Download - Analisis Proksimat Singkong

Transcript

17

BAB I. PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang Indonesia dengan negara agrasis memiliki potensi perkebunan yang melimpah untuk dibudidayakan. Hasil perkebunan merupakan komoditas penting bagi suatu peradapan dunia. Banyak dari hasil komoditas yang belum dikembangkan secara maksimal namun disisi lain ada juga bentuk inovasi dari pengolahan hasil perkebunan. Hasil perkebunan juga membantu dalam pendapatan suatu negara. Dalam hal ini komoditas yang dibahas yaitu singkong atau salah satu diantara hasil perkebunan komoditas dari Indonesia yang memiliki banyak manfaat, misalnya kandungan dari singkong yaitu lisin, Cu, Mg, K, Zn. Singkong juga merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi. Ditambah dengan sumber vitamin dan mineral, vitamin yang terkandung dalam singkong vitamin A, vitamin C, thiamin (vitamin B1), dan riboflavin. Sedangkan mineral dalam singkong diantaranya adalah zat besi (Fe), fosfor (F) dan kalsium (Ca). Kandungan lainnya adalah protein, serat kasar, lemak dan abu.Dikalangan masyarakat, singkong dianggap sebagai komoditas yang tidak mempunyai nilai lebih untuk di kembangkan. Minimnya hasil olahan ubi menyebabkan masyarakat buta akan subtitusi pangan. Ubi kayu merupakan salah satu komoditas lokal yang masih perlu dikembangkan karena masih memiliki prospek yang bagus. Ubi kayu sudah sangat populer di masyarakat, sehingga selain dikonsumsi secara langsung, ubi kayu juga banyak sekali produk turunannya, karena termasuk mudah untuk diolah. Ubi kayu juga memiliki produktivitas yang tinggi, lau zat-zat yang terkandungpun juga sangat banyak dan beragam. Oleh karena itu untuk mengembangkan produtivitas dari ubi perlu di adakan uji proksimat guna mengetahui presentase yang terkandung pada setiap kandungan dari ubi kayu.

1.2 TujuanPengujian yang dilakukan untuk mengetahui bagaimana sifat spesifik dan karakteristik dari singkong atau ubi kayu. Dari hasil tersebut dapat ditentukan proses pengolahan pasca panen dan potensi pemanfaatannya.

1.3 Manfaat Pembaca dapat mengetahui kandungan gizi dalam bahan singkong Pembaca dapat mengaplikasikan singkong sebagai kebutuhan makanan pengganti karbohidrat. Pembaca dapat mengetahui pemanfaatan singkong sebagai bahan alternatif lain untuk produk agroindustri

BAB II. ANALISIS SIFAT FISIKUji sifat fisik adalah dimana kita akan menguji fisik dari bahan yang kita ingin ujikan, di anataranya adalah mengamati fisik warna, bentuk dan sifatnya keras atau tidak dan bau yang dimiliki dan bagian yang bisa di makan apa saja. Cara menguji sifat fisik singkong adalah pertama-tama, singkong diperhatikan warna kulit serta dagingnya, kemudian diuji bau dan rasanya, serta diperhatikan terhadap adanya kerusakan pada singkong. Kemudian singkong dikupas kulitnya sehingga terpisah antara bagian kulit dan bagian daging. Bagian kulit dan bagian daging tersebut masing-masing ditimbang. Dari bobot yang didapat tersebut, dihitung persentase bagian yang dapat dimakan dan bagian yang tidak dapat dimakan.2.1 Bentuk Singkong merupakan batang berkayu yang tumbuh tegak, beruas-ruas, berbuku-buku dan ketinggiannya mencapai 3m. Di dalam batangnya ada liang yang berisi semacam gabus yang berwarna putih. Daunnya serupa tangan manusia dengan jari-jari (helaian daun terbelah dalam dalam). Umbi akar berukuran besar, memanjang dengan kulit luar berwarna coklat suram dan terdapat tanah yang menempel pada kulit (Anonim 2010).

