ANALISIS KESEPADANAN MAKNA DAN KEBERTERIMAAN BAHASA
INFORMAL PADA TERJEMAHAN TUTURAN SLANG DALAM NOVEL
P.S. I LOVE YOU KARYA CECELIA AHERN
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat
Magister Program Studi Linguistik Minat Utama Penerjemahan
Ole h
PRISTINIAN YUGASMARA NIM S13090801 2
PROGRAM STUDI LINGUISTIK
MINAT UTAMA LINGUISTIK PENERJEMAHAN
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
201 0
ii
PENGESAHAN PEMBIMB ING
ANALISIS KESEPADANAN MAKNA DAN KEBERTERIMAAN BAHASA
INFORMAL PADA TERJEMAHAN TUTURAN SLANG DALAM NOVEL
P.S. I LOVE YOU KARYA CECELIA AHERN
Disusun ole h: PRISTINIAN YUGASMARA
NIM S13090801 2
Telah Dise tujui oleh Tim Pembimbing untuk Diujikan pada tanggal __ _____ _______
Jabatan Nama Tanda Tangan /Tgl Pembimbing I Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D NIP 19630328 199201 1 001 Pembimbing II P rof. Dr. H. Joko Nurkamto, M. P d NIP 19610124 198702 1 001
Mengetahui, Ketua Program Studi Linguistik
Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D NIP 19630328 199201 1 001
iii
PENGESAHAN TESIS
ANALISIS KESEPADANAN MAKNA DAN KEBERTERIMAAN BAHASA
INFORMAL PADA TERJEMAHAN TUTURAN SLANG DALAM NOVEL
P.S. I LOVE YOU KARYA CECELIA AHERN
Disusun ole h: PRISTINIAN YUGASMARA
NIM S13090801 2
Te lah Disetujui o le h De wan Pembimbing
Jabatan Nama Tanda Tangan 1. Ketua : Drs. Riyadi Santosa, M.Ed, Ph. D
NIP. 19600328 198601 1 001 ____________
2. Sekretaris : Dr. Tri Wiratno, MA NIP. 19610914 198703 1 001 ____________
3. Anggota : a. Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, P h.D NIP. 19630328 199201 01 001 ____________ b. Prof. Dr. H. Joko Nurkamto, M.Pd
NIP. 19610124 198702 1 001 ____________
Mengetahui,
Direktur Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Linguistik Prof. Drs. Suranto, M. Sc., Ph.D Prof. Drs. M.R. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.D NIP. 19570820 198503 1 004 NIP 19630328 199201 01 001
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:
Nama : Pristinian Yugasmara
NIM : S130908012
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul ANALISIS
KESEPADANAN MAKNA DAN KEBERTERIMAAN BAHASA
INFORMAL PADA TERJEMAHAN TUTURAN SLANG DALAM NOVEL
P.S. I LOVE YOU KARYA CECELIA AHERN adalah betul-betul karya saya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda kutipan dan
ditunjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar, maka
saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang
saya peroleh dari tesis ini.
Surakarta, Juni 2010
Yang membuat pernyataan,
Pristinian Yugasmara
v
PERSEMBAHAN
To God Lord, Jesus
To Mom and Dad , for their who le back -up
To my lovely brothers and sisters, for being my gua rdians
To Tata, this is for you, girl
To Yuù , fo r being here and there
To my cuties in my back yard , for the joy (and the scratches)
To you, if you have willing ly opened this for reasons
vi
MOTTO
A fie ldworker should be able to ... swe ep the floor, carry out the garbage, carry in
the laundry, cook for large groups, go without food and sleep, read and write by
candle light, see in the dark, see in the light, cooperate without offe nding,
suppress sarcastic remarks, smile to express both pain and hurt, experience both
pain and hurt, spend time along, respond to orders, take sides, stay neutral, take
risks, avoid harm, be confused, seem confused, care terribly, become attached to
nothing...
(-Halcolm-)
vii
KATA PENGANTAR
Puji Tuhan dan Syukur atas berkat yang diberikan sehingga penulis bisa
menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai derajat Magister
Program Studi Linguistik dengan Minat Utama P enerjemahan.
Proses yang dijalani penulis dalam penulisan tesis ini tidak lepas dari
persetujuan, bimbingan, bantuan, dukungan, keterlibatan, serta saran-saran dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah terlibat dalam penelitian ini, yaitu kepada:
1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta
2. Direktur Program Pascasarjana, Prof. Drs. Suranto, M. Sc., Ph. D
3. Prof. Drs. Nababan, M.Ed, M.A, Ph.d, selaku ketua program studi
Linguistik Pascasarjana Minat Utama Penerjemahan Universitas Sebelas
Maret, atas persetujuan yang diberikan terhadap tesis ini dan selaku
pembimbing pertama, atas bimbingan, kritik, dan saran yang diberikan
kepada penulis dalam proses penulisan tesis ini.
4. Prof. Dr. H. Joko Nurkamto, M.Pd selaku pembimbing kedua, atas
bimbingan, saran, dan masukan yang diberikan kepada penulis selama
proses penulisan tesis ini.
5. Seluruh dosen Linguistik Penerjemahan Pascasarjana tahun 2008, atas
bimbingan dan pengetahuan yang diberikan kepada penulis.
viii
6. Drs. Martono, M.A dan Drs. H. A. Dahlan Rais, M.Hum yang telah
memberikan kepercayaan kepada penulis untuk meneruskan pendidikan
S2-nya.
7. Andy Bayu Nugroho, S.S dan Sumardiyono, S.S, atas kerjasama yang
diberikan kepada penulis sebagai rater yang telah membantu dalam
memberikan penilaian, masukan, dan saran yang bermanfaat bagi penulis
dalam proses penulisan tesis ini.
8. Prisdytia Endrayanti, S.Pd dan Sri Rahayu, S.Pd, atas kerjasama yang
diberikan kepada penulis sebagai responden dalam penelitian ini dan atas
semangat yang diberikan kepada penulis.
9. Keluarga besar penulis, atas doa, semangat dan dukungan yang diberikan.
10. The sisters, Nova, Nita, Renita yang senantiasa memberikan semangat
dalam kebersamaan kepada penulis.
11. Para sahabat, Tantè, Die2, Nina, Nuni, atas kebersamaan yang diberikan.
12. Kak Ophet, untuk ‘Gud morning’, ‘Gud afternoon’, dan ‘Gud eve’ yang
diberikan kepada penulis.
13. Teman-teman angkatan 2008, mbak Lusi, mbak Afin, mbak Diah, mbak
Ima, Bu Endri, mas Havid, Pak Johny, mas Miko, atas dukungan,
kebersamaan, dan keceriaan yang diberikan kepada penulis.
14. Para staf administrasi dan perpustakaan Pascasarjana, atas kerjasamanya
baik secara langsung maupun tidak langsung telah berperan dalam
membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
ix
15. Semua orang yang telah menjadi bagian dari perjalanan hidup penulis
yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Pada akhirnya, penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna. Oleh
karena itu, penulis menghargai adanya saran, komentar, maupun kritikan yang
membangun terhadap tesis ini. Semoga tesis ini bisa bermanfaat bagi para
pembaca.
Surakarta, Juni 2010
Nian
x
DAFTAR ISI
halaman PENGESAHAN PEMBIMBING .............................. ii
PENGESAHAN TESIS .............................. iii
PERNYATAAN .............................. iv
PERSEMBAHAN ………………….. v
MOTTO .............................. vi
KATA PENGANTAR .............................. vi
DAFTAR ISI .............................. x
DAFTAR DIAGRAM .............................. xiii
DAFTAR TABEL .............................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN .............................. xv
ABSTRAK .............................. xvi
ABSTRACT .............................. xviii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................... 1
B. Rumusan Masalah ........................... 10
C. Tujuan Penelitian ........................... 10
D. Manfaat Penelitian ........................... 11
BAB II. KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Teori
1. Penerjemahan
a. Definisi Penerjemahan …………………… 12
b. Proses Penerjemahan …………………… 14
c. Metode Penerjemahan …………………… 17
d. Teknik Penerjemahan …………………… 18
e. Kualitas Terjemahan …………………… 26
xi
2. Makna dalam Penerjemahan
a. Definisi Makna dalam Penerjemahan .................... 29
b. Jenis-jenis Makna dalam Penerjemahan .................... 31
c. Kesepadanan Makna dalam Penerjemahan .................... 34
3. Style ........................................................ 35
4. Slang
a. Definisi Slang …………… 38
b. Tuturan Slang sebagai Ciri Suatu Budaya …………… 42
B. Kerangka P ikir …………………………………………… 45
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ............................. 46
B. Data dan Sumber Data ....................... …. 47
C. Teknik Pengumpulan Data .......................…. 50
D. Pemeriksaan Kredibilitas Data ............................ 52
E. Teknik Analisis Data ........................… 53
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pendahuluan ........................................ 54
B. Sekilas Tentang P.S. I Love You ........................................ 55
C. Hasil Penelitian
1. Bentuk-bentuk Terjemahan Slang
dalam Novel P.S. I Love You ........................................ 56
2. Tingkat Kesepadanan Makna ........................................ 59
xii
3. Tingkat Keberterimaan Makna ........................................ 74
4. Tingkat Keberterimaan Bahasa Informal ............................ 84
D. Pembahasan ........................................ 93
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ................................................................ 100
B. Saran ................................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 104 LAMPIRAN ................................................................. 107
xiii
DAFTAR DIAGRAM
Diagram 1. Metode Penerjemahan oleh Newmark …………… 17
Diagram 2. Kerangka P ikir …………………………………… 46
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Klasifikasi Teknik Penerjemahan oleh Molina dan Albir.. 25
Tabel 2 Kategori, Kode, dan Jumlah Data ................................ 56
Tabel 3 Sebaran Data Terjemahan Sepadan ................................ 60
Tabel 4 Sebaran Data Terjemahan Kurang Sepadan .................... 68
Tabel 5 Sebaran Data Terjemahan Tidak Sepadan .................... 72
Tabel 6 Sebaran Data Terjemahan Berterima dalam Makna ........ 75
Tabel 7 Sebaran Data Terjemahan Kurang Berterima dalam Makna 81
Tabel 8 Sebaran Data Terjemahan Tidak Berterima dalam Makna 84
Tabel 9 Sebaran Data Terjemahan Berterima
dalam Bahasa Informal .......................................... 85
Tabel 10 Sebaran Data Terjemahan Kurang Berterima
dalam Bahasa Informal .......................................... 90
Tabel 11 Sebaran Data Terjemahan Tidak Berterima
dalam Bahasa Informal .......................................... 92
Tabel 12 Jumlah dan Persentase Penilaian Kualitas Data ............. 92
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kode Data Penelitian ....................... 107
Lampiran 2. Tabel Penilaian Tingkat Kesepadanan Makna ....................... 121
Lampiran 3. Tabel Penilaian Tingkat Keberterimaan Makna ....................... 127
Lampiran 4. Tabel Penilaian Tingkat Keberterimaan Bahasa Informal ...... 133
xvi
ABSTRAK
Pristinian Yugasmara, S130908012. ANALISIS KESEPADANAN MAKNA DAN KEBERTERIMAAN BAHASA INFORMAL PADA TERJEMAHAN TUTURAN SLANG DALAM NOVEL P.S. I LOVE Y OU KARYA CECELIA AHERN. Tesis. Surakarta: Program Pascasarjana Program Studi Linguistik Minat Utama Penerjemahan, UNS, Juni 2010. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui bentuk tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You karya Cecilia Ahern dan terjemahannya dalam novel dengan judul yang sama oleh Monica Dwi Chresnayani, (2) mengetahui teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You karya Cecelia Ahern, dan (3) mengetahui tingkat kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaan bahasa informal teks terjemahan tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You karya Cecilia Ahern. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan bentuk content analysis. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data objektif dan afektif. Data objektif dalam penelitian ini berupa bentuk slang dalam novel P.S. I Love You baik dalam Bsu maupun terjemahannya dalam Bsa serta dokumen mengenai Irish Slang. Sedangkan data afektif diambil dari penilaian pembaca dan pengamat ahli. Dengan menggunakan teknik purposive sampling , ditemukan 95 data slang terjemahan dan Irish Slang Dictionary sebagai data objektif, dan kuesioner penilaian dari pembaca dan pengamat ahli sebagai data afektif. Hasil penelitian terbagi menjadi temuan terhadap bentuk slang, teknik yang digunakan dalam menerjemahkan slang, kesepadanan makna terjemahan slang, keberterimaan makna terjemahan slang, dan keberterimaan kandungan bahasa informal dalam terjemahan slang. Bentuk slang yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi 26 kategori dengan makna masing-masing. Teknik yang digunakan dalam menerjemahkan bentuk slang dalam novel P .S. I Love You adalah reduction, calque, dan variation atau gabungan dari ketiganya. Pada tingkat kesepadanan makna, ditemukan 81 (85,56%) data yang dinilai sepadan, 11 (12,63%) data kurang sepadan, dan 3 (2,10%) data tidak sepadan. Dari penilaian terhadap keberterimaan makna, ditemukan 86 (90,52%) data berterima, 6 (6,31%) data kurang berterima, dan 3 (2,10%) data tidak berterima. Sedangkan terhadap keberterimaan kandungan bahasa informal data, pembaca awam memberikan penilaian berterima terhadap 62 (65,26%) data dan kurang berterima terhadap 33 (34,73%) data. Secara keseluruhan, data-data terjemahan slang dalam novel P.S. I Love You sudah memiliki kualitas yang cukup baik. Namun, sebagai catatan bagi penerjemah dan orang-orang yang memiliki ketertarikan di bidang penerjemahan, perlu diperhatikan lagi mengenai pemilihan padanan makna yang tepat untuk
xvii
menerjemahkan istilah-istilah yang berhubungan dengan ciri khas suatu budaya ke dalam budaya bahasa sasaran beserta tingkat keberterimaannya.
xviii
ABSTRACT
Pristinian Yugasmara. AN ANALYSIS ON THE MEANING ACCURACY AND ACCEPTABILITY UPON THE USE OF INFORMAL LANGUAGE IN THE SLANG TRANSLATIONS OCCURING IN P.S. I LOVE YOU BY CECELIA AHERN. A thesis. Surakarta: Post-Graduate Program of Linguistic in Translation of Sebelas Maret University. June 2010. This research is intended to find out (1) the form of slang terms used in P.S. I Love You and their translations by Monica Dwi Chresnayani, (2) the translation techniques used by the translator in translating the slang terms occurred in P.S. I Love You by Cecelia Ahern, and (3) the meaning accuracy and acceptability and also the acceptability upon the use of informal language in the slang terms translation in P.S. I Love You by Cecelia Ahern. The method used in this research is a qualitative method using content analysis. The data used in this research are both from objective and affective sampling. The objective data are the slang terms translation occurred in P.S. I Love You in both source language and target language and also the documents found about the Irish Slang while the affective data are the views and evaluation given by translation viewers and readers. By taking the purposive sampling technique, the researcher finds 95 slang terms data and their translations and also the Irish Slang Dictionary as the objective data whereas the affective data are taken from the questionnaire distributed to the translation viewers and the readers. The research finding consists of four parts, namely the kinds of slang terms found, the translation techniques used, the level of meaning accuracy and acceptability, and the level of acceptability upon the use of informal language of the data. The kinds of slang found in this research varied in 26 different categories. There were three kinds of translation technique used by translators in translating the slang data in this research; reduction, calque, and variation. In the level of meaning accuracy, the researcher found 81 (85,56%) accurate data, 11 (12,63%) less accurate data, and 3 (2,10%) non-accurate data. For the meaning acceptability evaluation, the researcher found 86 (90,52%) acceptable data, 6 (6,31%) less acceptable data, and 3 (2,10%) non-acceptable data. And for the level of acceptability upon the use of informal language given by the readers, the researcher found 62 (65,26%) acceptable data and 33 (34,73%) less acceptable data. In general, the slang terms translations occur in P .S. I Love You have the acceptable quality of a good translation. As a note for translators and people interested in the translation matters, the choices taken in giving the equivalent meaning of a certain term related to the characteristic of a certain culture need to be taken seriously as well as its level of acceptability in the target language.
xix
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Be lakang
Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan di segala bidang dalam
beberapa dekade ini bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. Hal ini diikuti
pula oleh berbagai aspek politik, budaya, dan ekonomi yang terus
berkesinambungan di setiap negara. Fenomena ini mengakibatkan semakin
diperlukannya adaptasi dan komunikasi antar negara untuk saling berbagi
informasi, sebagaimana pula untuk tetap menjalin kerjasama yang baik.
Sampai saat ini belum ada satu hal yang bisa menggantikan kendala bahasa
sebagai masalah utama yang dihadapi oleh setiap negara di dunia.
Sebagai bahasa internasional, sudah ditetapkan bahwa bahasa Inggris
mempunyai peranan penting sebagai alat komunikasi antar negara. Namun,
dengan adanya bahasa internasional saja tidaklah cukup. Setiap negara
memiliki bahasa yang diikuti oleh aspek-aspek lain yang berbeda dengan
negara lain. Disinilah peranan sebuah penerjemahan muncul.
