ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN
DI DESA CIPUTRI KECAMATAN PACET
KABUPATEN CIANJUR
PURNAMA
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Produksi
Bawang Daun di Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya
dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber Informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016
Purnama
NIM H34144060
i
ABSTRAK
PURNAMA. Analisis Risiko Produksi Bawang Daun di Desa Ciputri Kecamatan
Pacet Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI.
Salah satu sentra produksi bawang daun adalah di desa Ciputri Kecamatan
Pacet Kabupaten Cianjur. Bawang daun menjadi komoditas unggulan di kampung
Sarongge, salah satu dusun di Desa Ciputri. Bawang daun cocok dibudidayakan di
tempat ini karena sesuai dengan syarat tumbuh bawang daun di dataran tinggi dan
suhu yang sejuk. Namun terdapat variasi produktivitas bawang daun di Desa Ciputri
yang dihasilkan oleh petani-petani responden. Hal ini mengindikasikan adanya
risiko produksi dalam budidaya bawang daun di Desa Ciputri. Risiko produksi
bawang daun di Desa Ciputri dianalisis dengan menggunakan model just and pope.
Variabel-variabel yang digunakan adalah faktor-faktor produksi bawang daun di
Desa Ciputri. Variabel-variabel tersebut adalah bibit, pupuk kandang, pupuk kimia,
insektisida, fungisida cair, fungisida padat, dan tenaga kerja. Peningkatan
penggunaan bibit secara nyata mempengaruhi peningkatan risiko produksi bawang
daun dengan koefisien 0,368336. Sedangkan peningkatan penggunaan pupuk kimia
dan fungisida padat berpengaruh secara nyata dalam penurunan risiko produksi
bawang daun dengan koefisien masing-masing -0,442197 dan -0,196376.
Kata Kunci: Risiko, Faktor Produksi, Bawang Daun, Faktor Penimbul Risiko,
Faktor Pengurang Risiko
ABSTRACT
PURNAMA. Scallion Production Risk Analysis in Ciputri Village Pacet District
Cianjur. Supervised by TINTIN SARIANTI.
One of the Scallion production center is in the Ciputri Village, Pacet District,
Cianjur. Scallion became the leading commodity in the Kampong Sarongge, one of
kampongs in Ciputri. Scallion suitable to be cultivated in this place because in
accordance with the Scallion requirements grow that is in the highland and cool
temperature. However, there are variations in Scallion productivity in Ciputri that
produced by respondent Farmers. This indicates the production risk in the
cultivation of Scallion in Ciputri. Scallion risk production in Ciputri analyzed using
a model of just and pope. The variables used are the factors of Scallion production
in Ciputri. These variables are the seeds, orgnanic fertilizer, chemical fertilizer,
insecticide, liquid fungicide, solid fungicides, and labor. Increased use of seedlings
significantly affect the increased risk of Scallion productivity with a coefficient of
0.368336. The increased use of chemical fertilizers and solid fungicides significant
effect in reducing the risk of Scallion production with a coefficient of each variable
are -0.442197 and -0.196376.
Keywords: Risk, Production Factor, Scallion, Risk Inducing Factor, Risk Reducing
Factor
i
ANALISIS RISIKO PRODUKSI BAWANG DAUN
DI DESA CIPUTRI KECAMATAN PACET
KABUPATEN CIANJUR
PURNAMA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
i
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga Karya Ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian ini adalah Risiko Produksi, dengan judul Analisis Risiko Produksi
Bawang Daun di Desa Ciputri Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.
Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Tintin Sarianti, SP. MM selaku dosen
pembimbing yang telah memberi banyak arahan dan saran. Terimakasih juga
disampaikan kepada Ibu Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen evaluator pada
kolokium yang dilaksanakan bulan februari 2016. Selain itu kepada Dr. Ir. Nunung
Kusnadi, MS dan Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP., MSi sebagai dosen penguji
yang dilaksanakan bulan agustus 2016 disampaikan terima kasih atas masukan,
saran, dan perbaikan yang diberikan untuk memperbaiki dan melengkapi karya
ilmiah ini.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Jaennudin,
seluruh petugas Kantor Kepala Desa dan Balai Pengembangan Budidaya Tanaman
Pangan dan Hortikultura (BPBTPH) yang telah banyak membantu dalam proses
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
serta seluruh keluarga, atas doa, kasih sayang, dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Purnama
i
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii DAFTAR LAMPIRAN iii PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4
Tujuan 6 Manfaat Penelitian 6
TINJAUAN PUSTAKA 6 Sumber Risiko Dan Faktor Produksi Sayuran 6 Analisis Risiko Produksi Sayuran 7 Analisis Risiko Produksi Sayuran dengan Model Just and Pope 8
KERANGKA PEMIKIRAN 8
Kerangka Pemikiran Teoritis 8 Faktor-Faktor Produksi 8 Teori Produksi 10 Teori Risiko 12
Kerangka Pemikiran Operasional 14 METODE PENELITIAN 14
Lokasi dan Waktu Penelitian 14
Jenis dan Sumber Data 15
Metode Pengambilan Sample 15 Metode Pengumpulan Data 15 Metode Pengolahan Data 16
Analisis Deskriptif 16 Analisis Risiko Produksi Model Just and Pope 16
Pengujian Hipotesis 18 Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik 20
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 21
Karakteristik Wilayah 21 Keadaan Sosial Ekonomi 23
Sarana dan Prasarana 24 Karakteristik Petani Responden 25
Umur Petani Responden 25 Pendidikan Petani Responden 25 Pengalaman Bertani 26 Alasan Budidaya Bawang Daun 27 Alamat dan Lokasi Kebun 27
Luas Lahan 28 Keragaan Usahatani Bawang Daun 28
HASIL DAN PEMBAHASAN 33 Analisis Risiko Produksi Bawang Daun 33 Uji Asumsi Klasik 34
Uji Multikolinearitas 34 Uji Autokorelasi 35
Uji Heterokedastisitas 35
ii
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Bawang Daun 36
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Produksi Bawang Daun 39 SIMPULAN DAN SARAN 43
Simpulan 43 Saran 44
DAFTAR PUSTAKA 44
iii
DAFTAR TABEL
1 Produksi Subsektor Hortikultura Tahun 2010-2014 1
2 Produksi Sayuran Beberapa Provinsi di Pulau Jawa tahun 2010-2014 2 3 Produksi Sayuran Berdasar Kelompok di Jawa Barat tahun 2010-2014 2 4 Luas Panen dan Produksi Sayuran Daun di Kabupaten Cianjur 3 5 Distribusi Penduduk Desa Ciputri Berdasarkan Kelompok Usia 23 6 Pekerjaan Penduduk Desa Ciputri 24
7 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur 25 8 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani 26
9 Alasan Petani Responden Dalam Usahatani Bawang Daun 27 10 Luas Lahan Pertanian Petani Responden 28 11 Variasi Produktivitas Bawang Daun di Desa Ciputri 33 12 Hasil Pengujian Multikolinearitas 34 13 Hasil Pengujian Autokorelasi 35
14 Hasil Pengujian Heterokedastisitas 35 15 Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produktivitas Bawang Daun 36 16 Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produktivitas Bawang Daun 40
DAFTAR GAMBAR
1 Fluktuasi Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur 5
2 Kurva Produk Total, Marginal, dan Rata-rata 11 3 Rangkaian Kejadian Berisiko dengan Kejadian Ketidakpastian 12 4 Pembagian Luas Wilayah Desa Ciputri menurut Penggunaannya 22
5 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pendidikan 26 6 Alamat Petani Responden 28
7 Pengolahan Lahan Bawang Daun 29 8 Proses Penanaman Bawang Daun 30
9 Hama dan Penyakit Pada Bawang Daun 31 10 Pengemasan Bawang Daun 32
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kerangka Pemikiran Operasional 49 2 Peta Wilayah Desa Ciputri 50 3 Hasil Regresi dan Pengujian Asumsi Klasik Pada Produktivitas Bawang
Daun 51 4 Hasil Regresi dan Pengujian Asumsi Klasik Pada Variance Produktivitas
Bawang Daun 53
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hortikultura berasal dari bahasa latin yaitu hortus dan colere yang artinya
adalah kebun dan membudidayakan. Berdasarkan pengertian tersebut hortikultura
adalah membudidayakan tanaman di kebun. Hortikultura diklasifikasikan kedalam
empat kelompok yaitu pomolog (buah-buahan), olerikultura (sayur-sayuran),
florikultura (bunga dan tanaman hias), dan biofarmaka (tanaman obat).
Olerikultura adalah ilmu yang mempelajari tentang sayur-sayuran. Sayuran
dapat dididefinisikan sebagai tanaman hortikultura yang dibudidayakan untuk
memproduksi pangan (bukan makanan pokok) yang dikonsumsi dalam bentuk
segar atau diolah secara maksimal (direbus, dikukus, ditumis, digoreng, atau
disangrai). Berdasarkan cara budidayanya sayuran dikelompokkan menjadi lima,
yaitu sayuran daun, kubis-kubisan, leguminoceae, sayuran umbi, akar, atau bulb,
dan solanaceae.
Subsektor hortikultura dibudidayakan di Indonesia diantaranya adalah sayuran,
buah-buahan, dan tanaman biofarmaka. Subsektor sayuran merupkan yang terbesar
produksinya diantara subsektor lainnya dalam hortikultura. Hal ini menunjukkan
bahwa sayuran banyak diproduksi di Indonesia dan ketersediaannya sepanjang
tahun. Tabel 1 dibawah ini menunjukkan produksi tiga subsektor hortikultura dari
tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 di Indonesia.
Tabel 1 Produksi Subsektor Hortikultura Tahun 2010-2014
Subsektor
Hortikultur
Produksi (Ton)
Tahun
2010
Tahun
2011
Tahun
2012
Tahun
2013
Tahun
2014
Sayuran 10 179 939 10 356 177 10 753 646 11 069 447 11 436 860
Buah-buahan 464 460 705 480 868 713 702 680 901 868
Tanaman
Biofarmaka 397 409 380 890 427 037 517 433 -
Sumber: Ditjen Hortikultura 2015 (diolah)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sayuran merupakan subsektor yang paling
banyak jumlah produksinya dibandingkan dengan subsektor lainnya. Rata-rata
pertumbuhan produksinya adalah 2,96 persen. Dari tabel diatas dapat terlihat juga
kontinuitas produksi sayuran sepanjang tahun tersedia. Selain itu juga terjadi
peningkatan produksi dari tahun ke tahun pada produksi subsektor sayuran. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa
Budidaya sayuran dilakukan di beberapa provinsi di Indonesia, yang menjadi
wilayah produksi sayuran, salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat. Jawa barat
yang berada di bagian barat pulau jawa memiliki iklim tropis dengan suhu 9 derajat
celcius sampai dengan 34 derajat celcius. Provinsi Jawa Barat dengan ciri gugusan
pegunungan api terbagi menjadi dataran tinggi pegunungan, lereng bukit, dan
dataran luas. Dengan topografi dan iklim tersebut, jawa barat menjadi salah satu
provinsi sentra produksi sayuran. Tabel 2 dibawah ini menunjukkan rata-rata
produksi sayuran di provinsi-provinsi yang berada di Pulau Jawa.
2
Tabel 2 Produksi Sayuran Beberapa Provinsi di Pulau Jawa tahun 2010-2014
Provinsi Tahun
Rata-rata 2010 2011 2012 2013 2014
Banten 220 844 258 354 111 496 207 429 214 259 202 476
Jabar 21 810 257 36 237 734 2 312 695 35 149 099 27 494 216 24 600 800
Jateng 2 904 508 4 093 914 1 701 803 4 271 822 4 189 409 3 432 291
Jatim 40 526 108 9 879 562 1 383 501 7 649 158 8 070 693 13 501 804
DIY 867 316 449 208 51 187 1 694 098 1 447 767 901 915
Sumber: Ditjen Hortikulura 2015 (diolah)
Tabel 2 diatas menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan produsen
terbesar di Pulau Jawa. Hal ini didukung dengan kondisi geografis yang cocok
dalam pembudidayaan sayuran seperti yang telah disebutkan diatas. Sayuran yang
dibudidaya di Jawa Barat dapat diklasifikasikan sesuai kelompok sayuran atau
olerikultura. Tabel 3 dibawah ini menunjukkan produksi sayuran menurut
kelompok yang dihasilkan di Jawa Barat.
Tabel 3 Produksi Sayuran Berdasar Kelompok di Jawa Barat tahun 2010-2014 Komoditi Satuan 2010 2011 2012 2013 2014
Kelompok Sayuran Daun
Bawang Daun Ton 162 755 163 512 184 538 191 345 172 327
Bayam Ton 29 248 47 816 40 972 27 933 21 083
Kangkung Ton 74 428 86 949 68 591 65 419 60 509
Petsai / Sawi Ton 191 802 190 828 206 724 233 030 210 493
Kelompok Sayuran Kubis-kubisan
Kembang Kol Ton 21 233 25 323 26 134 22 923 26 284
Kol / Kubis Ton 286 647 270 780 301 241 319 492 296 943
Kelompok Sayuran Kacang-kacangan
Buncis Ton 93 573 100 764 94 633 102 108 94 623
Kacang Merah Ton - 59 164 60 489 76 984 75 138
Kacang Panjang Ton 116 984 122 067 118 270 120 393 116 668
Kelompok Sayuran Tanaman Solanaceae Berbuah
Cabe Besar Ton 166 691 195 383 201 384 250 914 253 296
Cabe Rawit Ton 78 906 105 237 90 522 123 756 115 831
Paprika Ton - - - - 4 490
Terung Ton 85 398 95 307 83 588 87 682 92 999
Tomat Ton 304 774 354 832 294 009 353 340 304 687
Kelompok Sayuran Tanaman Cucurbitaceae
Ketimun Ton 178 308 182 220 167 396 155 350 155 882
Labu Siam Ton 130 035 155 310 145 879 131 848 122 392
Kelompok Sayuran Jamur
Jamur Ton 19 623 33 847 - 32 684 25 194
Kelompok Sayuran Pohon
Melinjo Ton 37 528 52 738 45 130 36 192 -
Petai Ton 36 337 78 219 51 545 39 054 -
Kelompok Sayuran Tanaman Umbi Akar
Wortel Ton 113 576 115 296 121 373 125 044 125 646
Lobak Ton 18 027 17 174 26 608 20 820 19 917
Kelompok Sayuran Tanaman Umbi Batang
Kentang Ton 275 101 220 155 261 967 258 716 245 332
Kelompok Sayuran Tanaman Umbi Lapis
Bawang Merah Ton 116 396 101 273 115 896 115 585 130 082
Bawang Putih Ton 73 892 1 874 1 775 1 593
Sumber: Ditjen Hortikultura 2015 (diolah)
3
Tabel 3 diatas dapat menjelaskan bahwa sayuran kelompok daun beragam
jenisnya yang diproduksi di Provinsi Jawa Barat. Selain keragamannya, sayuran
daun lebih stabil produksinya dibandingkan dengan sayuran kelompok lain. Dengan
demikian sayuran kelompok daun cocok dibudidayakan di Provinsi Jawa Barat
dibuktikan dengan keragaman jenis dan hasil produksinya yang stabil. Provinsi
Jawa Barat terdiri dari beberapa wilayah sentra produksi sayuran, salah satunya
adalah Kabupaten Cianjur. Tabel dibawah ini menunjukkan luas panen dan
produksi sayuran kelompok daun di Kabupaten Cianjur.
Tabel 4 Luas Panen dan Produksi Sayuran Daun di Kabupaten Cianjur
Komoditi Indikator Tahun
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Bawang
Daun
L.Panen
(Ha) 3 513 3 023 2 939 2 741 3 574 3 069 2 814
Produksi
(Ton) 61 885 33206 35 138 22 616 37 764 39 296 35 188
Bayam
L.Panen
(Ha) 195 282 186 172 114 94 70
Produksi
(Ton) 1 541 234 1 027 558 655 312 204
Kangkung
L.Panen 143 150 262 180 171 135 150
Produksi
(Ton) 1 448 1 408 2 872 1415 1791 1 036 1205
Petsai/
Sawi
L.Panen
(Ha) 2 476 2 013 1 882 1 798 2 968 2 778 3 581
Produksi
(Ton) 45 702 30867 27 508 14 829 21 715 36 875 49 826
Pada data di tabel 4 menunjukkan bahwa bawang daun memiliki luas panen
terbesar diantara jenis sayuran lain di Kabupaten Cianjur. Dengan demikian bawang
daun menjadi salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Cianjur. Selain
memproduksi sayuran, Kabupaten Cianjur juga dikenal sebagai salah satu sentra
produksi padi. Produksi pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur,
kecuali di Kecamatan Pacet dan Sukanagara. Di kedua Kecamatan ini, masing-
masing didominasi oleh tanaman sayuran dan tanaman hias.
Kecamatan Pacet terdiri dari daratan seluas 826,24 Ha atau 14,53 persen dan
perbukitan seluas 4860,20 Ha atau 85,47 persen. Kondisi iklim dan suhu rata-rata
di Kecamatan Pacet sangat dipengaruhi oleh curah hujan. Menurut data yang
diperoleh dari Instalasi Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Pacet,
menunjukkan bahwa rata-rata curah hujan pertahun di Kecamatan Pacet mencapai
2 967,84 mm, dengan suhu antara 12 sampai dengan 30 derajat celcius dengan
kelembaban 71 persen. Keadaan topografi dan keadaan iklim tersebut mendukung
Kecamatan Pacet dalam membudidayakan sayuran, termasuk sayuran daun.
