ANALISIS KONVERGENSI PERTUMBUHAN EKONOMI
NEGARA ASEAN+3 DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI
MANDA KHAIRATUL AULIA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Konvergensi
Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 dan Faktor-faktor yang Memengaruhi
Pertumbuhan Ekonomi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Manda Khairatul Aulia
NIM H14090022
ABSTRAK
MANDA KHAIRATUL AULIA. Analisis Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi
Negara ASEAN+3 dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi.
Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI.
Menurut model Solow perekonomian negara-negara akan mengalami proses
konvergensi menuju suatu titik dimana tingkat pendapatan setiap negara sama,
dengan asumsi tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja, dan
pertumbuhan produktivitas setiap negara sama. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis apakah proses konvergensi dapat terjadi pada pertumbuhan ekonomi
negara-negara ASEAN+3 selama 2002-2010. Berdasarkan hasil pemetaan
pertumbuhan PDB riil dan pendapatan per kapita, terdapat pergeseran posisi
negara pada tahun 2002 dan tahun 2010. Penelitian ini menghasilkan bahwa
secara kondisional dan ankondisional negara-negara ASEAN+3 mengalami proses
konvergensi dengan kecepatan 10 % dan 22 %. Penelitian ini juga menghasilkan
bahwa Indeks Williamson rata 0.98 setiap tahunnya cenderung mengalami
penurunan. Hal ini menunjukkan terjadinya proses konvergensi yang rendah
sehingga membutuhkan waktu lama untuk mencapai pemerataan. Pertumbuhan
ekonomi negara ASEAN+3 dipengaruhi oleh Foreign Direct Investment, industry
value added, service value added, dan government expenditure.
Kata Kunci: Konvergensi, ASEAN+3, Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan per
Kapita.
ABSTRACT
MANDA KHAIRATUL AULIA. The Economic Growth Convergence Analysis
of ASEAN+3 countries and The Factors that Influence the Economic Growth.
Supervised by WIWIEK RINDAYATI.
Based on Solow model, the economy of many countries will have a convergence
process towards a point with same level of income if each country has same level
of savings rate, depreciation, the labor force growth, and productivity growth. The
purpose of this study is to analiyze whether the Solow convergence process may
occur in the economic growth of ASEAN+3 member countries during 2002-2010.
Based on economic growth and per capita income mapping result, there is a
movement of each country position in 2002 and 2010. This study results that
ASEAN+3 was unconditionally and conditionally converged with 10% and 22%
speed. This study also results that the Williamson Index average of 0.98 each year
tends to decrese. It means that there is a convergence process in a low speed, so it
needs a long time to reach the equality. The economic growth of ASEAN+3 is
influenced by Foreign Direct Investment, industrial value added, value added
service, and government expenditure.
Keywords: Convergence, ASEAN+3, Economic Growth, per Capita Income.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
ANALISIS KONVERGENSI PERTUMBUHAN EKONOMI
NEGARA ASEAN+3 DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMENGARUHI PERTUMBUHAN EKONOMI
MANDA KHAIRATUL AULIA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Analisis Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3
dan Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi
Nama : Manda Khairatul Aulia
NIM : H14090022
Disetujui oleh
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah konvergensi,
dengan judul Analisis Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+3 dan
Faktor-faktor yang Memengaruhi Pertumbuhan Ekonomi. Masalah konvergensi
dipilih menjadi topik penelitian karena dianggap penting terutama dalam
menghadapi era globalisasi yang semakin meningkatkan keterbukaan antar
negara. Peningkatan keterbukaan tersebut dapat meningkatkan pendapatan suatu
negara jika mampu bersaing dengan baik, namun juga dapat meningkatkan
ketimpangan antar negara. Masalah konvergensi akan lebih mudah dianalisis pada
negara-negara yang bergabung dalam suatu kesepakatan atau kerja sama tetapi
memiliki tingkat pendapatan dan kesejahteraan yang berbeda seperti pada
ASEAN+3. Negara anggota kerja sama ini memiliki karakteristik dan tingkat
kemajuan yang berbeda, sehingga perlu dilihat apakah memberi peningkatan
ekonomi bagi semua negara anggota.
Terima kasih juga diucapkan kepada orang tua dan keluarga penulis, yakni
Bapak Muhammad Yusni dan Ibu Normah Dalimunthe serta kakak dari penulis,
Yuniar Rizki Noryanti atas segala doa dan dukungan yang selalu diberikan. Selain
itu ucapan terima kasih juga ditujukan kepada:
1. Ibu Dr Wiwiek Rindayati selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan, bimbingan, saran dan motivasi dengan sabar dan
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Sahara Ph.D selaku dosen penguji utama dan Ibu Laily Dwi Arsyianti,
M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas kritik dan saran yang
telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen, staf dan seluruh civitas akademik Departemen Ilmu Ekonomi
FEM IPB yang telah memberikan ilmu dan berbagai bantuan.
4. Teman-teman satu bimbingan, Nadya Astrid, Alfi Gusmanandri, dan Rahmat
Prabowo yang telah banyak memberikan bantuan, saran, kritik, motivasi dan
dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.
5. Sahabat penulis Gina, Sonya, Meilani yang telah membantu dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
6. Seluruh keluarga Ilmu Ekonomi 46, 47 dan 48 terima kasih atas doa dan
dukungannya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Manda Khairatul Aulia
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL viii
DAFTAR GAMBAR viii
DAFTAR LAMPIRAN viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 4
Tujuan Penelitian 6
Manfaat Penelitian 7
Ruang Lingkup Penelitian 7
TINJAUAN PUSTAKA 8
Produk Domestik Bruto 8
Pertumbuhan Ekonomi 8
Konvergensi 12
Penelitian Terdahulu 13
Kerangka Pemikiran 14
METODE 16
Jenis dan Sumber Data 16
Metode Analisis 16
Analisis Deskriptif dengan Memetakan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran
PDB per Kapita 16
Analisis Deskriptif dengan Indeks Williamson 17
Analisis Data Panel 17
Model Penelitian Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+3 19
Pengujian Statistik dan Pelanggaran Asumsi 20
HASIL DAN PEMBAHASAN 21
Gambaran Umum 21
Analisis Deskriptif dengan Memetakan Negara Berdasarkan Pertumbuhan PDB
Riil dan Besaran PDB per kapita 24
Analisis Deskriptif dengan Indeks Williamson 26
Model Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 28
SIMPULAN DAN SARAN 34
Simpulan 34
Saran 35
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 38
DAFTAR TABEL
1 Produk Domestik Bruto per Kapita ASEAN+3 Tahun 2009-2022 2
2 Foreign Direct Investment ASEAN+3 Tahun 2009-2011 5
3 Nilai Tambah Sektor Jasa, Industri, dan Pertanian Tahun 2010 23
4 Hasil Estimasi Uji Chow pada Model Konvergensi Tak Bersyarat 28
5 Hasil Estimasi Model Pooled Least Square Konvergensi Tak Bersyarat 28
6 Crossection Effects Negara-negara ASEAN+3 29
7 Hasil Estimasi Uji Chow pada Model Konvergensi Bersyarat 29
8 Hasil Estimasi Uji Hausman pada Model Konvergensi Bersyarat 30
9 Hasil Estimasi Fixed Effects Model dengan Weighted Statistic pada
Model Konvergensi Bersyarat 30
DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan Ekonomi Negara-negara ASEAN+3 Tahun 2009-2011 3
2 Investasi Aktual dan Break-even 11
3 Kerangka Pemikiran 15
4 Pemetaan Negara Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran
PDB per Kapita Tahun 2002 25 5 Pemetaan Negara Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran
PDB per Kapita 2010 25
6 Indeks Williamson 27
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan Tipologi Klassen 38
2 Perhitungan Indeks Williamson 38
3 Pendekatan Pooled Least Square Model Konvergensi Tak Bersyarat 39
4 Uji Chow Model Konvergensi Tak Bersyarat 39
5 Pendekatan Fixed Effects Model Konvergensi Bersyarat 39
6 Uji Chow fixed Effects Model Konvergensi Bersyarat 40
7 Random Effects Model Konvergensi Bersyarat 40
8 Korelasi Parsial Antar Variabel 41
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan pendapatan total dan pendapatan per kapita suatu masyarakat terus
menerus bertambah dalam jangka panjang (Sukirno 2002). Tolak ukur
keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur
ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan baik antar penduduk,
antar daerah, maupun antar sektor. Tujuan utama pembangunan ekonomi adalah
menciptakan pertumbuhan setinggi-tingginya, menghapus atau mengurangi
tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran (Arsyad
1999). Pembangunan tidak hanya berorientasi pada pendapatan nasional, namun
juga memperhitungkan masalah lain seperti perubahan struktur sosial, sikap
masyarakat, institusi nasional, ketimpangan pendapatan, peningkatan pendapatan,
dan peningkatan kesejahteraan hidup masyarakat. Pembangunan harus dapat
memenuhi kebutuhan dasar individu dengan mencapai suatu peningkatan keadaan
hidup melalui peningkatan standar hidup masyarakat yang tidak hanya dinilai dari
sisi material saja (Todaro and Smith 2006).
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan bagaimana aktivitas perekonomian di
suatu negara. Semakin tinggi aktivitas ekonomi suatu negara, maka pertumbuhan
ekonomi negara tersebut akan semakin tinggi. Pertumbuhan ekonomi
menunjukkan adanya peningkatan output suatu negara dengan meningkatnya
barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara. Tingkat pertumbuhan ekonomi
dapat diukur dengan menggunakan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu
negara (Sukirno 2002). Setiap negara akan senantiasa berusaha agar dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya, seperti dengan meningkatkan
proses produksi, investasi baik di dalam maupun di luar negeri, perdagangan, dan
berbagai aktivitas ekonomi lainnya yang dapat memberikan nilai tambah bagi
pendapatan nasional negara tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah
dengan menjalin berbagai kerja sama antar negara, sehingga dapat mempermudah
dan memperlancar masing-masing negara anggota untuk melakukan kegiatan
ekonomi dengan negara lain.
Kerja sama ASEAN merupakan organisasi geo-politik dan ekonomi yang
dibentuk pada tanggal 8 Agustus 1967. Bebarapa tujuan dibentuknya ASEAN
antara lain mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial buaya di
kawasan Asia Tenggara, memajukan perdamaian dan stabilitas regional Asia
Tenggara, memajukan kerja sama dan saling membantu kepentingan bersama
dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, memajukan kerja sama di bidang
pertanian, indusrti, perdagangan, pengangkutan, dan komunikasi, memajukan
penelitian bersama mengenai masalah-masalah di Asia Tenggara, dan memelihara
kerja sama yang lebih erat dengan organisasi internasional dan regional. ASEAN
dibentuk untuk mendukung masing-masing negara dalam memperbaiki keadaan
perekonomiannya. Melalui pembentukan ASEAN diharapkan akan dapat
meningkatkan kesejahteraan setiap negara anggota dan menurunkan ketimpangan
antar negara. Peningkatan pertumbuhan ekonomi masing-masing negara
kemudian akan dapat meningkatkan kesejahteraan masing-masing negara
2
sehingga akan tercapai kemajuan bersama dan menurunkan ketimpangan
pendapatan antar negara anggotanya. Selain itu juga diharapkan dapat menjadi
modal kekuatan bagi negara-negara Asia Tenggara dalam menghadapi persaingan
dengan negara maju.
Kerja sama ini kemudian diperluas dengan masuknnya negara yang jauh
lebih maju seperti China, Jepang, dan Korea Selatan yang tergabung dalam
ASEAN+3. Semakin meluasnya kerja sama yang dilakukan, diharapkan dapat
memberikan efek positif terhadap perekonomian masing-masing negara
anggotanya. Terdapat harapan bagi terciptanya iklim pertumbuhan ekonomi yang
sehat dapat segera terpenuhi, sehingga dapat dihasilkan suatu peningkatan
perekonomian oleh masing-masing negara anggota. Namun apakah masuknya
negara-negara maju ini dapat secara efektif membantu majunya negara
berkembang di kawasan ASEAN, karena kerja sama tersebut juga sekaligus
meningkatkan persaingan di antar negara anggota sendiri. Terdapat kemungkinan
peningkatan perekonomian negara-negara anggota terutama negara berkembang
dengan kemudahan mobilitas kapital dan perdagangan antarnegara, namun di sisi
lain juga kemungkinan dapat meningkatkan ketimpangan antar negara karena
hanya negara maju saja yang dapat memanfaatkan dengan baik. Beberapa negara
ASEAN+3 memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan negara lainnya, dengan perbedaan yang cukup besar dan timpang, seperti
pada Tabel 1.
Tabel 1 Produk Domestik Bruto per Kapita Riil Negara ASEAN+3 Tahun 2009-
2011 (USD)
Negara 2009 2010 2011
Brunei Darussalam 17 092 17 225 17 301
Kamboja 533 558 590
Indonesia 1 090 1 145 1 207
Laos 519 556 592
Malaysia 4 902 5 169 5 345
Filipina 1 307 1 383 1 413
Singapura 28 950 32 641 33 530
Thailand 2 531 2 713 2 699
Vietnam 684 723 757
Jepang 38 242 39 972 39 578
China 2 209 2 427 2 640
Korea Selatan 15 326 16 219 16 684
Sumber: World Bank, 2013
Berdasarkan bersarnya pendapatan per kapita, Brunei Darussalam,
Singapura, Jepang, dan Korea Selatan termasuk pada kategori negara high income
3
menurut World Bank. Sedangkan Malaysia, Thailand, dan China termasuk negara
upper middle income dan negara anggota lainnya masih termasuk lower middle
income. Tabel 1 menunjukkan besarnya pendapatan per kapita negara anggota
ASEAN+3. Negara maju (high income) cenderung memiliki pendapatan per
kapita yang besar dan mendominasi yang mencerminkan tingkat kesejahteraan
yang lebih baik dibandingkan negara berkembang. Besarnya pendapatan per
kapita sangat ditentukan dari jumlah penduduk suatu negara, sehingga besaran
pendapatan per kapita juga dapat menjadi semakin kecil jika suatu negra memiliki
jumlah penduduk yang besar. Negara maju dengan pendapatan per kapita besar
cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang kecil dan konstan, sehingga
perubahan dari tahun ke tahun menjadi semakin kecil sudah hampir menuju
kondisi full employmentnya. Sedangkan negara berkembang memiliki pendapatan
per kapita rendah namun pertumbuhan ekonomi tinggi karena belum berada
kondisi full employment seperti terlihat pada Gambar 1 di bawah ini.