Seandainya masyarakat ingin mengetahui informasi mengenai suatu
kejadian yang terjadi di Negara lain, pemilihan Presiden Amerika Serikat,
sebagai contohnya, ada dua media yang menyediakan informasi mengenai hal
tersebut. Media cetak, koran dan majalah, dan media lisan, baik audio
(misalnya, radio) ataupun audiovisual (televisi). Kedua media tersebut sama-
sama menggunakan bahasa Inggris sebagai sumbernya. Bagi orang-orang
2
yang memiliki akses ke bahasa sumber, tentu saja hal ini tidak menjadi
masalah. Namun, pemenuhan informasi tidak bisa hanya dibedakan menjadi
(1) penting, untuk mereka yang mempunyai akses ke bahasa sumber dan (2)
tidak penting, bagi mereka yang tidak mempunyai akses ke bahasa sumber.
Diperlukan adanya media yang berfungsi sebagai jembatan akses
ketika kita menghadapi sebuah informasi yang menggunakan bahasa asing
selain bahasa yang kita gunakan sebagai sumbernya. Dalam tesis ini, bahasa
sumber yang sekaligus menjadi sumber dari permasalahan yang akan dibahas
adalah bahasa Inggris. Dan media yang dimaksudkan penulis adalah
terjemahan bahasa Indonesia sebagai jembatan akses komunikasi.
Proses membangun jembatan akses inilah yang dikenal sebagai
penerjemahaan. Pada dasarnya, penerjemahan adalah kegiatan mengubah dari
suatu ‘bentuk’ ke ‘bentuk’ lain. Penerjemahan bisa dilihat dari sudut pandang
pengguna terjemahan ataupun dari sudut pandang penerjemah sendiri
(Robinson, 2003: 6). Bagi seorang pengguna terjemahan (orang yang
membaca buku terjemahan, misalnya), terjemahan hanyalah dipandang
sebagai suatu teks yang bisa digunakan sebagai media perantara ketika dia
tidak mempunyai cukup kemampuan akses ke BSu. Bagi seorang penerjemah,
penerjemahan merupakan sebuah kegiatan (yang bertujuan menghasilkan
sebuah teks) yang dipandang dari bagaimana proses tersebut terjadi, hambatan
apa yang dihadapi, dan strategi apa yang bisa digunakan untuk mengatasi
hambatan tersebut.
3
Salah satu bentuk media umum yang biasa dikaji oleh seorang peneliti
penerjemahan adalah novel terjemahan. Novel terjemahan sudah menjadi
media komunikasi sekaligus hiburan yang dikenal umum oleh masyarakat
Indonesia. Dalam sebuah novel terjemahan, pembaca tidak hanya disuguhi
dengan alur cerita maupun tema yang bermacam-macam, namun juga
informasi budaya yang terdapat di dalamnya.
Novel terjemahan bukan lagi menjadi suatu hal yang asing dalam
dunia media komunikasi di Indonesia. Berbagai novel dalam berbagai genre
bisa kita temukan di toko-toko buku ataupun tempat persewaan dan
perpustakaan. Kebanyakan para pembaca pun lebih menyukai novel
terjemahan daripada novel aslinya karena bahasanya adalah bahasa Indonesia
yang tentu saja mudah dimengerti. Melalui novel terjemahan pula lah, para
pembaca bisa memperoleh pengetahuan mengenai kebudayaan lain yang
terdapat dalam ceritanya.
Salah satu bentuk kebudayaan adalah tuturan bahasa. Setiap daerah
tentu memiliki tuturan-tuturan yang dianggap khas sebagai ciri kebudayaan
daerah tersebut. Dalam novel asing, sudah barang tentu tuturan-tuturan
tersebut muncul. Sebagai contohnya adalah istilah brun ch dalam sebuah
novel bersetting Amerika pada abad pertengahan (tahun 1970an). Jika seorang
penerjemah menggunakan kamus pada masa itu, bisa dipastikan kata tersebut
tidak akan muncul. Hal ini bisa menghambat penerjemah dalam mengartikan
kata tersebut ke dalam Bsa. Namun, dengan melihat konteks dalam kalimat
dan cerita secara keseluruhan, penerjemah pada akhirnya tetap
4
mempertahankan kata brun ch tersebut dengan memberikan keterangan arti
bahwa brunch merupakan akronim dari break fast and lunch. Hal seperti
inilah yang menjadikan penerjemahaan akhirnya menjadi sebuah kasus.
Selanjutnya, tuturan bahasa slang adalah termasuk dalam yang
dianggap khas dalam suatu kebudayaan, karena selain mempunyai bentuk
yang beragam tuturan slang juga mengandung muatan ekspresif penuturnya.
Oleh sebab itu, tentu saja penerjemahan tuturan slang juga merupakan salah
satu kasus tersendiri yang dihadapi oleh penerjemah novel asing.
Penulis tertarik untuk mengambil masalah terjemahan tuturan slang ini
karena ingin mengkaji bentuk, makna, serta kandungan budaya yang muncul
dalam versi Indonesia-nya. Persoalan ketepatan dan keberterimaan makna
terjemahan tuturan slang juga dikaji dalam penelitian ini. Seperti apakah
bentuk terjemahan tuturan slang yang muncul maupun bagaimakah makna
yang terkandung berkaitan dengan budaya (baik Bsu maupun Bsa) merupakan
hal yang penting untuk dikaji karena Indonesia sendiri juga mempunyai
tuturan slang sendiri.
Dalam menerjemahkan, penerjemah akan berusaha mencari padanan
makna maupun bentuk yang sedekat mungkin dengan bahasa sasaran.
Widyamartaya (1989) menyebutkan bahwa `ekuivalen yang dimaksud dalam
penerjemahan adalah `wajar (sesuai dengan langgam atau idiom bahasa kita
sendiri, i.a. bahasa sasaran). Jika demikian, sudah seyogyanya apabila sebuah
kata diterjemahkan menjadi kata, kalimat diterjemahkan menjadi kalimat,
peribahasa menjadi peribahasa, dan slan g juga menjadi slang . Namun, pada
5
kenyataannya, kasus mengenai padanan lah yang umum ditemui dalam sebuah
penerjemahan.
Baker (1992) menyebutkan bahwa,
Most lang uages are lik ely to have equivalents for the more general verbs of speech such as say and speak, but many may not have equivalents for the specific on es. Langu ages understandably tend to mak e only those distinctions in meaning which are relevan t to their particular environment,
Dari pengertian tersebut bisa dipahami bahwa tidak semua unit linguistik dari
suatu bahasa mempunyai padanan dalam bahasa lainnya. Namun, dalam
penyelesaiannya, unit-unit tersebut tidak mungkin tidak dapat diterjemahkan.
Suatu istilah asing bisa dimunculkan dengan diberi keterangan, sebuah idiom
bisa dijelaskan dengan cara parafrase, begitu pula dengan slang . Seandainya
tidak ditemukan padanan slang yang tepat dalam bahasa sasaran, penerjemah
bisa saja mengubahnya dengan memunculkan konsep makna yang terkandung
saja dengan mengorbankan bentuk slang nya. Hal ini bisa dilakukan relevan
dengan peryataan Larson (dalam Riazi, 2002) bahwa yang berubah adalah
bentuk dan bukan pesan/makna.
Penelitian ini mengkaji mengenai tuturan bahasa slang yang terdapat
dalam novel P.S. I Love You karya Cecilia Ahern. Penulis mengambil novel
tersebut sebagai sumber data karena dalam rentang waktu tahun 2004-2009,
karya tersebut merupakan salah satu best seller baik dalam buku asli maupun
terjemahannya, bahkan telah dibuat major filmnya pada tahun 2008 dengan
bintang Hillary Swank dan Gerard Butler. Novel aslinya dibuat dengan latar
belakang tahun 2003/2004 dengan setting negara Irlandia, sedangkan
6
terjemahannya terbit di Indonesia pada tahun 2008. Dalam novel asli, penulis
menemukan banyak tuturan deklaratif yang mengandung slang , dan karena
setting novel itu adalah Irlandia, maka tuturan-tuturan slang tersebut juga
memuat budaya Irlandia di dalamnya.
Rentang waktu antara setting penulisan novel asli pada tahun 2004 dan
terjemahannya pada tahun 2008 juga menjadi persoalan yang perlu
diperhatikan, karena sifat dari slang sendiri adalah berubah-ubah menurut
perkembangan waktu. Fromkin (2003) menyatakan bahwa “on e generation’s
slang is ano ther generation’s standard vocabu lary”. Istilah pho ne dan TV
dulunya merupakan slan g dari telephone dan television, namun, dalam
perkembangannya, istilah-istilah tersebut menjadi kosakata umum yang
diketahui dan digunakan orang dari berbagai kalangan masyarakat. Maka, hal
yang perlu diperhatikan dalam meneliti kasus terjemahan tuturan slang dalam
penelitian ini adalah kapan dan dalam konteks apa slang digunakan, serta
siapa penuturnya.
Selain kesepadanan makna, kajian mengenai keberterimaan kandungan
bahasa informal juga dibahas dalam penelitian ini. Dikutip dari Kusmaul
(1995), terdapat pengertian slang yang diambil dari Collins Dictionary of the
English Language, yaitu, “slang refers to words or senses that are informal
and restricted in context, for example to members of a pa rticular social o r
cultural grou p. Slang words are inap prop riate in formal speech or writing.”
Dari pengertian tersebut, jelas bahwa dalam slang terkandung muatan bahasa
informal yang digunakan dalam kelompok atau komunitas tertentu. Oleh
7
karena itu, menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai kandungan bahasa
informal suatu tuturan bahasa asli dengan kandungan dan keberterimaannya
dalam bahasa sasaran.
Dalam penggunaannya, bahasa mengandung suatu pengertian. Jika
seseorang mengatakan sesuatu, dia mempunyai maksud dalam perkataannya
itu. Tidak akan menjadi masalah jika maksud yang terkandung adalah makna
literal, namun dalam beberapa kesempatan, orang akan menyampaikan
maksud ‘non-literal’ melalui perkataannya dan hal itu mungkin saja bisa
menyebabkan kesalahpahaman.
Dalam satu contoh kalimat pada novel P.S. I Love You , disimbolkan
sebagai berikut:
Contoh 1
BSu: Ciara eventua lly ag reed to leave the hou se when Holly’s usually calm
da d screamed at the top of his voice, and to everyone’s amazement,
‘Ciara, this is Holly’s bloody day, NOT YOURS! And you WILL go to
the wedding and enjoy yourself AND when Ho lly walk s downstairs you
WILL tell her how beautiful she looks and I don’t want hear a peep out
of you FOR THE REST OF THE DAY!’(10/CA 10)
Dalam ucapannya, sang ayah mengucapkan frasa ‘bloody da y’ yang jika
penerjemah tidak hati-hati dalam mengetahui maksudnya, akan terjadi
kesalahan pengalihan pesan yang sangat fatal. ‘bloody’ dalam Wojowasito
(1974) dikatakan sebagai “ks. berdarah; hendak menumpahkan darah”. Namun
dalam kalimat di atas, sang ayah menggunakan maksud slang ‘blood y’ yang
8
berupa kata sifat untuk menguatkan arti kata lain yang mengikutinya
(Everyday Eng lish and Slang in Ireland. Diakses 26 November 2008).
Dalam novel terjemahannya, penerjemah menerjemahkan kalimat
tersebut sebagai berikut:
BSa: Ciara akhirnya mau juga berangkat ke gereja setelah ayah Holly yang
biasanya tenang berteriak dengan suara menggeledak hingga
mengagetkan semua orang, Ciara, ini hari istime wa Holly, bukan
harimu! Dan kau harus pergi ke pernikahan dan menikmati hari ini, dan
bila nanti Holly berjalan menuruni tangga, kau harus mengatakan
padanya bahwa dia cantik, dan aku tidak mau mendengar rengekanmu
lagi sepanjang sisa hari ini! (10/MDC 20)
Penerjemah mengetahui bahwa kata ‘blood y’ dalam BSu di atas bukan
berarti ‘berdarah’ seperti makna literalnya, namun mengetahui bahwa kata
tersebut mengandung makna slang untuk menegaskan makna hari pernikahan
Holly yang dimaksud dan menerjemahkannya menjadi ‘hari istimewa Holly’.
Hal ini merupakan salah satu contoh cara yang dilakukan penerjemah untuk
memberikan kesepadanan makna dalam terjemahan ketika tidak ditemukan
makna dengan bentuk yang ekuivalen.
Contoh lain terdapat dalam kalimat berikut:
Contoh 2
BSu: ‘Fine then, I’ll turn off the bloody light’ (CA, p.8) BSa: “Baiklah, biar aku yang mematikan lampu sialan itu sekarang” (MDC,
p.17)
9
Penerjemah mengambil keputusan untuk menerjemahkan kata ‘bloody’
menjadi ‘sialan’. Bisa dilihat bahwa dalam konteks yang berbeda, dalam
kalimat ini kata ‘blood y’ sebagai slang mewakili makna yang berbeda pula.
Sudah bisa dipastikan bahwa masalah pasti akan muncul ketika seorang
penerjemah berhadapan dengan bahasa slang . Selain konteks situasi dan latar
belakang budaya bahasa sumber, penerjemah juga harus berhati-hati dalam
memutuskan apakah tepat menerjemahkan ‘bloody da y’ menjadi ‘hari
istimewa’ ataupun ‘blood y light’ menjadi ‘lampu sialan’.
Dalam dua contoh kasus di atas, kandungan bahasa informal dalam
tuturan terlihat melalui penggunaan istilah ‘bloody’. Dalam terjemahannya,
penerjemah memberikan kesan kandungan bahasa informal melalui penanda
istilah sialan dalam kasus kedua dan meskipun tidak ditemukan penanda
dalam bentuk tuturan, terjemahan kasus yang pertama mengandung gaya
bahasa informal tersebut dalam intonasi baca dan kesan makna di dalamnya.
Uraian di atas melandasi penyusunan tesis ini bahwa masalah
penerjemahan tuturan slang perlu untuk dikaji lebih lanjut karena bahasa dan
budaya yang melatarbelakanginya lah yang menjadi ladang yang perlu diolah
oleh seorang penerjemah. Dalam penelitian ini, dibahas pula mengenai teknik
apa saja yang digunakan penerjemah untuk menerjemahkan berbagai tuturan
slang yang ditemukan dan juga tinjauan kualitas terjemahan dari aspek
kesepadanan makna dan keberterimaan bahasa informal oleh pembaca dan
para responden yang berkompeten dalam bidang bahasa dan penerjemahan.
10
B. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dikaji dalam tesis ini akan dipaparkan sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah bentuk tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S.
I Love You karya Ceceilia Ahern dan terjemahannya dalam novel
dengan judul yang sama oleh Monica Dwi Chresnayani?
2. Apa saja teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah
dalam menerjemahkan tuturan slang yang terdapat dalam novel
P.S. I Love You karya Cecilia Ahern?
3. Bagaimanakah kesepadanan dan keberterimaan makna serta
keberterimaan bahasa informal terjemahan tuturan slang dalam
novel P.S. I Love You dalam bahasa sasaran?
C. Tujuan Pene litian
Sesuai dengan rumusan masalah yang dipaparkan di atas, penulis
memiliki tujuan untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang:
1. Bentuk tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You
karya Cecilia Ahern dan terjemahannya dalam novel dengan judul
yang sama oleh Monica Dwi Chresnayani.
2. Teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam
menerjemahkan tuturan slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love
You karya Cecilia Ahern.
11
3. Kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaan bahasa
informal teks terjemahan tuturan slan g yang terdapat dalam novel
P.S. I Love You dalam bahasa sasaran.
D. Manfaat Penelitian
Secara teoritis, manfaat penelitian yang bisa diperoleh dari penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pengertian dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai
teknik penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam
menerjemahkan suatu satuan terjemahan
2. Memberikan pengertian dan pemahaman mengenai kualitas terjemahan
yang dilihat dari segi kesepadanan dan keberterimaan makna serta
keberterimaan gaya bahasa yang digunakan.
3. Memberikan pengertian dan pemahaman mengenai kasus yang terjadi
dalam proses penerjemahan yang dihadapi oleh penerjemah, khususnya
tentang penerjemahan tuturan slang.
Secara praktis, penelitian ini bisa diharapkan untuk bisa membantu
memberikan pedoman bagi para peneliti lain di bidang penerjemahan pada
khususnya yang ingin melakukan penelitian kualitas teks terjemahan bahasa
Inggris ke dalam bahasa Indonesia yang ditinjau dari aspek ketepatan dan
keberterimaan makna.
12
BAB II
KAJIAN TEORI DAN KERANGKA PIKIR
A. Kajian Te ori
Pada bab ini, penulis mendeskripsikan teori-teori yang digunakan sebagai
landasan dalam melakukan penelitian ini serta kerangka pikir yang digunakan
oleh peneliti. Teori-teori yang relevan dibagi dalam 4 sub teori yang masing-
masing memiliki sub-sub teorinya sendiri-sendiri. Keempat sub teori tersebut
adalah (1) penerjemahan, (2) makna dalam penerjemahan, (3) style dan (3) slang .
Sub teori yang pertama meliputi (a) definisi penerjemahan, (b) proses
penerjemahan, (c) metode penerjemahan, (d) teknik penerjemahan, dan (e)
kualitas terjemahan. Sub teori yang kedua meliputi (a) definisi makna dalam
penerjemahan, (b) jenis makna dalam penerjemahan, dan (c) kesepadanan makna
dalam penerjemahan. Pada sub teori yang ketiga terdapat penjelasan mengenai
makna style dan penggunaannya dalam gaya berbahasa. Dalam sub teori yang
keempat diberikan penjelasan mengenai (a) definisi slang, dan (b) tuturan slang
sebagai ciri suatu budaya.