Desa Ciputri sebagai salah satu desa di Kecamatan Pacet banyak memproduksi
bawang daun, dan sayuran kelompok daun lainnya. Desa Ciputri terdiri dari empat
kampung, yaitu Kampung Sarongge, Kampung Tunggilis, Kampung Cijedil, dan
Kampung Ciherang. Keempat kampung ini memiliki komoditas unggulan sayuran
masing-masing. Kampung Tunggilis memiliki seledri sebagai sayuran unggulan,
sayuran unggulan Kampung Sarongge adalah bawang daun, sedangkan Kampung
Ciherang dan Kampung Cijedil memiliki sayuran unggulan selada. Bawang daun
4
yang dibudidayakan di Kampung Sarongge ditanam sepanjang tahun, di musim
kemarau dan musim penghujan. Waktu budidaya bawang daun di Kampung
Sarongge rata-rata mencapai tiga bulan.
Kegiatan bisnis, termasuk dalam kegiatan budidaya sayuran memiliki risiko,
salah satunya adalah risiko produksi. Risiko produksi dapat diidentifikasi dengan
adanya fluktuasi atau variasi. Bawang daun sebagai komoditas unggulan yang telah
cocok dibudidayakan di Kabupaten Cianjur juga memiliki risiko produksi. Hal ini
dapat dilihat dari indikator fluktuasi produktivitas bawang daun dari tahun ke tahun
2007 sampai dengan tahun 2013.
Nilai produktivitas bawang daun yang berfluktuasi ditentukan sebagai indikator
adanya risiko produksi dengan tujuan untuk mendapatkan satuan input yang tetap
agar terlihat perbandingan dari suatu hal yang sama. Adanya fluktuasi produktivitas
bawang daun dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 mengindikasikan bahwa
dalam budidaya bawang daun terdapat risiko produksi. Dari indikator tersebut,
maka diperlukan analisis secara ilmiah mengenai risiko produksi bawang daun dan
faktor apa saja yang dapat menimbulkan risiko atau yang dapat menguragi risiko.
Dengan demikian dapat dilihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi risiko
produksi bawang daun di Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur.
Perumusan Masalah
Salah satu desa penghasil bawang daun di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur
adalah Desa Ciputri. Sentra produksi bawang daun di Desa Ciputri berada di
Kampung Sarongge. Petani-petani bawang daun di Kampung Sarongge melakukan
kegiatan budidaya atau berkebun bawang daun di kaki gunung pangrango. Bawang
daun yang dibudidayakan di Dusun Sarongge ditanam sepanjang tahun, pada
musim kemarau dan musim penghujan. Petani-petani bawang daun telah menanam
bawang daun sejak lama dengan alasan karena kecocokan tempat budidaya.
Bawang daun yang dibudidayakan di Kampung Sarongge ditanam di kaki
gunung pangrango, yang berada di ketinggian 1 000 sampai dengan 1 200 mdpl.
Suhu harian di Kampung Sarongge rata-rata dapat mencapai 26 derajat celcius.
Sedangkan sayarat tumbuh bawang daun adalah sebagai berikut. Bawang daun
cocok tumbuh di dataran dengan ketinggian 250 sampai dengan 1500 mdpl. Curah
hujan yang dibutuhkan adalah 150 sampai dengan 200 mm/tahun dan dengan suhu
harian 18 sampai dengan 26 derajat celcius. Dengan demikian bawang daun cocok
untuk dibudidayakan di Dusun Sarongge.
Kabupaten Cianjur dengan sentra produksi bawang daun salah satunya di Desa
Ciputri mengalami fluktuasi produktivitas bawang daun dari tahun 2007 sampai
dengan tahun 2013. Fluktuasi tersebut dapat dilihat pada gambar 1. Produktvitas
didapatkan dari hasil pembagian produksi bawang daun dengan luas panen bawang
daun dalam satu tahun. Selam tahun 2007 sampai dengan tahun 2013, produktivitas
rata-rata bawang daun di Kabupaten Cinajur rata-rata mencapai 12,097 ton/Ha.
Produktivitas tertinggi terjadi pada tahun 2007 dengan nilai produktivitas 17,62
ton/Ha, sedangkan produktivitas terendah dengan nilai 8,25 ton/Ha terjadi pada
tahun 2010. Fluktuasi produktivitas tersebut mengindikasikan adanya risiko
produksi bawang daun di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
5
Risiko produksi dapat disebabkan oleh berbagai sumber, yaitu sumber eksternal
dan internal. Sumber eksternal adalah sumber yang tidak dapat dikendalikan oleh
petani seperti hama, penyakit, dan cuaca. Faktor internal adalah yang dapat
dikendalikan oleh petani, seperti faktor-faktor produksi diantaranya bibit, pupuk,
pestisida, dan tenaga kerja. Penggunaan faktor-faktor produksi masih dapat diukur,
sehingga analisis risiko dengan penggunaan faktor-faktor produksi masih dapat
diukur dengan baik.
Faktor-faktor produksi yang umum digunakan petani bawang daun di Desa
Ciputri, Kabupaten Cianjur adalah pupuk kandang yang berupa sekam dan sisa
kotoran hewan ternak serta pupuk kimia yang terdiri dari pupuk Urea, NPK, KCl,
TSP, Phonska, dan pupuk SP36. Pestisida untuk pengendalian hama dan penyakit
pada bawang daun dibagi menjadi dua bentuk, yaitu Insektisida yang umumnya
digunakan untuk mengusir hama dan Fungisida berbentuk serbuk, tepung, dan
cairan yang umumnya digunakan untuk mengatasi penyakit pada tanaman. Tenaga
kerja sebagai salah satu faktor produksi yang juga dapat mempengaruhi
produktivitas dan risiko bersumber dari keluarga petani atau orang lain di luar
kelarga petani yang bekerja dikebun dengan imbalan upah.
Risiko produksi bawang daun adalah kemungkinan peluang berkurangnya
produksi bawang daun ang tidak sesuai dengan hasil yang diharapkan oleh petani.
Risiko tersebut dapat diindikasikan dari pergerakan produktivitas yang tidak stabil.
Risiko produksi tersebut dapat terjadi salah satunya karena penggunaan faktor
produksi input. Penggunaan faktor produksi input tersebut tidak selalu sama dan
tepat dosis antar petani akan menyebabkan adanya variasi produktivitas.
Dari kendala-kendala yang dihadapi petani tersebut maka diperlukan kajian
mengenai risiko produksi bawang daun yang diharapkan dapat menjawab
permasalahan seperti dibawah ini:
1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi input terhadap produktivitas
bawang daun di Desa Ciputri?
2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi input terhadap risiko produksi
bawang daun di Desa Ciputri?
17.62
10.98 11.96
8.25
10.57
12.80 12.50
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
16.00
18.00
20.00
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Gambar 1 Fluktuasi Produktivitas Bawang Daun di Kabupaten Cianjur
6
Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dijabarkan,
penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap produktivitas bawang
daun di Desa Ciputri.
2. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi input terhadap risiko produksi
bawang daun di Desa Ciputri.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat terhadap
pihak yang berkepentingan, antara lain:
1. Bagi Petani, sebagai pertimbangan dalam melakukan kegiatan produksi karena
adanya risiko produksi bawang daun dan diharapkan dapat membantu petani
mengambil keputusan dalam alokasi penggunaan faktor produksi dan
pengelolaan produksi bawang daun agar mampu mengelola risiko produksi.
2. Bagi instansi terkait seperti Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan
dan Hortikultura Kecamatan Pacet sebagai tambahan informasi untuk kajian
pengembangan yang berhubungan dengan bawang daun khususnya di Desa
Ciputri, Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur.
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber Risiko Dan Faktor Produksi Sayuran
Pada dasarnya dalam melakukan budidaya pertanian, petani menghadapi risiko
produksi. Budidaya sayuran juga dihadapkan dengan risiko produksi. Terdapat
beberapa sumber-sumber risiko produksi sayuran. Menurut beberapa penelitian
sebelumnya sumber-sumber risiko tersebut adalah cuaca, hama penyakit,
sumberdaya manusia, dan kualitas bibit (Yamin 2012). Karakteristik tanaman dan
cara budidaya akan mempengaruhi risiko produksi yang dihadapi, seperti risiko
budidaya secara hidroponik memiliki sumber risiko lain selain yang disebutkan
diatas yaitu peralatan produksi (Sitorus 2011). Seperti halnya sayuran pada
umumnya (konvensional ataupun hidroponik), berdasarkan penelitian sebelumnya
sumber-sumber risiko produksi sayuran organik adalah cuaca, kelembaban, dan
hama penyakit, keterampilan sumberdaya manusia, curah hujan, kesuburan tanah
(Cher 2011) (Rosalina 2013). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setiap
metode budidaya yang dilakukan tetap memiliki risiko produksi.
Risiko dapat diidentifikasi dari fluktuasi atau variasi produktivitas. Sumber
risiko dapat berasal dari faktor internal atau eksternal. Faktor initernal berupa faktor
produksi input seperti benih, bibit, pupuk, pestisida, dan tenaga kerja. Faktor
eksternal dapat berupa hama, penyakit, dan cuaca. Faktor-faktor internal dapat
diidentifikasi risikonya melalui penggunaan faktor produksi dalam budidaya. Hal
7
tersebut sesuai dengan penelitian (Assafa 2014) yang melakukan penelitian risiko
produksi talas dengan identifikasi penggunaan faktor produksi seperti bibit, pupuk
organik, pupuk N, pupuk P, pupuk K, lamda sihalotrin, dan tenaga kerja. Pada
tanaman sayuran seperti tomat, faktor produksi yang digunakna untuk analisis
risiko adalah pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk unsur P, pupuk unsur K,
insektisida cair, pupuk daun, fungisida dan dummy musim (Lesmana 2013). Faktor-
faktor produksi yang akan digunakan untuk menganalisis risiko disesuaikan dengan
jenis komoditas budidaya dan teknis budidaya di lapang atau yang dilakukan
responden.
Analisis Risiko Produksi Sayuran
Metode analisis risiko pada dasarnya dapat dilakukan dengan penilaian risiko
yang dihadapi yaitu dengan pengukuran nilai variance, standard deviation, dan
coefficient variation. Pada analisis risiko produksi sayuran juga digunakan metode
yang sama, yaitu dengan pengukuran diatas (Rosalina 2013). Pengukuran tersebut
dilakukan pada kegiatan spesialisasi (budidaya sayuran organik dengan satu jenis
komoditas pada satu satuan luas lahan). Terdapat perhitungan lain yaitu dengan
mengukur fraction jika kegiatan budidaya yang dilakukan adalah diversifikasi
sebagai salah satu alternatif penanganan risiko produksi (Cher 2011) (Rosalina
2013).
Alternatif penanganan risiko dilakukan untuk mengurangi risiko produksi yang
dihadapi. Salah satu cara penanganan risiko adalah dengan cara diversifikasi.
Diversifikasi dalam budidaya sayuran adalah cara penanganan risiko dengan
membudidayakan lebih dari satu jenis sayuran dalam satu satuan luasan lahan.
Berdasarkan penelitian sebelumnya risiko diversifikasi menghasilkan nilai
coefficient variation yang lebih kecil dibandingkan dibudidayakan secara
spesialisasi (Cher 2011) (Rosalina 2013).
Seperti yang telah dijelaskan coefficient variation menunjukkan besaran risiko
produksi yang dihadapi. Semakin besar coefficient variation yang didapat maka
risiko produksi yang dihadapi juga semakin besar. Dari penelitian sebelumnya
coefficient variation spesialisasi yaitu budidaya caisin organik saja menunjukkan
risiko yang tinggi dibandingkan dengan diversifikasi (caisin organik dan wortel
organik) yang menghasilkan coefficient variation yang lebih kecil (Cher 2011).
Hasil penelitian lainnya adalah bayam organik jika dibudidayakan secara
spesialisasi menunjukkan coefficient variation yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dibudidayakan secara diversifikasi dengan wortel. (Rosalina 2013).
Analisis risiko dapat diidentifikasi melalui fluktuasi dan variasi produktivitas.
produktivitas suatu komoditas dapat dipengaruhi dari penggunaan input produksi.
Penggunaan faktor produksi input selanjutnya dapat dianalisis pengaruhnya
terhadap risiko produksi. Pada penelitian sebelumnya (Lesmana 2013) (Assafa
2014) (Mastra 2015) analisis faktor produksi yang mempengaruhi risiko dilakukan
dengan melakukan regresi linear terhadap produktivitas dan varians produktivitas,
sehingga didapatkan mana saja faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko dan
mengurangi risiko.
8
Analisis Risiko Produksi Sayuran dengan Model Just and Pope
Analisis model just and pope dilakukan dengan hasil sumber-sumber risiko
mana yang berpengaruh terhadap risiko produksi dan sumber-sumber atau faktor
produksi mana yang termasuk kedalam risk inducing factor dan risk reducing
factor. Faktor Penggunaan benih, pupuk kandang, pestisida cair, Penggunaan
kapur, pupuk urea, pestisida padat, pupuk daun, dan tenaga kerja merupakan faktor-
faktor yang mempengaruhi produksi (Pratiwi 2011). Faktor produksi yang
mempengaruhi risiko produksi tomat adalah pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk
unsur P, pupuk unsur K, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, dan pengaruh
musim (Lesmana 2013). Penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
faktor-faktor input produksi mempengaruhi risiko produksi suatu komoditas dan
atau faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas akan mempengaruhi juga
risikonya. Seperti dalam risiko produksi asparagus, faktor yang mempengaruhi
risiko adalah penggunaan bibit, pupuk kandnag, pupuk urea, pupuk NPK, obat-
obatan, tenaga kerja, dan atap plastik (Mastra 2015).
Dari ketiga peneletian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor-faktor
produksi yang menjadi risk inducing factor adalah faktor produksi yang dapat
meningkatkan variasi produktivitas. Faktor produksi penggunaan bibit, pupuk
kandang, obat-obatan, atap plastik menjadi risk inducing factor dalam budidaya
asparagus, dan risk reducing factornya adalah Pupuk urea, pupuk NPK, dan Tenaga
Kerja (Mastra 2015). Faktor Penggunaan benih, pupuk kandang, dan pestisida cair
merupakan risk inducing factor dalam budidaya caisin, sedangkan risk reducing
factor adalah Penggunaan kapur, pupuk urea, pestisida padat, pupuk daun, dan
tenaga kerja (Pratiwi 2011). Dalam budidaya tomat yang menjadi risk inducing
factor adalah pupuk kandang dan pupuk unsur K dan risk reducing factornya adalah
pupuk unsur N, pupuk unsur P, insektisida cair, pupuk daun, fungisida, dan musim
kemarau (Lesmana 2013). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam
risiko produksi yang menjadi risk inducing factor adalah penggunaan bibit/benih,
pupuk kandang, dan pestisida atau obat-obatan. Sedangkan yang menjadi risk
reducing factor adalah yang dapat meningkatkan variasi produktivitas yaitu pupuk
urea, pupuk unsur N, dan tenaga kerja.
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Faktor-Faktor Produksi
Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahtani berkaitan erat dengan
perencanaan penggunaan sumberdaya dan kendala perencanaan dalam usahatani.
Faktor-faktor produksi dalam usahatani dikelompokkan menjadi lahan dan rotasi,
irigasi kerja, ternak kerja dan mesin-mesin, makanan ternak, modal dan kredit,
kebutuhan makanan dan keluarga, kendala institusi, sosial, kebudayaan dan
individu (Soekartawi 1985). Pada awalnya terdapat tiga aspek penting dalam
usahatani yaitu alam, modal, dan tenaga kerja, namun seiring perkembangan maka
9
diperlukan juga aspek manajemen. Hal ini dikarenakan diperlukanannya
pengelolaan sumberdaya dnegan baik.
A. Faktor Produksi Alam atau Tanah
Kegiatan pertanian biasanya didasarkan atau dikembangkan pada luasan
lahan pertanian tertentu. Pentingnya faktor produksi alam tau tanah ini tidak
hanya dilihat dari segi luas laha, tetapi juga dalam segi lain seperti aspek
kesuburan tanah, macam penggunaan lahan, dan topografi. Persediaan
sumberdaya alam seperti lahan dapat ditentikan dengan mengukur kuas
usahatani, namun harus memperhatikan juga bagian-bagian yang tidak dapat
digunakan untuk pertanian misalnya sperti bangunan, jalan, dan saluran.
Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha, yang akan
mempengaruhi efesiensi. Seringkali yang terjadi dilapangan adalah, semakin
luas lahan yang dipakai sebagai usaha pertanian akan semakin tidak efisien
lahan tersebut. Hal ini disebabkan karena lemahnya pengawasan terhadap
faktor produksi bibit, pupu, obat, dan tenaga kerja, selain itu keterbatasan
jumlah tenaga kerja dan modal pada pengguaan lahan yang luas menjadi faktor
tidak efisien. Sebaliknya, pada penggunaan lahan yang sempit, upaya
penggunaan faktor produksi semakin baik, penggunaan tenaga kerja tercukupi,
dan ketersediaan modal tidak terlalu besar sehingga usaha pertanian seperti ini
seringkali lebih efeisien.
Pembagian penggunaan lahan menurut topografinya sangat penting karena
mencirikan karakteristik usahatani di wilayah tersebut. Maka perencanaan
usahatani perlu memperhatikan topografi lahan pertanian. Kesuburan lahan
pertnaian akan menentukan produktivitas tanaman. Tanah yang subur akan
menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingakn dengan lahan yang
kesuburannya lebih rendah. Kesuburan tanah akan berkaitan langsung dengan
jenis tanah, sehingga perlu diperhatikan jenis tanah pada lahan pertanian yang
digunakan agar tanaman yang dibudidayakan cocok dengan kondisi tanah
tersebut.
