asas mempersulit terjadinya
perceraian di Pengadilan Agama Wates” skripsi ini lebih dominan
membahas mengenai angka perceraian semakin meningkat di wates, namun
bagaimana jika Pengadilan Agama wates dalam menerapkan asas
pencegahan perceraian dengan memberikan nasehat kepada para pihak dan
mediasi yang dilakukan, namun jika penetapan asas pencegahan perceraian
19Muhammad Anam, “Batas-batas Hak suami dalam memperlakukan istri saat nusyuz dan
korelasinya dengan kekerasan dalam rumah tangga” (Skripsi--IAIN Purwokerto, 2014). 20
Dinny Aulia Handayani, “Penyelesaian Perkara Cerai Gugat Karena Suami Nusyuz”, (Skripsi--
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
itu tidak maksimal maka asas cepat, sederhana dan biaya ringan yang dapat
diterapkan.21
Dari kesimpulan beberapa skripsi terdahulu, dapat ditemukan
perbedaan bahwasannya penulis lebih fokus meneliti mengenai Analisis
S dd Al-Dzar ah Terhadap Putusan Hakim Menolak Perkara Cerai Gugat
Karena Masih Terjadi Hubungan Seksual Suami Istri (Studi Putusan Nomor
0868/Pdt.G/2018/Pa.Mr)
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pertanyaan yang ada dalam rumusan masalah, adapun
tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui mengenai bagaimana kronologi putusan hakim dalam
menolak perkara cerai gugat karena masih terjadi hubungan seksual suami
istri dalam putusan nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.Mr.
2. Untuk mengetahui analisis sadd al-dzar ah terhadap putusan hakim
menolak cerai gugat karena masih terjadi hubungan seksual suami istri
studi putusan nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.Mr.
21
Erza Mufti Umam, “Penerapan asas mempersulit terjadinya perceraian di Pengadilan Agama
Wates”, (Skripsi--UIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, 2014).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Secara umum kegunaan penelitian yang dilakukan dapat ditinjau dari dua
segi aspek yaitu:
1. Secara teori, dalam penelitian ini menambah pengetahuan dan informasi
yang lebih mendalam mengenai tentang hak dan kewajiban.
2. Secara praktis, dalam penelitian ini menambah informasi mengenai batas-
batas mengeai hak dan kewajiban antara seorang istri kepada suami. Untuk
menentukan putusan dalam cerai gugat apakah masih melakukan
kewajibannya sebagai seorang isteri.
G. Definisi Operasional
Menjelaskan bersifat operasional dari konsep atau variabel sehingga
bisa dijadikan acuan dalam menelusuri, menguji, atau mengukur variabel
melalui penelitian. Pemberian definisi operasional hanya terhadap sesuatu
konsep/variabel yang dipandang masih belum operasional dan bukan kata
perkata antara lain:
1. Analisis adalah aktivitas yang memuat sejumlah kegiatan seperti
mengurai, membedakan, memilah sesuatu untuk digolongkan dan
dikelompokkan kembali menurut kriteria tertentu kemudian dicari
kaitannya dan ditafsirkan maknanya.
2. Sadd Al-Dzar ah adalah menutup jalan, yaitu menutup jalan yang dapat
membawa kepada menyia-nyiakan perintah syari‟at dan memanipulasinya
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
atau dapat membawa kepada larangan-larangan syara‟ meskipun tanpa
disengaja
3. Cerai Gugat adalah suatu surat yang diajukan oleh penggugat kepada ketua
pengadilan agama yang berwenang yang memuat tuntutan hak yang di
dalamnya mengandung suatu sengketa dan merupakan dasar landasan
pemeriksaan perkara dan suatu pembuktian kebenaran suatu hak22
dalam
putusan studi putusan nomor 0868/pdt.G/2018/PA.Mr.
4. Melakukan Hubungan seksual Suami istri adalah Sesuatu yang
berhubungan intim antara laki-laki dengan perempuan antara Yayuk Sri
Rahayu sebagai penggugat dan Roestamadji Hidayat sebagai tergugat.
H. Metode Penelitian
1. Data yang dikumpulkan
Data ini berisi tentang jenis/bentuk data yang diperoleh dalam penelitian
atau data yang dikumpulkan, diantaranya:
a. Data tentang putusan pengadilan agama Mojokerto.
b. Data tentang Kompilasi Hukum Islam, Undang-undang nomor 1 tahun
1974 dan Peraturan Pemerintah tahun 1975 yang berkaitan tentang
perceraian.
22
Mardiani, Hukum Acara Perdata Peadilan Agama Dan Mahkamah Syar‟iyah, (Jakarta: Sinar
Grafik, 2010), 80.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
2. Sumber data
Sumber data ada dua yaitu, primer dan sekunder :
a. Sumber data yang bersifat primer adalah:
1) Wawancara kepada Hakim.
2) Putusan nomor 0868/pdt.G/2018/PA.Mr.
b. Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua
seperti data-data yang ditemui di lapangan atau buku-buku/peraturan
perundang-undangan yang berkaitan, antara lain :
1) Kompilasi Hukum Islam.
2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974.
3) Peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun 1975.
4) Buku-buku yang membahas mengenai perceraian dalam pekawinan
serta buku buku yang membahas s dd al-dzar ah yaitu buku
karangan dari Djazuli ilmu fiqh dan karangan dari Achmad Yasin
ilmu ushul fiqh.
c. Teknik Pengumpulan data
Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian tersebut
digunakan teknik sebagai berikut:
a) Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara sistematis
fenomena yang di teliti. Jadi untuk memperoleh data yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
diperlukan peneliti meneliti langsung ke lapangan yaitu di
Pengadilan Agama Mojokerto.
b) Wawancara
Wawancara adalah proses percakapan dengan maksud untuk
mengkontruksi mengenai orang, kejadian dan kegiatan organisasi,
dan sebagainya yang dilakukan dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan dengan orang yang diwawancari. Dalam peneliti ini
penulis mengadakan wawancara non formal terhadap hakim
Pengadilan Agama Mojokerto.
c) Pustaka
Pustaka adalah teknik pengumpulaan data dengan cara membaca,
merangkum, dan mencatat hal-hal yang berhubungan dengan
penelitian ini dari literatur, buku-buku yang memiliki keterkaitan
dengan permasalahan.
d. Teknik Pengolahan data
Data-data yang diperoleh dari hasil penggalian terhadap sumber-
sumber data akan diolah melalui tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Editing adalah memeriksa kembali semua data-data yang
memperoleh dengan memilih dan menyeleksi data tersebut dari
berbagai segi yang meliputi kesesuaian keselarasan satu dengan yang
lainnya, keaslian, kejelasan serta relevansinya dengan pemasalahan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
b. Organizing yaitu mengatur dan menyusun data sumber dokumen
sedemikian rupa sehingga dapat memperoleh gambaran yang sesuai
dengan rumusan masalah, serta dikelompokkan.
e. Teknik anal isis data
Teknik yang digunakan dalam menganilisis data penelitian ini
adalah kualitatif, kualitatif yaitu suatu cara penyajian data secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta yang ada di lapangan yaitu
Pengadilan Agama Mojokerto.
I. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan ini memerikan gambaran yang lebih jelas
pada pembahasan ini, penulis akan mencoba untuk menguraikan
pembahasannnya. Adapun sistematika pembahasan pada skripsi ini terdiri dari
5 (lima) bab dengan pembahasan sebagai berikut:
Bab pertama, yaitu berisi tentang pendahuluan yang menggambaran
umum yang berfungsi sebagai pengantar dalam memahami pembahasan bab
berfungsi sebagai pengantar dalam memahami pembahasan bab berikutnya.
Bab ini untuk apa dan mengapa penelitian ini dilakukan, oleh karena itu, pada
bab I ini pada dasarnya memuat sistematika pembahasan yang meliputi: latar
belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, tujuan penelitian,
kegunaan penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode penelitian,
dan sistematika pembahasan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
Bab kedua, adalah bab yang menjelaskan mengenai konsep sadd al-
dzar ah perceraian dan asas pencegahan perceraian
Bab ketiga adalah bab yang menjelaskan mengenai profil Pengadilan
Agama Mojokerto dan kasus yang di teliti penulis, dan mengenai pendapat
hakim, serta pertimbangan hakim, dan dasar hakim dalam memutuskan.
Bab keempat adalah bab yang lebih dominan menganalisis masalah
yang diteliti penulis menggunakan sadd al-dzar ah
Bab kelima adalah merupakan penutup dari keseluruhan isi
pembahasan yang terdiri dari kesimpulan pembahasan yang telah dijelaskan,
dan saran.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
BAB II
KONSEP SADD AL-DZAR AH DALAM PERCERAIAN
A. Konsep Sadd Al-Dzar ah
1. Pengertian Sadd Al-Dzar ah
Sadd Al-Dzar ah adalah menutup jalan, yaitu menutup jalan yang
dapat membawa kepada menyia-nyiakan perintah syari‟at dan
memanipulasinya atau dapat membawa kepada larangan-larangan syara‟
meskipun tanpa disengaja. Menempatkannya dalam bahasa sesuai dengan
yang dituju , kata al-dzar ah itu didahului dengan sadd yang arinya
“menutup”; maksudnya adalah “menutup jalan terjadinya kerusakan”.
Perbedaanya terletak pada ketergantungan perbuatan yang dituju kepada
perantara atau washilah. Pada al-dzar ah hukum perbuatan pokok tidak
tergantung pada terjadinya khalwat artinya tanpa khalwat pun zina dapat
juga terjadi karena itu, perantara disini sebut al-dzar ah namun di dalam
kitab ilmu fiqh yang dimaksud dengan sadd al-dzar ah disini ialah jalan
untuk sampai kepada yang haram atau kepada yang halal. Maka jalan atau
cara yang menyampaikan kepada yang haram hukumnya pun haram, dan
cara yang menyampaikan kita kepada halal hukumnya pun halal pula, dan
apa yang menyampaikan kita kepada wajib hukumnya pun adalah wajib
pula sampai ada satu kaidah:
لوسائل حكم المقاصد ل
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
“ Hukum washilah (jalan/cara yang menuju kepada tujuan sama dengan
tujuan”23
Secara lughawi (bahasa) sadd al-dzar ah adalah menutup jalan atau
menghambat jalan,imaksudnya menghambat semua jalan yang menuju
pada kerusakan. Hal seperti ini dimaksudkan untuk memudahkan
mencapai kemaslahatan dan menjauhkan kemungkinan untuk terjadinya
kemaksiatan atau kerusakan.24
Secara bahasa al-dzar ah adalah jalan yang
ditempuh oleh sesorang dalam menghadapi suatu perkara. Banyak
perbuatan dan tindakan yang dilarang oleh syara‟ tidak dimaksudkan
dengan secara esensi. hal tersebut dilarang walaupun berbeda dengan
asalnya, karena dapat menjadi jalan yang membawa kepada perkara
terlarang menurut syara‟ walaupun tanpa disengaja. Begitu juga dapat
menjadi jalan bagi seseorang untuk tetap pada perkara yang dilarang
dengan disengaja.