2.2 Bagian Komponen fisik singkong terdiri dari kulit, biasanya terdapat 2 lapis kulit yaitu kulit luar dan kulit dalam, kemudian diikuti oleh umbi singkong yang terdiri dari lapisan kambium dan daging umbi. Warna daging umbi singkong berwarna putih, kuning atau gading, dan umbi tersebut ada yang manis dan ada pula yang pahit (Syarief dan Irawati,1986). Berdasarkan literatur diatas, hasil pengamatan yang telah dilakukan sudah sesuai bahwa singkong terdiri dari kulit, lapisan kambium dan daging umbi.

2.3 Persentase Bagian

Pada bahan singkong ini, presentase bagian daging singkong sebesar 74,02% dari seluruh bagian singkong, sedangkan presentase bagian kulit singkong hanya sebesar 25.98%. Hal ini menunjukkan bahwa proporsi daging singkong lebih dominan daripada bagian kulit singkong.

2.4 Densitas Kamba

Densitas kamba adalah perbandingan berat dengan volume air pada wadah yang menempatinya. Densitas kamba bahan dinyatakan adalah gr/ml. (Muchtadi 2010)Aplikasi densitas kamba dalam bidang pangan diantaranya untuk mengetahui kapasitas dan jumlah alat yang digunakan untuk melakukan suatu proses, misalnya untuk pencucian kentang menggunakan drumwasher, dengan densitas kamba kita dapat mengetahui perbandingan jumlah bahan dan air yang digunakan dalam mesin tersebut sehingga jumlah mesin yang diperlukan dapat diketahui. Pada percobaan kali ini, Densitas kamba dapat ditentukan dengan mengetahui massa bahan dan volume bahan yang ditempati. Berdasarkan hasil pengamatan, densitas kamba yang didapat sebesar 1.09 gr/ml.

BAB III. ANALISIS PROKSIMAT3.1 Kadar AirKadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian mendapat penanganan yang tepat. Penentuan kadar air dalam bahan pangan dapat dilakukan dengan beberapa metode yaitu metode pengeringan (dengan oven biasa), metode destilasi, metode kimia dan metode khusus (kromatografi, nuclear magnetic resonance atau NMR).Pada praktikum kali ini, metode yang digunakan adalah metode pengeringan dengan oven biasa. Penentuan kadar air ini diawali dengan bahan 5 gram yang telah disiapkan, dimasukkan pada cawan aluminium. Kemudian, bahan singkong tersebut dimasukkan dalam oven dengan suhu 100-105C selama 5 jam. Selanjutnya bahan dikeluarkan dari oven dan dimasukkan ke dalam desikator selama 15 menit untuk didinginkan. Setelah dari desikator, bahan tersebut ditimbang kembali pada neraca analitik. Hal ini dilakukan untuk memperoleh berat akhir bahan dengan menguranginya dengan berat cawan aluminium. Metode ini memiliki beberapa kekurangan yaitu bahan lain ikut menguap, terjadi penguraian karbohidrat menghailkan air yang ikut terhitung, dan terdapat air yang terikat kuat pada bahan tidak terhitung pula. Berat bahan yang dihitung setelah dikeluarkan dari oven harus didapatkan berat konstan yaitu berta bahan yang tidak akan berkurang atau tetap setelah dimasukkan dalam oven. Berat akhir tersebut setelah konstan dapat diartikan bahwa air yang terdapat dalam bahan telah menguap dan yang trsisia hanya padatan dan air yang benar-benar terikat kuat dalan bahan, setelah itu dapat dilakuakn perhitungan untuk mengetahui persentase kadar air dalam bahan. (Sudarmadji et. al 2003)Berdasarkan hasil praktikum, berat akhir bahan yang diperoleh adalah 1,8755 gram. Dengan demikian, setelah diketahui berat akhir bahan dari metode ini kita dapat menentukan persentase kadar air singkong. Persentase kadar air dapat diperoleh dengan rumus berat awal bahan dikurangi dengan berat akhir bahan. Setelahnya, nilai tersebut dibagi dengan berat awal bahan dan dikalikan 100%. Dari literatur yang ada, kadar air singkong atau ubi kayu sekitar 60%. Kadar air ini tidak jauh berbeda dengan persentase kadar air yang telah didapatkan yaitu 62,49%.