B. Faktor Produksi Modal
Petani di Negara berkembang umumnya memiliki ketersediaan modal
yang terbatas. Adanya kendala tersebut menyebabkan diperlukannya kredit
usahatani agar petani-petani tersebut mampu mengelola usahataninya dengan
baik. Pembentukan modal mempunyai tujuan yaitu untuk menunjang
pembentukan modal lebij lanjut, dan meningkatkan produksi dan pendapatan
usahatani. Secara makro pembentukan modal dapat dilakukan dengan cara
memperbesar simpanan, pajak, dan pembentukan modal oleh pemerintah. Bagi
petani di pedesaan pembentukan modal sering dilakukan dengan cara
menabung.
Modal adalah barang ekonomi yang dapat digunakan untuk menghasilkan
barang atau jasa. Modal dalam usahatani beragam, yaitu terdiri dari lahan,
bangunan, peralatan, mesin, tanaman, ternak, ikan, bahan (sarana produksi),
stok produksi, uang tunai, dan piutang. Macam-macam modal tersebut dilihat
sebagai kekayaan yang ada di usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu sebagai fixed assets (asset tetap) dan working assets (Aset kerja). Aset
tetap terdiri dari lahan, bangunan, mesin, peralatan, tanaman tahunan, ternak
kerja. Aset kerja terdiri dari stok produksi, tanaman semusim, ternak ungags,
perlengkapan, dan bahan seperti sarana produksi bibit, pupuk, obat-obatan.
10
C. Faktor Produksi Tenaga Kerja
Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya berapa tenaga kerja yang
dibutuhkan dan akan menentukan macam tenaga kerja yang diperlukan.
Biasanya usahatani skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga, dan usahatani dengan skala yang besar lebih banyak menggunakan
tenaga kerja luar keluarga dan seringkali menggunakan tenaga ahli. Dalam
analisa ketenagakerjaan diperlukan pembedaan tenaga kerja pria, wanita, anak-
anak, dan ternak. Pembedaan ini dilakukan karena setiap jenis tahapan
pekerjaan dalam suatu usaha pertanian adalah berbeda dan juga faktor
kebiasaan akan menentukan. Misalnya pekerjaan pengolahan tanah merupakan
pekerjaan keras yang kebanyakan dilakukan oleh pria atau ternak. Sedangkan
pekerjaan menanam atau membersihkan rumput (gulma) banyak dilakukan
oleh wanita.
D. Faktor Produksi Manajemen
Aspek manajemen menjadi faktor yang penting dalam melakukan kegiatan
usahtani yang efisien. Aspek sumberdaya lain seperti lahan atau alam, modal,
dan tenaga kerja yang telah memadai, jika tidak dikelola dengan baik maka
produksi tinggi yang diharapkan tidak dapat tercapai. Faktor produksi
manajemen akan berkaitan dengan fungsi-fungsi manajemen, yaitu Planning,
Organizing, Actuating, dan Controlling. Manajemen berarti kegiatan
pengalokasian sumberdaya untuk mencapai tujuan yang diharapkan dalam
kondisi yang berisiko dan tidak pasti. Dengan demikian, diperlukan
kemampuan manajerial yang baik agar keputusan-keputusan manajemen yang
dibuat dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Teori Produksi
Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas
output yang dihasilkan disebut sebagai fungsi produksi. Pengertian fungsi produksi
menurut Pappas dan Hirschey adalah pernyataan destriptif yang mengaitkan
masukan dengan keluaran, yang memperlihatkan keluaran maksimum yang dapat
diproduksi dengan sejumlah masukan tertentu. Sifat-sifat dasar fungsi produksi
dapat diilustrasikan dengan meneliti sistem dua-masukan satu-keluaran yang
sederhana. X dan Y sebagai input, dan Q sebagai output. Fungsi tersebut pat ditulis
sebagai hubungan umum seperti dibawah ini yang merepresentasikan bahwa jumlah
maksimun Q yang dapat diproduksi dengan kombinasi input X dan Y tertentu.
𝑄 = 𝑓(𝑋, 𝑌)
Dalam teori produksi ada hukum yang menyatakan bahwa sementara jumlah satu
masukan variabel meningkat, dengan jumlah semua faktor lainnya dipertahankan
konstan, kenaikan yang dihasilkan dalam keluaran pada akhirnya akan menurun.
Hukum terebut dinamakan hukum tingkat pengembalian terhadap faktor yang
menurun. Penggunaan fungsi produksi ini akan membantu para pengambil
keputusan produksi, untuk mengetahui bagaimana mengolah faktor-faktor produksi
secara optimal, sehingga menghasilkan produksi yang juga optimal. Hubungan
masukan dan produksi pertanian mengikuti kaidah kenaikan hasil yang semakin
menurun (law of diminishing return). Tiap tambahan unit masukan akan
mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi yang semakin kecil dibanding unit
11
tambahan masukan tersebut. Kemudian suatu ketika sejumlah unit tambahan
masukan akan menghasilkan produksi yang terus berkurang.
Sumber: Pappas dan Hirschey 1995
Dari gambar kurva produksi diatas dapat digambarkan Marginal Product yang
menjelaskan tambahan produksi per satuan tambahan input. Average Product (AP)
menjelaskan produksi per satuan input. Kurva produksi diatas terbagi kedalam tiga
daerah, yaitu daerah I, II, dan III. Daerah I menunjukkan bahwa pelaku produksi
harus menambah input yang digunakan karena belum mencapai kemampuan
maksimalnya dalam berproduksi. Daerah rasional untuk berproduksi adalah daerah
II. Daerah I dan III merupakan daerah tidak rasional untuk berproduksi.
Gambar 2 Kurva Produk Total, Marginal, dan Rata-rata
12
Teori Risiko
Secara umum risiko dapat diartikan sebagai seluruh hal yang dapat
mengakibatkan kerugian. Menurut Frank Knight dalam Robison dan Barry (1987),
risiko adalah peluang dari suatu kejadian yang dapat diperhitungkan dan akan
memberikan dampak negatif yang dapat menimbulkan kerugian, sedangkan
ketidakpastian adalah peluang dari suatu kejadian yang tidak dapat diperhitungkan
oleh pebisnis selaku pembuat keputusan. Risiko dan ketidakpastian secara teoritis
merupakan hal yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada gambar
dibawah ini.
Sumber: Dibertin (1986)
Dari gambar 4 diatas dapat dilihat bahwa kejadian berisiko menunjukkan
peluang terhadap kejadian yang diketaui dan dapat diperkirakan oleh pebisnis.
Sedangkan untuk kejadian ketidakpastian adalah kondisi yang tidak diketahui atau
tidak dapat diperkirakan oleh pelaku bisnis. Risiko dibatasi dengan kemungkinan-
kemungkinan yang digabungkan dengan kejadian dari satu peristiwa yang
mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan. Ketidakpastian tidak
berkaitan secara langsung dengan peluang atau probabilitas. Dikatakan suatu
peristiwa sebagai ketidakpastian, jika pelaku bisnis tidak memiliki data untuk
menyusun probabilitas atau kemungkinan kejadian untuk mengukur timbulnya
peristiwa tersebut. Pelaku usaha seringkali dihadapkan pada risiko dan
ketidakpastian dalam melakukan keputusan pengalokasian sumberdaya yang
dimilikinya untuk menghasilkan output yang diharapkan.
Kegiatan bisnis yang mengidikasikan adanya risiko dapat dilihat dari indikator
risiko. Indikator-indikator tersebut diantaranya adalah terdapat variasi, fluktuasi,
gap atau kesenjangan, dan volatilitas pada hasil yang diharapkan oleh pebisnis.
Contoh indikasi adanya risiko dalam bisnis adalah terjadinya fluktuasi hasil
produksi atau produktivitas dalam kurun waktu tertentu dengan penggunaan input
yang tetap atau sama. Contoh lainnya adalah terdapat kesenjangan antara standard
produktivitas dengan produktivitas sebenarnya.
Risiko dalam kegiatan pertanian tergolong unik karena dalam aktivitasnya
bergantung pada faktor internal dan eksternal. Harwood et all (1999) menyatakan
bahwa terdapat beberapa sumber risiko pada kegiatan produksi pertanian antara lain
risiko produksi, risiko pasar atau harga, risiko kebijakan, dan risiko finansial.
1. Risiko Produksi
Risiko dalam bidang pertanian yang menimbulkan kerugian dengan
menurunkan hasil yang dipengaruhi faktor yang sulit dikendalikan seperti
cuaca, hama, penyakit.
Kejadian Berisiko Kejadian Tidak Pasti
Probabilitas dan hasil
akhir diketahui
Probabilitas dan hasil
akhir tidak diketahui
Gambar 3 Rangkaian Kejadian Berisiko dengan Kejadian Ketidakpastian
13
2. Risiko Harga/Pasar
Merupakan risiko yang berhubungan dengan harga input atau output, dan
terjadi karena adanya struktur pasar.
3. Risiko Kebijakan/Kelembagaan
Risiko ini disebabkan adanya perubahan kebijakan, regulasi atau aturan
peraturan yang berkaitan dengan harga input atau output, penggunaan input
seperti lahan, regulasi pajak, dan juga berkaitan dengan kredit.
4. Risiko Finansial/Keuangan
Risiko ini berkaitan dengan kondisi keuangan dan ekonomi. Petani sebagai
pelaku bisnis juga mungkin menghadapi besar tingkat suku bunga kredit,
ataupun kesulitan dalam menghadapi pembayaran pinjaman.
Dalam menentukan risiko produksi dapat digunakan dengan berbagai
pendekatan salah satunya dengan pendekatan fungsi produksi Just dan Pope
(Robison dan Barry 1987). Dengan metode fungsi produksi Just dan Pope ini dapat
diketahui pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap risiko produksi yang
ditunjukkan dengan adanya variasi produktivitas output. Model Just dan Pope
(1979) fungsi produksi terdiri dari fungsi produksi rata-rata (mean production
function) dan fungsi variance produksi (variance production function). Dalam
model ini, fungsi produksi rata-rata maupun variance produksi dipengaruhi oleh
variabel input diantaranya seperti lahan, benih, pupuk, tenaga kerja dan pestisida.
Dalam model risiko, beberapa input dapat menjadi faktor yang menimbulkan
risiko produksi (risk inducing factors) dan faktor pengurang risiko produksi (risk
reducing factors). Menurut Robison dan Barry (1987) beberapa contoh yang
termasuk dalam faktor produksi pengurang risiko adalah sistem irigasi, pestisida,
biaya yang dikeluarkan untuk jasa informasi pasar, penggunaan konsultan
profesional dan pemakaian peralatan atau mesin baru. Misalnya penggunaan
pestisida dilakukan pada saat ada serangan hama dan penyakit pada tanaman, maka
penggunaan pestisida tidak dilakukan. Sedangkan penggunaan benih dan pupuk
menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors). Dalam
kegiatan produksi, pupuk sangat diperlukan sehingga jika penggunaan pupuk
terlalu rendah atau terlalu tinggi akan menyebabkan produksi yang tidak stabil.
Fungsi produksi rata-rata ditunjukkan oleh f(x) dan fungsi variance
ditunjukkan oleh h(x) ε. Secara matematis, persamaan model risiko produksi fungsi
produksi just and pope dapat ditulis sebagai berikut (Robison dan Barry, 1987) :
Y = f( x, β) + h( x, θ) ε
Dimana :
Y = Produktivitas
f = Fungsi produksi rata-rata.
h = Fungsi produksi variance.
x = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (input)
β,θ = Besaran yang akan diduga
ε = error
14
Kerangka Pemikiran Operasional
Bawang daun merupakan sayuran yang wilayah luas panennya terbesar di
Kabupaten Cianjur diantara kelompok sayuran daun yang lain. Salah satu lokasi
sentra produksi bawang daun di Kabupaten Cianjur adalah di Desa Ciputri di
wilayah Kampung Sarongge. Dalam membudidayakan bawang daun, petani-petani
menghadapi kemungkinan peluang menurunnya hasil produksi atau disebut juga
risiko produksi bawang daun.
Indikasi adanya risiko produksi tersebut ditunjukkan dengan adanya fluktuasi
hasil produtivitas bawang daun. Untuk melihat perbandingannya dengan satuan
input tetap yang sama maka digunakan produktivitas. Fluktuasi produktivitas
bawang daun yang diindikasikan adanya risiko dapat terjadi salah satunya karena
penggunaan faktor-faktor produksi input. Faktor produksi input yang umunya
digunakan dalam budidaya bawang daun adalah bibit, pupuk kandang, pupuk kimia,
insektisida, fungisida cair, fungisida padat, dan tenaga kerja.
Berdasarkan faktor-faktor produksi yang ada, maka dapat dilakukan analisis
risiko produksi dengan model just and pope. Model Just and Pope cocok digunakan
untuk menganalisis faktor-faktor produksi apa saja yang berpengaruh pada
produktivitas yang kemudian bepengaruh juga kepada variance (risiko) dalam
produksi bawang daun. Setelah mengetahui faktor-faktor produksi mana yang
mempengaruhi risiko, maka dapat dikelompokkan mana faktor produksi yang
termasuk dalam risk inducing factor (faktor produksi yang menimbulkan risiko)
dan risk reducing factor (faktor produksi yang menurunkan risiko). Secara ringkas
disajikan dalam gambar di Lampiran 1.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Ciputri Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur,
Jawa Barat. Pemilihan lokasi didasarkan pada pertimbangan bahwa Kecamatan
Pacet adalah kecamatan sentra produksi sayuran di Kabupaten Cianjur. Desa
Ciputri dipilih sebagai lokasi penelitian karena banyak petani yang
membudidayakan bawang daun di desa ini. Desa Ciputri terbagi menjadi empat
dusun atau kampung, yaitu Kampung Tunggilis, Sarongge, Cijedil, dan Ciherang.
Lokasi yang dipilih untuk penelitian risiko produksi bawang daun adalah Kampung
Sarongge. Kampung Sarongge dipilih karena di kampung ini banyak petani
membudidayakan bawang daun dengan sistem monokultur dibandingkan dengan
Kampung Tunggilis yang didominasi oleh petani seledri, serta Kampung Cijedil
dan Ciherang dengan komoditas unggulan selada.
15
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data kuantitatif dan
kualitatif. Sedangkan berdasarkan sumber datanya, data yang digunakan yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh langsung
dari petani responden atau tempat penelitian, yaitu melalui hasil wawancara
langsung pada responden petani-petani bawang daun meliputi luas lahan, teknis
produksi, jumlah penggunaan input, dan jumlah hasil panen. Data sekunder adalah
data yang diterbitkan yang dapat digunakan peneliti untuk melengkapi penelitian.
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah keadaan geografi,
topografi dan komoditas yang ditanam di wilayah lokasi penelitian yang diambil
dari Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPBTPH)
Kecamatan Pacet dan lemaga-lembaga terkait salah satunya Kantor Desa Ciputri.
Selain itu juga digunakan data-data maupun pustaka yang diperoleh dari buku,
jurnal, maupun penelitian-penelitian sebelumnya.
Metode Pengambilan Sample
Sampel yang dipilih adalah petani-petani yang membudidayakan bawang daun
di Desa Ciputri, Kabupaten Cianjur. Metode penarikan sampel dalam penelitian ini
adalah dengan menggunakan non-probability sampling, karena terbatasnya
informasi/data populasi petani bawang daun. Penarikan sampel dilakukan secara
purposive. Penarikan sampel secara purposive merupakan cara penarikan sampel
yang dilakukan memilih responden berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu.
Metode purposive ini dilakukan dengan pertimbangan beberapa kriteria.
Kriteria-kriteria yang ditetapkan oleh peneliti adalah petani-petani yang
membudidayakan bawang daun di Kampung Sarongge, Desa Ciputri dengan sistem
monokultur dan yang melakukan proses panen pada Bulan Maret sampai dengan
Mei 2016. Jumlah populasi petani bawang daun di Desa Ciputri tidak diketahui
sehingga jumlah sampel yang diambil ditentukan sebanyak 32 orang untuk
memenuhi aturan umum secara statistik yaitu lebih dari atau sama dengan 30.
Aturan statistik sebanyak lebih dari sama dengan 30 responden karena sudah
terdistribusi normal dan dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti.
Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara melihat dan mengamati objek secara
langsung terhadap hal-hal yang berhubungan dengan penelitian yaitu melalui
wawancara dan diskusi dengan pihak-pihak terkait seperti BPBTPH dan kantor
Desa Ciputri serta penyuluh-penyuluh pertanian di lokasi setempat. Wawancara dan
diskusi tersebut dilakukan untuk memperoleh keterangan terkait faktor-faktor
produksi yang menjadi sumber-sumber risiko produksi bawang daun sampai
dengan proses panen dan pemasarannya. Pengamatan dilakukan pada kegiatan
usahatani, mulai dari penanaman, pemupukan, pengendalian hama penyakit, dan
strategi penanganan risiko dalam masa pemeliharaan hingga waktu panen.
16
Metode Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dan diperoleh dari kegiatan penelitian kemudian
diolah dengan analisis secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan
dengan pendekatan deskriptif, yaitu mendeskripsikan mengenai gambaran umum
objek yang diteliti. Analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis faktor-faktor
produksi yang mempengaruhi produktivitas dan varians (risiko) produksi bawang
daun. Pengolahan data dilakukan secara kuantitatif.
Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan penjelasan dengan
menggunakan metode wawancara dan diskusi. Dalam penelitian analisis risiko
produksi bawang daun ini akan dijelaskan mengenai karakteristik petani responden
seperti umur petani, pendidikan petani, pengalaman bertani, alasan melakukan
budidaya bawang daun, dan luas lahan yang dikuasai petani. Selain itu, analisis
deskriptif juga digunakan untuk menjelaskan keragaan usahatani petani responden,
yaitu meliputi teknis dan proses budidaya bawang daun, penggunaan input-input,
harga jual produk, dan jumlah produksi.