Oleh karena itu syara‟ melarang semua jalan yang dapat membawa
kepada larangan syara‟ secara sengaja maupun tidak. Ketentuan ini dalam
istilah fuqaha dan ahli ushul dikenal dengan nama prinsip yaitu dengan
sadd al-dzar ah. Prinsip ini merupakan pintu luas yang dapat dijadikaan
diyasah dalam menerapkan syari‟at. Oleh karena itu, prinsip dianggap
sebagai cabang dari istislah.
23
A. Djazuli, Ilmu Fiqh :Penggalian, perkembangan dan penerapan Hukum Islam, (Jakarta:
Kencana, 2005), 98. 24
Masykur Anhari,iUshuliFiqh, cet-1 (Surabaya: Diantama, 2008), 116.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
2. Kehujjahan Sadd Al-Dzar ah
Berpegang kepada al-dzar ah dan memberikannya hukum
yang sama dengan hukum yang dihasilkannya, didasarkan pada baik
Al-Quran maupun As-sunnah. Pengakuan terhadap al-dzar ah ada
dasarnya memandang pada akhir pebuatan, lalu tehadap perbuatan
itulah ditetapkan hukum yang sejalan dengan hasil yang dituntut,
maka perbuatan itu termasuk dituntut, sebaiknya jika membawa
kepada yang buruk maka perbuatan itu dilarang kepada niat
perlakuannya tetapi dengan diarahkan perbuatannya.
Sadd Al-Dzar ah ini merupakan salah satu dasar yang disebutkan
oleh Kitab-Kitab Malikiyah dan Hanabilah. Sedangkan kitab-kitab
Madzhab lain tidak menyebutkannya dengan judul ini, akan tetapi apa
yang dicakup oleh pengertian al-dzar ah ditetapkan pula dalam fiqh
Hanafi dan Syafi‟i dengan perbedaan dan persamaan dalam beberapa
bagiannya.Dalam hal ini dasar pemikiran hukumnya bagi ulama‟
adalah bahwa setiap perbuatan mengandung dua sisi, yaitu sisi yang
mendorong untuk berbuat dan tujuan yang menjadi natijah
(kesimpulan/akibat) dari perbuatan itu. Dengan memandang pada
natijah-nya, perbuatan itu ada dua bentuk:
a. Natijah-nya baik. Segala sesuatu yang mengarah kepada kebaikan
adalah baik dan oleh karenanya dituntut untuk mengerjakannya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
b. Natijah-nya buruk. Segala sesuatu yang mendorong kepada
keburukan adalah juga buruk dan karenanya dilarang.25
3. Metode Penentuan Hukum sadd al-dzar ah.
Predikat-predikat hukum syara‟ yang diletakkan pada perbuatan yang
bersifat sadd al-dzar ah dapat ditinjau dari dua segi, yaitu:
a. Dari segi al-B ts (motif pelaku), dan
b. Dari segi dampak yang akan ditimbulkannya semata-mata, tanpa
meninjaunya dari segi motif dan niat pelaku.
Al- B ts adalah motif yang mendorong pelaku untuk melakukan suatu
perbuatan, baik motifnya untuk menimbulkan seseuatu yang dibenarkan
(halal) maupun motif untuk menghasilkan sesuatu yang terlarang (haram).
Misalnya, seseorang melakukan akad nikah dengan seorang laki-
laki,idengan niat bukan untuk mencapai tujuan nikah yang disyariatkan
Islam,iyaitu membangun rumah tangga yang abadi. Namun hanya untuk
menceraikan suaminya tersebut agar dapat menikah lagi dengan mantan
suaminya yang telah menalaknya dengan tiga talak.26
Tinjauan yang kedua, yaitu fokus pada segi mashlahah dan mafsadah
yang timbul dari suatu perbuatan.iJika dampak yang ditimbulkan oleh suatu
perbuatan berupa kemaslahatan,imaka perbuatan tersebut diperintahkan
sesuai dengan kadar kemaslahatannya (wajibiatauisunnah). Begitu pula
sebaliknya, jika rentetan perbuatan tersebut membawa kepada kerusakan,
25
AmiriSyarifuddin,iUshul Fiqh,iJilid-2, (Jakarta: Kencana, 2008), 450. 26
Abd.iRahmaniDahlan,iUshul Fiqh,icet-2,i(Jakarta:iAmzah,i2011), 237.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
maka perbuatan tersebut dilarang,isesuai dengan kadarnya pula (haram atau
makruh).
Contohnya, jika ada seorang mencaci maki berhala-berhala orang
musyrik sebagai bukti keimanannya kepada Allah dan dengan niat ibadah
namun perbuaan tersebut mengakibatkan tin dakan balasan dalam bentuk
caci maki pula dari orang musryrik terhaadap Allah Swt. Di dalam Al-
Quran tedapat larangan memakai berhala dengan Fiman Allah Al Baqarah
ayat 108:
ل الكفر قلىما سئل موسى من ق بل أم تريدون أن تسألوا رسولكم ك ومن ي ت بدبيل بل يان ف قد ضل سواء الس
Ataukah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul
kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu?
Dan barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, maka
sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus. 27
Dalam sunnah Rosul, banyak sekali datang hadis beliau, di
antaranya:
a. Nabi menahan tidak membunuh orang munafiq sementara mereka
terus mengumbar fitnah dikalangan kaum muslimin. Hal ini
disebabkan al-dzar ah jika mereka dibunuh akan dikatakan bahwa
Nabi Muhmammad telah membunuh sahabatnya.
b. Bahwa Nabi melarang orang berpiutang menerima hadiah dari sang
berutang kepadanya untuk mencegah terjadinya riba‟.
27
Kementrian Agama RI, Al- Qur‟an Dan Tafsiranya, (Jakarta :Widya cahaya,2011), 205.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
c. Nabi melarang orang yang memberi sedekah untuk membeli apa yang
disedekahkannya, karena al-dzar ah dari terikatnya kaum kafi
mengembalikannya dengan harga yang buruk murah dari pasaran.28
d. Nabi melarang memotong tangan pencuri pada waktu perang dan
ditangguhkan sampai selesai perang, karena memotong tangan pencuri
pada waktu perang membawa akibat tentara-tentara lari
menggabungkan diri dengan musuh.
e. Nabi melarang menimbun karena penimbunan itu menjadi al-dzar ah
kepada kesempitan/kesulitan manusia.
f. Nabi melarang fakir miskin dari Bani Hasyim menerima bagian dari
zakat, kecuali apabila dia berfungsi sebagai amilin/karena al-dzar ah,
agar jangan timbul fitnah, Nabi memperkaya diri dengan zakat.
Masih banyak lagi Sunnah Nabi yang menunjukan bahwa Nabi
Muhammad SAW menggunakan sadd al-dzar ah ini. Dari contoh-contoh
itu jelas bahwa ada al-dzar ah untuk menolak mafsadat dan juga al-
dzar ah yang digunakan untuk menolak mafsadat dan juga ada al-dzar ah
yang digunakan untuk mencapai maslahat, seperti dikatakan oleh al-qarafi:
ketahuliah al-dzar ah itu sebagaimana wajib untuk menutup jalan juga
wajib untuk membuka jalan.29
28
Sulaiman Abdullah, Sumber Hukum Islam, (Permaslahan dan Fleksibilitasnya), (Jakarta: Sinar
Gafika, 1995), 165 29
A. Djazuli, Ilmu Fiqh..., 100.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
4. Obyek Sadd Al-Dzar ah
Dalam sadd al-dzar ah yakni meliputi suatu perbuatan yang
termasuk dalam hal yang baik untuk dikerjakan atau dilarang untuk
dikerjakan karna mengandung perbuatan yang jika tidak dikerjakan
mengandung madarat. Perbuatan tersebut anatara lain:
a. Perbuatan yang mengarah kepada perbuatan terlarang adakalanya:
1) Perbuatan itu pasti menyebabkan dikerjakannya perbuatan
terlarang.
2) Perbuatan itu pasti mungkin menyebabkan dikerjakannya
perbuatan terlarang.
Bentuk pertama tidak ada persoalan dan perbuatan ini jelas
dilarang mengerjakannya sebagaimana perbuatan itu sendiri dilarang.
Bentuk yang kedua inilah yang merupakan objek sadd al-dzar ah,
karena perbuatan tersebut sering mengarah kepada perbuatan dosa.
Dalam hal ini para ulama harus meneliti seberapa jauh perbuatan itu
mendorong orang yang melakukannya untuk mengerjakan perbuatan
dosa, Dalam hal ini ada tiga kemungkinan yaitu:
a. Kemungkinan besar perbuatan itu menyebabkan dikerjakannya
perbuatan terlarang.
b. Kemungkinan kecil perbuatan itu menyebabkan dikerjakannya
perbuatan terlarang.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
c. Kemungkinan sama untuk dikerjakan atau tidak dikerjakannya
perbuatan terlarang.
Materi (1) disebut al-dzar ah qawiyah (materi yang kuat)
Materi (2) dan (3) disebut al-dzar ah dha‟ifah (jalan yang lemah).30
5. Dasar Hukum Sadd Al-Dzar ah
Sadd Al-Dzar ah menggunakan Al-Quran dan Hadis sebagai
dasar hukum, diantaranya firman Allah Swt surah Nur: 31
وقل للمؤمنات ي غضضن من أبصارىن ويفظن ف روجهن ول ي بدين زين ت هن إل ها ول ي بدين زين ت هن إل لب عولتهن أو وليضربن بمرىن على جيوبن ما ظهر من
انن أو آبئهن أو آبء ب عولتهن أو أب نائهن أو أب ناء ب عولتهن أو إخوانن أو بن إخو ربة من الرجال بن أخواتن أو نسائهن أو ما ملكت أيان هن أو التابعي غي أول ال
فل الذين ل يظهروا على عورات النساء ول يضربن برجلهن لي علم ما يفي أو الطيعا أيو المؤمنون لعلكم ت فلحون من زينتهن وتوبوا إل الل ج
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka
menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka
menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera
mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-
laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-
putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau
budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai
orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung”.
30
Achmad Yasin, Ilmu Usul Fiqh , (Surabaya: Uinsa SA Press, 2014)., 115.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
Wanita menghentakkan kaki waktu berjalan sehingga
terdengar gemerincing gelang kakinya tidaklah dilarang, tetapi karena
perbuatan itu akan menarik hati laki-laki lain untuk mengjaknya
berbuat zina, maka perbuatan itu dilarang pula sebagai usaha untuk
menutup yang menuju ke arah perbuatan zina.
