i
ANALISIS RELASI GENDER DALAM KEBERHASILAN
USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) KERAJINAN TAS
RETNO TRI WAHYUNINGSIH
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Relasi
Gender dan Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas
(Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan
Kecamatan Ciampea-Kabupaten Bogor Jawa Barat) benar-benar hasil karya saya
sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi
atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang dinyatakan
dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Retno Tri Wahyuningsih
NIM I34080096
iii
ABSTRAK
RETNO TRI WAHYUNINGSIH. Analisis Relasi Gender dalam Keberhasilan
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas (Studi Kasus Kampoeng
Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat). Dibimbing oleh PUDJI MULJONO.
Kesetaraan dan Keadilan Gender merupakan isu yang sangat penting dan
menjadi komitmen bangsa-bangsa di dunia untuk mewujudkan relasi yang
harmonis dan berkeadilan antara laki-laki dan perempuan. Tujuan penelitian ini
adalah menganalisis relasi gender dalam UKM yang dilihat dari akses, kontrol dan
penempatan posisi antara perempuan dan laki-laki dalam pengelolaan UKM
Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru; mengidentifikasi karakteristik anggota
UKM (umur, tingkat pendidikan, lama mengikuti UKM serta jenis kelamin) dan
hubungannya dengan relasi gender; serta keberhasilan UKM dan hubungannya
dengan relasi gender dalam UKM. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kuantitatif yang didukung dengan pendekatan kualitatif. Individu responden
anggota UKM menyatakan tidak adanya pembedaan antara laki-laki dan
perempuan dalam pembagian kerja, namun secara sosial pembagian kerja dan bias
gender masih besar terlihat. Keberhasilan UKM sejalan dengan relasi gender.
Semakin setara relasi gendernya, maka UKM pun semakin berhasil. Keberhasilan
UKM juga dikarenakan adanya kesadaran dari anggota UKM (laki-laki dan
perempuan) dalam pengelolaan UKM terhadap tugas dan tanggung jawab masing-
masing.
Kata kunci: kesetaraan, keberhasilan, relasi gender
iv
ABSTRACT
RETNO TRI WAHYUNINGSIH. Gender Analysis Of A Mutual Relation and
The Success Of Small and Medium Enterprises Craft Bag (The Case Study
Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru, Pulekan Village, District Ciampea, Bogor
Regency, West Java Province. Supervised by PUDJI MULJONO.
Gender equality and justice is a very important issue and a commitment to the
nations of the world to achieve a harmonious and equitable relations between men
and women. The purpose of this study was to analyze gender relations in Usaha
Kecil dan Menengah is seen from the access, control and positioning between
women and men in the management of UKM (Small and Medium Enterprises)
Kampoeng Tegalwaru; identify characteristics of UKM members (age, education
level, length of follow UKM and gender) and relation to gender relations, as well
as the success of UKM and their relation to gender relations in UKM. This study
used a quantitative approach with a qualitative approach supported. The individual
members of UKM respondents expressed no distinction between men and women
in the division of labor, but social division of labor and gender bias still looks
great. The success of UKM in line with gender relations. The more equal gender
relations, the UKM are increasingly successful. The success of UKM is also due
to the awareness of UKM members (male and female) in the management of
UKM to the duties and responsibilities of each..
Key word: equality, achievment, gender relations
v
ANALISIS RELASI GENDER DALAM KEBERHASILAN
USAHA KECIL DAN MENENGAH (UKM) KERAJINAN TAS
(Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT)
Kampung Pulekan Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor,
Provinsi Jawa Barat)
RETNO TRI WAHYUNINGSIH
Skripsi
Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013
vi
Judul Skripsi : Analisis Relasi Gender Dalam Keberhasilan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) Kerajinan Tas (Studi Kasus Kampoeng
Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat)
Nama : Retno Tri Wahyuningsih
NIM : I34080096
Disetujui oleh
Dr Ir Pudji Muljono, MSi
NIP. 19621010 198903 1 005
Diketahui oleh
Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
vii
PRAKATA
Segala puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah
diberikannya-Nya kepada penulis sehingga skripsi berjudul “Analisis Relasi
Gender dan Keberhasilan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Kerajinan Tas
(Studi Kasus Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) Kampung Pulekan,
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) ini dapat
diselesaikan. Tanpa pertolongan-Nya skripsi ini tidak dapat terselesaikan dengan
baik.
Penelitian yang ditulis dalam skripsi ini disusun untuk mengkaji
sejauhmana kaitan antara relasi gender dengan keberhasilan Usaha Kecil dan
Menengah (UKM) yang dijadikan lokasi penelitian. Akhir kata semoga skripsi ini
dapat menghasilkan laporan yang bermanfaat bagi banyak pihak.
Bogor, Maret 2013
Retno Tri Wahyuningsih
viii
UCAPAN TERIMAKASIH
Penelitian skripsi ini dapat selesai tentunya tidak terlepas dari bantuan
berbagai pihak. Pihak-pihak tersebut sangat membantu penulis dalam
menyumbangkan pikiran, masukan, dan dukungan baik secara moril maupun
material. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Seluruh masyarakat, Ibu Tatiek dan perangkat Desa Tegalwaru yang telah
banyak membantu memberikan informasi terkait penelitian ini.
2. Almh. Ibunda tercinta Suwatni, sosok ibu, guru yang luar biasa hebat dan
Ayahanda Pujiyono serta Ibu Yenida, Orang tua tercinta, serta Dewi Latif
Kesuma Wardhani, Kohar Adhi Kesuma, Yulis Fajar Zulfikar, Asri Fajar
Purnama, serta Dimas Fajar Shodiqin, Kakak dan Adikku tersayang yang
senantiasa berdoa, memberikan semangat, dukungan, serta melimpahkan kasih
sayangnya kepada penulis. Semoga Alloh tetap mempersatukan kita hingga di
Surga-Nya.
3. Bapak Dr. Ir. Pudji Muljono, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan, masukan, informasi, curahan waktu dan pikiran
dalam pembuatan skripsi ini dan sabar menghadapi permasalahan yang
dialami penulis. Maaf sudah menjadi bimbingan bapak yang suka
“menghilang”. Semoga Alloh senantiasa memberikan kesehatan dan kebaikan
kepada beliau.
4. Ibu Dra. Winanti Wigna, MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Heru
Purwandari, SP, MSi selaku dosen penguji akademik atas segala kritik dan
saran yang membangun guna penyempurnaan skripsi ini.
5. Bapak Martua Sihaloho, MSi selaku dosen uji petik atas segala kritikan dan
masukannya guna memperbaiki penulisan skripsi ini.
6. Bapak Fakhrurrozi, Ibu Tengku Fitriwati, Bapak Endi Mirzal dan semua Guru
SMA N 1 Dayun yang tidak pernah lelah mendoakan penulis.
7. Pemerintah Kabupaten Siak-Provinsi Riau yang telah memberikan beasiswa
kepada penulis selama penulis menempuh pendidikan di Institut Pertanian
Bogor.
8. Keluarga besar penulis Yuyun, Diah, Bayu, yang tak pernah berhenti
mendoakan dan memberikan semangat agar cepat menyelesaikan pendidikan
ini.
9. Putri Asih Sulistiyo, Alfi Rahmawati selaku sahabat dekat penulis yang juga
teman satu perjuangan selama menempuh pendidikan di Departemen SKPM
yang telah rela berbagi kebersamaan, memberikan waktu, air mata, kasih
sayang serta perhatiannya kepada penulis dan ada di saat-saat senang maupun
sulit.
10. Mas Enduuuuut atas semua doa, semangat dan harapannya. Semoga Alloh
selalu paring semuanya lancar dan barokah. Amiiiiiin.
11. Adinda Ade Mustami selaku teman sebimbingan penulis yang tidak henti-
henti “mengajak” penulis agar menyelesaikan skripsi ini tepat waktu, dan
semua teman-teman SKPM 45, Mas Tri Budiarto terima kasih atas
ix
koreksiannya mas, Yulan, Ori, Tina, Lina, Nisa, Niken, Tika, Galih, Tri Irwan,
Jabbar, Risna, Yusuf, Ayu, Viga, Mas Siwi yang sudah bersedia meluangkan
waktunya untuk membantu penulis atas jawaban-jawaban pertanyaan yang
kurang dimengerti penulis dan lainnya yang telah memberikan semangat, doa,
dukungan serta kebahagiaan selama menempuh pendidikan di SKPM.
12. Tutuk dan semua teman-teman penerima Beasiswa Kab. Siak 2008: Diah,
Santi, Titi, Rika, Rio, Roma, Astria, Mahyuni, Taufik, Novita dan Febbi yang
saling memberikan semangat dan kebersamaan selama ini.
13. Sahabat tercinta terutama keluarga besar PONDOK ASAD: yang telah
mengajarkan kebersamaan, saling tolong menolong, tanggung jawab,
tenggang rasa dan cinta untuk menjadi pribadi dan kehidupan yang lebih baik.
14. Teman-teman di Asrama Putri Indramayu, yang sudah bersedia menerima
penulis selama masa “pengungsian”.
15. Semua pihak yang telah memberikan dorongan, doa, semangat, bantuan dan
kerjasama selama pengerjaan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan
satu per satu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
membutuhkan.
Bogor, Maret 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Masalah Penelitian 3
Tujuan Penelitian 3
Kegunaan Penelitian 3
PENDEKATAN TEORITIS 4
Tinjauan Pustaka 5
Konsep Gender 5
Ideologi Gender 6
Analisis Gender 6
Konsep UKM 10
Konsep dan Definisi UKM 10
Peran UKM 12
Karakteristik UKM 13
Peran Perempuan dalam UKM 14
Hasil Penelitian Relasi Gender dalam Bidang UKM 15
Kerangka Pemikiran 16
Hipotesis 18
Definisi Operasional 18
METODE PENELITIAN 20
Pendekatan Lapang 20
Lokasi dan Waktu Penelitian 20
Data dan Metode Pengumpulan Data 20
Teknik Pengambilan Sampel 23
Teknik Pengolahan dan Analisis Data 24
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 25
Kondisi Geografis dan Kondisi Fisik 25
Kependudukan 26
Kondisi Ekonomi dan Pendidikan Masyarakat 27
Sumber Nafkah Masyarakat Desa Tegalwaru 28
Kehidupan Sosial Kemasyarakatan 29
Sarana dan Prasarana 30
Profil Industri Kerajinan Tas Desa Tegalwaru 30
Proses Pembuatan Tas 32
KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PEMBAGIAN KERJA PENGRAJIN
TAS
33
Karakteristik Individu Pengrajin Tas 33
Umur 33
Pendidikan Formal 34
Pendidikan Nonformal 35
Pengalaman Bekerja (Lama mengikuti UKM) 36
Karakteristik Rumahtangga 37
Jumlah Anggota Rumahtangga 37
xi
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RELASI
GENDER PENGRAJIN TAS
39
Karakteristik Individu dan Hubungannya dengan Akses, Kontrol dan
Penempatan Posisi dalam UKM KWBT
39
Hubungan Umur dengan Akses, Kontrol dan Penempatan
Posisi dalam UKM KWBT terhadap Sumberdaya
40
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Akses, Kontrol dan
Penempatan Posisi dalam UKM KWBT terhadap Sumberdaya
43
Hubungan Pengalaman Bekerja (Lama Bekerja) dengan Akses
dan Kontrol terhadap Sumberdaya
47
Hubungan Jenis Kelamin dengan Akses Kontrol dan
Penempatan Posisi dalam UKM KWBT
50
IDEOLOGI DAN RELASI GENDER PENGRAJIN TAS 53
Ideologi Gender dan Akses, Kontrol Terhadap Struktur Kelembagaan
UKM
54
Ideologi Gender dan Akses terhadap struktur kelembagaan
UKM
54
Ideologi Gender dan Kontrol Terhadap Struktur Kelembagaan
UKM
55
Hubungan antara Ideologi Gender dengan Penempatan Posisi dalam
Struktur Kelembagaan UKM
56
Pembagian Kerja 58
Analisis Keberhasilan Kerajinan Tas UKM KWBT 60
KESIMPULAN DAN SARAN 62
Kesimpulan 62
Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 64
LAMPIRAN 66
RIWAYAT HIDUP 70
xii
DAFTAR TABEL
1 Definisi UMKM di Indonesia dan beberapa negara sedang
berkembang di Asia
11
2 Jumlah UMKM Menurut Subsektor Usaha dan Status badan
Hukum Tahun 2006
13
3 Jumlah UMKM Menurut Subsektor Usaha dan Kelompok Umur
Pengusaha Tahun 2006
13
4 Rincian Metode Pengumpulan Data 21
5 Jumlah pengrajin Desa Tegalwaru 22
6 Pemanfaatan lahan/penggunaan tanah di Desa Tegalwaru Tahun
2011
25
7 Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin di
Desa Tegalwaru Tahun 2000
26
8 Jumlah Penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2001 26
9 Struktur Mata Pencaharian Penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2011 29
10 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan umur di Desa
Tegalwaru tahun 2012
33
11 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan tingkat pendidikan
di Desa Tegalwaru tahun 2012
34
12 Sebaran Responden dalam keikutsertaannya mengikuti pelatihan
dan musyawarah anggota
35
13 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan lama mengikuti
UKM di Desa Tegalwaru tahun 2012
37
14 Jumlah dan Persentase Responden berdasarkan lama mengikuti
UKM di Desa Tegalwaru tahun 2012
37
15 Hasil analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara
Karakteristik Responden terhadap Tingkat Kesetaraan Gender
dalam UKM KWBT tahun 2012
39
16 Hubungan Umur dengan Akses terhadap Sumberdaya dalam UKM
KWBT
41
17 Hubungan Umur dengan Kontrol terhadap Sumberdaya dalam
UKM KWBT
41
18 Hubungan Umur dan Penempatan Posisi dalam UKM KWBT 42
19 Hubungan antara akses terhadap sumberdaya dengan tingkat
pendidikan
44
20 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Kontrol terhadap
Sumberdaya
45
21 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Penempatan Posisi dalam
UKM KWBT
45
22 Penempatan Posisi Perempuan dan Laki-laki dalam Struktur
Kepengurusan UKM KWBT
46
23 Hubungan Lama Bekerja dengan Akses terhadap UKM KWBT 48
24 Hubungan Lama Bekerja dengan Kontrol terhadap Sumberdaya 48
25 Hubungan Lama Mengikuti UKM dengan penempatan Posisi 49
26 Hubungan Jenis Kelamin dengan Akses terhadap Sumberdaya
dalam UKM KWBT
50
27 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kontrol terhadap Sumberdaya 50
xiii
dalam UKM KWBT
28 Hubungan Jenis Kelamin dengan Penempatan Posisi terhadap
Sumberdaya dalam UKM KWBT
51
29 Ideologi Gender dan Akses Terhadap Struktur Kelembagaan UKM 54
30 Hubungan antara ideologi dan kontrol dalam struktur kelembagaan
UKM
55
31 Hubungan antara ideologi gender dengan penempatan posisi dalam
struktur kelembagaan UKM
56
32 Pembagian Kerja pada 40 Rumahtangga Pengrajin Tas di Desa
Tegalwaru 2012
58
33 Faktor-faktor yang Memengaruhi Keberhasilan Usaha Kecil dan
Menengah
60
34 Hubungan antara Relasi Gender dan Keberhasilan UKM KWBT 61
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran Analisis Relasi Gender dalam UKM 17
2 Bagan Alur Proses Pembuatan Tas 32
3 Diagram ideologi gender kuat dan lemah anggota UKM KWBT 49
DAFTAR LAMPIRAN
1 Dokumentasi Kegiatan 65
2 Kerangka Sampling 66
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pancasila sebagai pendangan hidup dan budaya bangsa, serta Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional, menempatkan wanita pada
keluhuran harkat dan martabatnya baik sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
maupun sebagai warga negara dan sumber daya insani pembangunan. Wacana
pemberdayaan perempuan merupakan salah satu pusat perhatian dalam
pembangunan sumber daya manusia di Indonesia. Ini disebabkan karena masih
banyak ditemukannya bias gender dalam pembangunan dan masyarakat.
Perempuan secara kualitas masih tertinggal dibanding dengan laki-laki.
Peningkatan kemampuan dan akses perempuan dalam peran dan pengambilan
keputusan sangat berkaitan dengan upaya yang akan dilakukan oleh pemerintah
dan masyarakat sekitar lingkungan tempat tinggal mereka.
Laki-laki dan perempuan dalam hubungan rumahtangga memegang
peranan penting dalam pembinaan kesejahteraan bersama, secara fisik, materi
maupun spiritual serta dalam meningkatkan kedudukan rumahtangga di dalam
masyarakat. Umumnya pada bidang ekonomi, laki-laki memegang kendali penting
dalam usaha untuk meningkatkan pendapatan ekonomi rumahtangga (pencari
nafkah utama), sedangkan perempuan dianggap hanya sebagai penambah
penghasilan rumahtangga. Hal tersebut tidak selalu terjadi pada masyarakat
dengan penghasilan ekonomi rendah, pada golongan ini peran perempuan sangat
berpengaruh terhadap perolehan penghasilan keluarga.
Keterlibatan perempuan dalam mancari nafkah keluarga dipahami
sebagai upaya untuk membantu dan meningkatkan kemampuan finansial sehingga
diharapkan mampu memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga. Seiring
meningkatnya kemampuan dan peran perempuan yang ditunjukkan dalam angka
gender-related development index (GDI) dan gender empowerment measurment
(GEM) menunjukkan angka partisipasi dan akses perempuan dalam
pembangunan. Berdasarkan tinjauan Bappenas yang menjelaskan mengenai
human development report (HDR) 2007-2008, angka GDI Indonesia adalah
sebesar 0,721 dibandingkan dengan angka GDI dalam HDR 2006 sebesar 0,704.
Pengarusutamaan gender (PUG) merupakan suatu pendekatan untuk
mengembangkan kebijakan yang mengintegrasikan pengalaman, aspirasi,
kebutuhan dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke dalam perencanaan,
pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan dan program
pembangunan di berbagai bidang pembangunan. Tujuan dari pengarusutamaan
gender ini adalah terselenggaranya kebijakan dan program pembangunan yang
berprespektif gender dalam rangka mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender
dalam kehidupan. Namun, di beberapa tempat masih banyak ditemukan bias
gender dalam program pembangunan dan sering kali yang menjadi korban adalah
perempuan.
Laporan Kementrian Pemberdayaan Perempuan tentang kebijakan
pemberdayaan perempuan dalam pembangunan nasional menyebutkan bahwa
pemberdayaan perempuan (GEM) pada tahun 2002 menunjukkan kondisi
perempuan yang masih memprihatinkan. Hal ini terbukti antara lain dari
2
keterwakilan perempuan dalam lembaga-lembaga negara dan dalam jabatan
publik, yang mencerminkan peran perempuan yang belum memadai dalam
lembaga kegiatan yang terkait dengan pengambilan keputusan.1 Pada bidang
pendidikan pada tahun 2007, kesenjangan gender terlihat dari angka buta huruf
bagi perempuan mencapai 9,4% jauh di atas laki-laki yang mencapai 5,2%.2
Kegiatan perekonomian Indonesia di pedesaan masih didominasi oleh
usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani,
pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian serta
industri rumah tangga. Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya
masih dihadapkan pada permasalahan klasik yaitu terbatasnya ketersediaan modal.
Sebagai unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup
masyarakat pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas
sektor industri dan pedesaan. Dalam jangka panjang, kelangkaan modal bisa
menjadi entry point yang merupakan penyebab terjadinya siklus rantai kemiskinan
pada masyarakat petani/pedesaan yang sulit untuk diputus (Hamid 1986 dalam
Ashari 2008).
Piper dalam Tambunan (2009) menyebutkan di Amerika Serikat (AS)
sebanyak 12 juta orang atau sekitar 63,2% dari jumlah tenaga kerja di AS bekerja
di sekitar 350.000 perusahaan yang memperkerjakan kurang dari 500 orang, yang
di negara tersebut masuk dalam kategori Usaha Mikro Kecil Menengah (UKM).
Negara adidaya tersebut memiliki jumlah UKM mencapai sedikit di atas 99% dari
jumlah UKM dari jumlah unit usaha dari semua kategori. Perusahaan-perusahaan
tersebut merupakan inti dari basis insutri di AS.
Selama ini perkembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)3 di
Indonesia mendapat perhatian serius baik dari pemerintah maupun kalangan
masyarakat luas, terutama karena kelompok unit usaha tersebut menyumbang
sangat banyak kesempatan kerja dan oleh karena itu menjadi salah satu sumber
penting bagi penciptaan pendapatan. Berkaitan dengan gender, UKM menurut
Tambunan (2002) di negara-negara berkembang/miskin, termasuk Indonesia
banyak perempuan melakukan kegiatan ekonomi di luar rumah seperti menjadi
pedagang kecil, pemilik warung dan membantu laki-laki mengelola usaha rumah
tangga semata-mata untuk menambah pendapatan keluarga.
Perempuan pengusaha mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Berdasarkan data Kementrian Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (KUKM) seperti dikutip Hubeis (2010) menerangkan di
Indonesia usaha yang dikelola perempuan mewakili 60% dari sekitar 30 juta
UKM di Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS 2009)
menjelaskan terdapat 3,9 juta perempuan angkatan kerja yang termasuk
pengangguran dan tidak mandiri secara ekonomi. Perempuan pekerja dalam sektor
ekonomi sebesar 72%, 28% bekerja pada sektor non-pertanian dan 19,63%
bekerja di sektor informal. Data IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia)
dalam Hubeis (2010) menunjukkan sebanyak 86% dari 16.000 anggotanya adalah
pemilik usaha mikro dan kecil, usaha menengah (2%), dan usaha besar (13%).
Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) terletak di Kampung
Pulekan Desa Tegalwaru Kabupaten Bogor. Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru
1 Harsono, dkk. 2007
2 Http:www.republika.co.id
3 Selanjutnya penulis menyebut sebagai UKM
3
(KWBT) merupakan UKM yang dikelola berbasis rumahtangga. Tas merupakan
komoditas utama UKM ini. Laki-laki dan isteri dalam praktek produksinya
memiliki perannya masing-masing. Analisis terhadap relasi gender antara laki-laki
perempuan dalam produksi UKM penting untuk dikaji keterkaitannya dengan
keberhasilan UKM Desa Tegalwaru.
Masalah Penelitian
Peran serta perempuan di bidang ekonomi memiliki kontribusi yang
positif terhadap penghasilan rumahtangga. Stereotipe dan bias gender yang masih
kuat di masyarakat menjadi salah satu faktor penting rendahnya tingkat partisipasi
perempuan dalam kontribusi ekonomi. Masalah penelitian pertama adalah,
apakah ideologi gender mempengaruhi relasi gender di Usaha Kecil dan
Menengah Desa Tegalwaru dan apakah karakteristik individu memiliki
pengaruh terhadap relasi gender di Usaha Kecil dan Menengah Desa
Tegalwaru?.
Untuk mengetahui sejauh mana ketercapaian tujuan dari UKM tersebut
dalam mensejahterakan anggotanya maka akan dilihat apakah relasi gender
mempengaruhi keberhasilan UKM Desa Tegalwaru?.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah:
1. Menganalisis karakteristik individu anggota UKM Tegalwaru sebagai faktor
yang berpengaruh terhadap relasi gender.
2. Menganalisis ideologi gender sebagai faktor yang berpengaruh terhadap relasi
gender.
3. Menganalisis relasi gender dalam UKM Tegalwaru sebagai faktor yang
mempengaruhi keberhasilan UKM dalam mensejahterakan anggotanya.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pembuat
kebijakan yaitu pemerintah ataupun masyarakat dalam melakukan rancangan
pemberdayaan perempuan dan laki-laki dalam Usaha Kecil dan Menengah yang
sadar gender baik masyarakat umum maupun pelaku usaha ini. Bagi kalangan
akademis, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan kajian lebih lanjut
mengenai studi gender dalam industri kecil di pedesaan pada kasus industri
kerajinan tas. Sedangkan bagi peneliti merupakan sarana untuk menerapkan
beragam konsep, teori dan pendekatan mengenai studi gender.