Analisis Risiko Produksi Model Just and Pope
Risiko produksi dapat diidentifikasi menggunakan nilai variance produktivitas,
yaitu dengan menggunakan model Just and Pope. Dalam model Just and Pope,
risiko produksi diperoleh dengan melakukan pendugaan terhadap fungsi produksi
rata-rata dan fungsi variance produktivitas. Format fungsional yang paling umum
digunakan dalam kerangka model risiko produksi Just and Pope adalah fungsi
Cobb-Douglas. Fungsi produktivitas rata-rata dan variance produktivitas bawang
daun dapat dirumuskan sebagai berikut:
A. Fungsi Produktivitas rata-rata:
𝐿𝑛𝑌𝑖 = 𝛽0 + 𝛽1𝐿𝑛𝑋1𝑖 + 𝛽2𝐿𝑛𝑋2𝑖 + 𝛽3𝐿𝑛𝑋3𝑖 + 𝛽4𝐿𝑛𝑋4𝑖 + 𝛽5𝐿𝑛𝛽5𝑖 + 𝛽6𝐿𝑛𝛽6𝑖
+ 𝛽7𝐿𝑛𝛽7𝑖 + 𝜀
Dimana:
Y = Produktivitas bawang daun (kg/m2)
X1 = Jumlah penggunaan bibit bawang daun dalam satu musim tanam (kg/m2)
X2 = Jumlah penggunaan pupuk kandang dalam satu musim tanam (kg/m2)
X3 = Jumlah penggunaan pupuk kimia dalam satu musim tanam (kg/m2)
X4 = Jumlah penggunaan Insektisida dalam satu musim tanam (ml/m2)
X5 = Jumlah penggunaan Fungisisda Cair dalam satu musim tanam (ml/m2)
X6 = Jumlah penggunaan pestisida padat dalam satu musim tanam (kg/m2)
X7 = Jumlah penggunaan tenaga kerja dalam satu musim tanam (HOK)
𝛽 = Koefisien dugaan parameter input produksi bawang daun X1, X2, X3,... , X7
𝜀 = Error
Interprestasi untuk koefisien diatas tidak menggunakan satuan yang telah
dicantumkan. Logaritma natural yang digunakan dalam persamaan tersebut
membuat interpretasi koefisien-koefisien diatas dengan satuan persentase.
Interpretasi koefisien-koefisien tersebut adalah:
17
a. Bibit (X1)
β1 > 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi
maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.
b. Pupuk Kandang (X2)
β2 > 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses
produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.
c. Pupuk Kimia (X3)
β3 > 0, artinya semakin banyak pupuk organik cair yang digunakan dalam
proses produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.
d. Insektisida (X4)
β4 > 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses
produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.
e. Fungisida Cair (X5)
β5 > 0, artinya semakin banyak Fungisida Cair yang digunakan dalam proses
produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.
f. Fungisida Padat (X6)
β6 > 0, artinya semakin banyak Fungisida Padat yang digunakan dalam proses
produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.
g. Tenaga Kerja (X7)
Β7 > 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses
produksi maka produktivitas bawang daun semakin meningkat.
Interpretasi sebagai hipotesis diatas dengan pertimbangan bahwa petani
bertindak rasional dalam melakukan proses produksi sehingga setiap faktor
produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi bawang daun.
B. Fungsi variance produktivitas:
𝐿𝑛𝜎2Y𝑖 = 𝜃0 + 𝜃1𝐿𝑛𝑋1𝑖 + 𝜃2𝐿𝑛𝑋2𝑖 + 𝜃3𝐿𝑛𝑋3𝑖 + 𝜃4𝐿𝑛𝑋4𝑖 + 𝜃5𝐿𝑛𝜃5𝑖
+ 𝜃6𝐿𝑛𝜃6𝑖 + 𝜃7𝐿𝑛𝜃7𝑖 + 𝜀
Dimana:
σ2 Yi = (Yi –Ŷi)2
σ2 Yi = Variance produktivitas bawang daun
Yi = Produktivitas bawang daun aktual (kg/m2)
Ŷ = Produktivitas bawang daun dugaan berdasarkan model (kg/m2)
X1 = Jumlah penggunaan bibit bawang daun dalam satu musim tanam (kg/m2)
X2 = Jumlah penggunaan pupuk kandang dalam satu musim tanam (kg/m2)
X3 = Jumlah penggunaan pupuk kimia dalam satu musim tanam (kg/m2)
X4 = Jumlah penggunaan Insektisida dalam satu musim tanam (ml/m2)
X5 = Jumlah penggunaan Fungisida Cair dalam satu musim tanam (ml/m2)
X6 = Jumlah penggunaan Fungisida Padat dalam satu musim tanam (kg/m2)
X7 = Jumlah penggunaan tenaga kerja dalam satu musim tanam (HOK)
𝜃 = Koefisien dugaan parameter input risiko bawang daun X1, X2, X3,…, X7
𝜀 = Error
18
Dalam interpretasi fungsi variance didasarkan pada pertimbangan bahwa tidak
semua faktor produksi tersebut berpengaruh positif terhadap variance produktivitas
bawang daun. Interpretasi fungsi variance diatas adalah sebagai berikut:
a. Bibit (X1)
θ1 > 0, risk inducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan
penggunaan bibit bawang daun akan meningkatkan varians produktivitas
bawang daun.
b. Pupuk Kandang (X2)
θ2 > 0, risk inducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan
penggunaan pupuk kandang akan meningkatkan varians produktivitas bawang
daun.
c. Pupuk Kimia (X3)
θ3 > 0, risk inducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan
penggunaan pupuk kimia akan meningkatkan varians produktivitas bawang
daun.
d. Insektisida (X4)
θ4 < 0, risk reducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan
penggunaan Insektisida akan menurunkan varians produktivitas bawang daun.
e. Fungisida Cair (X5)
θ5 < 0, risk reducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan
penggunaan Fungisida Cair akan menurunkan varians produktivitas bawang
daun.
f. Fungisida Padat (X6)
θ6 < 0, risk reducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan
penggunaan fungisida padat akan menurunkan varians produktivitas bawang
daun.
g. Tenaga Kerja (X7)
θ7 < 0, risk reducing factor yang menunjukkan bahwa peningkatan
penggunaan tenaga kerja akan menurunkan varians produktivitas bawang daun.
Hipotesis untuk fungsi variance yang telah dijabarkan diatas dengan dasar
pertimbangan bahwa tidak semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap
fungsi variance produktivitas bawang daun. Penggunaan input pupuk dalam
kegiatan produksi sangat diperlukan sehingga jika penggunaan pupuk terlalu rendah
atau terlalu tinggi menyebabkan produksi tidak stabil. Dengan demikian pupuk
dapat menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factor).
Input produksi pestisida dapat menjadi faktor pengurang risiki (risk reducing
factor), artinya penggunaan pestisida dalam usahatani dilakukan jika adanya
serangan hama/penyakit agar produksi akan tetap stabil, jika tidak ada serangan
hama/penyakit maka penggunaan pestisida tidak dilakukan.
Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis digunakan untuk melihat tingkat kesesuaian dan ketepatan
model dalam memprediksi suatu variabel. Pengujian hipotesis dilakukan dengan
19
melihat koefisien determinasi (R-Square (R2)), uji signifikansi model dugaan, dan
uji signifikansi variabel.
a. Koefisien determinasi
R-square menunjukkan sejauh mana kemampuan variabel-variabel bebas
untuk menjelaskan variabel terkait. Semakin besar nilai R-square semakin baik
modelnya, karena variabel-variabel bebas sudah dapat menjelaskan variabel
dependen.
𝑅2 = ∑(𝑌 − 𝑌)2
∑(𝑌𝑖 − 𝑌)2
b. Uji Signifikansi Model Dugaan
Uji signifikansi model dugaan dilakukan untuk melihat signifikansi
variabel independen terhadap variabel dependen. Uji signifikansi ini dapat
dilakukan dengan uji F. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1) Hipotesis
Pengujian hipotesis produktivitas rata-rata :
H0 : β1 = β2 = … = β7 = 0
H1 : Minimal ada satu βi yang ≠ 0
Pengujian hipotesis varians produktivitas:
H0 : θ1 = θ2 = … = θ7 = 0
H1 : ada salah satu θi yang ≠ 0
2) Statistik Uji
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑅2/(𝑘 − 1)
(1 − 𝑅2)/(𝑛 − 𝑘)
Dimana:
R2 = Koefisien determinasi
k = Jumlah variabel independen
n = Jumlah sampel
3) Kriteria Uji
Membandingkan nilai Fhitung dengan nilai sebaran Ftabel, dengan kriteria:
Fhitung> F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka tolak H0
Fhitung < F(k-1, n-k) pada taraf nyata α, maka terima H0
Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai p dengan kriteria:
p-value < α, maka tolak H0
p-value > α, maka terima H0
Apabila Fhitung > Ftabel atau P-value < α maka tolak H0. Artinya, variabel
bebas mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produktivitas.
20
c. Uji Signifikansi Variabel
Uji signifikansi variabel dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel
independen yang dapat mempengaruhi varibel dependen. Uji ini dapat
dilakukan dengan uji T. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
1) Hipotesis
Pengujian hipotesis fungsi produktivitas rata-rata :
H0 : βi = 0, i = 1,2,3,….7
H1 : βi ≠ 0
Pengujian hipotesis varians produktivitas:
H0 : θi = 0, i = 1,2,3,….7
H1 : θi ≠ 0
2) Statistik Uji
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =𝑏𝑖 − 0
𝑆𝑡𝑑. 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖 (𝑏𝑖)
Dimana:
bi = Koefisien determinasi untuk variabel Xi
3) Kriteria Uji
Membandingkan nilai thitung dengan nilai sebaran ttabel, dengan kriteria:
thitung> ttabel pada taraf nyata α, maka tolak H0
thitung< ttabel pada taraf nyata α, maka terima H0
Jika tidak menggunakan tabel, maka dapat dilihat nilai p dengan kriteria:
p-value < α, maka tolak H0
p-value > α, maka terima H0
Jika thitung > ttabel atau P-value < α maka tolak H0. Artinya, variabel
bebas mempunyai pengaruh nyata terhadap variabel tak bebas dalam
model.
Pengujian Penyimpangan Asumsi Klasik
1. Multikolinearitas
Satu dari asumsi model linear klasik adalah tidak adanya multikolinearitas
diantara variabel penjelas. Mulitkolinearitas berhubungan dengan situasi
dimana ada hubungan linear baik yang pasti atau mendekati pasti diantara
variabel penjelas (Gujarati 2003). Salah satu indikator mendeteksi kolinearitas
menurut gujarati adalah ketika R2 sangat tinggi tetapi tidak satupun koefisien
regresi signifikan secara statistik. Cara lain dalam mendeteksi multikolinearitas
adalah dengan melihat nilai Variable Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF
pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih dari 10 maka
dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi multikolinieritas.
Rumus mencari VIF sebagai berikut:
𝑉𝐼𝐹 =1
(1 − 𝑅𝑖2)
21
2. Uji Autokorelasi
Satu dari asusmsi penting dari model regresi linear klasik adalah bahwa
kesalahan atau gangguan ui yang masuk ke dalam fungsi regresif populasi
adalah random atau tak berkorelasi. Jika asumsi ini dilanggar, kita mempunyai
problem serial korelasi atau autokorelasi (Gujarati 2003).
Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi pada model dapat dilakukan
dengan menggunakan pengujian autokorelasi Breusch-Godfrey Serial
Correlation LM test. Uji BG dapat dilakukan dengan bantuan Eviews.
Hipotesis yang dibangun dalam pengujian Autokorelasi adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat Autokorelasi
H1 : Terdapat Autokorelasi
Menerima atau menolak hipotesis awal dilakukan dengan membandingkan
nilai prob. Chi-Square pada Obs*R-square dengan alfa yang dipilih. Jika nilai
prob. lebih besar dari alfa maka menerima hipotesis awal, artinya tidak terdapat
autokorelasi.
3. Uji Heterokedastisitas
Asumsi penting dalam penggunaan OLS adalah varians residual yang
konstan. Varians dari residual tidak berubah dengan berubahnya satu atau lebih
variabel bebas. Jika asumsi ini terpenuhi, maka residual disebut homokedastis,
jika tidak maka disebut heterokedastis (Ariefianto, 2012).
Terdapat banyak test yang dikembangkan untuk menguji keberadaan
heterokedastisitas, salah satunya yang sering digunakan pada softwar statistik
Eviews adalah Breusch-Pagan-Godfrey Test. Breusch-Pagan-Godfrey Test
(1980) mengasumsikan bahwa ketika varians residual adalah tidak konstan
maka ia akan berhubungan dengan satu atau lebih variabel dalam spesifikasi
yang linier. Hipotesis yang dibangun dalam pengujian Heterokedastisitas
adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat Heterokedastisitas (Homokedastis)
H1 : Terdapat Heterokedastisitas
Menerima atau menolak hipotesis awal dilakukan dengan membandingkan
nilai prob. Chi-Square pada Obs*R-square dengan alfa yang dipilih. Jika nilai
prob. lebih besar dari alfa maka menerima hipotesis awal, artinya tidak terdapat
heterokedastisitas, atau dengan kata lain distribusi residual sama
(homokedastis).
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Karakteristik Wilayah
Desa Ciputri, salah satu desa di Kecamatan Pacet memiliki luas lahan 636
hektar. Topografi Desa Ciputri merupakan dataran tinggi dengan ketinggian 1.111
meter dari permukaan laut. Iklim di Desa Ciputri meliputi curah hujan 2516 mm,
22
dengan jumlah bulan hujan sebanyak 12 bulan, kelembapan nol derajat celcius, dan
suhu rata-rata harian mencapai 26 derajat celcius.
Desa Ciputri berjarak 6,20 kilometer dari pusat pemerintahan kecamatan, 14,60
kilometer dari ibu kota kabupaten, 74 kilometer dari ibu kota provinsi, dan 106
kilometer dari ibu kota Negara. Desa ciputri terbagi kedalam empat dusun atau
kampung, yaitu Kampung Tunggilis, Kampung Sarongge, Kampung Cijedil, dan
Kampung Ciherang. Desa Ciputi berbatasan dengan:
Sebelah Utara : Desa Ciherang, Kecamatan Pacet
Sebelah Selatan : Desa Galudra, Kecamatan Cugenang
Sebelah Barat : Gunung Gede
Sebelah Timur : Desa Cibeureum, Kecamatan Cugenang
Gambaran tersebut dapat dilihat pada peta wilayah Desa Ciputri, Kecamatan
Pacet. Pada peta wilayah dapat terlihat pembagian dusun/kampung di Desa Ciputri
yaitu Kampung Sarongge, Kampung Cijedil, Kampung Ciherang, dan Kampung
Tunggilis. Letak dan batas wilayah antar kampung dapat dilihat pada peta wilayah
Desa Ciputri pada lampiran 2.
Luas wilayah Desa Ciputri menurut penggunaannya terbagi menjadi luas
pemukiman seluas 9 590 ha/m2, perkebunan seluas 81 220 ha/m2, perkantoran
dengan luas 0,04 ha/m2, dan luas prasaran umum lainnya 17 140 ha/m2. Persentase
pembagian luas wilayah tersebut dapat digambarkan pada diagram dibawah ini.
Dari diagram diatas dapat dilihat bahwa penggunaan wilayah Desa Ciputri
didominasi dengan wilayah perkebunan yang luasnya mencapai hingga 75 persen
luas Desa Ciputri. Wilayah perkebunan tersebut terdiri dari perkebunan teh,
perkebunan strobwri, dan kebun sayuran yang digunakan untuk kegiatan budidaya
sayuran.
9%
75%
0%
16%
Luas Pemukiman
Luas perkebunan
Perkantoran
Luas prasarana umum
lainnya
Gambar 4 Pembagian Luas Wilayah Desa Ciputri menurut Penggunaannya
23
Keadaan Sosial Ekonomi
Desa Ciputri memiliki penduduk sebanyak 10 340 jiwa yang terbagi kedalam
3 012 Kepala Keluarga. Distribusi penduduk Desa Ciputri menurut kelompok usia
dapat dilihat pada tabel 5. Dari tabel 5 dibawah ini dapat dilihat bahwa persentase
penduduk terbesar jumlahnya adalah kelompok usia 10 sampai dengan 14 tahun.
Kelompok usia lima sampai dengan Sembilan tahun merupak kelompok usia
terbanyak urutan kedua, dengan jumlah 1 131 jiwa. Kelompok usia lainnya
memiliki komposisi yang hampir sama. Data tersebut menunjukkan bahwa tersedia
tenaga kerja dalam bidang pertanian di Desa Ciputri. Tenaga kerjaa di bidang
pertanian, khususnya sayuran beragam jenisnya yaitu tenaga kerja pria, wanita, dan
anak.