3.2 Kadar PatiUji Luff Schroll dilakukan untuk mengetahui kadar pati yang terdapat singkong. Sebanyak 1 gram bahan dimasukkan kedalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200ml HCl 3%. Selanjutnya sampel dihidrolisisselama 1-3 jam di dalam otoklaf suhu 1050C. Setelah terhidrolisis sampel didingikan dan dinetralkan dengan NaOH 40%. Sampel dimasukkan kedalam labu takar 250 ml dan ditambahkan air destilata sampai mencapai tanda tera. Ambil 10 ml larutan dan masukkan kedalam erlenmeyer lainnya(250 ml). Didalam erlenmeyer 250 ml ditambahkan 25ml larutan luff schroll. Larutan tersebut didihkan dan kemudian didinginkan (dijaga agar tidak tergoncang). Larutan H2SO4 25% sebanyak 20 ml ditambahkan setelah suhu normal. Larutan tersebut di titrasi dengan Na2S2O3 0,1 N dengan indikator kanji sampai hilang warnanya. Selanjutnya untuk membandingkan dengan membuat blangko yang berupa 25 ml air dan 25 ml luff schroll.Prinsip pada pengujian luff schoorl yaitu karbohidrat pada bahan pangan dihidrolisis menjadi monosakarida yang dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+. Kelebihan Cu ditetapkan secara yodometri. Mula-mula Cu2+ akan membebaskan iod dari garam kalium iodida (KI). Banyaknya iod yang dibebaskan setara dengan banyaknya Cu+ yang diketahui setelah titrasi menggunakan natrium tiosulfat (Sudarmadji, dkk 2007). Berikut adalah reaksi kimia yang terjadi saat pengujian luff schoorl:

Sumber: Sudarmadji, dkk (2007).Pada SNI 01-4493-1998, kadar pati ubi dengan kualitas I memiliki kadar pati minimal 30%, sedangkan ubi kualitas II dan III memiliki kadar pati minimal 25%. Sementara pada hasil pengujian, perhitungan kadar pati yang didapatkan sebesar 33,08% Berdasarkan hal tersebut, singkong pada pengujian memiliki kualitas yang sangat baik yaitu kualitas I.

3.3 Kadar LemakPenentuan kadar lemak pada bahan pangan singkong ini perlu dilakukan untuk memberi informasi kadar lemak pada konsumen apabila bahan singkong ini dijadikan sebagai bahan baku untuk produk pangan sehingga konsumen dapat mengatur kadar kolesterol dalam tubuh. (Anonim 2013) Pada penentuan kadar lemak kasar, 1,8755 berat contoh dihaluskan dan dikeringkan. Bahan ini didapatkan setelah pengujian kadar air dilakukan. Kemudian, bahan singkong yang telah kering tersebut dimasukkan ke dalam kertas saring yang telah dibentuk tabung kecil sebelum dimasukkan ke dalam soxhlet apparatus. Sebelumnya kertas saring ditimbang terlebih dahulu. Pasang tabung ekstraksi pada alat distilasi. Labu soxhlet diisi pelarut petroleum eter 2/3 isi volume labu. Ekstraksi dilakuakn selama 3 jam. Setelah itu, matikan soxhlet dan tunggu sampai tidak menetes kembali dan larutan pada labu tidak menujukkan gelembung mendidih. Selanjutnya, bahan singkong yang sudah diekstraksi dimasukkan ke dalam oven selama 1-2 jam dan didinginginkan di desikator selama 15 menit. Setelah itu bahan ditimbang untuk mendapatkan bahan akhir uji kadar lemak.Dari serangkaian uji tersebut, kita dapat menghitung kadar lemak singkong dengan rumus berat awal bahan dikurangi dengan berat akhir bahan. Setelahnya, nilai tersebut dibagi dengan berat awal bahan dan dikalikan 100%. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan berat akhir yang didapatkan sebesar 1,8724 gram. Dengan didapatkannya berat akhir ini, persentase kadar lemak dapat diperoleh yaitu 0,17%. Dari literatur Litbang Deptan, kadar yang diperoleh tidak jauh berbeda yaitu 0,5% (Anonim 2011)