3
4
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Gender
Gender adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan dan
hubungan antara laki-laki dan perempuan yang tidak ditentukan oleh perbedaan
biologis, akan tetapi oleh lingkungan sosial budaya, politik dan ekonomi. Gender
mengacu pada perbedaan peran sosial serta tanggungjawab perempuan dan laki-
laki pada perilaku dan karakteristik yang dipandang tepat untuk perempuan dan
laki-laki dan pada pandangan tentang bagaimana beragam kegiatan yang mereka
lakukan seharusnya dinilai dan dihargai. Gender juga mengacu pada hubungan
antara perempuan dan laki-laki pada sanksi sosial peranan yang berlaku untuk tiap
seks/jenis kelamin (Hubeis 2010).
Pendapat Wood (2001) sebagaimana di kutip oleh Mugniesyah (2006)
gender merupakan suatu bentukan atau suatu konstruksi sosial mengenai
perbedaan peran, fungsi, serta tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan
serta bagaimana laki-laki berperilaku maskulin dan perempuan berperilaku
feminin menurut budaya yang berbeda-beda. Secara lebih luas analisis yang
mempengaruhi diantaranya: akses dan kontrol, partisipasi, dan pembagian kerja
antara laki-laki dan perempuan. Gender mengacu pada perbedaan peran sosial
serta tanggungjawab perempuan dan laki-laki pada perilaku dan karakteristik yang
dipandang tepat untuk perempuan dan laki-laki dan pandangan tentang bagaimana
beragam kegiatan yang mereka lakukan seharusnya dinilai dan dihargai.
Hubeis (2010), menjelaskan lebih dalam mengenai gender differences
yaitu himpunan perbedaan dari atribut-atribut sosial, karekteristik, perilaku,
penampilan, cara berpakaian, harapan, peranan dan lain-lain yang dirumuskan
untuk perseorangan menurut ketentuan kelahiran (jenis kelamin). Kekeliruan
penafsiran yang acapkali terjadi terutama dalam lingkup kajian ilmu pengetahuan,
atribut perbedaan gender lebih banyak dilihat sebagai kategori yang alami dan
karenanya penjelasan yang bersifat biologis lebih cocok dan perlu untuk
dilakukan. Analisis peran gender adalah pengkajian sistematik tentang peran,
relasi sosial dan prosesnya yang difokus pada ketidaksetaraan dalam kekuasaan,
kekayaan dan beban kerja antara perempuan dan laki-laki dalam keseluruhan
masyarakat.
Istilah gender merupakan penafsiran tentang perbedaan fungsi, peranan,
tanggungjawab antara laki-laki dan perempuan yang terbentuk sejak lama di
masyarakat mengikuti perkembangan zaman dan juga lingkungan sehingga
menjadi suatu kebudayaan yang seringkali mempengaruhi manusia di dalamnya
(laki-laki dan perempuan). Gender merupakan hasil konstruksi sosial suatu
masyarakat, tercipta dalam jangka waktu yang panjang dan dalam lingkup
masyarakat tertentu sehingga akan berbeda hasilnya antara satu masyarakat
dengan lainnya dan berbeda antara satu generasi dengan generasi yang lainnya.
Sebagai contoh, perempuan pada zaman dulu dianggap tidak pantas jika
mengenakan atribut laki-laki (celana panjang) dan melakukan pekerjaan yang
5
umumnya dilakukan laki-laki, namun saat ini menggunakan celana panjang
menjadi suatu ciri dari perempuan modern sebagai perempuan yang aktif. Peran
gender dapat berubah sesuai dengan ubahan tatanan sosial, ekonomi di tingkat
lingkungan masyarakat dan kesepakatan bersama untuk perseorangan atau
keluarga (Hubeis 2010).
Sajogyo (1983) menjabarkan pembagian pekerjaan antara suami-
perempuan, laki-laki dan perempuan merupakan pola hubungan dimana
kekuasaan menyertai hubungan antara laki-laki dan perempuan. Pada pola
hubungan ini, perempuan diketahui dan diakui memiliki peranan dalam pekerjaan
rumah tangga (domestik). Pekerjaan domestik diserahkan kepada wanita karena
golongan ini dianggap cocok dan dapat diandalkan demi kepentingan seluruh
anggota rumahtangganya. Laki-laki lebih dititikberatkan pada pekerjaan di sektor
publik yaitu di bidang produksi. Perempuan dalam hal ini memiliki peran sebagai
“manajer” dan bukan sebagai kepala dalam organisasi perekonomian
rumahtangga. Secara sederhana kegiatan domestik, pekerjaan kerumahtanggaan,
seperti: merawat dan mendidik anak, menyiapkan makan untuk keluarga,
memberikan cinta kasih pada keluarga, sedangkan kegiatan publik pekerjaan di
luar kerumahtanggaan seperti: mencari nafkah.
Kemajuan dan keberhasilan peningkatan kedudukan dan peranan wanita
di berbagai bidang kehidupan dan dalam segenap kegiatan pembangunan,
mencerminkan persamaan kedudukan, hak, kewajiban, peranan dan kesempatan
antara perempuan dan laki-laki. Hal ini sesuai dengan falsafah dan budaya bangsa
yang senantiasa mengarah pada terwujudnya kesetaraan/kesejajaran yang selaras,
serasi dan seimbang antara laki-laki dan perempuan. Kemitrasejajaran yang
harmonis antara laki-laki dan perempuan merupakan kondisi dinamis, dimana
kesamaan hak, kewajiban, kedudukan, peranan, dan kesempatan yang dilandasi
sikap saling menghormati, saling menghargai, saling membantu dan saling
mengisi dalam pembangunan di segala bidang (KMNUPW 1995).
Keadilan gender (gender equity) merupakan proses untuk berlaku adil
pada perempuan. Untuk memastikannya adanya keadilan, penilaian harus selalu
tersedia untuk mengkompensasi kultur dan sejarah yang tidak menguntungkan
dan menghambat laki-laki dan perempuan untuk berperan selain dari peran yang
menghasilkan suatu keadilan gender. Pada proses selanjutnya, proses keadilan
melalui keadilan diharapkan dapat menuntun kearah kondisi kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender (gender equality) mengarah pada
perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama, dan memiliki kondisi dan
potensi yang sama untuk merealisasikan hak-haknya sebagai manusia dan
berkontribusi pada pembangunan nasional (Hubeis 2010).
International Labour Organization (2001) dalam Mugniesyah (2007)
seperti dikutip Efriani (2009) mendefinisikan mengenai keadilan dan kesetaraan
gender. Keadilan gender (gender equity) diartikan sebagai keadilan perlakuan bagi
laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup
perlakuan setara atau perlakuan yang berbeda tetapi dalam koridor pertimbangan
kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan dan manfaat.
Sedangkan kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang
menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk
mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa
6
pembatasan oleh seperangkat stereotipe, prasangka, dan peranan gender yang
kaku.
Ideologi Gender
Ideologi dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diartikan sebagai
kumpulan konsep bersistem yang dijadikan dasar pendapat (kejadian) yang
memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup. Ideologi dalam KBBI
juga diartikan sebagai cara berpikir seseorang atau suatu golongan. Soekanto
(1990) menyatakan bahwa secara umum ideologi sebagai kumpulan gagasan, ide,
keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis, yang menyangkut
bidang politik, sosial, kebudayaan, dan agama.
Menurut Kroska dan Elman (2008) dalam Siwi (2004) ideologi gender
merupakan sikap mengenai peran, hak, dan tanggung jawab yang tepat antara
wanita dan pria dalam masyarakat. Gender sendiri pertama kali dirumuskan oleh
Rubin (1975) yang dikutip Kementrian Negara Urusan Peranan Wanita (1995),
didefinisikan sebagai rekayasa sosial, tidak bersifat universal dan memiliki
identitas yang berbeda-beda yang dipengaruhi baik oleh faktor ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya, adat istiadat, agama, etnik, golongan, maupun faktor
sejarah, waktu dan tempat serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknlogi. Gender
adalah suatu konsep yang merujuk pada suatu sistem peranan hubungan antara
laki-laki dan perempuan yang ditentukan oleh pembedaan biologis, akan tetapi
oleh lingkungan sosial-budaya, politik dan ekonomis (Hubeis 2010).
Analisis Gender
Strategi pembangunan yang lebih berkeadilan gender menjelma dalam
berbagai model usaha peningkatan peran perempuan. Terdapat tiga model
pendekatan utama sebagai penjabaran strategi peningkatan peran perempuan
dalam pembangunan; pertama pengentasan kemiskinan; kedua pendekatan
efisiensi dan ketiga sebagai pendekatan pemberdayaan. Gender seperti
dikemukakan oleh Gayle Rubin (1975) dalam Kementrian Negara Urusan Peranan
Wanita (1995) adalah “Social construction and codification of differences between
the sexes and refers to social relationships between women and men”. Gender
yang merupakan rekayasa sosial, tidak bersifat universal, dan memiliki identitas
yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi,
sosial, budayam adat istiadat, agama, etnik, golongan, maupun faktor sejarah,
waktu, tempat serta kemajuan ilmu pengetahuandan teknologi. Upaya peningkatan
peranan wanita dalam pembangunan akan sangat terbatas hasilnya, apabila
perhatian hanya ditujukan kepada wanita saja tanpa adanya perhatian kepada
hubungan antara laki-laki dan perempuan.
Guna mencegah terjadinya kesenjangan dan ketimpangan akibat adanya
perbedaan peran antara laki-laki dan perempuan maka sesuai dengan falsafah
Pancasila dan nilai lihur budaya bangsa Indonesia, perlu adanya perwujudan dan
kepemilikan identitas gender yang mencerminkan wawasan kemitraan yang
sejajar, serasi dan seimbang antara laki-laki dan perempuan. Untuk itu, dalam
upaya mengetahui latar belakang kondisi dan masalah yang menjadi penyebabnya
7
maka digunakan teknik analisis gender. Di Indonesia, teknik analisis gender
digunakan untuk mengetahui kesenjangan serta ketimpangan kedudukan dan
peranan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan (KMNUPW
1995).
Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah-Lembaga Ilmu dan
Pengetahuan Indonesia (1999) dalam Efriani (2009) menjelaskan mengenai
analisis gender sebagai suatu teknik analisis yang memiliki peran penting dalam
upaya penyusunan kebijakan dan strategi sektoral yang mengintegrasikan aspirasi,
kepentingan dan peranan wanita di sektor yang bersangkutan. Beberapa unsur
yang menjadi dasar analisis gender adalah pembagian kerja (alokasi waktu) laki-
laki dan perempuan, akses (peluang) dan kontrol (penguasaan) terhadap
sumberdaya, pastisipasi dalam kegiatan sosial budaya. Analisis gender dalam
pembangunan secara nyata turut berfungsi untuk mengurangi terjadinya
pemborosan pembangunan.
Analisis gender merupakan rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk
menetapkan atau merumuskan persoalan gender yang terjadi di setiap wilayah
(Supiandi 2008). Oleh karena itu diperlukan pengidentifikasian secara rinci dari
masing-masing wiayah agar setiap progam dapat berjalan dengan baik. Puspitawai
(2010) mengemukakan beberapa teknik analisis gender seperti dikutip dari Kantor
Pemberdayaan Perempuan (2004) sebagai berikut.
1. Teknik Analisis Harvard
Teknik ini sering disebut sebagai gender framework analysis (GFA),
yaitu suatu analisis yang digunakan untuk melihat suatu profil gender dari suatu
kelompok sosial dan peran gender dalam proyek pembangunan. Teknik analisis
ini dirancang sebagai landasan untuk melihat suatu profil gender dari suatu
kelompok sosial. Kerangka ini tersusun dari tiga elemen pokok, yaitu:
a) Profil aktivitas (kegiatan) berdasarkan pada pembagian kerja gender (siapa
mengerjakan apa, di- dalam rumahtangga dan masyarakat), yang memuat
daftar tugas perempuan dan laki-laki sehingga memungkinkan untuk dilakukan
pengelompokan menurut umur, etnis, kelas sosial tertentu, dimana dan kapan
tugas-tugas tersebut dilakukan.
Moser (1993) sebagaimana dikutip oleh Mugniesyah (2006)
mengemukakan adanya tiga kategori peranan gender yaitu: (1) Peranan
produktif, yakni peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk
memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. Termasuk
produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumahtangga/ subsisten
dengan nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial. Contohnya: kegiatan
bekerja baik di sektor formal maupun informal. (2) Peranan reproduktif, yakni
peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan
tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharaan dan
reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan tenaga. Contoh:
melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, memasak,
mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju dan lain sebagainya. (3)
Peranan pengelolaan masyarakat dan politik. Peranan ini dibedakan ke dalam
dua kategori berikut: (a) Peranan pengelolaan masyarakat (kegiatan sosial),
yang mencakup semua aktivitas yang dilakukan dalam tingkat komunitas
sebagai kepanjangan peran reproduktif, bersifat sukarela (volunteer) dan tanpa
8
upah. (b) Pengelolaan masyarakat politik, yakni peranan yang dilakukan pada
tingkat pengorganisasian komunitas pada tingkat formal secara politik,
biasanya dibayar (langsung ataupun tidak langsung) dan meningkatkan
kekuasaan atau status.
Selanjutnya Moser (1993) dalam Mugniesyah (2006) menjelaskan
Pembagian kerja dalam Rumahtangga maupun komunitas (masyarakat) pada
umumnya dapat dilihat dari profil kegiatannya. Profil kegiatan ini mencakup
informasi: siapa (laki-laki, perempuan atau bersama) yang melakukan kegiatan
(produktif, reproduktif, sosial), kapan dan dimana kegiatan dilaksanakan serta
berapa frekuensi dan waktu dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut,
berapa pendapatan yang dihasilkan melalui kegiatan tersebut.
b) Profil akses dan kontrol, merinci sumber-sumber apa yang sikuasai oleh laki-
laki dan perempuan untuk melaksanakan kegiatannya dan manfaat apa yang
diperoleh oleh setiap orang dari hasil kegiatan tersebut. Profil ini
memperlihatkan siapa yang memiliki akses terhadap sumberdaya dan kontrol
atas penggunaannya, selanjutnya diidentifikasi, disusun dalam daftar apakah
perempuan dan laki-laki mempunyai akses atau tidak kepada sumberdaya dan
kontrol atas penggunaannya.
c) Analisis siklus proyek; terdiri dari penelaahan proyek berdasarkan data yang
diperoleh dari analisis terdahulu, dengan menanyangkan kegiatan-kegiatan
yang akan dipengaruhi oleh proyek dan bagaimana permasalahan akses,
kontrol terkait dengan kegiatan-kegiatan tersebut.
d) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan, akses dan kontrol;
berpusat pada faktor-faktor dasar, yang menentukan pembagian kerja
berdasarkan gender. Pengertian tentang kecenderungan-kecenderungan
pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial budaya turut diperhitungkan
dalam analisis ini.
2. Teknik Analisis Moser Teknik Analisis Moser disebut juga sebagai Kerangka Moser didasarkan
pada pendapat bahwa perencanaan gender bersifat teknis dan politis. Kerangka ini
mengasumsikan adanya konflik dalam proses perencanaan dan proses
transformasi serta mencirikan perencanaan sebagai suatu “debat”. Tujuan dari
kerangka pemikiran Moser ini adalah:
1. Mengarahkan perhatian ke cara dimana pembagian pekerjaan berdasarkan
gender mempengaruhi kemampuan perempuan untuk berpartisipasi dalam
intervensi-intervensi yang telah direncanakan.
2. Membantu perencanaan untuk memahami bahwa kebutuhan-kebutuhan
perempuan adalah seringkali berbeda dengan kebutuhan laki-laki.
3. Mencapai kesetaraan gender dan pemberdayaan melalui pemberian
perhatian kepada kebutuhan-kebutuhan gender strategis.
4. Memeriksa dinamika akses kepada kontrol dan kontrol pada penggunaan
sumberdaya antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai konteks
ekonomi dan budaya yang berbeda-beda.
5. Memadukan gender kepada semua kegiatan perencanaan dan prosedur.
Alat-alat analisis gender dari Moser antara lain identifikasi peranan
gender bertujuan untuk memastikan nilai yang sama untuk kerja perempuan dan
laki-laki dalam pembagian kerja gender pada saat sekarang; penilaian kebutuhan
9
gender bertujuan untuk menilai kebutuhan-kebutuhan itu yang berhubungan
dengan ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan; serta data bukan
keseluruhan pada tingkat rumahtangga digunakan untuk memastikan identifikasi
kontrol pada sumberdaya dan wewenang untuk membuat keputusan dalam
rumahtangga. Alat implementasi perencanaan gender dari Moser yaitu
perencanaan yang berhubungan secara intersektoral, matrik kebijakan WID/GAD,
serta perencanaan partisipasi gender.
3. Teknik Analisis Longwe
Pemberdayaan yang mensyaratkan suatu transformasi struktur-struktur
yang mensubordinasi dan telah menindas wanita. Perubahan hukum/aturan,
institusi sosial dan legal yang melindungi kontrol dan previlege laki-laki
merupakan hal yang sangat penting jika wanita ingin memperoleh keadilan dalam
masyarakat. Selain itu pemberdayaan diberi batasan luar sebagai penguasaan atas
aset material, sumber-sumber intelekual dan ideologi. Pendekatan pemberdayaan
mengandung makna bahwa model perubahan harus dihasilkan oleh wanita sendiri,
ketidakberhasilan mempertimbangkan penemuan sebagai individu dengan
kebutuhan, hak dan kemampuan khusus hanya akan mengakibatkan peningkatan
beban kerja dan tingkat ketegangan wanita dan bukannya perbaikan status dan
pilihan mereka (Handayani dan Sugiarti 2002).
Teknik analisis Pemberdayaan Longwe seperti dikutip oleh Handayani
dan Sugiarti (2002) merupakan teknik yang digunakan dalam setiap siklus proyek
untuk memahami isu wanita dalam implementasi program, mulai kebutuhan
sampai dengan evaluasi program. Dalam teknik Analisis Pemberdayaan Longwe
terdapat lima dimensi analisis, yaitu ”kesejahteraan, akses, kesadaran kritis,
partisipasi dan kontrol”. Kelima dimensi tersebut saling berkaitan dan melengkapi
di dalam pelaksanaan setiap kegiatan. Adapun lima dimensi teknik analisis
pemberdayaan Longwe adalah sebagai berikut :
1. Dimensi Kesejahteraan
Dimensi ini merupakan tingkat kesejahteraan material yang diukur dari
tercukupinya kebutuhan dasar, seperti makanan, penghasilan, perumahan
dankesehatan. Dalam menganalisis suatu kegiatan pembangunan, dimensi
kesejahteraan diukur dengan cara melihat tingkat kesejahteraan antara wanita dan
laki-laki, artinya apakah program pembangunan telah memberikan kesejahteraan
baik wanita maupun laki-laki.
2. Dimensi Akses
Kesenjangan gender terlihat dari adanya perbedaaan akses antara wanita
dan laki-laki terhadap sumberdaya dan rendahnya akses terhadap sumber daya.
Hal ini menyebabkan produktivitas wanita cenderung lebih rendah daripada laki-
laki. Selain itu wanita lebih banyak diberi tanggungjawab untuk melaksanakan
semua pekerjaan domestik, sehingga tidak mempunyai cukup waktu untuk
meningkatkan kemampuan dirinya. Dimensi ini untuk menganalisis bagaimana
wanita dan laki-laki dapat mengakses suatu program pembangunan, sehingga
tidak menyebabkan terjadinya diskriminasi dalam pelaksanaan suatu program
pembangunan.
10
3. Dimensi Kesadaran Kritis
Kesenjangan terjadi karena adanya anggapan bahwa posisi sosial
ekonomi wanita lebih rendah daripada laki-laki dan pembagian kerja gender
adalah bagian tatanan abadi. Dimensi ini untuk melihat sejauh mana peran-peran
wanita yang terlibat dalam kegiatan pembangunan, sehingga terjadi kesetaraan
antara wanita dan laki-laki dalam mengikuti kegiatan pembangunan.
4. Dimensi Partisipasi
Aspek partisipasi adalah keterlibatan atau keikutsertaan aktif wanita
mulai dari penetapan kebutuhan, formulasi proyek, implementasi, monitoring dan
evaluasi. Dimensi ini untuk melihat bagaimana keterlibatan wanita dalam suatu
kegiatan pembangunan karena di dalam suatu proyek pembangunan, wanita hanya
dilibatkan dalam keanggotaan atau pemanfaat/objek pembangunan, sedangkan
dalam penentuan kebutuhan sampai dengan evaluasi kurang dilibatkan.
5. Dimensi Kontrol
Kesenjangan gender terjadi dari adanya hubungan kuasa yang timpang
antara wanita dan laki-laki baik di tingkat rumah tangga maupun komunitas.
Dimensi ini untuk melihat sejauh mana wanita mempunyai kekuasaan dalam
pengambilan keputusan, artinya wanita mempunyai kekuasaan yang sama dengan
laki-laki dalam pengambilan keputusan.
Setiap dimensi bergerak meningkat dari setiap tahap ke tahap berikutnya.
Hal tersebut menunjukkan pencapaian aspek pemberdayaan wanita dalam
mengikuti suatu program pembangunan. Analisis pemberdayaan Longwe
digunakan pula pada setiap siklus proyek dan evaluasi program pembangunan
serta melihat derajat sensitivitas terhadap isu-isu wanita, yaitu dengan menilai
negatif, netral atau positif (Handayani & Sugiarti 2002).
Konsep Usaha Kecil dan Menengah
Konsep dan Definisi UKM
Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan bagian terbesar dari
pelaku bisnis di Indonesia yang mempunyai peranan penting dan strategis dalam
pembangunan struktur perekomian nasional. Usaha Mikro Kecil dan Menengah
tergolong dalam usaha yang marginal, yang antara lain diindikasi dengan
penggunaan teknologi yang relatif sederhana, keterbatasan modal dan terkadang
akses terhadap kredit yang rendah serta cenderung berorientasi dengan pasar lokal
(Hubeis 2010).
Definisi dan konsep UKM berbeda setiap negara. Oleh karena itu, sulit
membandingkan pentingnya atau peran UKM antar negara. Sebuah Usaha mikro
lebih kurang memperkerjakan lima orang atau kurang sebagai tenaga kerja
tetapnya, meskipun dalam kategori ini banyak pekerja yang tidak di gaji dan
dalam literatur sering disebut sebagai self-employment. Usaha Kecil dan
Menengah seperti di Indonesia dapat berkisar antara 100 pekerja. Selain
menggunakan jumlah pekerja, banyak negara yang juga menggunakan aset nilai
tetap (tidak termasuk gedung dan tanah) dan keuntungan.
11
Tabel 1 Definisi UKM di Indonesia dan beberapa negara sedang berkembang di
Asia
Negara Tenaga
Kerja
Hasil Penjualan
Tahunan
Nilai Kekayaan
bersih/aset
Indonesia
a) UMI
UK
UM
b) UMI
SE
ME
≤ 4
5-19
20-99
≤ Rp 300 jt
> Rp 300 jt- ≤
2500 jt
>Rp2500 jt-≤Rp
50m
≤ Rp 50 jt
> Rp 50 jt-≤ Rp
500jt
> Rp 500jt-≤ Rp
10m
Filipina
UMI – manufaktur
UK manufaktur
UM manufaktur
≤ 9
10-99
100-199
≤ P3jt
>P3jt- P 15 jt
> P15 jt-P 100 Jt
China
UMI
UK – manufaktur
- Konstruksi
- Grosir
- Eceran
- Transportasi
- Pos
- Hotel dan restauran
UM – manufaktur
- Konstruksi
- Grosir
- Eceran
- Transportasi
- Pos
- Hotel dan restauran
0-5
< 300
< 600
< 100
_,,_
< 500
< 400
_,,_
300-3000
600-3000
100-200
100-500
500-3000
400-1000
400-800
< 30 jt RMB
_,,_
_,,_
< 10 jt RMB
< 30 jt RMB
_,,_
_,,_
30 jt- 300 jt RMB
_,,_
_,,_
10 jt- 150 jt RMB
30 jt- 300 jt RMB
_,,_
30 jt-150 jt RMB
< 40 jt RMB
_,,_
40 jt-400 jt RMB
_,,_
India
UMI – Manufaktur
UK - _,,_
UM - _,,_
UMI - Jasa
UK - _,,_
UM - _,,_
≤ 2,5 jt, INR
2,5 jt- < 50 jt INR
50 jt – 100 jt INR
≤ 1 jt INR
1 jt - < 20jt INR
20 jt – 50 jt INR Catatan : a) tidak termasuk aset-aset tetap; b) tidak terbatas pada kerajinan
Sumber : Tambunan 2009
Ket: UMI= Usaha Mikro; UK = Usaha Kecil; UM= Usaha Menengah
12
Peran UKM
Dari perspektif dunia diakui bahwa usaha kecil dan menengah (UKM)
memainkan suatu peran yang sangat vital di dalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi, tidak hanya di negara-negara sedang berkembang (NSB),
tetapi juga di negara-negara maju (NM). Di negera berkembang, UKM sangat
penting tidak hanya karena kelompok usaha tersebut mampu menyerap tenaga
kerja lebih banyak dibandingkan dengan usaha besar (UB) seperti halnya di
negara sedang berkembang, tetapi di beberapa negara memiliki kontribusi yang
besar terhadap pembentukan atau pertumbuhan produk domestik bruto (PDB)
paling besar dibandingkan dengan usaha besar (Tambunan 2009).