6. Pengelompokkan Sadd Al-Dzar ah
Pengelompokaan sadd al-dzar ah dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Dengan memandang kepada akibat atau dampak yang
ditimbulkankannya, Ibn Qayyim membagi al-dzar ah menjadi
empat, yaitu:
1) Al-Dzar ah yang memandang pada dasarnya membawa
kepada kerusakan seperti meminum minuman yang
memabbukan31
yang membawa kepada kerusakan akal atau
mabuk, perbuatan zina yang membawa pada kerusakan tata
tata keturunan.
2) Al-Dzar ah yang ditentukan untuk sesuatu yang mubah, namun
di tunjukkan untuk perbuatan buruk yang merusak, baik
dengan sengaja seperti muhallil, atau tidak disengaja seperti
mencaci sembahan agama lain. Nikah itu sendiri hukumnya
pada dasarnya boleh, namun karena dilakukan dengan niat
menghalalkan yang haram menjadi tidak boleh hukumnya.
31
Syarifuddin. Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2008), 452.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
Mencaci sembahan agama lain itu sebenarnya hukumnya
mubah, namun karena cara tersebut dapat dijadikan perantara
bagi agama lain untuk mencaci maki Allah SWT menjadi
terlarang melakukannyaa.
3) Dzar ah yang semula ditentukan untuk mubah, tidak
ditunjukan untuk kerusakan, namun biasanya sampai juga
kepada kerusakan yang mana kerusakan itu lebih besar dari
kebaikannya, seperti berhiasnya seseorang perempuan yang
baru kematian suami dalam masa iddah. Berhiasnya
perempuan boleh hukumnya, tetapi dilakukannya berhias itu
justru baru saja suaminya mati dan masih dalam masa iddah
keadaan menjadi lain.
b. Dari segi tingkat kerusakan yang ditimbulkan, Abu Ishak al-Syatibi
membagi Al-Dzar ah kepada empat jenis, yaitu:
1) Al-Dzar ah yang membawa kepada kerusakan secara pasti
Artinya, bila perbuatan al-dzar ah itu tidak dihindarkan pasti
akan terjadi kerusakan.
2) Al-Dzar ah yang membawa kepada kerusakan menurut
biasanya, dengan arti kalau al-dzar ah itu dilakukan, maka
kemungkinan besar akan timbul kerusakan atau akan
dilakukannya perbuatan yang dilarang. Umpamanya menjual
anggur kepada pabrik pengolahan minuman keras, atau
menjual pisau kepada penjahat yang sedang mencari
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
musuhnya. Menjual anggur itu boleh boleh saja dan tidak mesti
pula anggur yang dijual itu dijadikan minuman keras namun
menurut kebebasan pabrik minuman keras membeli anggur
untuk diolah menjadi minuman keras. Begitu pula menjual
pisau kepada penjahat tersebut kemungkinan besar akan
digunakan membunuh atau menyakiti orang lain.
3) Al-Dzar ah yang membawa kepada perbuatan terlarang
menurut kebanyakan. Hal ini berarti al-dzar ah itu tidak
dihindari seringkali sesudah itu akan mengakibatkan
berlangsungnya perbuatan yang terlarang. Umpamanya jual
beli kredit memang tidak selalu jual beli kredit itu membawa
kepada riba, namun dalam praktiknya sering dijadikan sarana
untuk riba.32
4) Al-Dzar ah yang jarang sekali membawa kepada kerusakan
atau perbuatan terlarang,
Dalam hal ini seandainya perbuatan itu dilakukan, belum tentu
akan menimbulkan itu dilakukan, belum tentu akan menimbulkan
kerusakan. Umpamanya menggali lubang di kebun sendiri yang dilalui
orang. Menurut kebiasaan tidak ada orang yang berlalu di tempat itu
yang akan terjatuh ke dalam lubang. Namun tidak tertutup
kemungkinan ada yang nyasar lalu dan terjatuh ke dalam lubang
tersebut.
32
Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh,iJilid-2 (Jakarta: Kencana, 2008), 452.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
Menurut Ijma‟ Ulama tentang boleh atau tidaknya
menggunakan sadd al-dzar ah berdasarkan pada tindakan hati hati
dalam beramal dan jangan sampai melakukan perbuatan yang dapat
menimbulkan kerusakan. Kemudian dijadikan pedoman dalam
tindakan hati-hati itu adalah faktor manfaat dan mudarat atau baik dan
buruk.
Jumhur Ulama yang pada dasarnya menempatkan faktor
manfaat dan mudarat sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan
hukum, pada dasarnya juga menerima metode sadd al-dzar ah itu,
meskipun berbeda dalam kadar penerimaannya. Kalangan ulama
Malikiyah yang dikenal bnayak menggunakan faktor maslaha dengan
sendirinya menggunakan metode sadd al-dzar ah.33
B. Perceraian
1. Pengertian Perceraian
Perceraian adalah putusnya perkawinan, yang mengakibatkan
putusnya hubungan sebagai suami istri atau berhenti berlaki-bini (suami
istri). Menurut Subekti perceraian yaitu penghapusan perkawinan dengan
putusan hakim atau tuntutan dengan salah satu pihak dengan perkawinan
itu. Jadi, perceraian menurut Subekti yakni penghapusan perkawinan baik
dengan putusan hakim baik tuntutan suami ataupun istri. Sedangkan
33
Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh...,452.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
perceraian menurut Pasal 38 Undang-undang nomor 1 tahun 1974 yaitu
“Perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian dan atas putusan
pengadilan” jadi perceraian yang dimaksud di atas adalah putusnya ikatan
lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan hubungan keluarga
(rumah tangga) antara suami dan sitri tersebut. Serta dalam KUHperdata
pasal 207 “perceraian merupakan penghapusan perkawinan dengan
putusan hakim, atas tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan itu
berdasarkan alasan-alasan yang tersebut dalam Undang Undang.34
Perceraian dalam istilah fiqh disebut “talak” yang berarti
“membuka ikatan, membatalkan perjanjian” perceraian dalam istilah fiqh
juga disebut “furqah” yang artinya “bercerai”, yaitu “lawan dari
berkumpul”. Kemudian kedua istilah tersebut digunakan oleh para ahli
fiqh sebagai salah satu istilah yang berarti “perceraian suami istri”. Kata
“talak” dalam istilah fiqh mempunyai istilah yang umum, ialah “segala
macam bentuk perceraian, baik yang dijatuhkan oleh suami, yang
ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh oleh sendiri, atau
perceraian karena meninggalnya suami atau istri”. Selain itu, talak juga
mempunyai arti kata yang khusus, yaitu “perceraian yang dijatuhkan oleh
pihak suami”.35
34
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1985), 23. 35
Muhammad Syaifuddin dan Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahana, Hukum Perceraian, (Jakarta
Timur: Sinar Grafika, 2013), 16-17.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
2. Macam-macam Perceraian
Menurut Abdul Kadir Muhammad menjelaskan bahwasannya putusnya
pekawinanan ada dua macam yaitu cerai talak dan cerai gugat (khuluk).
Sedangkan talak dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Talak Raj‟i
Talak raj‟i yaitu dimana suami masih mempunyai hak untuk
merujuk istrinya, setelah talak itu dijatuhkan dengan lafal-lafal
tertentu, dan istri benar-benar digauli (qabla dukhul) hal ini sesuai
dengan firman Allah Al-Quran surat At-Talaq ayat 1:
ة تن وأحصوا العد وات قوا الل ربكم ي أي ها النب إذا طلقتم النساء فطلقوىن لعد وتلك حدود الل ل ترجوىن من ب يوتن ول يرجن إل أن يتي بفاحشة مب ينة
لك أمرا ومن ي ت عد حدود الل ف قد ظلم ن فسو ل تدري لعل الل يدث ب عد ذ
Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka
hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat
(menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu
serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan
mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar
kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah
hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah, maka sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya
sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah
itu sesuatu hal yang baru.36
b. Talak Ba‟in
Talak ba‟in yaitu talak yang memisahkan sama sekali hubungan suami
istri. Talak ba‟in dibagi menjadi 2 bagian yaitu:
36
Kementrian Agama RI, Al- Qur‟an Dan Tafsiranya , (Jakarta: Widya cahaya, 2011), 945.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
1) Talak ba‟in shugra, ialah talak yang menghilangkan hak-hak rujuk
dari bekas suaminya tetapi tidak menghilangkan hak nikah baru
kepada istri bekas istrinya tersebut yang termasuk talak ba‟in
shugra adalah:
a) Talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istri yang belum
terjadi qabla dukhul
b) Khulu‟
2) Talak ba‟in kubra ialah talak yang mengakibatkan hilangnya hak
rujuk kepada bekas istri, walaupun bekas suami-istri itu ingin
melakukannya, baik di waktu iddah ataupun sesudahnya. Jika
suami ingin merujuk istrinya haram bagi suami kawin lagi dengan
istrinya, kecuali bekas istri telah kawin dengan laki-laki lain
(muhalil). Seperti yang dijelaskan dalam Al-Quran surat Al-
Baqarah ayat 230.
ت نكح زوجا غي ره ل لو من ب عد حت فإن طلقها فل فإن طلقها فل توتلك حدود الل جناح عليهما أن ي ت راجعا إن ظنا أن يقيما حدود الل
ي ب ين ها لقوم ي علمون
Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak
yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya
hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika
suami yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa
bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin
kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan
hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. 37
37
Kementrian Agama RI, Al- Qur‟an Dan Tafsiranya , (Jakarta: Widya cahaya, 2011), 56.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
Cerai gugat (khulu‟) dalam islam dikenal dengan “talak tebus”,
artinya talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari
pihak istri kepada suami. Cerai gugat terjadi karena adanya kemauan
dari pihak istri, dengan alasan perkawinannya tidak dapat
dipertahankan lagi. Cerai gugat dapat terjadi jika ada keinginan untuk
bercerai datangnya dari pihak istri, karena ia benci kepada suaminya.
Abdul Gofur Anshory menjelaskan bahwa khuluk memiliki
beberapa unsur sekaligus rukun, serta menjadikan karakteristik dari
khulu‟ antara lain:
a) Suami yang menceraikan istrinya dengan tebusan
b) Istri yang meminta cerai dari suaminya dengan uang tebusan.
c) Uang tebusan atau iwad, mayoritas ulama‟ menepatkan iwad
sebagai rukun yang tidak boleh ditinggalkan untuk keabsahan
khulu‟.
d) Sighat atau ucapan khulu‟.
e) Alasan untuk terjadinya khulu‟.