Sumber: World Bank, 2013
Gambar 1 Pertumbuhan Ekonomi Negara ASEAN+3 Tahun 2009-2011
Gambar 1 menunjukkan bahwa selama tahun 2009 hingga 2011 negara-
negara berkembang seperti Indonesia, Kamboja, Laos, Vietnam, memiliki
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi namun sangat fluktuatif karena masih
jauh dari kondisi mapan. Sehingga perubahan atau guncangan sedikit saja akan
menyebabkan guncangan pada perekonomiannya. Negara maju seperti Jepang
mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih konstan dengan perubahan yang
kecil dari tahun ke tahun, karena perekonomiannya sudah hampir mencapai
kondisi mapan. Jika perekonomian sudah berada pada kondisi mapan, maka
keseimbangannya cenderung akan sulit berubah.
Menurut model Solow, ketika negara-negara maju sudah mencapai kondisi
full employment maka akan sulit merubah atau meningkatkan kondisi ekonominya,
karena sudah mencapai kondisi maksimum dalam segala halnya. Sedangkan
negara-negara berkembang akan terus mangalami perubahan menuju ke kondisi
mapannya. Penambahan kapital baru melalui investasi menurut solow akan
meningkatkan pendapatan negara tersebut, sehingga akan terus bergerak menuju
-10
-5
0
5
10
15
202009
2010
2011
Growth (%)
Negara
4
kondisi mapannya. Menurut solow, jika proses tersebut terjadi pada perekonomian
negara-negara maka akan menciptakan suatu proses konvergensi, dimana
pergerakan pendapatan masing-masing negara menuju ke arah yana sama.
Pada penggunaannya model Solow menetapkan beberapa asumsi yang harus
dipenuhi agar proses konvergensi dapat terjadi. Asumsi tersebut antara lain setiap
negara harus memiliki tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja,
dan pertumbuhan produktivitas yang sama. Namun pada kenyataannya
perekonomian negara-negara tidak akan memiliki kondisi dan tingkat perubahan
yang sama. Masing-masing negara memiliki banyak perbedaan yang dapat
menyebabkan pencapaian ekonominya juga akan berbeda. Kondisi Sumber Daya
Alam (SDA), Sumber Daya Manusia (SDM), dan produktivitas yang berbeda
akan memberikan hasil yang berbeda pula. Oleh karena itu, tingkat kemajuan
yang dialami oleh masing-masing negara cenderung tidak akan sama. Ditambah
lagi dengan adanya intervensi dan kebijakan pemerintah yang berbeda di setiap
negara, maka pelaksanaan kegiatan ekonominya juga akan berbeda. Peningkatan
keterbukaan dan adanya globalisasi juga akan semakin memengaruhi pencapaian
ekonomi masing-masing negara. Perekonomian negara-negara akan semakin
terintegrasi satu sama lain, sehingga memungkinkan adanya aliran modal antar
negara.
Negara maju dengan pendapatan yang tinggi dapat terus menggali dan
mengembangkan teknologi dan inovasi baru yang dapat menyebabkan
perekonomiannya terus mengalami peningkatan, dan bukan menurun seperti yang
disampaikan oleh Solow. Pengembangan teknologi dan inovasi akan dapat
menyebabkan pertumbuhan ekonomi masih dapat mengalami peningkatan dan
bergerak lebih tinggi. Pendapatan yang tinggi memungkinkan negara maju untuk
mengembangkan riset dan teknologi untuk mangatasi dan mencegah penurunan
pada pertumbuhan ekonomi dan perekonomiannya. Jika asumsi Solow ini tidak
terpenuhi pada keadaan nyata dan dengan adanya pengembangan teknologi dan
inovasi di berbagai negara terutama di negara-negara maju, apakah proses
konvergensi yang disampaikan Solow akan dapat terjadi.
Analisis proses konvergensi Solow pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan unit analisis kerja sama ASEAN+3 yang terdiri dari negara-negara
dengan karakteristik dan tingkat pencapaian yang berbeda. Berdasarkan penelitian
ini akan dapat dilihat apakah proses konvergensi yang disampaikan solow terjadi
pada kondisi perekonomian negara-negara ASEAN+3 yang cenderung tidak
memenuhi asumsi-asumsi yang disampaikan Solow.
Perumusan Masalah
Setiap negara senantiasa melaksanakan proses pembangunan yang
berkelanjutan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negaranya, terutama di
negara-negara berkembang. Hal ini ditujukan untuk mengejar ketertinggalannya
dari negara maju, baik dari segi ekonomi, kesehatan, pendidikan, infrastruktur dan
lainnya. Dengan pembangunan dan perbaikan di segala bidang diharapkan negara
berkembang dapat mengejar ketertinggalannya dan bergerak menuju negara maju.
5
Oleh karena itu setiap negara melakukan berbagai cara untuk dapat mengatasi
persaingan terutama dengan negara maju. Salah satu cara yang dilakukan adalah
dengan melakukan kerjasama dalam bidang ekonomi seperti yang terdapat pada
ASEAN+3 yang terdiri dari negara anggota ASEAN ditambah dengan negara
Asia lain seperti Jepang, China, dan Korea Selatan. Kerjasama ini ditujukan
sebagai alat pemersatu ekonomi negara-negara anggotanya terutama di kawasan
Asia, dan meningkatkan kekuatan dalam menghadapi persaingan global terutama
dengan negara maju seperti di kawasan Amerika dan Eropa.
Namun dalam prosesnya apakah keterbukaan dan liberalisasi diantara
negara anggota tersebut akan meningkatkan investasi masing-masing negara
sehingga menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi di semua negara.
Peningkatan investasi ini kemungkinan akan mengarah kepada pertumbuhan
ekonomi yang menuju ke satu titik pencapaian yang sama dan konvergen. Bagi
negara yang sudah maju, dan justru meningkatkan persaingan bagi negara yang
masih berkembang.
Peningkatan persaingan ini dimungkinkan karena dengan adanya
keterbukaan, maka masing-masing negara anggota lebih mudah menanamkan
modalnya di negara anggota lainnya. Negara yang tidak memepersiapkan diri
dengan baik justru akan kalah bersaing dengan negara lainnya, karena tidak
mampu meningkatkan investasi domestiknya sendiri dan kalah bersaing dengan
investasi domestik. Berikut data investasi masing-masing negara ASEAN
+3 pada Tabel 2.
Tabel 2 Foreign Direct Investment Negara ASEAN+3 (Juta USD)
Negara 2008 2009 2010
Brunei Darussalam 201 350 105
Kamboja 387 552 667
Indonesia 2 328 5 220 5 265
Laos 133 189 145
Malaysia 4 521 147 5 708
Filipina 959 2 064 1 072
Singapura 10 252 23 033 39 628
Thailand 5 391 3 375 5 442
Vietnam 6 178 4 901 4 989
Jepang 14 634 25 472 30 353
China 111 729 84 396 145 463
Korea Selatan 3 015 2 404 831
Sumber: World Bank, 2013
Tabel 2 menunjukkan bahwa masing-masing negara-negara memiliki nilai
investasi yang meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 beberapa negara
6
memiliki nilai investasi yang menurun akibat adanya krisis ekonomi global pada
tahun 2008, namun sebagian lainnya tetap mengalami peningkatan. Setiap negara
melakukan investasi sebesar-besarnya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
negara. Menurut Solow, investasi adalah kunci tercapainya konvergensi diantara
negara. Melalui investasi suatu negara akan memperoleh pengembalian yang
besar dan berbagai efek positif lainnya selain pendapatan, seperti aliran teknologi,
informasi, perbaikan infrastruktur dan lainnya. Peningkatan keterbukaan ini
kemudian dapat memberikan kemungkinan semua negara menghasilkan
pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga bergerak menuju ke satu titik yang
menunjukkan terjadinya proses konvergensi atau malah semakin meningkatkan
ketimpangan antar masing-masing negara. Berdasarkan model Solow,
konvergensi akan terjadi jika setiap negara memiliki tingkat tabungan, depresiasi,
pertumbuhan tenaga kerja, dan pertumbuhan produktivitas yang sama. Namun
pada kenyataanya, asumsi ini tentu saja tidak mungkin sepenuhnya terpenuhi di
setiap negara. Selain itu, negara maju dengan pendapatan yang besar akan terus
mengembangkan teknologi dan inovasi agar pertumbuhan ekonominya dapat terus
meningkat dan tidak mengalami penurunan seperti yang disampaikan Solow.
Walaupun negara berkembang akan terus mengalami peningkatan pertumbuhan
ekonomi karena terus mendorong investasi, namun negara maju yang sudah
mencapai pendapatan tinggi juga akan terus mendoronng pengembangan
teknologi dan inovasi yang dapat terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Sehingga walupun sudah mencapai kodisi full employment, perekonomian negara
maju tetap dapat mengalami peningkatan, dan tidak menurun. Jika pada
kenyataanya negara maju masih mengalami peningkatan pertumbuhan ekonomi,
maka perlu dibuktikan apakah proses konvergensi yang disampaikan Solow akan
tetap dapat tercapai. Adapun permasalahan yang dapat diteliti berdasarkan
informasi dan kondisi tersebut antara lain:
1. Bagaimana posisi masing-masing negara anggota ASEAN+3 jika dilihat
berdasarkan pertumbuhan PDB riil dan besaran PDB per kapita riil?
2. Apakah pergerakan pertumbuhan ekonomi per kapita negara-negara
ASEAN+3 menunjukkan suatu proses yang konvergen jika dianalisis melalui
Indeks Williamson dan analisis data panel?
3. Faktor apa saja yang memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi per kapita
negara-negara ASEAN+3?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memetakan negara-negara ASEAN+3 berdasarkan kondisi pertumbuhan PDB
riil dan besaran pendapatan per kapita riil.
2. Menguji apakah kestabilan pendapatan negara-negara ASEAN+3 menuju ke
kestabilan yang konvergen jika dianalisis dengan menggunakan Indeks
Williamson dan analisis data panel.
3. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi laju pertumbuhan ekonomi
negara-negara ASEAN+3 secara signifikan.
7
Manfaat Penelitian
Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Memberikan gambaran kecenderungan pola pertumbuhan ekonomi negara-
negara ASEAN+3 apakah mengarah kepada suatu proses pergerakan yang
konvergen atau divergen serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3.
2. Hasil penelitian mengenai pola pertumbuhan ekonomi negara-negara
ASEAN+3 ini dapat digunakan untuk menentukan kebijakan yang tepat bagi
masing-masing negara secara khusus serta kerja sama ASEAN+3 secara
umum untuk ke depannya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan unit negara-negara ASEAN ditambah China,
Jepang, dan Korea Selatan yang tergabung dalam kerja sama ASEAN+3.
Kawasan integrasi ekonomi ASEAN+3 terdiri dari negara berpendapatan tinggi
seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Brunei Darussalam. Negara
berpendapatan sedang seperti Malaysia, China, dan Thailand, serta negara
berpendapatan rendah seperti Indonesia, Filipina, Laos, Vietnam, dan Kamboja
jika dilihat berdasarkan PDB per kapitanya.
Fokus penelitian ini adalah untuk menganalisis proses konvergensi tak
bersyarat dan bersyarat pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 yang
dilihat berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) riil per kapita masing-masing
negara pada periode tahun 2002 hingga 2010. Selain itu, penelitian ini juga
menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara
anggota ASEAN+3 secara signifikan berdasarkan data yang diestimasi. Melalui
penelitian ini akan dapat terlihat bagaimana dampak dari kerja sama ASEAN+3
terhadap masing-masing negara anggota. Penelitian ini menunjukkan kerja sama
ASEAN+3 yang berhasil bila diantara negara anggota menunjukkan adanya
peningkatan dan kemajuan pada pertumbuhan ekonomi negara. Selain itu juga
diharapkan negara yang masih berkembang dapat mengejar ketertinggalan dari
negara anggota lain yang sudah maju dengan memanfaatkan adanya berbagai
kemudahan akibat adanya kerja sama yang dilakukan. Peningkatan keterbukaan
diantara masing-masing negara anggota diharapkan dapat memberikan efek spill
over positif untuk meningkatkan kemajuan negara yang masih berkembang.
Penelitian ini menggunakan data negara-negara ASEAN+3 sejak tahun 2002
hingga tahun 2010, yaitu selama 9 tahun. Data 9 tahun ini dinilai telah dapat
menggambarkan keadaan perekonomian masing-masing negara melalui penilaian
terhadap Produk Domestik Bruto. Selain itu juga telah dapat menggambarkan
bagaimana peranan kerjasama ASEAN+3 dalam memerbaiki keadaan ekonomi
masing-masing negara anggota dan bagaimana keadaan ekonominya setelah
terjadinya krisis keuangan tahun 1997, serta telah menangkap terjadinya masalah
krisis ekonomi global di tahun 2008, baik sebelum terjadinya krisis maupun
setelah terjadinya krisis tersebut. Kemudian akan dilihat apakah pertumbuhan
8
ekonomi yang dihitung berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) per
kapita negara anggota ASEAN+3 tersebut menuju kepada proses yang semakin
konvergen dengan tingkat ketimpangan yang semakin berkurang, atau sebaliknya.
Penelitian ini menggunakan data PDB per kapita riil, Foreign Direct Investment
(FDI), net ekspor, industry value added, service value added, agricultural value
added, government expenditure, labour serta lag pendapatan per kapita.
Melalui penelitian ini dapat terlihat bagaimana kinerja kerja sama
ASEAN+3, apakah bermanfaat bagi seluruh anggotanya. Jika manfaat dari kerja
sama ini dapat meningkatkan perekonomian seluruh negara anggota bukan hanya
negara maju, maka kerja sama ini pada akhirnya akan menciptakan suatu proses
pergerakan ekonomi yang konvergen dan menurunkan ketimpangan antar negara.
TINJAUAN PUSTAKA
Produk Domestik Bruto
Data Produk Domestik Bruto (PDB) dapat dijadikan sebagai salah satu
indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu negara dalam suatu
periode tertentu baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan.
Produk Domestik Bruto pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah (value
added) yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu, atau
merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit
ekonomi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), PDB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga
yang berlaku pada setiap tahun. Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku
dapat digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi. Sedangkan PDB
atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar
(BPS 2009).
Pertumbuhan ekonomi suatu negara biasanya diukur dengan menggunakan
data PDB. Pada dasarnya PDB riil mengukur pendapatan total setiap orang di
dalam suatu perekonomian. Tujuan perhitungan PDB adalah untuk meringkas
aktivitas ekonomi dalam suatu nilai uang tertentu dalam periode waktu tertentu.
PDB dapat dihitung atau diukur dengan menggunakan tiga jenis pendekatan, yaitu
pendekatan produksi, pendekatan pendapatan, pendekatan pengeluaran.
Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai peningkatan standar materi
kehidupan sepanjang waktu bagi sebagian besar keluarga di suatu negara.