Di negara sedang berkembang seperti Asia, Afrika dan Amerika Latin,
UKM juga berperan sangat penting, khususnya dari perspektif kesempatan kerja
dan sumber pendapatan bagi kelompok miskin, distribusi pendapatan dan
pengurangan kemiskinan, dan pembangunan ekonomi pedesaan. Namun, jika
dilihat dari sumbangannya terhadap pembentukan PDB dan ekspor nonmigas,
khususnya produk-produk manufaktur dan inovasi serta pengembangan teknologi,
peran UKM masih tergolong sangat rendah (Tambunan 2009).
Perkembangan UKM diakui secara luas di negera-negara sedang
berkembang, memiliki peran-peran penting karena karakteristiknya yang berbeda
dengan usaha besar. Peluang UKM dapat dilihat dari adanya kuantitas perusahaan
yang lebih banyak jika dibandingkan dengan usaha besar. Usaha kecil menyebar
di seluruh wilayah Indonesia termasuk wilayah yang terisolasi. Oleh karena itu,
kelompok ini memiliki signifikansi “lokal” yang khusus untuk ekonomi pedesaan.
Dalam kata lain, kemajuan pembangunan ekonomi pedesaan sangat ditentukan
oleh kemajuan pembangunan UKM-nya.
Tambunan (2009) menjabarkan UKM memiliki karakteristik sebagai
usaha yang padat karya. Hal ini dapat diartikan UKM memiliki suatu potensi
pertumbuhan kesempatan kerja yang besar, pertumbuhan UKM dapat dimasukkan
sebagai suatu elemen penting dari kebijakan-kebijakan nasional untuk
meningkatkan kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan khususnya bagi
masyarakat miskin. Hal ini juga dapat menjelaskan pertumbuhan UKM menjadi
sektor yang semakin penting di perdesaan terutama negara-negara sedang
berkembang seperti Indonesia. Wilayah pedesaan yang mengalami stagnasi di
sektor pertanian atau sudah tidak mampu lagi menyerap pertumbuhan tahunan
dari penawaran tenaga kerja di pedesaan. Peran lain dari UKM selain memiliki
kelebihan sebagai usaha yang padat karya, juga merupakan usaha yang memiliki
“teknologi tepat guna” atau memiliki teknologi-teknologi yang lebih “cocok” jika
dibandingkan dengan teknologi modern yang umumnya dipakai oleh perusahaan-
perusahaan atau usaha besar lainnya. Proporsi-proporsi dari faktor-faktor produksi
dan kondisi lokal yang ada di negara sedang berkembang, juga sangat mendukung
antara lain ketersediaan sumberdaya alam dan tenaga kerja berpendidikan rendah
yang masih sangat melimpah.
Tambunan (2009) menjelaskan lebih lanjut mengenai peran UKM yang
mampu dijadikan sebagai suatu titik permulaan bagi mobilisasi tabungan/investasi
di pedesaan dan mampu dijadikan sebagai tempat untuk pengujian dan
peningkatan kemampuan berwirausaha dari orang-orang desa. Pada umumnya,
13
pengusaha-pengusaha UKM membiayai sebagian dari operasi-operasi bisnis
mereka dengan tabungan pribadi, ditambah dengan bantuan dari kerabat atau dari
pemberi kredit-kredit informal. Barang-barang konsumsi yang menjadi pasar bagi
utama UKM adalah barang-barang konsumsi sederhana dengan harga relatif
murah. Berry (2001) dalam Tambunan (2009) menyebutkan kelompok usaha
UKM ini sangat penting dalam industri-industri yang tidak stabil atau ekonomi-
ekonomi yang menghadapi perubahan-perubahan kondisi pasar yang cepat seperti
krisis moneter di Indonesia dan Asia Tenggara.
Karakteristik UKM
Aspek-aspek pembeda antara UKM dan UB antara lain orientasi pasar,
profil dari pemilik usaha, sifat dari kesempatan kerja di dalam perusahaan, sistem
organisasi dan manajemen yang diterapkan di dalam usaha, derajat mekanisme di
dalam proses produksi, sumber-sumber bahan bakudan modal serta lokasi tempat
usaha, hubungan dan derajat keterlibatan wanita sebagai pengusaha (Tambunan
2009).
Motivasi menjadi suatu faktor penting dalam menjalankan usaha UKM.
Laporan BPS (2006) menyebutkan ada perbedaan antara UMI, UK, dan UM
dalam latar belakang atau motivasi pengusaha melakukan usaha. Pengusaha mikro
di Indonesia mempunyai latar belakang ekonomi yakni untuk mendapatkan
penghasilan. Selain itu, faktor keturunan menjadi salah satu faktor yang menjadi
alasan utama pengusaha melakukan usaha.
Tabel 2 Jumlah UKM menurut subsektor usaha dan status badan hukum Tahun
2006
Status Badan Hukum UMI UK UM UKM
Berbadan Hukum 4,37 5,33 14,83 4,90
Tidak Berbadan Hukum 95,63 94,67 85,17 95,10
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber : BPS dalam Tambunan (2009)
Tabel 3 Jumlah UKM menurut subsektor usaha dan kelompok umur pengusaha
Tahun 2006 (%)
Kelompok Umur
(tahun) UMI UK UM UKM
< 25 6,21 3,07 1,01 5,22
26-30 11,65 8,33 3,49 10,54
31-35 15,55 13,38 10,09 14,82
36-40 18,12 18,84 14,43 18,22
41-45 16,10 18,30 17,56 16,74
> 45 32,36 38,09 52,98 34,46
Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00
Rata-rata umur 41,23 43,14 46,69 41,90 Sumber : BPS dalam Tambunan 2009
14
Selain status badan hukum, karakteristik yang lainnya adalah adanya
kelompok usia dalam struktur umur pengusaha UKM. Data pada Tabel 3
menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga (34,5%) pengusaha UKM berusia diatas
45 tahun, dan hanya sekitar 5,2% pengusaha UKM yang berumur di bawah 25
tahun. Secara rata-rata pengusaha UKM berusia 41,9 tahun. Sebagian besar dari
jumlah pengusaha dari kategori UMI berumur di atas 45 tahun, dengan rata-rata
umur 41,2 tahun.
Peran Perempuan dalam Kemajuan Usaha Kecil dan Menengah
Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional adalah suatu
hal yang penting dan menjadi isu menarik sepanjang masa. Istilah peran mengacu
pada sekumpulan norma berperilaku yang berlaku untuk suatu posisi dalam
struktur sosial. Norma-norma ini terdiri dari ekspektasi dari orang lain yang
mencakup tidak hanya bagaimana seseorang seharusnya menampilkan sesuatu
peran, tetapi bagaimana seseorang harus menyikapi peran orang lain ketika
menampilkan peran termaksud, dan bagaimana seseorang menerima peran
tersebut. Bentuk ideal dari peran tampilan adalah suatu kombinasi dari peran yang
dirumuskan dengan peran yang diharapkan ditambah peran yang diterima, dimana
setiap peran tersebut bersifat saling mempengaruhi (Hubeis 2010).
Jumlah dan curahan waktu perempuan dalam kegiatan baik rumahtangga
(domestik) maupun kegiatan publik umumnya lebih tinggi dibandingkan dengan
curahan tenaga laki-laki. Hal ini dikarenakan perempuan merupakan
penanggungjawab pekerjaan utama (domestik) rumah tangga sehingga
membutuhkan waktu yang lebih banyak (Sajogyo 1987). Oleh karena itu, dikenal
istilah peran ganda wanita yakni peranan wanita di suatu pihak dalam kehidupan
berkeluarga sebagai pribadi yang mandiri, sebagai ibu rumah tangga, sebagai ibu
bangsa, sebagai pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya dan sebagai
perempuan. Selain itu, berperan sebagai suatu anggota dari masyarakat, sebagai
warga negara dan warga dunia yang dilaksanakan selaras, serasi, dan seimbang
(KNUPR 1995).
Hubeis (2006) dalam Hubeis (2010) menyebutkan UKM tidak terlepas
dari peran bisnis aktif kaum perempuan. Usaha ini banyak diminati oleh kaum
perempuan bukan hanya untuk dapat menopang kehidupan keluarga namun juga
dapat memenuhi kebutuhan pengembangan diri. Seiring bertambahnya
pendapatan perempuan atau akses mereka pada sumber-sumberdaya ekonomi
lewat usaha mikro (Umi) maka kemampuan dan kesempatan-kesempatan
perempuan bernegosiasi dalam rumahtangga juga meningkat. Posisi tawar
berubah dan pendapat mereka mulai diperhitungkan dalam proses pengambilan
keputusan di rumahtangga.
Tim (2006) dalam Hubeis (2010) menjabarkan tentang sulitnya
memisahkan peran wanita dan laki-laki dalam usaha mikro karena belum adanya
angka pasti tingkat keterlibatan perempuan dalam usaha mikro. Namun, posisi
perempuan dalam usaha ini sekitar 40%. Beberapa masalah (tantangan dan
kendala) yang umumnya dihadapi perempuan pengusaha di Indonesia dalam
mengelola usaha mereka, antara lain:
15
1. Akses untuk memperoleh pendanaan
UKM yang dimiliki laki-laki dan perempuan memerlukan akses ke
pendanaan agar dapat mengelola usaha secara lebih efisien dan lebih produktif.
Penyoalan utama yang dihadapi oleh perempuan UKM terkait dengan akses ke
pendanaan adalah kepemilikan properti. Penelitian yang dilakukan oleh CIDA dan
KUKM RI tahun 2003 menunjukkan kecenderungan dimana perempuan
mengalami kesulitan permodalan atau pinjaman. Perempuan memiliki kesulitan
lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki. Keadaan ini disebabkan tidak
adanya kesediaan penjaminan.
2. Akses untuk memperoleh pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan pokok bagi semua masyarakat.
Pendidikan menjadi syarat utama pembangunan kapabilitas manusia. Melalui
pendidikan, khususnya pendidikan formal, kesetaraan gender dapat dicapai karena
semakin tinggi tingkat pendidikan yang dicapai seseorang, semakin berpotensi
akses untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Bagi perempuan
sendiri, pendidikan yang tinggi selain sebagai pembebasan diri dari belenggu
budaya yang cenderung menguntungkan laki-laki juga dapat dijadikan sebagai
modal dalam pembentukan sumberdaya manusia yang unggul dan berkualitas.
Pada konteks pengelolaan usaha, pendidikan memberikan keahlian dasar
yang menyediakan peluang bagi perempuan pengusaha untuk mencapai
keberhasilan usaha. Perempuan yang memiliki pendidikan yang baik, umumnya
memiliki kecakapan, keterampilan dan keahlian khusus dalam kegiatan usaha,
pemasaran dan menjalin hubungan kerja (Hubeis 2010). Namun, menurut data
BPS (2002) dalam Hubeis (2010) mengenai tingkat pendidikan formal pengusaha
berdasar gender masih mengindikasikan kondisi laki-laki pengusaha memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan pengusaha.
Hal ini tidak terlepas dari budaya dan persepsi masyarakat luas tentang makna
pendidikan bagi perempuan.
Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan suatu bentuk usaha yang
terdiri dari laki-laki dan perempuan dimana terdapat relasi gender di dalamnya.
Usaha ini dikerjakan oleh rumahtangga. Laki-laki dan perempuan membagi peran
sesuai dengan keputusan rumahtangga. Terdapat relasi gender dalam rumahtangga
yang berkaitan dengan usaha ini. Relasi gender berhubungan dengan kesetaraan
dan keadilan gender. Relasi gender antara laki-laki dan perempuan pada
hakekatnya adalah setara dalam segala tatanan sosial, termasuk sistem dan budaya
organisasi yang sedang diupayakan terbangun seharusnya menjamin tidak terjadi
diskriminasi dan penindasan berdasarkan asumsi-asumsi tentang ketimpangan
peran laki-laki dan perempuan.4
Hasil Penelitian Relasi Gender dalam Bidang UKM
Hasil penelitian di Daerah Kabupaten Bantul, Yogyakarta oleh Anomsari
(2008) menunjukkan adanya perhatian pemerintah dalam memberdayakan laki-
4 Komisi Nasional Perempuan. Id.m.wikipedia.org/wikiKomisi_Nasional_Perempuan
[diakses tanggal 27 Februari 2011 Pukul 07.45]
16
laki dan perempuan dakam bidang pembangunan. Laki-laki dan perempuan pada
dasarnya memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan usaha khususnya
bidang pengolahan pangan dan kerajinan. UKM di Daerah Bantul dikelola
berdasarkan kerjasama laki-laki dan perempuan dalam mengembangkan usaha.
Bidang pengolahan pangan memiliki prospek yang cukup bagus di
kabupaten ini. Peluang dan akses mengembangkan usaha ini cukup besar dan
tenaga kerja yang diserap juga besar. Temuan di lapangan menunjukkan bahwa
unit usaha ini banyak dijalankan oleh kaum perempuan. Akses laki-laki terhadap
bidang pengolahan pangan ini tidak ada, namun laki-laki memiliki peran dalam
bidang pemasaran yang masuk dalam ranah wilayah publik termasuk berhubungan
dengan pemasok dan perbankan. Konstruksi sosial dan budaya di masyarakat,
laki-laki berada pada sektor publik dan perempuan pada sektor domestik menjadi
salah satu pendorong perempuan untuk bergerak pada bidang usaha pengolahan
pangan. Memilih usaha bidang pengolahan pangan bagi seorang perempuan juga
tidak terlepas dari tanggungjawab yang terkonstruksi secara kultural di mana
perempuan mempunyai tanggungjawab mengurusi rumahtangga. Hal ini
menunjukkan optimisme laki-laki dan perempuan yang memiliki kedududan
setara dalam pembangunan masih menghadapi kendala.
Perempuan yang terlibat dalam bidang ini tidak semata-mata
menyalurkan hobi seperti pada pengolahan makanan tetapi lebih melihat peluang
untuk mengembangkan usaha kerajinan. Perempuan yang ikut andil dalam usaha
ini, biasanya merupakan tradisi dan warisan dari keluarganya atau karena
pengaruh lingkungan sekitar. Secara keseluruhan berdasarkan penelitian lapang,
sebagian besar dari pelaku usaha di daerah ini tidak menggunakan kredit
perbankan sebagai modal usaha baik oleh pelaku usaha laki-laki maupun
perempuan. Kendala akses untuk peminjaman menggunakan perbankan masih
banyak ditemui oleh para pengusaha terutama perempuan.
Pada tahun 2005 dijelaskan, kepemilikan modal perempuan biasanya
berasal dari modal pribadi yaitu sekitar 85,69% perempuan sedangkan laki-laki
81,99%. Sumber modal yang sebagian dari pihak lain untuk laki-laki 12,9% dan
perempuan 12,4%. Modal yang berasal dari pihak lain, pengusaha laki-laki 3,65%
dan perempuan 0,81%. Data ini menunjukkan perempuan masih memiliki
kesulitan dalam memperoleh kredit perbankan (Kantor PP RI 2005) dalam
Anomsari (2008).
Kerangka Pemikiran
Penelitian analisis relasi gender pada usaha kecil dan menengah di
lingkungan keluarga perajin tas di Desa Tegalwaru ini didasarkan atas berbagai
konsep yakni konsep usaha kecil menengah yang dikaitkan dengan analisis
gender. Permasalahan gender dalam usaha kerajinan tas ini dapat ditelaah dengan
menggunakan Teknik Analisis Harvard yaitu suatu analisis yang digunakan untuk
melihat suatu profil gender dari suatu kelompok sosial dan peran gender dalam
proyek pembangunan, yang mengutarakan perlunya tiga komponen dan interelasi
satu sama lain, yaitu: profil aktifitas, profil akses, dan profil kontrol (Overholt
dkk. 1986 dalam Handayani dan Sugiarti 2008).
17
keterangan:
: Mempengaruhi
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Analisis Relasi Gender dalam UKM
Pembagian kerja laki-laki dan perempuan merupakan faktor penting
untuk dapat melihat relasi gender yang terdapat dalam permasalahan ini. Hal ini
bisa dilihat dalam kegiatan pembuatan tas di Desa Tegalwaru dimana laki-laki
lebih berperan dalam beberapa kegiatan usaha seperti: pembuatan model,
penjahitan tas, penentuan bahan, sedangkan perempuan lebih banyak pada proses
pengeleman, perapihan dan pengepakan. Relasi gender uang ada dapat terlihat
dari pembagian kerja laki-laki dan perempuan yang dijelaskan dengan
menggunakan profil pembagian kerja, profil akses, kontrol, pengambilan
keputusan dalam suatu rumahtangga pengrajin tas. Selain itu, peran perempuan
dapat terlihat dengan hasil analisis yang ada.
Profil pembagian kerja meliputi kegiatan produktif, reproduktif dan
sosial yang dilakukan oleh suami, perempuan dan anggota rumahtangga yang lain
dalam usaha pembuatan tas dan juga curahan waktu terhadap ketiga kegiatan
tersebut yang nantinya dihitung dan dirata-ratakan ke dalam hitungan jam per
hari. Akses dan kontrol (peluang dan penguasaan) dapat dilihat melalui akses dan
kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat faktor produksi dan profil kontrol
dalam kegiatan pemeliharaan kegiatan produktif, reproduktif dan sosial. Relasi
gender yang terlihat melalui Teknik Analisis Harvard dapat menggambarkan
kontribusi perempuan terhadap kegiatan usaha kerajinan tas dapat mempengaruhi
pendapatan rumahtangga pengrajin tas tersebut.
Usaha rumahtangga pengrajin tas dalam kegiatannya dapat dianalisis
berdasarkan pra usaha, penjahitan, dan pasca usaha. Pra usaha yaitu: penentuan
model tas, pemilihan bahan, pengeleman. Penjahitan tas menjadi suatu kegiatan
yang dilakukan secara individu. Sedangkan kegiatan pasca usaha diantaranya:
penyelesaian, pengepakan, dan penjualan tas. Kontribusi perempuan terhadap
pendapatan rumahtangga pengrajin dapat dilihat dari sumber penghasilan yang
didapat dari usaha pembuatan tas kemudian dikalikan curahan waktu yang
diberikan perempuan dalam kegiatan reproduktif dan dianalisis secara deskriptif.
Ideologi Gender
Relasi Gender dalam Usaha
Kecil dan Menengah
1. Akses
2. Kontrol
3. Posisi
Karakteristik Individu
Anggota UKM
1. Tingkat Pendidikan
2. Umur (dalam tahun)
3. Lama bekerja di UKM
4. Jenis Kelamin
Keberhasilan UKM
18
Relasi gender mempengaruhi tingkat keberhasilan UKM. Tingkat keberhasilan
UKM diukur dari sumberdaya yang dilihat dari pra-produksi, proses serta hasil
yang diperoleh. Sumberdaya yang dimaksud adalah pada penelitian ini adalah
bahan baku, modal, dan upah.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diajukan hipotesis berikut:
1. Diduga ideologi gender masyarakat mempengaruhi relasi gender di Usaha
Kecil dan Menengah Desa Tegalwaru
2. Diduga Karakteristik Individu mempengaruhi relasi gender di Usaha Kecil
dan Menengah Desa Tegalwaru
3. Diduga adanya hubungan relasi gender dalam UKM dengan keberhasilan
UKM di Desa Tegalwaru.
Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan unsur penelitian berupa petunjuk tentang
bagaimana suatu variabel diukur (Singarimbun 2008). Untuk membantu penelitian
dalam menggunakan variabel dan mengetahui bagaimana cara pengukuran
variabel dalam penelitian ini, maka dikembangkan beberapa definisi operasional
sebagai berikut:
1. Ideologi gender merupakan suatu pemikiran yang dianut masyarakat bahwa
perempuan mempunyai peran yang berbeda dengan laki-laki (khususnya
dalam hal kerja). Ideologi gender dalam penelitian ini dibagi menjadi 2
kategori, yaitu ideologi gender kuat yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa
peran kerja perempuan berbeda dengan peran kerja laki-laki dan ideologi
gender lemah yaitu apabila terdapat pemikiran bahwa relatif tidak ada
perbedaan antara peran kerja laki-laki dan peran kerja perempuan. Kuat
tidaknya ideologi gender diukur dengan cara mengajukan beberapa
pernyataan dimana apabila responden menjawab “setuju” mendapatkan skor
1, sementara responden yang menjawab “tidak setuju” mendapat skor 2.
a. Ideologi gender lemah : skor 23-30
b. Ideologi gender kuat : skor 15-22
2. Karakteristik Individu anggota UKM diartikan sebagai identitas yang
dimiliki secara pribadi oleh seseorang, yang terdiri dari empat kategori:
umur, tingkat pendidikan, jenis kelamin, dan lama bekerja di UKM.
a. Umur adalah lama waktu hidup responden sejak dilahirkan sampai pada
saat diwawancarai, dan diukur dalam tahun (skala rasio) berdasarkan
temuan umur responden di lapangan.
a. 18-29 tahun : diberi kode 1
b. 30- ≥ 50 : diberi kode 2
b. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang
diikuti responden. Diukur dalam skala rasio. Dikategorikan menjadi:
a. Tidak tamat sekolah dasar, lulus SD, Tamat SMP : diberi skor 1
19
b. Tidak tamat SMA, tamat SMA, diploma, sarjana : diberi skor 2
c. Jenis kelamin merupakan identitas sosial individu yang hakiki, diukur
dalam skala ordinal (laki-laki dan perempuan).
a. Laki-laki : kode 1
b. Perempuan : kode 2
d. Lama bekerja yang dilakukan dengan menghitung jumlah waktu mulai
mengikuti UKM hingga waktu penelitian dilakukan. Dihitung dengan
menggunakan nilai tengah sejak UKM berdiri.
Tinggi : > 5 tahun
Rendah : 0-5 tahun
3. Relasi Gender dalam pengorganisasian UKM diukur dari tingkat kesetaraan
gender. Tingkat kesetaraan gender dalam UKM dikatakan setara apabila
penempatan posisi (penempatan pekerjaan), akses, dan kontrol antara
perempuan dan laki-laki seimbang/setara dalam UKM. Relasi gender dalam
kegiatan UKM diuji berdasarkan:
1. Akses adalah peluang yang dimiliki baik oleh laki-laki maupun perempuan
untuk menikmati sesuatu yang dianalisis berdasarkan persepsi responden
terhadap perilaku dalam mengakses sumberdaya dan manfaat dari hasil
produksi UKM. Alat yang digunakan adalah siapa yang memiliki
kesempatan (laki-laki dan perempuan) dalam menggunakan sumberdaya
yang berkaitan dengan kegiatan produktif. Dikategorikan menjadi:
1. Laki-laki/perempuan sendiri : diberi skor 1
2. Perempuan dan laki-laki bersama-sama : diberi skor 2
Tingkat akses dalam UKM di Desa Tegalwaru di ukur berdasarkan interval
dalam kuesioner. Terbagi menjadi:
a. Tinggi : skor 13-16
b. Rendah : skor 8-12
2. Kontrol merupakan sejauh mana kemampuan yang dimiliki laki-laki dan
perempuan dalam pengambilan keputusan yang dianalisis berdasarkan
persepsi responden terhadap perilaku dalam mengontrol sumberdaya dan
manfaat. Diukur melalui frekuensi memutuskan untuk setiap jenis kegiatan
produktif, reproduktif, dan sosial. Tingkatan kontrol dikategorikan menjadi:
a. Laki-laki sendiri dan perempuan sendiri : diberi skor 1
b. Bersama-sama antara laki-laki dan perempuan : diberi skor 2
Tingkat kontrol dalam UKM Desa Tegalwaru diukur berdasarkan interval
dalam kuesioner. Terbagi menjadi:
1. Tinggi : skor 12-18
2. Rendah : skor 19-24
3. Posisi yaitu penempatan kedudukan yang dimiliki oleh laki-laki dan
perempuan dalam kegiatan UKM.