3.4 Kadar SeratSerat adalah suatu karbohidrat kompleks di dalam bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, sehingga dapat mencapai usus besar dan dicerna oleh bakteri probiotik. Serat tersebut berasal dari dari berbagai sayur dan buah-buahan. Secara kimia serat tersebut terdiri dari berbagai karbohidrat seperti selulosa, lignin, pektin, dan non karbohidrat seperti polimer lignin dan gumidan mucilage (Winarno 1992).Serat kasar adalah bagian dari pangan yang tidak dapat dihidrolisis oleh asam atau basa kuat, bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat (H2SO4 1,25%) dan natrium hidroksida (NaOH 3,25%). Serat kasar merupakan residu dari bahan makanan atau pertanian setelah diperlakukan dengan asam atau alkali mendidih. Serat kasar terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan pentosan, serta serat kasar merupakan serat tumbuhan yang tidak larut dalam air. Kadar serat adalah perbandingan berat antara serat dalam umbi terhadap umbi secara keseluruhan yang dinyatakan dalam persen berat basah. Pada kadar serat, sebanyak 1,0014 gram bahan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan tambahkan 100 ml H2SO4 0,325N. Bahan dihidrolisis di dalam otoklaf bersuhu 1050C selama 15 menit. Dinginkan bahan dengan desikator, kemudiantambahkan 50 ml NaOH 1,25 N. bahan dihidrolisis kembali didalam otoklaf bersuhu 1050C selama 15 menit. Saring bahan menggunakan kertas saring yang telah dikeringkan dan diketahui beratnya. Setelah itu, cuci kertas saring berturut-turut dengan air panas + 25 ml H2SO4 0,325 N dan air panas + 25 ml Aceton/alkohol. Kemudian di angkat dan keringkan kertas saring + bahan kedalam oven bersuhu 1100C selama 1-2 jam. Setelah itu ditimbangdan dihitung kadar serat yang dihasilkan.Berdasarkan hasil percobaan kadar serat ubi kayu yang telah dilakukan menunjukan angka 1,76% yang dalam SNI 01-4493-1998 tergolong mutu ke satu dengan syarat kadar serat maksimal 2,0%.