Menurut Syeh Hasan Ayyub, tidak ada larangan khuluk dimasa
haid dan masa suci dimana suami menyetubuhi istrinya, karena cerai
dimasa haid dilarang dengan alasan bahaya yang menimpa istri karena
lamanya iddah. Sedangkan khuluk bertujuan menghilangkan bahaya
yang menimpa istri karena pergaulan yang buruk dan tinggal bersama
orang yang dibencinya, hal itu lebih besar bahayanya dibandingkan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
dengan bahaya lamanya iddah, sehingga boleh menolak bahaya yang
lebih tinggi dengan bahaya yang lebih rendah.38
3. Dasar Hukum Perceraian
Di Indonesia peraturan yang mengatur tentang perceraian adalah
Undang-undang Nomor 1 tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-undang
Nomor 1 tahun 1974, menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan memuat substansi dasar hukum perceraian pada pasal
38 sampai pasal 41 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan, dalam Pasal 38 menjelaskan perceraian dapat terjadi karena
beberapa hal yaitu:
Pasal 38 menjelaskan bahwa:39
“perceraian secara sah menurut peraturan, hanya dapat
dilaksanakan di depan pengadilan”,
Pasal 40 menjelaskan tentang penegasan tata cara gugatan perceraian
yaitu:40
a. Gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan.
b. Tatacara mengajukan gugatan tersebut pada ayat (1) pasal ini diatur
dalam peraturan perundangan tersendiri.
Sedangkan Pasal 41 menjelaskan tentang akibat putusnya perkawianan
yaitu:41
38
Tihami Da Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat, (Jakarta: raja farindo persada, 2010), 229. 39
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 38. 40
Undang-Undang Nomor 1 Tahun1974 Pasal 40.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak; bilamana
ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan
memberi keputusannya;
b. Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan
pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak dalam
kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat
menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut;
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi
bekas isteri.
Undang-undang 1974 sebagai dasar hukum dalam masalah
perceraian diperjelas dengan pengesahan Pasal 114 samapai pasal 36
dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor Tahun 1975.
sebagai dasar hukum dalam masalah perceraian diperjelas dengan
pengesahan Pasal 14 sampai dengan Pasal 36 dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 dalam hal ini pelaksanaan
perceraian yang termuat pada Undang-undang 1974, adapun masalah
perceraian dalam kitab Undang-undang hukum perdata termuat Pasal 199.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam sendiri mengenai
perceraian dijelaskan dalam Pasal 113 yang berbunyi:42
Perkawinan dapat putus karena:
a. Kematian
b. Perceraian
c. Atas putusan Pengadilan
sampai dengan Pasal 162 yang berbunyi:43
Bila mana li‟an terjadi maka perkawinan itu putus untuk selamnaya
dan anak yang dikandung dinasabkan kepada ibunya, sedang
suaminya terbebas dari kewajiban memberi nafkah.
41
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Pasl 40. 42
Kompilasi Hukum Islam Pasal 113. 43
Kompilasi Hukum Islam Pasal 162.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
4. Dasar Hukum Perceraian Menurut Islam
Islam telah mengisyaratkan agar perkawinan itu dilaksanakan
selama-lamanya. Diliputi oleh rasa kasih sayang dan saling mencintai.
Islam juga mengharamkan perkawinan yang tujuannya untuk sementara
waktu tertentu, hanya sekedar untuk melepaskan hawa nafsu saja.44
Dalam melaksanakan kehidupan rumah tangga tidak mustahil
apabila akan terjadi salah paham anatara suami istri, salah satu satu
keduanya tidak melaksanakan kewajiban, tidak saling percaya dan
sebagainya, sehingga menyebabkan ketidak harmonisan dalam rumah
tangga dikarenakan tidak dapat dipersatukan lagi, keadaan seperti ini
adakalanya dapat diatasi dan diselesaikan, sehingga hubungan suami istri
baik kembali. Namun adakalanya dapat diselesaikan atau didamaikan,
bahkan adakalanya menimbulkan kebencian dan pertengkaran yang
berkepanjangan.
Ikatan perkawinan jika sudah tidak mampu lagi untuk
dipertahankan, rumah tangga yang mereka bina tidak lagi memberi rasa
damai terhadap pasangan suami istri, maka Islam mengatur tata cara
untuk menyelesaikan dari keadaan itu didasarkan Al-Quran dan Al-Hadist
berikut Al-Quran surat An-Nisa Ayat 130.
كلا من سعتو واسعا حكيما وإن ي ت فرقا ي غن الل وكان الل
44
Kamal Muhktar, Azas-azas Hukum Islam tentang perkawinan, (Yogyakarta; Bulan Bintang,
1993), 157.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan
kepada masing-masingnya dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah
Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana.45
Ayat tersebut menjelaskan jika perceraian harus ditempuh sebagai
alternatif atau jalan terakhir, maka Allah akan mencukupkan karunianya
kepada masing-masing suami istri. Walaupun hubungan suami istri sudah di
akhir dengan perceraian, namun Islam tetap memberikan jalan kembali bila
kedua belah pihak menghendakinya, dengan catatan talak yang dilakukan
bukan ba‟in kubro, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah Ayat
229:
ل لكم أن تخذوا ما فإمساك بعروف أو تسريح بحسان الطلق مرتن ول يئا إل أن يافا أل يقيما حدود الل تموىن شي فإن خفتم أل يقيما حدود الل فل آت ي
ومن ي ت عد حدود تلك حدود الل فل ت عتدوىا جناح عليهما فيما اف تدت بو ئك ىم الظالمون الل فأول
Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. Setelah itu boleh rujuk
lagi dengan cara yang ma´ruf atau menceraikan dengan cara yang
baik. Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang
telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir
tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu
khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan
hukum-hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah
hukum-hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah
orang-orang yang zalim.46
Ayat diatas menerangkan bahwa ketentuan talak yang masih dirujuk
oleh suami adalah seanyak dua kali, maka apabila suami mentalak lagi
(ketiga kalinya) maka tidak halal lagi baginya (suami) untuk merujuk
45
Kementrian Agama RI, Al- Qur‟an Dan Tafsiranya , (Jakarta: Widya cahaya, 2011), 144. 46
Ibid., 55.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
istrinya lagi, kecuali mantan istri telah menikah lagi dengan orang lain dan
telah bercerai. Sebagaimana fiman Allah dlam surat At-Thalaq ayat 6,
yang menjelaskan bagaimana ketentuan waktu mentalak yaitu kepada
soreang istri dalam keadaan suci dan belum dicampuri atau dinamakan
talak sunni, dalam Quran Surat At-Thalaq ayat 6.
تم من وجدكم ول تضاروىن لتضيقوا عليهن وإن كن أسكنوىن من حيث سكن يضعن حلهن فإن أرضعن لكم فآتوىن أجورىن أولت حل فأنفقوا عليهن حت
نكم بعروف وإن ت عاسرت فست رضع لو أخرى وأتروا ب ي
Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (isteri-
isteri yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada
mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu maka berikanlah kepada mereka
upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu)
dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan maka perempuan lain
boleh menyusukan (anak itu) untuknya.47
5. Alasan-Alasan Penyebab Terjadinya Peceraian
Perceraian senantiasa membawa dampak yang mendalam bagi
anggota keluarga meskipun tidak semua perceraian mebawa dampak yang
negatif. perceraian merupakan jalan yang terbaik bagi keduanya untuk
melanjutkan kehidupan yang lebih baik dan juga perceraian tidak hanya
berdampak negatif bagi pihak yang bersangkitan tetapi juga memberikan
dampak positif.48
Bahkan sampai saat ini masih banyak ditemui mengenai
peningkatan jumlah perceraian yang terjadi, namun yang sering dijumpai
perceraian itu lebih diakibatkan oleh beberapa faktor-faktor pendorong
47
Kementrian Agama RI, Al- Qur‟an Dan Tafsiranya , (Jakarta: Widya cahaya, 2011), 946. 48
Taufik, Peradilan Keluarga Indonesia, (Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2000), 80.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
lain, meningkatnya perceraian yang dikarenakan sebagai pemicu
perceraian ialah sebagai berikut:
1) Terjadi nusyuz dari pihak istri.
2) Terjadi nusyuz dari pihak suami.
3) Terjadi perselisihan atau percekcokan antara suami istri.
4) Terjadi salah satu pihak melakukan perbuatan zina atau fakhisyah yang
menimbulkan saling tuduh menuduh antara keduanya.49
Alasan-alasan untuk bercerai telah diatur di dalam pasal 19 Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974, yang menyebutkan:50
1) Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan
setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
mendamaikan kedua belah pihak.
2) Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara
suami istri tidak akan dapat rukun sebagai suami istri.
Alasan tersebut juga diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 9 Tahun
1975, Pasal 19 menyebutkan bahwa perceraian dapat terjadi karena alasan
sebagai berukut:51
a) Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat,
penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
b) Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama dua (2) tahun
berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain diluar kemampuannya.
c) Salah satu pihak mendapatkan hukuman lima (5) tahun atau hukuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
d) Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang
membahayakan pihak lain.
49
Muhammad Syaifuddin dan Sri Turatmiyah dan Annalisa Yahana, Hukum Perceraian, (Jakarta
Timur: Sinar Grafika, 2013), 117. 50
Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 19. 51
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1975 Pasal 19.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
e) Salah satu pihak mendapat cacat atau penyakit badan atau penyakit
dengan akibat atau tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami istri.
f) Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertenkaran
tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga
Sedangkan di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 116 menambah 2
alasan lagi selain yang disebutkan di atas:
a) Suami melanggar ta‟liq talak
b) Peradilan Agama atau murtad yang disebabkan terjadi ketidak
harmonisan dalam rumah tangga.