Tabel 5 Distribusi Penduduk Desa Ciputri Berdasarkan Kelompok Usia
Kelompok
Usia
Laki-Laki
(Jiwa)
Perempuan
(Jiwa)
Jumlah
(Jiwa) Persentase
0-4 tahun 428 422 850 8,22%
5-9 tahun 569 562 1131 10,94%
10-14 tahun 685 690 1375 13,30%
15-19 tahun 518 401 919 8,89%
20-24 tahun 363 350 713 6,90%
25-29 tahun 332 294 626 6,05%
30-34 tahun 324 313 637 6,16%
35-39 tahun 342 314 656 6,34%
40-44 tahun 304 286 590 5,71%
45-49 tahun 293 238 531 5,14%
50-54 tahun 299 278 577 5,58%
55-59 tahun 269 243 512 4,95%
60-64 tahun 247 141 388 3,75%
65-69 tahun 204 165 369 3,57%
70-74 tahun 172 172 344 3,33%
>=75 tahun 60 62 122 1,18%
Sumber: Desa Ciputri 2015
Jumlah penduduk Desa Ciputri diatas menggambarkan bahwa tersedianya
penduduk dari Desa Ciputri yang dapat bekerja dalam bidang Pertanian. Selain itu
jumlah penduduk di usia produktif yaitu 20 tahun sampai dengan 50 tahun masih
tersedia cukup banyak. Dengan demikian jumlah angkatan kerja masih tersedia
untuk kegiatan usahtani sayuran maupun pekerjaan produktif lainnya. Tigkat
pendidikan penduduk Desa Ciputri masih tergolong belum cukup baik dibandingan
dengan program pemerintah yang mewajibkan belajar Sembilan tahun. Sebesar
60,60 persen penduduk Desa Ciputri masih lulusan Sekolah Dasar atau sederajat.
Penduduk di Desa Ciputri mayoritas bekerja sebagai petani dan buruh tani.
Dibawah ini tabel distribusi penduduk Desa Ciputri berdasarkan mata pencaharian
pokok.
24
Tabel 6 Pekerjaan Penduduk Desa Ciputri
Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase
Petani 1188 54,70%
Buruh tani 650 29,93%
Pegawai Negeri Sipil 29 1,34%
Pengrajin industri rumah tangga 2 0,09%
Pedagang keliling 17 0,78%
Montir 2 0,09%
TNI 1 0,05%
Pensiunan PNS/TNI/POLRI 42 1,93%
Dukun Kampung Terlatih 5 0,23%
Karyawan perusahaan swasta 236 10,87%
Sumber: Desa Ciputri 2015
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa petani merupakan pekerjaan yang
banyak dilakukan oleh penduduk Desa Ciputri. Persentase petani lebih dari
setengahnya, yaitu sebesar 54,70 persen. Diurutan kedua adalah pekerjaan sebagai
buruh tani dengan jumlah persentase 29,93 persen. Sebanyak 10,87 persen
penduduk Desa Ciputri bekerja sebagai Karyawan Swasta yang mayoritas bekerja
di perusahaan swasta Perkebunan buah stoberi yang ada di Kampung Sarongge,
Desa Ciputri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan atau pekerjaan
yang banyak dilakukan oleh penduduk Desa Ciputri adalah di bidang pertanian.
Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan penduduk Desa Ciputri sudah
cukup baik. Terdapat jalan sebagai prasarana transportasi darat yang telah diaspal,
sehingga memudahkan dalam transportasi bagi penduduk Desa Ciputri. Selain itu
telah tersedia juga akses untuk sarana transportasi seperti ojek, angkutan kota, dan
angutan anatar desa. Prasarana lainnya yang telah tersedia di Desa Ciputri adalah
informasi dan komunikasi. Di Desa Ciputri terdapat stasiun radio, dan sinyal
telepon seluler dengan keadaan yang baik. Sumber air di Desa Ciputri terdapat
sebanyak 26 unit yang dimanfaatkan oleh 960 kepala keluarga. Selain sumber mata
air, terdapat juga sumur galian dan sumur pompa yang juga dapat dimanfaatkan
oleh penduduk Desa Ciputri sebagai sumber air untuk kegiatan mereka sehari-hari.
Sarana pendidikan masih belum memadai karena di Desa Ciputri hanya
terdapat sekolah di tingkat Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, dan Sekolah
Menengah Pertama saja. Jumlah masing-masing lembaga pendidikan tersebut
adalah dua TK, empat SD, dan satu SMP. Selain itu terdapat juga sarana prasarana
penunjang kesehatan penduduk Desa Ciputri. Di Desa Ciputri telah tersedia satu
Puskesmas Pembantu, satu poliklinik, sembilan posyandu, dan satu unit rumah
bersalin. Sarana Prasarana pemerintahan di Desa Ciputri telah cukup memadai.
Terdapat Kantor Kepala Desa yang dilengkapi dengan balai desa, balai pertemuan,
dan pengurusan administrasi. Sarana penunjang seperti alat komunikasi dan
25
administrasi juga cukup memadai untuk melayani kebutuhan penduduk Desa
Ciputri.
Karakteristik Petani Responden
Petani responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah petani bawang daun
yang berada di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet Cinajur. Karakteristik petani
responden yang ditunjukkan pada penelitian ini ialah umur petani responden,
tingkat pendidikan, status usahatani, pengalaman bertani, pengalaman bertani
bawang daun, status kepemilikan lahan, luas lahan, lokasi lahan, pola tanam, dan
sistem pemasaran.
Umur Petani Responden
Petani responden dalam penelitian ini memiliki umur yang beragam, yaitu
anatar umur 20 hingga 60 tahun. Persentase umur petani responden terbanyak
adalah pada rentang usian 30 sampai dengan 39 tahun. Tabel dibawah ini
menunjukkan jumlah dan persentase petani responden berdasarkan usia.
Tabel 7 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Umur
Kelompok Umur Jumlah Persentase
20-29 tahun 7 orang 21,88%
30-39 tahun 12 orang 37,50%
40-49 tahun 6 orang 18,75%
50-59 tahun 6 orang 18,75%
>=60 tahun 1 orang 3,13%
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa persentase paling banyak adalah petani
dengan umur 30 hingga 39 tahun, dan persentase terkecil pada petani umur lebih
dari 60 tahun. Penduduk Desa Ciputri yang masih berumur dibawah 25 tahun masih
lebih memilih pekerjaan seperti karyawan. Hal ini didukung juga dengan adanya
perusahaan swasta perkebunan stroberi yang berada di Desa Ciputri, dan mayoritas
karyawannya adalah penduduk usia produktif Desa Ciputri.
Pendidikan Petani Responden
Tingkat pendidikan petani responden dalam penelitian ini masih tergolong
rendah, karena pada umumnya pendidikan terakhir petani adalah sampai di bangku
Sekolah Dasar (SD). Dibawah ini digambarkan diagram pendidikan petani
responden.
26
Dari gambar diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan petani responden
masih rendah. Ditunjukkan dengan persentase pendidikan terakhir adalah SD. Hal
ini belum sesuai dengan program pemerintah yang mewajibkan belajar Sembilan
tahun atau sampai tingat SMP. Dengan demikian peranan penyuluh pertanian
diperlukan untuk membantu petani dalam kegiatan budidaya, terutama dalam
penerapan teknologi pertanian baru dan informasi pemasaran produk pertanian.
Pengalaman Bertani
Meskipun pendidikan petani responden yang rendah, namun pengalaman
bertani petani responden cukup baik. Hal ini terlihat dengan pengalaman bertani
yang telah cukup lama. Lama pengalaman bertani yang dibahas disini merupakan
waktu dimana petani mengelola lahan atau kebunnya sendiri. Namun pada keadaan
di lapangan, semua petani umumnya telah mengikuti kegiatan bertani sejak masih
kecil untuk membantu orang tua di kebun milik keluraga. Secara lebih rinci dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 8 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Bertani
Lama Jumlah Persentase
1 - 10 tahun 10 orang 31,25%
11 - 20 tahun 12 orang 37,50%
21 - 30 tahun 6 orang 18,75%
31 - 45 tahun 4 orang 12,50%
Tabel diatas menujukkan bahwa pengalaman bertani terbanyak adalah pada 11
sampai dengan 20 tahun. Pengalaman bertani tersingkat adalah pada pengalaman
bertani selama 31 sampai dengan 45 tahun. Pengalaman bertani sangat diperlukan
dalam kegiatan budidaya. Selain keahlian dalam kegiatan budidaya, namum
pengalaman bertani juga akan mempengaruhi petani dalam pengelolaan faktor-
faktor produksi dan pengelolaan terhadap risiko produksi.
15.63%
62.50%
3.13%
15.63%
3.13%
Tidak Tamat SD
Tamat SD
Tidak Tamat SMP
Tamat SMP
Tamat SMA
Gambar 5 Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Pendidikan
27
Alasan Budidaya Bawang Daun
Budidaya bawang daun telah dilakukan sejak lama oleh petani responden di
Desa Ciputri. Ada berbagai macam alasan dari petani responden dalam budidaya
bawang daun. Beberapa alasan yang dikemukakan petani responden pada saat
melakukan wawancara pertanian adalah karena kecocokan tempat, kemudahan
dalam budidaya, harga jual bawang daun yang tinggi, dan sebagai penyubur tanah
kebunnya. Tabel dibawah ini persentase secara rinci alasan petani responden
memilih menanam bawang daun.
Tabel 9 Alasan Petani Responden Dalam Usahatani Bawang Daun
Alasan Jumlah Persentase
Kecocokan Tempat 14 orang 46,88%
Kemudahan Bertani 15 orang 43,75%
Harga Jual Tinggi 2 orang 6,25%
Penyubur Tanah 1 orang 3,13%
Tabel diatas dapat menunjukkan sebanyak 46,88 persen petani responden
memilih bawang daun karena kecocokan tempat. Hal ini dapat dibuktikan karena
bawang daun cocok untuk ditanam di dataran tiggi 250 sampai dengan 1500 mdpl
dengan suhu 18 sampai dengan 26 derajat celcius. Desa Ciputri berada pada
ketinggian 1 111 meter diatas permukaan laut dan dengan suhu harian 26 derajat
celcius.
Alamat dan Lokasi Kebun
Bawang daun yang dibudidayakan secara monokultur banyak dilakukan di
Kamoung Sarongge yang berada di kaki Gunung Pangrango yitu yang termasuk
kedalam kawasan Sarongge Girang. Sebanyak 78,13 persen petani responden
memiliki kebun untuk budidaya bawang daun di wilayah sarongge girang yaitu di
kaki Gunng Pangrango. Sisanya sebanyak 21,88 persen melakukan budidaya
bawang daun secara monokultur belokasi di Sarongge Kidul.
Petani-petani yang melakukan budidaya bawang daun di Saronngge tidak
semua berdomisili di Kampung Sarongge. Petani yang beralamat di kampung lain
seperti Kampung Cijedil dan Bebesaran juga memiliki kebun untuk usahatani
bawang daun secara monokultur di wilayah Sarongge Girang. Lokasi tempat tinggal
petani terdiri dari lima lokasi, yaitu Sarongge Pabrik, Sarongge Girang, Sarongge
kidul, Bebesaran, dan Kampung Cijedil.
Dari gambar 7 dibawah ini dapat terlihat ada beberapa lokasi alamat petani
responden yang melakukan kegiatan budidaya bawang daun secara monokultur di
Kampung Sarongge. Sebanyak 38 persen petani responden berdomisili di Sarongge
Girang. Petani responden yang berdomisili di Kampung lain yaitu di Kampung
Cijedil dan Bebesaran yang masing-masing memiliki persentase 9 persen dan 22
persen. Hal ini menunjukkan bahwa Kampung Sarongge memiliki karakteristik
wilayah yang cocok untuk melakukan usahatani bawang daun secara monokultur.
28
Gambar 6 Alamat Petani Responden
Luas Lahan
Luas lahan yang dikuasai oleh petani akan mempengaruhi komoditas apa yang
akan ditanam petani untuk mengoptimalkan lahan yang diusahakan. Lahan yang
luas akan membuat petani lebih leluasa memutuskan bebrapa komoditas yang akan
ditanam. Rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani adalah 2 953 meter persegi.
Penguasaan lahan petani responden seluruhnya adalah milik pribadi (keluarga).
Luas lahan milik responden tertinggi pada luas 1000 sampai dengan 3000 meter
persegi. Data luas lahan petani responden dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 10 Luas Lahan Pertanian Petani Responden
Luas Lahan (m2) Jumlah Persentase
≤ 1000 12 orang 37,50%
1100 - 3000 12 orang 37,50%
3100 - 5000 3 orang 9,38%
5100 - 7500 1 orang 3,13%
> 7500 4 orang 12,50%
Keragaan Usahatani Bawang Daun
Usahatani bawang daun menurut petunjuk teknis budidaya tanaman sayuran
yang dikeluarkan Balai Penelitian Tanaman Sayuran tahun 2007 dibagi kedalam
enam tahap budidaya. Kegiatan-kegiatan tersebut adalah persiapan benih,
persemaian, penyiapan lahan dan penanaman, pemeliharaan, pengendalian
organisme pengganggu tumbuhan (OPT), dan Panen. Penjelasan secara rinci yang
disesuaikan dengan keadaan di Desa Ciputri dideskripsikan dibawah ini.
A. Persiapan Benih
Benih bawang daun dapat berasal dari biji atau tunas (anakan) bawang
daun. Benih yang berasal dari biji untuk dibudidayakan akan memerlukan
waktu pemeliharaan yang lebih lama dibandingkan dengan yang berasal dari
tunas (anakan). Tunas atau anakan yang digunakan sebagai bibit diperoleh
6%
38%
25%
22%
9%
Pabrik Girang Kidul Bebesaran Cijedil
29
dengan cara memisahkan anakan yang kondisinya baik, sehat, dan bagus
pertumbuhannya dari induk bawang daun.
Pada petani responden di Desa Ciputri, bibit yang digunakan diambil dari
tunas atau anakan bawang daun. Proses persiapan benih dilakukan bersamaan
pada saat pemanenan. Pada saat dipanen anakan yang baik dan sehat dipisahkan
dari indukan yang akan di panen. Indukan yang siap dipanen akan dijual,
sedangkan anakan atau tunasnya akan ditanam kembali pada lahan yang telah
disiapkan.
B. Persemaian
Kegiatan persemaian dilakukan jika benih yang digunakan berasal dari
biji. Benih yang berasal dari biji dilakukan proses persemaian pada media yang
berupa campuran pupuk kandang dan tanah gembur. Bibit dari stek tunas atau
anakan dapat langsung ditanam di lapangan dengan terlebih dahulu
mengurangi perakarannya untuk mengurangi penguapan. Semua petani
responden di Desa Ciputri menggunakan bibit dari stek tunas atau anakan,
sehingga proses persemaian ini tidak dilakukan.
C. Penyiapan Lahan dan Penanaman
Penyiapan lahan dimulai dengan lahan dicangkul dengan kedalaman 30
sampai dengan 40 centimeter kemudian ditambahkan dengan pupuk kandang.
Hal ini dilakukan karena bawang daun lebih baik jika media tumbuh tanah yang
gembur untuk pertumbunhannya. Langkah selanjutnya adalah menyiapkan
bedengan dengan lebar 100 sampai dengan 120 centimeter dan panjang
disesuaikan dengan kondisi lahan petani. Pembuatan parit dibutuhkan dalam
budidaya bawang daun karena bawang daun tidak cocok dengan tanah yang
tergenang air.
Lahan petani responden di Desa Ciputri untuk budidaya bawang daun
dibuat bedengan dengan panjang dari 12 sampai dengan 20 meter dan rata-rata
lebar bedeng 1,15 meter. Petani responden juga membuat parit antar bedeng
untuk drainase yang panjangnya 20 sampai dengan 30 centimeter. Penyiapan
lahan dapat dilakukan dalam waktu satu hari, teragntung dengan luas lahan dan
jumlah tenaga kerja. Semakin luas lahan yang disiapakan maka membutuhkan
waktu yang lebih lama. Namun jika tenaga kerja yang dilibatkan lebih banyak,
maka dapat diselesaikan lebih cepat. Proses penyiapan lahan yang dilakukan
petani responden di Desa Ciputri melibatkan dua sampai tiga orang tenaga
kerja pria. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan ini rata-rata
selama 2 hari kerja.
Gambar 7 Pengolahan Lahan Bawang Daun
30
Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanam kecil dan bibit
atau anakan ditanaman dengan posisi tegak lurus, kemudian ditimbun dengan
tanah. Petani Desa Ciputri melakukan proses penanaman umumnya langsung
dilakukan ketika anakan telah dipisahkan dari indukan dan dicabut dari tanah.
Selain itu setelah pengerjaan lahan, umumnya petani responden membiarkan
lahan selama satu hari sebelum menanam anakan bawang daun. Penanaman
bawang daun dilakukan dengan jarak tanam rata-rata 20 x 20 centimeter. Jarak
tanam dibuat tidak terlalu rapat karena selama masa pertumbuhannya bawang
daun akan bertunas dan menghasilkan anakan bawang daun yang baru.
D. Pemeliharaan
Pemeliharaan bawang daun meliputi kegiatan penyiangan, pemupukan,
dan penyiraman. Penyiangan dilakukan dengan mencabut tanaman liar atau
gulma yang tumbuh di sekitar bawang daun. Selain menghilangkan gulma,
penyiangan juga dilakukan untuk menggemburkan tanah yang mungkin
mengalami pemadatan. Pada saat penyiangan juga dilakukan kegiatan
penimbunan pangkal batang semu bawang daun. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan warna batang yang putih pada bawang daun. Bawang daun yang
berkualitas mempunyai batang semu yang pajangnya 1/3 keseluruhan tanaman.
Namun petani responden belum melakukan kegiatan penimbunan ini secara
bertahap.
Pemupukan pada bawang daun teridiri dari pemberian pupuk kandang dan
pupuk kimia. Pupuk kandang diberikan pada saat pengolahan lahan dengan
dosis 10 sampai dengan 15 ton per hektar. Pupuk kimia yang diperlukan dalam
budidaya bawang daun adalah urea, SP36, dan KCl. Pupuk kimia diberikan
sebanyak dua kali. Total dosis masing-masing pupuk adalah 200 kg/ha, 100
kg/ha, dan 75 kg/ha. Pemupukan dilakukan dengan membuat larikan kurang
lebih lima centimeter dari kiri dan kanan batang, lalu memberikan pupuk pada
larikan, kemudian ditimbun dengan tanah.