3.5 Kadar ProteinPada praktikum kali ini kadar protein dalam singkong diuji dengan menggunakan metode Kjedahl. Sebanyak 0,1 gram bahan ditambah katalis (CuSO4 dan Na2SO4) dengan perbandingan 1:1:2 dan ditambahkan 2,5 ml asam sulfat pekat lalu didestruksi sampai menjadi warna hijau bening. Hasil dari proses destruksi didinginkan. Selanjutnya dicuci dengan aquades secukupnya dan didestilasi dengan tambahan natrium hidroksida (NaOH) 50% sebanyak 15 ml. Destilat yang dihasilkan ditampung dan ditambahkan HCl 0,02 N. Proses dihentikan apabila volume destilat berjumlah dua kali volume sebelumnya. Selanjutnya destilat dititrasi dengan natrium hidroksida (NaOH) 0,02 N dan indikator mensel (campuran metil red dan metil blue). Selanjutnya dihitung kadar proteinnya. (Faktor Konversi singkong= 6,25)Protein memiliki fungsi sebagai zat pembangun dan pengatur dalam tubuh manusia. Protein merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak ataupun karbihidrat. Molekul protein mengandung pula fosfor, belerang, dan adajuga protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarno 2004). Protein dapat dianalisis menggunakan dua metode yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Dalam praktikum yang telah dilakukan, praktikan menggunakan metode kuantitatif yaitu dengan metode Kjedahl untuk mengetahui kadar protein yang terdapat dalam bahan pangan.Penetapan kadar protein dengan metode Kjedahl merupakan metode empiris (secara tidak langsung) yaitu melalui penetapan kadar N dalam bahan. Penggunaan metode ini senyawa-senyawa bernitrogen yang lain selain protein juga terukur sebagai protein sehingga metode ini sering disebut penentapan protein kasar. Tahapan analisis protein dengan metode Kjedahl meliputi destruksi, destilasi, dan titrasi. Destruksi bertujuan untuk melepaskan unsur N dari protein yang diubah menjadi amonium sulfat. Pada tahap destilasi amonium sulfat diubah menjadi amoniak yang ditangkap oleh larutan asam standar berlebih. Sisa asam yang tidak bereaksi dengan amoniak dititrasi, sehingga dapat diketahui jumlah amoniak dari N protein sampel (Muchtadi 1989).Hasil yang didapat dari penggunaan metode Kjedahl ini berupa protein kasar, sebab yang didapatkan tidak protein tetapi terdapat komponen lainnya seperti nitrogen. Faktor yang perlu diperhatikan dalam analisa protein dengan metode Kjedahl antara lain jenis katalis. Jumlah H2SO4 selama pemanasan suhu dan waktu pemanasan serta kesempurnaan destilasi ammonia dan amina.Sampel yang telah direaksikan dengan asam sulfat terurai dan dapat mengubah nitrogen menjadi ammonium hydrogen sulfat.CaHbNc+H2SO4aCO2+1/2bH2O+cNH4HSO4Penambahan alkali pekat pada larutan dilakukan setelah dingin dan ammonium sulfat yang dilepas didestilasikan. Ammonia yang terbentuk ditambahkan dengan asam kuat berlebih, jika kelebihan asam kuat dititrasi kembali dengan basa kuat.cNH4HSO4 cNH3+cSO42-cNH3+(c+d)HCl NH4Cl+dHCldHCl+dNaOH dH2O+dNaClmmol N (c) = mmolHCl yang bereaksi = mmolHCl total (c+d) mmolNaOH (d). Indikator yang digunakan adalah mensel dengan warna ungu. Ketika didestilasi, protein akan terpisah dalam bentuk ammonia. Selanjutnya tritrasi menggunakan larutan NaOH yang reaksinya akan menghasilkan warna kehijauan. Hasil pengurangan NaOH menunjukkan besarnya protein yang terkandung semakin kecil nilai titrasi maka semakin banyak kandungan protein yang berada didalam bahan pangan tersebut. Penentuan persen (%) protein dalam bahan tersebut secara pasti dapat ditentukan dengan mengalikan % total N dengan factor konversinya. Nilai dari persen (%) total N yang terdapat pada ubi yaitu 0.84 persen (%) dan Faktor konversi dari umbi kayu yakni 6,25. Hasil dari pengujian 182.9 gram ubi kayu didapatkan sekitar 5.25 persen (%) protein.

3.6 Kadar AbuSebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral (Winarno 1992). Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Penentuan kadar abu berhubungan erat dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan, kemurnian serta kebersihan suatu bahan yang dihasilkan. Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan (Puspitasari 1991). Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja. Kadar abu tersebut dapat menunjukaan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. pBobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong. Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650C akan menjadi abu berwarna putih.Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 %(Yunizal,et.al 1998).Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan dan sebagai penentu parameter nilai gizi suatu bahan makanan (Sudarmadji et all 1989). Sebagai contoh, penggilingan gandum, apabila masih banyak lembaga dan endosperm maka kadar abu yang dihasilkannya tinggi. Banyaknya lembaga dan endosperm pada gandum menandakan proses pengolahan kurang baik karena masih banyak mengandung bahan pengotor yang menyebabkan hasil analisis kadar abu menjadi tidak murni. Kandungan abu juga dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan dan keaslian bahan yang digunakan (Apriyantono 1989).Uji kadar abu, singkong yang digunakan sebanyak 4,859 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu porselen yang kering dan telah diketahui beratnya. Setelah itu, pijarkan bahan dalam tanur selama dua jam pada suhu 600C sampai diperoleh abu berwarna keputih-putihan. Selanjutnya bahan didinginkan pada desikator dan ditimbang kembali untuk mengetahui berat setelah pengabuan. Hitung persentase kadar abu dengan rumus berikut. Dari hasil pengamatan didapat kadar abu dalam singkong 0.92%, berdasarkan . Menurut Balagopalan(1988), Kadar abu singkong dapat mencapai 1%. Semakin tinggi kadar abu, maka singkong tersebut kurang baik dalam pengolahannya, misalnya pengupasan. Semakin rendah kadar abu, maka singkong tersebut sangat baik dalam pengolahannya.Berarti dalam pemisahan daging dari kulit yang dilakukan oleh praktikan sudah terbilang sangat baik.