4. Tingkat keberhasilan UKM dikatakan tinggi apabila sudah melibatkan
anggota perempuan dan laki-laki dalam penyelenggaraan Rapat Anggota
Tahunan (RAT), Rapat Anggota, Rencana Kegiatan (RK), kesejahteraan
anggota meningkat yang dilihat dari peningkatan surplus, peningkatan
simpanan anggota, kebutuhan ekonomi (terutama kebutuhan dasar)
terpenuhi. Dibagi menjadi tiga kategori:
a. Rendah jika tidak melibatkan anggota perempuan atau anggota laki-laki
: diberi skor 1
20
b. Sedang jika laki-laki mendominasi atau perempuan mendominasi :
diberi skor 2
c. Tinggi jika laki-laki dan perempuan berperan setara/sama :
diberi skor 3
20
21
METODE PENELITIAN
Pendekatan Lapang
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan kuantitatif yang didukung
oleh pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan menggunakan
metode survei. Penelitian survei merupakan penelitian yang mengambil sampel
dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data
yang lengkap (Singarimbun dan Efendi 1989). Pendekatan kualitatif diperoleh
melalui wawancara mendalam dengan panduan pertanyaan, data dan informasi
yang diperoleh dari informasi kunci, pengamatan di lokasi dan studi dokumen.
Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menganalisis hubungan antara relasi
gender dengan keberhasilan usaha kecil dan menengah dalam masyarakat
responden penelitian berdarkan acuan tiga hipotesis penelitian yang akan di uji.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Pulekan Desa Tegalwaru
Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Tegalwaru
merupakan salah satu desa di Kecamatan Ciampea yang mayoritas penduduknya
bekerja pada sektor pertanian dan wirausaha. Dari seluruh wilayah di Desa
Tegalwaru sebagian besar terdaftar sebagai pengusaha pembuatan tas. Pemilihan
lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan
bahwa seluruh desa yang ada di Kecamatan Ciampea hanya Desa Tegalwaru yang
mayoritas masyarakat memiliki usaha pembuatan tas. Kecamatan Ciampea
merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bogor yang menggalakkan usaha
berbasis sumberdaya lokal masyarakat.
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2012 dan
sebelumnya telah dilakukan studi penjajagan pada bulan Februari 2012 kemudian
dilanjutkan dengan penyusunan proposal penelitian. Tempat penelitian dapat
ditempuh dari kampus Institut Pertanian Bogor (IPB) Dramaga sekitar 10 menit.
Daerah Desa Tegalwaru berada pada kontur dan lokasi yang strategis sehingga
mudah diakses dari jalan utama Ciampea. Desa Tegalwaru juga memiliki wilayah
dengan pemandangan alam yang asri dan khas wilayah pedesaan.
Data dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan
data sekunder. Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah menggunakan
kuesioner, wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi. Data sekunder
diperoleh dari literatur, data monografi desa, peta Desa Tegalwaru, studi berbagai
pustaka, tulisan-tulisan berbagai penelitian yang berkaitan dengan pemasalahan
penelitian dan hasil penelitian terdahulu. Data primer didapat melalui penelitian
langsung dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam. Data primer
merupakan data asli yang dikumpulkan sendiri oleh periset untuk menjawab
22
masalah risetnya (Istijanto 2006) dalam Efriani (2009). Data primer yang
diperlukan meliputi:
1. Karakteristik pribadi yang terdiri dari nama responden, usia, jenis kelamin,
pendidikan terakhir, jenis pekerjaan dan status perkawinan
2. Karakteristik rumah tangga yang terdiri dari jumlah tanggungan keluarga
dan pendapatan per bulan.
3. Alokasi waktu laki-laki dan perempuan pengrajin dalam kegiatan produktif,
reproduktif dan kegiatan sosial.
4. Pendapatan laki-laki dan perempuan pengrajin tas dalam sebulan yang lalu
5. Akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap kegiatan produktifm
reproduktif dan sosial.
Tabel 4 Rincian metode pengumpulan data
Data yang
dibutuhkan Keterangan Sumber Data
Metode
Pengumpulan
Data
Karakteristik
responden
Jenis kelamin,
umur, tingkat
pendidikan, lama
mengikuti UKM
dan jumlah
anggota
(tanggungan)
keluarga
Primer Kuesioner dan
wawancara
mendalam
Ideologi gender
dalam rumah
tangga pengrajin
tas
Pemahaman laki-
laki perempuan
mengenai
pembagian kerja,
peran dalam rumah
tangga
Primer Kuesioner dan
wawancara
mendalam
Relasi gender
dalam rumah
tangga pengrajin
tas
Akses dan kontrol
terhadap
sumberdaya, serta
posisi dalam UKM
Primer Kuesioner,
observasi, dan
wawancara
mendalam
Keadaan umum
lokasi penelitian
dan profil usaha
tas
Sejarah industri
kerajinan tas,
kondisi fisik,
keadaan umum
penduduk,
kelembagaaan dan
mata pencaharian
penduduk
Primer dan
sekunder
Wawancara
mendalam dan
studi literatur
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif
yang didukung metode kualitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan metode
survai deskriptif yang dilengkapi dengan metode kualitatif dengan cara
23
wawancara mendalam. Singarimbun dan Efendi (2008) memaparkan penelitian
deskriptif dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial
tertentu, dimana peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta tetapi
tidak melakukan pengujian hipotesis.
Unit analisis yang digunakan adalah laki-laki dan perempuan yang
mempunyai usaha pembuatan tas. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa besar ideologi gender melekat pada masing-masing individu pengrajin.
Sebagian besar responden merupakan pengrajin yang hanya memiliki satu mata
pencaharian sehingga waktu untuk menemui responden tidak mengalami banyak
kendala. Wawancara dilakukan di setiap rumah-rumah warga. Selain adanya
wawancara kepada setiap responden, dilakukan juga pengamatan lapang meliputi
gambaran lokasi penelitian, keadaan lingkungan kawasan, dan kegiatan-kegiatan
yang dilakukan perempuan dalam rumahtangga pengrajin tas.
Teknik Pengambilan Sampel
Populasi sasaran pada penelitian ini adalah pengrajin laki-laki dan
perempuan yang berprofesi sebagai pengrajin tas di UKM Desa Tegalwaru
Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogo, Provinsi Jawa Barat. Populasi
rumahtangga yang laki-laki dan isterinya menjadi anggota UKM pengrajin
Tegalwaru sebanyak 450 rumahtangga. Unit analisis dalam penelitian ini adalah
individu pengrajin. Mengingat karakteristik responden yang tidak jauh berbeda
antara satu dengan lainnya, maka pemilihan responden dilakukan dengan metode
secara acak sederhana (simple random sampling) dengan memilih 40 pengrajin
(20 orang responden perempuan dan 20 orang responden laki-laki), tiap satu
anggota rumah tangga, baik laki-laki maupun perempuan, mewakili
rumahtangganya. Penentuan pemilihan responden ini didasarkan pada proporsi
jumlah pengrajin tas di UKM KWBT. Pengambilan responden sebanyak 40 orang
didasarkan pada pengambilan data minimun dalam penelitian komunitas.
Jumlah penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2012 sebanyak 12.000 jiwa
dan 40% berada pada sektor industri. Industri kerajinan baik kerajinan tas, dompet
dan lainnya menempati 17,7% dari total keseluruhan pengrajin pada sektor
industri. Data mengenai proporsi pengrajin Desa Tegalwaru tersaji dalam Tabel 5.
Tabel 5 Jumlah pengrajin Desa Tegalwaru Tahun 2011
No Pengrajin Laki-laki
(Jiwa)
Perempuan
(Jiwa)
Jumlah
(Jiwa)
1 Tas 250 200 450
2 Dompet 80 80 160
3 Alat-alat pertanian 40 0 40
4 Lain-lain 100 100 200
Jumlah 470 380 850
Sumber : Yayasan Kuntum Organizer Desa Tegalwaru Tahun 2011
24
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data kuantitatif yang diperoleh melalui kuesioner kemudian diolah
dengan menggunakan komputer. Dalam hal ini program komputer yang
digunakan adalah SPSS, dimana program ini berguna untuk merekam data yang
bersifat ordinal, nominal dan interval, membuat tabulasi silang dan mengoreksi
data. Tabulasi silang digunakan untuk menggambarkan hubungan antara dua
variabel atau lebih, antara variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh dan
mempermudah dalam membaca serta memanahmi data. Data tersebut kemudian
diinterpretasikan dan ditarik kesimpulan berdasarkan hipotesis yang ada. Data
kuantitatif yang diperoleh melalui wawancara dilakukan analisis secara deskriptif
dengan menjelaskan hubungan variabel atau sebaran variabel dari kegiatan
produktif, reproduktif, dan sosial responden. Terkait konsep gender, maka
digunakan Teknik Analisis Harvard untuk menganalisis karakteristik rumahtangga
dan melihat profil akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan posisi laki-laki dan
perempuan dalam pengelolaan UKM.
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Kondisi Geografis dan Kondisi Fisik
Desa Tegalwaru termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciampea,
Kabupaten Bogor. Desa Tegalwaru termasuk ke dalam kategori Impres Desa
Tertinggal (IDT) dengan luas wilayah 338.843 ha, di atas permukaan laut 200 m,
dan tinggi curah hujan 21-23 m3, yang terbagi dalam tiga dusun, enam rukun
warga (RW) dan 38 rukun tetangga (RT) dan setiap rukun warga memiliki
karakteristik usaha yang berbeda-beda. Batas wilayah Desa Tegalwaru adalah
sebagai berikut:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Bojong Jengkol
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bojong Jengkol
3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Cinangka
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cicadas/Bojong Rangkas
Jarak kantor desa ke ibukota kecamatan, Kabupaten Bogor, Propinsi
Jawa Barat dan ibukota negara sebagai berikut:
1. Ibukota Kecamatan Ciampea : 2 km
2. Ibukota Kabupaten Bogor : 20 km
3. Ibukota Propinsi Jawa Barat : 132 km
4. Ibukota Negara : 73 km
Tabel 6 Pemanfaatan lahan/penggunaan tanah di Desa Tegalwaru Tahun 2011
No Penggunaan Luas (Ha) %
1 Pemukiman
a. Pemukiman umum
55,3380
55,380
18.71
18.71
2 Bangunan
a. Perkantoran
b. Sekolah
c. Tempat ibadah
d. Kuburan
e. Jalan
f. Lain-lain
20,575
0,035
0,620
0,320
4,1
9,3
6,2
6,95
3 Pertanian sawah
a. Sawah irigasi
b. Sawah tadah hujan
220,027
-
220,027
74,33
-
74,33
4 Ladang/tegalan - -
5 Perkebunan 15 -
6 Padang rumput/ stepa/ ladang
gembalaan
- -
7 Hutan 20 -
8 Tempat rekreasi dan olahraga - -
9 Perikanan darat 2 -
Total 296,019 99,99
26
Dari ibukota Kecamatan Ciampea, Desa Tegalwaru dihubungkkan oleh
jalan yang sudah beraspal sepanjang 2 km. Fasilitas angkutan umum yang ada
yaitu angkutan kota dan ojek. Rumah penduduk terdiri dari bangunan yang
berdinding tembok (permanen), semi permanen, dan rumah kayu. Sebagian besar
rumah penduduk adalah permanen. Sistem pengairan di desa ini adalah dengan
menggunakan irigasi setengah teknis. Lahan pertanian di desa ini termasuk subur
dan sebagian besar dimanfaatkan dengan sistem tanam dua kali tanam dalam
setahun. Sebagian besar petani di Desa Tegalwaru memiliki lahan kurang dari 0,2
Ha. Hal ini memperlihatkan bahwa di Desa tersebut sudah terjadi perpencaran
lahan pertanian.
Kependudukan
Sekitar tahun 2000, jumlah penduduk Tegalwaru hanya sekitar 9,865
jiwa dengan klasifikasi sebagai berikut:
Tabel 7 Jumlah penduduk menurut golongan umur dan jenis kelamin di Desa
Tegalwaru Tahun 2000 No Golongan Umur Laki-laki Perempuan Jumlah
(orang)
1 0-12 bulan 55 48 103
2 13 bulan-4 tahun 531 544 1,064
3 5-6 tahun 225 235 460
4 7-12 tahun 644 647 1,291
5 13-15 tahun 261 234 495
6 16-18 tahun 236 229 465
7 19-25 tahun 361 319 680
8 26-35 tahun 431 414 845
9 36-45 tahun 581 589 1,170
10 46-50 tahun 623 510 1,133
11 51-60 tahun 583 574 1,157
12 61-75 tahun 431 400 831
13 Labih dari 76 tahun 106 65 171
Jumlah 5,068 4,797 9,865 Sumber : Profil Desa/Kelurahan Buku I Tahun 2000
Tabel 8 Jumlah dan persentase penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2001
Golongan
Umur
(Tahun)
Jenis Kelamin Jumlah
Laki-laki Perempuan Orang %
Orang % Orang %
1-12 1475 29,10 1453 30,49 3378 34,24
13-18 497 9,80 463 9,65 960 9,73
19-50 1996 39,38 1832 38,19 3808 38,60
>50 1120 22,09 1039 21,65 2159 21,88
Jumlah 5068 100 4797 100 9865 100 Sumber : Data Monografi Desa Tegalwaru Tahun 2001
27
Apabila dilihat dari golongan umurnya, terdapat sekitar 34,24%
penduduk yang berada pada golongan umur 1-12 tahun. Hal ini memperlihatkan
bahwa jumlah anak-anak di Desa Tegalwaru mempunyai proporsi yang cukup
besar. Artinya angka kelahiran di Desa Tegalwaru dapat dikatakan tinggi.
Pernikahan dini dan penggunaan KB sebagai salah alat untuk menekan angka
kelahiran masih rendah. Masyarakat desa ini berpandangan bahwa denagan
memiliki banyak anak, mereka akan mendapatkan rizki yang lebih banyak.
Kelahiran yang besar juga diperlihatkan dengan terus meningkatnya jumlah
penduduk desa ini seperti yang disajikan dalam data-data selanjutnya.
Berdasarkan Laporan Kinerja Kepala Desa Tegalwaru Kecamatan
Ciampea tahun 2004 tercatat jumlah penduduk Desa Tegalwaru 11.110 jiwa (laki-
laki 5.440 jiwa dan perempuan 5.660 jiwa). Jumlah penduduk di atas tidak hanya
jumlah penduduk asli tapi juga termasuk jumlah penduduk pendatang. Adapun
jumlah penduduk sesuai dengan tingkat pendidikannya disajikan sebagai berikut:
1. Tidak tamat SD/sederajat sebanyak 63 orang
2. Tamat SD/sederajat sebanyak 6.700 orang
3. Tamat SLTP/sederajat sebanyak 480 orang
4. Tamat SLTA/sederajat sebanyak 240 orang
5. Tamat Diploma sebanyak 15 orang
6. Tamat Perguruan Tinggi/S1 sebanyak 21 orang
7. Tamat Perguruan Tinggi/S2 sebanyak 5 orang
8. Tamat Perguruan Tinggi/S3 sebanyak 2 orang
Laporan Kinerja Kepala Desa Tegalwaru pada tahun 2010, jumlah
penduduk Desa Tegalwaru adalah sebanyak 12.562 jiwa dengan 1500 KK.
Berdasarkan data jumlah penduduk sesuai dengan tingkat pendidikannya yang
mengenyam pendidikan sebagian besar tidak tamat Sekolah Dasar dan tamat
Sekolah Dasar sebesar 6.763 orang atau sebesar 87% dari jumlah penduduk yang
mengenyam pendidikan padahal pemerintah telah mencanangkan program “Wajib
Belajar Sembilan Tahun”. Data tersebut menunjukkan bahwa motivasi penduduk
Desa Tegalwaru dalam mengenyam pendidikan sangat rendah padahal dalam
proses belajar mengajar, mereka mendapat biaya pendidikan secara gratis.
Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa jumlah penduduk perempuan lebih
banyak daripada jumlah penduduk laki-laki tetapi dalam dunia pendidikan baik
laki-laki maupun perempuan wajib mengenyam pendidikan.
Kondisi Ekonomi dan Pendidikan Masyarakat
Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru (KWBT) terletak di Kampung
Pulekan Desa Tegalwaru Kabupaten Bogor. Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru
(KWBT) merupakan tempat wisata yang sangat unik, keunikannya bukan hanya
sekedar kental akan nuansa pedesaannya, tapi di KWBT ini para wisatawan dapat
belajar dan melihat langsung proses produksi dari sebuah usaha berbasis Home
Industry. Sebagian besar penduduk desa berprofesi sebagai petani dan wirausaha.
Secara monografi Desa Tegalwaru terdiri dari 6 RW dan 38 RT, dan masing-
masing RW memiliki spesifikasi usaha masyarakat.
Desa Tegalwaru masih tergolong Impres Desa Tertinggal (IDT), dimana
di desa ini pendidikan dan kesehatan masih tergolong rendah. Tidak ada bangunan
28
SMP ataupun SMA, namun tersedia hanyalah bangunan SD. Pemerintah desa
setempat telah mengupayakan adanya penyelenggaraan pendidikan wajib belajar 9
tahun sebagaimana dicanangkan pemerintah. Pada tahun 1997, pemerintah desa
telah mengupayakan adanya SMP terbuka yaitu SMP negeri yang membuka kelas
jauh di Desa Tegalwaru.
Industri rumahtangga (home industry) merupakan penopang utama
masyarakat yang berprofesi sebagai pengrajin baik tas, dompet maupun
pengelolaan sumberdaya lokal lainnya. Sebelum dibentuk UKM Desa Tegalwaru,
pendapatan masyarakat Desa Tegalwaru sebagaian besar ditopang oleh industri tas
milik pengusaha luar daerah yang memasok bahan ke desa tersebut dan dikerjakan
oleh penduduk tanpa adanya jaminan tenaga kerja dengan upah yang relatif murah
yaitu rata-rata Rp20.000/minggu. Kondisi ini menyebabkan sebagian besar warga
Tegalwaru enggan untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dan
memilih bekerja sebagai perajin tas bersama dengan anggota keluarga yang
lainnya.
Sumber Nafkah Masyarakat Desa Tegalwaru
Masyarakat Desa Tegalwaru memiliki sumber mata pencaharian yang
berasal dari pertanian, peternakan dan kerajinan baik berupa tas, dompet, industri
golok, industri pastung asmat dan lain-lain. Lahan Desa Tegalwaru banyak
dimanfaatkan untuk lahan pertanian dan peternakan serta perumahan. Beberapa
hewan ternak yang dikembangkan adalah kelinci, sapi dan domba serta ternak-
ternak lainnya. Sebagian besar warga masyarakat desa ini, memiliki pendapatan
dari kerajinan baik tas maupun dompet. Selain itu, pendapatan masyarakat berasal
dari jenis usaha lainnya seperti berdagang, bertani, pegawai, dan menjadi buruh
pabrik di luar desa.
Hasil pertanian seperti tanaman obat, jamur dimanfaatkan oleh
masyarakat desa ini sebagai komoditas wisata masyarakat yang ingin
menyaksikan penanaman, dan pembudidayaan tanaman obat dan jamur. Pekerja
dalam kegiatan ini adalah ibu-ibu rumah tangga. Mereka memanfaatkan waktu
luang untuk mendapatkan penghasilan tambahan dengan bekerja sebagai pengolah
tanaman obat dan pembudidayaan jamur merang. Usaha yang paling banyak
diusahakan adalah kerajinan tas.
Berdasarkan profil desa pada tahun 2000, penggunaan tanah di desa
Tegalwaru paling banyak digunakan sebagai pertanian sawah yaitu 220.027
hektar, untuk bangunan 20.575 hektar, pemukiman umum yaitu 55.380 hektar,
perkebunan 15 hektar, hutan 20 hektar dan perikanan darat sebesar 2 hektar.
Berdasarkan penggunaan lahan yang paling banyak adalah pada sektor pertanian.
Pada profil desa tahun 2011, penggunaan tanah di Desa Tegalwaru masih di
dominasi dengan penggunaan lahan dalam bidang pertanian.
29
Tabel 9 Struktur mata pencaharian penduduk Desa Tegalwaru Tahun 2011
No Mata Pencaharian Jumlah
(Orang) Persentase
1 Sub sektor pertanian tanaman pangan
a. Pemilik tanah sawah
b. Pemilik tanah tegal/ladang
c. Buruh tani
1,379
801
503
75
69
40
25
4
2 Sub sektor perkebunan/perladangan - 0
3 Sub sektor peternakan
a. Ternak kambing
b. Ternak ayam
c. Ternak kerbau
d. Ternak domba
e. Buruh peternak
151
45
3
5
73
25
8
2
0
0
4
1
4 Sub sektor perikanan/pelayaran
a. Pemilik kolam
b. Lain-lain
36
26
10
2
1
1
5 Sub sektor pertambangan galian C
a. Usaha pertambangan galian C
b. Usaha perdagangan hasil
pertambangan galian C
c. Buruh pada pertambangan galian
C
17
2
2
10
1
0
0
1
6 Sub sektor industri kecil/kerajinan
a. Pemilik usaha kerajinan
b. Usaha industri rumah tangga
c. Usaha industri kecil
d. Buruh pada industri kecil
103
3
5
15
80
5
0
0
1
4
7 Sub sektor industri besar/sedang - 0
8 Sektor jasa/perdagangan
a. Jasa pemerintahan/non
pemerintahan
b. Jasa lembaga keuangan
c. Jasa perdagangan
d. Jasa komunikasi dan angkutan
e. Jasa hiburan
f. Jasa keterampilan
g. Jasa lainnya
306
89
-
30
35
4
143
5
15
4
-
2
2
0
7
0
Total 1,992 100 Sumber : Profil Desa/kelurahan Buku I Tahun 2011
Kehidupan Sosial Kemasyarakatan
Kegiatan sosial budaya masyarakat Desa Tegalwaru tidak terlalu
beragam. Kebanyakan masyarakat Desa Tegalwaru hidup bertetangga dengan
saudara sendiri sehingga kehidupan sosialnya terasa sangat solid dan rasa
kebersamaannya tinggi. Malam hari pukul 21.00 WIB kondisi di Desa Tegalwaru
30
sudah sepi. Hanya beberapa dari warung atau toko masyarakat yang masih
memiliki kesibukan. Sektor kebudayaan yang masih menonjol di Desa Tegalwaru
adalah budaya Bahasa Sunda. Masyarakat Desa Tegalwaru masih menggunakan
Bahasa Sunda dalam kehidupan sehari-hari meskipun sudah bercampur dengan
Bahasa Indonesia.
Masyarakat Desa Tegalwaru termasuk masyarakat yang agamis. Seluruh
penduduk Desa Tegalwaru beragama islam dengan mayoritas menganut aliran
Nahdlatul Ulama (NU). Masjid-masjid Desa Tegalwaru selalu diadakan acara
pengajian baik harian, mingguan dan bulanan. Selain itu, di Desa Tegalwaru
terdapat Pondok Pesantren dan Yayasan Az Zein, yakni sekolah agama Islam
yang sudah baik dan modern. Setiap masjid memiliki Dewan Rumahtangga
Masjid (DKM) sendiri yang menangani dan mengurusi kegiatan-kegiatan masjid,
keungan, pembangunan sarana dan prasarana masjid. Lembaga atau organisasi
kemasyarakatan di Desa Tegalwaru tidak terlalu terlihat dalam kegiatannya
membantu perkembangan dan peranannya bagi masyarakat. Lembaga
kepemudaan seperti karang taruna misalnya tidak ada di Desa Tegalwaru,
sehingga memberikan sedikit kesulitan dalam mengumpulkan pranata
kepemudaan.