6. Hukum Perceraian
Hukum perceraian sendiri yakni adalah makruh, namun melihat
keadaan tertentu dalam situasi tertentu, maka hukum talak itu adalah
sebagai berikut:
a. Nasab atau sunnah, yaitu dalam keadaan rumah tangga sudah tidak
dapat dilanjutkan dan seandainya dipertahankan juga kemudharatan
yang lebih banyak timbul.
b. Mubah atau boleh saja dilakukan bila memang perlu terjadi perceraian
dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian dan tidak
ada pihak-pihak yang dirugikan dengan perceraian itu sedangkan
manfaat juga ada kelihatannya.
c. Wajib yaitu perceraian yang mesti dilakukan oleh hakim terhadap
seorang yang telah bersumpah untuk tidak menggauli istrinya sampai
masa tertentu, sedangkan ia tidak mau pula membayar kafarah
sumpah agar ia dapat dapat bergaul dengan istrinya. Tindakan itu
memudharatkan istrinya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
d. Haram talak itu dilakukan tanpa alasan, sedangkan istri dalam
keadaan haid atau suci yang dalam masa itu ia telah digauli.52
7. Asas Mempersulit Perceraian
Dalam Islam perkawinan merupakan ibadah karena itu dalam
Kompilasi Hukum Islam dikatakan mitsaqon gholidzan (perjanjian suci),
jika memang sesuatu hari terjadi perceraian, maka urusan tidak selesai
sampai disini saja akan tetapi ada akibat-akibat yang perlu diperhatikan
pada perceraian. Undang-Undang perkawinan menganut prinsip
mempersulit perceraian karena perceraian merupakan langkah atau jalan
keluar yang bisa digunakan dalam kondisi yang terpaksa darurat.53
Apabila perceraian harus terjadi, maka Pasal 39 Undang-Undang
nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang menyatakan “Perceraian
hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang
bersangkutan berusaha dan tidak dapat mendamaikan kedua belah pihak”
Ayat (2) pasal ini menyatakan bahwa “Untuk melakukan Perceraian harus
ada cukup alasan bahwa antara suami isteri untuk tidak akan dapat hidup
rukum sebagai sebagai suami isteri”. Adapun ayat (3) pasal ini
mengatakan bahwa “tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur
dalam aturan perundang undangan tersendiri”
52
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media
Croup, 2006), 201. 53
Dakwatul Chairah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. (Surabaya: UIN Sunan Ampel Press,
2014), 35.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
Di dalam peradilan Agama di Indonesia yaitu ada beberapa asas,
Karena disebabkan angka percerain yang semakin meningkat di dalam
berbagai daerah sehingga tidak menjadi peningkatan tiap tahunnya
mengenai perceraian yang ada, dengan adanya asas dipersulit perceraian
yang ada di Indonesia agar dapat mengurangi angka perceraian yang ada,
sehingga agar setiap tahunnya tidak meningkat. Asas mempersulit
perceraian ini perceraian tidak begitu mudah dilakukan dengan orang yang
tidak bertanggung jawab atau disalah gunakan.
Asas mempersulit perceraian merupakan suatu asas yang terdapat
dalam penjelasan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
angka 4 huruf e yang mengatakan bahwa pada prinsipnya Undang-undang
perkawinan ini menganut asas mempersulit perceraian yang
memungkinkan terjadinya perceraian jika dilakukan dihadapan pengadilan
dan berdasarkan alasan-alasan tertentu, jika perceraian dilakukan di depan
pengadilan maka secara tidak langsung asas ini juga terdapat dalam Pasal
39 Undang-Undang pekawinan dan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Kedua pasal tersebut mengatakan
bahwa perceraian itu harus dilakukan di hadapan persidangan.
1. Asas wajib mendamaikan (Pasal 65 dan Pasal 82),
2. Asas persidangan terbuka untuk umum (Pasal 59 ayat (1), (2) dan (3)
3. Asas legalitas (pasal 58 ayat (1)),
4. Asas sederhana cepat dan biaya ringan Pasal 57 ayat (3),
5. Asas Equality (58 ayat (1)),
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
6. Asas membantu para pencari keadilan atau asas memberikam
bantuan (Pasal 58 ayat (2)).54
Asas mempersulit perceraian sendiri sebenarnya sudah ada dalam
prosedur penyelesaian perkara di Pengadilan Agama, yakni mulai dari
perceraian harus dilakukan dihadapaan pengadilan. Undang-undang
perkawinan Pasal 39 menyebutkan bahwa “perceraian haus dilakukan di
hadapan pengadilan melalui putusan hakim”.55
Hal tersebut agar
menghindari perceraian yang dilakukan secara sewenang-wenang, seperti
disebutkan dalam Pasal 208 KUHPerdata bahwa “Perceaian pekawinan
sekali-kali tidak dapat tejadi hanya dengan persetujuan bersama”56
Perceraian harus didasarkan alasan-alasan tertentu, yang
dilakukan di pengadilan juga harus didasarkan atas-atas alasan tetentu
yang sudah dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam dan Undag-
Undang perkawinan, sehingga para pihak yang mengajukan gugatan ke
pengadilan harus dengan tidak memiliki dasar hukum sudah pasti ditolak
oleh pengadilan, karena dasar hukum yang akan menjadi pertimbangan
Hakim dalam putusan.57
Setelah melakukan gugatan perceraian sewaktu
dengan proses jalannya persidangan upaya mendamaikan para pihak
sehingga menghendaki adanya suatu perdamaian. Pada dasarnya mediasi
merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan peradilan yang
54
Mardani, Hukum Acara Perdata & Mahkamah Syar‟iah, (Jakarta: Sinar Gafika, 2009), 37 55
Achmad Mujahidin, Pembaruan Hukum Acara Peadilan Agama, (Bogor: Ghala Indonesia,
2012), 31. 56
Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), 49. 57
Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta:
Kencana, 2012), 17.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
sederhana, cepat dengan biaya yang ringan. Adanya mediasi juga yang
diharapkan mampu menekan penumpukan perkara di pengadilan.58
Dengan adanya mediasi yang dibantu dengan pihak ketiga sehingga
meyakinkan para pihak jika mereka benar-benar dengan yakin dengan
benar-benar matang mengenai langkah bercerai yang akan diambil.
Namun dalam proses terjadinya perceraian tersebut dianggap terjadi
sesuai dengan jatuhnya putusan tersebut yang mempunyai hukum tetap
sesuai dengan Pasal 146 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam menyatakan
bahwa ”Suatu perceraian dianggap terjadi beserta akibat-akibatnya
terhitung sejak jatuhnya Putusaan Pengadilan Agama yang telah
mempunyai hukum tetap”.59
58
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), 238. 59
Pasal 146 Kompilasi Hukum Islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
BAB III
KRONOLOGI HAKIM DALAM MENOLAK CERAI GUGAT KARENA
MASIH TERJADI HUBUNGAN SUAMI ISTRI PADA PUTUSAN
PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO NOMOR:
0868/PDT.G/2018/PA.MR
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Mojokerto
1. Visi dan Misi Pengadilan Agama Mojokerto
Agama Mojokerto telah menjabarkan visi dan misi tersebut yaitu
sebagai berikut :
Adapun visi Pengadilan Agama Mojokerto adalah “terwujudnya
Pengadilan Agama Mojokerto yang agung” Pengadilan Agama
Mojokerto dengan hal ini maka siap bersama-sama peradilan lainnya
meningkatkan kinerja yang lebih baik demi menjaga kehormatan dan
martabat serta wibawa peradilan yang didedikasikan dalam bentuk misi
Pengadilan Agama Mojokerto yaitu :
a. Menjaga kemandirian Pengadilan Agama Mojokerto.
b. Memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari
keadilan.
c. Meningkatkan kualitas kepemimpinan badan peradilan.
d. Meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan.
2. Wilayah yurisdiksi Pengadilan Agama Mojokerto
Pengadilan tingkat pertama yaitu Pengadilan agama yang bertugas
dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
perkara ditingkat pertama antara satu pihak dengan pihak lainnya yang
beragama Islam dibidang perkawinan, wasiat, kewarisan, dan hibah yang
dilaksanakan berdasarkan hukum Islam, serta wakaf dan shadaqah dan
tidak pula permasalahan yang ada dalam ekonomi syariah, sebagaimana
diatur dalam pasal 48 UU Nomor 50 Tahun 2010 tentang peradilan
agama.
Pengadilan agama selain memiliki kewenangan absolut, ada pula
wilayah yurisdiksi yang biasanya disebut dengan kewenangan relatif.
Kewenangan relatif ini berdasarkan beberapa banyak wilayah yang
diadili oleh pengadilan agama. Adapun untuk pengadilan agama
Mojokerto yang memiliki wilayah hukum meliputi 18 kecamatan yang
terdiri dari 304 desa/kelurahan. Terdapat perkara yang masuk dan diputus
oleh pengadilan agama Mojokerto sebanyak kurang lebih 3000 perkara
setiap tahunnya.
3. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Mojokerto60
60
http://www.new.pa-mojokerto.go.id/,diakses pada hari Sabtu tanggal 09 Maret 2019 Pukul
20.35.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
B. Deskripsi Penolakan Cerai Gugat Pengadilan Agama Mojokerto Putusan
Nomor 0868/PDT.G/2018/Pa.Mr
Pada tahun 2018 Pengadilan Agama Mojokerto menolak perkara
nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.MR. Suatu perkara yang telah diputus ini
awalnya telah merupakan permohonan gugatan seorang istri terhadap suami
akan tetapi dalam proses gugatan dalam putusan hakim seorang tergugat
berdalih bahwa mereka masih menjalin suatu nafkah batin yang masih
terpenuhi sedangkan seorang istri mengajukan gugatan karena nafkah lahir
yang tak terpenuhi.
Terdapat dua orang yang berperkara pada putusan ini yaitu: istri
yang merupakan pemohon dalam mengajukan cerai gugat merupakan seorang
pekerjaan karyawan honorer, umur 45 tahun, bertempat tinggal di dusun
Mojogeneng RT.002 RW. 001 desa Pekukuhan Kecamatan Mojosari
Kabupaten Mojokerto. Sedangkan suami yang merupakan termohon dalam
cerai gugat merupakan Pedagang, yang berumur 53 tahun, yang bertempat
tinggal di Gading I RT.002 RW. 007 No. 25 Kelurahan Gading Kecamatan
Tambaksari Kota Surabaya.
Perkara ini didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Agama
Mojokerto dalam register tanggal 02 April 2018, perkara yang didaftarkan
merupakan permohonan cerai gugat oleh penggugat kepada tergugat.
Pasangan ini menikah selama 21 tahun pada 1997 dan tinggal bersama
dalam keadaan rukun, namun sekitar satu tahun setelah menikah pada tahun
1998 terjadi perselisihan yang disebabkan persoalan ekonomi, yaitu
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
penghasilan tergugat sebagai pedagang, tidak dapat memenuhi kebutuhan
nafkah penggugat dan anak-anak, pertengkaran memuncak ketika saat
suami meninggalkan istri selama dua bulan serta karena orang tua tergugat
tersebut ikut serta mencampuri urusan rumah tangga penggugat dan
tergugat, yang cenderung membela tergugat akibat dari perselisihan dan
pertengkaran antara penggugat dan tergugat tersebut menyebabkan mereka
pisah ranjang.
petitum yang dimintakan penggugat kepada hakim untuk
dikabulkan dengan alasan-alasan yang telah disebutkan dalam duduk
perkara maka pada petitum yang diajukan penggugat memohon pada hakim
untuk memberi izin kepada tergugat menjatuhkan talak ba‟in shughra
terhadap penggugat
Pemeriksaan perkara perdata didepan sidang dilakukan melalui
tahap tahap dalam hukum acara perdata setelah hakim terlebih dahulu
berusaha mendamaikan para pihak. Dalam perkara ini hakim telah berusaha
mendamaikan kedua belah pihak namun tidak berhasil, mediator
menyatakan bahwa mediasi antara para pihak telah dinyatakan gagal.