BAB IV. POTENSI PEMANFAATAN BAHAN UJISingkong memiliki banyak menfaatnya dan kegunaannya, kali ini kelompok kami akan menggunakan singkong menjadi bahan bakar ramah lingkungan. Bahan bakat ramah lingkungan adalah bioethanol yang berasal dari tanaman singkong, dimana bioethanol adalah pengganti premium dan dilakukan secara fermentasi. Bioethanol sendiri adalah etanol yang diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan bahan baku nabati. Etanol atau etil alkohol C2H5OH, merupakan cairan tidak berwarna, larut dalam air, eter, aseton, benzene, dan semua pelarut organi, serta memiliki bau khas alkohol. Salah satu pembuatan etanol yang paling terkenal adalah fermentasi. Bioetanol dapat diperoleh salah satunya dengan cara fermentasi singkong. Bioethanol dapat dibuat dari singkong. Singkong merupakan tanaman yang sangat populer di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis. Di Indonesia, singkong memiliki arti ekonomi terpenting dibandingkan dengan jenis umbi-umbian lainnya. Selain itu, kandungan pati dalam singkong yang tinggi sekitar 25-30%, sangat cocok untuk pembuatan energi alternatif. Dengan demikian, singkong adalah jenis umbi-umbian daerah tropis yang merupakan sumber energi paling murah sedunia. Cara pembuatan bioethanol adalah sebagai berikut :1. Kupas 125 kg singkong segar, semua jenis dapat dimanfaatkan. Bersihkan dan cacah berukuran kecil-kecil. 2. Keringkan singkong yang telah dicacah hingga kadar air maksimal 16%. Persis singkong yang dikeringkan menjadi gaplek. Tujuannya agar lebih awet sehingga produsen dapat menyimpan sebagai cadangan bahan baku.3. Masukkan 25 kg gaplek ke dalam tangki stainless si eel berkapasitas 120 liter, lalu tambahkan air hingga mencapai volume 100liter. Panaskan gaplek hingga 100oC selama 0,5 jam. Aduk rebusan gaplek sampai menjadi bubur dan mengental.4. Dinginkan bubur gaplek, lalu masukkan ke dalam langki sakarifikasi. Sakarifikasi adalah proses penguraian pati menjadi glukosa. Setelah dingin, masukkan cendawan Aspergillus yang akan memecah pati menjadi glukosa. Untuk menguraikan 100 liter bubur pati singkong, diperlukan 10 liter larutan cendawan Aspergilus atau 1-% dari total bubur. Konsentrasi cendawan mencapai 100-juta sel/ml. Sebelum digunakan, Aspergilus dikuhurkan pada bubur gaplek yang telah dimasak tadi agar adaptif dengan sifat kimia bubur gaplek. Cendawan berkembang biak dan bekerja mengurai pati.5. Dua jam kemudian, bubur gaplek berubah menjadi 2 lapisan: air dan endapan gula. Aduk kembali pati yang sudah menjadi gula itu, lalu masukkan ke dalam tangki fermentasi. Namun, sebelum fermentasi pastikan kadar gula larutan pati maksimal 17-18%. Itu adalah kadar gula maksimum yang disukai bakteri Saccharomyces untuk hidup dan bekerja mengurai gula menjadi alkohol. Jika kadar gula lebih tinggi, tambahkan air hingga mencapai kadar yang diinginkan. Bila sebaliknya, tambahkan larutan gula pasir agar mencapai kadar gula maksimum.6. Tutup rapat tangki fermentasi untuk mencegah kontaminasi dan Saccharomyces bekerja mengurai glukosa lebih optimal. Fermentasi berlangsung anaerob atau tidak membutuhkan oksigen. Agar fermentasi optimal, jaga suhu pada 28-320C dan pH 4,5-5,5.7. Setelah 2-3 hari, larutan pati berubah menjadi 3 lapisan. Lapisan terbawah berupa endapan protein. Di atasnya air, dan etanol. Hasil fermentasi itu disebut bir yang mengandung 6-12% etanol.8. Sedot larutan etanol dengan selang plastik melalui kertas saring berukuran 1 mikron untuk menyerang endapan protein.9. Meski telah disaring, etanol masih bercampur air. Untuk memisahkannya, lakukan destilasi atau penyulingan. Panaskan campuran air dan etanol pada suhu 780C atau setara titik didih etanol. Pada suhu itu etanol lebih dahulu menguap ketimbang air yang bertitik didih 1000C. Uap etanol dialirkan melalui pipa yang terendam air sehingga terkondensasi dan kembali menjadi etanol cair.10. Hasil penyulingan berupa 95% etanol dan tidak dapat larut dalam bensin. Agar larut, diperlukan etanol berkadar 99% atau disebut etanol kering. Oleh sebab itu, perlu destilasi absorbent. Etanol 95% itu dipanaskan 1000C. Pada suhu itu, etanol dan air menguap. Uap keduanya kemudian dilewatkan ke dalam pipa yang dindingnya berlapis zeolit atau pati. Zeolit akan menyerap kadar air tersisa hingga diperoleh etanol 99% yang siap dicampur dengan bensin. Sepuluh liter etanol 99%, membutuhkan 120-130 liter bir yang dihasilkan dari 25 kg gaplek.