Peningkatan ini dapat berasal dari pendapatan yang meningkat, sehingga
memungkinkan orang untuk mengkonsumsi lebih banyak dan beragam (Mankiw
2007). Hal ini berarti dengan adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi akan
9
dicapai pula peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang dicerminkan dengan
peningkatan kapasitas produksi, peningkatan konsumsi, dan peningkatan
pendapatan masyarakat.
Teori tentang pertumbuhan ekonomi senantiasa mengalami perkembangan
dari waktu ke waktu. Menurut model pertumbuhan Harrod Domar, setiap
perekonomian harus mencadangkan dan menabungkan sebagian pendapatan
nasionalnya untuk melakukan investasi pada barang-barang modal. Pertumbuhan
ekonomi dapat dipercepat dengan adanya investasi baru yang merupakan
tambahan neto terhadap cadangan atau stok modal (capital stock). Dengan adanya
pertambahan neto dari stok modal dalam bentuk investasi akan menghasilkan
peningkatan arus output nasional atau PDB (Todaro dan Smith 2006). Teori
Harrod Domar ini banyak digunakan untuk menentukan kebijakan ekonomi di
negara-negara berkembang. Menurut teori ini, Jumlah tabungan S merupakan
hasil perkalian antara rasio tabungan nasional s (Marjinal Propensity to Save) dari
total pendapatan nasional Y (S = sY). Sedangkan Investasi neto diartikan sebagai
perubahan stok modal (I = ) dan jumlah stok modal K merupakan hasil
perkalian antara nilai rasio modal output k (Capital Output Rasio) dengan
pendapatan nasional Y (K = kY) atau dapat pula dalam bentuk perubahan stok
modal dan perubahan pendapatan nasional ( = k ). Asumsi lain dalam
model Harrod Domar adalah bahwa besarnya tabungan nasional neto sama
dengan investasi neto (S = I). Berdasarkan persamaan yang telah dijabarkan di
atas, maka dapat diketahui bahwa I = = k . Dengan memasukkan
persamaan diatas ke dalam persamaan S = I, maka diperoleh persamaan baru S =
sY = k = = I dan kemudian dapat disederhanakan menjadi sY = k .
Kemudian dengan membagi persamaan dengan Y, dan membaginya lagi dengan k
maka diperoleh persamaan = /K = /I = s/k.
Keterangan:
= laju pertumbuhan permintaan agregat atau output
/ K = laju peningkatan stok kapital (penawaran agregat)
/ I = laju peningkatan investasi
Berdasarkan persamaan di atas dapat diketahui bahwa tingkat pertumbuhan
PDB ditentukan oleh rasio tabungan nasional s dan rasio modal output nasioanal k.
Tanpa adanya intervensi pemerintah, tingkat pertumbuhan pendapatan nasional
berbanding lurus dengan rasio tabungan dan berbanding terbalik terhadap rasio
modal output dari suatu perekonomian. Semakin banyak PDB yang diinvestasikan
maka pertumbuhan PDB yang dihasilkan akan semakin besar, dan sebaliknya.
Secara ekonomi dapat dikatakan bahwa agar dapat tumbuh dengan cepat dan
mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, maka setiap negara harus sebanyak
mungkin menabung dan menginvestasikan bagian dari PDB negaranya. Namun,
peluang pembentukan modal-modal baru yang terbatas menjadi suatu kendala
terutama bagi negara-negara miskin. Namun pada kenyataannya pengadaan
tabungan dan investasi yang lebih banyak saja tidak cukup untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi. Model Harrod Domar menganggap bahwa terdapat sikap
dan pengaturan yang sama di negara-negara berkembang, namun ternyata asumsi
tersebut tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya di negara-negara berkembang.
Faktor-faktor komplementer yang penting seperti kecakapan manajerial, tenaga
kerja yang terlatih, kemampuan perencanaan dan pengelolaan pembangunan,
10
membuat strategi-strategi pembangunan tidak dapat memberikan hasil yang sesuai
dengan teori yang ada.
Model lain yang membahas mengenai masalah pertumbuhan ekonomi
adalah model yang dicetuskan oleh Robert Solow (1979) dari Amerika Serikat,
mungkin menjadi model pertumbuhan yang paling terkenal. Model Solow lebih
baik dalam menggambarkan perekonomian negara maju dibandingkan negara
berkembang, namun model ini tetap dapat dijadikan sebagai acuan dasar
kebijakan yang berkaitan dengan pertumbuhan dan pembangunan. Model Solow
mengasumsikam bahwa terdapat hubungan tetap antara input modal tenaga kerja
dan output barang jasa. Namun model ini dapat dimodifkasi dengan memasukkan
kemajuan teknologi sebagai variabel eksogen yang dapat meningkatkan
kemampuan produksi masyarakat (Mankiw 2007).
Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian
kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi
modern dan output, guna mencapai pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan (sustain). Secara ekonomi, model pertumbuhan. Solow
dirancang untuk menunjukkan bagaimana pertumbuhan persediaan modal,
pertumbuhan angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam
perekonomian, serta bagaimana pengaruhnya terhadap output barang dan jasa
suatu negara secara keseluruhan (Mankiw 2007). Pada model Solow,
diperbolehkan adanya substitusi antara modal dan tenaga kerja.
Model ini menyatakan bahwa secara kondisional perekonomian negara-
negara akan bertemu pada suatu titik dimana tingkat pendapatan semuanya sama,
namun dengan asumsi tingkat tabungan, depresiasi, pertumbuhan angkatan kerja,
dan pertumbuhan produktivitas setiap negara tersebut sama. Model Solow
merupakan kerangka dasar untuk meneliti tingkat konvergensi antarnegara.
Menurut Todaro dan Smith (2006), fungsi produksi agregat, Y = f (K, L)
mengasumsikan skala hasil yang konstan. output akan meningkat dengan proporsi
yang sama apabila kapital dan tenaga kerja digandakan dan input-output yang
baru digunakan sepenting input yang telah ada. Input selain kapital, tenaga kerja
dan pengetahuan diasumsikan tidak penting. Fungsi produksi mengaitkan modal
total K dan tenaga kerja total L dengan output total Y, dapat dituliskan menjadi Y
= f (K, L). Panambahan varibel baru, yaitu efisiensi tenaga kerja E, maka
persamaannya menjadi Y = f (K, LxE). Efisiensi tenaga kerja berarti pengetahuan
masyarakat tentang metode-metode produksi, pada saat teknologi mengalami
peningkatan maka efisiensi tenaga kerja juga akan meningkat. LxE mengukur
jumlah pekerja efektif, sehingga output bergantung pada efisiensi tenga kerja dan
jumlah modal. Karena angkatan kerja tumbuh pada tingkat n, efisiensi tumbuh
dengan tingkat g, jumlah pekerja efektif LxE tumbuh pada tingkat n+g.
Kemajuan teknologi akan memengaruhi populasi, karena teknologi dapat
meningkatkan efisiensi tenaga kerja. Model Solow menunjukkan rasio
pertumbuhan modal-tenaga kerja, k dipengaruhi oleh tabungan sf(k), depresiasi
, tenaga kerja baru neto yang memasuki =angkatan kerja, nk. Persamaan Solow
dapat ditulis menjadi ( ) ( ) . Dalam kondisi mapan ditetapkan
bahwa , sehingga persamaan menjadi sf(k*) = ( ) *.
Menurut Solow, output nasional hanya digunakan untuk dua tujuan yaitu
konsumsi dan investasi. Bagian output yang digunakan untuk tujuan investasi
11
bersumber dari tabungan. Sebagai proses akumulasi modal, satu unit investasi
menghasilkan satu unit tambahan kapital baru, sedangkan kapital yang lama
mengalami penyusutan.
Investasi aktual &
Investasi break even Investasi break-even, (δ+n+g)k
Investasi aktual, sf(k)
k* Modal per pekerja efektif
Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 2 Investasi Aktual dan Break-even
Tingkat perubahan stok kapital per unit tenaga kerja efektif merupakan
selisih antara perubahan investasi aktual dengan perubahan investasi break-even
(investasi yang diperlukan untuk mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja dan
ilmu pengetahuan serta menggantikan penyusutan kapital yang lama sehingga
jumlah stok kapital per tenaga kerja efektif yang ada tetap terpelihara). Stok
kapital per tenaga kerja efektif akan berada pada posisi jalur pertumbuhan
ekonomi yang berimbang (the balance growth path) ketika perubahan investasi
aktual sama dengan perubahan investasi break-even.
Jika nilai k lebih tinggi ataupun lebih rendah dibandingkan k*, maka
perekonomian akan kembali ke kondisi mapan di k*, karena k* merupakan
ekuilibrium modal yang stabil. Apabila tingkat stok kapital per tenaga kerja
efektif rendah, maka investasi aktual per unit tenaga kerja efektif lebih besar dari
investasi break-even. Akibatnya tingkat produktivitas stok kapital per tenaga kerja
efektif meningkat jumlahnya ke posisi stok kapital per tenaga kerja efektif
keseimbangan. Pergerakan ini menunjukkan laju pertumbuhan yangt positif.
Keadaan sebaliknya bila tingkat stok kapital per tenaga kerja efektif berada pada
nilai yang tinggi.
Berdasarkan pemikiran Solow di atas dapat dikatakan bahwa perekonomian
senantiasa akan mencapai suatu titik pemerataan bagi setiap negara (konvergen).
Pergerakan akan terjadi secara otomatis menuju pertumbuhan yang seimbang,
yaitu suatu situasi dimana setiap peubah tumbuh pada tingkat yang konstan. Pada
pertumbuhan yang seimbang, pertumbuhan output per tenaga kerja hanya
ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi. Oleh karena itu, teknologi menjadi
sesuatu yang penting dalam mencapai pertumbuhan.
Model pertumbuhan endogen muncul sebagai usaha perbaikan dari teori
neoklasik yang kurang memuaskan dalam menjelaskan sumber-sumber
12
pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Model neoklasik tidak menjelaskan
bagaimana jika terjadi guncangan eksternal dan perubahan teknologi dalam
perekonomian. Adanya aliran modal negara-nagara berkembang yang aneh
melatarbelakangi munculnya teori pertumbuhan endogen. Model ini menolak
asumsi model Solow yang menganggap teknologi berasal dari luar (eksogen).
Tujuan utama model ini adalah untuk menjelaskan perbedaan tingkat
pertumbuhan antar negara maupun faktor-faktor yang memberikan proporsi lebih
besar dalam pertumbuhan (Todaro dan Smith 2006).
Teori pertumbuhan endogen berusaha menjelaskan faktor yang menentukan
tingkat pertumbuhan PDB yang tidak dijelaskan dan dianggap sebagai variabel
eksogen dalam teori pertumbuhan neoklasik Solow. Model pertumbuhan endogen
memiliki kemiripan struktural dengan teori neoklasik, namun asumsi yang
digunakan dan kesimpulan yang ditarik memiliki berbeda. Teori pertumbuhan
endogen berusaha menjelaskan pola skala hasil yang meningkat dan pertumbuhan
yang berbeda antarnegara. Hal ini menjadi suatu hal yang berbeda dengan model
Solow yang mengasumsikan hasil marjinal yang semakin menurun atas investasi
modal yang telah dilakukan. Menurut model ini tidak terdapat kekuatan yang
dapat menciptakan tingkat pertumbuhan ekonomi yang sama antarnegara dalam
perekonomian tertutup, tingkat pertumbuhan antarnegara akan selalu berbeda dan
konstan tergantung tingkat tabungan dan teknologi negara tersebut.
Selain itu tidak terdapat tidak ada kecenderungan bahwa negara-negara
miskin akan memiliki tingkat pendapatan perkapita yang sama dengan negara
kaya, meskipun tingkat tabungan dan populasinya sama. Konsekuensinya adalah
resesi yang terjadi di suatu negara akan semakin meningkatkan ketimpangan
antara negara tersebut dengan negara lain yang lebih kaya (Todaro dan Smith
2006). Model ini berusaha menjelaskan aliran modal internasional yang dapat
memperparah ketimpangan antara negara maju dan negara berkembang.
Konvergensi
Dalam konsep pertumbuhan ekonomi, konvergensi pertumbuhan adalah
kecenderungan perekonomian-perekonomian negara miskin tumbuh lebih cepat
dibanding perekonomian negara kaya. Perekonomian negara miskin diharapkan akan
dapat mengejar ketertinggalannya sehingga ketimpangan perekonomian antar negara
akan menurun. Negara-negara miskin di dunia mempunyai tingkat pendapatan rata-
rata per kapita kurang dari 1/10 pandapatan rata-rata negara-negara kaya. Perbedaan
pendapatan ini terlihat dalam hampir semua ukuran kualitas hidup (Mankiw 2007).
Jika perekonomian dunia yang miskin dapat mengejar perekonomian negara
maju, maka hal ini menunjukkan pergerakan yang konvergen. Namun jika tidak
terdapat konvergensi, maka negara-negara yang pada awalnya miskin akan tetap
selamanya miskin. Menurut model Solow, kapan pertemuan (konvergensi)
perekonomian terjadi tergantung pada perbedaan mereka memulainya. Dua
perekonomian dengan kondisi mapan yang sama jika dilihat dari tingkat tabungan,
pertumbuhan populasi, efisiensi tenaga kerja, maka konvergensi akan mungkin
dicapai. Namun jika terdapat kondisi mapan yang berbeda, maka konvergensi tidak
akan dapat dicapai. Dengan asumsi bahwa preferensi masyarakat dan teknologi
13
yang sama berlaku di semua negara, negara-negara miskin cenderung tumbuh
lebih cepat dari pada negara-negara kaya.
Terdapat dua konsep konvergensi dalam perekonomian yaitu konvergensi β
yang terdiri dari konvergensi mutlak dan bersyarat serta konvergensi α.
Terjadinya proses konvergensi dimana daerah miskin cenderung tumbuh lebih
cepat tidak serta merta menyebabkan menurunnya disparitas pendapatan regional
per kapita. Konvergensi α digunakan untuk mengukur tingkat dispersi dari
pertumbuhan. Jika dispersi pendapatan menurun, maka ketimpangan antar
daerah/negara juga semakin menurun, sehingga kemungkinan telah terjadi
konvergensi pendapatan. Pengukuran dispersi dilakukan dengan melihat nilai
koefisien variasi dan standar deviasi dari nilai logaritma variabel dependen.
Sedangkan β berguna untuk melihat faktor-faktor yang kemungkinan
mempengaruhi konvergensi. Dengan menguji konvergensi kondisional dapat
diketahui apakah negara miskin memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan dengan negara kaya jika variabel lain dianggap konstan.