1. Pe ne rje mahan
a. Definisi Pene rje mahan
Menurut Larson (dalam Simatupang, 2000), menerjemahkan pada
dasarnya adalah mengubah suatu bentuk menjadi bentuk lain. Dalam hal ini,
‘bentuk’ yang kita hadapi adalah bahasa, baik yang berwujud verbal ataupun
13
non verbal. Fokus penelitian dalam tesis ini adalah mengkaji terjemahan
tuturan slan g bahasa Inggris dalam bahasa Indonesia. Definisi lain
diungkapkan oleh Nida dan Taber (dalam Widyamartaya, 1989), bahwa
translation consists in reproducing in the receptor languag e the closest
na tural equivalent of the source language message, first in terms of meaning
an d secondly in terms of style.
Dari definisi di atas terlihat bahwa dalam menerjemahkan suatu teks dari
BSu ke BSa, masalah pilihan kata yang tepat dan sepadan menjadi hal pertama
yang harus dihadapi seorang penerjemah sebelum mempermasalahkan
bentuknya. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata
untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau
pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau
pembicara (Keraf, 2006: 87). Masalah ini pada umumnya dihadapi oleh
seorang penulis ataupun pembicara dalam menghasilkan suatu teks. Namun,
dalam suatu kasus penerjemahan, menjadi tugas penerjemah juga untuk
menemukan pilihan kata yang tepat sehingga gagasan yang dimaksudkan oleh
penulis ataupun pembicara bisa tepat dirasakan oleh pembaca ataupun
pendengar teks terjemahan.
Jika ada yang harus dipertahankan dalam menerjemahkan suatu bahasa ke
dalam bahasa lain adalah makna atau pesan yang terkandung dalam bahasa
tersebut. Hal ini selaras dengan pendapat Larson (dalam Riazi, 2002) yang
mengatakan bahwa “naturally and supposedly, what chang es is the fo rm and
the code an d wha t should remain uncha nged is the meaning an d the
14
message”. Diperkuat oleh House (2001), “Translation is essentially an
operation in which the meaning of lingu istic units is to be kept equivalent
across languages,”, dijelaskan bahwa makna yang terkandung dalam suatu
bentuk yang diterjemahkan (suatu unit linguistik) harus diberikan secara
ekuivalen/sepadan dalam setiap terjemahannya dalam bahasa apapun.
Terkait dengan penjelasan mengenai ketepatan pilihan kata yang
diterjemahkan di atas, Widyamartaya (1989) menambahkan bahwa ekuivalen
haruslah natural (wajar, sesuai dengan langgam atau idiom bahasa kita
sendiri). Seperti halnya sebuah karya dari seorang penulis asli, sebuah novel
terjemahan pun haruslah terasa wajar ketika dibaca oleh pembaca bahasa
sasaran.
b. Proses Penerje mahan
Dikutip dari Merriam-Webster’s Dictionary AND Thesaurus
(2006:1093), “trans·la·tion \trans- la-shәn\ n 1 ♦ : an act, process, or instance
of translating “, dan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994:1047)
tertulis, “pe.ner.je.mah.an n proses, perbuatan, cara menerjemahkan;
pengalihbahasaan”. Dari pengertian-pengertian leksikal tersebut, dapat
ditarik kesimpulan bahwa dalam penerjemahan memang terjadi suatu proses
menerjemahkan.
Sebelum melakukan kegiatan menerjemahkan, seorang penerjemah
sebaiknya menentukan terlebih dahulu pendekatan apakah yang akan dia
gunakan dalam proses tersebut. Ada 2 macam pendekatan penerjemahan
15
yang bisa digunakan oleh seorang penerjemah. Pertama, dia bisa
menggunakan pendekatan top -down dengan membaca keseluruhan teks
terlebih dulu dua atau tiga kali, menemukan konteks, register dan kemudian
mulai menerjemahkan setelah pola teks terlihat. Penerjemah juga bisa
menggunakan pendekatan bottom-up dengan mulai menerjemahkan setiap
tran slation unit dari konteks yang terkecil (micro) kemudian ke macro teks.
Selanjutnya, secara umum, Nababan (2008) menyebutkan bahwa proses
yang terjadi dalam sebuah penerjemahan berlangsung dalam tiga tahap,
yaitu (1) analisis, (2) pengalihan pesan, dan (3) restrukturisasi
1) Analisis
Dalam tahap ini, penerjemah mengenali dan menganalisa teks
bahasa sumber dengan segala unsur linguistiknya. Termasuk di dalamnya,
penerjemah akan melakukan analisa teks pada tataran kalimat, klausa,
frasa, dan kata. Penerjemah juga melakukan analisis makna dalam rangka
mencari padanan makna suatu unit bahasa dalam bahasa sumber ke dalam
bahasa sasaran dan bagaimana padanan gramatikalnya.
2) Pengalihan/transfer
Proses pengalihan ini berlangsung dalam pikiran seorang
penerjemah, dan bila perlu dia bisa menuliskannya sebagai rincian
kegiatan transfer yang dilakukan. Di sini seorang penerjemah akan
berusaha untuk menangkap pesan sebenarnya dalam teks bahasa sumber
dengan tidak terpancang pada struktur linguistik bahasa sumbernya.
16
3) Restrukturisasi
Kegiatan yang dilakukan penerjemah pada tahap ini adalah
menyusun kembali pokok-pokok pikiran dan analisis yang telah didapat
dari tahapan sebelumnya. Nababan memberikan istilah `penyelarasan
untuk tahap restrukturisasi ini. Istilah tersebut digunakan karena dalam
tahap ini, penerjemah berusaha untuk mengolah terjemahan agar menjadi
selaras dalam bahasa sasaran dan tentu saja bagi pembaca ataupun
pendengar terjemahan. Ditambahkan dalam penjelasannya, penerjemah
perlu memiliki pengetahuan mengenai untuk siapa, dan dengan tujuan apa
suatu terjemahan itu dibuat. Dengan begitu, dalam tahap restrukturisasi ini,
proses penyelarasan akan lebih berjalan dengan lancar karena dengan
mengetahui hal-hal tersebut, niscaya terjemahan yang dihasilkan juga akan
selaras dengan yang diharapkan. Hoed (1999) menambahkan bahwa dalam
tahapan ini, penerjemah bisa menentukan ideologi apa yang akan dia
gunakan. Bila ia cenderung memilih untuk menggunakan pola gramatikal
ataupun menggunakan padanan makna sedekat mungkin dengan bahasa
sasaran maka ia menggunakan ideologi do mestication . Jika penerjemah
memilih untuk mempertahankan sebanyak mungkin ciri kebahasaan dan
budaya bahasa sumber dalam suatu teks maka ia cenderung menggunakan
ideologi foreignization.
17
c. Metode Pe ne rjemahan
Menurut Newmark (1988) dalam Hoed (2006), metode adalah prinsip
yang mendasari cara kita menerjemahkan yang sudah barang tentu bermuara
pada bentuk (jenis) terjemahannya. Dalam kaitan ini, metode dibedakan
menjadi (1) yang berorientasi kepada Bsu dan (2) yang berorientasi kepada
Bsa. Seorang penerjemah dalam menerjemahkan harus memperhatikan siapa
pembacanya dan untuk keperluan apa terjemahan itu, sehingga dia bisa
menentukan metode apa yang akan digunakan dalam menerjemahkan teks
tersebut. Pemilihan metode ini mempengaruhi keseluruhan teks yang
diterjemahkan.
Newmark (1988) mengemukakan delapan "metode" penerjemahan yang
didasari oleh "tujuan" di samping pertimbangan "untuk siapa" penerjemahan
dilakukan. Empat dari kedelapan metode itu berorientasi pada "bahasa
sumber", empat lainnya berorientasi pada "bahasa sasaran". Selanjutnya,
Newmark menggambarkan kedelapan metode penerjemahan itu dalam suatu
diagram yang disebutnya diagram-V.
Diagram 1. Metode Penerjemahan Newmark (1988)
SL emphasis TL emphasis Word-for-word translation Adaptation Literal translation Free translation Faithful translation Idiomatic translation Semantic translation Communicative translation
18
Senada dengan Newmark, Molina dan Albir (2002) juga memberikan
deskripsi yang menjelaskan mengenai peran dan kedudukan metode dalam
penerjemahan sebagai berikut, translation method refers to the way a
pa rticular translation process is carried out in terms of the tran slator’s
ob jective, i.e., a globa l option that a ffects the who le text.
Dari pengertian di atas, bisa dipahami bahwa peran suatu metode dalam
proses penerjemahan adalah cara yang dipilih oleh penerejemah berkaitan
dengan tujuan menerjemahkan suatu teks yang tentu saja berpengaruh pada
keseluruhan teks dalam konteks makro. Sebagai contoh, jika seorang
penerjemah berorientasi pada bahasa sumber, maka sebisa mungkin wujud
terjemahan ( pada tataran makro) akan cenderung banyak mengandung istilah
ataupun bentuk bahasa sumber dalam unit linguistik-nya (tataran mikro)
tanpa banyak diubah menjadi padanannya (walaupun ada) dalam bahasa
sasaran.
d. Teknik Pe ne rje mahan
Pada pembahasan di atas, mengenai metode penerjemahan, disebutkan
bahwa dalam lingkup makro suatu teks, seorang penerjemah menggunakan
metode tertentu dalam proses penerjemahan. Metode apa yang digunakan
oleh seorang penerjemah akan mengarah pada langkah yang digunakannya
ketika menemui hambatan dalam penerjemahan, yaitu strategi.
Pada penelitian ini, akan dianalisa lingkup mikro suatu teks terjemahan
yang digunakan dalam mengidentifikasi teknik yang digunakan penerjemah
19
sebagai realisasi dari strategi yang digunakan dalam menerjemahkan satuan
lingual tuturan slan g dalam novel P.S. I Love You . Molina dan Albir (2002)
menyebutkan kegunaan teknik penerjemahan sebagai “... to describe the
actual steps tak en by the translators in each textual micro-unit and obtain
clear data abou t the general methodo logical option chosen.”
Mereka juga memberikan lima karakteristik dasar teknik penerjemahan.
1) They affect the resu lt of the translation 2) They are classified by compa rison with the original 3) They affect micro units of text 4) They are by nature discursive and contextual 5) They are functiona l
Molina dan Albir (2002) juga merumuskan teknik sebagai prosedur
untuk menganalisa dan mengklasifikasikan masalah kesepadanan dalam
penerjemahan. Hal ini juga yang digunakan sebagai dasar penelitian ini,
selain mengidentifikasi teknik, untuk menganalisa ketepatan dan
keberterimaan makna sebagai hasil dari teknik penerjemahan yang
digunakan.
Selanjutnya, Molina dan Albir memberikan 18 klasifikasi teknik yang
bisa digunakan oleh seorang penerjemah. Berikut diberikan penjelasan
mengenai kedelapan belas teknik tersebut.
1) Adaptasi (Adaptation )
Teknik ini bertujuan untuk mengganti unsur budaya pada Bsu ke dalam
budaya Bsa.
Bsu : How’s John?
Bsa : Bagaimana kabar Joko?
20
2) Amplifikasi (Amplification )
Cara yang digunakan dalam teknik ini adalah mengungkapkan detail
pesan secara eksplisit atau memparafrasekan suatu informasi yang
implisit dari Bsu ke dalam Bsa.
Bsu : There were some Texan attending the conference.
Bsa : Beberapa penduduk negara bagian Texas ikut menghadiri
konferensi itu.
3) Borrowing
Borrowing adalah teknik penerjemahan yang memungkinkan
penerjemah meminjam kata atau ungkapan dari Bsu , baik sebagai
peminjaman murni (pure borrowing) ataupun peminjaman yang sudah
dinaturalisasikan (na turalized borrowing ) baik dalam bentuk morfologi
ataupun pengucapan yang disesuaikan dalam Bsa
a. Pure Borrowing
Bsu : hydrangea
Bsa : hydrangea
b. Naturalized Borrowing
Bsu : Polyjuice1
Bsa : P olijus2
1 Istilah yang dipakai dalam novel anak Harry Potter and The Chamber of Secret sebagai nama ramuan ajaib yang bisa merubah penampilan seseorang menjadi orang lain untuk jangka waktu tertentu 2 dan terjemahannya dalam Harry Potter dan Kamar Rahasia
21
4) Calque
Teknik ini merujuk pada penerjemahan secara literal, baik kata maupun
frasa dari Bsu ke dalam Bsa.
Bsu : Primary Scho ol
Bsa : Sekolah Dasar
5) Compensation
Melalui teknik ini, penerjemah memperkenalkan unsur-unsur pesan atau
informasi teks Bsu yang mengandung unsur stilistika ke dalam teks Bsa.
Bsu : Enter, stranger, but tak e heed
Of what awaits the sin of greed3
Bsa : Masuklah, orang asing, tetapi berhati-hatilah
Terhadap dosa yang harus ditanggung orang serakah4
6) Description
Teknik ini diterapkan untuk mengganti sebuah istilah atau ungkapan
dengan deskripsi baik dalam bentuk maupun fungsinya.
Bsu : San dra, mix me up the usual
Bsa : Sandra, buatkan aku pewarna rambut yang biasa
7) Discursive Creation
Teknik ini dimaksudkan untuk menampilkan kesepadanan sementara
yang tidak terduga atau keluar konteks. Teknik ini biasa dipakai untuk
menerjemahkan judul buku atau judul film.
3 Kata-kata yang terpahat pada pintu Gringotts (Bank Penyihir) – diambil dari buku cerita anak Harry Potter and The Sorcerer’s Stone, p.72 4 dan terjemahannya pada novel Harry Potter dan Batu Bertuah, p.93
22
Bsu : And Then There Were None5
Bsa : Sepuluh Orang Negro6
8) Establihed Equivalent
Dalam menggunakan teknik ini, penerjemah akan lebih cenderung
untuk menggunakan istilah atau ekspresi yang sudah dikenal baik dalam
kamus atau penggunaan bahasa sehari-hari dari Bsa.
Bsu : Great Britain
Bsa : Britania Raya
9) Generalization
Penerapan teknik ini dalam penerjemahan adalah merubah istilah asing
yang bersifat khusus menjadi istilah yang lebih dikenal umum dan netral
dalam Bsa.
Bsu : chalet7
Bsa : pondok peristirahatan
10) Ling uistic Amplification
Teknik ini digunakan untuk menambah unsur-unsur linguistik dalam
teks Bsa agar lebih sesuai dengan kaidah Bsa. Teknik ini biasa
digunakan dalam consecutive interpreting atau dub bing (sulih suara).
Bsu : ‘Shall we?’
Bsa : ‘Bisa kita berangkat sekarang?’
5 Salah satu judul seri novel misteri karya Agatha Christie 6 dan judul novel terjemahannya di Indonesia 7 Mempunyai arti khusus sebagai istilah untuk menyebut villa yang terletak di daerah pegunungan Swedia
23
11) Ling uistic Compression
Linguistic Compression merupakan teknik penerjemahan yang
dilakukan dengan cara mensintesa unsur-unsur linguistik dalam teks Bsa
yang biasanya diterapkan oleh penerjemah dalam pengalihbahasaan
secara simultan (simultaneous interpreting ) atau dalam penerjemahan
teks film (subtitling )
Bsu : ‘I wan t you to und erstand’
Bsa : ‘Pahamilah’
12) Literal Translation
Ketika menggunakan teknik ini, penerjemah akan menerjemahkan
sebuah kata atau ekspresi secara kata per kata.
Bsu : Ministry of Mag ic
Bsa : Departemen Sihir
13) Mod ulation
Dalam teknik ini, penerjemah mengubah sudut pandang, fokus, atau
kategori kognitif dalam kaitannya dengan Bsu.
Bsu : Hagrid’s record is againts h im
Bsa : Catatan tentang Hagrid sama sekali tidak mendukungnya.
14) Particularization
Teknik ini merupakan kebalikan dari generalization. Penerjemah akan
menggunakan istilah yang lebih konkrit atau jelas dalam Bsa bila dalam
Bsu hanya diberikan istilah umumnya saja.
24
Bsu : He calls the chief to check the engine.
Bsa : Dia memanggil kepala montir untuk memeriksa mesin.
15) Reduction
Teknik ini berfokus pada pemadatan teks dari Bsu ke dalam Bsa. Teknik
ini biasa disebut sebagai kebalikan dari amplification.
Bsu : Ramadan-the month of fasting for Moslem
Bsa : Ramadan
16) Substitution
Teknik ini dilakukan dengan cara mengubah unsur-unsur linguistik ke
dalam paralinguistik atau sebaliknya. Teknik ini biasa digunakan dalam
pengalihbahasaan.
Bsu (paralinguistik) : The both Japanese bows each other
Bsa : Kedua orang Jepang itu saling memberikan salam
17) Transposition
Dalam teknik ini, penerjemah mengubah kategori grammatikal Bsu ke
dalam Bsa yang dianggap lebih sesuai.
Bsu : Would you like to come in or are you just passing through?
Bsa : Kau mau masuk sebentar?
18) Variation
Cara yang digunakan oleh penerjemah dalam teknik ini adalah
mengubah unsur-unsur linguistik dan paralinguistik yang
mempengaruhi variasi linguistik, perubahan ton secara tekstual, gaya
25
bahasa, dialek sosial, dan juga dialek geografis. Teknik ini biasa
ditemukan dalam penerjemahan teks drama.