Petani responden di Desa Ciputri melakukan proses pemupukan sebanyak
dua kali, baik pupuk kandang maupun pupuk kimia. Pupuk kandang yang
diberikan adalah pupuk Urea, KCl, NPK, Ponska, TSP, dan SP36. Rata-rata
pemakaian pupuk kimia petani responden dalam budidaya bawang daun untuk
urea adalah 0,24 kg/m2. Penggunaan pupuk KCl 0,095 kg/m2, sedangkan untuk
Gambar 8 Proses Penanaman Bawang Daun
31
SP36 adalah 0,01 kg/m2. Pupuk kimia lain seperti NPK, Ponska, dan TSP
penggunaan rata-ratanya masing-masing oleh petani responden di Desa Ciputri
adalah 0,08 kg/m2, 0,1 kg/m2, dan 0,09 kg/m2. Data teresbut dapat
dibandingkan dengan anjuran dari literature, bahwa penggunaan pupuk kimia
oleh petani responden melebihi anjuran yang diberikan oleh Balai Penelitian
Tanaman Sayuran.
Proses penyiraman dilakuakan terutama pada saat musim kemarau. Pada
saat dilakukan penelitian ini, petani responden melakukan budidaya bawang
daun pada musim penghujan. Oleh karena itu petani responden tidak
melakukan kegiatan penyiraman. Petani responden hanya melakukan kegiatan
pengaturan parit untuk menghindari genangan air.
E. Pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Hama yang banyak ditemukan di pertanaman bawang daun antara lain
adalah Agrotis sp. (menyebabkan batang terpotong dan putus sehingga
tanaman mati), Spodoptera exigua (ulat bawang yang memakan daun bawang
daun), dan Thrips tabaci (menghisap cairan daun). Pengendalian ulat bawang
secara mekanis dapat dilakukan dengan mengumpulkan kelompok telur dan
memusnahkannya. Pengendalian dengan pestisida harus dilakukan dengan
benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval
maupun waktu aplikasinya.
Penyakit yang menyerang tanaman bawang daun adalah Erwinia
carotovora dengan gejala berupa busuk lunak, basah dan mengeluarkan bau
yang tidak enak, selain itu juga serangan Alternaria porri (bercak ungu) yang
menyerang daun. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan pergiliran
tanaman untuk memutus siklus hidup penyakit dan sanitasi kebun agar tidak
lembab. Kondisi kebun yang kotor dan lembab menyebabkan penyakit dapat
berkembang dengan cepat.
Petani responden melakukan pengendalian hama yang berupa insektisida
dengan insektisida yang berupa cairan pekat. Dalam penanganan penyakit
terutama jamur, petani menggunakan fungisida. Fungisida yang dipakai petani
responden berupa serbuk atau tepung dan cairan. Penggunaan kedua jenis
pestisida ini adalah dengan mencampurkan pestisida kedalam air sesuai dengan
dosis. Alat penyemprot (sprayer) masih berupa alat tradisional atau alat yang
dipompa secara manual.
Gambar 9 Hama dan Penyakit Pada Bawang Daun
32
Gambar diatas adalah hama ulat dan penyakit kuning pada bawang daun.
Pengelolaan hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida,
yaitu insektisida dan fungisida. Petani-petani responden di Desa Ciputri
menggunakan insektisida dengan total sebanyak delapan jenis. Insektisida
tersebut adalah Endure, Decis, Winder, Curacron, Ludo, Prevathon, Bestox,
Tridamex. Fungsida untuk penanggulangan penyakit yang digunakan dalam
bentuk cair adalah Score, Cabrio, dan Amistar. Fungisida berbentu padat atau
tepung yang digunakan adalah Ridomil, Daconil, Antracol Dithane, dan
Funguran. Penggunaan pestisida tersebut dilakukan dengan cara dicampur
dalam air yang jumlahnya disesuaikan dengan kapasitas alat penyemprot yang
dimiliki petani, rata-rata berkapasitas 16 liter air.
F. Panen
Tanaman bawang daun mulai dapat dipanen pada umur 2 bulan setelah
tanam. Potensi hasilnya berkisar antara 7-15 ton/ha. Pemanenan dilakukan
dengan mencabut seluruh bagian tanaman termasuk akar, buang akar dan daun
yang busuk atau layu. Apabila bawang daun akan ditanam kembali pada
pertanaman berikutnya, maka dilakukan pemilihan tunas anakan yang sehat
dan bagus pertumbuhannya kemudian dipisahkan dari bagian tanaman yang
hendak dijual.
Petani Responden di Desa Ciputri memanen bawang daun setalah tiga bulan.
Bawang daun yang akan dijual dikemas pada kantung plastik transparan dan dibagi
setiap kantungnya masing-masing dengan berat sebesar 10 kg. Penjualan bawang
daun dilakukan petani langsung ke gudang sayuran milik tengkulak, atau tengkulak
yang mendatangi kebun petani responden yang akan dipanen bawang daunnya.
Harga bawang daun saat penelitian berlangsung rata-rata Rp 12 000 per kilogram.
Gambar 10 Pengemasan Bawang Daun
33
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Risiko Produksi Bawang Daun
Indikator risiko produksi adalah adanya fluktuasi, variasi, dan gap atau
kesenjangan produksi. Usahatani bawang daun di Desa Ciputri mengindikasikan
adanya risiko produksi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya variasi produktivitas
bawang daun antar petani responden. Variasi produktivitas digunakan untuk
mengindikasikan risiko karena produktivitas diukur dengan satu satuan input yang
tetap sehingga dapat membandingkan satu hal yang sama dengan baik. Dari 32
responden yang telah dipilih dapat dilihat pada tabel dibawah ini variasi
produktivitas bawang daun di Desa Ciputri. Rata-rata produktivitas petani
responden adalah 3,37 kg/m2. Produktivitas tertinggi adalah 5,87 kg/m2 yang
dihasilkan dari reponden nomor tiga, sedangkan produktivitas terendah yaitu
responden nomor 20 dengan nilai produktivitas 2,18 kg/m2.
Tabel 11 Variasi Produktivitas Bawang Daun di Desa Ciputri
No.
Responden
Produktivitas
(Kg/m2)
No.
Responden
Produktivitas
(Kg/m2)
1 2,29 17 2,77
2 2,25 18 2,35
3 5,87 19 2,58
4 3,39 20 2,18
5 4,03 21 3,78
6 4,11 22 3,08
7 4,31 23 3,84
8 4,73 24 2,89
9 3,32 25 3,81
10 3,23 26 3,75
11 4,17 27 2,55
12 3,02 28 3,03
13 3,58 29 3,13
14 3,62 30 3,91
15 4,04 31 2,53
16 2,78 32 2,78
Analisis risiko produksi bawang daun di Desa Ciputri, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur dilakukan dengan metode just and pope. Metode ini
menggambarkan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi input dengan
produktivitas bawang daun dan risiko bawang daun yang ditunjukkan dari variance
produktivias. Model just and pope akan dihasilkan dua persamaan fungsi, yaitu
fungsi produktivitas dan fungsi variance produktivitas. persamaan fungsi
produktivitas akan menggambarkan pengaruh faktor produksi input terhadap
produktivitas bawang daun. Persamaan fungsi variance produktivitas
menggambarkan pengaruh penggunaan faktor produksi input terhadap risiko
baawang daun.
34
Faktor-faktor produksi yang digunakan sebagai variabel independen disesuaikan
dengan kondisi teknis penggunaan faktor produksi input di lokasi penelitian.
Faktor-faktor produksi (variabel independen) yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bibit bawang daun, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida cair, pestisida
padat, dan tenaga kerja. Hasil analisis akan menunjukkan faktor apa saja yang
berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas dan risiko (variance). Selain itu
dianalisis juga faktor apa saja yang menjadi risk inducing factor dan risk reducing
factor.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik merupakan langkah awal untuk melakukan proses pengujian
hipotesis. Uji asumsi klasik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah
model yang telah dibuat masih mengandung multikolinearitas dan autokoleritas.
Model dugaan yang dihasilkan dapat dikatakan baik jika tidak terdapat
multikolinearitas, autokorelasi, dan heterokedastisitas.
Uji Multikolinearitas
Asumsi multikolinearitas adalah asumsi yang menunjukkan adanya hubungan
linear yang kuat diantara beberapa variabel independen. Cara dalam mendeteksi
multikolinearitas adalah dengan melihat nilai Variable Inflation Factor (VIF).
Apabila nilai VIF pada masing-masing variabel independen memiliki nilai lebih
dari 10 maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tersebut terjadi
multikolinieritas.
Pengujian multikolinearitas dilakukan dikedua fungsi, yaitu fungsi produktivitas
dan variance produktivitas. Uji multikolinearitas yang dilakukan menghasilkan
nilai VIF yang kurang dari 10 di kedua fungsi tersebut. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kedua fungsi tersebut terbebas dari multikolinearitas. Dengan
kata lain kedua fungsi tersebut dapat memprediksi pengaruh dari semua parameter
terhadap variabel dependen. Tabel dibawah ini menunjukan hasil uji
multikolinearitas di kedua fungsi.
Tabel 12 Hasil Pengujian Multikolinearitas
Variabel
Nilai VIF
Keterangan Produktivitas
Variance
Produktivitas
Bibit 2.934221 1.276831 Tidak ada multikolinearitas
Pupuk Kandang 1.939410 1.471081 Tidak ada multikolinearitas
Pupuk Kimia 8.169848 1.643813 Tidak ada multikolinearitas
Insektisida 3.937286 1.304934 Tidak ada multikolinearitas
Fungisida Cair 1.645782 1.385065 Tidak ada multikolinearitas
Fungisida Padat 1.449617 1.388349 Tidak ada multikolinearitas
Tenaga Kerja 4.078105 1.285891 Tidak ada multikolinearitas
35
Uji Autokorelasi
Autokorelasi menunjukkan sifat residual regresi yang tidak bebas dari satu
observasi ke observaasi lainnya (Ariefianto 2012). Uji autokorelasi dalam
penelitian ini menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.
Hipotesis yang digunakan dalam menetukan ada atau tidaknya autokorelasi dalam
model persamaan regresi adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat autokorelasi
H1 : Terdapat Autokorelasi
Menerima atau menolak hipotesis awal dilakukan dengan membandingkan
nilai prob. Chi-Square pada Obs*R-square dengan alfa yang dipilih, yaitu 20
persen. Tabel dibawah ini merupakan hasil output dari Eviews versi 9 untuk
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test.
Tabel 13 Hasil Pengujian Autokorelasi
Fungsi Kriteria Uji
Obs*R-square Prob. Chi-Square
Produktivitas 2.592901 0,2735
Variance Produktivitas 2,762167 0,2513
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai prob. Chi-square dikedua fungsi
untuk deteksi autokorelasi adalah lebih dari taraf nyata yang digunakan yaitu 0,200.
Dengan demikian maka dikedua fungsi, produktivitas dan variance produktivitas
tidak terdapat autokorelasi. Dengan kata lain maka H0 diterima.
Uji Heterokedastisitas
Salah Satu asumsi dalam regresi OLS adalah distribusi residual/eror sama
(homoskedastis). Jika eror tidak memiliki keragaman yang konstan maka
persamaan mengandung masalah heteroskedastisitas. Pengujian heterokedastisitas
dilakukan pada kedua fungsi, yaitu fungsi produktivitas dan fungsi variance
produktivitas bawang daun di Desa Ciputri. Pengujian ini dilakukan dengan uji
Breusch-Pagan-Godfrey dengan Eviews 9. Hipotesis yang digunakan dalam
menetukan ada atau tidaknya heterokedastisitas dalam model persamaan regresi
adalah sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat Heterokedastisitas (Homokedastis)
H1 : Terdapat Heterokedastisitas
Menerima atau menolak hipotesis awal dilakukan dengan membandingkan
nilai prob. Chi-Square pada Obs*R-square dengan alfa yang dipilih, yaitu 20
persen. Tabel dibawah ini merupakan hasil output Eviews versi 9 untuk uji
heterokedastisitas dengan Breusch-Pagan-Godfrey.
Tabel 14 Hasil Pengujian Heterokedastisitas
Fungsi Kriteria Uji
Obs*R-square Prob. Chi-Square
Produktivitas 5,778158 0,5659
Variance Produktivitas 4,579270 0,7112
36
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa nilai prob. Chi-square dikedua fungsi
untuk deteksi heterokedastisitas bernilai lebih dari taraf nyata yang digunakan yaitu
0,200. Dengan demikian H0 diterima, atau dengan kata lain dikedua fungsi,
produktivitas dan variance produktivitas tidak terdapat heterokedastisitas.
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Bawang Daun
Produktivitas bawang daun dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi input.
Beberapa faktor produksi input yang mempengaruhi produktivitas bawang daun
dapat dilihat dari hasil analisis produktivitas rata-rata. Variabel dependen adalah
fungsi produktivitas, sedangkan variabel independennya adalah faktor-faktor
produksi input yaitu bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida cair, pestisida
padat, dan tenaga kerja.
Hasil pendugaan model fungsi produktivitas diatas penghasilkan koefisien
determinasi (R-square) sebesar 92,507 persen. Nilai tersebut memiliki arti bahwa
keragaman produktivitas bawang daun dapat dijelaskan secara bersama-sama
dengan faktor produksi bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, insektisida, fungisida
cair, fungisida padat, dan tenaga kerja sebesar 92,507 persen, sisanya dijelaskan
oleh variabel lain diluar model seperti hama, penyakit, serta kondisi cuaca atau
musim.
Tabel 15 Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Produktivitas Bawang Daun
Model Koefisien Model t-hitung Signifikansi
Konstanta 0.583122 0.834008 0.4655
Bibit -0.149008 -0.609611 0.5852
Pupuk Kandang 0.353487 1.571506 0.2141
Pupuk Kimia 0.464908 2.742634 0.0712
Insektisida -0.088633 -0.797519 0.4834
Fungisida Cair -0.111022 -2.079491 0.1291
Fungisida Padat 0.154801 1.708546 0.1861
Tenaga Kerja -0.674827 -3.449713 0.0409
Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produktivitas pada tabel diatas, maka
fungsi produktivitas bawang daun dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut:
Ln Produktivitas = 0,583122 - 0,149008 Ln Bibit + 0,353487 Ln Pupuk Kandang
+ 0,464908 Ln Pupuk Kimia - 0,088633 Ln Insektisida -
0,111022 Ln Fungisida Cair + 0,154801 Ln Fungisida Padat –
0,674827 Ln Tenaga Kerja
Hasil pendugaan menunjukkan nilai F-hitung sebesar 5,2910 yang berpengaruh
nyata pada taraf nyata 20 persen. Nilai F-hitung yang berpengaruh nyata ini
menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor produksi input secara bersama-sama
berpengaruh nyata terhadap nilai produktivitas bawang daun yang diproduksi.
Faktor-faktor produksi dalam fungsi produktivitas diduga menjadi faktor yang
mempengaruhi produktivitas bawang daun. Perhitungan pendugaan model fungsi
37
produktivitas dengan bantuan Eviews menunjukkan ada beberapa faktor produksi
input yang tidak berpegaruh nyata terhadap produktivitas bawang daun pada taraf
nyata 20 persen. Beberapa faktor produksi input yang berpengaruh nyata pada taraf
nyata 20 persen adalah bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, dan tenaga kerja.
Pestisida cair dan padat memiliki nilai signifikansi yang lebih dari 0,200 sehingga
faktor produksi input tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas
bawang daun.
Bibit
Bibit memiiliki nilai signifikansi 0.5852, dengan demikian pupuk kandang
tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas bawang daun pada taraf nyata 20
persen. Perhitungan dengan Eviews, nilai pendugaan parameter untuk variabel bibit
adalah -0.149008. Nilai tersebut menunjukkan bahwa penambahan bibit bawang
daun sebesar satu persen akan menrunkan produktivitas bawang daun sebesar
0,149008 persen dengan asumsi input variabel lainnya tetap.
Bibit yang digunakan oleh petani responden berasal dari tunas atau anakan
bawang daun. Bibit langsung ditanam pada bedengan yang telah disiapkan setelah
dicabut dari tanah dan dipisahkan dari induk bawang daun yang dipanen dan akan
dijual. Hal ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis yang dianjurkan oleh Balai
Penelitian Tanaman Sayuran, yaitu pengguanan bibit dari tunas sebaikanya
diberikan perlakuan terlebih dahulu sebelum ditanam, yaitu dengan mengurangi
perakaran agar mengurangi penguapan selama pemeliharaan. Namun petani
responden tidak melakukan perlakuan tersebut. Hal tersebut diduga akan
mengurangi produktivitas rata-rata bawang daun di Desa Ciputri.
Pupuk Kandang
Nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk kandang bernilai positif, yaitu
sebesar 0.353487 dengan nilai signifikansi lebih dari 0,200 yaitu sebesar 0.2141.
Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa pupuk kandang tidak berpengaruh nyata
terhadap produktivitas bawang daun. Nilai koefisien yang positif memiliki arti
bahwa jika pupuk kandang ditingkatkan penggunaannya sebesar satu persen, maka
akan meningkatkan produktivitas sebesar 0,353487 persen.
Pupuk kandang yang digunakan oleh petani-petani responden adalah pupuk
sisa kotoran ternak ayam dan campuran sekam dari peternakan ayam broiler. Pupuk
kandang yang digunakan oleh petani responden adalah pupuk kandang yang telah
kering yang didapatkan dari peternakan. Pupuk kandang dapat meningkatkan
produktivitas bawang daun karena pupuk kandang tersebut telah dikeringkan atau
tidak basah. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa
produktivitas akan menurun ketika pemberian pupuk kandang yang digunakan
masih basah atau langsung diberikan dari kandang ternak ke lahan, karena pupuk
kandang yang masih basah mengandung amoniak yang tidak baik bagi tanaman.