Sarana dan Prasarana
Desa Tegalwaru dilalui jalan aspal yang menghubungkan Kecamatan
Ciampea dengan Kecamatan Ciomas. Fasilitas transportasi yang tersedia adalah
angkutan kota, sepeda motor (ojek) dan kendaraan pribadi. Transportasi antar
kampung lebih banyak ditempuh dengan sepeda motor dan jalan kaki mengingat
medannya yang berbukit-bukit. Desa Tegalwaru memiliki sebuah Puskesmas
Pembantu dan sebuah Puskemas Pusat. Fasilitas yang tersedia di Puskesmas
Pembantu kurang memadai, hal ini dikarenakan pusat pengobatan lebih
dikonsentrasikan di Puskesmas Pusat. Adapun jumlah tenaga medis yang tersedia
adalah satu orang dokter umum, satu orang bidan dan tiga mantri kesehatan.
Kegiatan Posyandu dilakukan oleh bidan dan dibantu oleh kader
Posyandu, pelaksanaanya dibagi menjadi enam wilayah (enam RW). Kegiatannya
yaitu penimbangan, imunisasi, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan balita dan
pemberian makanan tambahan untuk balita. Sarana pendidikan yang ada di Desa
Tegalwaru adalah tiga buah SD, satu Madrasah Ibtidaiah, dan SLTP terbuka.
Sekolah agama setingkat SD dan SMP juga ada di desa ini. Seluruh Desa
Tegalwaru sudah terjangkau oleh listrik. Penduduk desa menggunakan air sumur
untuk keperluan rumah tangga seperti memasak, mencuci pakaian dan mencuci
peralatan rumah tangga lainnya. Kawasan rumah penduduk yang dekat dengan
jalan raya dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi sudah dimiliki
sebagian besar penduduknya.
Profil Industri Kerajinan Tas Desa Tegalwaru
Desa Tegalwaru dicanangkan sebagai sentra industri kerajinan tas dan
patung yang berada di Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Industri kerajinan tas mulai berkembang di Desa Tegalwaru mulai tahun 1965.
31
Perkembangan industri ini adalah sebagai dampak dari desa tetangga, yakni Desa
Bojongrangkas yang telah terlebih dahulu merintis usaha ini. Melihat prospek
yang baik dalam usaha ini, maka beberapa orang di desa ini mulai membuka
usaha ini dalam skala kecil. Setelah mereka menemukan pasar masing-masing,
para pengrajin mulai memperbesar skala usahanya dengan merekrut beberapa
pegawai yang lama-kelamaan jumlahnya semakin terus bertambah.
Banyak diantara penduduk Desa Tegalwaru yang beralih mata
pencaharian dari sektor pertanian ke sektor industri. Bahkan ada diantaranya yang
sengaja menjual sawah dan ladangnya sebagai modal untuk mendirikan industri
tas. Mereka sangat antusias karena sektor pertanian yang mereka rasakan sudah
tidak bisa diharapkan untuk menopang kehidupan mereka dan mereka melihat
keberhasilan pengusaha lain yang sudah lebih dulu mendirikan usaha ini.
Industri kerajinan tas ini berkembang secara turun temurun dari orang tua
ke anak-anaknya. Namun tidak jarang ada beberapa diantara mereka yang
membuka usaha ini atas kemauan sendiri. Di Desa Tegalwaru terdapat sekitar 10
buah indutri kerajinan tas dengan jumlah pekerja rata-rata 10-15 orang. Selain itu,
banyak industri rumahtangga yang juga bergerak dalam usaha ini sehingga
jumlahnya sekitar 500 pengrajin. Kesepuluh industri tas ini tersebar di tiga RW
yaitu RW I, IV, dan V.
Modal usaha merupakan masalah yang paling banyak ditemui oleh para
pengusaha tas. Para pengusaha tas sebagian besar memiliki modal yang terbatas,
oleh karena itu untuk mengatasi banyaknya pesanan para pengrajin membentuk
perkumpulan pengrajin yang diberi nama Kopertas (Kelompok Pengrajin Tas)
dengan jumlah anggota sebanyak delapan orang pemilik dan 87 pekerja. Upaya
yang dilakukan Kopertas ini adalah meningkatkan mutu dari produk tas yang
mereka buat. Usaha ini kemudian mendapat perhatian dari PT. Telkom Wilop
Jakarta yang kemudian melakukan kerjasama dengan Kopetas. Pihak PT. Telkom
memberikan modal kepada pengrajin untuk kemudahan memperoleh bahan baku
yang dibutuhkan.
Adanya kerjasama tersebut, para pengrajin mendapatkan pelatihan
mengenai tata cara pengelolaan manajemen, pemasaran, serta upaya-upaya untuk
meningkatkan pendapatan maupun skala usaha bagi pengrajin. Akan tetapi upaya
ini kurang ditindaklanjuti oleh PT. Telkom. Kerjasama ini hanya berlangsung
beberapa tahun saja dan saat itu, para pengrajin mengandalkan modal sendiri dan
pesanan dari pasar. Dalam hal pemasaran, para pengrajin ini harus bersaing
dengan banyak industri tas lain di desa lain. Oleh karena itu mereka harus cerdik
dalam melihat permintaan dan selera konsumen. Para pengrajin harus bisa
menciptakan bentuk-bentuk tas yang sedang menjadi trend baik untuk kalangan
bawah, menegah dan atas. Adapun wilayah pemasaran tas ini sudah cukup luas
mulai dari seluruh wilayah Jabodetabek, Jawa Tengah, Riau, dan beberapa daerah
di Sulawesi. Pemasaran juga dilakukan dengan menggunakan media online.
Adanya kerjasama dengan Pemerintah Daerah Bogor, produk-produk tas ini juga
mulai merambah ke negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura dan
India. Keberhasilan ini sangat ditunjang oleh adanya pameran-pameran yang
diikuti sehingga produk-produknya lebih dikenal oleh kalangan luas. Pemasaran
untuk daerah Bogor produk tas ini sudah masuk ke beberapa pasar di daerah ini.
32
Proses Pembuatan Tas
Pembuatan tas kulit ini, bahan baku yang dibutuhkan adalah sejenis
bahan sintesis yang menyerupai kulit (kulit buatan). Pembelian bahan baku ini,
biasanya didapatkan pengrajin di Pasar Tanah Abang karena harganya yang lebih
murah jika dibandingkan dengan membeli di Bogor. Selain itu juga para pengrajin
ini membutuhkan akssoris-aksesoris baik yang terbuat dari plastik maupun besi.
Biasanya aksesoris ini dibeli di pusat grosir mangga dua Jakarta. Mereka
mengatakan bahwa disana tersedia berbagai pilihan aksesoris dengan harga yang
bervariasi mulai dari yang murah sampai yang mahal tergantung dari model tas
yang akan dibuat. Bahan lain yang dibutuhkan untuk membuat tas ini adalah kain
untuk lapisan dalam tas. Kain ini dapat dibeli dimana saja karena harganya yang
relatif sama.
Tahap pertama yang dilakukan adalah mendesain model tas yang akan
dibuat. Kemudian pola tersebut diperbanyak dengan cara dijiplak di atas bahan
yang akan dibuat. Pekerjaan ini harus dilakukan dengan teliti agar ukuran tas yang
dihasilkan seragam dan bentuknya sama. Selanjutnya pola yang sudah dijiplak
tadi diserahkan ke bagian pengguntingan dan dilanjutkan ke bagian pengelemen.
Adapun lem yang digunakan adalah lem karet yang dibeli secara kiloan. Lem
kiloan ini lebih murah jika dibandingkan dengan membeli lem kemasan kaleng.
Guna menghasilkan produk yang berkualitas, dilakukan penyambungan. Alat
yang digunakan dalam penyambungan ini adalah mesin jahit lperempuank
sehingga pekerjaan menyambung lebih cepat dilakukan. Dari bagian
penyambungan, tas setengah jadi ini kemudian masuk ke bagian dalam dan luar
tas. Selanjutnya tas masuk ke bagian penyortiran. Bagian ini bertugas memeriksa
kembali keseluruhan bagian tas agar tidak ada bagian yang tidak terjahit atau
tertinggal. Setelah selesai, tas masuk ke bagian pemasangan aksesoris. Pekerjaan
ini biasanya dilakukan oleh pekerja anak dan perempuan karena pekerjaan ini
tidak membutuhkan keterampilan yang berarti. Tahap yang paling akhir adalah
pembungkusan tas ke dalam plastik-plastik agar tas tetap bersih dan terawat
sampai di tangan konsumen:
\
Gambar 2 Bagan Alur Proses Pembuatan Tas
PENGELEMAN
PENJAHITAN PENYAMBUNGAN BARANG JADI
DAN PEMASARAN
PENJIPLAKAN POLA
BAHAN BAKU TAS
PENGGUNTINGAN
KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN PEMBAGIAN KERJA
RUMAHTANGGA PENGRAJIN TAS
Karakteristik Individu Pengrajin Tas
Karakteristik individu responden merupakan hal-hal spesifik dari
responden yang dipaparkan untuk memberi gambaran kondisi responden.
Karakteristik yang digali terdiri dari umur, tingkat pendidikan, lama mengikuti
UKM, dan jenis kelamin. Pada penelitian ini, responden berjumlah 40 orang yang
terdiri atas 20 pengrajin tas laki-laki dan 20 pengrajin tas perempuan.
Umur
Seluruh responden pada penelitian ini tergolong umur produktif, yaitu 15-
64 tahun dan sudah menikah. Pada penelitian ini, umur terendah responden adalah
21 tahun sedangkan umur tertinggi mencapai 60 tahun. Mengutip pendapat
Havinghurst (1950) dalam Mugniesyah (2006), umur dewasa dapat digolongkan
menjadi tiga kategori, yaitu dewasa awal (18-29 tahun), dewasa pertengahan (20-
50 tahun), dan dewasa tua (50 tahun keatas).
Berdasarkan Tabel 10, sebaran umur responden dominan berada pada
kategori umur dewasa sedang (30-50 tahun). Tingginya partisipasi responden pada
kategori umur ini sesuai dengan salah satu tugas perkekembangan pada masa ini
yaitu berusaha mencapai dan mempertahankan suatu tingkat kehidupan ekonomi,
menstabilkan perekonomian rumahtangga melalui sektor usaha tersebut.
Keterlibatan perempuan dan laki-laki dalam penelitian ini adalah sama, yakni 50%
untuk laki-laki dan 50% perempuan dengan jumlah 40 responden penelitian.
Tabel 10 Jumlah dan persentase responden berdasarkan umur di Desa Tegalwaru
Tahun 2012
Umur Laki-laki
(L) %
Perempuan
(P) %
Jumlah Total
(jiwa) %
20-31 1 2,5 14 35,0 15 37,5
32-42 11 27,5 6 15,0 17 42,5
≥ 42 8 20,0 8 20,0
Total 40 100
Sebaran umur terbesar kedua berada pada kategori umur dewasa awal
(20-31) yaitu 35,0% untuk responden perempuan dan 2,5% untuk responden laki-
laki. Hal yang menarik untuk dikaji pada kategori umur ini adalah motif utama
keterlibatan perempuan dalam membuat kerajinan tas disebabkan dorongan untuk
meningkatkan pendapatan keluarga dan membantu pekerjaan suami. Sebaran
34
umur terendah berada pada kategori dewasa tua (50 tahun ke atas). Hal yang
menarik untuk dikaji pada sebaran umur ini adalah jumlah responden yang berusia
diatas 50 tahun semuanya berjenis kelamin laki-laki dan terdapat responden yang
berumur 67 tahun. Jika dikaitkan dengan ketentuan BPS dalam Rusli (1996),
umur responden tersebut tidak tergolong dalam usia produktif kerja (15-64 tahun).
Pendidikan Formal
Pada Tabel 11, pendidikan formal responden sebagian besar tergolong
sedang karena persentase responden yang tamat SD dan tamat SMP mencapai
87,5%. Hal ini disebabkan kondisi ekonomi orang tua yang tergolong lemah
sehingga tingkat pendidikan formal responden umumnya rendah. Hal ini diduga
masih terdapat anggapan bahwa tanggung jawab seseorang diidentikkan dengan
mendapatkan penghasilan sendiri dan tidak memerlukan tingkat pendidikan
formal yang tinggi dalam pembuatan produk tas serta kurangnya kemampuan
ekonomi keluarga dalam menyekolahkan putra-putri mereka ke jenjang yang lebih
tinggi.
Tabel 11 Jumlah dan Persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan di
Desa Tegalwaru Tahun 2012
TingkaPen-
didikan
Laki-
laki % Perempuan %
Jumlah
Total
(jiwa)
%
Rendah
(tidak tamat
SD)
0 0 2 5,0 2 5,0
Sedang
(SD-tamat
SMP)
17 42,5 18 45,0 35 87,5
Tinggi
(tamat
SMA-ke
atas)
3 7,5 3 7,5
Total 40 100
Berdasarkan jenis kelaminnya, tingkat pendidikan formal responden laki-
laki dan perempuan pada taraf pendidikan SD-SMP memiliki derajat yang sama.
Namun pada tingkat SMA-keatas, hanya responden laki-laki saja yang memiliki
kesempatan untuk mengenyam pendidikan di jenjang tersebut. Responden
perempuan secara keseluruhan memiliki tingkat pendidikan formal yang rendah,
sedangkan responden laki-laki tergolong beragam. Hal ini diduga masih terdapat
subordinasi yang memposisikan tingkat pendidikan formal rendah bagi
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terlihat dengan adanya
pernyataan responden yang menegaskan bahwa perempuan tidak perlu menempuh
35
pendidikan formal yang lebih tinggi karena tugas utama perempuan setelah tamat
sekolah adalah mengurusi keluarga dan rumahtangga (pekerjaan reproduktif)
berikut pernyataan responden tersebut:
“Neng, upami awewe tos tamat sakola mah tanggung jawabna
oge ukur nikah jeung patuh ka salaki.” (Bapak M, 42 tahun).
(Neng, jika perempuan sudah tamat sekolah maka tanggung
jawabnya setelah menikah adalah patuh kepada suaminya)
Pendidikan Nonformal
Pada penelitian ini, pendidikan nonformal responden diartikan dengan
frekuensi keikutsertaan responden dalam pelatihan tentang pengembangan
produk, peningkatan keterampilan dan kemampuan, baik dari segi desain maupun
manajeman usaha tas. Pelatihan ini difasilitasi oleh Yayasan Kuntum Indonesia
dan lembaga-lembaga pemerintahan yang datang memberikan pembekalan dan
pelatihan kepada pengrajin di desa ini. Tabel 12 menjelaskan mengenai
keikutsertaan pengrajin dalam musyawarah dan pelatihan keterampilan yang
biasanya diadakan di desa ini.
Tabel 12 Sebaran responden dalam keikutsertaannya mengikuti pelatihan dan
musyawarah anggota
Keikutsertaan
dalam
pelatihan dan
musyawarah
Laki-laki Perempuan Total
Jumlah
(jiwa) %
Jumlah
(jiwa) %
Jumlah
(jiwa)
%
Tidak pernah 10 25,0 14 35,0 24 60,0
Hanya hadir 2 5,0 5 12,5 7 17,5
Hadir dan
bertanya
2 5,0 1 2,5 3 7,5
Hadir,
bertanya dan
memberikan
pendapat
6 30,0 0 0,0 6 15,0
Total 20 50 20 50 40 100
Berdasarkan Tabel 12, mayoritas responden tidak pernah mengikuti
kegiatan pelatihan tentang pembuatan tas, yaitu sebanyak 24 responden atau
sebesar 60,0%. Adapun motif ketidakikutsertaan responden pada pelatihan
tersebut cukup beragam: (a) tidak diundang pelatihan, (b) memiliki skala usaha
yang tinggi sehingga tidak diikutsertakan dalam pelatihan tersebut, (c) diundang
pelatihan tetapi pengrajin tidak ingin mengikuti pelatihan tersebut karena
menganggap sudah memiliki keterampilan membuat tas yang dipelajari sejak
lama. Terdapat anggapan pengrajin yang mendapat akses terhadap pelatihan
36
tersebut adalah pengrajin yang usahanya tergolong sudah maju. Anggapan
tersebut umumnya didipaparkan oleh pengrajin rumahtangga. Di samping itu,
bantuan modal dan peralatan usaha mesin jahit, umumnya diakses oleh pengrajin
yang tergolong skala usahanya tinggi atau memiliki kedekatan interpersonal
dengan pihak pemberi modal.
Persentase responden perempuan yang tidak pernah mengikuti pelatihan
dan musyawarah lebih tinggi (70,0%) dibandingkan dengan responden laki-laki
yaitu sebesar (50,0%). Kegiatan pelatihan tentang kerajinan tas di Desa Tegalwaru
sebagian besar dikepalai oleh laki-laki. Rendahnya akses perempuan terhadap
pelatihan disebabkan karena pihak perempuan dianggap kurang mampu dan
kurang bisa dalam proses pembuatan tas seperti membentuk pola dan menjahit tas
yang sudah dibentuk. Hal ini disebabkan pula oleh jenis produk yang dibuat
responden perempuan tergolong sederhana (seperti pengeleman, pengguntingan)
sehingga terdapat anggapan tidak diperlukan pengembangan desain untuk
kegiatan tersebut.
Persentase pelatihan dan musyawarah terbesar kedua tergolong ke dalam
kategori sedang (mengikuti pelatihan dan musyawarah satu kali hingga tiga kali)
yaitu sebesar 17,5%. Pada kategori ini, terdapat dua orang responden (5,0%) laki-
laki yang hanya hadir ketika diadakan pelatihan, selebihnya hadir dan bertanya
serta hadir, bertanya dan memberikan pendapat. Pada kategori keempat, dimana
hadir, bertanya dan memberikan pendapat, tidak terdapat satu orang pun
responden perempuan. Hal ini dikarenakan masih banyaknya anggapan bahwa
perempuan kurang memiliki kemampuan dalam memberikan pendapatnya
(stereotipe gender).
Pelatihan yang diadakan dianggap hanya sebagai program dari
pemerintah saja, bukan sebagai real need (kebutuhan nyata) untuk menunjang
pengembangan usaha kerajinan tas. Sementara itu, hanya terdapat enam orang
responden laki-laki yang tergolong memiliki tingkat pendidikan nonformal tinggi
(mengikuti pelatihan, bertanya dan memberikan pendapatnya sebanyak 3 kali).
Hal ini disebabkan oleh besarnya akses responden tersebut terhadap pelatihan.
Pengalaman Bekerja (Lama mengikuti UKM)
Pada penelitian ini, pengalaman bekerja responden dilihat dari lamanya
(dalam tahun) pengrajin memiliki usaha pembuatan tas. Berdasarkan Tabel 12,
diketahui bahwa mayoritas responden memiliki pengalaman bekerja yang
tergolong tinggi ( >5 tahun) sebanyak 27 responden atau sebesar 67,5%. Terdapat
satu responden yang memulai usaha kerajinan tas ini pada tahun 1987. Pada
kategori ini, persentase responden laki-laki lebih besar yaitu sebanyak 16 orang
atau sekitar 40,0% dan responden perempuan sebanyak 11 orang atau sebesar
27,5%. Hal ini diduga disebabkan modal usaha yang dimiliki laki-laki dan
perempuan hanya sebagai pembantu laki-laki dalam menjalanakan usaha ini.
Pada kategori pengalaman bekerja tinggi ini, baik responden perempuan
maupun responden laki-laki memiliki derajat yang lama terhadap pengusahaan
pembuatan tas. Kerajinan tas yang umumnya merupakan pekerjaan utama
keluarga dilakukan secara turun temurun. Keahlian responden paling banyak
terdapat pada bidang ini, dan tidak mengerjakan pekerjaan yang lainnya.
37
Meskipun demikian, persentase bekerja yang paling banyak dilakukan oleh laki-
laki karena kemampuan yang dimilikinya dalam pengelolaan usaha ini lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan dan tanggung jawab laki-laki sebagai pencari
nafkah utama. Perempuan terlibat dalam usaha ini karena untuk menambah
penghasilan rumahtangga dan membantu suami. Tabel 13 menjelaskan mengenai
frekuensi lama mengikuti UKM bagi responden.
Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama mengikuti UKM di
Desa Tegalwaru Tahun 2012
Lama
mengi-kuti
UKM
(tahun)
Laki-laki % Perempuan % Jumlah
Total
(jiwa)
%
0-2 2 5,0 1 2,5 3 7,5
3-4 2 5,0 8 20,0 10 24,0
≥ 5 16 40,
0
11 27,5 27 67,5
Total 40 100
Persentase pengalaman bekerja terbesar kedua adalah responden yang
memiliki pengalaman bekerja sedang (3-4 tahun) yaitu sebesar 10 responden.
Responden perempuan lebih mendominasi yaitu sekitar 8 orang atau sebesar
20,0% dan responden laki-laki hanya sebanyak 2 orang atau sebesar 5,0%.
Sisanya merupakan responden yang memiliki pengalaman bekerja rendah (0-2
tahun) yaitu sebesar 3 orang, dengan responden laki-laki sebanyak 2 orang (5,0%)
dan perempuan sebanyak 1 orang (2,5%). Terdapat kecenderungan semakin tinggi
pengalaman bekerja pengrajin, semakin banyak jumlah pengrajin.
Karakteristik Rumahtangga
Jumlah Anggota Rumahtangga
Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lama mengikuti UKM di
Desa Tegalwaru Tahun 2012
Jumlah
Anggota
Rumah-
tangga
Laki-laki Perempuan Total
Jumlah
(Jiwa)
% Jumlah
(Jiwa)
% Jumlah
%
Rendah 11 55,0 19 95,0 30 75,0
Sedang 9 45,0 1 5,0 10 25,0
Total 20 100 20 100 40 100
38
Berdasarkan Tabel 14, diketahui bahwa mayoritas jumlah anggota
rumahtangga responden tergolong sedang (4-6 orang). Persentase jumlah anggota
rumah tangga pada rumahtangga responden laki-laki sebesar 55,0% sedangkan
pada rumahtangga responden perempuan sebesar 95,0%. Tingginya persentase
pada kategori ini dipengaruhi oleh norma dalam masyarakat pengrajin yang
beranggapan bahwa semakin tinggi jumlah anggota keluarga, maka semakin
tinggi dan semakin banyak pula rezeki yang akan mereka peroleh. Selain itu,
semakin banyak anggota rumahtangga maka akan semakin banyak tenaga kerja
yang akan mempermudah pembuatan tas. Pengenalan keluarga berencana (KB) di
desa ini belum lama disosialisasikan, sehingga sebagian besar masyarakat masih
memiliki anggapan seperti di atas. Pada kategori rumah tangga rendah (< 4
orang), persentase pada rumahtangga responden perempuan (5,0%) lebih kecil
dibandingkan dengan persentase rumahtangga responden laki-laki (45,0%).
Berdasarkan data tersebut, diketahui bahwa jumlah anggota rumahtangga
responden laki-laki lebih beragam dibandingkan pada rumahtangga responden
perempuan. Tabel 14 menggambarkan bahwa semakin banyak responden yang
memiliki anggota rumahtangga, maka jumlah pekerja akan semakin banyak.
ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN
RELASI GENDER PENGRAJIN TAS
Karakteristik Individu dan Hubungannya dengan Akses, Kontrol dan
Penempatan Posisi dalam UKM KWBT
Karakteristik setiap anggota koperasi berbeda satu sama lain.
Karakteristik responden ini dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, tingkat
pendidikan, lama mengikuti UKM dan jumlah anggota keluarga. Perbedaan
karakteristik masing-masing responden ini diduga mempunyai hubungan yang
nyata/signifikan dengan relasi gender yang diukur dengan tingkat kesetaraan
gender dalam UKM KWBT.