Bsu : `Hi, Love`
Bsa : `Halo, Say
Tabel 1. Klasifikasi Teknik Penerjemahan oleh Molina dan Albir (2002)
Adaptation How’s Joe? → Bagaimana kabar Joko? Amplification There were some Texan attending the
conference. → Beberapa penduduk negara bagian Texas ikut menghadiri konferensi itu.
Borrowing Hydrangea → hydrangea, Polyjuice → Polijus Calque Primary School → Sekolah Dasar Compensation Enter, stranger, but take heed
Of what awaits the sin of greed Masuklah, orang asing, tetapi berhati-hatilah T erhadap dosa yang harus ditanggung orang serakah
Description Sandra, mix me up the usual → Sandra, buatkan aku pewarna rambut yang biasa
Discursive creation And Then There Were None → Sepuluh Anak Negro
Established equivalent Great Britain → Britania Raya Generalization Chalet → pondok peristirahatan Linguistic amplification ‘Shall we?’→ ‘Bisa kita berangkat sekarang?’ Linguistic compression I want you to understand → Pahamilah Literal translation Ministry of Magic → Departemen Sihir Modulation Hagrid’s record is againts him → Catatan
tentang Hagrid sama sekali tidak mendukungnya
Particularization He calls the chief to check the engine → Dia memanggil kepala montir untuk memeriksa mesin.
Reduction the month of fasting for Moslem → Ramadan Substitution The both Japanese bows each other → Kedua
orang Jepang itu saling memberikan salam Transposition Kau mau masuk sebentar? → Would you like to
come in or are you just passing through? Variation Hi, Love → Halo, Say
Dalam penelitian ini, tabel 1 diatas digunakan sebagai pedoman
dalam menanalisa teknik penerjemahan yang muncul dan digunakan
26
sebagai wujud strategi menghadapi masalah penerjemahan tuturan slang
dalam novel P.S. I Love You.
e. Kualitas Terjemahan
Pada akhirnya, suatu terjemahan harus memenuhi syarat ketepatan,
keberterimaan dan keterbacaan untuk menjadi terjemahan yang baik dan
berkualitas. Berikut diberikan penjelasan singkat mengenai masing-masing
aspek kualitas yang dimaksud.
1) Kesepadanan Teks Terjemahaan
Kesepadanan terjemahan diartikan sebagai ketepatan pengalihan
pesan asli dalam bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran. Terjemahan
harus akurat dalam hal makna untuk bisa disebut terjemahan
berkualitas. Selain ketepatan pemilihan padanan, keakuratan makna
bisa dilihat dari aspek linguistik, semantik, dan pragmatik (Machali,
2000); ketepatan gramatikal, kesepadanan makna dan konteks dari
suatu teks.
2) Keberterimaan Teks Terjemahaan
Aspek keberterimaan berkaitan erat dengan norma, aturan, atau
kebiasaan dalam suatu budaya. Kussmaul (1995) menyatakan bahwa
‘the influence of situa tion and culture on what we say or write may
sometimes be so strong tha t they determine the form of texts’. Dalam
suatu teks bahasa sumber terkandung aspek sosial dan budaya asli
27
yang seringkali berbeda dengan dengan aspek sosial dan budaya yang
dimiliki bahasa sasaran.
Suatu kebiasaan dalam suatu budaya belum tentu bisa diterima dalam
kebudayaan lain. Bahkan, kebiasaan atau norma yang berlaku dalam suatu
kelompok atau komunitas pun belum tentu bisa diberlakukan ke dalam
kelompok atau komunitas lain. Hal ini memberikan landasan bagi
penerjemah untuk memperhatikan aspek keberterimaan suatu pilihan unit
bahasa yang akan diberikan sebagai padanan dalam bahasa sasaran.
Pernyataan tersebut sesuai dengan Newmark (1981) bahwa
he (a translator) cannot reject any item as grammatically or lexically unacceptable or corrigible, but he still has to asses the degree of its acceptab ility/corrigibility before deciding whether or not to normalize it.
Dari pernyataan Newmark tersebut, jelas bahwa penerjemah tidak bisa
hanya melihat keberterimaan dari segi gramatikal atau makna namun juga
dari derajat keberterimaan dalam konteks sebelum menentukan pilihan
untuk menggunakan suatu padanan tertentu sebagai terjemahan.
3) Keterbacaan Teks Terjemahan
Keterbacaan atau readability menunjuk pada derajat kemudahan
sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya (Sakri dalam Nababan,
1999). Keterlibatan pembaca dalam hal ini juga sama pentingnya
seperti keterlibatannya dalam keberterimaan suatu teks karena
bagaimanapun juga adanya suatu teks terjemahan (dalam penelitian ini
pada khususnya) adalah untuk dibaca.
28
Tingkat keterbacaan suatu teks ditentukan oleh beberapa faktor.
Richards et al (dalam Nababan, 1999) menyebutkan beberapa
diantaranya seperti (a) panjang rata-rata kalimat, (b) jumlah kata baru,
dan (c) kompleksitas bahasa yang digunakan.
Sebagai faktor pendukung dari kualitas suatu terjemahan adalah kualitas
seorang penerjemah itu sendiri sebagai ‘tran slation maker’. Secara umum, Riazi
(2002) memberikan penjelasan bahwa translators shou ld meet three requirements,
namely: 1) familiarity with the source languag e, 2) familiarity with the target
lang ua ge, and 3 ) familiarity with the subject matter.
Kemampuan (baik secara gramatikal ataupun budaya) menguasai kedua
bahasa (sumber dan sasaran) merupakan mutlak dimiliki oleh seorang
penerjemah. Apa jadinya sebuah penerjemahan jika dilakukan oleh seorang yang
meskipun menguasai bahasa sasaran dengan baik, namun hanya setengah
memiliki kemampuan bahasa sumber (sekedar bisa). Selain secara gramatikal
sangatlah tidak mendukung, secara makna pun akan dipertanyakan ketepatannya.
Jadi, kemampuan menguasai kedua bahasa secara (mendekati) sempurna
merupakan modal pertama yang harus dimiliki penerjemah. Modal umum yang
berikutnya adalah kemampuan menguasai bidang yang menjadi obyek
penerjemahan (subject matter competence). Penerjemah harus menguasai bidang
yang akan diterjemahkan, karena hal ini akan berpengaruh pada pemilihan strategi
yang digunakan untuk memecahkan masalah yang timbul, khususnya penggunaan
istilah asing ataupun ragam budaya yang terkandung dalam teks asli. Dengan
29
memiliki subject matter competence, penerejemah bisa, sebagai contohnya,
menggunakan kamus dan buku-buku referensi yang bisa mendukung proses
penerjemahan yang dilakukan. Jika hal-hal tersebut sudah dikuasai, penting bagi
penerjemah untuk mempertahankan dan terus mengembangkan kemampuannya
tersebut agar terjemahan yang dihasilkan juga tetap berkualitas.
Penelitian ini hanya mengkaji mengenai kesepadanan dan keberterimaan
makna serta keberterimaan bahasa informal terjemahan slang sebagai objek
penelitian. Kajian penelitian ini berfokus pada teknik penerjemahan yang
digunakan penerjemah serta kesepadanan dan keberterimaan makna serta
keberterimaan bahasa informal tuturan slang Irlandia ke dalam terjemahannya
dalam bahasa Indonesia. Aspek keterbacaan tidak dibicarakan dalam usulan tesis
ini karena tinjauan yang dilakukan hanyalah pada unit linguistik mikro dalam
suatu teks.
2. Makna dalam Pe ne rjemahan
a. Definisi Makna dalam Pe ne rjemahan
Dalam penelitian ini, kesepadanan makna merupakan hal penting yang
menjadi dasar analisis data. Dikatakan demikian karena nantinya analisa
yang dilakukan bukan hanya bagaimana seorang penerjemah mengalihkan
makna suatu kata atau kalimat, namun meluas pada pengalihan pesan dalam
makna tersebut. Oleh karena itu, penulis akan memberikan pengertian
makna terlebih dahulu dan kesepadanan makna pada poin yang berikutnya.
Makna diartikan sebagai,
30
“1. maksud pembicara; 2. pengaruh satuan bahasa dalam pemahaman persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia; 3. hubungan, dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa dan alam di luar bahasa, atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjuknya; 4. cara menggunakan lambang-lambang bahasa.” (Kridalaksana: 2008). Setiap satuan komunikasi yang dilakukan melalui media apapun pasti
mengandung suatu makna. Nida dan Taber (1982) menyebutkan bahwa
sebuah kata bisa mempunyai beberapa arti dan kata-kata yang berbeda bisa
memiliki keterkaitan makna dalam suatu satuan komponen makna tertentu.
Satuan komponen makna yang dimaksud adalah komponen umum
(common components), komponen diagnostis (diagnostic components), dan
komponen tambahan (supplementary components). Nida dan Taber (1982)
menyebutkan bahwa komponen umum atau common components merupakan
“those which are shared by all the meanings of a word”. Sebagai
contohnya, makna yang berbeda dari kata field dalam They had the flag
ceremony in the field , The farmers p lant their seed in the northern field, dan
The warrior died gracefully in a ba ttle field mempunyai komponen umum
yang sama yaitu an area.
Komponen diagnostis mempunyai pengertian sebagai “komponen
makna yang gunanya memisahkan satu makna dari makna yang lain, baik
makna-makna itu kepunyaan satu kata atau beberapa kata.” (Kridalaksana:
2008). Sepadan dengan pengertian di atas, Nida dan Taber (1982) juga
mengungkapkan bahwa komponen ini membedakan makna satu dengan
31
yang lainnya. Dalam contoh di atas, masing-masing makna dibedakan oleh
komponen flag ceremony, farm, dan war.
Nida dan Taber (1982) menjelaskan bahwa komponen ini memberikan
kesan terhadap suatu makna secara fleksibel tanpa merubah makna yang
ada. Dalam kamusnya, Kridalaksana (2008) menunjukan komponen
tambahan sebagai “komponen makna yang khusus mewakili makna suatu
unsur tetapi yang tidak bertujuan memisahkannya dari makna lain”. Makna
kata hit dalam Harry hit Bob mengandung komponen kesan intentiona lity
bahwa hal itu dilakukan dengan sengaja, sedangkan dalam The ba ll hit Bob
tidak akan ditemukan kesan bahwa ‘Bola itu mengenai Bob dengan sengaja’.
Komponen intentionality inilah yang dimaksud dengan komponen tambahan
dalam makna.
b. Jenis Makna dalam Pe ne rjemahan
Selanjutnya akan dijelaskan pula mengenai jenis-jenis makna yang
harus dikenali oleh seorang penerjemah sebelum dan selama melakukan
proses penerjemahan. Nababan (1999) dalam bukunya merumuskan 5 jenis
makna yang terkait dalam penerjemahan.
1. Makna Leksikal
Kridalaksana (2008) menjelaskan bahwa makna leksikal adalah makna
unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa dan lain-lain.
Sebagai contohnya, kata-kata run, up , ag ainst mempunyai makna
leksikal ‘berlari’, ‘keatas’, dan ‘bertentangan’ (Wojowasito, 1974).
32
Biasa juga disebut sebagai makna kata yang tercantum dalam kamus.
Dengan kata lain makna ini merupakan makna yang lepas dari
penggunaan maupun konteksnya.
2. Makna Gramatikal
Makna gramatikal ditemukan dalam hubungan antara unsur- unsur
bahasa dalam satuan-satuan yang lebih besar, misalnya hubungan
antara satu kata dengan kata lain dalam frase atau klausa
(Kridalaksana, 2008). Makna kata pa rk adalah ‘taman’ jika posisinya
dalam kalimat adalah sebagai objek, seperti dalam contoh We walk ed
through the park . Sementara itu, jika kata pa rk menempati posisi
predikat kalimat seperti dalam We park the car, maka makna yang
ditemukan adalah ‘memarkir’.
3. Makna Kontekstual atau Situasional
Sesuai dengan istilah yang dipakai, makna ini terhubung erat dengan
konteks atau situasi penggunaan suatu kata baik saat berdiri sendiri
maupun dalam kalimat. Kridalaksana (2008) mendefinisikan makna ini
sebagai “hubungan antara ujaran dan situasi di mana ujaran itu
dipakai”. Ujaran Great tidak selalu bermakna ‘bagus’ atau ‘hebat’,
namun ujaran ini juga bisa berarti ‘keluhan’ ketika diucapkan oleh
seorang siswa yang mendapatkan tugas tambahan dari gurunya.
Penerjemah harus mengenali betul konteks dan situasi sebuah kata
berada.
33
4. Makna Tekstual
Makna ini akan ditentukan oleh register sebuah teks. Seperti halnya
konteks maupun situasi, isi atau tema dari suatu teks juga berperan
penting dalam menentukan makna sebuah kata. Contoh sederhananya
bisa dilihat sebagai berikut.
Left click on table and choose Table Autoformat. Move the cursor
up or down to choose the table style you want.
Dalam teks di atas, ‘table’ merupakan istilah dalam program komputer.
5. Makna Sosiokultural
Makna sosiokultural adalah makna yang berkaitan dengan keadaan
sosial budaya masyarakat pengguna bahasa. Makna ini bisa muncul
dari suatu istilah budaya bahasa sumber yang mungkin ada
padanannya ataupu tidak dalam bahasa sasaran. Seorang penerjemah
harus sangat berhati-hati dalam menerjemahkan istilah-istilah seperti
bitch, damn , karena tidak selamanya kata-kata tersebut mengandung
makna negatif. Dalam suatu komunitas pengguna bahasa Inggris di
Irlandia, ujaran Where’s your bitch? adalah biasa dilontarkan antar
teman sebaya untuk merujuk pada ‘Dimana pacarmu (perempuan)?’.
Dari uraian di atas, bisa disimpulkan bahwa perbedaan makna sebuah
kata atau kalimat disebabkan perbedaan struktur posisi gramatikal, konteks
kalimat, dan juga register. Teks kedokteran menggunakan bahasa
kedokteran, teks hukum menggunakan bahasa hukum, dan sebagainya
(Hatim dan Mason, 1997).
34
c. Kesepadanan Makna dalam Penerje mahan
Kesepadanan makna merupakan masalah umum yang ada dalam
penerjemahan. Tidak ada dua bahasa yang memiliki padanan makna yang
sama persis untuk setiap unit bahasanya. Seorang penerjemah akan
dihadapkan pada situasi yang mengharuskannya memiliki kemampuan
menganalisa suatu teks bahasa sumber dan mengalihkan pesan dan
mencari padanan yang paling dekat dalam bahasa sumber. Berikut jenis
padanan dalam terdapat dalam suatu teks seperti yang diungkapkan oleh
Baker (1992)
1) Padanan pada Tataran Kata
Sebagai unit terkecil dari bahasa yang mempunyai makna, kata
merupakan titik awal kajian dalam rangka memahami keseluruhan makna
dalam suatu teks bahasa sumber. Baker menjelaskan ketaksepadanan
makna pada tataran kata menjadi 11 jenis, yaitu (a) konsep khusus, (b)
konsep BSu tidak tersedia dalam BSa, (c) konsep BSu yang sangat
kompleks secara semantik, (d) perbedaan persepsi BSu dan BSa terhadap
suatu konsep, (e) BSa tidak mempunyai unsur atasan, (f) BSa tidak
mempunyai unsur bawahan atau hiponim, (g) perbedaan persepsi BSu dan
BSa terhadap konsep interpersonal dan fisik, (h) perbedaan dalam hal
makna ekspresif, (i) perbedaan bentuk kata, (j) perbedaan dalam hal
tujuan, dan (k) perbedaan tingkat penggunaan bentuk-bentuk tertentu.
35
2) Padanan di atas Tataran Kata
Yang dimaksud dengan tataran di atas kata adalah frasa, kalimat,
dan paragraf. Suatu kata mempunyai kecenderungan untuk berkolokasi
dengan kata lain sehingga menghasilkan frasa. Seringkali penerjemah
berhadapan dengan ungkapan idiomatik pada suatu teks. Maka dari itu ia
perlu menguasai strategi untuk mengidentifikasikan dan
menginterpretasikan ungkapan idiomatik dalam bahasa sumber dengan
tepat untuk memperoleh padanan yang tepat dan paling dekat dalam
bahasa sasaran.
3) Padanan Gramatikal
Pembahasan tentang padanan gramatikal dikaitkan dengan tata
bahasa yang dibagi menjadi dua dimensi, yaitu dimensi morfologis dan
dimensi sintaksis. Sama seperti kata maupun frasa, tidak ada satu bahasa
yang memiliki padanan gramatikal yang sama persis dengan bahasa lain.
Bahasa Inggris, misalnya, mempunyai perubahan bentuk tunggal atau
jamak yang akan mempengaruhi bentuk kata baik dalam tataran frasa,
klausa, ataupun kalimat. Sedangkan bahasa Indonesia juga membedakan
konsep tunggal atau jamak, namun tidak secara morfologis.