(Pratiwi 2011).
Pupuk Kimia
Nilai pendugaan parameter untuk variabel pupuk kimia bernilai positif, yaitu
sebesar 0.464908 dengan nilai signifikansi kurang dari 0,200 yaitu sebesar 0.0712.
Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa pupuk kimia berpengaruh nyata terhadap
produktivitas baawang daun. Nilai koefisien yang positif memiliki arti bahwa jika
38
pupuk kandang ditingkatkan penggunaannya sebesar satu persen, maka akan
meningkatkan produktivitas sebesar 0,0712 persen.
Pupuk kimia yang digunakan paling banyak oleh petani responden adalah
pupuk phonska yaitu sebanyak 25 responden. Pupuk phonska memiliki kandungan
yang cukup lengkap, yaitu terdapat unsur Nitrogen, Pospat, Kalium, dan Sulfur.
Selain sebagai unsur hara, pupuk phonska juga berguna untuk menjadikan batang
bawang daun lebih tegak, kuat, dan dapat mengurangi risiko rebah tanaman. Selain
itu tanaman bawang daun akan lebih hijau dan segar karena pupuk phonska banyak
mengandung butir hijau daun. Hal tersebut diduga yang menyebabkan pupuk kimia
dapat meningkatkan produktivitas bawang daun di Desa Ciputri.
Insektisida
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai pendugaan parameter untuk variabel
pestisida cair bernilai negatif yaitu sebesar -0.088633. Nilai ini memiliki arti bahwa
penambahan pestisida cair sebesar satu persen akan menurunkan produktivitas
bawang daun sebesar 0,088633 persen. Namun nilai signifikansi untuk pestisida
cair masih menunjukkan nilai yang lebih dari 0,200 yaitu sebesar 0.4834 yang
berarti penggunaan pestisida cair tidak berpengaruh secara nyata terhadap
produktivitas bawang daun.
Insektisida yang tidak berpengaruh nyata diduga disebabkan karena
penggunaan insektisida tidak terlalu diperlukan pada musim taman di musim
penghujan. Pada saat dilakukan pengambilan data, umumnya petani-petani bawang
daun menghadapi kendala mengenai penyakit yang disebabkan kabut dan cuaca,
sedangkan hama seperti ulat dan serangga hanya sedikit jumlahnya yang ditemukan
dalam proses budidaya. Selain itu penggunaan insektisida ini rutin dilakukan oleh
petanu responden, terutama insektisida endure. Insektisda yang dipakai umumnya
untuk membasmi ulat. Serangan ulat tidak terlalu banyak seperti pada musim
kemarau, dengan penggunaan yang rutin maka diduga dosis insektisida yang
digunakan berlebihan dibandingkan dengan serangan hama yang sedikit.
Fungisida Cair
Berdasarkan hasil perhitungan, nilai pendugaan parameter untuk variabel
pestisida padat bernilai negatif yaitu sebesar -0.111022. Nilai ini memiliki arti
bahwa penambahan fungisida cair sebesar satu persen akan menurunkan
produktivitas bawang daun sebesar 0,111022 persen. Nilai signifikansi untuk
pestisida cair menunjukkan nilai yang kurang dari 0,200 yaitu sebesar 0.1291, yang
berarti penggunaan fungisida cair berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas
bawang daun.
Fungisida cair yang digunakan oleh petani responden adalah Score, Cabrio, dan
Amistar. Menurut literatur penggunaan fungisida cair adalah sebesar satu liter untuk
luas lahan satu hektar, atau jika dikonversikan menjadi 0,1 militer per meter persegi.
Masing-masing penggunaan rata-rata fungisida cair oleh petani responden adalah
score 0,46 ml/m2, Cabrio 1,15 ml/m2, dan Amistar 0,73 ml/m2. Dibandingkan
dengan dosis anjuran, maka penggunaan fungisida cair sudah melebihi dosis. Hal
ini diduga yang menyebabkan fungisida cair dapat menurunkan produktivitas
bawang daun di Desa Ciputri.
39
Fungisida Padat
Nilai signifikansi untuk variabel fungisida padat adalah 0,1861 yang kurang
dari taraf nyata sebesar 0,200. Dengan demikian variabel ini berpengaruh secara
nyata terhadap produktivitas baawang daun. Sedangkan koefisien fungisida padat
adalah sebesar 0,154801 yang berniali positif. Nilai terebut dapat didartikan bahwa
peningkatan fungisida padat sebesar satu persen akan meningkatkan produktivitas
baawang daun sebesar 0,154801 persen.
Penggunaan fungisida yang berbentuk tepung ini sangat diperlukan dalam
budidaya bawang daun di musim penghujan. Fungisida ini bermanfaat untuk
mengendalikan penyakit seperti busuk daun, dan busuk batang yang banyak
ditemukan pada budidaya bawang daun di musim penghujan. Fungisida padat yang
digunakan oleh petani responden antara lain adalah ridomil, daconil, anntracol,
dithane, dan funguran yang bermanfaat untuk mengatasi penyakit busuk.
Penggunaan pestisida padat yang tepat penggunaannya karena terdapat banyak
penyakit pada musim tanam penghujan diduga dapat meningkatkan produktivitas
bawang daun di Desa Ciputri.
Tenaga Kerja
Nilai signifikansi variabel tenaga kerja sebesar 0,0409 yang kurang dari 0,200
menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap peningkatan
produktivitas bawang daun. Hasil pendugaan parameter untuk variabel tenaga kerja
bernilai negatif sebesar -0,674827. Nilai ini berarti penambahan tenaga kerja satu
persen akan menurunkan produktivitas bawang daun sebesar 0,674827.
Penurunan produktivitas bawang daun akibat penambahan tenaga kerja
menunjukkan terjadi kelebihan tenaga kerja dalam produksi bawang daun. Jumlah
tenaga kerja yang dilibatkan dalam produksi bawang daun perlu disesuaikan dengan
keperluan agar hasil produksi bawang daun tidak menurun. Tenaga kerja yang
bekerja pada produksi bawang daun cukup banyak dibandingkan dengan lahan yang
dimiliki hanya sedikit, terutama pada saat kegiatan panen tenaga kerja akan lebih
banyak karena ada penambahan tenaga kerja panen dari tengkulak yang membeli
hasil panen. Hal ini diduga akan merusak anakan bawang daun yang akan ditanam
kembali untuk siklus produksi selanjutnya.
Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Produksi Bawang Daun
Analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produktivitas
bawang daun dapat dijelaskan berdasarkan hasil pendugaan fungsi variance
produktivitas baawang daun. Model pendugaan fungsi variance produktivitas
bawang daun diperoleh dari nilai variance produktivitas sebagai variabel dependent
dan faktor-faktor produksi sebagai variabel independen. Variabel independen yang
digunakan adalah bibit, pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida cair, pestisida padat,
dan tenaga kerja. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Eviews versi 9.
Hasil pengolahan data menunjukkan pendugaan fungsi variance produktivitas
bawang daun yang dilakukan petani responden di Desa Ciputri yang dapat dilihat
pada tabel dibawah ini.
40
Tabel 16 Hasil Pendugaan Persamaan Fungsi Variance Produktivitas Bawang Daun
Model Koefisien Model t-hitung Signifikansi
Konstanta -3.678031 -1.471640 0.1541
Bibit 0.368336 3.969957 0.0006
Pupuk Kandang 0.013454 0.083764 0.9339
Pupuk Kimia -0.442197 -2.359241 0.0268
Insektisida -0.107136 -1.121250 0.2733
Fungisida Cair 0.050787 0.292348 0.7725
Fungisida Padat -0.196376 -1.332006 0.1954
Tenaga Kerja 0.083611 0.586790 0.5628
Berdasarkan hasil pendugaan fungsi variance produktivitas pada tabel diatas
maka fungsi variance produktivitas bawang daun dapat diduga dengan persamaan
sebagai berikut:
Ln Variance = -3,678031 + 0,368336 Ln Bibit + 0,013454 Ln Pupuk Kandang -
0,442197 Ln Pupuk Kimia - 0,107136 Ln Insektisida + 0,050787 Ln
Fungisida Cair – 0,196376 Ln Fungisida Padat + 0,083611 Ln
Tenaga Kerja
Berdasarkan hasil perhitungan dengan Eviews versi 9, pendugaan fungsi
variance produktivitas bawang daun memiliki nilai R-Square sebesar 58,095
persen. Nilai tersebut memiliki arti bahwa sebesar 58,095 persen keragaman
variance produktivitas bawang daun yang dihasilkan petani responden di Desa
Ciputri dapat dijelaskan secara bersama-sama dengan penggunaan bibit bawang
daun, pupuk kandang, pupuk kimia, insektisida, fungisida cair, fungisida padat, dan
tenaga kerja. Sedangkan sisanya sebesar 41,905 persen keragaman variance
produktivitas bawang daun dijelaskan oleh variabel lain diluar model seperti hama,
penyakit, dan cuaca atau musim.
Hasil perhitungan menunjukkan nilai F-hitung sebesar 4,7532 dengan snilai
signifikansi 0,001824 yang berpengaruh nyata pada taraf nyata 0,200. Nilai F-
hitung yang berpengaruh nyata menunjukkan bahwa penggunaan faktor-faktor
produksi secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai variance
produktivitas bawang daun di Desa Ciputri.
Hasil pendugaan fungsi variance produktivitas menunjukkan bahwa tidak
semua faktor produksi tersebut berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas
bawang daun. Dari hasil nilai P-Value dapat diketahui faktor produksi apa saja yang
berpengaruh secara signifikan terhadap variance produktivitas bawang daun. Hasil
pendugaan menunjukkan bahwa variabel bibit, pupuk kimia, dan fungisida padat
berpengaruh nyata terhadap variance produktivitas. Variabel lain seperti pupuk
kandang, insektisida, fungisida cair, dan tenaga kerja tidak berpengaruh nayata
karena nilai signifikasinya lebih dari 20 persen. Pengaruh masing-masing faktor
produksi tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
41
Bibit
Hasil pendugaan parameter untuk variabel bibit adalah positif. Hal ini berarti
semakin banyak bibit yang digunakan maka variance produktivitas akan
meningkat. Varaibel bibit merupakan faktor penimbul risiko (risk inducing factor).
Koefisien untuk varaibel bibit adalah 0,368336. Nilai ini memiliki arti bahwa
peningkatan bibit sebanyak satu persen akan meningkatkan variance produktivitas
bawang daun sebanyak 0,368336 persen. Nilai signifikansi varaibel bawang daun
adalah kurang dari 0,200, dengan demikian varaibel bibit berpengaruh nyata
terhadap variance produktivitas bawang daun di Desa Ciputri.
Bibit menjadi faktor penimbul risiko sesuai dengan teori just and pope yang
mengatakan bahwa faktor produksi selain pestisida merupakan faktor penimbul
risiko. Selain itu pada petunjuk teknis, penanaman bibit yang berasal dari tunas
sebelumnya diberikan perlakuan pegurangan akar untuk mengurangi penguapan.
Petani Responden di Desa Ciputri tidak melakukan perlakuan tersebut, sehingga
karena hal ini diduga akan meningkatkan risiko produksi atau variance
produktivitas bawang daun.
Pupuk Kandang
Pupuk kadang merupakan faktor penimbul risiko (risk inducing factor), karena
nilai koefisien untuk variabel ini adalah positif. Hasil pendugaan parameter untuk
variabel pupuk kandang bernilai 0,013454. Nilai ini mempunyai arti bahwa setiap
peningkatan pupuk kandang sebesar satu persen, maka akan meningkatkan
variance produktivitas sebesar 0,013454 persen. Namun pupuk kandang tidak
berpengaruh secara nyata terhadap variance produktivitas, karena nila signifikansi
yang lebih dari taraf nyata 20 persen, yaitu 0,9339.
Pupuk kandang yang digunakan oleh petani responden dilakukan sebanyak dua
kali dalam satu siklus produksi. Hal ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis dari
Balai Penelitian Tanaman Sayuran yang menganjurkan pemberian pupuk kandang
sebanyak satu kali pemberian saja. Anjuran pemberian pupuk kandang adalah 1-1,5
kg/m2, namum penggunaan pupuk kandang oleh petani responden rata-rata
mencapai 2,00 kg/m2. Diduga karena pemberiannya yang tidak tepat dan berlebih
maka akan meningkatkan risiko produksi bawang daun. Hasil ini juga sesuai dengan
teori just and pope, bahwa faktor produksi selain pestisida merupakan faktor
penimbul risiko.
Pupuk Kimia
Pupuk kimia berpengaruh secara nyata terhadap variance produktivitas bawang
daun. Ditunjukkan dengan nilai signifikansi yang kurang dari taraf nyata sebesar 20
persen, yaitu 0,0268. Hasil pendugaan parameter untuk varaibel pupuk kimia
negatif sebesar -0,442197. Nilai ini memiliki arti bahwa jika penambahan pupuk
kimia sebesar satu persen, maka akan meningkatkan variance produktivitas sebesar
0,442197 persen. Koefisien yang bernilai negatif berarti pupuk kimia merupakan
faktor pengurang risiko (risk inducing factor).
Pupuk kimia yang bernilai negatif ini sama dengan penelitian sebelumnya
bahwa pada saat musim penghujan tanaman membutuhkan lebih banyak pupuk
unsur N (Lesmana 2013). Petani responden di Desa Ciputri lebih banyak
menggunakan pupuk kimia jenis ponska yang kandungan bahan aktif nitrogennya
hanya 15 persen. Pupuk yang mengandung nitrogen yang lebih banyak adalah urea
42
dengan bahan aktif nitrogen sebanyak 46 persen. Dengan demikian sebaiknya
petani menggunakan pupuk urea juga di musim penghujan agar kadar nitrogen
tercukupi.
Insektisida
Pendugaan parameter untuk variabel Insektisida adalah negatif yang bernilai -
0,107136. Nilai ini memiliki arti bahwa peningkatan insektisida sebanyak satu
persen akan mengurangi risiko sebanyak 0,107136 persen. Dengan demikian
variabel insektisida adalah faktor pengurang risiko (risk reducing factor). Namun
variabel ini tidak berpengaruh secara nyata terhadap variance produktivitas. nilai
signifikansi yang diperoleh bernilai lebih dari taraf nyata 20 persen, yaitu sebesar
0,2733.
Penelitian sebelumnya menunjukkan hal yang sama bahwa penggunaan
insektisida dapat menjadi faktor pengurang risiko (Lesmana 2013). Pada petani
responde di Desa Ciputri menggunakan insektisida sesuai jadwal dan ada juga yang
menggunakannya jika terjadi serangan hama pada bawang daun. Penggunaan
insektisida yang cukup tepat ini diduga dapat mengurangi risiko. Sama halnya
dengan teori just and pope, bahwa pestisida merupakan faktor pengurang risiko atau
variance. Insektisida yang diguanakan petani responden adalah berbentuk cair.
Insektisida yang digunakan adalah Endure, Decis, Winder, Curacron, Ludo,
Prevathon, Bestox, dan Tridamex.
Fungisida Cair
Variabel fungisida cair dalam penelitian ini termasuk kedalam faktor penimbul
risiko (risk inducing factor). Hal ini ditunjukkan dengan pendugaan parameter
untuk variabel ini bernilai positif, yaitu sebesar 0,050787. Nilai ini memiliki arti
bahwa jika fungisida cair ditingkatkan penggunaannya sebesar satu persen, maka
akan meningkatkan risiko sebesar 0,050787 persen. Namun variabel fungisida cair
ini tidak berpengaruh nyata terhadap risiko atau variance produktivitas bawang
daun. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,200, yaitu sebesar 0,7725.
Fungisida cair diduga dapat meningkatkan risiko produksi bawang daun karena
penggunaan fungisida cair yang melebihi dosis. Fungisida cair yang digunakan
adalah score, cabrio, dan amistar. Penggunaan masing-masing fungisida tersebut
adalah 0,46 ml/m2, 1,15 ml/m2, dan 0,73 ml/m2. Jumlah penggunaan tersebut
melebihi dosis yang dianjurkan sebanyak 0,1 ml/m2. Hal yang sama juga
ditunjukkan pada penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa banyak petani
yang memiliki perilaku lebih baik mencegah daripada mengobati sehingga
penggunaan obat-obatan untuk mengatasi penyakit pada wortel dan bawang daun
di Cianjur dilakukan terus menerus walaupun tidak terdapat tanda adanya penyakit
pada tanaman (Jamilah 2011).
Fungisida Padat
Fungisia padat berpengaruh secara nyata karena nilai signifikansi yang lebih
kecil dari 0,200. Nilai signifikansi varaibel fungisida padat bernilai 0,1954.
Pendugaan parameter untuk variabel fungisida padat bernilai negatif. Nilai ini
menunjukkan bahwa fungisida padat merupakan faktor pengurang risiko (risk
reducing factor). Nilai koefisien untuk variabel fungisida padat adalah -0,196376.
43
Nilai ini memiliki arti bahwa jika penggunaan fungisida padat ditingkatkan sebesar
satu persen, maka akan mengurangi risiko sebesar 0,196376 persen.
Fungisida padat yang dipakai petani responden adalah Ridomil, Daconil,
Antracol, Dithane, dan Funguran. Petani responden melakukan budidaya bawang
daun pada musim penghujan, dimana banyak ditemukan penyakit busuk pada
bawang daun. Fungisida yang digunakan umumnya untuk mengendalikan penyakit
diduga efektif untuk menngurangi penyakit pada bawang daun. Dengan
penggunaan yang tepat maka dapat mengurangi risiko atau variance produktivitas
pada bawang daun.