Hubungan antara tingkat kesetaraan gender dengan karakteristik
responden yang mencakup umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, lama
mengikuti UKM dan jumlah anggota keluarga responden diananlisis
menggunakan tabulasi silang dan kemudian dilakukan uji statistik non parametrik
Chi Square dan Rank Spearman. Uji-uji tersebut menggunakan skala nominal dan
ordinal, serta skala ordinal-ordinal dalam bentuk angka dan frekuensi yang berupa
data nilai. Patokan pengambilan keputusan berdasarkan nilai Asymp. Sig adalah
jika nilai Asymp Sig (2-sided) lebih kecil dari α=(0,05), maka Ho ditolak, yang
berarti bahwa tidak terdapat hubungan nyata/signifikan antara variabel-variabel
yang diuji. Hubungan karakteristik responden dengan tingkat keseteraan gender
dalam UKM KWBT dapat dilihat pada Tabel 15 berikut ini:
Tabel 15 Hasil analisis Uji Statistik Chi Square dan Rank Spearman antara
karakteristik responden terhadap tingkat kesetaraan gender dalam UKM
KWBT Tahun 2012
Karakteristik
Responden
Asymp. Sig (2-sided) / p-
value Keterangan
Umur 0,747 Tidak Signifikan
Jenis Kelamin 0,357 Tidak Signifikan
Tingkat Pendidikan 0,632 Tidak Signifikan
Lama Mengikuti UKM 0,439 Tidak Signifikan
Jumlah Anggota
Keluarga
0,506 Tidak Signifikan
Keterangan: signifikan jika p-value < alpha (0,05)
Dapat dikatakan bahwa variabel-variabel karakteristik responden tidak
memiliki hubungan dengan derajat kesetaraan gender dalam UKM KWBT. Secara
lebih mendetail, hubungan antara variabel karakteristik responden dan tingkat
kesetaraan gender akan dijelaskan dalam tabel-tabel hubungan antar variabel
dalam bentuk tabulasi silang. Untuk menganalisis pengembangan UKM
berwawasan gender salah satu hal yang akan dilihat adalah bagaimana mereka
40
akan merasakan kehadirannya di tengah masyarakat tanpa membedakan jenis
kelamin. Pertama adalah analisis akses atau peluang. Peluang adalah kesempatan
untuk menggunakan sumberdaya tanpa memiliki wewenang untuk mengambil
keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumberdaya tersebut. Analisis ini
dipergunakan untuk melihat siapa yang mempunyai peluang terhadap (1)
sumberdaya fisik/material, (2) situasi atau kondisi pasar, (3) sumber daya sosial
budaya.
Kedua adalah analisis kontrol (penguasaan). Kontrol adalah kewenangan
penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan hasil dan sumberdaya.
Analisis ini dipergunakan untuk mengetahui siapa yang mempunyai penguasaan
terhadap sumberdaya fisik/material. Ketiga adalah analisis penempatan posisi.
Analisis ini digunakan untuk melihat bagaimana pembagian posisi dan perannya
dalam memperoleh sumberdaya.
Hubungan Umur dengan Akses, Kontrol dan Penempatan Posisi dalam
UKM KWBT terhadap Sumberdaya
Umur memiliki pengaruh terhadap keputusan seseorang untuk melakukan
pekerjaan atau kegiatan-kegiatan ekonomi. Umur perempuan tua lebih cenderung
memiliki kebebasan dibandingkan dengan wanita lebih muda dalam menjalankan
usahanya terutama jika wanita muda mengerjakan pekerjaan domestik seperti
mengurus anak dan lain-lain. Namun demikian, hal ini tidak harus berarti bahwa
wanita yang memiliki umur lebih tua lebih fleksibel atau lebih mampu
menyesuaikan diri terhadap setiap perubahan dibandingkan wanita yang lebih
muda dalam membuat keputusan di dalam usahanya (Creevey 1996 dalam
Tambunan 2009).
Guna melihat hubungan antara umur responden terhadap tingkat akses
sumberdaya maka kelompok umur responden yang masuk usia produktif
dikelompokkan dalam 3 (tiga) ketegori kelompok umur. Penentuan kelompok
umur responden ini dilakukan secara emic, dimana kelompok umur responden
disusun berdasarkan data yang sudah ditemukan setelah dari lapang. Dasar
penentuan kelompok umur ini dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata
responden sehingga diketemukan 3 (tiga) kelompok umur, yaitu 20-31 tahun, 32-
42 tahun, dan 43-54 tahun. Merujuk pembagian kelompok umur tersebut, maka
diperoleh bahwa jumlah responden yang masuk dalam kelompok umur 20-31
tahun sebanyak 15 responden atau 37,5%, kelompok umur 32-42 tahun sebanyak
17 responden atau 42,5% dan kelompok umur 43-54 tahun sebanyak 8 (delapan)
orang atau 20%. Secara lengkap tersaji pada Tabel 16.
41
Tabel 16 Umur dengan akses terhadap sumberdaya dalam UKM KWBT
Umur Akses Sumberdaya
Total Rendah Sedang Tinggi
20-31 Jumlah 6 6 3 15
% 66,7 30,0 27,3 37,5
32-42 Jumlah 3 11 3 17
% 33,3 55,0 27,3 42,5
43-54 Jumlah 0 3 5 8
% 0 15,0 45,5 20,0
Total Jumlah 9 20 11 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 16 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur
responden dengan tingkat akses terhadap sumberdaya. Data menunjukkan bahwa
semakin tinggi usia produktif responden maka semakin tinggi tingkat akses
terhadap sumberdaya, demikian juga sebaliknya semakin rendah usia produktif
responden maka semakin rendah tingkat akses terhadap sumberdaya. Data
menunjukkan bahwa responden yang memiliki akses tinggi terhadap sumberdaya
berada pada kelompok umur 43-54 tahun yakni sebesar 45,5%. Sedangkan
responden yang memiliki tingkat akses sedang dan rendah terhadap sumberdaya
secara berturut-turut terdapat pada responden dengan kelompok umur 32-42 tahun
(55,0%) dan kelompok umur 20-31 tahun (66,7%). Kondisi tersebut menunjukkan
bahwa sumberdaya di Desa Tegalwaru banyak diakses oleh kelompok umur 43-54
tahun. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pemilihan peserta program UKM yang
diberikan. Untuk melihat hubungan antara umur responden dengan kontrol
terhadap sumberdaya, disajikan dalam Tabel 17.
Tabel 17 Umur dengan kontrol terhadap sumberdaya dalam UKM KWBT
Umur
Kontrol Sumberdaya Total
Rendah Sedang Tinggi
20-31 Jumlah 14 0 1 15
% 40,0 0 100,0 37,5
32-42 Jumlah 16 1 0 17
% 45,7 25,0 0 42,5
43-54 Jumlah 5 3 0 8
% 14,3 75,0 0 20,0
Total
Jumlah 35 4 1 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 17 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur
responden dengan kontrol terhadap sumberdaya. Data menujukkan bahwa usia
produktif tinggi memiliki kontrol paling tinggi terhadap sumberdaya, demikian
sebaliknya usia produktif rendah memiliki kontrol terendah terhadap sumberdaya.
42
Data menunjukkan bahwa responden yang memiliki kontrol tinggi terhadap
sumberdaya berada pada kelompok umur 10-31 tahun sebesar 100,0%. Sedangkan
responden yang memiliki tingkat kontrol akses sedang dan rendah secara
berurutan berada pada kelompok umur 43-54 untuk sedang dan terendah sebesar
75,0% dan 14,3% serta kelompok usia 32-42 berada pada kategori rendah dan
sedang secara berurutan sebesar 45,7% dan 25,0%. Kondisi ini menunjukkan
bahwa sumberdaya di Desa Tegalwaru banyak diakses oleh kelompok umur
produktif tinggi 20-31 tahun. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pengendalian
sumberdaya yang ada di desa ini. Pengaruh lainnya adalah kepemimpinan yang
dijalankan oleh para pemuda memiliki peranan yang sangat penting dalam
mengelola sumberdaya yang ada di desa tersebut. Selain itu, data tersebut juga
menunjukkan jika kontrol tidak ditentukan oleh umur karena didasarkan pada
aspek kebutuhan dan jenis usaha pengrajin itu sendiri.
Penempatan posisi di dalam UKM KWBT ini terkait dengan pembagian
kerja seperti mengurus organisasi UKM dan dalam hal penempatan pembagian
kerja selama pembuatan tas. Secara garis besar di lapangan, penempatan posisi
antara laki-laki dan perempuan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan.
Namun, laki-laki memiliki kedudukan yang lebih tinggi jika di bandingkan
dengan perempuan. Untuk melihat hubungan antara umur dengan posisi dalam
sumberdaya, akan disajikan dalam Tabel 18 di bawah ini.
Tabel 18 Umur dan penempatan posisi dalam UKM KWBT
Umur Penempatan Posisi
Total Rendah Sedang Tinggi
20-31 Jumlah 14 0 1 15
% 42,4 0 100,0 37,5
32-42 Jumlah 14 3 0 17
% 42,0 50,0 0 42,5
43-54 Jumlah 5 3 0 8
% 15,2 50,0 0 20,0
Total Jumlah 33 6 1 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 18 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara umur
responden dengan penempatan posisi dalam UKM di Desa Tegalwaru. Data
menunjukkan bahwa semakin tinggi usia produktif maka semakin tinggi
penempatan posisinya terhadap sumberdaya dalam UKM di Tegalwaru. Begitu
pula sebaliknya, semakin rendah usia produktif penempatan dalam UKM juga
semakin rendah. Data menunjukkan bahwa responden yang menempati posisi
terhadap sumberdaya dalam UKM tertinggi berada pada kelompok umur 21-31
tahun sebesar 100,0%. Sedangkan responden yang menempati posisi terendah
secara berurutan berada pada kelompok umur 32-42. Hal ini menunjukkan bahwa
umur mempengaruhi penempatan posisi dalam UKM KWBT. Usia produktif lebih
dipertimbangkan untuk menempati posisi yang tinggi, sedangkan umur tua dalam
UKM ini tidak memiliki pengaruh yang nyata dalam penempatan posisi di UKM.
43
Berdasarkan data di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar relasi
gender dengan umur responden menunjukkan tidak ada hubungan antara umur
dengan relasi gender. Hal ini juga diperkuat dengan hasil uji Rank Spearman yang
menunjukkan tidak ada hubungan nyata/signifikan antara umur responden dengan
tingkat kesetaraan (relasi) dalam UKM KWBT. Umur berkaitan dengan lama
hidup seseorang yang tidak lepas dari latar belakang budayanya. Budaya yang
tertanam pada masing-masing individu yang berbeda. Responden yang berumur
lebih tua menganggap bahwa perempuan lebih rendah posisinya di banding laki-
laki, sehingga banyak dari mereka di lapangan mengatakan jika sebaiknya
perempuan hanya membantu sekedarnya. Hal ini berbeda dengan responden yang
berumur muda, mereka beranggapan jika perempuan memiliki akses yang sama
dengan laki-laki terhadap penempatan posisi dan kontrol terhadap sumberdaya di
UKM KWBT. Namun demikian, pihak perempuan sendiri yang banyak
menyatakan jika dalam pengelolaan UKM KWBT memang seharusnya
dilimpahkan pada laki-laki.
“buat saya mah perempuan yang penting di rumah de, kerjaan
biar kita yang laki-laki yang ngerjain mereka mah bantu aja
sebisanya yang penting keluarga terurus” (Bapak HD, 45 tahun
kepala rumah tangga).
“saya mba sudah terima saja di rumah, mengurus keluarga. Biar
laki-laki yang buat tas nya. Soalnya kita juga ga bisa ngejahit,
paling bisanya ngelem sama gunting-gunting jadi memang
seharusnya yang ada di kepengurusan ya laki-lakinya yang tau
banyak masalah ini” (M, 23 tahun ibu rumah tangga).
Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Akses, Kontrol dan Penempatan
Posisi dalam UKM KWBT terhadap Sumberdaya
Pada penelitian ini responden dibagi sama antara responden laki-laki dan
responden perempuan sebanyak 40 orang. Tingkat pendidikan responden di Desa
Tegalwaru tidak terlalu beragam. Sebagian besar responden berada pada tingkat
pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah awal sebesar 35 orang (87,5%).
Tidak tamat SD sebanyak dua orang (5,0%), dan menengah atas sebanyak tiga
orang (7,5%). Responden diberikan pertanyaan mengenai penempatan posisi,
akses dan kontrol dalam memperoleh sumberdaya di UKM KWBT.
Pembahasan mengenai tenaga kerja wanita dalam hal tingkat pendidikan
dan keahlian yang dimiliki wanita ikut mempengaruhi dalam memilih kegiatan-
kegiatan ekonomi yang bisa ditekuninya. Faktor-faktor tersebut juga
mempengaruhi sikap wanita dalam memanfaatkan waktu dan pendapatan mereka.
Wanita yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi dapat menyeleksi pekerjaan
atau kegiatan-kegiatan ekonomi yang lebih baik jika dibandingkan dengan wanita
dengan tingkat pendidikan rendah. Berikut disajikan hubungan antara akses
terhadap sumberdaya dengan tingkat pendidikan responden pada Tabel 19.
44
Tabel 19 Tingkat pendidikan dan akses terhadap sumberdaya Tingkat
Pendidikan
Akses Sumberdaya Total
Rendah Sedang Tinggi
Tidak Tamat SD Jumlah 1 1 0 2
% 11,1 5,0 0 5,0
SD-SMP Jumlah 8 17 10 35
% 88,9 85,0 90,9 87,5
SMA Ke atas Jumlah 0 2 1 3
% 0 10,0 9,1 7,5
Total Jumlah 9 20 11 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada tabel 19 di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan responden maka aksesnya terhadap sumberdaya di UKM KWBT juga
semakin tinggi. Pada tabel diketahui jika sebagian besar responden baik laki-laki
maupun perempuan memiliki tingkat pendidikan yang setara yaitu lulus SD-SMP
sebesar 35 orang atau 87,5% dari total keseluruhan responden. Responden yang
menempati tingkat pendidikan tidak tamat SD sebanyak dua orang atau 5,0%.
Sedangkan responden dengan tingkat pendidikan SMA ke atas sebanyak tiga
orang atau 7,5% dari total keseluruhan responden penelitian.
Responden dengan tingkat pendidikan di atas tamat sekolah dasar sampai
sekolah menengah ke atas memiliki akses terhadap sumberdaya terbesar yaitu
sebanyak 10 orang atau 90,9%. Sedangkan akses terendah dimiliki oleh kelompok
tingkat pendidikan SMA ke atas. Ini menunjukkan, bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan yang dimiliki responden, maka semakin tinggi pula akses nya terhadap
sumberdaya.
Melihat hasil di atas, dapat diketahui jika tingkat pendidikan masyarakat
di Desa Tegalwaru dapat digolongkan pada tingkat pendidikan menengah. Tingkat
pendidikan seseorang berhubungan dengan pendidikan formal yang telah dilalui
oleh masyarakat. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung
akan memiliki akses terhadap sumberdaya yang lebih baik.
Data pada Tabel 19 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara
tingkat pendidikan dengan kontol respoden terhadap sumberdaya. Kontrol
terhadap sumberdaya yang dimaksud adalah seperti menentukan besarnya
simpanan anggota, sisa hasil usaha, memeriksa jalannya UKM KWBT, dan
pengambil keputusan dalam beberapa hal. Data menunjukkan keragaman yang
unik, semakin tinggi pendidikan responden maka semakin tinggi kontrolnya
terhadap sumberdaya. Hal ini diperlihatkan pada tingkat pendidikan yang berada
pada batas tengah tingkat pendidikan yaitu SD-SMP. Kontrol tertinggi terhadap
sumberdaya sebesar 100% atau sebanyak satu orang berada pada tingkat
pendidikan ini. Namun, kontrol terendah dimiliki oleh kelompok tingkat
pendidikan tidak tamat SD dan SMA keatas sebanyak 0%. Hal ini dapat juga
menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara kontrol dengan
tingkat pendidikan responden. Data di lapangan menunjukkan, kontrol terbesar
dimiliki oleh mereka yang memiliki modal yang banyak. Responden yang
memiliki modal dan mampu memperkerjakan karyawan maka dia yang memiliki
45
kontrol terhadap sumberdaya yang ada. Untuk melihat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan penempatan posisi dalam UKM KWBT akan disajikan dalam
Tabel 20.
Tabel 20 Tingkat pendidikan dengan kontrol terhadap sumberdaya
Tingkat
Pendidikan
Kontrol Sumberdaya
Total
Rendah Sedang Tinggi
Tidak Tamat
SD
Jumlah 2 0 0 2
% 5,7 0 0 5,0
SD-SMP Jumlah 30 4 1 35
% 85,7 100,0 100,0 87,5
SMA Ke atas Jumlah 3 0 0 3
% 8,6 0 0 7,5
Total Jumlah 35 4 1 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Tabel 21 Tingkat pendidikan dengan penempatan posisi dalam UKM KWBT
Tingkat
Pendidikan
Penempatan Posisi
Total
Rendah Sedang Tinggi
Tidak Tamat
SD
Jumlah 2 0 0 2
% 6,1 0 0 5,0
SD-SMP Jumlah 30 4 1 35
% 90,9 66,7 100,0 87,5
SMA Ke atas Jumlah 1 2 0 3
% 3,0 33,3 0 7,5
Total Jumlah 33 6 1 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 21 di atas menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan responden maka semakin rendah dalam menempati posisi di UKM
KBWT. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat
pendidikan dengan penempatan posisi. Presentase penempatan posisi terbesar
dalam UKM KWBT sebanyak 30 orang atau 90,9% berada pada kelompok
pendidikan SD-SMP. Namun untuk penempatan posisi tertinggi juga di miliki
oleh kelompok pendidikan ini sebesar 100,0% atau sebanyak satu orang.
Kelompok pendidikan SD-SMP menempati urutan terbanyak dari posisi yang ada
di UKM KWBT. Penempata posisi ini antara lain dalam hal pembuatan tas,
menentukan masing-masing pembagian pekerjaan anggota, merekrut dan melatih
anggota, merumuskan setiap kegiatan serta tugas dalam mengembangkan usaha
dengan pihak lain. Responden yang memiliki akses sedang sebanyak 66,7% atau 4
orang berada pada kelompok pendidikan ini.
Sebaran yang tidak beragam di lapangan ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain tingkat pendidikan di dalam masyarakat tidak terlalu
46
berpengaruh dalam menentukan pekerjaan. Penempatan posisi juga dipengaruhi
oleh budaya dari masyarakat yang masih bersifat patriarkhi, penempatan posisi
tertinggi juga dimiliki oleh masyarakat yang memiliki modal dan di pimpin oleh
laki-laki. Berikut penempatan posisi perempuan dan laki-laki dalam struktur
kepengurusan di UKM KWBT disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22 Penempatan posisi perempuan dan laki-laki dalam struktur kepengurusan
UKM KWBT
No Posisi Perempuan Laki-laki
1. Pelindung dan pengawas √
2. Ketua √
3. Wakil ketua √
4. Sekretaris √
5. Bendahara √ Keterangan: √ ditempati oleh
Secara kuantitatif (banyaknya jumlah posisi yang ditempati) laki-laki
lebih mendominasi di banding perempuan dalam kepengurusan UKM KWBT.
Dilihat dari struktur kepengurusan di atas, laki-laki menempati posisi yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan perempuan. Budaya mempengaruhi proses
penempatan posisi. Laki-laki menempati posisi strategis, sedangkan perempuan
berada pada posisi di bawah laki-laki seperti menempati posisi sebagai sekretaris
dan bendahara. Posisi yang lebih banyak ditempati oleh laki-laki di atas tidak
menujukkan peran yang mereka miliki lebih besar dibandingkan peran
perempuan.
Meskipun posisi dan peran yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki
dalam UKM dan rumahtangga berbeda-beda, masih terdapat pembagian kerja
yang jelas. Pembagian kerja ini dilakukan agar usaha yang dijalankan oleh
masing-masing rumahtangga dan UKM bisa berjalan dengan lancar. Penempatan
posisi strategis didominasi oleh laki-laki karena kenyataan di masyarakat
perempuan memang lebih memilih untuk berada di bawah laki-laki karena
kemampuan yang mereka miliki lebih rendah jika dibandingkan dengan
kemampuan laki-laki. Penempatan posisi dan pembagian pekerjaaan merupakan
hasil musyawarah bersama.
“saya ga masalah ada dibawah laki-laki mba, soalnya memang
saya ga bisa ngerjain ini. paling yang mudah-mudah aja yang
bisa saya kerjain, dan kebanyakan dari wanita disini seperti ini
mba” (Ibu N, 28 tahun)
“kalau yang ngurus semuanya memang laki-laki mba disini, kita
bantu-bantu aja” (Ibu Sh, 25 tahun)
“kalau perempuan biasanya bantuin di bagian ngelem dan
gunting aja mba, jadi semua yang ngurus baik itu model,
47
pemasaran dan lain-lain semuanya laki-laki yang ngelakuin”
(Ibu My, 23 tahun)
Penelitian Kanter (1977) dalam Chafetz seperti dikutip oleh Efriani
(2009) mengatakan bahwa ketidaksamarataan yang berstruktur di tempat kerja
mengakibatkan pertentangan-pertentangan jenis kelamin. Ketidaksamarataan
terstruktur tersebut meliputi jabatan-jabatan yang dipegang perempuan, yang
memerlukan pertanggungjawaban, tetapi kurang kekuasaan; penyingkiran
perempuan dari jaringan sokongan yang memberikan akses pada kekuasaan
formal dan informal; akses pada pemandangan organisasional, tetapi kebanyakan
hanya sebagai tanda belaka; serta penekanan pada persaingan individu untuk
sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan yang langka.
Namun, kondisi di lapangan berbeda dengan penelitian dari Kanter.
Responden manyatakan jika posisi yang ada baik dalam UKM KWBT maupun
dalam rumahtangga sudah sesuai dengan yang seharusnya. Perempuan dan laki-
laki memiliki tugas, posisi masing-masing sesuai dengan kemampuan dan
keahlian yang mereka miliki sehingga pertentangan antara keduanya tidak terjadi.
Konstruksi budaya juga memiliki pengaruh bagi penempatan posisi maupun
dalam relasi gender secara keseluruhan.
Tindakan yang spesifik gender biasanya dibutuhkan untuk memperbaiki
ketidakseimbangan posisi laki-laki dan perempuan hingga perempuan dapat
“berpartisipasi dalam” dan mendapat “manfaat dari” pembangunan yang berpijak
pada dasar yang sama dengan laki-laki. Tentu saja, jika anak laki-laki dan laki-
laki berada dalam posisi kurang diuntungkan debandingkan dengan anak
perempuan dan perempuan dewasa, tindakan yang spesifik gender juga
dibutuhkan untuk meningkatkan posisi mereka. Tindakan yang spesifik gender
dapat melibatkan kegiatan-kegiatan untuk perempuan, laki-laki atau keduanya.
Hubungan Pengalaman Bekerja (Lama Bekerja) dengan Akses dan Kontrol
terhadap Sumberdaya
Melihat hubungan antara lama bekerja terhadap tingkat akses
sumberdaya maka kelompok lama bekerja responden masuk dalam tiga rentang
kelompok waktu. Penentuan kelompok umur responden ini secara emik.
Penentuan kelompok waktu ini didasarkan pada susunan data yang ditemukan
setelah dari lapang. Dasar penentuan kelompok lama bekerja ini dilakukan dengan
menghitung nilai rata-rata lama responden mengikuti UKM sehingga diketemukan
tiga kelompok waktu, yaitu 0-2 tahun, 3-4 tahun dan lebih dari lima tahun.
Merujuk pada pembagian kelompok lama bekerja tersebut, maka diperoleh bahwa
jumlah responden yang masuk dalam kelompok lama bekerja 0-2 tahun sebanyak
tiga responden atau 7,5%, kelompok lama bekerja 3-4 tahun sebanyak 10 orang
atau 25,0%, dan kelompok responden yang berada di rentang waktu lebih dari 5
tahun sebanyak 27 orang atau 67,5%. Secara lengkap tersaji pada Tabel 23.