3 . Style
Permasalahan pernejemahan slang yang akan dibahas dalam makalah ini
sangat erat berkaitan dengan style yang digunakan oleh penutur slang. Dalam
kajian teori sebelumnya disebutkan bahwa register yang muncul berpengaruh
36
pada konteks situasi yang melatarbelakangi suatu teks dan cerita yang ada di
dalamnya. Fromkin et.al (2003) menyebutkan bahwa register bisa juga disebut
sebagai style; suatu “situational dialects” yang melibatkan cara seseorang
menggunakan bahasa dalam situasi tertentu, misalnya, berbicara dengan teman,
percakapan pada saat wawancara pekerjaan, melakukan presentasi dalam kelas,
berbicara dengan anak kecil, ataupun berbicara dengan orang tua. Bisa
ditambahkan bahwa suatu register atau style memainkan peranan penting dalam
membentuk kesatuan dan mempertahankan keutuhan cerita dalam suatu teks.
Untuk menunjukan konsistensi penggunaan istilah, dalam makalah ini,
selanjutnya, akan digunakan istilah style untuk merujuk pada suatu “situational
dialect”.
Suatu style pastilah mengandung muatan budaya di dalamnya. Jika kita
menilik sebentar, kembali ke persoalan penerjemahan, bisa ditemukan banyak
contoh bahwa dalam kasus penerjemahan, suatu istilah yang mengandung muatan
budaya sulit untuk diberikan padanan dalam level one-to-one correspondence.
Istilah-istilah seperti Halloween, kilt, ataupun Thanksgiving tidak bisa begitu saja
diberikan padanan dalam level one-to-one correspondence dalam bahasa lain
karena muatan budaya yang terkandung di dalamnya. Kecuali sebuah istilah
ataupun bentuk suatu budaya mempunyai padanan dalam budaya lain, maka
penerjemahan yang dilakukan pun tidak bisa dalam level one-to-one
correspond ence. Mengarah pada bentuk yang lebih besar lagi dari sebuah wujud
budaya adalah, salah satunya, pada style tuturan yang digunakan dalam
berkomunikasi. Cook (1989) menyebutkan bahwa, oleh karena penggunaannya
37
dalam rangka berkomunikasi, style dipengaruhi oleh jenis pembicaraan,
pendengar sasaran, dan tujuan pembicaraan. Pernyataan ini sepadan dengan
konsep ‘situational dialect’ yang diberikan oleh Fromkin; bahwa dalam masing-
masing bentuk pembicaraan yang berbeda, pendengar sasaran dan tujuan yang
ingin dicapai pun berbeda pula.
Selanjutnya, Fromkin et.al menyatakan bahwa hampir setiap orang
mempunyai informal ataupun formal style yang digunakan dalam kebutuhannya
berkomunikasi. Meskipun sama sama mempunyai aturan dalam penggunaannya,
informal style mempunyai aturan yang lebih longgar daripada formal style dengan
grammar rules-nya. Hal ini menyebabkan suatu informal style menjadi lebih
unp redictable. Sebagai contoh8, seseorang bisa berkata dalam wujud informal You
runn ing the marathon? daripada Are you running the marathon ? dengan makna
yang sama namun dalam style yang berbeda. Penerjemahan kedua tuturan tersebut
juga haruslah sepadan dengan style yang digunakan. Kamu ikut lari marathon?
atau Kau ikut lari marathon, ya? bisa dipilih sebagai terjemahan informal style
dari You running the marathon daripada Apak ah Anda ik ut lari marathon?. Hal
ini perlu diperhatikan agar tidak terjadi pergeseran style dalam terjemahan yang
diberikan; karena, jika suatu style berubah, maka kesatuan makna dalam suatu
tuturan akan berubah pula.
Sebagai salah satu penanda informal style dalam suatu komunitas, slang
merupakan inti permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini. Oleh karena
sifatnya yang kontemporer, berubah-ubah sesuai dengan suatu waktu atau masa
8 Dikutip dari Fromkin et.al (2003, 473)
38
(Fromkin, 2003), slang menimbulkan kasus tersendiri bagi penerjemah untuk
mempunyai pemikiran secara kontemporer serta mampu merepresentasikannya
secara praktis ketika menerjemahkan suatu istilah slang yang digunakan dalam
komunikasi. Sebagai bahasa sasaran yang dipakai dalam pembahasan makalah ini,
bahasa Indonesia juga mempunyai perbedaan penggunaan style tuturan. Seperti
pada padanan makna you (formal) dan you (informal) menjadi Anda dan
Kau /Kamu.
4. Slang
a. Definisi Slang
Menurut Kridalaksana (2008), slang merupakan
ragam bahasa tak resmi yang dipakai oleh kaum remaja atau kelompok-kelompok sosial tertentu untuk komunikasi sebagai usaha supaya orang-orang kelompok lain tidak mengerti: berupa kosakata yang serba baru dan berubah-ubah.
Dari definisi di atas, terlihat bahwa penggunaan slang terbatas
pada komunikasi dalam kelompok masyarakat tertentu. Jika suatu slang
dari suatu kelompok digunakan untuk ataupun oleh kelompok lain (dengan
catatan bahwa kelompok tersebut tidak menanyakan ataupun mengetahui
artinya), bisa dipastikan bahwa tidak akan terjadi komunikasi yang baik.
Hal ini didukung dengan definisi dalam Duden-Oxford (dalam Kusmaull,
1995) bahwa slang merupakan tuturan yang “especially colloquial and
expressive; often used only by particular groups”. Selain mendukung
pernyataan bahwa penggunaan slang adalah terbatas pada komunikasi
39
dalam kelompok tertentu, disebutkan pula bahwa slang merupakan bahasa
‘tak resmi’ (Kridalaksana) atau colloqu ial (Duden-Oxford).
Slang dianggap sebagai bahasa ‘tak resmi’ karena penggunaannya
dalam kehidupan sehari-hari yang biasanya menghindari kesan formal
untuk lebih mengungkapkan ekspresi penutur secara bebas (expressive).
Dengan kata lain, slang tidak bisa digunakan dalam setting formal, karena
dalam situasi formal, seseorang hendaknya mengikuti suatu aturan-aturan
tertentu. Definisi dalam Oxford Advance Learner’s Dictionary of Current
English (1963) mendukung pernyataan tersebut dengan menyebutkan
bahwa slan g merupakan words, phrases, meanings of words, etc.
commonly used in talk but not suitab le for good writing or formal
occasions. Disebutkan pula bahwa penggunaan slan g terbatas pada tuturan
dan tidak umum dalam bentuk tulisan. Hal ini sangat mungkin terjadi jika
pernyataan ini bertolak pada definisi yang menyebutkan bahwa slang
merupakan bahasa yang bersifat expressive dan colloquial. Seseorang
akan lebih mudah untuk mengekspresikan maksudnya secara bebas dalam
bentuk langsung secara oral dan ekspresi penutur pun lebih bisa
terungkapkan ketika masing-masing orang yang berkomunikasi bisa
mendengar atau berhadapan secara langsung. Sedangkan dalam bentuk
tulisan, hal tersebut akan lebih sukar untuk dilakukan.
Definisi lain mengenai slang diungkapkan oleh Fromkin et.al
(2003) bahwa slang merupakan Words and phrases used in casual speech,
often invented and spread by close-k nit social or age groups, and fast-
40
changing . Fromkin menekankan bahwa tuturan slang mempunyai sifat
yang cepat berubah-ubah. Faktor penggunaan bahasa yang bebas dalam
setting informal lah yang memungkinkan hal ini terjadi. Sesuai dengan
pengertian dari bahasa sebagai suatu budaya, tuturan slang merupakan
hasil ciptaan manusia yang hidup dalam suatu budaya dan dalam
perkembangannya manusia bisa mencipta, merubah, ataupun
menggunakannya kembali dalam kehidupannya. Allan dan Burridge
(2006) menyebutnya sebagai bahasa dalam bentuk contemporary type.
Istilah TV yang dulunya adalah slang sekarang merupakan kosakata umum
yang dipakai untuk menyebut television . Perubahan ini bisa terjadi karena
pada dasarnya sudah menjadi sifat dari bahasa sebagai media komunikasi
adalah untuk menyampaikan pesan dari satu orang ke orang lain; masing-
masing diharapkan untuk bisa saling mengerti maksud yang disampaikan.
Hal ini didukung oleh Greenough et al (dalam Moentaha, 2008) yang
merumuskan slang sebagai a peculiar k ind of vagabond language, always
han ging on the outskirts of legitimate speech but continually straying and
forcing its way into the most respectab le company.
Dari definisi-definisi slang di atas, bisa diambil kesimpulan bahwa
slang mempunyai lima ciri khusus, yaitu (1) digunakan dalam percakapan,
(2) bersifat informal, (3) bersifat temporal, (4) mengandung muatan
ekspresif penutur, dan (5) berlaku dalam kelompok atau komunitas
masyarakat tertentu.
41
Berkaitan dengan karakteristik slan g yang mengandung muatan
ekspresif penutur seperti yang disebutkan dalam definisi di atas, Partridge
(dalam Crystal, 1995) merumuskan bahwa ada 15 alasan yang digunakan
oleh seseorang ketika menggunakan tuturan slang dalam speech act-nya.
Kelimabelas alasan tersebut diuraikan sebagai berikut.
1) In sheer high spirits, in playfulness or wa gginess. 2) As an exercise either in wit and ingenuity or in humour. 3) To be ‘different’, to be novel 4) To be picturesque 5) To escape from clichés, or to be brief and concise. 6) To enrich the language 7) To lend an air of solidity, concreteness, to the ab stract; of
earthiness to the idealistic; of immediacy and app ositeness to the remote.
8) To lessen the sting of, o r on the o ther hand to g ive additional po int to, a refusal, a rejection, a recan tation.
9) To reduce, perhaps also to disperse, the solemnity, the po mposity, the excessive seriousness of a conversation.
10) To speak or write down to an inferior, or to amuse a superior pu blic; or merely to be on a colloquial level with either one’s au dience or one’s subject matter.
11) For ease of social intercou rse. 12) To induce either friendliness or intimacy of a deep or a durable
kind . 13) To be ‘in a swim’ or to estab lish con tact. 14) Hence, to show or prove tha t someone is not ‘in the swim’. 15) To be secret-not understoo d by those around one
Secara singkat, tuturan slan g merupakan bahasa informal yang
mengandung makna tertentu yang (seringkali) lepas dari makna literalnya
dan seringkali juga merupakan istilah yang sama sekali baru yang hanya
berlaku dalam suatu komunitas tertentu yang masing-masing anggotanya
memiliki shared experience. Komunitas yang dimaksud bisa saja
merupakan anggota suatu perkumpulan tertentu, para remaja pada kisaran
42
usia tertentu, sesama murid sekolah di daerah tertentu, atau bahkan para
professiona l crimina ls (Allan dan Burridge, 2006) Penggunaan tuturan ini
mencerminkan rasa solidaritas dalam suatu komunitas yang
menggunakannnya.
Perlu diketahui bahwa oleh karena sifatnya yang berubah-ubah,
suatu tuturan slang pada suatu masa bisa saja menjadi bahasa standar yang
digunakan bebas di semua lapisan masyarakat pada masa berikutnya, dan
mungkin saja bisa kembali lagi menjadi tuturan slang . Sedangkan
mengenai bentuk dari tuturan slang sendiri bisa beragam mulai dari tataran
kata (scum), frasa (head the ball), ataupun kalimat (He lost his bottle)
b. Tuturan Slang sebagai Ciri Suatu Budaya
Perlu dipahami bahwa setiap bahasa mempunyai keunikannya sendiri-
sendiri. Hal ini relevan dengan pendapat Nida dan Taber bahwa each
langua ge possesses certain distinctive characteristic which give it a
special character. Each language is rich in vocabu lary for the areas of
cultural focus, (1982: 3). Dari pernyataan tersebut bisa kita lihat bahwa,
selain mempunyai karakteristik tertentu yang membedakannya dari bahasa
lain, setiap bahasa juga memiliki kekayaan kata-kata yang mengandung
dan sesuai dengan unsur budaya-nya masing-masing.
Deddy Mulyana (2006) dalam bukunya Komunikasi Antar Budaya
mengatakan bahwa “ … bahasa merupakan suatu sistem tak pasti untuk
menyajikan realitas secara simbolik, maka makna kata yang digunakan
43
bergantung pada berbagai penafsiran. “. Secara implisit, bisa didapatkan
pengertian bahwa penggunaan bahasa akan tergantung pada komunitas
pengguna bahasa tersebut. Suatu kata yang sama bisa ditafsirkan secara
berbeda oleh 2 orang dari komunitas yang berbeda. Kata ember, misalnya,
pada tuturan Ember-nya satu berapa, Pak ? yang diucapkan di komunitas
pedagang barang plastik mempunyai makna barang dari plastik yang
biasanya digunakan sebagai tempat air. Sedangkan dalam tuturan Lu tu
ember, ya yang diucapkan di komunitas anak muda perkotaan di Jakarta,
kata ember bermakna orang yang terlalu banyak bicara. Kata ember dalam
contoh yang kedua merupakan kata slan g yang dalam perkembangannya
pada suatu komunitas tertentu mengalami perubahan makna.
Sedangkan beberapa kata seperti lousy, blood y, stuff, crap adalah
contoh kata-kata slang yang digunakan dalam komunitas masyarakat
Inggris secara umum. Dalam suatu komunitas sekolah di Summerhill
(salah satu boarding school di Suffolk, Inggris) seorang murid akan
berkata ‘bloody fool’ kepada gurunya dan tidak akan mendapat hukuman
kerena berkata tidak sopan. Hal ini bisa terjadi karena dalam komunitas
sekolah tersebut guru dan murid adalah equal. Ungkapan bloody foo l
diucapkan semata untuk menggoda dan menunjukan keakraban mereka
terhadap seorang guru di Summerhill (dikutip dari Kusmaull, 1995).
Kedua fenomena bahasa dalam contoh di atas sangat erat berkaitan
dengan sosiolinguistik sebagai bidang yang mengkaji bahasa dalam
44
dimensi kemasyarakatan. Bussman (1996) menyatakan sosiolinguistik
sebagai
Scientific discipline developed from the cooperation of linguistics and sociology tha t investiga tes the social meaning of lang uage system and of language use, and the common set of conditions of lingu istic an d social structure.
Terlihat dengan jelas bahwa slang merupakan fenomena dalam
bidang sosiolinguistik karena ciri-ciri yang dimilikinya. Slang memiliki
bentuk dalam satuan unit linguistik tertentu, digunakan dalam suatu
komunitas dengan pola tertentu beserta makna yang terkandung di
dalamnya untuk tujuan tertentu pula. Seperti yang disebutkan oleh Valero-
Garces (2000), pendekatan sosiolinguistik merupakan salah satu yang bisa
digunakan dalam mengkaji mengenai masalah penerjemahan, karena
penerjemahan sendiri tidak akan lepas dari bahasa yang merupakan wujud
interaksi sosial manusia dalam bermasyarakat dalam budayanya. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini kaitan sosiolinguistik akan sangat berperan
dalam analisis kandungan makna dan budaya masing-masing slang .
Selanjutnya, dari kedua contoh bahasa slang yang terdapat dalam
dua bahasa yang berbeda tersebut bisa dilihat bahwa kata-kata slang
digunakan dalam percakapan yang tinggi yang terdapat di semua lapisan
masyarakat (Keraf, 2006). ‘tinggi’ bukan berarti hanya orang-orang
terpelajar saja yang menggunakan dan mengerti bahasanya, namun karena
penggunaan kata-kata tersebut akan terbatas pada suatu kelompok atau
komunitas tertentu. Tiap kelompok masyarakat bisa menciptakan kata-kata
45
atau istilah-istilah khusus yang bersifat dan bermakna nonstandar yang
hanya berlaku untuk kelompoknya. Hal inilah yang membuat slang
menjadi ciri dalam sebuah budaya.
B. Ke rangka Pikir
Selanjutnya, dalam usulan tesis ini, sebagai landasan mengadakan penelitian
lebih lanjut, diperlukan adanya kerangka berpikir untuk memberikan gambaran
mengenai alur pemikiran yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini.
Seperti digambarkan dalam diagram 2., masing-masing teori dikaitkan dalam
hubungan antar variabel setelah dalam kajian teori dijelaskan secara terpisah. Dari
diagram 2. bisa terlihat pemikiran awal yang melatarbelakangi penyusunan usulan
penelitian ini, yaitu maraknya penerjemahan novel asing di Indonesia. Oleh
karena itu, peneliti mencoba untuk mengambil satu objek penelitian (novel) dari
kedua bahasa dan menemukan kasus penerjemahan tuturan slang di dalamnya.
Selanjutnya, peneliti akan mengkaji mengenai kesepadanan dan keberterimaan
makna serta teknik yang digunakan penerjemah dalam menerjemahkan tuturan
slang yang terdapat dalam novel asli ke dalam bahasa sasaran. Skema kerangka
berpikir lebih jelas tergambar pada diagram 2 pada halaman berikutnya.
46
Diagram 2. Kerangka P ikir
Penerjemahan Novel di Indonesia
Bsa P.S. I Love You
(Monica Dwi Chresnayani)
Bsu P.S. I Love You (Cecelia Ahern)
Data
Tuturan slang
Pengolahan Data
Kesepadanan Makna, Keberterimaan, dan Teknik
Keberterimaan Bahasa Informal
ANALISIS DATA
Pengamat Ahli
Pembaca Terjemahan
Bentuk dan Teknik ?