BAB V. PENANGANAN DAN PENYIMPANAN IDEALSingkong merupakan tanaman yang cukup melekat dengan rakyat, tanaman rakyat singkong lebih identik berperan untuk penduduk di daerah rawan pangan. Sampai akhir orde baru pemanfaatan singkong masih terbatas untuk konsumsi penduduk, bahkan ada beberapa tempat yang khususnya daerah minus sampai sekarang keadaan demikian masih berlangsung. Sebagai tanaman yang dapat tumbuh hampir di semua tempat, singkong banyak di budidayakan orang untuk meningkatkan penghasilan keluarga, baik itu di ladang, tegalan, bahkan dipekarangan rumah.Singkong merupakan salah satu jenis hasil tanaman yang mudah rusak. Singkong yang sudah dipanen tidak bisa tahan lama tanpa penanganan lebih lanjut atau langsung dipasarkan, disimpan 24 jam pun sudah bisa menurunkan mutu dari singkong tersebut. Jadi, diperlukan dan harus dipahami dengan benar akan penanganan untuk mempertahankan kualitas mutu dari singkong. Salah satu caranya adalah dengan melakukan sekam lembab dimana fungsinya yaitu agar singkon tetap dalam keadaan utuh dan segar, memperpanjang daya tahan singkong 5-6 bulan, mempertahankan kulitas mutunya, dan meningkatkan rasa. Manfaat dari sekam lembab adalah tidak menimbulkan efek samping, peningkatan pendapatan petani singkong akan meningkat, tidak memerlukan biaya yang terlalu mahal, dan mudah melakukan dan cukup praktis.( Lingga 1989).

BAB VI. PENUTUP6.1 SimpulanSingkong merupakan tanaman serealia. Singkong berasal dari bagian akar pada tanaman (Manihot Utilisima). Kandungan dalam ubi kayu antara lain terdapat 62,49% kadar air, 0,926% kadar abu, 2,63 % kadar serat , kadar pati sebesar 16,2 %, kadar lemak 0.17%,dan kadar protein 5.25 %. Dari seluruh bagian, 74.02% bagian dapat dikonsumsi sedangkan 25.98% sisanya adalah kulit. Ubi kayu ini mempunyai densitas kamba 1,09 gram/m. Mutu dari ubi yang diuji masuk pada mutu I.Ubi kayu dapat dijadikan sebagai diversifikasi pangan. Pengolahan menjadi hal penting dalam menjaga kualitas ubi kayu. Ubi kayu juga mempunyai potensi bagus untuk dikembangkan sebagai bahan baku industri. Salah satu potensi ubi kayu yang sudah dikembangkan di Indonesia adalah dibuatnya tepung, padahal selain dibuat tepung ubi kayu juga bisa diolah menjadi mie, jelly, kue dan roti. Selain itu limbah kulit ubi juga bisa digunakan sebagai pakan ternak dan pupuk organik.