Tenaga Kerja
Nilai pendugaan parameter variabel tenaga kerja adalah 0,083611. Tenaga
kerja dalam penelitian ini merupakan faktor penimbul risiko (risk inducing factor).
Nilai tersebut memiliki arti bahwa jika penggunaan tenaga kerja ditingkatkan
sebesar satu persen maka akan meningkatkan risiko sebanyak 0,083611 persen.
Penggunaan tenaga kerja yang berlebih akan menimbulkan risiko. Penggunaan
tenaga kerja oleh petani responden dengan pengetahuan pengelolaan risiko yang
kurang, maka akan meningkatkan risiko produksi bawang daun di Desa Ciputri. Hal
ini diduga yang menyebabkan peningkatan tenaga kerja dapat meningkatkan risiko
bawang daun. Maka diperlukan penyuluhan tentang pengelolaan risiko khususnya
bawang daun dari pemerintah. Tenaga kerja yang mengelola produksi bawang daun
di Desa Ciputri mayoritas belum mengetahui pengelolaan risiko produksi. Pada
bawang daun yang terkena busuk daun atau busuk batang, banyak tenaga kerja yang
hanya membiarkan atau membuang daun/batang yang busuk disekitar kebun. Hal
ini akan menyebabkan penularan penyakit busuk ke tanaman bawang daun yang
masih sehat. Hal tersebut diduga menyebabkan jika adanya peningkatan tenaga
kerja maka akan meningkatkan risiko produksi bawang daun di Desa Ciputri.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Produktivitas dan risiko dalam produksi bawang daun dapat dipengaruhi oleh
faktor-faktor produksi input usahatani bawang daun. Faktor-faktor risiko produksi
yang digunakan oleh petani responden bawang daun di Desa Ciputri adalah Bibit,
Pupuk Kandang, Pupuk Kimia, Insektisida, Fungisida Cair, Fungisida Padat, dan
Tenaga Kerja. Fakto produksi pupuk kimia, fungisida cair, fungisida padat, dan
tenaga kerja berpengaruh secara nyata pada produktivitas bawang daun di Desa
Ciputri. Risiko produksi bawang daun secara nyata dipengaruhi oleh penggunaan
bibit, pupuk kimia, dan Fungisida Padat. Peningkatan penggunaan bibit secara
nyata mempengaruhi peningkatan risiko produksi bawang daun (risk inducing
factor). Peningkatan penggunaan pupuk kimia dan fungisida padat berpengaruh
secara nyata dalam penurunan risiko produksi bawang daun (risk reducing factor).
44
Saran
1. Petugas Penyuluh Pertanian setempat atau instansi yang terkait sebaiknya
melakukan sosialisasi langsung kepada petani dalam penggunaan faktor-faktor
produksi input bawang daun, agar penggunaannya dapat lebih efisien dan tepat
guna dalam melakukan usahatani bawang daun.
2. Melakukan penyuluhan dan pelatihan kepada petani dan tenaga kerja pertanian
dalam pengelolaan risiko seperti pada pengelolaan penyakit busuk daun pada
tanaman bawang daun, agar tidak menyebabkan penularan kepada tanaman
lain yang sehat.
3. Petani bawang daun sebaiknya terlibat aktif dalam kegiatan-kegiatan
sosialisasi terkait usahatani khususnya bawang daun. Kegiatan-kegiatan
tersebut dapat menjadi wadah diskusi dalam pengelelolaan faktor produksi dan
risiko yang terjadi pada usahatani bawang daun yang dilakukan petani.
4. Petani responden yang menggunakan bibit dari anakan atau tunas bawang daun
sebaiknya dilakukan perlakuan dengan mengurangi akar anakan bawang daun
agar penguapan dapat dikurangi selama proses pemeliharaan.
5. Penggunaan insektisida sebaiknya dilakukan sesuai dengan keperluan yaitu
jika terdapat hama pada bawang daun. Selain itu penggunaan insektisida
sebainya dilakukan bergantian jenis insektisida. Hal ini dilakukan karena hama
akan kebal jika secara rutin dan terus menerus dibasmi dengan jenis insektisida
yang sama.
DAFTAR PUSTAKA
Ariefianto MD. 2012. Ekonometrika Esensi dan Aplikasi dengan Menggunakan
Eviews. Jakarta (ID): Erlangga.
Assafa MRJ. 2014. Analisis Risiko Produksi Talas (Colocasia Giganteum (L.)
Schott) Di Kelurahan Situ Gede Kota Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
BPBTPH. 2011. Profil Balai Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kecamatan Pacet. Cianjur (ID): Dinas Pertanian Tanaman
Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia Statistical Yearbook of
Indonesia 2011. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Statistik Indonesia Statistical Yearbook of
Indonesia 2011. Jakarta (ID): BPS.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Indonesia Statistical Yearbook of
Indonesia 2011. Jakarta (ID): BPS.
Cher PA. 2011. Analisis Risiko Produksi Sayuran Organik Pada PT Masada
Organik Indonesia Di Bogor Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
45
Jamilah M dan Nurhayati P. 2011. Analisis Risiko Produksi Wortel dan Bawang
Daun di Kawasan Agropolitan Cianjur Jawa Barat. Jurnal Forum Agribisnis.
Vol. 1 No. 1, Maret 2011: 2252-5491.
Gujarati DN. 2003. Ekonometrika Dasar. Jakarta (ID): Erlangga.
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian RI. 2015. Data Produksi Sayuran Provinsi
di Jawa Barat tahun 2010-2014 [internet]. [diacu November 21]. Tersedia
pada: https://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_kom.asp
[KEMENTAN] Kementerian Pertanian RI. 2015. Data Luas Panen Sayuran di
Kabupaten Cianjur [internet]. [diacu Desember 26]. Tersedia pada:
https://aplikasi.pertanian.go.id/bdsp/hasil_kom.asp
Lesmana, T.A. 2013. Analisis Faktor-Faktor Produksi Yang Mempengaruhi Risiko
Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat Di Desa Gekbrong Kabupaten
Cianjur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mastra N. 2015. Analisis Risiko Produksi Asparagus (Asparagus officionalis) di
Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Badung Bali [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Pappas JL, Hirschey M. 1995. Ekonomi Manajerial Edisi Keenam. Jakarta (ID):
Binarupa Aksara.
Poerwanto R, Susila AD. 2013. Teknologi Hortikultura. Bogor (ID): IPB Press.
Pope dan Kramer. 1986. Production Uncertainty and Factor Demands for The
Competitive Firm. Southern Economic Journal. 46 (1979): 489-501.
Pratiwi MY. 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko Produksi
Caisin (Brassica Rapa CV. Caisin) Di Desa Citapen Kecamatan Ciawi
Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Robison LJ dan Barry PJ. 1987. The Competitive Firms’s Response to Risk. London
(UK): Collier Macmillan Publishers.
Rosalina L. 2013. Risiko Produksi Bayam Dan Kangkung Organik, Petani Mitra
Agribusiness Development Center-University Farm IPB [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiawan W, dkk. 2007. Petunjuk Teknis Budidaya Tanaman Sayuran. Bandung
(ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Sitorus N. 2011. Analisis Risiko Produksi Bayam dan Kangkung Hidroponik Pada
Parung Farm Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Soekartawi. 1993. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta (ID): RajaGrafindo
Persada.
Soekartawi, dkk. 1985. Ilmu Usahtani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani
Kecil. Jakarta (ID): UI Press.
46
Yamin A. 2012. Analisis Risiko Produksi Tomat Cherry Pada PD Pacet Segar,
Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
47
LAMPIRAN
49
Faktor Risiko Produksi
Internal:
1. Bibit
2. Pupuk Kandang
3. Pupuk Kimia
4. Insektisida
5. Fungisida Cair
6. Fungisida Padat
7. Teanaga Kerja
Faktor Risiko Produksi
Eksternal:
1. Hama
2. Penyakit
Analisis Risiko Model Just and Pope
Pengaruh Faktor Produksi input terhadap risiko produksi
Faktor Penimbul Risiko
(Risk Inducing Factor)
Faktor Pengurang Risiko
(Risk Reducing Factor)
Fluktuasi Produktivitas Bawang Daun
Adanya Risiko Produksi Bawang Daun
Keterangan:
: Batasan Ruang Lingkup Penelitian
Lampiran 1 Kerangka Pemikiran Operasional
50
Lampiran 2 Peta Wilayah Desa Ciputri
51
Lampiran 3 Hasil Regresi dan Pengujian Asumsi Klasik Pada Produktivitas
Bawang Daun
Hasil Regresi Produktivitas Bawang Daun Dependent Variable: PRODUKTIVITAS
Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.583122 0.699180 0.834008 0.4655
BIBIT -0.149008 0.244432 -0.609611 0.5852
PUPUK_KANDANG 0.353487 0.224935 1.571506 0.2141
PUPUK_KIMIA 0.464908 0.169511 2.742634 0.0712
INSEKTISIDA -0.088633 0.111135 -0.797519 0.4834
FUNGISIDA_CAIR -0.111022 0.053389 -2.079491 0.1291
FUNGISIDA_PADAT 0.154801 0.090604 1.708546 0.1861
TENAGA_KERJA -0.674827 0.195618 -3.449713 0.0409 R-squared 0.925070 Mean dependent var 1.125766
Adjusted R-squared 0.750234 S.D. dependent var 0.219105
S.E. of regression 0.109501
Sum squared resid 0.035971
F-statistic 5.291073
Prob(F-statistic) 0.099399
Hasil Pengujian Autokorelasi Produktivitas Bawang Daun Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 0.154209 Prob. F(2,1) 0.8742
Obs*R-squared 2.592901 Prob. Chi-Square(2) 0.2735
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.345212 3.062566 0.112720 0.9285
BIBIT -0.002636 0.606348 -0.004347 0.9972
PUPUK_KANDANG -0.085801 0.987909 -0.086851 0.9448
PUPUK_KIMIA 0.048850 0.469986 0.103940 0.9341
INSEKTISIDA -0.024018 0.178282 -0.134717 0.9147
FUNGISIDA_CAIR -0.082599 0.210038 -0.393259 0.7615
FUNGISIDA_PADAT 0.076129 0.448481 0.169748 0.8930
TENAGA_KERJA -0.059204 0.419374 -0.141172 0.9107
RESID(-1) -1.344444 2.984377 -0.450494 0.7305
RESID(-2) -1.572379 9.657403 -0.162816 0.8972 R-squared 0.235718 Mean dependent var -7.85E-17
Adjusted R-squared -6.642817 S.D. dependent var 0.059976
S.E. of regression 0.165808 Durbin-Watson stat 2.057282
Sum squared resid 0.027492
F-statistic 0.034269
Prob(F-statistic) 0.999568
52
Hasil Pengujian Multikolinearitas Produktivitas Bawang Daun Variance Inflation Factors
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF C 0.488853 448.4717 NA
BIBIT 0.059747 9.631293 2.934221
PUPUK_KANDANG 0.050596 19.21592 1.939410
PUPUK_KIMIA 0.028734 62.19753 8.169848
INSEKTISIDA 0.012351 6.374561 3.937286
FUNGISIDA_CAIR 0.002850 3.129499 1.645782
FUNGISIDA_PADAT 0.008209 294.8081 1.449617
TENAGA_KERJA 0.038267 278.3026 4.078105
Hasil Pengujian Heterokedastisitas Produktivitas Bawang Daun Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic 0.474230 Prob. F(7,3) 0.8125
Obs*R-squared 5.778158 Prob. Chi-Square(7) 0.5659
Scaled explained SS 0.708220 Prob. Chi-Square(7) 0.9983
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.042922 0.050011 0.858251 0.4539
BIBIT 0.014545 0.017484 0.831902 0.4665
PUPUK_KANDANG 0.003441 0.016089 0.213855 0.8444
PUPUK_KIMIA -0.006844 0.012125 -0.564441 0.6119
INSEKTISIDA -0.005544 0.007949 -0.697426 0.5357
FUNGISIDA_CAIR -0.000992 0.003819 -0.259866 0.8118
FUNGISIDA_PADAT 0.002570 0.006481 0.396504 0.7183
TENAGA_KERJA 0.015712 0.013992 1.122923 0.3432 R-squared 0.525287 Mean dependent var 0.003270
Adjusted R-squared -0.582376 S.D. dependent var 0.006226
S.E. of regression 0.007832 Durbin-Watson stat 4.825561
Sum squared resid 0.000184
F-statistic 0.474230
Prob(F-statistic) 0.812461
53
Lampiran 4 Hasil Regresi dan Pengujian Asumsi Klasik Pada Variance
Produktivitas Bawang Daun
Hasil Regresi Variance Produktivitas Bawang Daun Dependent Variable: PRODUKTIVITAS
Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -3.678031 2.499274 -1.471640 0.1541
BIBIT 0.368336 0.092781 3.969957 0.0006
PUPUK_KANDANG 0.013454 0.160611 0.083764 0.9339
PUPUK_KIMIA -0.442197 0.187432 -2.359241 0.0268
INSEKTISIDA -0.107136 0.095551 -1.121250 0.2733
FUNGISIDA_CAIR 0.050787 0.173720 0.292348 0.7725
FUNGISIDA_PADAT -0.196376 0.147429 -1.332006 0.1954
TENAGA_KERJA 0.083611 0.142489 0.586790 0.5628 R-squared 0.580950 Mean dependent var -1.460659
Adjusted R-squared 0.458727 S.D. dependent var 1.873417
S.E. of regression 1.378296 Durbin-Watson stat 1.570849
Sum squared resid 45.59279
F-statistic 4.753201
Prob(F-statistic) 0.001824
Hasil Pengujian Autokorelasi Variance Produktivitas Bawang Daun Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.039196 Prob. F(2,22) 0.3705
Obs*R-squared 2.762167 Prob. Chi-Square(2) 0.2513 Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.184378 2.502836 -0.073668 0.9419
BIBIT -0.015817 0.097608 -0.162048 0.8727
PUPUK_KANDANG -0.033146 0.164770 -0.201167 0.8424
PUPUK_KIMIA 0.003827 0.190433 0.020095 0.9841
INSEKTISIDA 0.030635 0.100050 0.306199 0.7623
FUNGISIDA_CAIR -0.092960 0.185135 -0.502123 0.6206
FUNGISIDA_PADAT 0.004985 0.149132 0.033425 0.9736
TENAGA_KERJA 0.002845 0.142294 0.019992 0.9842
RESID(-1) 0.317010 0.237791 1.333146 0.1961
RESID(-2) -0.196218 0.234287 -0.837514 0.4113 R-squared 0.086318 Mean dependent var -1.03E-15
Adjusted R-squared -0.287461 S.D. dependent var 1.212739
S.E. of regression 1.376050 Durbin-Watson stat 2.051771
Sum squared resid 41.65733
F-statistic 0.230932
Prob(F-statistic) 0.986049
54
Hasil Pengujian Multikolinearitas Variance Produktivitas Bawang Daun Variance Inflation Factors
Coefficient Uncentered Centered
Variable Variance VIF VIF C 6.246369 105.2186 NA
BIBIT 0.008608 6.672616 1.276831
PUPUK_KANDANG 0.025796 3.024728 1.471081
PUPUK_KIMIA 0.035131 13.79444 1.643813
INSEKTISIDA 0.009130 3.386516 1.304934
FUNGISIDA_CAIR 0.030178 4.900386 1.385065
FUNGISIDA_PADAT 0.021735 84.07022 1.388349
TENAGA_KERJA 0.020303 27.05011 1.285891
Hasil Pengujian Heterokedastisitas Variance Produktivitas Bawang Daun Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey
F-statistic 0.572572 Prob. F(7,24) 0.7709
Obs*R-squared 4.579270 Prob. Chi-Square(7) 0.7112
Scaled explained SS 2.924199 Prob. Chi-Square(7) 0.8919
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 6.830002 4.161123 1.641384 0.1138
BIBIT 0.147607 0.154474 0.955544 0.3488
PUPUK_KANDANG 0.057369 0.267407 0.214539 0.8319
PUPUK_KIMIA 0.411073 0.312061 1.317283 0.2002
INSEKTISIDA 0.092788 0.159086 0.583258 0.5652
FUNGISIDA_CAIR 0.167788 0.289231 0.580116 0.5672
FUNGISIDA_PADAT 0.136521 0.245459 0.556187 0.5832
TENAGA_KERJA -0.034627 0.237235 -0.145963 0.8852 R-squared 0.143102 Mean dependent var 1.424775
Adjusted R-squared -0.106826 S.D. dependent var 2.181220
S.E. of regression 2.294770 Durbin-Watson stat 2.010798
Sum squared resid 126.3833
F-statistic 0.572572
Prob(F-statistic) 0.770908
55
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 7 Agustus 1993 dari ayah Hulman
Hotman Napitupulu dan Ibu Adisasmita Sitohang. Penulis adalah anak pertama dari
empat bersaudara. Tahun 2011 penulis lulus dari SMA N 9 Bogor. Penulis diterima
di Program Sarjana Agribisnis sebagai angkatan Alih Jenis Lima (AJ5) melalui jalur
tes untuk Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis pada tahun 2014. Penulis sebelumnya
telah menyelesaikan pendidikan Diploma Tiga di Institut Pertanian Bogor dengan
Program Keahlian Manajemen Agribisnis selama tahun 2011 hingga 2014.
Selama mengikuti perkuliahan di Program Sarjana Alih Jenis Agribisnis, penulis
aktif berpartisipasi dalam organisasi sebagai anggota departemen hubungan
masyarakat Forum Of Agribusiness Transfer Program Student (FASTER) Periode
Kepengurusan 2014-2015. Penulis juga aktif dalam kepengurusan pemuda di HKBP
Bincarung Bogor pada periode 2014-2015.
Top Related