46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Pe nelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam
penelitian kualitatif dalam bentuk content analysis. Menurut Barelson (dalam
Bungin, 2008), content analysis disebutkan sebagai teknik penelitian yang
objektif, sistematis, dan bersifat deskriptif kuantitatif mengenai apa yang tampak
dalam komunikasi. Dalam penelitian kualitatif, content analysis menekankan pada
bagaimana peneliti melihat keajegan dan memaknakan isi komunikasi, membaca
symbol-simbol, serta memaknakan isi interaksi simbolis yang terjadi dalam
komunikasi (Bungis, 2008). Oleh karena itu, analisis isi tepat digunakan dalam
penelitian ini karena terdapat suatu fenomena komunikasi yang perlu diamati
lebih lanjut, yaitu tuturan slang .
Selanjutnya, penelitian ini berakar pada bidang bahasa (yang di dalamnya
terdapat suatu proses komunikasi) dan linguistik pada umumnya dan
penerjemahan pada khususnya. Dalam konteks ini bahasa yang dikaji adalah
penerjemahan tuturan bahasa slang yang terdapat dalam novel P.S. I Love You
dari bahasa sumber (bahasa Inggris) ke dalam novel terjemahannya dalam bahasa
sasaran (bahasa Indonesia).
Melalui pendekatan kualitatif, diharapkan penelitian ini dapat
mengungkapkan tidak hanya sekedar deskripsi terjemahan tuturan bahasa slang
yang ada, namun juga secara luas mengenai masalah ketepatan dan keberterimaan
47
makna teks terjemahan, dan teknik yang digunakan berkaitan dengan tinjauan
budaya yang mempengaruhinya. Secara lebih khusus, penelitian ini merupakan
studi kasus terpancang (embedded case stud y) karena permasalahan dan fokus
penelitian sudah ditentukan terlebih dahulu sebelum peneliti terjun ke lapangan
(Sutopo, 2006)
B. Data dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu data objektif
dan data afektif. Untuk jenis data yang pertama didapatkan dari sumber data
sebagai berikut, (1) tuturan bahasa slan g yang terdapat dalam novel P.S. I Love
You dan terjemahannya dan (2) dokumen mengenai slang dalam masyarakat
Irlandia. Sedangkan data afektif sebagai dampak atau tanggapan dari pengamat
diperoleh dari (1) pemahaman dan sikap pembaca terjemahan terhadap tuturan
bahasa slang tersebut dan (2) pemahaman dan sikap para pengamat ahli terhadap
terjemahan tuturan bahasa slang dalam novel P.S. I Love You.
Data-data dalam penelitian ini bisa diperoleh dari sumber-sumber sebagai
berikut:
1. Dokumen
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah teks novel P.S. I
Love You dalam bahasa Inggris sebagai bahasa sumbernya dan bahasa
Indonesia sebagai bahasa sasarannya. Deskripsi kedua teks tersebut
adalah sebagai berikut:
48
a. Teks 1 (teks bahasa sumber)
Judul : P.S. I Love You
Pengarang : Cecelia Ahern
Penerbit : Clays Ltd
Tahun Terbit : 2004
Cetakan ke/Tahun : 10/2007
Jumlah Halaman :503
b. Teks 2 (teks bahasa sasaran)
Judul : P.S. I Love You
Pengarang : Cecelia Ahern
Penerjemah : Monica Dwi Chresnayani
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit :2005
Cetakan Ke/Tahun : 6/2008
Jumlah Halaman :632
Dari teks-teks di atas, peneliti menemukan tuturan-tuturan bahasa
slang yang terdapat baik pada teks 1 dan terjemahannya pada teks 2.
Contohnya adalah sebagai berikut.
8/CA 13/MDC 17
‘Fine then, I’ll turn off the bloody light.’
terjemahannya
“Baiklah, biar aku yang mematikan lampu sialan itu sekarang”
49
Pemberian kode data digunakan untuk memudahkan proses
analisis. Keterangan dari kode diatas adalah sebagai berikut:
8 = merupakan data kedelapan
CA 13 = teks Bsu dengan akronim nama pengarang pada halaman
13
MDC 17 = teks Bsa dengan akronim nama penerjemah pada halaman
17
Selain kedua teks diatas, peneliti juga menggunakan teks lain
mengenai Irish slang sebagai pendukung data objektif yang sesuai
dengan penelitian yang dilakukan.
2. Responden
Responden dalam penelitian ini ada 2, yaitu (a) pembaca novel P.S. I
Love You dalam bahasa sasaran, dan (b) rater yang berkompeten dalam
bidangnya. Kriteria pemilihan responden diuraikan sebagai berikut.
a. Pembaca
- merupakan orang yang sering membaca novel pada
umumnya, dan novel terjemahan pada khususnya.
- belum pernah membaca novel aslinya
b. Pengamat Ahli
- merupakan orang yang memiliki kemampuan dalam
bidang penerjemahan, baik secara praktis maupun teoritis.
- merupakan orang yang menguasai bahasa Inggris dan
bahasa Indonesia secara gramatikal maupun cultural.
50
Selain data dokumen yang tercantum pada poin 1, peneliti juga
menggunakan data yang merupakan dokumen-dokumen mengenai
slang yang digunakan di Irlandia beserta maknanya sebagai pendukung
data objektif.
C. Teknik Pe ngumpulan Data
Sesuai dengan macam data dan sumbernya, teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini dilakukan sebagai berikut:
1. Analisis Dokumen
Dalam analisis dokumen, peneliti melakukan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Membaca teks P.S. I Love You baik dalam bahasa Inggris
maupun bahasa Indonesia.
b. Mencatat tuturan-tuturan bahasa slan g yang terdapat dalam
bahasa sumber dan terjemahannya dalam bahasa sasaran.
c. Melakukan coding terhadap tuturan-tuturan slang yang
ditemukan.
d. Mengkategorikan data berdasarkan klasifikasi satuan lingual,
yaitu kata, frasa, klausa, atau kalimat.
e. Melakukan analisis teknik penerjemahan yang digunakan
f. Melakukan analisis kesepadanan dan keberterimaan makna data.
g. Membuat penilaian terhadap data yang sudah dianalisa.
51
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan yang dilakukan untuk mendapatkan
tujuan tertentu. Kegiatan wawancara dalam penelitian ini bertujuan
untuk memperoleh kemantapan data dari responden terpilih, yaitu
pembaca novel terjemahan P.S. I Love You dan pakar penerjemahan.
Kegiatan ini diwujudkan dengan melakukan tahap-tahap berikut ini.
a. Memilih responden
b. Mempersiapkan daftar pertanyaan
c. Melakukan pemanasan (initial moves)
d. Mengatur wawancara agar menghasilkan pembicaraan yang
produktif
e. Mengakhiri wawancara dengan mengemukakan kembali pokok-
pokok pikiran wawancara
Bagi pembaca novel terjemahan P.S. I Love You, wawancara
dimaksudkan untuk memperoleh informasi mengenai pemahaman
mereka mengenai tuturan-tuturan yang merupakan terjemahan dari
slang dalam novel aslinya. Sedangkan bagi para pengamat ahli,
wawancara dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai
penggunaan teknik penerjemahan yang digunakan berkaitan dengan
ksepadanan dan keberterimaan makna tuturan slang yang muncul
dalam novel terjemahan.
52
3. Kuesioner
Sebagai data pendukung dalam tahap pengumpulan data, sebelum
melakukan wawancara peneliti memberikan kuesioner kepada para
responden dalam bentuk open-ended questionn aire. Daftar pertanyaan
yang diajukan bersifat terbuka; selain diberikan alternatif jawaban,
responden bisa menulis alasan mengapa ia menjawab demikian atau
hal-hal lain yang mungkin penting berkaitan dengan masalah yang
ditanyakan (Sutopo, 2006). Dalam kedua jenis kuesioner, peneliti
memberikan ruang bagi pembaca awam maupun pengamat ahli untuk
memberikan komentar maupun koreksi yang dianggap perlu.
D. Pemeriksaan Validitas Data
Agar data yang diperoleh benar-benar mempunyai validitas dan dapat
digunakan sebagai titik awal untuk menarik kesimpulan, peneliti akan melakukan
pemeriksaan validitas data. Teknik yang dilakukan untuk memeriksa validitas data
dalam penelitian ini ada 3, yaitu peer de briefing, member check , dan triang ulasi.
Menurut Bungin (2008), peer de briefing digunakan untuk mengkonsultasikan
temuan penelitian pada orang yang berkompeten dalam bidang penelitian ini dan
yang bersifat netral (tidak terlibat dalam penelitian). Teknik kedua yang dilakukan
adalah member check . Seperti dikemukakan oleh Sutopo (1996), member check
ini dilakukan dengan responden terpilih untuk menngkonfirmasi lebih lanjut
mengenai pernyataan-pernyataan yang diberikan oleh responden dengan cara
melakukan wawancara mendalam. Selanjutnya adalah triang ulasi terhadap
53
sumber data dan metode pengumpulan data. Menurut Sutopo (2002), teknik
triangulasi merupakan teknik yang didasari oleh pola pikir fenomenologi yang
bersifat multiperspektif; untuk menarik suatu kesimpulan yang mantap,
diperlukan cara pandang dari berbagai segi yang berbeda. Penggunaan teknik
triangulasi ini dilakukan untuk mengecek kebenaran informasi melalui
pemeriksaan silang (cross check ), baik terhadap sumber data dan metode
pengumpulan data.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data yang dilakukan berdasarkan pada jenis
penelitian ini sebagai content analysis pada kasus terjemahan. Pertama-tama,
dilakukan coding terhadap tuturan slan g yang muncul dalam novel asli dan
bagaimana terjemahannya. Dalam pemberian coding , peneliti juga menberi
catatan mengenai dalam konteks situasi apa tuturan slan g tersebut muncul.
Selanjutnya, dilakukan klasifikasi terhadap coding yang sudah dilakukan
berdasarkan unit bahasanya. Klasifikasi ini dilakukan dengan tujuan membangun
kategori dari setiap klasifikasi. Kemudian, kategori yang sudah didapatkan
dianalisis lebih lanjut untuk mendapatkan pembahasan mengenai kualitas
terjemahan menurut kesepadanan dan keberterimaan makna serta keberterimaan
penggunaan bahasa informal. Dalam pembahasan tersebut juga dilihat teknik apa
saja yang digunakan oleh penerjemah untuk menerjemahkan bahasa sumber dan
bagaimana pengaruhnya terhadap kualitas terjemahan yang dihasilkan.
54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, peneliti menyampaikan data-data penelitian yang
berupa kalimat terjemahan tersampling beserta pembahasannya mengenai
tingkat kualitas dan keberterimaan. Data-data yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data tersampling berdasarkan kriteria-kriteria
tertentu yang disesuaikan untuk menjawab rumusan masalah penelitian.
Selanjutnya, bab ini dibagi menjadi empat sub bab, yaitu pendahuluan,
sekilas tentang novel P.S. I Love You , hasil penelitian, dan pembahasan.
A. Pe ndahuluan
Dalam proses pembahasan hasil rumusan masalah, peneliti
menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan data objektif dan data
afektif. Kalimat-kalimat terjemahan tersampling yang digunakan dalam
penelitian ini merupakan data objektif sedangkan penilaian terhadap
pemahaman kualitas serta keberterimaan data dari pembaca awam maupun
pengamat ahli digunakan sebagai data afektif. Selanjutnya, peneliti menyusun
2 jenis kuesioner untuk masing-masing tingkat yang diukur berdasarkan
rumusan masalah yang ada. Kuesioner mengenai tingkat kualitas terjemahan
ditujukan bagi pengamat ahli dengan latar belakang pendidikan yang
menguasai teori maupun praktik penerjemahan, sedangkan kuesioner yang
digunakan untuk mengukur tingkat keberterimaan terjemahan diberikan pada
55
pembaca awam yang mempunyai latar belakang pendidikan di bidang bahasa
dan mempunyai pengalaman yang cukup dalam membaca novel terjemahan.
B. Se kilas Tentang Novel P.S. I Love You
Novel ini mengisahkan kehidupan seorang wanita Irlandia (Holly)
setelah kepergian suaminya (Gerry) yang meninggal karena tumor otak.
Sebelumnya, Holly merasa bahwa hidupnya tidak lagi berarti setelah
kematian Gerry. Namun, ternyata Gerry telah meninggalkan untuknya pesan-
pesan yang dia tulis sebelum dia meninggal. Pesan-pesan itu berjumlah 12
yang masing-masing diberikan pada Holly untuk dibaca setiap bulan. Dengan
pesan-pesan itu juga Holly sedikit demi sedikit mulai bisa bangkit dan
menjalani kehidupannya seperti semula.
Kisah mengenai kehidupan Holly tersebut dipaparkan dalam 51 bab
dengan 1 epilog. Novel ini merupakan karya pertama dari Cecelia Ahern yang
merupakan putri perdana menteri Irlandia. Pada tahun pertamanya, P .S. I
Love You menjadi salah satu dari The Biggest–selling Debut Novels of 20 04
dan merupakan bestseller number 1 di Irlandia. Di Indonesia, novel
terjemahannya diterbitkan pertama kali tahun 2005 dan, sampai dengan Juni
2008, novel ini sudah memiliki cetakan keenam dengan penerjemah Monica
Dwi Chresnayani. Debut novel ini merambah ke layar lebar ketika pada tahun
2007 diangkat menjadi major film dengan judul yang sama dengan dibintangi
oleh Hillary Swank (Holly) dan Gerrad Butler (Gerry).
56
C. Hasil Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah, hasil penelitian ini dibagi menjadi
beberapa sub sebagai berikut.
1. Bentuk-be ntuk Terjemahan Slang dalam Nov el P.S. I Love You
Setelah melalui proses sampling berdasarkan temuan bentuk slang
dalam terjemahan, peneliti menemukan 95 data terjemahan yang mengandung
penggunaan slang Irlandia. Selanjutnya, data-data tersebut diklasifikasikan
dalam 26 kategori menurut macam slang yang muncul dalam novel. Kategori
beserta jumlah datanya disajikan dalam tabel berikut:
Tabel 2 . Kategori, Kode dan Jumlah Data
No Kategori Kode Data Jumlah 1 Penerjemahan slang
‘blood y’ 1/CA 8/MDC 17, 4/CA 10/MDC 19, 5/CA 10/MDC 19, 7/CA 10/MDC 19, 10/CA10/ MDC 20, 22/CA 60/MDC 82, 24/CA 88/MDC 116, 25/CA 90/MDC 119, 26/CA 91/MDC 121, 27/CA 92/MDC 121, 28/CA 92/MDC 121, 35/CA 133/MDC 172, 43/CA 192/MDC 247, 44/CA 204/MDC 263, 45/CA 220/ MDC 283, 48/CA 249/MDC 317, 49/CA 250/MDC 319, 50/CA 259/MDC 330, 52/CA 270/MDC 344, 53/CA 275/MDC 351, 56/CA 277/MDC 353, 67/CA 355/MDC 449, 68/CA 358/MDC 452, 69/CA 362/MDC 457, 81/CA 408/MDC 513, 84/CA 427/MDC 537, 86/CA 430/MDC 540, 87/CA 430/MDC 540, 90/CA 456/MDC 572, 94/CA 486/MDC 610
30
57
2 Penerjemahan slang ‘hiya’ 34/CA 133/MDC 171, 37/CA 149/MDC 193, 38/CA 154/MDC 199, 41/CA 181/MDC 234, 46/CA 228/MDC 293, 58/CA 278/MDC 355, 59/CA 281/MDC 358, 61/CA 295/MDC 376, 70/CA 362/MDC 458, 76/CA 380/MDC 480
10
3 Penerjemahan slang ‘Da’ 54/CA 276/MDC 352, 55/CA 277/MDC 352, 57/CA 278/MDC 354
3
4 Penerjemahan slang ‘arse’ 11/CA 11/MDC 20, 29/CA 98/MDC 129, 82/CA 415/MDC 522
3
5 Penerjemahan slang ‘shite’
3/CA 10/MDC 19, 9/CA 10/MDC 20, 36/CA 134/MDC 172, 40/CA 158/MDC 205, 64/CA 335/MDC 425, 65/CA 339/MDC 429, 72/CA 364/MDC 460, 91/CA 457/MDC 573
8
6 Penerjemahan slang ‘dry shite’
47/CA 245/MDC 312, 88/CA 444/MDC 558
2
7 Penerjemahan slang ‘Jaysus’
14/CA 23/MDC 35, 15/CA 24/MDC 36, 16/CA 24/MDC 37
3
8 Penerjemahan slang ‘screw’
12/CA 20/MDC 32, 32/CA 125/MDC 161, 33/CA 126/MDC 162, 75/CA 380/MDC 480, 78/CA 395/MDC 498, 94/CA 486/MDC 610
6
9 Penerjemahan slang ‘kip’ 66/CA 340/MDC 431, 89/CA 451/MDC 566
2
10 Penerjemahan slang ‘nu ts’ 73/CA 364/MDC 460, 74/CA 371/MDC 469
2
11 Penerjemahan slang ‘qu id ’ 93/CA 485/MDC 609 1 12 Penerjemahan slang ‘ride’ 2/CA 9/MDC 18 1 13 Penerjemahan slang
‘scarlet 6/CA 10/MDC 19 1
14 Penerjemahan slang ‘eejit’ 83/CA 417/MDC 525 1 15 Penerjemahan slang
‘dope’ 85/CA 428/MDC 538 1
16 Penerjemahan slang ‘feck’ 8/CA 10/MDC 19 1
58
17 Penerjemahan slang ‘feck off’
30/CA 109/MDC 142, 51/CA 260/MDC 331
2
18 Penerjemahan slang ‘local’
13/CA 22/MDC 35, 18/CA 35/MDC 50, 20/CA 56/MDC 77, 21/CA 59/MDC 80, 31/CA 116/MDC 150, 42/CA 185/MDC 238, 60/CA 293/MDC 373, 92/CA 469/MDC 588
8
19 Penerjemahan slang ‘grand’
17/CA 35/MDC 50, 71/CA 362/MDC 458
2
20 Penerjemahan slang ‘dodgy’
19/CA 53/MDC 73 1
21 Penerjemahan slang ‘wreck ’
23/CA 81/MDC 107 1
22 Penerjemahan slang ‘oddball’
39/CA 154/MDC 199 1
23 Penerjemahan slang ‘dump ’
62/CA 316/MDC 401 1
24 Penerjemahan slang ‘knackered’
77/CA 382/MDC 482 1
25 Penerjemahan slang ‘eefing and blinding’
79/CA 407/MDC 512 1
26 Penerjemahan slang ‘balls’
80/CA 407/MDC 512 1
Total 95
Berikutnya, untuk mengetahui pola yang ada dalam masing-masing
data menurut kategori masing-masing, peneliti membuat kuesioner yang
ditujukkan untuk pengamat ahli dan pembaca awam. Kuesioner yang
diberikan pada para pakar pengamat ahli adalah menurut sebaran tabel diatas,
sedangkan pada kuesioner yang diberikan pada pembaca awam, peneliti tidak
menyertakan kategori data melainkan langsung berdasarkan kode dan hanya
menyertakan terjemahan tanpa desertai bahasa sumber. Oleh karena itu, hasil
penelitian selanjutnya adalah mengenai temuan tingkat kesepadanan makna,
59
keberterimaan makna, dan keberterimaan bahasa informal menurut penilaian
para pengamat ahli dan pembaca awam.