PENELITIAN TERDAHULU
Mutaqin dan Ichihashi (2012) melakukan penelitian yang berjudul The Role
of Maastricht Criteria and Membership in Determining Convergence in the
Eurozone and ASEAN: A Panel Data Analysis. Penelitian yang bertujuan untuk
menganalisis perbandingan konvergensi pendapatan selama tahun 1990 hingga
tahun 2009 ini menggunakan analisis data panel tahun 1990 sampai tahun 2009
dengan unit analisis negara-negara ASEAN (Association of Southeast Asian
Nations) dan anggota Eurozone (Euro Area). Hasil penelitian tersebut
menyatakan bahwa baik Eurozone maupun ASEAN secara kondisional maupun
ankondisional mengalami konvergensi pendapatan diantara negara-negara yang
termasuk dalam masing-masing kawasan tersebut.
Penelitian lain dilakukan oleh Jalal El Ouardighi dan Rabija Somun-
Kapetanovic berjudul Convergence and Inequality of income: the case of Western
Balkan countriestahun 2009. Penelitian ini menganalisis proses konvergensi
ketidakmerataan pendapatan yang terjadi antar lima negara Balkan dan
membandingkannya dengan European Union pada periode 1989-2008 dengan
menggunakan panel data. Hasil yang diperoleh adalah terjadi proses konvergensi
baik antar negara European Union maupun negara Balkan. Namun terdapat
perbedaan periode terjadinya proses konvergensi pada negara European Union
dan negara Balkan. Tingkat konvergensi tertinggi pada European Union terjadi
pada periode tahun 2000-an, sedangkan pada negara Balkan terjadi selama periode
akhir tahun 1990-an. Perbedaan tingkat konvergensi ini dsebabkan karena adanya
gap pembangunan antar negara Balkan dan European Union. Penelitian ini
menggunakan data pendapatan per kapita untuk menangkap masalah
ketidakmerataan.
Xuepeng Liu melakukan penelitian yang berjudul Trade and income
convergence: Sorting out the causality dengan menghubungkan antara
perdagangan internasional dan konvergensi pendapatan antar negara. Penelitian
14
ini menggunakan data 165 negara yang melakukan perdagangan luar negeri pada
tahun 1965-2000. Data yang digunakan antara lain jumlah populasi, GDP per
kapita konstan 2000, dan share investasi pada GDP masing-masing negara.
Penelitian ini kemudian menghasilkan bahwa dengan adanya perdagangan pada
sektor yang sama akan menurunkan ketimpangan antar negara anggota trading
partners.
Penelitian mengenai konvergensi juga dilakukan oleh Modeste NC tahun
2009 berjudul Income Convergence Across The Counties Of Tennessee dengan
menggunakan data panel 95 negara di Tennesee pada tahun 1970-2000. Penelitian
ini menunjukkan bahwa terjadi proses konvergensi bersyarat pada 95 negara
Tenesse. Variabel yang digunakan untuk melihat proses konvergensi yang terjadi
pada penelitian ini antara lain pendapatan per kapita, pertumbuhan penduduk,
tingkat partisipasi tenaga kerja, investasi. Berdasarkan hasil estimasi dihasilkan
bahwa gap dan ketimpangan pendapatan per kapita antar negara Tennesse baru
dapat berakhir selama 27 tahun. Pengukuran konvergensi ini dilakukan dengan
menggunakan indikator pendapatan per kapita untuk menunjukkan tingkat
kesejahteraan masing-masing negara.
Wahyuni (2011) meneliti tentang konvergensi dan faktor-faktor yang
memengaruhi ketimpangan wilayah kabupaten/kota di Pulau Jawa. Penelitian
yang bertujuan untuk menggambarkan ketimpangan, menguji konvergensi,
membandingkan fenomena konvergensi, dan menganalisis faktor-faktor yang
memengaruhi ketimpangan wilayah di Pulau Jawa ini menyimpulkan bahwa
ketimpangan kabupaten/kota di Pulau Jawa masih sangat tinggi dibandingkan
dengan ketimpangan kabupaten/kota dalam provinsi dan didominasi oleh
ketimpangan antar kota. Konvergensi pendapatan wilayah kabupaten/kota di
Pulau Jawa tidak terjadi (divergen), sedangkan Jawa Timur memiliki tingkat
konvergensi tertinggi di Pulau Jawa. Menurut penelitian ini, konvergensi yang
terjadi di Jawa Barat karena kontribusi sektor manufaktur. Sementara itu
konvergensi dengan pendekatan pengeluaran rumah tangga sangat tinggi di setiap
provinsi dan keseluruhan Pulau Jawa. Faktor-faktor yang memengaruhi
ketimpangan pendapatan adalah share manufaktur, pendidikan tenaga kerja,
infrastruktur kesehatan, energi listrik dan air bersih. Sedangkan ketimpangan
pengeluaran rumah tangga hanya dipengaruhi tingkat pendidikan tenaga kerja.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pembangunan ekonomi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi
diharapkan akan memberikan kesempatan bagi negara berkembang untuk dapat
meningkatkan perekonomiannya agar dapat setara dengan negara maju.
Pertumbuhan ekonomi ini diukur berdasarkan tingkat pendapatan nasional dari
suatu negara. Namun dalam proses pembangunan tersebut kemungkinan akan
menghasilkan peningkatan pertumbuhan ekonomi di setiap negara sehingga
tercapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi secara merata bagi setiap negara
ataukah hanya sebagian negara yang dapat mencapai kemajuan sedangkan negara
lainnya tetap pada keadaan semula, atau bahkan menjadi semakin miskin.
Masalah konvergensi ini timbul karena keanekaragaman karakteristik alam,
15
ekonomi, sosial dan budaya menimbulkan pola pembangunan ekonomi yang
berbeda di masing-masing daerah sehingga beberapa wilayah mampu tumbuh
dengan cepat sementara wilayah lainnya tumbuh dengan lambat.
Sebagai suatu kawasan, pertumbuhan ekonomi ASEAN+3 sangat
bergantung pada pertumbuhan ekonomi masing-masing negara yang termasuk
didalamnya. Melalui penelitian ini akan terlihat bagaimana pola pertumbuhan
ekonomi kawasan ASEAN+3, tingkat konvergensi yang terjadi, dan faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara. Negara yang dapat memanfaatkan
adanya globalisasi ekonomi dengan baik, maka akan menghasilkan suatu
peningkatan dari segi ekonominya, namun bagi negara yang tidak dapat bersaing
dengan negara lain akan menyebabkan negara tersebut menjadi semakin buruk
dan miskin.
Analisis data panel dilakukan dengan membandingkan 12 negara di
kawasan ASEAN+3 dalam jangka waktu 9 tahun sejak tahun 2002 hingga tahun
2010.
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
Perbedaan Karakteristik
Negara
Perbedaan Pencapaian
Masalah Konvergensi Pertumbuhan ekonomi
Analisis Deskriptif Analisis Panel Data
Pola Pertumbuhan Ekonomi
dan Proses Konvergensi
Konvergen atau
Divergen
Faktor-faktor yang
memengaruhi Laju
Pertumbuhan ekonomi
Implikasi Kebijakan
Peningkatan Investasi
Proses Pembangunan dan Globalisasi Ekonomi
Pemetaan Berdasarkan
Pertumbuhan PDB riil dan
Pendapatan per Kapita
Riil
Indeks
Williamson
16
METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang terdiri
dari periode waktu sepuluh tahun sejak tahun 2002 hingga tahun 2010. Adapun
data yang digunakan meliputi 12 negara di kawasan Asia Tenggara kecuali
Myanmar ditambah dengan negara China, Jepang, dan Korea Selatan yang
tergabung dalam ASEAN+3. Negara-negara tersebut antara lain Indonesia,
Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Brunei Darussalam, Laos, Kamboja, dan
Vietnam ditambah dengan tiga negara Asia lain yang sangat berpengaruh bagi
perekonomian negara-negara ASEAN seperti China, Jepang, dan Korea Selatan.
Struktur data yang akan dianalisis dalam penelitian ini berupa data panel yang
bersifat time series dan cross section. Data-data tersebut diperoleh dari World
Bank. Adapun data yang digunakan untuk menganalisis proses konvergensi yang
terjadi antara lain PDB per kapita riil, lag PDB per kapita riil, Foreign Direct
Investment (FDI), agricultural value added, industry value added, service value
added, government expenditure, net ekspor, dan labour.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil
dan Besaran Pendapatan per Kapita
Gambaran pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-masing negara
dalam penelitian ini dilihat dengan memetakan negara berdasarkan pertumbuhan
PDB riil dan pendapatan per kapita masing-masing negara ASEAN+3 yang
dibandingkan dengan rata-ratanya. Penelitian ini membandingkan posisi
perekonomian masing-masing negara pada awal periode yang diestimasi tahun
2002 dan tahun akhir estimasi 2010. Adapun empat kuadaran berdasarkan kedua
indikator tersebut adalah sebagai berikut.
1. Kuadran I adalah negara cepat maju dan cepat tumbuh dengan laju
pertumbuhan PDB yang lebih besar dibandingkan pertumbuhan PDB rata-rata
dan memiliki besaran PDB per kapita yang lebih besar daripada rata-ratanya.
2. Kuadran II adalah negara maju tapi tertekan yang memiliki nilai pertumbuhan
PDB lebih rendah dibandingkan pertumbuhan PDB rata-rata, tetapi memiliki
besaran PDB per kapita yang lebih besar dibandingkan PDB per kapita rata-
rata.
3. Kuadran III ditempati oleh negara relatif tertinggal yang memiliki nilai
pertumbuhan PDB yang lebih rendah dibandingkan pertumbuhan rata-ratanya
dan sekaligus besaran PDB per kapita yang lebih kecil dibandingkan PDB per
kapita rata-rata.
4. Kuadran IV terdiri dari negara berkembang cepat yang memiliki nilai
pertumbuhan PDB yang lebih tinggi dari pertumbuhan PDB rata rata, tetapi
17
besaran PDB per kapita daerah tersebut lebih kecil dibandingkan dengan rata-
ratanya (Kuncoro 2004).
Analalisis Deskriptif dengan Indeks Williamson (IW)
Indeks Williamson digunakan untuk mengukur perbedaan nilai output rata-
rata yang dihasilkan suatu wilayah. Ukuran ini biasanya menggunakan data PDRB
perkapita untuk mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah, yang
dinyatakan dengan rumus:
IW =
√∑ ( )(
)
Indeks Williamson (tingkat ketimpangan) yang diperoleh terletak antara 0
sampai dengan 1, semakin mendekati nol berarti disparitas pendapatan negara
ASEAN+3 semakin rendah atau dengan kata lain pertumbuhan ekonomi terjadi
secara merata, tetapi jika Indeks Williamson mendekati 1 (satu) maka disparitas
pendapatan antara negara anggota semakin tinggi serta mengindikasikan adanya
pertumbuhan ekonomi yang tidak merata.
Oshima dalam Matolla (1985) menetapkan sebuah kriteria yang digunakan
untuk menentukan apakah kesenjangan ada pada kesenjangan level rendah,
sedang, atau tinggi. Berikut ini adalah kriterianya:
a. Kesenjangan level rendah, jika IW < 0,35
b. Kesenjangan level sedang, jika 0,35 ≤ IW ≤ 0,5
c. Kesenjangan level tinggi, jika IW > 0,5
Analisis Data Panel
Penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel, dengan
menggunakan data cross section yang terdiri dari 12 negara dan data time series
tahun 2002 hingga 2010. Data panel adalah gabungan antara data cross section
dengan data time series. Keuntungan penggunaan model data panel dibandingkan
data time series dan cross section yaitu dapat menghasilkan jumlah observasi
yang lebih besar, menambah derajat bebas (degree of freedom) sehingga dapat
meningkatkan efisiensi serta mengurangi kolinearitas antar variabel, dan
mengurangi masalah identifikasi dengan mengakomodasi tingkat heterogenitas
variabel.
Dengan analisis data panel, kita dapat menangkap perilaku sejumlah
individu yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda dalam suatu periode
waktu tertentu. Heterogenitas antar individu maupun antar waktu digambarkan
dalam model dengan intersep dan koefisien slope yang berbeda-beda. Nilai
intersep dan koefisien slope yang berbeda-beda ini berasal dari pengaruh variabel
yang tidak termasuk dalam variabel penjelas dalam persamaan regresi biasa.
Model umum regresi data panel dapat dituliskan seperti:
18
yit = i + Xit + it
dengan:
= individual heterogeneity
y = variabel dependen
x = variabel independen
i = individu
= komponen error
t = periode waktu
Menurut Firdaus (2011), berdasarkan ada tidaknya korelasi antara
komponen error dengan variabel dependen, terdapat 2 model yang dapat
diaplikasikan dalam regresi data panel. Adapun model tersebut adalah Fixed
Effects Model (FEM) dan Random Effects Model (REM). Jika terdapat korelasi
antara efek individu dan peubah penjelas atau memiliki pola yang tidak acak,
maka digunakan Fixed Effects Model (FEM). Penduga dalam FEM dapat dihitung
dengan beberapa teknik sebagai berikut:
1. Pendekatan Pooled Least Square (PLS)
Pendekatan ini menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled). Adapun
model yang digunakan yaitu:
yit =αi + Xit β + uit
dimana αi bersifat konstan untuk semua observasi, atau αi = α.
Pendekatan ini memiliki kelemahan yaitu dugaan parameter β akan bias.
Parameter yang bias ini disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan
observasi yang berbeda pada periode yang sama, atau tidak dapat membedakan
observasi yang sama pada periode yang berbeda.
2. Pendekatan Within Group (WG)
Pendekatan ini digunakan untuk mengatasi masalah bias pada PLS. Teknik
yang digunakan adalah dengan menggunakan data deviasi dari rata-rata individu
3. Pendekatan Least Square Dummy Variable (LSDV)
Metode ini bertujuan untuk dapat merepresentasikan perbedaan intersep
yaitu dengan dummy variable, dengan memasukkan sejumlah dgit = 1 (g = i),
persamaan awal menjadi:
yit = α1d1it + α2 d2it + αN dNit + xit' β + uit
Persamaan ini dapat diestimasi dengan pendekatan OLS sehingga diperoleh
parameter β LSDV.
4. Pendekatan Two Way Error Components Fixed Effect Model
Model ini disusun berdasarkan fakta bahwa terkadang fixed effects tidak
hanya berasal dari variasi antar individu (time invariants) tetapi juga berasal dari
variasi antar waktu (time effect).
Pendekatan Random Effect Model (REM) muncul ketika antara efek
individu dan variabel bebas tidak ada korelasi. Asumsi ini membuat komponen
eror dari efek individu dan waktu dimasukkan ke dalam eror. Asumsi yang paling
penting dalam REM adalah asumsi bahwa nilai harapan dari xit untuk setiap τi
adalah 0 atau E(τi xit) = 0.