Gagalnya mediasi menjadi persidangan tetap berlanjut atas permohonan
yang diajukan pemohon cerai gugat. Namun atas gugatan penggugat
tersebut, tergugat telah memberikan jawaban secara lisan yang pada
pokoknya bahwa rumah tangga antara penggugat dan tergugat sampai
dengan sekarang masih tetap rukun dan harmonis, tidak ada permasalahan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
apapun, bahkan antara penggugat dan tergugat masih tetap melakukan
hubungan badan sebagaimana layaknya suami isteri.
Pada saat proses pembuktian, tergugat menghadirkan dua orang
saksi merupakan orang yang melihat, mendengar, mengalami atau
merasakan sendiri suatu kejadian atau peristiwa hukum yang terjadi.
Berdasarkan uraian putusan Pengadilan Agama Mojokerto
nomor:0868/pdt.G/2018/PA.Mr maka pertimbangan majelis Hakim yang
mencakup hal-hal antara lain bahwa berdasarkan Pasal 39 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 65 Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Peradilan Agama jo Pasal 115 Kompilasi Hukum Islam disebutkan
“Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, setelah
Pengadilan berusaha merukunkan dan tidak berhasil mendamaikan kedua
belah pihak”;
Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut dan PERMA
Nomor 1 Tahun 2016 tentang prosedur mediasi di Pengadilan yang dijiwai
dari Pasal 130 HIR, majelis Hakim telah berupaya mendamaikan penggugat
dan tergugat secara langsung di depan sidang, juga melalui mediasi oleh
mediator sebagaimana tersebut di atas, namun tidak berhasil mencapai
kesepakatan, berdasarkan pengakuan penggugat bahwa ia bertempat tinggal
diwilayah kabupaten Mojokerto, dengan demikian berdasarkan Pasal 73
ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
maka Pengadilan Agama Mojokerto berwenang untuk memeriksa dan
mengadili perkara a quo.
Penggugat mengajukan perkara cerai gugat yang merupakan
kewenangan pengadilan Agama sebagaimana maksud Pasal 49 huruf a dan
penjelasan Pasal 49 huruf a angka 9 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Tentang
Peradilan Agama, oleh karenanya gugatan Penggugat tersebut dapat
diterima untuk diperiksa dan diadili, selama persidangan terungkap melalui
jawaban tergugat bahwa hubugan antara penggugat dengan tergugat masih
baik, bahkan masih melakukan hubungan badan sebagaimana layaknya
suami isteri secara rutin dalam seminggu sampai dua minggu sekali dan
terakhir dilakukan sebelum pelaksanaan sidang tanggal 24 Juli 2018 dan hal
tersebut terjadi tanpa ada paksaan dari siapapun. Jawaban tergugat tersebut,
penggugat membenarkan, bahkan antara penggugat dengan tergugat masih
melakukan hubungan layaknya suami isteri tanpa ada paksaan dari
siapapun. Hal ini sudah cukup dapat mengungkap suatu fakta yang oleh
Majelis Hakim dijadikan dasar untuk berkesimpulan dan berkeyakinan
bahwa, rumah tangga penggugat dan tergugat masih terjalin komunikasi
yang baik sebagai suami istri.
Berdasarkan Pasal 174 HIR. menyebutkan, “pengakuan yang
diucapkan di depan Hakim, adalah memberikan bukti yang sempurna
memberatkan orang yang mengucapkannya, baik sendiri maupun dengan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
bantuan orang lain/lewat seorang kuasa khusus”. Oleh karenanya Majelis
Hakim menilai, pengakuan yang disampaikan oleh Penggugat di dalam
persidangan membuktikan, antara penggugat dengan tergugat masih terjalin
hubungan yang baik di dalam rumah tangganya, dan dengan sendirinya
dalil-dalil gugatan penggugat menjadi terbantahkan. Berdasarkan Pasal 39
Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
disebutkan, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa
antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri.
Sedangkan fakta yang terjadi di persidangan antara penggugat dengan
tergugat masih hidup rukun sebagai suami istri dan masih melakukan
hubungan badan selayaknya suami istri. Oleh karenanya gugatan penggugat
belum memenuhi maksud pasal tersebut, terbukti dengan masih adanya
komunikasi antara penggugat dan tergugat, dan masih adanya hubungan
selayaknya suami istri tanpa ada paksaan dari siapapun. Hal itu
menunjukkan bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat masih harmonis
dan tidak layak untuk diceraikan. Berdasarkan hal tersebut yang sudah
dijelaskan diatas, maka gugatan penggugat harus dinyatakan ditolak.61
C. Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Pengadilan Agama Mojokerto
Terhadap Putusan Pengadilan Agama Nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.Mr.
Di dalam memutuskan sebuah perkara Majelis Hakim Pengadilan
Agama Mojokerto benar-benar mempertimbangkan dasar-dasar
menggunakan seperti alasannya beberapa bukti-bukti, saksi-saksi, dan
61 Putusan Pengadilan Agama Nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.Mr.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
keterangan maupun pengakuan dari kedua pihak. Dalam pertimbangan
Majelis Hakim Pengadilan Agama Mojokerto terhadap perkara nomor
0868/Pdt.G/2018/PA.Mr. Menentukan bahwa berdasarkan keterangan
pemohon yaitu istri dia mengajukan perkara cerai gugat karena dalam hal
masalah rumah tangga mereka yang sudah tidak lagi harmonis, dalam segi
ekonomi juga kurang dan permasalahan rumah tangga mereka ibu dari
suaminya yang ikut campur dalam rumah tangganya. Meskipun sang
pemohon berdalih ingin tetap bercerai dalam perkara ini sang suami
menyatakan bahwa rumah tangganya baik-baik saja dan berdalih bahwa
mereka juga masih berhubungan badan saat proses persidangan berlangsung
sehingga pihak Majelis Hakim Pengadilan Agama Mojokerto menolak
perkara tersebut.
Dalam Perkara ini seorang pemohon yaitu sang istri melakukan
pengajuan permohonan cerai gugat karena merasa kurang dalam
perekonomian dan sang ibu dari suaminya yang ikut campur dalam masalah
rumah tangga mereka. Sehingga dari seorang pemohon sang istri tersebut
merasa geram atas rumah tangganya, maka sebelum diputuskannya suatu
perkara untuk menetukan apakah pemohon istri mempunyai alasan-alasan
hukum terlebih dahulu, hakim melihatnya dari sebuah fakta-fakta yang
terjadi di dalam masalah rumah tangga. Apakah permohonan sang istri
sudah memenuhi syarat dalam proses gugatan di pengadilan Agama
Mojokerto.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
Di dalam Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 1975 jo Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam di
Indonesia Tahun 1991 bahwa gugatan ini memenuhi alasan perceraian
sebagaimana ketentuan pasal tersebut dan dalam proses yang semestinya
akan berlanjut jika dalam penggugat dan tegugat sudah tidak dapat berdamai
seperti dalam pasal 39 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang “Perceraian dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan, setelah
pengadilan berusaha merukunkan dan tidak berhasil mendamaikan keduah
belah pihak”.
Berlanjutnya proses persidangan setelah kedua belah pihak tidak dapat
didamaikan sehingga Majelis Hakim Pengadilan Agama Mojokerto
berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara setelah yang d maksud
di dalam Pasl 73 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
peradilan Agama, Maka pengadilan Agama Mojokerto berwenang untuk
memeriksa dan mengadili perkara. Pernyataan tergugat bahwa saat sebelum
proses sidang penggugat dan tergugat masih melakukan hubungan suami isri
tanpa ada paksaan seperti dalam Pasal 174 HIR, menyebutkan “Pengakuan
yang diucapkan di depan Hakim, adalah memberikan bukti yang sempurna
memberatkan orang yang mengucapkannya, baik sendiri maupun dengan
bantuan orang lain atau lewat seorang kuasa khusus” oleh karena itu Majelis
Hakim menilai pengakuan yang di sampaikan oleh karena itu penggugat dan
tergugat masih menjalin hubungan baik di dalam rumah tanggahnya
sehingga dalil-dalil gugatannya terbantahkan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
D. Pertimbangan Hakim dalam Memutuskan suatu Perkara
Berdasarkan hasil wawancara sesuai dengan pengakuan yang
diucapkan tergugat menjadi bukti yang sah dalam perkara ini sehingga
Majelis Hakim Menolak perkara ini karena masih terjalinnya hubungan
yang baik, jika dalam masalah ini dalil tegugat masih baik baik dan menjalin
hubungan suami istri, apabila salah satu pihak dari istri atau suami ingin
melakukan perceraian tidak boleh seenaknya sendiri jika ingin mengajukan
perkara perceraian di pengadilan agama Mojokerto, maka harus ada alasan
yang dapat memutuskan pernikahan.
Dalam Alasan perceraian harus sesuai dengan ketentuan Pasal 19f
PP no 9 tahun 1975. Dalam memeriksa dan mengadili perkara perceraian
hakim Pengadilan Agama Mojokerto lebih menitik beratkan alasan
perceraian dari persoalan perselisihan karena alasan-alasan yang ada di
pasal 19 a-e sukar untuk dibuktikan sehingga perselihan yang ada dalam
pasal 19f menjadi pokok alasan perceraian.
Pengadilan Agama Mojokerto dalam memutuskan atau menolak
perkara dengan adanya pengakuan yang dilakukan di depan Hakim
merupakan bukti lengkap, baik terhadap yang mengemukakannya secara
pribadi, maupun pengakuan yang disampaikan oleh termohon dan di akui
serta dibenarkan oleh pemohon di dalam persidangan tersebut membuktikan
antara pemohon dan termohon didalam persidangan tersebut membuktikan
anatara pemohon dan termohon masih menjalin hubungan yang dikatakan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
baik di dalam rumah tangganya, dan dengan sendirinya dalil-dalil
Permohonan permohon menjadi terbantahkan hal ini sesuai dengan Pasal
311R.Bg/KUHperd 1935/HIR.
Namun jika dalam pemeriksaan terbukti adanya antara pemohon
atau termohon melakukan kebohongan dengan melontarkan perkataan masih
menjalin hubungan badan hal tersebut bisa dilakukan dengan bukti dan jika
memang berbohong maka Majelis Hakim menerima karena dari pihak
termohon masih ingin pernikahannya baik baik saja. Jika memang terbukti
pemohon melakukan hubungan badan karena dipaksa dan dapat
menimbulkan ancaman, dapat dibuktikan dengan pembenaraan dalam
kesaksian maka Majelis Hakim bisa saja mengabulkan permohonan dengan
dilihat dari segi setelah melakukan hubungan badan antara pemohon dan
termohon sudah tidak dapat akur kembali, jika dalam konteks pemohon rela
masih melakukan hubungan badan dengan termohon maka Majelis Hakim
menolak permohonan pemohon dengan dalih dengan adanya kerelaan serta
pernyataan tergugat yang tidak menginginkan perceraian terjadi sehingga
meminta jalan untuk berdamai dan ingin semua perbuatanya di maafkan
berjanji untuk menjadi suami yang lebih bertanggung jawab dalam
memberikan nafkah dan menyatakan berjanji di hadapan hakim sehingga
majelis hakim menolak perkara cerai gugat tersebut dan dimaafkan atas
semua perbuatannya.