2. Tingkat Kesepadanan Makna
Tingkat kesepadanan makna dalam penelitian ini diukur berdasarkan
skala sebagai berikut:
1) Terjemahan diberi skala 1 (sepadan) apabila makna dan pesan
dalam bahasa sumber tersampaikan sepenuhnya dalam teks bahasa
sasaran.
2) Terjemahan diberi skala 2 (kurang sepadan) apabila ada sebagian
makna dan pesan yang menyimpang/tidak tersampaikan dalam teks
bahasa sasaran.
3) Terjemahan diberi skala 3 (tidak sepadan) apabila data tidak
diterjemahkan dan atau makna atau pesan tidak tersampaikan sama
sekali dalam teks bahasa sasaran.
Berikut sebaran rata-rata hasil penilaian tingkat kesepadanan makna
berdasarkan kuesioner yang diberikan kepada pengamat ahli.
1) Terjemahan Sepadan
Dari data kuesioner yang diberikan, terdapat 81 data yang dinilai
sepadan atau 85,26% dari total 95 data. Berikut tabel sebaran
terjemahan sepadan menurut kategori slang yang ada.
60
Tabe l 3. Sebaran Data Terjemahan Sepadan
Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah 14 9 3 2 8 1 3 6 2 2 -
Kategori 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah 1 1 1 1 1 1 5 2 1 1 1
Kategori 23 24 25 26 Jumlah 1 1 1 1
Menurut tabel sebaran diatas, hampir pada setiap kategori
terdapat terjemahan sepadan dengan sebaran terbanyak terdapat
pada kategori 1.
Pada kategori penerjemahan slang ‘blood y’, penerjemah
mengambil beberapa bentuk terjemahan tertentu. Seperti terlihat
pada contoh berikut:
Con toh 3
Bsu : ‘Oh, I’m sorry, dear, I tried to call you earlier to tell you he was on his way over but I kept getting tha t bloody answering machine. Do you ever turn your pho ne on? ’ (25/CA 90)
Bsa : “Oh, maafkan aku, Sayang, sebenarnya aku sudah berusaha menelponmu untuk memberitahukan kedatangannya, tapi yang menyahut selalu mesin penjawab sialan itu. Memangnya kau tidak pernah mengangkat telepon, ya?” (25/MDC 119)
Slang ‘bloody’ diterjemahkan menjadi kata sialan yang
memberikan keterangan pada kata benda an swering machine. Hal
ini dinilai sepadan karena sesuai dengan makna dari slang ‘bloody’
sebagai strengthening adjective. Penggunaannya yang bebas
61
memungkinkannya untuk muncul hampir di setiap kata benda.
Dengan menggunakan ungkapan sialan yang diberikan pada
answering machine, terlihat bahwa penerjemah ingin
memunculkan kesan sangat dalam terjemahannya.
Kasus ini juga muncul dalam beberapa data lain seperti pada
contoh 1 dan data dibawah ini:
Con toh 4
Bsu : ‘This happens to me all the time. I swear the bloody things jump around on the k eyring deliberately just to piss us o ff.’ (45/CA 220)
Bsa : “Ini juga sering terjadi padaku. Berani sumpah, kurasa kunci sialan itu sengaja berpindah-pindah tempat di gantungan kunci hanya untuk membuat kita jengkel.” (45/MDC 283)
Dari data-data diatas, bisa terlihat bahwa penerjemah
menggunakan kata sialan sebagai terjemahan dari kata sifat
‘bloody’ untuk memberikan kesan bahwa penutur kalimat-kalimat
tersebut dalam keadaan kesal atau jengkel terhadap benda tertentu
(lampu sialan , mesin penjawab sialan , k un ci sialan)
Selain menggunakan sialan sebagai terjemahan slang ‘bloody’,
penerjemah juga menggunakan terjemahan brengsek seperti terlihat
pada data
Con toh 5
Bsu : ‘That bloody girl just talk s an d talks and talks.’ Sh e massages her temples and closed her eyes, relieved at the peace. (48/CA 249)
62
Bsa : “Cewek brengsek itu mengoceh tanpa henti.” Dia mengurut-urut pelipisnya dan memejamkan mata, lega karena akhirnya mendapatkan kedamaian. (48/MDC 317)
dan
Con toh 6
Bsu : ‘Well, first of all I just want to tell you that for the past few nights we have had I don’t know how many princesses and ladies queuing up at our doo r. Since tha t bloody programme was aired people seen to think we’re going to let them in if we’re royalty! And I just want to say, girls, it’s not going to work again so don’t bother’ (44/CA 304)
Bsa : “Well, pertama-tama saya ingin menyampaikan bahwa selama beberapa malam terakhir ini, entah berapa banyak putri dan wanita bangsawan lain yang mengantri di depan pintu kelab kami. Sejak acara brengsek itu ditayangkan, sepertinya semua orang mengira kami bakal mengizinkan mereka masuk bila mereka bangsawan! Dan saya hanya ingin mengatakan, girls, alasan itu sudah basi, kami tidak akan termakan alasan itu lagi, jadi tidak usah repot-repot!” (44/MDC 263)
Dari kedua contoh diatas, penerjemah menggunakan
terjemahan brengsek untuk mengikuti kata benda cewek (contoh 5 )
dan acara (contoh 6). Kedua data menunjukan bahwa penggunaan
brengsek dipilih untuk digunakan pada konteks tertentu dimana
penutur merasa sangat kesal terhadap sesuatu tersebut. Hal ini
dinilai sepadan karena brengsek memiliki makna yang lebih dari
sialan dalam bahasa sasaran
Data terjemahan sepadan lain dari kategori 1 ditemukan pada
data berikut:
63
Con toh 7 Bsu : ‘Oh, you think you’re so bloody clever.’ She snapp ed a t
him, and he stopped laughing . (43/CA 192) Bsa : “Oh, jadi kau merasa pintar sekali, ya.” Bentak Holly, dan
Declan kontan berhenti tertawa. (43/MDC 247)
Berbeda dengan data terjemahan sepadan sebelumnya, dalam
Bsu data ini, slang ‘bloody’ tidak langsung menempel pada kata
benda yang dimaksud, namun pada keterangan yang mengikutinya.
Dari (contoh 7) terlihat bahwa penutur menggunakan slang tersebut
untuk orang yang diajak berbicara untuk menunjukan bahwa
penutur merasa kesal terhadap sifat yang dimiliki olehnya. Sifat
clever dari Declan lah yang membuat Holly merasa kesal, sehingga
dia menggunakan strengthening ad jective tersebut pada sifat
clever-nya Declan. Terjemahan ini dinilai sepadan karena makna
sangat dalam sanga t pintar tepat dan tidak ada penyimpangan
yang berarti.
Begitu pula dengan data berikut:
Con toh 8
Bsu : ‘Would you bickering old bithces ever go and get yourself
lives?’ Sharon’s voice yelled. ‘It is ab solutely n o business of yours what my best friend do or does not do! Jennifer, if your life was so bloody perfect then what are you do ing sneaking around with Pauline’s hu sban d?’ (90/CA 456)
Bsa : “Hei, dasar ibu-ibu tukang gossip, tidak punya kerjaan lain, ya?” sembur suara yang jelas-jelas milik Sharon. “Sama sekali bukan urusan kalian apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh sahabatku! Jennifer, kalau kau merasa hidupmu sudah begitu sempurna, ngapain kau ada main dengan suami Pauline?” (90/MDC572)
64
Dalam data diatas, kata benda yang sebenarnya adalah your life
(Jennifer’s life) yang terlebih dulu sudah memiliki perfect sebagai
keterangannya. Penutur menggunakan slang ‘bloody’ sebagai
penguat kesan yang sifatnya negatif seperti pada bloody clever
(contoh 7 ). Hasil terjemahan menunjukan bahwa penerjemah
menggunakan kata begitu dalam begitu sempu rna yang
mempunyai makna negatif sepadan dengan kalimat utuhnya.
Selain pada kategori 1, terjemahan sepadan juga ditemukan
pada kategori penerjemahan slang ‘Hiya ’. Slang ‘Hiya’ yang
berarti ‘Hello’ mempunyai terjemahan yang sepadan terlihat pada
data berikut:
Con toh 9
Bsu : He was the cool English teacher that a ll the teenagers respected, and whenever Holly and Jack passed one of his students on the street they always greeted h im with a big smile an d a ‘Hiya, S ir!’ (34/CA 133)
BSa : Guru bahasa Inggris keren yang disegani semua muridnya yang masih remaja, dan setiap kali Holly dan Jack berpapasan dengan salah seorang muridnya di jalan, mereka selalu menyapanya dengan senyum lebar dan berseru, “Halo, Sir!” (34/MDC 171)
Penerjemah memberikan terjemahan halo yang tidak hanya
sepadan dalam makna namun dalam juga sepadan dalam bentuk.
Begitu pula dengan data berikut:
65
Con toh 10
Bsu : ‘Hiya, how are you ?’ Denise asked hapilly. (58/CA 278) Bsa : “Halo, apa kabar?” Tanya Denise gembira. (58/MDC 355)
Selain halo, penerjemah juga menggunakan hai dalam
menerjemahkan slang ‘Hiya ’ yang juga sepadan dalam makna
maupun bentuk. Terjemahan sepadan yang sesuai dengan hal ini
terlihat dalam data
Con toh 11
Bsu : ‘Oh, hiya , Holly. I didn’t realise anyone had come in.’
(37/CA 149) Bsa : “Oh, hai, Holly, aku tidak tahu ternyata sudah ada tamu.’
Lelaki itu memandanginya terkejut. (37/MDC 193)
dan
contoh 12
Bsu : ‘Hiya,’ Ho lly said. (76/CA 380) Bsa : “Hai” sapa Holly. (76/MDC 480)
Dalam penerjemahan slang ‘shite’ yang merupakan tuturan
makian terhadap sesuatu, terjemahan sepadan terlihat pada contoh
13 berikut.
66
Bsu : ‘Shite’ she sniffed, and Joh n started laughing. (64/CA 335)
Bsa : “Kacau” kata Holly sambil mendengus, dan John tertawa mendengarnya. (64/MDC 425)
Kata k acau dinilai sepadan dalam makna maupun bentuk
sebagai terjemahan slang ‘shite’ dengan tidak adanya
penyimpangan dalam keduanya. Data ini mendapat penilaian
sepadan dari ketiga pengamat ahli.
Ada juga penggunaan slang ‘dry shite’ yang menggabungkan
shite dengan dry yang menghasilkan perubahan makna dari sekedar
makian menjadi sebutan bagi seseorang yang mempunyai sifat
membosankan atau mengada-ada. Terjemahan seperti itu terlihat
pada data berikut:
Con toh 14
Bsu : Denise threw her the finger. ‘Well, if they ask me if I have anything to declare when we get there I’m telling everyone my two friends are dry shites,’ (47/CA 245)
Bsa : Denise mengacungkan jari tengahnya. “Well, kalau petugas imigrasi menanyakan apakah ada barang bawaanku yang perlu dilaporkan, akan kubilang bahwa kedua temanku ini gombal” (47/MDC 312)
Terjemahan ‘dry shites’ menjadi go mbal dinilai sepadan oleh
para pengamat ahli dalam makna.
Dari data-data yang digunakan, terdapat pula bentuk slang yang
digunakan narator sebagai orang ketiga dalam novel ini. Narator
67
memakai beberapa istilah slang dalam bahasa yang digunakan
dalam menyajikan alur cerita.
Berikut contoh data terjemahan slang sepadan yang memakai
narator sebagai penuturnya.
Con toh 15
Bsu : As she sat in the crowded waiting room of her local health clinic, waiting for her number to be called, she wondered why on earth Gerry’s n umber ha d been called so early in his life. (18/CA 35)
Bsa : Saat duduk di ruang tunggu yang penuh sesak di klinik kesehatan setempat, menunggu nomornya dipanggil, Holly bertanya-tanya dalam hati mengapa nomor Gerry begitu cepat dipanggil, padahal dia masih sangat muda. (18/MDC 50)
Slang ‘local’ mempunyai makna ‘the nearest’. Sama seperti
adjective yang memberi keterangan pada nou n, local dalam data
diatas memberi keterangan pada health clinic. Terjemahan
setempat dinilai sepadan dalam makna untuk memberikan
keterangan the nearest yang dimaksud.
Selain dalam bentuk kata sifat dan kata benda, istilah slang
dalam penelitian ini juga ada yang berbentuk kata kerja, seperti
‘k na ck ered’ yang diterjemahkan secara sepadan pula dalam Bsa-
nya dalam contoh data berikut:
68
Con toh 16
Bsu : Declan just shrugged, ‘Maybe. Anyway, I’m going to bed now, I’m absolutely knackered .’ (77/CA 382)
Bsa : Declan hanya mengangkat bahu. “Mungkin. Omong-omong, aku mau tidur dulu, ya, capek banget.” (77/MDC 428)
2) Terjemahan Kurang Sepadan
Dari data kuesioner yang diberikan, terdapat 11 data yang
dinilai kurang sepadan atau 12,63% dari total 95 data. Berikut tabel
sebaran terjemahan kurang sepadan menurut kategori slang yang
ditemukan.
Tabel 4. Sebaran Data Terjemahan Kurang Sepadan
Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah 6 1 - 1 - 1 - - - - 1
Kategori 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah - - - - - 1 1 - - - -
Kategori 23 24 25 26 Jumlah - - - -
Dari kategori penerjemahan slang ‘bloody’, terdapat beberapa
terjemahan yang dinilai kurang sepadan. Seperti terlihat dari data
berikut:
69
Contoh 17 Bsu : ‘OW! OW! OW!’ Holly yelled, rubbing her legs, ‘Could
you at least swing the bloody thing the other way?’ (49/CA 250)
Bsa : “Aduh! Aduh! Aduh!” teriak Holly, menggosok-gosok kakinya. “Tidak bisa ya, mengayunkannya ke arah lain?” (49/MDC 319)
Dalam Bsu terlihat bahwa penutur menggunakan bloody untuk
menunjukkan ketidaksukaannya pada thing yang membuatnya
kesal. Sedangkan dalam terjemahan tidak terlihat adanya
penekanan terhadap sesuatu tersebut. Meskipun penerjemah
menggunakan artikel nya sebagai pengganti thing namun makna
keterangan yang terkandung dinilai kurang sepadan karena
terjemahan yang dihasilkan tidak sepenuhnya menyampaikan
makna ketidaksukaan yang dirasakan oleh penutur.
Begitu pula dengan contoh data berikut:
Contoh 18
Bsu : Chris shook his head and yelled from h is office, ‘Does anybody in this bloody o ffice ever do any work?’ (84/CA 427)
Bsa : Mendengar pembicaraan mereka, Chris menggeleng-geleng dan berteriak dari kantornya, “Nggak pernah ada yang kerja di kantor ini, ya?” (84/MDC 537)
Dalam data diatas, penerjemah tidak memberikan bentuk
sepadan dari bloody sebagai keterangan office. Secara makna,
terjemahan di atas dinilai bisa cukup menyampaikan maksud si
70
penutur, dilihat dari penggunaan kalimat utuhnya. Namun
penerjemah sebetulnya bisa mengakomodasi bentuk blood y dalam
terjemahan, semisal KANTOR ini. Dengan menggunakan cetakan
huruf kapital setidaknya bisa membantu pemahaman bahwa orang
yang mengucapkan tuturan memberi tekanan pada hal tersebut.