19
Untuk menguji apakah model yang digunakan sudah tepat, maka dapat
digunakan Chow test dan Hausman test. Chow test akan membandingkan model
Pooled Least Square dengan model fixed effects. Jika hasil estimasi menunjukkan
hasil yang signifikan, maka model yang dipilih adalah model fixed fixed.
Kemudian untuk memilih apakah fixed atau random effects yang lebih baik,
dilakukan pengujian terhadap asumsi ada tidaknya korelasi antara variabel bebas
dan efek individu. Untuk menguji asumsi ini dapat digunakan Hausman Test. Jika
probabilitas lebih kecil dari alpha atau nilai H hasil pengujian lebih besar dari χ2
tabel, maka tolak H0 dan model yang tepat adalah Fixed Effects Model.
Jika kedua uji menunjukkan hasil yang signifikan, maka diputuskan model
terbaik adalah model fixed effects.
Model Penelitian Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi ASEAN+3
Penelitian ini akan mengukur konvergensi absolut dan konvergensi
bersyarat negara-negara ASEAN+3. Barro dan Martin (1992) dalam penelitian
yang dilakukan oleh Mutaqin dan Ichihashi (2012) menyatakan konvergensi
absolut dapat diukur dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
ln yi,t – ln yi,t-1 = α + β ln yi,t-1 + vi,t
dengan yi,t adalah besarnya pendapatan per kapita, dan ln yi,t-1 pendapatan per
kapita tahun sebelumnya. Sedangkan konvergensi bersyarat dalam penelitian ini
dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
ln yi,t – ln yi,t-1 = α + β ln yi,t-1 + γ1 ln FDIi,t + γ2 ln NetEksi,t + γ3 ln Agvali,t +
γ4 ln Invali,t + γ5 ln Servali,t + γ6 ln Govexi,t + γ7 ln labouri,t +
vi,t
dengan:
yi,t = PDB per kapita pada tahun akhir (USD)
yi,t-1 = PDB per kapita tahun sebelumnya (USD)
FDI = Foreign Direct Investment (USD)
NetEks = Ekspor bersih (USD)
Agval = Agricultural value added (USD)
Inval = Industryvalue ddded (USD)
Serval = Service value added (USD)
Govex = Government expenditure (USD)
Labour = Jumlah tenaga kerja (jiwa)
Model konvergensi diatas kemudian dapat dituliskan kembali menjadi:
ln yi,t – ln yi,t-1 = β ln yi,t-1
ln yi,t = ln yi,t-1 + β ln yi,t-1
20
ln yi,t = (1+ β) ln yi,t-1
Jika nilai β berada diantara 0 dan -1 maka dapat dikatakan terjadi
konvergensi pertumbuhan ekonomi antar negara ASEAN+3. Semakin mendekati
-1 maka pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 semakin konvergen.
Sedangkan jika β>0 dan β<-1 maka pertumbuhan ekonomi menuju kepada
pergerakan yang divergen dan menyebar. Selain itu melalui statistik uji-t akan
diperoleh variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
negara-negara ASEAN+3.
Pengujian Statistik dan Pelanggaran Asumsi
Uji Asumsi
Setelah melakukan pendugaan parameter koefisien regresi, kita harus
menguji dahulu asumsi-asumsi dari model regresi tersebut sebelum melakukan
pengujian model secara keseluruhan (uji-F) dan pengujian masing-masing
koefisien regresi (uji-t). Jika terdapat pelanggaran asumsi, maka kita tidak dapat
melakukan uji-F maupun uji-t (Juanda 2009).
Multikolinearitas
Multikolinearitas terjadi jika terdapat hubungan linear yang pasti di antara
variabel-variabel penjelas x, yang tercakup dalam regresi berganda. Adapun
konsekuensi yang diakibatkan dari adanya multikolinearitas adalah varians besar
dan kesalahan standar estimator OLS, Interval keyakinan yang lebih besar, rasio
uji-t tidak signifikan, nilai R2 tinggi tapi sedikit rasio t signifikan, estimator OLS
cenderung tidak stabil. Menurut Uji Klein, apabila terjadi nilai korelasi yang lebih
tinggi dari |0.80|, multikolinearitas dapat diabaikan selama nilai korelasi tersebut
tidak melebihi Adjusted R-squared-nya. Klein menyatakan bahwa jika R2Y Xi,
Xj, ... Xn > r2
Xi, Xj maka tidak terjadi masalah multikolinieritas atau untuk semua
korelasi antar variabel bebas yang memiliki r2 yang lebih kecil dari R
2 (r
2 < R
2).
Hal ini memberi kesimpulan bahwa semua variabel bebas dalam spesifikasi model
yang digunakan terlepas dari masalah multikolinieritas.
Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan muncul dalam fungsi regresi yang
mempunyai varian yang tidak sama untuk setiap observasi, sehingga penaksir
OLS tidak efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar. Masalah
heteroskedastisitas dapat dideteksi dengan metode white cross section. Jika sum
square resis weighted < sum square resis unweighted maka terdapat masalah
heteroskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas ini dapat diabaikan jika telah
menggunakan metode Weighted Least Squares (Gujarati 2007).
Autokorelasi
Masalah autokorelasi terjadi jika terdapat korelasi berantai diantara
gangguan ui dalam regresi. Akibat yang ditimbulkan sama halnya dengan yang
21
terjadi pada pelanggaran heteroskedastisitas yaitu estimator kuadrat terkecil biasa,
meskipun linear dan tak bias, namun tidak akan efisien, sehingga tidak memenuhi
asumsi BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) (Gujarati 2007). Karena model
menggunakan lag variabel dependen sebagai variabel independennya, maka nilai
statistik uji DW sering mendekati 2 meskipun terdapat autokorelasi. Sehingga
disarankan menggunakan statistik Durbin h, dengan T = jumlah pengamatan.
h = ( 1 - DW) √
( )
Jika melalui statistik uji-t diperoleh hasil tolak Ho, maka diputuskan
terdapat pelanggaran autokorelasi (Juanda 2009).
Uji-F (Uji Model Keseluruhan)
Setelah melakukan uju asumsi, maka dilakukan uji model keseluruhan
apakah dapat menjelaskan keragaman variabel dependen. Jika dari hasil estimasi
diperoleh nilai F-statistik yang ebih besar dari nilai F-tabeldbr, dbg atau nilai
probabilitas uji-F lebih kecil dari alpha (α < probabilitas) maka berarti tolak H0
dan artinya variabel-variabel independen dapat menjelaskan keragaman variabel
dependen di dalam model.
Uji-t (Uji Parsial)
Setelah diperoleh bahwa statistik uji-F signifikan maka dilanjutkan dengan
pengujian secara parsial antara variabel dependen terhadap masing-masing variabel
independennya. Uji t dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel bebas
secara signifikan berpengaruh pada variabel terikatnya. Jika nilai t-statistik yang
dihasilkan dari estimasi lebih besar dari t tabelα,db atau nilai probabilitas untuk
masing-masing variabel bebas bernilai lebih kecil dari taraf nyata (prob < α), maka
dapat disimpulkan variabel bebas tersebut berpengaruh nyata terhadap variabel
dependennya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Kerjasama ASEAN+3 telah berlangsung sejak tahun 1997, yang bertujuan
memperkuat proses konsultasi politik dan ekonomi tingkat tinggi di wilayah Asia
Timur. Kerja sama ini mencakup kerja sama di bidang ekonomi, keuangan,
pembangunan sosial, Sumber Daya Manusia (SDM), ilmu pengetahuan dan
teknologi, kebudayaan dan informasi, pembangunan serta keamanan dan kerja
sama transnasional lainnya.
Krisis keuangan dan moneter kawasan Asia pada tahun 1997 diawali dengan
gejolak finansial yang melanda Thailand yang kemudian berdampak ke seluruh
wilayah ASEAN. Masalah krisis keuangan yang dialami oleh negara-negara Asia
ini memberikan kesadaran pentingnya memperkuat kerjasama ekonomi dan
keuangan dalam suatu kawasan sehingga diharapkan dapat mencegah dan
menanggulangi krisis yang mungkin terjadi serta untuk menjaga kelangsungan
22
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik masing-masing negara di Asia ketika
terjadi krisis keuangan.
Alasan lain yang mendorong negara-negara Asia Timur untuk bersatu dalam
suatu kerja sama ekonomi adalah kecenderungan tumbuhnya perdagangan dan
arus investasi serta integrasi ekonomi baik antar negara dalam suatu kawasan
maupun dengan negara lain di dunia. Kerja sama ini diharapkan dapat menjadi
kekuatan bagi negara-negara di Asia terutama negara-negara berkembang untuk
menghadapi persaingan dengan negara maju. Seiring dengan globalisasi di pasar
uang dan modal dunia, hampir di semua negara ASEAN aliran masuk dan keluar
modal menjadi semakin terbuka. Keberhasilan kerjasama ekonomi yang dibentuk
negara-negara eropa yang menjadi kekuatan bagi masing-masing negara anggota
untuk menghadapi keterbukaan dan globalisasi terutama di bidang ekonomi.
Peluncuran Euro di 12 negara European Union yang dapat melindungi mata uang
mereka dari serangan spekulasi yang berasal dari pasar keuangan telah membuat
negara-negara ASEAN+3 berpikir untuk melakukan hal yang sama terhadap mata
uang mereka.
Kerja sama ASEAN+3 memiliki anggota yang terdiri dari negara
berkembang dan terbelakang dengan negara maju. Negara maju dan negara
berkembang memiliki perbedaan karakteristik yang mendasar dan tidak dapat
diterapkan perlakuan yang sama antara keduanya. Karena akan memperoleh hasil
yang belum tentu sama bagi keadaan ekonomi suatu negara jika diberi perlakuan
yang sama. Integrasi ekonomi dan keuangan regional seperti pada negara-negara
ASEAN, Jepang, China, dan Korea Selatan yang lebih dikenal dengan nama
ASEAN+3 dilakukan dengan berbagai tujuan. Namun tujuan utamanya adalah
meningkatkan kekuatan ekonomi masing-masing negara anggota di dunia
internasional. Negara-negara ASEAN+3 merasa perlu untuk membentuk suatu
region atau suatu kawasan kerjasama yang dapat dijadikan sebagai pendorong
dan penguat bagi negara-negara anggota untuk menghadapi persaingan dengan
negara-negara maju di kawasan Amerika dan Eropa. Besar harapan dengan
terbentuknya integrasi ekonomi dan keuangan ini akan mengantar ASEAN
menjadi kawasan yang tumbuh tinggi sekaligus stabil. Dengan meningkatkan
perdagangan dan investasi intra ASEAN dan memperkuat kerja sama ekonomi
ASEAN+3 secara paralel. Harapan bagi terciptanya iklim pertumbuhan ekonomi
yang sehat dapat segera terpenuhi.
China merupakan negara yang sangat penting sebagai tempat pelarian modal,
dan FDI (Foreign Direct Investment) dari negara-negara ASEAN. China dianggap
sebagai investor yang tangguh untuk mengalir ke dalam negeri. Sedangkan
hubungan ASEAN dengan Korea Selatan lebih banyak dititik beratkan pada
bidang perluasan kerja sama mengenai globalisasi, liberalisasi perdagangan,
pembangunan informasi dan teknologi komunikasi. Korea Selatan dapat
membantu ASEAN guna mengatasi kesenjangan ekonomi di antara anggotanya
dengan meningkatkan kerja sama di bidang ekonomi agar dapat meningkatkan
pendapatan masing-masing negara.
Masing-masing negara memiliki sektor dominan yang menyumbangkan
nilai tambah terbesar bagi pendapatannya, seperti terlihat pada Tabel 3 berikut.
23
Tabel 3 Nilai Tambah Sektor Jasa, Industri, dan Pertanian Terhadap PDB Negara
ASEAN+3 Tahun 2010 (Juta USD)
Negara Nilai Tambah
Jasa
Nilai Tambah
Industri
Nilai Tambah
Pertanian
Brunei Darussalam 3 184 3 611 69
Kamboja 3 077 2 099 2 839
Indonesia 125 539 113 022 41 212
Laos 1 299 972 1 137
Malaysia 75 763 60 266 14 679
Filipina 71 944 42 078 15 482
Singapura 104 648 51 124 57
Thailand 87 014 86 524 22 499
Vietnam 24 532 27 331 13 195
China 1 346 288 1 518 174 272 882
Jepang 3 506 022 1 626 839 57 266
Korea Selatan 392 469 306 153 25 207
Sumber: World Bank, 2013
Sebagian besar negara-negara ASEAN+3 memeroleh nilai tambah terbesar
dari sektor jasa, kemudian industri dan nilai tambah terkecil berasal dari sektor
pertanian. Namun hal ini tidak terjadi pada negara Vietnam. Brunei dan China
dengan nilai tambah terbesar berasal dari sektor industri. Tidak satupun dari
negara-negara ASEAN+3 yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor
dominannya. Hal ini karena semakin berkembang dan maju suatu negara maka
sektor-sektor tersier akan semakin berkembang, ditambah dengan adanya
peningkatan keterbukaan akibat adanya globalisasi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terjadi proses konvergensi
pendapatan diantara negara-negara yang tergabung di dalam ASEAN+3. Adapun
negara-negara yang tergabung di dalamnya antara lain adalah semua negara yang
terdapat di kawasan ASEAN ditambah dengan negara China, Jepang, dan Korea
Selatan. Penelitian ini dilakukan karena dalam perkembangannya, kehidupan
perekonomian setiap negara semakin terbuka dan tidak dapat terlepas dari negara
lain. Hal ini merupakan salah satu akibat yang timbul dari adanya globalisasi
khususnya globalisasi ekonomi. Setiap negara harus mempersiapkan diri sebaik
mungkin agar mampu menghadapi arus globalisasi yang terus meningkat. Jika
suatu negara dapat memanfaatkan peluang dari adanya globalisasi, maka negara
tersebut akan memperoleh manfaat positif berupa peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Namun sebaliknya jika tidak mampu memanfaatkan dengan baik, maka
perekonomian negara tersebut justru akan semakin buruk karena terus tertinggal
dari negara-negara maju.
24
Melalui berbagai kerja sama ekonomi ini masing-masing negara dapat
saling menguatkan perekonomian satu sama lain. Negara-negara yang tergabung
dalam suatu kerjasama ekonomi tentunya tidak hanya terdiri dari negara-negara
maju saja atau negara-negara terbelakang saja, namun berbagai negara maju,
berkembang, maupun terbelakang. Iklim investasi tentunya juga akan semakin
membaik di masing-masing negara karena adanya penguatan dari negara anggota
lainnya sehingga akan meningkatkan kredibilitas suatu negara di mata
internasional, sekalipun masih tergolong negara berkembang ataupun terbelakang.