Perselisihan dijadikan pertimbangan hukum yang utama karena
hakim melihat dari lebih banyaknya madarat atau maslahahnya, maka
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
perselihan yang terus-menerus yang tidak dapat dirukunkan kembali lebih
banyak madaratnya apabila pernikahan terus dipertahankan, karena apabila
pernikahan terus dipertahankan maka terus berselisih dan saling menyakiti
antara pihak satu dengan lainnya. Pada hakikatnya hakim dalam
pertimbangan hukumnya dilihat seberapa besar madaratnya kemudian
barulah dilihat dari seberapa besar maslahahnya.62
62
Kamali, S.Ag. , Wawancara, Mojokerto, 16 April 2019.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
68
BAB IV
TINJAUAN SADD AL-DZAR AH TERHADP PENOLAKAN CERAI
GUGAT KARENA TERJADI HUBUNGAN SEKSUAL SUAMI ISTRI
PADA PUTUSAN PENGADILAN AGAMA MOJOKERTO NOMOR:
0868/PDT.G/2018/PA.MR
A. Analisis Terhadap Kronologi Putusan Hakim Dalam Menolak Cerai
Gugat Karena Masih Melakukan Hubungan Seksual Suami Istri Pada
Pengadilan Agama Mojokerto Nomor:0868/Pdt.G/2018/PA.Mr.
Seperti apa yang sudah dideskripsikan di dalam Bab III, dapat
diketahui didalamnya bahwa gugatan permohonan cerai penggugat yang
sudah masuk dalam Pengadilan Agama Mojokerto dengan alasan
Perekonomian dan pertengakaran yang menjadi tidak rukun antara suami
dan istri serta orang tua dari tergugat mengikut campuri urusan rumah
tangga sehingga Tergugat meninggalkan penggugat selama 2 bulan dan
anak ada yang ikut penggugat dan ada yang ikut tergugat sehingga dengan
adanya permasalan tersebut sang istri mengajukan permohonan cerai gugat
ke Pengadilan Agama Mojokerto.
Majelis Hakim menerima permohonan pemohon penggugat kepada
hakim untuk dikabulkan dengan alasan-alasan yang telah disebutkan dalam
duduk perkara sehingga permohonan penggugat dapat diterima dan
melanjutkan proses pemeriksaan dan mengadili sesuai yang dilakukaan
dalam proses persidangan di Pengadilan Agama.
Majelis hakim menolak gugatan dan membantah semua alasan-alasan
yang diajukan penggugat sebagai dalih ingin bercerai dengan suaminya
dikarenakan dalam proses pembuktian sang suami yaitu tergugat
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
69
menyatakan mereka masih berhubungan baik dan melakukan hubungan
seksual pada saat pra persidangan, yakni sebelum adanya Putusan dari
Pengadilan Agama Mojokerto.
Pertimbangan Hakim dalam menolak perkara cerai gugat adalah
dengan dalih pengakuan dari tergugat yang sesuai dengan pertimbangannya
Pasal 174 HIR, menyebutkan “pengakuan yang diucapkan di depan Hakim,
adalah memberikan bukti yang sempurna memberatkan orang yang
mengucapkannya, baik sendiri maupun dengan bantuan orang lain atau
lewat seorang kuasa khusus” sehingga dali-dalil dari pemohon cerai gugat
yakni sang istri terbantahkan oleh tergugat, sehingga hakim berkeyakinan
rumah tangga penggugat dan tergugat masih baik-baik saja jika dalam
pengakuan tegu gat menyatakan demikian.
Pertimbangan hakim tetap menolak perkara tersebut karena masih
dianggapnya perkara cerai gugat ini tidak cukup bukti dengan adanya
pertengkaran, namun jika pada saat sebelum proses persidangan sang istri
dan sang suami melakukan hubungan badan dan setelahnya masih tidak
dapat berdamai sehingga Majelis Hakim bisa mempertimbangkan dalam
putusannya untuk mengabulkan permohonan cera i gugat dengan adanya 2
orang saksi yang melihat, mendengar atau merasakan bagaimana seorang
suami dan istri tidak bisa berdamai.
Sebagaimana diketahui mengenai Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang
Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang berbunyi “Perceraian dapat
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
70
dilakukan di depan sidang Pengadilan, setelah pengadilan berusaha
merukunkan dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak”. Oleh
karena itu penulis bermaksud mengkaji dasar pertimbangan hakim dalam
menolak perkara nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.Mr yang dikeluarkan pada
Tahun 2018.
Dalam putusan nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.MR penggugat menyatakan
bahwa dalam proses persidangan berlangsung, beralasan jika masih
menuruti keinginan suaminya karena tidak berani untuk menolaknya karena
masih dalam masa perkawinan yang sah dan belum ada putusan pengadilan
yang resmi sesuai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1975
Tentang Perkawinan yang berbunyi “Perceraian dapat terjadi terhitung pada
saat perceraian itu dinyatakan di depan sidang pengadilan”. Sehingga
penggugat berasumsi jika pengguat masih dalam pernikahan yang Sah
sehingga tidak berani untuk menolak ajakan suaminya jika sebelum dalam
putusan pengadilan Agama Mojokerto. Serta tergugat menyatakan tidak
sanggup dalam hal nafkah sesuai yang diminta penggugat.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa penolakan
gugatan perceraian oleh Majelis Hakim karena belum cukupnya bukti dan
Majelis Hakim berdalih jika antara penggugat dan tergugat masih
melakukan hubungan badan dikatakan hubungan mereka masih baik-baik
saja karena tanpa adanya unsur paksaan terhadap penggugat dan tergugat
menyatakan bahwa setelah melakukan hubungan tersebut tidak ada
percekcokan lagi sehingga Majelis Hakim menyatakan menolak
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
71
permohonan cerai gugat tersebut karena belum adanya cukup bukti dan
ditakutkan dari sang istri hamil setelah melakukan hubungan suami istri pra
proses pengadilan berlangsung.
Selain pertimbangan diatas bahwasanya hakim memutuskan perkara
tersebut mengacu dari hadist yang terdapat dalam Sunan Ad-Daruqutni yang
berbunyi:
د بن أحد أب ال د بحدثنا مم هران، حدثنا عبد الرزاق، أ ن ث لج، حدثنا مم حاد الطي وىب بن ن عت عكرمة حب رن عم ث، عن فع قال الطلق ابن عباس ي قول يد
ا اللل فأن يطلقها طاىرا من غي على أرب عة وجوه؛ وجهان حلل، ووجهان حرام. فأما الرام فأن يطلقها وىي حائض نا حلها. وأم ، أو يطلقها جاع، وأن يطلقها حامل مستبي
. حي يامعها، لتدري اشتمل الرحم على ولد أم ل
Muhammad Bin Ahmad Abu Ats-Tsalj menceritakan kepada kami,
Muhammad Bin Hammad Ath-Thihrani menceritakan kepada kami,
Abdurrazzaq menceritakan kepada kami, pamanku Wahb Bin Nafi‟
mengabarkan kepadaku, dia berkata, “aku mendengar ikmarimah
menceritakan dari Ibnu Abbas, dia berkata „talak itu ada empat macam.
Dua macam halal dan dua macam haram. Yang halal adalah menalaknya
(yakni menalak istri) dalam keadaan suci tanpa dicampuri lagi dan
menalaknya dalam keadaan hamil yang nyata. Adapun yang haram:
menalaknya dalam keadaan haid, atau menalaknya pada masa setelah
dicampuri, sehingga tidak tahu apakah rahimnya mengandung anak atau
tidak”1
Berdasarkan pertimbangan majelis hakim dijelaskan bahwa hakim
menolak perkara cerai gugat yaitu tidak dapat membuktikan alasan-alasan
yang menjadi dalil-dalilnya untuk bercerai kepada tergugat sehingga majelis
1Imam Al Hafidzh Ali bin Umar Ad-Daraquthni. Sunan Ad-Daraquthni, (Jakarta: selatan Pustaka
Azam, 2008), 3.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
72
hakim berkesimpulan bahwa tidak terjadi perselisihan antara penggugat dan
tergugat serta tergugat yang menyatakan bahwa masih ingin memperbaiki
rumah tangganya dan berjanji untuk tidak melalaikan kewajiban dan
memperbaiki perekonomian keluarga kepada istrinya sehingga majelis
hakim menyatakan untuk menolak perkara tersebut.
Berdasarkan pertimbangan diatas penulis berpendapat hal itu sesuai
dengan Undang-undang yang berlaku, karena perceraian yang diajukan oleh
penggugat tidak memuhi ketentuan pasal 19 Peraturan pemerintah nomor 9
tahun 1975, menyebutkan alasan-alasan yang dapat dijadikan sebagai dasar
bagi perceaian, yakni:
1) Salah satu pihak berbuat zina atau pemabuk, pemadat, penjudi dan
lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
2) Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah karena hal lain
diluar kemampuannya.
3) Salah satu pihak mendapat hukuman penjara lima tahun atau hkuman
yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
4) Salah satu pihak melakukan kekekjaman dan penganiayaan yang berat
yang membahayakan terhadap pihak lain.
5) Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami
istri.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
73
6) Antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisian dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
B. Tinjauan S dd Al-Dzar ah Terhadap Penolakan Putusan Hakim
Pengadilan Agama Mojokrto Karena Masih Terjadi Hubungan seksual
suami Istri Studi Putusan Nomor 0868/Pdt.G/2018/PA.MR.
Pertimbangan hakim dalam menolak perkara cerai gugat di pengadilan
agama Mojokerto karena masih melakukan hubungan suami istri dikarenakan
beberapa pertimbangan yaitu:
Pertimbangan Pertama yaitu sebelum cukupnya bukti yang menyatakan
bahwa pernikahan diantara penggugat dan tergugat adanya perselisihan, dan
dalih dari tergugat yang masih menginginkan pernikahannya baik-baik saja.
Serta Pertimbangan kedua yang ditakutkan oleh Majelis Hakim yaitu sang istri
setelah diputuskan bercerai dengan suaminya dengan begitu sang istri
kemudian hamil karena sebelum persidangan sang penggugat dan tergugat
masih melakukan hubungan badan dan itu ditakutkan sang istri hamil setelah
jatuhnya putusan Pengadilan Agama.
Pertimbangan ketiga yaitu sang istri juga menyatakan melakukan
hubungan tersebut tanpa ada unsur paksaan dan ancaman apapun yang juga
dinyatakan oleh tergugat sehingga Majelis Hakim berasumsi jika diantara
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
74
keduanya masih mempunyai rasa dan melakukan hubungan tersebut dengan
adanya kerelaan dari sang pemohon.