48
Tabel 23 Lama bekerja dengan akses terhadap UKM KWBT
Lama Mengikuti
UKM (Tahun)
Akses Sumberdaya
Total
Rendah Sedang Tinggi
0-2 Jumlah 0 3 0 3
% 0 15,0 0 7,5
3-4 Jumlah 4 4 2 10
% 44,4 20,0 18,2 25,0
> 5 Jumlah 5 13 9 27
% 55,6 65,0 81,8 67,5
Total Jumlah 9 20 11 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 23 menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara lama
bekerja dengan akses terhadap sumberdaya di UKM KWBT. Data menunjukkan
bahwa semakin lama bekerja maka akses terhadap sumberdaya semakin tinggi,
demikian juga sebaliknya semakin rendah waktu bekerja maka semakin rendah.
Data menunjukkan bahwa responden yang memiliki akses tinggi terhadap
sumberdaya berada pada kelompok waktu lama bekerja lebih dari lima tahun
yakni sebesar 81,8% atau sebanyak sembilan orang. Namun, responden yang
memiliki tingkat akses sedang dan rendah terhadap sumberdaya secara berturut-
turut terdapat pada responden dengan lama waktu mengikuti UKM lebih dari lima
tahun yaitu sebesar 65,0% atau sebanyak 13 orang dan kelompok waktu sebesar
55,6% atau sebanyak 5 orang.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat hubungan antara lama
mengikuti UKM tidak sepenuhnya mempengaruhi akses terhadap sumberdaya di
UKM. Data dilapangan menunjukkan beberapa faktor lain seperti budaya,
kemampuan, kekerabatan, keahlian dan modal memiliki pengaruh dalam
mendapatkan akses terhadap sumberdaya. Hal ini tentu berpengaruh dalam
kelangsungan program UKM yang mereka ikuti. Untuk melihat hubungan antara
lama mengikuti UKM dengan kontrol terhadap sumberdaya tersaji pada Tabel 24
berikut.
Tabel 24 Lama bekerja dengan kontrol terhadap sumberdaya
Lama Mengikuti
UKM (Tahun) Kontrol Sumberdaya
Total
Rendah Sedang Tinggi
0-2 Jumlah 3 0 0 3
% 8,6 0 0 7,5
3-4 Jumlah 9 0 1 10
% 25,7 0 100,0 25,0
> 5 Jumlah 23 4 0 27
% 65,7 100,0 0 67,5
Total Jumlah 35 4 1 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
49
Data pada Tabel 24 di atas menunjukkan tidak terdapat hubungan antara
lama mengikuti UKM dengan kontrol terhadap sumberdaya. Kontrol terhadap
sumberdaya tertinggi dimiliki oleh kelompok lama bekerja 3-4 tahun sebesar
100,0% atau sebanyak satu orang, sedangkan kontrol sedang dan rendah secara
berturut-turut sebesar 100,0% atau empat orang dan 65,7% atau sebanyak 23
orang. Kontrol sedang dan rendah berada pada kelompok waktu lama bekerja
lebih dari lima tahun.
Data di atas menunjukkan bahwa lama mengikuti UKM tidak
berpengaruh nyata dalam kontrol terhadap sumberdaya. Para pengrajin yang
bekerja di UKM rata-rata berusia produktif menengah, sehingga yang memiliki
kemampuan dan keahlian yang lebih baik, serta modal yang kuat sebagai pemilik
yang akan memiliki kontrol yang lebih besar. Untuk melihat hubungan antara
penempatan posisi dan lama mengikuti UKM disajikan dalam Tabel 25 berikut.
Tabel 25 Lama mengikuti UKM dengan penempatan Posisi
Lama Mengikuti
UKM (Tahun)
Penempatan Posisi Total
Rendah
Sedang Tinggi
0-2 Jumlah 2 1 0 3
% 6,1 16,7 0 7,5
3-4 Jumlah 9 0 1 10
% 27,3 0 100,0 25,0
> 5 Jumlah 22 5 0 27
% 66,7 83,3 0 67,5
Total Jumlah 33 6 1 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 25 di atas menunjukkan bahwa lama mengikuti UKM
tidak memiliki pengaruh dalam penempatan posisi di UKM KWBT. Penempatan
posisi tertinggi berada pada rentang waktu 3-4 tahun sebanyak satu orang atau
100,0% dan terendah berada pada rentang waktu lebih dari lima tahun sebanyak
22 orang atau 66,7%. Sedangkan penempatan posisi sedang dan rendah secara
berturut-turut berada pada rentang waktu lebih dari lima tahun dan 3-4 sebesar
83,3% atau enam orang dan 0% atau tidak ada yang menempati posisi dalam
rentang waktu tersebut.
Data menunjukkan jika semakin tinggi lama waktu bekerja tidak
mempengaruhi penempatan posisi dalam UKM KWBT. Posisi tertinggi
ditunjukkan oleh kelompok dengan lama waktu antara 3-4 tahun, sedangkan
kelompok responden dengan waktu lama mengikuti UKM lebih dari lima tahun
dan antara 0-2 tahun memiliki nilai yang sama. Hal ini menunjukkan penempatan
posisi dalam UKM tidak ditentukan dengan lama waktu mengikuti UKM, tetapi
data dilapangan menunjukkan faktor yang mempengaruhi penempatan posisi
dalam UKM adalah kemampuan dan keahlian. Laki-laki berada pada posisi yang
lebih tinggi dengan mendapatkan pendapatan atau upah yang lebih tinggi dari
perempuan. Laki-laki memiliki kemampuan yang lebih baik dalam pembuatan tas
50
di UKM KWBT sehingga penempatan posisi tidak ditentukan oleh lamanya
waktu, tetapi ditentukan oleh kemampuan dan keahlian.
Hubungan Jenis Kelamin dengan Akses Kontrol dan Penempatan Posisi
dalam UKM KWBT
Melihat hubungan antara jenis kelamin dengan penempatan posisi dalam
UKM KWBT maka kelompok responden dipisahkan menjadi dua laki-laki dan
perempuan. Jumlah responden yang sama antara laki-laki dan perempuan
sebanyak 40 orang, 20 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Hubungan ini
digunakan untuk melihat bagaimana tingkat akses, kontrol, dan juga penempatan
posisi antara laki-laki dan perempuan apakah rendah, sedang dan tinggi. Tabel 26,
Tabel 27 dan Tabel 28 disajikan untuk melihat hubungan antara jenis kelamin
dengan tingkat akses, kontrol dan penempatan posisi terhadap sumberdaya dalam
UKM KWBT.
Tabel 56 Jenis kelamin dengan akses terhadap sumberdaya dalam UKM KWBT
Jenis
Kelamin
Akses Sumberdaya Total
Rendah Sedang Tinggi
Laki-laki Jumlah 0 10 9 19
% 0 50,0 81,8 47,5
Perempuan Jumlah 9 10 2 21
% 100,0 50,0 18,2 52,5
Total Jumlah 9 20 11 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Tabel 27 Jenis kelamin dengan kontrol terhadap sumberdaya dalam UKM KWBT
Jenis
Kelamin
Kontrol Sumberdaya Total
Rendah Sedang Tinggi
Laki-laki Jumlah 16 3 0 19
% 45,7 75,0 0 47,5
Perempuan Jumlah 19 1 1 21
% 54,3 25,0 100,0 52,5
Total Jumlah 35 4 1 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Dilihat menurut jenis kelamin, maka tingkat akses terhadap sumberdaya
yang tinggi sebagian besar berada pada responden laki-laki. Kondisi tersebut
menunjukkan bahwa sumberdaya sebagian diakses oleh laki-laki sehingga untuk
tercapainya program UKM KWBT dalam pandangan gender perlu diberikan
akses bagi perempuan. Hal ini dikarenakan peserta program UKM KWBT yang
kebanyakan adalah perempuan. Data menunjukkan akses laki-laki lebih besar
dibandingkan perempuan sebanyak sembilan orang atau 81,8%, sedangkan akses
perempuan menempati tingkat terendah sebanyak sembilan orang atau 100%.
51
Namun demikian, baik laki-laki dan perempuan sama-sama mendapatkan akses
yang sama dalam tingkatan sedang sebanyak 10 orang atau 50,0%.
Di lihat dari hubungan antara jenis kelamin dengan kontrol antara laki-
laki dan perempuan maka data pada Tabel 26 menunjukkan hal yang berbeda
dengan akses terhadap sumberdaya. Laki-laki memiliki kontrol sedang terbanyak
dan kontrol rendah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan perempuan.
Perempuan menempati kontrol tinggi sebanyak satu orang atau 100,0% dan laki-
laki 0%. Namun, jika dilihat dari posisi sedang dan rendah, perempuan masih
berada di bawah posisi laki-laki. Hal ini membuktikan bahwa kontrol tertinggi
masih berada pada laki-laki.
Tabel 28 Jenis kelamin dengan penempatan posisi terhadap sumberdaya dalam
UKM KWBT
Jenis
Kelamin
Penempatan Posisi Total
Rendah Sedang Tinggi
Laki-laki Jumlah 13 6 0 19
% 39,4 100,0 0 47,5
Perempuan Jumlah 20 0 1 21
% 60,6 0 100,0 52,5
Total Jumlah 33 6 1 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Dilihat pada Tabel 28 antara laki-laki dan perempuan dalam penempatan
posisi di UKM KWBT, posisi perempuan menempati posisi tinggi sebanyak 1
(satu) atau 100,0% dan laki-laki sebaliknya sebanyak 0%. Pada posisi sedang dan
rendah secara berturut-turut ditempati oleh laki-laki sebanyak 6 (enam) orang atau
100,0% dan 13 orang atau sebesar 39,4%. Perempuan menempati posisi sedang
dan rendah secara berurutan sebanyak 0 % dan 20 orang atau 60,6%. Melihat data
diatas, dapat disimpulkan posisi laki-laki dalam UKM KWBT berada di atas
posisi perempuan dalam pengelolaan sumberdaya UKM.
IDEOLOGI DAN RELASI GENDER
PENGRAJIN TAS
Bab ini akan mendeskripsikan dan menganalisis relasi gender pengrajin
tas di Desa Tegalwaru yang mencakup: akses dan kontrol anggota rumahtangga
pengrajin terhadap sumberdaya pada usaha kerajinan tas, pembagian kerja dan
peranan serta pola pengambilan keputusan pada aspek pengeluaran kebutuhan
rumahtangga, pembentukan rumahtangga dan kegiatan kemasyarakatan serta
hubungannya dengan ideologi gender dalam masyarakat. Selain itu, bagian ini
akan menjelaskan tentang budaya lokal dalam masyarakat pengrajin tas di Desa
Tegalwaru.
Nilai atau norma tentang perempuan dalam masyarakat tumbuh dari
konsensus dalam masyarakat sendiri yang dibawa secara turun temurun dan
dijadikan panutan setiap warganya. Oleh karena itu, ideologi gender akan
mempengaruhi tingkah laku perempuan dan hubungan sosial antara laki-laki dan
perempuan yang secara terus menerus disosialisasikan (Saptari 1997) dalam Siwi
(2004). Ideologi gender (atau ideologi-ideologi gender) digunakan untuk mengacu
nilai maupun stereotipe tertentu yang menyangkut perempuan.
Lebih lanjut Saptari (1997) dalam Siwi (2004) menjelaskan bahwa
ideologi tidak akan mempunyai pengaruh terhdadap peran sosial apabila tidak
melalui internalisasi atau subyektivitas individu. Menurut Kroska dan Elman
(2008) ideologi gender merupakan sikap mengenai peran, hak, dan tanggung
jawab yang tepat antara wanita dan pria dalam masyarakat. Hubungan asimetris
antara laki-laki dan perempuan, yaitu laki-laki superior dan perempuan inferior
secara langsung atau tidak langsung ditumbuhkan oleh adanya konstruksi
dikotomi gender yang tidak adil. Istilah kodrat, harkat dan martabat seringkali
diungkapkan seakan-akan hanya milik perempuan. Dengan demikian sosialisasi
kesetaraan gender dengan sendirinya tidak lepas dari kepedulian bolak-balik
antara perempuan dan laki-laki, tetapi bukan dalam konteks ketergantungan atau
pendominasian.
Gambar 3 Diagram ideologi gender kuat dan lemah anggota UKM KWBT
54
Ideologi gender akan berbeda-beda tergantung dimana konstruksi itu
terbentuk. Hal ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keluarga tinggal (tempat
tinggal), budaya pada masyarakatnya, serta kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan.
Oleh karena itu, dalam penelitian ini akan di lihat bagaimana ideologi dan
hubungannya dengan relasi gender dalam segi akses, kontrol dan penempatan
posisi di UKM KWBT Desa Tegalwaru. Hal ini digunakan untuk melihat
keterhubungan keduanya dan sejauh mana diperlukan adanya sosialisasi
pemahaman mengenai nilai dan peran gender dalam keluarga pengrajin tas.
Merujuk pada Gambar 5 menunjukkan bahwa responden telah
mengalami perubahan cara pandang terhadap relasi antara laki-laki dan
perempuan. Hal ini dapat dilihat sebanyak 90% responden menyatakan bahwa
tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam sistem sosial. Data
juga menunjukkan bahwa sebanyak 10% responden memiliki pemahaman yang
menganggap terdapat pembedaan antara laki-laki dan perempuan. Meskipun telah
terjadi perubahan ideologi gender dalam memandang relasi laki-laki dan
perempuan, namun perubahan tersebut belum mendorong pada perubahan lebih
lanjut, seperti dalam penempatan perempuan dalam struktur kelembagaan UKM,
kontrol terhadap struktur kelembagaan UKM, akses terhadap struktur
kelembagaan UKM dan relasi secara keseluruhan dalam UKM.
Ideologi Gender dan Akses, Kontrol Terhadap
Struktur Kelembagaan UKM
Ideologi Gender dan Akses terhadap struktur kelembagaan UKM
Untuk melihat hubungan antara ideologi gender dan akses terhadap
struktur kelembagaan UKM di Desa Tegalwaru maka ideologi gender responden
terbagi menjadi dua kelompok pembagian yaitu tinggi dan rendah. Penentuan ini
didasarkan pada analisis lapang dan pengolahan data sehingga didapatkan dua
kelompok pembagian. Dasar penentuan ini adalah perhitungan rata-rata dari
semua jawaban responden. Sedangkan akses terhadap struktur kelembagaan UKM
terbagi menjadi tiga kategori, rendah, sedang dan tinggi. Secara lengkap tersaji
pada Tabel 29 berikut ini.
Tabel 29 Ideologi gender dan akses terhadap struktur kelembagaan UKM
Ideologi
Gender Akses terhadap struktur kelembagaan UKM
Total
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Jumlah 9 19 8 36
% 100,0 95,0 72,7 90,0
Tinggi Jumlah 0 1 3 4
% 0 5,0 27,3 10,0
Total Jumlah 9 20 11 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
55
Data pada Tabel 29 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
ideologi responden dan akses terhadap struktur kelembagaan UKM. Data diatas
menunjukkan bahwa responden yang memiliki pemahaman ideologi rendah masih
menganggap perempuan ditempatkan pada akses yang rendah di kelembagaan
UKM. Ideologi rendah menunjukkan bahwa dalam masyarakat tidak ada
pembedaaan kerja antara laki-laki dan perempuan dalam struktur kelembagaan
UKM. Ideologi rendah responden masih menujukkan bahwa akses yang diterima
oleh responden baik laki-laki maupun perempuan berada pada skala sedang
sebanyak 19 orang atau 95,0%. Sedangkan ideologi tinggi responden dan akses
tinggi sebesar 27,3% atau sebanyak tiga orang.
Ideologi Gender dan Kontrol Terhadap Struktur Kelembagaan UKM
Untuk melihat hubungan antara ideologi dengan kontrol terhadap struktur
kelembagaan UKM akan tersaji dalam Tabel 30.
Tabel 30 Ideologi dan kontrol dalam struktur kelembagaan UKM
Ideologi Gender
Kontrol terhadap struktur kelembagaan
UKM Total
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Jumlah 32 3 1 36
% 91,4 75,0 100,0 90,0
Tinggi Jumlah 3 1 0 4
% 8,6 25,0 0 10,0
Total Jumlah 35 4 1 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 30 di atas menunjukkan bahwa responden yang
memiliki pemahaman ideologi gender rendah masih menganggap perempuan atau
laki-laki ditempatkan pada kontrol yang rendah di kelembagaan UKM. Analisa di
lapangan menunjukkan baik antara akses dan kontrol terhadap struktur dalam
UKM, perempuan masih berada pada bagian yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan laki-laki
Ketidaksamaan ini disebabkan laki-laki lebih memiliki akses yang lebih
besar dalam mengikuti pelatihan dan dalam beberapa hal. Oleh karena itu,
perempuan memiliki akses dan kontrol yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan laki-laki. Pekerja utama dalam pembuatan tas ini adalah suami/laki-laki.
Perempuan/perempuan hanya bertugas membantu dan berkewajiban mengurusi
kegiatan rumahtangga saja. Konstruksi budaya dalam masyarakat juga memiliki
peranan dalam upaya pembagian akses dan kontrol antara laki-laki dan
perempuan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari beberapa responden
perempuan.
56
“saya terima di pekerjaan ini sebagai apa aja mba, mau
pengelem atau yang gunting-gunting aja karena memang
keterampilan yang saya miliki ga sama sama yang laki-laki
miliki” (NN, perempuan 23 tahun).
“selama ini yang ikut pelatihan dan musyawarah itu selalu laki-
laki mba, kita cuma terima aja apa yang laki-laki perintahin”
(SW, perempuan 30 tahun).
“semua yang ngatur sudah laki-laki teh..” (M, perempuan 28
tahun).
“perempuan memang ya harusnya di rumah aja, semua yang
ngatur ya laki-laki” (T, perempuan 35 tahun)
Hubungan antara Ideologi Gender dengan Penempatan Posisi dalam
Struktur Kelembagaan UKM
Untuk melihat hubungan antara ideologi gender dengan penempatan
posisi perempuan dan laki-laki dalam struktur kelembagaan UKM disajikan dalam
Tabel 31 berikut.
Tabel 31 Ideologi gender dengan penempatan posisi dalam struktur kelembagaan
UKM
Ideologi Gender
Posisi dalam Struktur Kelembagaan
UKM Total
Rendah Sedang Tinggi
Rendah Jumlah 29 6 1 36
% 87,9 100,0 100,0 90,0
Tinggi Jumlah 4 0 0 4
% 12,1 0,0 0,0 10,0
Total Jumlah 33 6 1 40
% 100,0 100,0 100,0 100,0
Data pada Tabel 31, menunjukkan bahwa responden yang memiliki
pemahaman ideologi gender rendah masih menganggap perempuan ditempatkan
pada posisi yang rendah di kelembagaan UKM. Penempatan posisi dalam struktur
kelembagaan UKM di Desa Tegalwaru menunjukkan masih adanya ketimpangan
antara penempatan posisi perempuan dan laki-laki dalam struktur kelembagaan
UKM. Penempatan posisi tertinggi dalam UKM dan rumahtangga di tempati oleh
laki-laki. Perempuan menempati urutan penunjang dalam setiap kegiatan baik
dalam UKM secara keseluruhan maupun dalam rumahtangga.
Survey di lapangan menunjukkan meskipun dalam skala individu,
masyarakat anggota UKM sudah menyatakan tidak ada pembedaan dalam hal
penempatan posisi dalam pekerjaan, namun untuk tingkat sosial (UKM secara
57
keseluruhan), masih terdapat bias gender. Bias gender ini mengakibatkan posisi
laki-laki berada pada tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
Bias gender yang terjadi dalam masyarakat telah terjadi sejak awal pembentukan
UKM di desa ini. Hal ini terlihat dari banyaknya kegiatan dan akses antara laki-
laki dan perempuan terhadap program-program penunjang keberhasilan UKM
seperti pelatihan-pelatihan dan diskusi. Untuk hal ini, laki-laki memiliki peluang
(akses) yang lebih besar dari perempuan, sehingga jelas terlihat bahwa
keterampilan yang dimiliki laki-laki akan lebih baik daripada perempuan. Hal ini
mengakibatkan posisi, akses, dan kontrol terhadap struktur kelembagaan UKM
secara keseluruhan dari perempuan akan rendah.
“saya terima di pekerjaan ini sebagai apa aja mba, mau pengelem
atau yang gunting-gunting aja karena memang keterampilan yang
saya miliki ga sama sama yang laki-laki miliki” (NN, perempuan
23 tahun).
“selama ini yang ikut pelatihan dan musyawarah itu selalu laki-
laki mba, kita cuma terima aja apa yang laki-laki perintahin”
(SW, perempuan 30 tahun).
“pelatihan-pelatihan dan musyawarah memanga hanya beberapa
saja yang hadir, dan semua yang hadir itu adalah laki-laki. Karena
memang laki-laki yang mengerti semuanya, baik masalah
pemilihan bahan, pembentukan pola, penjahitan sampai
pemasaran” (MN, laki-laki 38 tahun).
Pada usaha kerajinan tas ini, baik akses dan kontrol terhadap bahan baku
semuanya dilakukan oleh laki-laki karena tahapan pengolahan bahan baku dan
pembelian bahan baku umumnya dilakukan oleh semua meskipun dalam tahap
pengerjaan di rumahtangga melalui campur tangan dari perempuan dan anggota
rumahtangga yang lainnya. Bahan baku yang murah akan didapatkan jika
membeli dalam stok yang banyak, oleh karena itu sebagian besar dari pengrajin
membeli barang baku kepada salah satu anggota kelompok UKM agar
memudahkan dalam pendperempuanbusian dan bisa mendapatkan harga yang
murah jika dibandingkan dengan membeli sendiri di pasar baik wilayah Jakarta
maupun Bogor.
Kegiatan pelatihan yang selama ini ada di masyarakat, dapat di akses
laki-laki sebesar 100%. Hal ini disebabkan oleh kepemilikan usaha kerajina tas
umumnya dimiliki oleh laki-laki sehingga partisipasi dalam pelatihan dapat
diakses oleh suami. Kegiatan pelatihan ini difasilitasi oleh perusahaan yang
pernah bekerja sama dengan desa ini dalam rangka pemenuhan kebutuhan
perusahaan akan produk tas yang mereka produksi. Kegiatan pelatihan ini hanya
berjalan beberapa kali semenjak UKM ini didirikan, oleh karena itu masyarakat
yang pernah mengikuti pelatihan ini yang akhirnya mampu mengolah usaha
kerajinan tas dan semua itu didominasi oleh laki-laki.
Tingginya kontrol laki-laki terhadap pelatihan didukung oleh akses yang
dominan terhadap pelatihan sehingga keputusan mengikuti keputusan suami.
Perempuan tidak memiliki kontrol terhadap pelatihan karena tidak memiliki akses
58
untuk mengikuti pelatihan. Pada awalnya, pihak fasilitator tidak
memperhitungkan keberadaan pengrajin perempuan dalam pengelolaan usaha ini
sehingga terjadi kesenjangan akses pada pengrajin perempuan terhadap
sumberdaya ini. Hal ini juga berlaku pada akses anggota UKM terhadap
pemasaran komoditi dominan tetap dilakukan oleh laki-laki yaitu sebesar 100%.
Anggapan bahwa pekerjaan perempuan identik dengan pekerjaan domestik
mengakibatkan laki-laki saja yang dapat mengakses sumberdaya tersebut.
Pembagian Kerja
Pembagian kerja pada rumahtangga pengrajin tas di Desa Tegalwaru
dapat di lihat berdasarkan curahan waktu dan tenaga kerja pada rumahtangga
tersebut. Aktivitas sosial-ekonomi rumahtangga pengrajin dapat digolongkan
menjadi tiga kategori: reproduktif, produktif dan sosial. Pengkategorian ini dapat
menunjukkan peranan gender yang dilakukan anggota rumahtangga pengrajin.