Selain itu, aktivitas ekonomi diantara negara anggota juga diharapkan akan
semakin terbuka luas dan menjadi lebih mudah, sehingga akan terjadi peningkatan
ekonomi di masing-masing negara. Investasi antar negara diharapkan menjadi
semakin lancar dan mudah sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi
masing-maisng negara terutama negara berkembang.
Melalui penelitan ini akan dilihat apakah terjadi proses konvergensi pada
Produk Domestik Bruto dari negara-negara yang termasuk dalam ASEAN+3.
Penilaian ini dimaksudkan karena Indonesia merupakan salah satu negara anggota
dalam kerjasama ASEAN+3 dan keberadaan kerjasama ini sangat berpengaruh
terhadap perekonomian di Indonesia. Penelitian mengenai proses konvergensi
diperlukan agar dapat dilihat apakah kerjasama yang dilakukan antara negara-
negara yang memiliki tingkat perekonomian yang berbeda tetap dapat
memberikan efek positif bagi seluruh anggota, ataukah hanya menguntungkan
bagi sebagian anggota saja terutama negara anggota yang sudah lebih maju.
Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Berdasarkan Pertumbuhan PDB riil
dan Besaran Pendapatan per Kapita
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa terdapat perubahan posisi negara
pada awal dan akhir periode yang diteliti. Pada tahun 2002 diperoleh bahwa rata-
rata pertumbuhan PDB riil (ṝ) adalah sebesar 5.3% dan rata-rata pendapatan per
kapitanya adalah 8 539.2 ribu rupiah. Terdapat beberapa negara yang masih
berada di atas rata-rata pertumbuhan secara keseluruhan adalah Kamboja, Laos,
Malaysia, Vietnam, China, dan Korea Selatan. Sedangkan negara yang memiliki
pendapatan per kapita di atas rata-rata adalah Brunei, Singapura, Jepang, dan
Korea Selatan. Korea Selatan pada tahun 2002 berada pada kondisi perekonomian
yang sangat baik dengan pendapatan per kapita yang tinggi dan pertumbuhan PDB
yang juga tinggi sehingga berada pada kuadran I. Sedangkan negara dengan
pendapatan per kapita tinggi cenderung memiliki pertumbuhan ekonomi yang
lebih rendah dibandingkan rata-ratanya, sehingga berada pada kuadran II. Adapun
negara-negara yang berada pada kuadran II merupakan negara-negara yang
tergolong high income seperti Jepang, Brunei, dan Singapura. Sebaliknya
Kamboja, Laos, Malaysia,Vietnam, Thailand, dan China dengan pertumbuhan
ekonomi tinggi cenderung masih memiliki pendapatan kapita yang rendah
sehingga berada pada kuadran IV. Kuadran III terdiri dari negara-negara dengan
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita rendah seperti Indonesia, dan
Filipina. Pemetaan negara berdasarkan pertumbuhan PDB riil dan pendapatan per
kapita tahun 2002 dan 2010 terlihat pada Gambar 4 dan Gambar 5 berikut ini.
25
Sumber: World Bank, 2013 (diolah)
Keterangan:
Kuadran I Kuadran II Kuadran III Kuadran IV
● KorSel ● Singapura ● Indonesia ● Vietnam ▲Laos
■ Brunei ■ Filipina ■ Kamboja ► Malaysia
Jepang China ◄ Thailand
Gambar 4 Pemetaan Negara Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran
Pendapatan per Kapita Tahun 2002
Sumber: World Bank, 2013 (diolah)
Keterangan:
Kuadran I Kuadran II Kuadran III Kuadran IV
● Singapura ● Jepang ● Kamboja ● China
■ KorSel ■ Vietnam ■ Laos
Brunei Indonesia Thailand
▲ Malaysia ▲Filipina
Gambar 5 Pemetaan Negara Berdasarkan Pertumbuhan PDB Riil dan Besaran
PDB per Kapita Tahun 2010
PDB
Growth
403020100
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
ȳ=8.54(Rb)
ṝ=5.3(%)
PDBKap
Growth
403020100
16
14
12
10
8
6
4
2
ȳ=10.06(Rb)
ṝ=7.4(%)
PDBKap
2002
2010
26
Pada tahun 2010 terjadi perubahan posisi masing-masing negara yang
dilihat dari pertumbuhan PDB riil dan PDB per kapita. Singapura menunjukkan
kondisi emas pada perekonomiannya dengan pendapatan per kapita yang tinggi
sekaligus pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih tinggi dari negara lainnya,
sehingga berada pada kuadran I. Sedangkan Korea Selatan yang pada tahun 2002
berada pada kuadran I, menjadi berada pada kuadran II pada tahun 2010 bersama
dengan Jepang, dan Brunei Darussalam pada tahun 2010. Kuadran II terdiri dari
negara-negara dengan pendapatan per kapita tinggi namun pertumbuhan ekonomi
yang lebih rendah dibandingkan dengan rata-ratanya. Kuadran III terdiri dari
Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, dan Vietnam yang memiliki pertumbuhan
PDB riil dan pendapatan per kapita yang lebih rendah dibandingkan rata-rata.
Negara Filipina, Thailand, dan China berada pada kuadran IV dengan
pertumbuhan PDB riil tinggi namun pendapatan per kapita yang rendah.
Negara-negara yang berada pada kuadran I dan III masih mungkin
mengalami peningkatan ekonomi dengan meningkatkan pendapatannya.
Sedangkan negara pada kuadran III yang memiliki pendapatan per kapita yang
rendah, namun pertumbuhan ekonomi yang tinggi masih memberikan
kemungkinan negara-negara tersebut untuk menjadi lebih maju dengan
meningkatkan penggunaan sumber daya secara penuh. Pemanfaatan sumber daya
secara full employment memungkinkan negara-negara tersebut untuk mengejar
ketertinggalannya dari negara anggota lainnya yang sudah maju. Sedangkan
negara-negara pada kuadran IV yang memiliki pertumbuhan dan besaran
pendapatan per kapita yang rendah akan lebih sulit untuk meningkatkan kondisi
perekonomiannya dan mengejar ketertinggalan dari negara maju. Oleh karena itu,
negara-negara dengan kondisi perekonomian tersebut seharusnya mendapatkan
perlindungan dan bantuan dari negara maju untuk manghadapi liberalisasi dan
meningkatkan aktivitas ekonominya melalui adanya kerja sama ASEAN+3 yang
dilakukan. Sehingga diharapkan kerja sama yang telah dilakukan akan
memberikan efek spill over positif pada negara-negara berkembang dan tidak
mematikan negara berkembang tetapi menagalami kemajuan bersama.
Perhitungan yang dilakukan dengan memetakan negara-negara berdasarkan
pertumbuhan dan pendapatan per kapitanya ini sangat dipengaruhi oleh adanya
outlier (pencilan) berupa negara-negara yang memeroleh pencapaian yang jauh
lebih tinggi atau rendah dibandingkan negara lainnya, karena menggunakan nilai
rataan. Seperti perhitungan yang dilakukan pada tahun 2010 dimana Singapura
mencapai tingkat pertumbuhan PDB riil yang sangat tinggi, sehingga rataan yang
diguanakan juga menjadi sangat tinggi.
Analisis Deskriptif dengan Indeks Williamson
Analisis deskriptif pertama dilakukan dengan menggunakan Indeks
Williamson. Analisis deskriptif dilakukan dengan menggunakan Indeks
Williamson (IW). Tingkat ketimpangan yang terjadi dalam metode ini tercermin
dalam sebuah angka indeks antara 0 sampai 1 (0 < IW < 1). Hasil perhitungan
Indeks Williamson terlihat pada Gambar 6 berikut.
27
Sumber: World Bank, 2013 (diolah)
Gambar 6 Indeks Williamson (IW)
Berdasarkan gambar 4 terlihat bahwa Indeks Williamson yang dihasilkan
dari perhitungan sebesar 0.98 sangat mendekati angka 1. Menurut Williamson,
nilai IW yang sangat mendekati 1 berarti terjadi ketimpangan pendapatan per
kapita yang sangat tinggi antar negara anggota ASEAN+3 untuk setiap tahun yang
diukur. Indeks Williamson mengukur tingkat ketimpangan pada setiap tahunnya
sehingga dapat dikatakan bahwa perhitungan ini bersifat statis dan tidak dapat
menunjukkan proses yang terjdi dalam satu tahun yang dihitung tersebut. Sifat
statis ini kemudian diatasi dengan menghitung Indeks Williamson untuk beberapa
tahun yaitu tahun 2002 hingga 2010, sehingga walaupun tidak dapat dilihat
pergerakannya dalam satu tahun, namun akan tetap dapat dilihat pergerakannya
dari tahun ke tahun selama periode yang dihitung. Pergerakan dari tahu ke tahun
ini dapat menunjukkan apakah terjadi proses konvergensi pendapatan per kapita
negara-negara anggota ASEAN+3.
Melalui perhitungan Indeks Williamson yang dilakukan pada periode 2002
hingga 2010 dihasilkan bahwa masih terdapat ketimpangan yang tinggi antar
negara anggota ASEAN+3. Hal ini berarti kerja sama ASEAN+3 ini masih belum
dapat memberikan efek spill over positif terutama bagi negara-negara anggota
yang masih berkembang. Keuntungan dan manfaat dari adanya kerja sama belum
dapat diterima secara merata bagi semua negara anggotanya. Sebagian negara
mengalami peningkatan pendapatan per kapita sedangkan sebagian lainnya belum
mengalami peningkatan, sehingga pada akhirnya yang dihasilkan adalah kondisi
perekonomian dengan pendapatan yang timpang.
Berdasarkan perhitungan juga diketahui bahwa pada periode tahun 2002
hingga 2010, nilai IW semakin menurun dari tahun ke tahun, walaupun dengan
tingkat penurunan yang rendah. Penurunan nilai IW ini dapat diartikan bahwa
dengan terjadinya proses konvergensi antar negara anggota ASEAN+3. Nilai IW
yang cenderung menjadi semakin kecil menunjukkan bahwa ketimpangan
semakin menurun sehingga pergerakan pendapatan per kapita menuju proses yang
konvergen ke satu titik yang merata. Proses konvergensi yang terjadi masih sangat
lambat karena penurunan ketimpangan yang dihitung berdasarkan Indeks
Williamson juga sangat kecil, namun tidak menutup kemungkinan bahwa suatu
0.981
0.9815
0.982
0.9825
0.983
0.9835
0.984
0.9845
0.985
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Tahun Tahun
IW
28
saat akan tercapai suatu perekonomian yang benar-benar merata dengan tingkat
ketimpangan yang rendah.
Model Konvergensi Pertumbuhan Ekonomi Negara Anggota ASEAN+3
Nilai F-statistik pada uji Chow pada Tabel 5 sebesar 1.76 lebih kecil dari F-
tabel(1,107) sebesar 6.85 sehingga model terbaik untuk menggambarkan kondisi
konvergensi tak bersyarat pada penelitian ini adalah Pooled Least Square (PLS).
Hal ini berarti bahwa tanpa diikuti dengan adanya faktor kondisi tertentu dari
masing-masing negara yang diestimasi, pola pertumbuhan ekonomi masing-
masing negara cenderung tidak memiliki perbedaan dengan αi konstan untuk
semua observasi. Hasil estimasi uji Chow dan hasil estimasi model Pooled Least
Square pada konvergensi tak bersyarat terlihat pada tabel 4 dan 5 berikut.
Tabel 4 Hasil Estimasi Uji Chow
Pendekatan: LSDV
Effects Test Statistik d.f. Probabilitas
Cross-section F 1.76184 (11.95) 0.0717
Tabel 5 Hasil estimasi Model Pooled Least Square (PLS)
Variabel Pooled Least Square
Ln yi,t-1 0.98792
(probabilitas) (0.0000)
Konstanta 0.13593
(probabilitas) (0.0000)
R-squared 0.99899
Adjusted R-squared 0.99898
F-statistic 105114
Prob(F-statistic) 0.00000
Durbin-Watson stat 1.98143
Sumber: World Bank, 2013 (diolah)
Berdasarkan uji Klein, nilai koefisien korelasi masing-masing variabel
independen yang lebih kecil dari nilai Adjusted R-squared sebesar 0.99
menunjukkan tidak terdapat masalah multikolinieritas pada model. Sedangkan uji
autokorelasi dilakukan dengan statistik uji h karena model menggunakan lag
variabel dependen sebagai salah satu variabel independennya. Nilai statistik h
model sebesar -0.104 lebih kecil dari nilai Z0.025 tabel sebesar |1.96| sehingga
terima H0 dan dapat diputuskan tidak terdapat masalah autokorelasi. Nilai
statistik-F sebesar 105114 yang lebih besar dari F(1,107) berarti bahwa variabel
29
independennya sudah mampu menggambarkan keragaman variabel dependen di
dalam model sebesar 99.9 %.
Model panel pada Tabel 5 diatas menunjukkan nilai (1+ β) sebesar 0.98.
Tingkat konvergensi dapat dilihat dari besarnya nilai β yang dihasilkan dari
estimasi yang dilakukan. Jika nilai (1+ β) adalah 0.98, maka besarnya nilai β
adalah -0.01 (1-0.99). Nilai β yang berada diantara 0 dan -1 menunjukkan adanya
proses konvergensi pertumbuhan ekonomi yang dihitung dari besaran pendapatan
per kapita antar negara-negara ASEAN, Jepang, China, dan Korea Selatan.
Analisis data panel tersebut menunjukkan adanya kecenderungan pertumbuhan
ekonomi negara-negara ASEAN+3 bergerak menuju ke satu titik yang semakin
konvergen, namun proses yang terjasi sangat lambat. Model PLS menunjukkan
bahwa pola pertumbuhan ekonomi masing-masing negara cenderung tidak
memiliki perbedaan dengan αi konstan untuk semua observasi. Hal ini karena
perhitungan pertumbuhan ekonomi tidak memasukkan berbagai faktor lain yang
sebenarnya dapat memengaruhi pertumbuhan ekonomi masing-masing negara.
Namun model PLS yang terpilih tidak menangkap adanya perbedaan tersebut di
masing-masing negara yang diestimasi, sehingga dihasilkan efek yang sama di
setiap negara. Misalnya model ini tidak memperhitungkan adanya investasi dan
perdagangan yang dilakukan antara negara ASEAN+3 yang dapat meningkatkan
dan mempercepat proses konvergensi.
Perhitungan konvergensi bersyarat menambahkan variabel Foreign Direct
Investment (FDI), government expenditure, industry value added, service value
added, agricultural value added, net ekspor (ekspor-impor), dan labour.
Berdasarkan uji Chow dan uji Hausman dihasilkan model terbaik adalah fixed
effects dengan weighted statistic. Model ini berarti bahwa masing-masing negara
memiliki pola pertumbuhan ekonomi yang berbeda seperti ditunjukkan pada Tabel
6 berikut.