Walaupun jika dalam Permohonan cerai gugat istri terhadap suami jika
masih melakukan hubungan dan dilihat dari segi setelah itu masih baik-baik
saja atau masih berlanjut dengan percekcokan yang berkepanjangan dan jika
sang pemohon melakukannya dengan adanya ancaman atau paksaan sehingga
membuat ditakutkannya mengancam nyawa pemohon.
Dengan demikian penulis menganalisis hal tersebut dengan metode s dd
al-dzar ah, metode ini merupakan upaya pencegahan agar tidak terjadi sesuatu
yang dapat menimbulkan dampak buruk atau negatif. Hukum Islam tidak
hanya mengatur tentang perilaku manusia yang sudah dilakukan akan tetapi
juga mengatur perilaku manusia yang belum dilakukan. Hal ini bukan berarti
bahwa hukum Islam yaitu mewujudkan kemaslahatan dan menghindari
mudharat. Apabila suatu perbuatan yang akan dilakukan diduga akan
menimbulkan kerusakan maka dilaranglah hal-hal yang mengarah kepada
perbuatan tersebut.
Bagian yang dijelaskan mengenai sadd al-dzar ah terhadap penolakan
cerai gugat karena masih melakukan hubungan suami istri tersebut sehingga
ditakutkan akan menimbulkan kemadharatan yang akan terjadi keesokan hari
maka dalam hal ini Majelis Hakim menolak cerai gugat yang
mempertimbangkan akan kemaslahatan bersama sehingga menghindari
kemadaratan, jika dihubungkan dengan putusan hakim yang menolak cerai
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
75
gugat karena seorang suami dan istri masih melakukan hubungan seksual dan
hubungan tersebut dilakukan dengan kerelaan yakni suka sama suka, selain
itu alasan hakim nenolak cerai gugat tersebut ditakutkan terjadinya
kemadhorotan seperti setelah berhubungan seksual dan kemudian bercerai
sedangkan sang istri hamil maka akan menimbulkan akibat hukum seperti asal
usul anak agar mendapat hak keperdataan dari sang ayah.
Sesuai dengan pernyataan di atas yakni hukum Islam mengatur perilaku
manusia yang belum dilakukan namun juga mengatur perilaku manusia yang
sudah dilakukan. Sehingga diwajibkan untuk mencegah dari perbuatan yang
mengarah kepada kerusakan di esok hari dengan mempertimbangkan
kemaslahatan bersama.
Pada dasarnya terdapat bentuk bentuk sadd al-dzar ah yang ada di
masyarakat. Dengan melihat kerusakan yang ditimbulkannya antara lain yaitu:
1. Perbuatan yang dilakukan itu membawa kepada kemafsadatan, secara pasti
artinya bila perbuatan Sadd Al-Dzar ah dihindari pasti akan terjadi
kerusakan. Contohnya menggali lubang didekat pintu rumah seseorang
meskipun itu tanahnya sendiri. Karenna dengan begitu apabila seseorang
tersebut keluar rumah secara otomatis akan masuk lubang tersebut.
2. Perbuatan yang dilakukan itu boleh dilakukan karena membawa kepada
mafsadatan. Contohnya menggali sumur di kebun yang jarang dilalui
orang meskipun itu kebun sendiri. Karena tidak menutup kemungkinan
apabila seseorang yang melintas akan masuk kedalam lubang sumur.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
76
3. Perbuatan yang dilakukan itu biasanya atau besar kemungkinan membawa
kemadharatan.
4. Perbuatan yang pada dasarnya diperbolehkan karena mengandung
kemaslahatan tetapi kemungkinan perbuatan itu membawa kepada
kemafsadatan.
Dengan demikian, menggunakan metode sadd al-dzar ah dalam kasus
semacam ini memanglah sudah sangat tepat, sebab dengan menolak perkara
cerai gugat menghindarkan perbuatan yang mengandung kemadaratan yakni
dengan Majelis hakim menolak dikarenakan ditakutkan seorang istri tersebut
hamil setelah diputuskan cerai, yakni menggunakan sadd al-dzar ah
berdasarkan pada suami yang berkeinginan memperbaiki ekonomi pada
jangan sampai melakukan perbuatan yang menimbulkan kerusakan.
Kemudian dijadikan pedoman dalam tindakan hati-hati itu adalah faktor
manfaat dan mudarat atau baik dan buruk yang pada dasarnya menempatkan
faktor manfaat dan mudarat sebagai bahan pertimbangan dalam menetapkan
hukum. Karena perbuatan yang mengarah kepada kemadaratan akan menjadi
kemadaratan lebih besar.
Objek sadd al-dzar ah sendiri ada 2 yaitu:
1. Perbuatan itu pasti menyebabkan dikerjakannya perbuatan yang terlarang
.
2. Perbuatan itu mungkin menyebabkan dikerjakannya perbuatan yang
terlarang.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
77
Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa keputusan majelis hakim
dalam memutuskan menolak perkara cerai gugat sesuai dengan teori sadd al-
dzar ah yang menjadikan sesuatu ditolak karena lebih baik manfaatnya dari
pada madarat dikemudian hari. Maksud dari penolakan hakim
mempertibangkan kemaslahatan dalam suatu pernikahan seperti adanya
kewajiban suami istri seperti pasal 77 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan
bahwa selain itu dalam Undang-undang nomor 1 tahun 1974
mempertimbangkan asas mempersulit perceraian, kemudian hakim mencegah
hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan/madarat seperti halnya jika
diputuskan cerai, maka status anak akan mengikuti keperdataan ibunya saja”.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
77
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kronologi putusan Hakim Pengadilan Agama Mojokerto nomor
0868/pdt.G/2018/Pa.Mr adalah awalnya istri mengajukan gugatan akan
tetapi dalam proses gugatan berlangsung penggugat dan tergugat masih
menjalin hubungan seksual. Penggugat mengajukan gugatan karena suami
kurang dalam memberikan nafkah kepada keluarga serta ada perselisihan
antara tergugat dan orang tua tergugat. Berdasarkan hal itu majelis hakim
tidak menemukan fakta adanya perselisihan dan pertengkaran antara
penggugat dan tergugat sebagaimana dimaksud didalam pasal 19 F
Peraturan Pemerintan Nomor 9 Tahun 1975.
2. Analisis sadd al-dzar ah terhadap penolakan putusan hakim pengadilan
agama Mojokerto karena masih terjadi hubungan seksual suami istri dalam
putusan nomor 0868/Pdt.G/2018/Pa.Mr. Adalah dengan analisis sadd al-
dzar ah, putusan hakim tersebut sudah sesuai karena bertujuan
menghindarkan suatu perbuatan yang mengakibatkan kemadaratan bahwa
hukum awal dari perceraian adalah mubah namun karena masih terjadi
hubungan seksual yang dikhawatirkan menyebabkan hamil, maka
perceraian tidak diperbolehkan.
B. Saran
Kepada para penggugat dan tergugat seharusnya memikirkan kembali apa
yang akan diperbuat meskipun perceraian diperbolehkan namun perceraian
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
78
bukanah jalan terakhir setelah berbagai cara lain yang ditempuh kedua belah
pihak tidak dapat mengembalikan keutuhan rumah tangga yang tidak dapat
lepas dari konflik dan seharusnya dalam memutuskan sesuatu tindakan
memikirkan kembali sesuatu sebelum dilakukan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
79
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Sulaiman.Sumber Hukum Islam. Permaslahan dan Fleksibilitasnya,
Jakarta: Sinar Gafika, 1995.
Abidan, Slamet dan Amarudin. Fiqih Munakahat. Bandung: Pustaka Serta, 1999.
Al Hafidzh Imam Ali bin Umar Ad-Daraquthni. Sunan Ad-Daraquthni. Jakarta
selatan: Pustaka Azam, 2008.
Anhari,Masykur.iUshuliFiqh, cet-1 Surabaya: Diantama, 2008
As-Subki, Yusuf Ali.Fiqih Keluarga Pedoman Berkeluarga dalam Islam. Jakarta:
Sinar Grafika Ofseet, 2010.
Chairah Dakwatul. Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Surabaya: UIN Sunan
Ampel Press, 2014.
Dahlan,Abd.iRahman.Ushul Fiqh,icet-2iJakarta:iAmzah,i2011.
Djazuli, A. Ilmu Fiqh: Penggalian, perkembangan dan penerapan Hukum
islam,jakarta: Kencana, 2005.
Djubaidah, Neng. Pencatatan perkawinan & perkawinan tidak di catat. Jakarta:
Sinar Grafika, 2010.
Harahap, M. Yahya.Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika, 2013.
Kamali, S.Ag. , Wawancara, Mojokerto, 16 April 2019.
Manan, Abdul.Penerapan Hukum Acara Perdata Di Lingkungan Peradilan
Agama, Jakarta:Kencana, 2012.
Mardiani, Hukum Acara Perdata peradilan Agama dan Mahkamah Syar‟iyah
Jakarta: Sinar Grafik, 2010.
Muhktar Kamal. Azas-Azas Hukum Islam Tentang Perkawinan. Yogyakarta:
Bulan Bintang, 1993.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
80
Mujahidin,Achmad.Pembaruan Hukum Acara Peadilan Agama. Bogor: Ghala
Indonesia. 2012.
Rahman, Abd Ghazaly. Fiqh Munakahat, Jakarta: Kencana. 2006.
Syarifuddin Amir. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana
Prenada Media Croup. 2006.
Syaifuddin Muhammad dan Sri Turatmiyah dan annalisa yahana, Hukum
Perceraian, Jakarta Timur: Sinar Grafika. 2013.
Soemiyati,Ny. Hukum Perkawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan.
Yogyakarta: Liberty Yogyakarta: 1986.
Soimin, Soedharyo. Kitab Undang-Undnag Hukum Perdata. Jakarta:Sinar
Grafika. 2011.
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa, 1985.
Sudirman, Rahmat. Kontruksi seksulitas Islam DalamWacana Sosial. Yogyakarta:
Media Pressindo. 1999.
Syarifuddin. Ushul Fiqh. Jakarta: Kencana 2008.
Syarifuddin, Amir, Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia, Jakarta: Prenada
Media. 2006.
Taufik. Peradilan Keluarga Indonesia. Jakarta: Mahkamah Agung RI. 2000.
Tihami H.M.A dan Sohari sahrani. Fiqh Munakahat. Jakarta: raja farindo
persada. 2010.
Yasin, Achmad. Ilmu Usul Fiqh , Surabaya: Uinsa SA Press 2014.
Kementrian Agama RI, Al- Qur‟an Dan Tafsiranya, Jakarta: Widyacahaya. 2011
Kompilasi Hukum Islam.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
81
Putusan Pengadilan Agama Mojokerto Nomor: 0868/Pdt.G/2018/PA.Mr.
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelasanaan Undang-Undang
Tahun 1974
Top Related