Tabel 32 Pembagian Kerja pada 40 Rumahtangga Pengrajin Tas di Desa
Tegalwaru 2012
Aktivitas Sosial
Ekonomi
Tenaga
Kerja
Waktu Total Jam
per Bulan
Total (Jam)
L P H/M/B Jam L P
Reproduktif Menyiapkan
makanan
√ H 2 60 60
Mencuci pakaian
dan piring
√ H 1,5 45 45
Menyetrika
pakaian
√ M 2 8 8
Mengasuh anak √ H 1 60 60
Membersihkan
rumah
√ H 30 30
Belanja kebutuhan
rumahtangga
√ H 0,25 9 9
Produktif Kegiatan usaha
kerajinan tas
√ H 8 192 192
Sosial
Gotong royong √ M 2 8 8
Pengajian √ √ M 2 8 8 8
Arisan √ M 0,5 2 1
Rapat di Desa √ B 2 2 2
Ronda malam √ B 2 2 2
Jumlah (jam) 212 222 Keterangan : L = Laki-laki; P = Perempuan
H= Harian; M= Mingguan, B= Bulanan
59
Curahan waktu kerja perempuan dominan pada aktivitas reproduktif.
Tingginya curahan waktu perempuan pada kegiatan reproduktif disebabkan oleh
nilai budaya yang menganggap perempuan “cocok” bekerja pada kegiatan
tersebut. Pada rumahtangga pengrajin perempuan, umumnya kegiatan memasak
dilakukan oleh anak perempuan sehingga tidak harus memikirkan pekerjaan
tersebut. Curahan waktu perempuan sebagian besar digunakan untuk menyiapan
makanan (menyediakan bahan hingga menyajikan menu makanan) dan mengasuh
anak. Adapun keterlibatan laki-laki dan anak laki-laki yaitu pada kegiatan
membersihkan rumah. Hal ini jarang dilakukan laki-laki karena umumnya laki-
laki fokus mengerjakan pembuatan tas.
Aktivitas produktif yang dimaksud merupakan kegiatan yang dilakukan
pengrajin tas untuk mendapatkan penghasilan uang atau sejenisnya. Kegiatan
produktif yang dilakukan meliputi: (1) mempersiapkan alat dan bahan baku, (2)
pengolahan bahan baku, (3) pembentukan pola, (4) pengeleman dan penjemuran
bahan baku, (5) penjahitan, serta (6) finishing/penyelesaian. Usaha kerajinan tas
ini umumnya dimiliki dan dikelola oleh laki-laki sehingga pada aktivitas ini
dilakukan oleh laki-laki meskipun terdapat perempuan yang berprofesi sebagai
pengrajin. Sama halnya dengan studi Hasanudin (2009) pada industri kerajinan
gerabah di Desa Anjun, laki-laki terlibat dalam aktivitas produktif dan perempuan
dalam kegiatan reproduktif.
Aktivitas sosial diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan
masyarakat sekitar tempat tinggal anggota pengrajin. Curahan waktu pada
aktivitas ini dominan dilakukan oleh laki-laki.
Analisis Keberhasilan Kerajinan Tas UKM KWBT
Dalam pengelolaan sebuah usaha kecil menengah seperti UKM
Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru, sangat dibutuhkan pelaku-pelaku yang
memiliki kemampuan dan tanggungjawab yang besar dalam mengelola UKM
tersebut. Dari sudut pandang kelembagaan, manajemen UKM pada prinsipnya
terbentuk dari dua unsur yaitu: anggota dan pengurus. Karakteristik UKM
menurut Tambunan (2002) antara lain: padat karya (keterampilan sedang),
sumberdaya lokal, teknologi tepat guna, serta fleksibel. Sejak awal berdiri, usaha
ini dominan dikelola oleh laki-laki. Kondisi ini disebabkan perempuan yang
kurang memiliki akses, kontrol, dan posisi yang lebih rendah dibandingkan
dengan laki-laki.
Keberhasilan usaha kecil dan menengah dalam mengembangkan
ekonomi masyarakat di sekitarnya tidak terlepas dari beberapa faktor, baik faktor
internal maupun faktor eksternal. Beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan usaha kecil dan menengah (berdasarkan peringkat) seperti dikutip
dari Jurnal pengkajian koperasi dan UKM Tahun 2006, antara lain disajikan
dalam Tabel 33 di bawah ini.
60
Tabel 33 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Usaha Kecil dan
Menengah
No Faktor Internal Faktor Eksternal
1. Modal Ketersediaan bahan baku
2. Tenaga Kerja Kondisi ekonomi
3. Teknologi peralatan Keamanan
4. Pemasaran Sarana dan prasarana
5. Inovasi Kondisi sosial ekonomi
6. Manajemen usaha Fasilitas ekonomi
Berdasarkan Tabel 33 di atas, menunjukkan bahwa modal merupakan
rangking pertama yang mempengaruhi upaya peningkatan kapasitas usaha kecil
dan menengah. Hasil di lapangan menunjukkan, para pengrajin yang memiliki
modal besar yang mampu mengendalikan usaha kerajinan tas ini. Modal yang
dimiliki oleh para pengrajin berasal dari pinjaman baik perbankan maupun
pemodal yang datang dari kota. Para pengrajin yang memngalami kesulitan dalam
permodalan memiliki beberapa permasalahan dan berdampak pada peningkatan
UKM diantaranya: (1) sulitnya meningkatkan kapasitas usaha, (2) sulitnya
melakukan perluasan pasar, (3) sulit dalam melakukan peningkatan mutu dan
kualitas produk, serta (4) sulit dalam melakukan peningkatan kemampuan tenaga
kerja. Hingga saat ini, upaya yang dilakukan untuk meningkatkan perluasan
modal belum banyak dilakukan.
Tenaga kerja yang dimiliki oleh para pengrajin di desa ini sangat
terbatas. Rata-rata dari para pengrajin yang memiliki modal lebih besar
memperkerjakan anggota keluarga (saudara) serta beberapa tetangga. Sedangkan
bagi mereka yang memiliki modal kecil, memperkerjakan anggota keluarga inti
(istri dan anak) guna membantu penyelesaian produksi.
Peran teknologi dalam peningkatan produktivitas UKM sangatlah besar.
Penggunaan teknologi bagi masyarakat UKM di Tegalwaru masih sangat minim.
Masyarakat mengandalkan mesin jahit khusus sebagai alat bantu dalam proses
produksi tas. Tidak semua dari para pengrajin memiliki alat mesin ini, sehingga
mereka hanya membuat pola dan melakukan pengeleman saja. Rendahnya
teknologi yang digunakan umumnya disebabkan tidak adanya dana untuk
memiliki serta rendahnya informasi dan pemahaman pengusaha akan teknologi
yang berkembang dan tersedia di pasar.
Permasalahan utama di UKM KWBT juga disebabkakn oleh adanya
pasar yang sulit ditembus. Kondisi ini terlihat dari ruang pasar uang dapat
dimasuki oleh produk-produk UKM ini umumnya adalah pasar lokal dan hanya
beberapa pengrajin yang dapat menembus pasar luar daerah (Jakarta dan
sekitarnya). Situasi ini disebabkan terbatasnya akses media yang dapat digunakan
sebagai modal pemasaran dan keterbatasan modal dari para pengrajin dalam
memasarkan produknya. Ketersediaan bahan baku, kondisi sosial ekonomi serta
fasilitas sosial yang ada di wilayah UKM Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru ini
menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan UKM. Keterbatasan
modal pengrajin, kondisi ekonomi menjadi salah satu faktor penyebab
ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan dalam proses produksi sedikit sehingga
61
tidak mampu menjangkau pasar yang lebih besar dengan permintaan konsumen
yang beragam.
Untuk melihat hubungan antara relasi gender dan kenerhasilan yang di
capai oleh UKM Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru ini akan disajikan dalam
Tabel 34 berikut.
Tabel 34 Relasi Gender dan Keberhasilan UKM KWBT
Relasi gender Keberhasilan
Total Rendah Sedang Tinggi
Rendah Jumlah 16 10 0 26
% 72,7 55,6 0,0 65,0
Sedang Jumlah 4 8 0 12
% 18,2 44,4 0,0 30,0
Tinggi Jumlah 2 0 0 2
% 9,1 0,0 0,0 5,0
Total Jumlah 22 18 0 40
% 100,0 100,0 0,0 100,0
Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa relasi gender dalam UKM
Kampoeng Wisata Bisnis Tegalwaru turut menentukan keberhasilan program
(berkorelasi positif). Hal ini bisa dilihat pada relasi gender yang rendah dimana
laki-laki cederung memiliki akses dan kontrol yang besar dibandingkan
perempuan, keberhasilan program juga menunjukkan rendah dimana cenderung
dinikmati oleh kaum laki-laki. Terlihat pada data yang menunjukkan sebanyak 22
respoden atau sebesar 55% yang UKM dominan dikuasai oleh laki-laki memiliki
keberhasilan yang cenderung dinikmati oleh laki-laki yakni 16 responden atau
sebanyak 72,7%.
Kondisi yang sama juga terjadi pada UKM dengan responden sedang,
dimana sekitar 18 atau 45% respoden dengan relasi rendah menunjukkan
keberhasilan sebanyak 10 responden atau 55,6% yang sedang. Artinya
keberhasilan program cenderung dapat dinikmati oleh perempuan. Kondisi ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat relasi gender dalam UKM maka
perempuan akan semakin banyak menikmati manfaat program. Keberhasilan
program yang tinggi (laki-laki dan perempuan bersama-sama dalam pengelolaan
sumberdaya UKM) belum di capai pada UKM Kampung Wisata Bisnis
Tegalwaru ini. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya data yang menjelaskan
keberhasilan yang tinggi dipengaruhi oleh relasi gender yang baik pula dalam
masyarakat anggota UKM.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bagian sebelumnya,
diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Karakteristik individu mempengaruhi relasi gender dalam UKM KWBT.
meskipun demikian masih ditemukan adanya bas gender dalam penempatan
posisi kelambagaan UKM, akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan
peneglolaan UKM KWBT.
2. Ideologi gender dalam rumahtangga pengrajin tas UKM KWBT tergolong
dalam ideologi yang rendah. Hal ini terlihat dari askes, kontrol dan
penempatan posisi perempuan yang masih di bawah laki-laki. Ideologi
rendah dalam masyarakat ini menunjukkan bahwa laki-laki (suami) memliki
kesempatan atau peluang yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan
(perempuan).
3. Relasi gender dalam UKM Kampung Wisata Bisnis Tegalwaru turut
menentukan keberhasilan program (berkorelasi positif). Keberhasilan tinggi
yang menunjukkan peran antara laki-laki dan perempuan setara dalam
pengelolaan UKM ini, belum terlihat. Keberhasilan UKM KWBT ini hanya
pada tingkat sedang.
4. Masyarakat responden UKM desa Tegalwaru telah mengalami perubahan
cara pandang terhadap relasi antara laki-laki dan perempuan. Masyarakat
secara sistem sosial menyatakan bahwa tidak ada pembedaan antara laki-
laki dan perempuan. Namun, meskipun tidak ada pembedaan secara sistem
sosial, perubahan tersebut belum mendorong pada perubahan lebih lanjut.
5. Dalam skala individu, masyarakat anggota UKM menyatakan tidak adanya
pembedaan antara laki-laki dan perempuan (laki-laki dan perempuan) dalam
pekerjaan, namun untuk tingkat sosial masih terdapat bias gender.
6. Curahan jam kerja perempuan dalam masyarakat UKM Tegalwaru masih
berada di atas laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa selain mengurus
kegiatan domestik (rumah tangga) perempuan/perempuan juga berperan
dalam kegiatan produktif dan sosial.
Saran
1. Untuk mengantisipasi masih adanya bias gender dalam UKM, dibutuhkan
sosialiasasi mengenai konsep gender kepada seluruh anggota UKM laki-laki
dan perempuan. Sosialisasi ini dapat dilakukan di dalam pertemuan-
pertemuan rutin warga, sekolah dengan melibatkan ahli gender guna
membuat pandangan anggota UKM yang bias gender tersebut menjadi tidak
buta gender.
2. Akses yang rendah untuk mendapatkan sumberdaya dan manfaat dalam
UKM dapat dinaikkan dengan berbagai cara, misalnya diadakan pergantian
perwakilan UKM dalam mengikuti pelatihan-pelatihan/pendidikan
63
mengenai pengelolaan UKM sehingga seluruh anggota mempunyai
kesempatan yang sama untuk meningkatkan kapasitas dirinya dan tidak
dikhususkan pada pengurus atau pemilik modal saja.
3. Perlu adanya motivasi dan dukungan dari laki-laki kepada perempuan untuk
memberikan pendapatnya dalam UKM, baik dalam pembuatan tas maupun
dalam pengelolaan UKM secara keseluruhan.
64
DAFTAR PUSTAKA
Anomsari F. 2008. Pengembangan usaha kecil menengah (ukm) bewawasan
gender butuh kemauan. [internet]. [Diunduh 1 Mei 2012]. AF. Dapat
diunduh dari: http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/122087685.pdf Badan Pusat Statistik (BPS). 2012. 60 % pekerja UKM adalah perempuan.
[internet]. [Diunduh 10 Oktober 2012]. BPS. Dapat diunduh dari:
http://www.infobanknews.com/2011/12/60-UKM-dikelola-pengusaha-
wanita/
Departemen Pertanian. 2008. Pengertian gender. [internet]. [Diunduh 1 Mei
2012]. Deptan. Dapat diunduh dari:
http://www.deptan.go.id/setjen/roren/ragam/pengertian_gender.htm Efriani D. 2009. Analisis relasi gender dan keberhasilan organisasi koperasi warga
(KOWAR) SMP Negeri 7 Bekasi. [skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian
Bogor. 123 hal.
Handayani T, Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang [ID].
UMM Press. 244 hal.
Hasanudin TM. 2009. Relasi gender dalam perspektif akses dan kontrol terhadap
sumberdaya: Kasus pada sentra industri gerabah Desa Anjun, Kecamatan
Plered, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor [ID]:
Institut Pertanian Bogor. 148 hal.
Hubeis AV. 2010. Pemberdayaan Perempuan dari Masa ke Masa. Bogor [ID]. IPB
Press. 522 hal.
Instruksi Presiden. 2000. Instruksi presiden nomor 9 tahun 2000 tentang
pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional. [internet]. [Diunduh
8 Mei 2012]. IP. Dapat diunduh dari:
http://jdihukum.banten.go.id/dokumen/Inpres no 9 th 2000.pdf
Jurnal Pengkajian Koperasi dan UKM No 1 Tahun I-2006. 2006. Kajian faktor-
faktor yang mempengaruhi perkembangan usaha UKM di Propinsi
Sumatera Utara. [internet]. [Diunduh 30 April 2012]. JPKUKM. Dapat
diunduh dari:
http://journal.uii.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/222/218
Kementrian Negara Urusan Peranan Wanita. 1995. Peningkatan peranan wanita
dalam pembangunan bangsa berwawasan kemitrasejajaran yang harmonis
antara pria dan wanita dengan pendekatan jender. Jakarta [ID]. Kementrian
Negara Urusan Peranan Wanita. 17 hal.
Mugniesyah SS. 2006. Komunikasi gender I. Bogor [ID]: Departemen Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi pertanian Institut Pertanian Bogor.
Puspitawati H. 2010. Diktat kuliah gender dan keluarga: konsep dan realita. Bogor
[ID]: Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen. 263 hal.
Sajogyo P. 1983. Peranan Wanita dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Jakarta
[ID]: CV Rajawali.
Singarimbun M dan Efendi. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta [ID]:
LP3ES.336 hal.
65
Siwi M. 2004. Perilaku berorganisasi mahasiswa dalam perspektif gender (kasus:
organisasi mahasiswa di kampus Institut Pertanian Bogor, Desa Dramaga,
Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat). [skripsi].
Bogor [ID]: Intitut Pertanian Bogor. 107 hal.
Soekanto S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta [ID]: Raja Grafindo
Persada. 517 hal.
Supiandi Y. 2008. Bunga Rampai Pengarusutamaan Gender. Jakarta [ID]: Tim
Kreatif el-Kahfi.
Tambunan TTH. 2003. Perekonomian Indonesia. Jakarta [ID]: Ghalia Indonesia.
287 hal.
. 2009. UKM di Indonesia. Jakarta [ID]: Ghalia Indonesia. 282
hal.
66
LAMPIRAN
1. Dokumentasi Penelitian
Perkumpulan warga Kegiatan pembuatan tas
Pengrajin perempuan Pengrajin laki-laki
Tas yang dihasilkan
2. Kerangka Sampling
No Nama Alamat
(RT/RW)
1 Ukon 01
2 Endang 01
3 Adin Rosidin 01
4 Dian 01
5 Deni Hidayat 01
6 Arwan
Sabbana
01
7 Tudi Sopian N 01
8 Parman 01
9 Ikih 01
10 Nana 01
11 Saepul
Rahman
01
12 Dedih Sudandi 01
13 Bubun rahmat 01
14 Ena 01
15 Dana Suhendar 01
16 Robi
herdiansyah
01
17 dede Solehudin 01
18 Ade kosasih 01
19 Abdu Latif 01
20 Muh A 01
21 Dadang 01
22 Doni 01
23 Cepep Rukayat 01
24 Kastana 01
25 Agus
Wudianto
01
26 Sarwika 01
27 Ahmad Zaelani 01
28 Iskandar 01
29 Tatang S 01
30 Hamzah 01
31 Setiawan 01
32 Kasmudi 01
33 Muhamad
Toha
01
34 Muhaimin 01
35 Adin 01
36 Adah 01
37 Romansyah 01
38 Usman
Iskandar
01
39 Masdi 01
40 Jaenudin 01
41 Eman
Suherman
01
42 Eros Rosita 01
43 Ijang Juliana 01
44 Sartono 01
45 Andri Budiman 01
46 Ivan E. Sofyan 01
47 Aang 01
48 Wardono 01
49 Ezen 01
50 Bubun Budiana 01
51 Tedi Agustina 01
52 Budiman 02
53 Cica Susyanto 02
54 Asep 02
55 Herman
Hermawan
02
56 Ade Rahmat 02
57 Iyong Rohman 02
58 Ajah Sarjah 02
59 Iman Sukirman 02
60 Olih 02
61 Asep Saripudin 02
62 Dadang
Suhendar
02
63 Agus Safari 02
64 Didin 02
65 Ahmad
Nawawi
02
66 Tosin 02
67 Oon 02
68 Mahmud
Suandi
02
69 Sukma H 02
68
70 Jajang
Hermawan
02
71 Wawan
Hewanto
02
72 Nono 02
73 Alit Sutisna 02
74 Jojo 02
75 Ahmad Sofyan 02
76 Cecep Ahmad
Maulana
02
77 Sopi Andriana 02
78 Dani ramdani 02
79 Firmansyah 02
80 Wahyudin 02
81 Yusuf 02
82 Uloh 02
83 Ilon 02
84 Ijin 02
85 Enjang 02
86 Ipin 02
87 Ma'mur 02
88 Ano 02
89 Empud 02
90 Amir 02
91 Ajat 02
92 Oman 02
93 Ede Solihin 02
94 Enyang 02
95 Anan 02
96 Iyan Sofyan 02
97 Abdul Rahman 02
98 Hasan 02
99 Ubun 03
100 Teteng Juhari 03
101 Dede Rohman 03
102 Lukman
Hidayat
03
103 Sumpena 03
104 Endi 03
105 Mamat Rahmat 03
106 Rahmat Ilahi 03
107 Miftahuddin 03
108 Udung 03
109 Erom
Suparman
03
110 Endan 03
111 Mamat Rahmat 03
112 Aip 03
113 Ipin Sahidin 03
114 Apud Firdaus 03
115 Ato 03
116 Suhandi 03
117 Abdul Wahid 03
118 Wawan 03
119 Oyo 03
120 Empud 03
121 Emun 03
122 Atang Sutisna 03
123 Rohmat 03
124 Opan 03
125 A. Encheng
Triawan
03
126 Sa`ad 01
127 Herman 01
128 Dadan 01
129 On Marjuk
(Iyok)
01
130 Sarifudin 01
131 Syahril 01
132 Asep 01
133 Ahmad 01
134 Mimin 01
135 Budianto 01
136 Enda 01
137 Abdur Roshyia 01
138 Yus 01
139 Sudarta 01
140 Idrus 01
141 Sholihin 01
142 Hasan 01
143 Safii 01
144 Ibad
Badrussalam
01
69
145 Teguh Jati 01
146 Egun 02
147 Saldin 02
148 Rudi A 02
149 Salman Al
Farisi
02
150 Ujang K 02
151 Suparman 02
152 Subandi 02
153 Cecep Muladi 02
154 Wintarto 02
155 Nur Eka 02
156 Rangga 02
157 Permana 02
158 Agus Kurnia 02
159 M. Ibad 02
160 Wahyu P 02
1 Yustinah 01 2 Yuli 01
3 Nyai 01
4 Yuyu 01
5 Nining 01
6 Rosmiati 01
7 Romayah 01
8 Titin Nurlina 01
9 Puji lestari 01
10 Oom 01
11 Lina 01
12 Yuni 01
13 Sofiyana 01
14 Nurhidayanti 01
15 Fitri 01
16 Lela H 01
17 Nurhayati 01
18 Suryani 01
19 Fani 01
20 Rosmalina 01
21 Diana 01
22 Nurjannah 01
23 Nur 01
24 Wina Eka 01
25 Rosmayah 01
26 Fitriana 01
27 Putri S 01
28 Yana 01
29 Nyai Kusuma 01 30 Martinah 02
31 Titi Muliati 02
32 Saidah 02
33 Yulis 02
34 Aina Mardiyah 02
35 Nur Aini 02
36 Sugihartanti 02
37 Tutik Iriyani 02
38 Suryani 02
39 Neneng Mulia 02
40 Hadijah 02
41 Hayati 02
42 Nurmala Maulina 02
43 Een 02
44 Endang Salamah 02
45 Kosasih 02
46 Atik 02
47 Maisarah 02
48 Mega Putri 02
49 Tri Lestari 02
50 Eka Rumawar 02
51 Nining A 02
52 Endah Kusuma 02
53 Endang
Kusendang
02
54 Ita 02
55 Anah Suanah 02
RIWAYAT HIDUP
Retno Tri Wahyuningsih dilahirkan di Siak pada tanggal 06 Juni 1990,
dari pasangan Pujiyono dan Almh. Suwatni. Pendidikan formal yang pernah
dijalani adalah SMA Negeri 1 Dayun, Siak Sri Indrapura, 2005-2008; SMP
Negeri 1 Dayun 2002-2005; SD Negeri 013 Dayun 1996-2002 dam Taman
Kanak-Kanak Tunas Sawitri 1995-1996. Pada tahun 2008 penulis diterima
sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) sebagai penerima Beasiswa Utusan Daerah
(BUD) Kabupaten Siak.
Selain aktif dalam perkuliahan penulis juga aktif dalam kegiatan di luar
kampus. Menjadi panitia dalam beberapa kegiatan intern kampus dan luar
kampus. Anggota Organisasi Mahasiswa Daerah Riau (IKPMR), Himpunan
Pelajar dan Mahasiswa Bogor (HPMB), serta anggota mahasiswa penerima
beasiswa Kabupaten Siak-Riau. Penulis juga tercatat sebagai penerima beasiswa
Pemerintah Kabupaten Siak-Provinsi Riau. Beberapa prestasi yang diraih penulis
antara lain sebagai juara lomba tari daerah dalam Gebyar Nusantara (Genus IPB),
peraih Runner Up Lomba Fotografi tingkat Nasional dalam Seminar Nasional
Pertanian, Runner Up Penulisan Artikel CAFTA-Riau, penerima PKM didanai
Dikti tahun 2012, pengajar pada bimbingan belajar Brilliant Student, sebagai
pendamping pada Kegiatan Kader Tani Muda (KATIMU) IPB 2012, Enumerator
independen PT. ANTAM, Tbk-IPB tahun 2012 untuk wilayah Unit Bisnis
Pertambangan Nasional (UBPN) Pomalaa-Sulawesi Tenggara, panitia Cinta Alam
Mahasiswa Se-Jabodetabekten tahun 2012 dan panitia Pembekalan Siswa-Siswi
SMA/SMK se-Jabodetabekten tahun 2013, penerima dana hibah Kewirausahaan
Nasional yang diselenggarakan oleh Kementrian Koperasi dan UKM RI,
pendamping kegiatan POSDAYA PT. Holcim tahun 2013 dan berbagai kegiatan
yang lain.
Top Related