Tabel 6 Crossection Effects Negara ASEAN+3
No Negara Effect No Negara Effect
1 Brunei -0.001990 8 Thailand -0.001022
2 Kamboja 0.003759 9 Vietnam -0.005374
3 Indonesia -0.004067 10 Jepang 0.003723
4 Laos 0.002489 11 China 0.000530
5 Malaysia 0.002230 12 Korea Selatan 0.001963
6 Filipina -0.003270
7 Singapura 0.001029
Tabel 7 dan 8 berikut menunjukkan hasil estimasi pemilihan model terbaik
berdasarkan uji Chow dan Hausman berikut:
Tabel 7 Hasil estimasi uji Chow
Hasil Statistik d.f. Probabilitas
Cross-section F 5.7485 (11.88) 0.0000
30
Nilai probabilitas Cross-section F sebesar 0.0000 lebih kecil dari alpha 5 %
sehingga tolak H0 dan diputuskan model terbaik adalah FEM. Kemudian
dilakukan pemilihan model dengan pendekatan FEM dan REM melalui uji
Hausman.
Tabel 8 Hasil Estimasi Uji Hausman
Hasil uji Statistik Chi-Sq. Chi-Sq. d.f. Probabilitas
Cross-section random 17.282185 8 0.0273
Nilai probabilitas cross-section random 0.027 lebih kecil dari alpha 5 %
sehingga tolak H0 dan model terbaik adalah FEM. Hasil estimasi model FEM
dengan weighted statistic adalah sebagai berikut.
Tabel 9 Hasil Estimasi Fixed Effects Model dengan Weighted Statistic
Variabel Koefisien t-statistik Probabilitas
yi,t-1 0.781028 19.96562 0.0000
FDI 0.003731 1.972446 0.0517
NetEks 0.001763 0.982243 0.3287
Agval -0.053264 -1.150889 0.2529
Inval 0.069898 5.126465 0.0000
Serval 0.168138 5.233755 0.0000
Govex -0.054436 -6.027697 0.0000
Labour -0.000231 -0.510917 0.6107
R-squared 0.9999
Adjusted R-squared 0.9998
F-statistic 35286
Prob(F-statistic) 0.0000
Durbin-Watson stat 1.7743
(*) siginifikan pada taraf nyata 10%
Masalah multikolinearitas dapat dilihat berdasarkan korelasi parsial diantara
masing-masing variabel bebas. Menurut uji Klein, masalah multikolinearitas
dalam model yang digunakan dapat diabaikan karena korelasi parsial masing-
masing variabel independen lebih kecil dari nilai adjusted R-squared model
sebesar 99.98%. Perlakuan cross section weights dan coefficient covariance white:
cross section method pada model menyebabkan masalah heteroskedastisitas dapat
diabaikan. Sedangkan masalah heteroskedastisitas dapat dilihat dari statistik uji h
karena model menggunakan lag variabel dependen sebagai variabel
independennya. Berdasarkan perhitungan diperoleh bahwa nilai statistik h adalah
31
sebesar 1.14 lebih kecil dari nilai z0.025 tabel sebesar |1.96| sehingga diputuskan
terima H0 dan tidak terdapat pelanggaran autokorelasi dalam model.
Pengujian selanjutnya dilakukan dengan uji secara statistik seperti uji-F, uji
determinasi, dan uji-t. Model FEM menunjukkan nilai F-statistik sebesar 35286
yang lebih besar dari F-tabel(8,100) 2.66 maka diputuskan tolak H0. Hal ini berarti
bahwa variabel independen yang digunakan sudah mampu menjelaskan
keragaman variabel dependen. Model yang sudah fit dapat digunakan untuk
mengukur konvergensi yang terjadi diantara negara ASEAN+3 serta menentukan
faktor-faktor yang memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan melalui
uji-t.
Berdasarkan hasil estimasi diperoleh bahwa nilai (1+β) yang berasal dari
koefisien yi,t-1 adalah sebesar 0.78. Berdasarkan hasil tersebut diperoleh nilai β
sebesar -0.22 (0.78-1) yang berada diantara -1 dan 0, sehingga dapat diputuskan
terjadi proses konvergensi bersyarat pada pertumbuhan ekonomi negara-negara
ASEAN+3 yang dihitung berdasarkan besaran pendapatan per kapita. Namun
proses konvergensi yang terjadi masih berada pada tingkat yang rendah dan
membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dapat mencapai keadaan ekonomi
yang benar-benar merata. Model konvergensi bersyarat memiliki tingkat
kecepatan yang lebih tinggi yaitu sebesar 22% dibandingkan konvergensi tak
bersyarat yaitu sebesar 10%. Hal ini berarti bahwa konvergensi bersyarat akan
lebih cepat terjadi dibandingkan dengan konvergensi tak bersyarat. Sehingga
dapat dikatakan bahwa dengan adanya bantuan dan dukungan berbagai faktor
seperti investasi baik di sektor industri maupun jasa, ekspor, dan faktor lainnya
maka proses konvergensi akan menjadi semakin cepat.
Berdasarkan uji-t pada model diperoleh bahwa terdapat beberapa variabel
yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dan sebagian lainnya
tidak berpengaruh. Variabel Foreign Direct investment (FDI) menunjukkan
probabilitas sebesar 0.0517 < alpha 10% sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi
sebesar 0.004%. Artinya jika investasi riil langsung suatu negara meningkat
sebesar satu%, maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.04%.
Berdasarkan model Solow, investasi merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Peningkatan investasi menurut
Solow akan menambah jumlah kapital baru yang kemudian dapat digunakan
untuk meningkatkan proses produksi. Peningkatan produksi tersebut kemudian
akan dapat meningkatkan pendapatan negara dan pada akhirnya akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. oleh karena itu, investasi
dapat dikatakan sebagai salah satu kunci untuk dapat meningkatkan pendapatan
negara dan mempercepat proses konvergensi. Aliran investasi antar negara
diharapkan dapat menjadi media yang dapat digunakan negara berkembang untuk
meningkatkan pendapatannya, sedangkan bagi negara maju investasi dapat
dijadikan sebagai sarana untuk membantu dan mendorong proses pembangunan
dan kemajuan di negara berkembang. Negara maju yang menanamkan modalnya
di negara berkembang tidak hanya dapat memberikan peningkatan pendapatan
dalam jangka pendek, tetapi juga memberikan keuntungan dalam jangka panjang
dengan adanya aliran teknologi dan informasi serta tenaga-tenaga ahli dari negara
maju. Sehingga dalam jangka panjang akan semakin memperbaiki dan
meningkatkan produksi dalam jangka panjang.
32
Variabel net ekspor yang merupakan selisih antara ekspor dan impor
masing-masing negara menunjukkan probabilitas yang lebih besar dari alpha 5 %
dan 10 % sehingga dapat dikatakan variabel tersebut tidak berpengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3. Jika dilihat dari koefisiennya
yang bertanda positif berarti peningkatan net ekspor seharusnya dapat
meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Namun berdasarkan uji
statistik diperoleh bahwa variabel tersebut tidak berpengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian dapat dikatakan bahwa
peningkatan keterbukaan akibat adanya kerja sama belum dapat memberikan
dampak positif bagi negara berkembang.Negara berkembang justru semakin
mendapatkan kemudahan untuk mengimpor barang dari negara lain dibandingkan
mengekspor barang hasil produksinya ke luar negeri. Hal ini menyebabkan impor
negara berkembang justru mengalami peningkatan sehingga memperburuk neraca
perdagangannya, ditandai dengan nilai net ekspor yang negative dan cenderung
membesar. Masalah signifikansi tersebut kemungkinan terjadi karena sebagian
negara berkembang justru memiliki net ekspor yang negatif dan cenderung
mengalami peningkatan setiap tahunnya, sedangkan koefisien positif tersebut
karena negara-negara maju cenderung memiliki nilai net ekspor yang tinggi dan
meningkat setiap tahunnya. Selain itu, negara berkembang masih mengekspor
barang barang primer hasil pertanian yang bernilai tambah rendah dan mengimpor
barang-barang modal, sehingga menyebabkan neraca perdagangan menjadi
negatif.
Variabel industry value added menunjukkan pengaruh signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi sebesar 0.07%, yang berarti bahwa jika industry value
added yang merupakan hasil pengurangan output sektor industri dengan input
antara dalam proses produksi naik 1%, maka akan meningkatkan pertumbuhan
sebesar 0.07%. Peningkatan PDB akibat dari peningkatan nilai tambah industri ini
diharapkan dapat menciptakan suatu proses yang mengarah kepada pertumbuhan
ekonomi yang konvergen, sehingga tidak terdapat lagi ketimpangan antara negara
maju dan berkembang dalam kerja sama ASEAN+3. Kesetaraan tingkat
pertumbuhan ekonomi ini dapat menjadi modal dan kekuatan bagi negara-negara
di kawasan Asia untuk bersaing dengan kawasan Eropa dan Amerika.
Service value added menunjukkan nilai output bersih yang dihasilkan dari
sektor jasa berpengaruh signifikan positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil estimasi diperoleh nilai koefisien sebesar 0.17 yang
menunjukkan bahwa jika nilai tambah sektor jasa meningkat sebesar 1%, maka
akan meningkatkan PDB sebesar 0.17%. Koefisien tersebut juga menunjukkan
bahwa sumbangan sektor jasa pada PDB masing-masing negara cukup besar
dibandingkan dengan sektor lainnya. Hal ini sesuai dengan data yang diperoleh
bahwa sektor jasa adalah sektor yang menyumbang pendapatan terbesar pada
PDB baik negara berkembang dan terlebih pada negara maju. Negara maju
memperlihatkan bahwa sektor tersier seperti jasa mengalami perkembangan yang
cukup pesat dan menyumbang besar terhadap pendapatan negara.
Variabel government expenditure menunjukkan probabilitas 0.0000 lebih
kecil dari alpha 5% yang berarti bahwa variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 dengan
koefisien sebesar -0.05. Nilai koefisien berarti jika Government expenditure
meningkat 1%, maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar 0.05%.
33
Kebijakan fiskal ekspansioner melalui peningkatan pengeluaran pemerintah
seharusnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi seperti dalam model IS-
LM (Mankiw 2006). Pengeluaran pemerintah di negara maju tidak lagi ditekankan
untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun akan lebih
produktif digunakan dalam sistem perekonomian pasar bebas dimana semua aspek
kegiatan ekonomi dialihkan ke pihak swasta yang sudah lebih produktif. Sehingga
itu jika government expenditure semakin besar yang berarti campur tangan
pemerintah semakin besar, maka pasar justru menjadi semakin tidak efisien. Hal
ini karena peningkatan tersebut akan dapat menurunkan aktivitas dan peran swasta
yang seharusnya besar terhadap pendapatan negara, sehingga pertumbuhan
ekonomi juga mengalami penurunan.
Variabel tenaga kerja dan nilai tambah sektor pertanian menunjukkan
probabilitas lebih besar dari alpha 5% sehingga terima H0 dan berarti bahwa
kedua variabel tersebut tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan
ekonomi. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya diketahui bahwa
perekonomian negara maju masih sangat mendominasi negara-negara ASEAN+3
secara keseluruhan sehingga hasil analisis yang dilakukan sangat dipengaruhi dan
oleh perilaku ekonomi di negara maju. Sektor-sektor ekonomi di negara maju
cenderung sudah lebih didukung oleh faktor produksi modal dengan teknologi
yang tinggi dibandingkan dengan faktor produksi tenaga kerja. Tenaga kerja tidak
lagi menjadi satu-satunya penentu berlangsungnya proses produksi di negara maju,
karena sudah hampir tergantikan perannya oleh mesin-mesin berteknologi tinggi
yang dapat menghasilkan lebih banyak produk. Tenaga kerja lebih berfungsi
sebagai pendamping mesin-mesin berteknologi tinggi tersebut, sehingga tenaga
kerja tidak lagi memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara langsung. Selain tiu,
mobilitas tenaga kerja antar negara ASEAN+3 juga belum terbuka luas dan tenaga
kerja di negara berkembang juga belum dapat bersaing dengan tenaga kerja di
negara maju.
Hal ini juga berlaku pada nilai tambah pertanian yang tidak signifikan
memengaruhi pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian di negara maju tidak lagi
menjadi sektor dominan sebagai sumber pendapatan negara, melainkan digantikan
dengan peran sektor industri dan jasa. Selain itu sektor pertanian di negara maju
juga memiliki produktivitas yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor lainnya.
Hal ini dapat dilihat dari nilai tambah sektor pertanian yang kecil dibandingkan
dengan nilai tambah sektor lainnya.
Hasil analisis panel tersebut sesuai dengan hasil perhitungan indeks
Williamson yang menghasilkan bahwa terjadi penurunan ketimpangan pendapatan
per kapita yang dihitung setiap tahun selama periode 2002 hingga 2010, namun
penurunan yang terjadi sangat kecil dan lambat. Kecenderungan terjadinya proses
konvergensi dapat dilihat berdasarkan penurunan Indeks Williamson dari tahun ke
tahun yang menunjukkan terjadinya penurunan ketimpangan antar negara.
Konvergensi merupakan suatu proses yang terjadi secara terus menerus dan
membutuhkan waktu yang sangat panjang dalam pencapaiannya, sehingga
diperlukan adanya dorongan dan bantuan dari negara maju agar proses
konvergensi yang terjadi menjadi semakin cepat. Kerja sama yang dilakukan antar
negara seperti pada ASEAN+3 dapat berguna untuk mempercepat proses
konvergensi dengan adanya bantuan negara maju terhadap negara berkembang
yang termasuk anggota. Perekonomian yang konvergen hanya akan tercapai jika
34
tidak hanya negara maju yang dapat mengambil manfaat dari adanya kerja sama,
tetapi juga negara berkembang. Sedangkan jika hanya negara maju yang dapat
meningkatkan aktivitas ekonominya, maka yang dihasilkan adalah negara maju
akan semakin maju dan negara berkembang tidak mengalami perbaikan sama
sekali sehingga tidak akan terjadi proses konvergensi.
Pengujian kebaikan model dilakukan dengan menggunakan uji-F dengan
membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel atau nilai probabilitas F-statistik
dengan nilai alpha 5%. Nilai F-statistik sebesar 35286 lebih besar dari F-tabel(8,100)
dan nilai probabilitas F-statistik sebesar 0.0000 yang lebih kecil dari alpha 5%
menunjukkan bahwa model sudah mampu menggambarkan keragaman variabel
dependen secara signifikan. Sebesar 99.98% keragaman variabel dependen dapat
dijelaskan oleh variabel independen di dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan
di luar model.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Hasil pemetaan berdasarkan pertumbuhan PDB Riil dan besarnya
pendapatan per kapita menunjukkan bahwa terjadi perubahan posisi negara pada
tahun 2002 dan 2010. Korea Selatan pada tahun 2002 berada pada kuadran I
dengan pertumbuhan PDB riil dan pendapatan per kapita tinggi, kemudian pada
tahun 2010 bergeser ke kuadran II bersama Jepang dan Brunei Darussalam.