6.2 SaranUbi kayu cocok sebagai diversifikasi beras, ubi kayu juga memiliki kandungan gizi yang lebih bagus dari total mutu beras. Dengan demikian, diversifikasi pangan dengan singkong sebaiknya perlu dikembangkan di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA[Anonim]. 2010. Karakteristik Sifat Fisik Kimia dan Kimia Ubi Kayu.[terhubung berkala].http://skripsi.unila.ac.id/2009/08/03/karakterisasi-sifat-fisik-dan-kimia-ubi-kayu-manihot-esculenta-berdasarkan-lokasi-penanaman-dan-umur-panen-yang-berbeda (12 Desember 2013)[Anonim]. 2013. Ada apa dengan kolesterol. [terhubung berkala] http://badungkab.go.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id480 (12 Desember 2013)Apriyantono A. 1989. Analisa Pangan. Bogor : PAU Pangan dan Gizi IPB.Balagopalan, C, G. Padmaja,S.K.Nandadan S.N.Moorthy.1988. Casava Invut, Feed, and Induistry. CRC Press, Inc : Florida.Muchtadi D.1989. Evaluasi Nilai Gizi Pangan.Bogor: Institut Pertanian BogorMuchtadi TR. 2010. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung : Alfabeta.Puspitasari B. 1991. Teknik Penelitian Mineral Pangan. Bogor : IPB Press.Sudarmadji S, Bambang dan Suhardi. 2003. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta : Liberty.Syarief, R dan Irawati, A.1986. Pengetahuam Bahan untuk Industri Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. JakartaWinarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Erlangga.Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.Yunizal, Murtini,J.T., Dolaria,N., Purdiwoto,B., Abdulrokhim dan Carkipan. 1998.Prosedur Analisa Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil Perikanan. Instalasi Penelitian dan Pengembangan Perikanan; Jakarta.

LAMPIRANFoto Bahan

Penampakan Singkong

Bagian daging singkong

Percobaan kadar abu

Uji Luff Schroll

Uji Kadar Protein

bahan uji protein yang setelah dititrasi dengan NaOH 0.02 N

Rekapitulasi Data Hasil Praktikum1. Analisis sifat fisikPersen Tiap BagianBerat singkong: 247.1 gramBerat kulit singkong: 64.2 gramBerat daging singkong: 182.9 gram

Persentase kulit singkong = (berat kulit singkong/berat singkong) x 100 %= (64.2 /247.1) x 100 %= 25.98%

Persentase daging singkong= (berat daging singkong/berat singkong) x 100 %= (182.9 /247.1) x 100 %= 74.01%

2. Densitas Kamba= massa singkong / volume singkong= 247.1 gram / 225 mL=1,09 gram/mL

3. Analisis Proksimata) Kadar air Bobot Awal = 5 gr Bobot Akhir = 1.875 gr Kadar Air = [(bobot awal-akhir)/ bobot awal] *100%= [(5-1.875)/5]*100% = 62.49 %

b) Kadar Abu Bobot Awal = 4.859 gr Bobot Akhir = 0,045 gr Kadar Air = [(Berat Abu Setelah Pengabuan)/ bobot awal] *100%= [ 0,045/4,859] *100% = 0,926 %

c) Kadar Serat Bobot Awal= 1,0014 gr Bobot Kertas Saring+Bahan= 0,9845 gr Bobot Kertas Saring= 0,9582 grKadar Serat = [{(Bobot Kertas Saring+Bahan) - Bobot Kertas Saring}/Bobot Awal] *100% = [(0,9845 gr - 0,9582gr )/ 1,0014 gr]*100% = 2,63 %

d) Uji Luff Schroll Na blanko= 22.3 ml A= 7.5 gr P= 25 ml Kadar Pati= [(A*0,9*P)/Bobot Contoh]*100%= [(7,2*0,9*25)/1000]8100%= 16,2 %e) Kadar Protein Titrasi ( blanko-contoh)= 40 ml % N = [(ml titrasi(blanko-contoh)*N NaOH*14)/Gram contoh*1000] *100% = [(26.1-25.8)*0,02*14)/0,1*1000]*100%= 0.84% % protein= % total N * faktor konversi= 0.84%*6,25= 5.25 %f) Kadar Lemak Berat Awal= 1.8755 gr Berat Akhir= 1.8724 gr Kadar Lemak= [(Berat Awal-Berat Akhir)/ Berat Awal]*100%= [ (1,8755-1.8724)/1,8755]*100%= 0.17%