Sedangkan Singapura yang awalnya berada pada kuadran II bergeser ke kuadran I
pada tahun 2010. Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia, Thailand, dan China yang
berada pada kuadran IV tahun 2002. Sedangkan Indonesia dan Filipina berada di
kuadran III dengan pertumbuhan dan pendapatan per kapita rendah. Pada tahun
2010 Malaysia dan Vietnam bergeser ke kuadran III bersama Kamboja dan
Indonesia.
Berdasarkan analisis ketimpangan dengan menghitung Indeks Williamson
diketahui bahwa pendapatan negara-negara anggota ASEAN+3 masih sangat
timpang dengan angka indeks sebesar rata-rata 0.98 setiap tahunnya. Namun jika
dilihat perkembangan dari tahun ke tahun selama periode estimasi, nilai Indeks
Williamson cenderung mengalami penurunan walaupun sangat rendah. Hal ini
menunjukkan adanya kecenderungan pergerakan pertumbuhan ekonomi yang
semakin konvergen dengan tingkat ketimpangan yang semakin menurun. Hasil
analisis melalui perhitungan Indeks Williamson ini juga sesuai dengan hasil
analisis yang dilakukan dengan metode panel data. Hasil analisis panel data
tersebut menunjukkan terjadi proses konvergensi bersyarat dan tak bersyarat
pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 karena koefisien lag variabel
dependen sebesar -0.1 dan -0.2 berada diantara -1 dan 0. Proses konvergensi yang
terjadi cenderung sangat lambat dan membutuhkan waktu lama karena tingkat
konvergensi yang terjadi hanya sebesar 10% pada konvergensi tak bersyarat dan
20% pada konvergensi bersyarat. Selain itu penurunan Indeks Williamson juga
terlihat sangat kecil dari tahun ke tahunnya.
35
Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang
memengaruhi pertumbuhan ekonomi negara-negara ASEAN+3 secara signifikan
positif antara lain yi,t-1, Foreign Direct Investment, industry value added, dan
service value added. Sedangkan variabel agricultural value added dan
government expenditure berpengaruh signifikan negatif. Variabel labour dan net
ekspor tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi dalam
penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis juga diketahui bahwa variabel service
value added memberikan pengaruh paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi
negara-negara ASEAN+3.
SARAN
Beberapa saran yang dapat untuk penelitian selanjutnya yang lebih baik
antara lain:
1. Berdasarkan hasil pemetaan dengan melihat pertumbuhan PDB riil dan
pendapatan per kapita, dapat diketahui bahwa masih banyak negara-negara
anggota ASEAN+3 yang berada pada kondisi perekonomian yang sangat
lemah dan cenderung sulit untuk meningkat. Adapaun negara-negara tersebut
antara lain Kamboja, Indonesia,Vietnam, dan Filipina yang masih sangat
membutuhkan perhatian dan bantuan lebih dari negara maju utnuk dapat
meningkatkan perekonomiannya. Selain itu, seharusnya terdapat perlindungan
dari negara maju terhadap negara berkembang untuk menghadapi globalisasi,
sehingga tidak akan mematikan perekonomian negara berkembang, dan semua
negara dapat mengalami kemajuan bersama.
2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses konvergensi pertumbuhan
ekonomi yang terjadi antar negara-negara ASEAN+3 masih sangat lambat
dengan tingkat ketimpangan pendapatan per kapita antar negara maju dan
berkembang sangat tinggi. Berdasarkan hasil estimasi penelitian diketahui
bahwa sektor jasa memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan
ekonomi. Oleh karena itu, negara-negara berkembang dapat memanfaatkan
dan meningkatkan aktivitas ekonomi di sektor tersier untuk mempercepat
peningkatan pertumbuhan ekonomi seperti halnya yang terdapat pada
perekonomian negara-negara maju.
3. Berdasarkan penelitian juga diketahui bahwa kerja sama ASEAN+3 belum
mampu meningkatkan ekspor bagi negara berkembang, namun justru
mengakibatkan peningkatan impor bagi negara berkembang sehingga
menghasilkan net ekspor yang negatif. Oleh karena itu seharusnya negara
berkembang lebih meningkatkan ekspor pada barang barang yang bernilai
tambah tinggi, tidak hanya mengekspor produk-produk primer hasil pertanian.
36
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad L. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan ekonomi Daerah.
Yogyakarta (ID): BPFI.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produk Domestik Bruto. Jakarta (ID). BPS
Dumairy MA. 1996. Perekonomian Indonesia. Jakarta (ID): Erlangga.
Juanda B. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB
Press.
Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika Untuk Data Panel dan Time Series.
Bogor (ID): IPB Press
Gujarati DN. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika. Jakarta (ID): Erlangga
Kuncoro M. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah. Jakarta (ID): Erlangga
Kurniawan T. 2004. Determinan Tingkat Suku Bunga Pinjaman Di Indonesia
Tahun 1983-2002. Jakarta (ID): Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan
Bank Indonesia.
Liu X. 2009. Trade and income convergence: Sorting out the causality. USA
(US): Department of Economics and Finance, Kennesaw State University
Mankiw NG. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam. Jakarta (ID): Erlangga.
Matolla AZ. 1985. Peran Sektor Pertanian Terhadap Peningkatan dan
Pemerataan Daerah di Jawa Barat. Program Perencanaan Wilayah dan
Kota [Tesis]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
Modeste NC. 2009. Income Convergence Across The Counties Of Tennessee.
Knoxville (US). Tennessee State University, Department of Economics and
Finance
Mutaqin Z, Achihashi M. 2012. The Role of Maastricht Criteria and Membership
in Determining Convergence in the Eurozone and ASEAN: A Panel Data
Analysis. Japan (ID): Hiroshima University.
Ouardighi EJ, Kapetanovic RS. 2009. Convergence and Inequality of income: the
case of Western Balkan countries. Eropa (ER): The European Journal of
Comparative Economics.
Sukirno S. 2002. Teori Pengantar Makroekonomi. Jakarta (ID): Rajawali Pers.
Seputro H. Modul 4 Tipologi Klassen Sektoral dan Spasial.
http://www.scribd.com/doc/2908449/Modul-4-Tipologi-Klassen.
Sukirno S. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah, dan Dasar Kebijakan.
Jakarta (ID): Bima Grafika
Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi kesembilan. Jakarta
(ID): Erlangga
United Nations Development Program. Human Development Report. 2003
Wahyuni TK. 2011. Konvergensi Dan Faktor-Faktor Yang Memengaruhi
Ketimpangan Wilayah Kabupaten/Kota Di Pulau Jawa [Tesis]. Bogor (ID).
Institut Pertanian Bogor.
World Bank. 2012. agricultural Value Added 2002-2010. Washington DC (US):
The World Bank Group.
37
--------------. 2012. Foreign direct Investment 2002-2010. Washington DC(US):
The World Bank Group.
--------------. 2012. Government Expenditure 2002-2010., Washington DC (US):
The World Bank Group.
--------------. 2012. Gross Capital Formation 2002-2010. Washington DC (US):
The World Bank Group.
---------------. 2012. Gross Domestic Product Constant 2000, 2002-2010.
Washington DC (US): The World Bank Group.
---------------. 2012. Gross Domestic Product per capita Constant 2000, 2002-
2010. Washington DC (US): The World Bank Group
--------------. 2012. Income Level Masing-Masing Negara ASEAN. Washington DC
(US): The World Bank Group.
---------------. 2012. Industry Value Added 2002-2010. Washington DC (US): The
World Bank Group.
---------------. 2012. Labor 2002-2010. Washington DC (US): The World Bank
Group.
---------------. 2012. Service Value Added 2002-2010. Washington DC (US): The
World Bank Group.
38
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan Tipologi Klassen
Negara
Pendapatan Per
Kapita (USD) Growth (%)
2002 2010 2002 2010
Brunei 18 750 17 225 3.9 2.6
Kamboja 328 558 6.7 6
Indonesia 816 1 145 4.5 6.2
Laos 353 556 5.9 8.5
Malaysia 4 053 5 169 5.4 7.2
Filipina 1 072 1 383 3.6 7.6
Singapura 23 659 32 641 4.2 14.8
Thailand 2 043 2 713 5.3 7.8
Vietnam 449 723 7.1 6.8
Jepang 37 363 39 972 0.3 4.4
China 1 106 2 427 9.1 10.4
Korea Selatan 12 478 16 219 7.2 6.3
Rata-rata 8539.2 10060.9 5.3 7.4
Diatas nilai pendapatan per kapita dan pertumbuhan rata-rata
Lampiran 2. Perhitungan Indeks Williamson
Tahun IW
2002 0.9846 2003 0.9845
2004 0.9844 2005 0.9842 2006 0.9841 2007 0.9838 2008 0.9831 2009 0.9824 2010 0.9825
39
Lampiran 3. Pendekatan Pooled Least Square Model Konvergensi Tak Bersyarat
Dependent Variable: LNPDBKAP
Method: Panel Least Squares
Date: 06/15/13 Time: 11:22
Sample: 2002 2010
Periods included: 9
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 108 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LAG_PDBKAP 0.987921 0.003047 324.2122 0.0000
C 0.135932 0.024834 5.473709 0.0000 R-squared 0.998993 Mean dependent var 8.029058
Adjusted R-squared 0.998983 S.D. dependent var 1.596466
S.E. of regression 0.050910 Akaike info criterion -3.099169
Sum squared resid 0.274734 Schwarz criterion -3.049500
Log likelihood 169.3551 Hannan-Quinn criter. -3.079030
F-statistic 105113.6 Durbin-Watson stat 1.981435
Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 4. Uji Chow Model Konvergensi Tak Bersyarat
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 1.761837 (11,95) 0.0717
Cross-section Chi-square 20.050321 11 0.0447
Lampiran 5. Pendekatan Fixed Effects Model Konvergensi Bersyarat
Dependent Variable: LNPDBKAP
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Date: 06/15/13 Time: 11:17
Sample: 2002 2010
Periods included: 9
Cross-sections included: 12
Total panel (balanced) observations: 108
Linear estimation after one-step weighting matrix
White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected)
WARNING: estimated coefficient covariance matrix is of reduced rank Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. LAG_PDBKAP 0.781028 0.039119 19.96562 0.0000
LN_AGVAL -0.053264 0.046281 -1.150889 0.2529
LN_FDI 0.003731 0.001892 1.972446 0.0517
40
LN_GOVEX 0.054436 0.009031 -6.027697 0.0000
LN_INVAL 0.069898 0.013635 5.126465 0.0000
LN_LABOR -0.000231 0.000452 -0.510917 0.6107
LN_NETEKS 0.001763 0.001795 0.982243 0.3287
LN_SERVAL 0.168138 0.032126 5.233755 0.0000
C -1.697317 0.498438 -3.405269 0.0010 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared 0.999869 Mean dependent var 19.34033
Adjusted R-squared 0.999840 S.D. dependent var 16.64928
S.E. of regression 0.036375 Sum squared resid 0.116437
F-statistic 35285.63 Durbin-Watson stat 1.774337
Prob(F-statistic) 0.000000 Unweighted Statistics R-squared 0.999134 Mean dependent var 8.029058
Sum squared resid 0.236151 Durbin-Watson stat 1.849926
Lampiran 6. Uji Chow fixed Effects Model Konvergensi Bersyarat
Redundant Fixed Effects Tests
Equation: Untitled
Test cross-section fixed effects
Effects Test Statistic d.f. Prob.
Cross-section F 3.907335 (11,93) 0.0001
Lampiran 7. Random Effects Model Konvergensi Bersyarat
Correlated Random Effects - Hausman Test
Equation: Untitled
Test cross-section random effects Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 17.282185 8 0.0273
41
Lampiran 8. Korelasi Parsial Antar Variabel
LNPDBKAP LAG_PDBKAP LN_AGVAL LN_FDI LNPDBKAP 1.000000 0.999496 -0.205759 0.333756
LAG_PDBKAP 0.999496 1.000000 -0.210583 0.326849
LN_AGVAL -0.205759 -0.210583 1.000000 0.474993
LN_FDI 0.333756 0.326849 0.474993 1.000000
LN_GOVEX 0.572021 0.566966 0.642053 0.781639
LN_INVAL 0.414483 0.408027 0.689952 0.797175
LN_LABOR -0.174563 -0.180507 0.618153 0.439683
LN_NETEKS 0.679032 0.677914 0.231501 0.534241
LN_SERVAL 0.503985 0.498671 0.674926 0.810592
LN_GOVEX LN_INVAL LN_LABOR LN_NETEKS LN_SERVAL LNPDBKAP 0.572021 0.414483 -0.174563 0.679032 0.503985
LAG_PDBKAP 0.566966 0.408027 -0.180507 0.677914 0.498671
LN_AGVAL 0.642053 0.689952 0.618153 0.231501 0.674926
LN_FDI 0.781639 0.797175 0.439683 0.534241 0.810592
LN_GOVEX 1.000000 0.929529 0.409812 0.753750 0.983898
LN_INVAL 0.929529 1.000000 0.469041 0.709701 0.927375
LN_LABOR 0.409812 0.469041 1.000000 0.034774 0.456125
LN_NETEKS 0.753750 0.709701 0.034774 1.000000 0.693862
LN_SERVAL 0.983898 0.927375 0.456125 0.693862 1.000000
42
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Tebing Tinggi, Sumatera Utara pada tanggal 2 Februari
1991 dari pasangan Muhammad Yusni dan dra. Normah Dalimunthe. Penulis
merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Pada tahun 2009, penulis lulus dari
SMAN 1 Tebing Tinggi dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut
Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur undangan seleksi masuk IPB (USMI). Penulis
diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen IPB.
Selama menuntut ilmu di IPB penulis aktif di Organisasi mahasiswa daerah
Medan (Omda Medan). Selain itu, penulis juga pernah menjadi anggota Hipotesa
pada Divisi LABLE (Life Academic by Learning and Doing) pada periode
2010/2011 dan mangikuti beberapa kepanitiaan pada acara yang diadakan di
Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis juga menjadi salah satu anggota PKM-P
(Pekan Kreativitas Mahasiswa-Penelitian) didanai oleh DIKTI tahun 2013 dan
pernah mendapatakan juara II Lomba Economic Champion yang diadakan oleh
Himpunan Profesi Ilmu Ekonomi, Hipotesa pada tahun 2012. Selama di bangku
kuliah, penulis mendapat beasiswa unggulan PPA (Program Pengembangan
Akademik).
Top Related