Data terjemahan kurang sepadan lain terdapat pada data dari
kategori 2, sebagai berikut:
Contoh 19
Bsu : ‘Hiya, can I have twenty Benson an d- ‘ (41/CA 181) Bsa : “Ya, boleh minta rokok Benson isi dua puluh dan- “
(41/MDC 234)
Makna ‘Hiya’ kurang tersampaikan secara sepadan dalam
terjemahan Ya. Dalam data tersebut, penutur mengungkapkan
maksudnya untuk membeli rokok dengan cara menarik perhatian
penjual terlebih dahulu dengan memberikan sapaan.
Berikutnya terdapat data terjemahan ‘dry shite’ selain yang
terdapat dalam (contoh 14) yang dinilai kurang sepadan.
Contoh 20
Bsu : ‘Why not? The dryshite. That’s two years now he’s gon e missing. What’s he up to?’ Paul asked loudly, a t the same time mouthing his order to the barman. (88/CA 444)
Bsa : “Ah, mengapa tidak? Dasar bangsat. Apa lagi ulahnya sekarang?” Tanya Paul dengan nyaring. (88/MDC 558)
71
Terjemahan dasar bangsat dinilai tidak sepadan untuk
menyampaikan makna sebenarnya (lih . Contoh 14). Pilihan kata
yang digunakan oleh penerjemah dinilai mempunyai arti yang
berlebihan dari makna sebenarnya untuk menyebut seseorang
menmbosankan.
Selain kasus penerjemahan ‘dry shites’ di atas, satu dari dua
penerjemahan slang ‘feck off’ juga dinilai kurang sepadan makna
karena perbedaan konteks bacaan. Dalam terjemahan yang
pertama, ‘feck off’ yang mempunyai arti get lost diterjemahkan
dengan sepadan menggunakan tuturan pergi sana , seperti terlihat
pada data di bawah:
Contoh 21
Bsu : ‘Ah, wou ld you ever feck off!’ Holly heard Sharon screaming at someone tried to drag her into the pool. (51/CA 260)
Bsa : “Ah, pergi sana!” Holly mendengar Sharon berteriak pada salah seorang cewek anggota Brigade Barbie waktu berusaha menyeretnya ke kolam renang. (51/MDC 331)
Sedangkan terjemahan slang yang sama pada data berikut
dinilai kurang mempunyai makna yang sepadan dengan makna
asli.
Contoh 22
Bsu : ‘Feck off,’ she snap ped (30/CA 109) Bsa : “Diam kau,” (30/MDC 142)
72
Meskipun tidak sepenuhnya tidak sepadan karena penutur juga
bermaksud meminta orang yang berbicara tersebut diam, namun
makna sebenarnya juga meminta orang tersebut untuk kemudian
pergi.
3) Terjemahan Tidak Sepadan
Dari total data kuesioner sebanyak 95 data, ditemukan
sejumlah 3 data atau 2,10%. 2 data yang dinilai tidak sepadan
diantaranya terdapat pada kategori yang sama, yaitu kategori
penerjemahan slang ‘local’, sedangkan 1 data yang lain terdapat
pada kategori penerjemahan slang ‘quid’.
Tabe l 5 . Sebaran Data Terjemahan Tidak Sepadan
Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah - - - - - - - - - - 1
Kategori 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah - - - - - - 2 - - - -
Kategori 23 24 25 26 Jumlah - - - -
Pada penerjemahan slang ‘local’ yang mempunyai makna the
nearest (lih. Contoh 15), data-data berikut tidak mempunyai
padanan makna yang tepat dalam terjemahannya.
73
Con toh 23
Bsu : First thing to do was to go down to her local hairdresser and pray they cou ld squeeze her in. (13/CA 22)
Bsa : Hal pertama yang harus dia lakukan adalah pergi ke salon dan berharap mereka bisa menyelipkannya di tengah jadwal yang pasti padat. (13/MDC 35)
Makna the nearest tidak terlihat dalam terjemahan baik dalam
bentuk maupun makna (tersirat sekalipun). Penerjemah sebenarnya
bias memasukkan kata terdekat atau setempat sebagai keterangan
yang bermakna sepadan.
Begitu pula dengan data di bawah ini yang dinilai menyimpang
dari makna sebenarnya.
Con toh 24
Bsu : ‘What’s that? Your local bus route?’ (21/CA 59) Bsa : “Apa itu, nomor bus, ya?” (21/MDC 80)
Meskipun bus memang mempunyai nomor pada setiap unit
sebagai tanda pengenal transportasi umum, namun local dalam
data diatas memberikan keterangan untuk bu s route atau jurusan
bus tertentu yang tertera pada setiap unit dan bukan pada nomor
bus-nya.
Penyimpangan juga terlihat pada data berikut:
Con toh 25
Bsu : ‘Well, I bet you all a million Quid tha t it snows today’ Declan said eagerly, glancing around at his brothers and sister. (93/CA 485)
74
Bsa : “Well, aku berani bertaruh satu juta euro hari ini akan turun salju” sergah Declan, memandangi kakak-kakaknya dengan penuh semangat. (93/MDC 609)
‘Quid’ dalam bahasa sumber merupakan slang untuk menyebut
mata uang pound . Terjemahan euro tentu saja menyimpang dari
makna sebenarnya.
3. Tingkat Keberterimaan Makna
Tingkat keberterimaan makna dalam penelitian ini dinilai berdasarkan
skala sebagai berikut:
1) Terjemahan diberi skala 1 (berterima) apabila terjemahan alamiah
dan mengandung kesan style bahasa informal yang sesuai dalam
bahasa sasaran.
2) Terjemahan diberi skala 2 (kurang berterima) apabila terjemahan
kurang alamiah dan kurang mengandung kesan style bahasa
informal yang sesuai dalam bahasa sasaran.
3) Terjemahan tidak berterima apabila terjemahan tidak alamiah dan
tidak mengandung style bahasa informal yang sesuai dalam bahasa
sasaran.
Berikut sebaran rata-rata hasil penilaian data terjemahan pada tingkat
keberterimaan makna.
75
1) Terjemahan Berterima
Dari data kuesioner yang diberikan, terdapat 88 data atau
92,6% dari total 95 data. Berikut tabel sebaran terjemahan
berterima menurut kategori.
Tabe l 6 . Sebaran Data Terjemahan Berterima dalam Makna
Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah 29 9 - 3 8 2 3 6 2 2 -
Kategori 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah 1 1 1 1 1 2 5 2 1 1 1
Kategori 23 24 25 26 Jumlah 1 1 1 1
Pada sebaran data terjemahan berterima, jumlah paling banyak
muncul adalah pada kategori penerjemahan slang ‘bloody’, seperti
terlihat pada data berikut:
Con toh 26
Bsu : ‘I look lik e a bloody whale! (4/CA 10) Bsa : “Astaga, aku mirip ikan paus! (4/MDC 19)
Secara eksplisit, tidak terlihat bentuk terjemahan bloody dalam
bahasa sasaran. Namun terlihat bahwa penerjemah memberikan
makna secara implisit dengan memunculkan seruan Astaga. Kata
76
seruan ini memberikan kesan menyangatkan yang bisa diterima
dalam bahasa sasaran.
Selain data diatas, data berikut juga menampilkan kasus yang
serupa.
Con toh 27
Bsu : ‘Don’t know why they’re than king you,’ Leo muttered under his breath. ‘I’m the one who bloody bo ug ht it.’ (22/CA 60)
Bsa : “Mengapa mereka malah berterimakasih padamu?” gerutu Leo pelan. “Kan aku yang membeli kue itu.” (22/MDC 82)
Penerjemah memunculkan kata Kan sebagai awalan tuturan
yang memberikan kesan bahwa penuturnya telah mengeluarkan
suatu usaha dalam melakukan sesuatu (bought)
Terjemahan bloody lain yang dinilai berterima juga terdapat
pada data berikut:
Con toh 28
Bsu : ‘Yeah, it’s just those bloody dreams I had all nigh t. I dreamed I was on boat and on a Lilo, I think it made me seasick .’ (52/CA 270)
Bsa : “Yeah, hanya gara-gara mimpi buruk yang mengganggu tidurku semalaman. Aku bermimpi naik speedboat, lalu naik rakit, pokoknya semacam itulah. Kurasa muntahku ini gara-gara mabuk laut.” (52/MDC 344)
Penggunaan frasa mimpi buruk sebagai terjemahan bloody
dreams sudah sangat dikenal dalam bahasa sasaran. Secara makna
77
maupun bentuk, terjemahan ini dinilai berterima oleh ketiga
pengamat ahli.
Selain data-data dari kategori 1 diatas, terjemahan berterima
juga ditemukan dalam penerjemahan slang ‘Hiya’, yaitu
Con toh 29
Bsu : ‘Oh, hiya , Holly. I didn’t realise an yone had come in.’ (37/CA 149)
Bsa : “Oh, hai, Holly, aku tidak tahu ternyata sudah ada tamu.’ Lelaki itu memandanginya terkejut. (37/MDC 193)
dan
Con toh 30
Bsu : ‘Hiya, hon’ Sharon sa id, g iving her a hug. (38/CA 154) Bsa : “Halo, Say” sapa Sharon sambil memeluknya. (38/MDC
199) Meskipun menggunakan bentuk yang berbeda (Hai dan Halo),
kedua terjemahan dinilai berterima dalam makna karena kesan
sapaan tetap muncul di dalamnya.
Data berikut juga menunjukkan keberterimaan data terjemahan
dengan makna asalnya.
Con toh 31
Bsu : ‘Ooh, but imagine Lennox Lewis in a pair of tights, that little arse dancing arou nd …’ Denise said dreamily. (29/CA 98)
78
Bsa : “Ooh, tapi coba bayangkan Lennox Lewis mengenakan celana ketat, bokongnya yang seksi bergoyang-gayang …” kata Denise sambil membayangkan. (29/MDC 129)
Penerjemahan arse menjadi bokong dinilai berterima dalam
bahasa sasaran untuk menunjukan kesan yang lebih dari makna
asalnya. Seperti terlihat dalam bahasa sumber, penutur
memberikan kesan passion dalam tuturannya. Pemilihan kata
bok ong dinilai lebih menujukkan kesan tersebut daripada, misal,
pantat.
Dalam beberapa terjemahan bentuk slang yang bermakna
makian, penerjemah memberikan padanan kata yang mengandung
kesan makna lebih halus daripada makna yang sebenarnya. Namun,
pemberian padanan itu tetap berterima dalam bahasa sasaran,
seperti terlihat dalam data-data berikut.
Con toh 32
Bsu : ‘My hair looks shite’ (3/CA 10) Bsa : “Rambutku jelek banget” (3/MDC 19)
Frasa jelek ba ng et dinilai mengandung makna yang berterima
meskipun shite mempunyai makna yang lebih kasar dalam bahasa
sumbernya. Kasus yang sama terlihat pada data berikut:
79
Con toh 33
Bsu : ‘Blue Rock . It’s a new alcopop that’s ap pa rently going to be hug e. Tastes lik e shite bu t it’s free all n ight so I’ll bu y the rounds’ (72/CA 364)
Bsa : “Namanya Blue Rock. Minuman soda beralkohol baru yang sepertinya bakal sukses besar. Rasanya tidak enak, tapi karena malam ini minumannya gratis, aku terpaksa membeli banyak.” (72/MDC 460)
Tidak seperti dalam contoh 32, sh ite dalam data diatas bukan
merupakan kata makian terhadap Blue Rock namun merupakan
adjective yang mengikutinya. Oleh karena itu, pemilihan frasa
tidak enak oleh penerjemah sebagai padanan maknanya dinilai
berterima dalam konteks bahasa sasaran.
Contoh lain terlihat dalam data berikut:
Con toh 34
Bsu : ‘But, Jaysus, Holly, when you were coming in the doo r did you see the word “magician” or “ha ir-dresser” on the fron t o f the salon?’ (15/CA 24)
Bsa : “Tapi, astaganaga, Holly, waktu kau masuk ke sini tadi, memangnya kau melihat tulisan ‘tukang sulap’ atau ‘penata rambut’ di bagian depan salon?” (15/MDC 36)
Begitu pula dalam data sejenis berikut:
Con toh 35
Bsu : ‘”Jaysus” I says, I’m a hairdresser, not a pla stic surgeon. The only way you’ll look lik e tha t is if you cut out the picture and stap le it to your head.’ (16/CA 24)
Bsa : “ ‘Astaganaga’ tukasku, ‘Aku penata rambut, bukan dokter bedah plastik. Satu-satunya cara Anda bisa terlihat
80
seperti itu adalah kalau Anda menggunting foto itu dan menjepretkannya di jidat’ (16/MDC 37)
Dalam data-data yang termasuk dalam kategori penerjemahan
slang ‘jaysus’, ditemukan terjemahan astaganag a yang muncul
dalam bahasa sasaran. Terjemahan ini dinilai berterima dilihat dari
konteks kalimat yang ada. Penutur kalimat-kalimat itu adalah
seorang penata rambut di sebuah salon. Istilah astagan ag a dinilai
berterima karena penata rambut di salon biasa mengucapkan kata-
kata seperti itu.
Berikut data terjemahan berterima lain yang diambil dari
kategori penerjemahan slang ‘screw’:
Con toh 36
Bsu : ‘Well, screw the doctor, he’s never been bloody pregnant’ Sharon yelled, watching Joh n stormed o ff. (94/CA 486)
Bsa : “Well, masa bodoh dengan dokter itu, dia kan tidak pernah hamil” pekik Sharon ke arah punggung John. (94/MDC 610)
Selain dinilai sepadan dalam makna, selanjutnya terjemahan
masa bo do h untuk slang ‘screw’ juga dinilai berterima oleh para
pengamat ahli. Tidak ditemukan adanya penyimpangan bentuk dan
lagipula, masa bod oh dalam bahasa sasaran juga biasa digunakan
oleh seseorang untuk menunjukan kekesalannya terhadap sesuatu
atau seseorang.
81
2) Terjemahan Kurang Berterima
Dari data kuesioner yang diberikan, terdapat 6 buah data yang
dinilai kurang berterima atau sebanyak 6,3% dari total data yang
ada. Berikut sebarannya.
Tabel 7. Sebaran Data Terjemahan Kurang Berterima dalam Makna
Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah 1 1 3 - - - - - - - -
Kategori 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah - - - - - - 1 - - - -
Kategori 23 24 25 26 Jumlah - - - -
Pada kategori 1, terjemahan kurang berterima ditemukan pada
data dengan kode 24/CA 88/MDC 116 berikut ini:
Con toh 37
Bsu : ‘But tha t’s wha t annoys me even more. Everyone says he can’t help himself or it’s no t his fault, bu t he’s a grown man, Sharon. He’s thirty-six years old. He should bloody well k now when to keep his mou th shut. He says those things deliberately,’ Ho lly fumed. (24/CA 88)
Bsa : “Justru itu yang membuatku semakin kesal padanya. Semua orang berkata dia memang begitu atau bukan salahnya kalau dia begitu. Padahal umurnya sudah tiga puluh enam tahun, Sharon. Umurnya sudah tiga puluh enam tahun. Seharusnya dia tahu kapan harus tutup mulut dan kapan harus mengomentari sesuatu. Dia memang
82
sengaja mengatakan hal-hal itu untuk menyakitiku”, gerutu Holly. (24/MDC 116)
Terjemahan diatas dinilai kurang berterima karena kalimat
yang digunakan terkesan terlalu formal untuk mengungkapkan
kekesalan pada seorang sahabat. Slang ‘bloody’ yang mengikuti
modal should lah yang membuat tuturan tersebut mengandung
kesan informal. Kata Seharusnya bisa diganti dengan Harusnya
untuk mengurangi kesan bahasa formal yang digunakan.
Sedangkan dalam kategori penerjemahan slang ‘Da’, ketiga
data yang ditemukan termasuk kurang berterima makna dalam
bahasa sasaran. Ketiga data tersebut adalah sebagai berikut:
Con toh 38
Bsu : After a few moments he scrun ched up his face as thou gh he was about to cry and screamed, ‘Da’ (54/CA 276)
Bsa : Akhirnya dia mengernyit seperti mau menangis, dan berteriak, “Pak” (54/MDC 352),
Con toh 39
Bsu : He turned aroun d to stare a t it and yelled ag ain, ‘Da!’ (55/CA 277)
Bsa : Anak itu berbalik, memandangi mesin pemotong rumputnya, dan lagi lagi berteriak, “Pak!” (55/MDC 352)
dan
83
Con toh 40
Bsu : ‘Da, I don ’t wanna do this job any more,’ the boy moaned as they carried on to the next hou se. (57/CA 278)
Bsa : “Pak, aku tidak mau kerja begini lagi,” keluh si anak pada ayahnya saat mereka berjalan menuju rumah sebelah. (57/MDC 354)
Dilihat secara berurutan, ketiga data tersebut berada dalam satu
penggalan cerita yang memudahkan peneliti dalam memahami
konteksnya. Para pengamat ahli pun memiliki pendapat yang sama
dalam menilai terjemahan-terjemahan tersebut kurang berterima
dalam bahasa sasaran. Sebutan ‘Da ’ diberikan oleh seorang anak
kepada ayahnya dan melihat keseluruhan bahasanya bisa
disimpulkan bahwa sang anak masih kecil. Sebutan Pak dalam
terjemahannya dinilai kurang berterima meskipun makna ayah bisa
tertangkap dari sebutan Pak tersebut. Hanya saja dengan
menggunakan sebutan Pak , kesan intimate seorang anak dengan
ayahnya dirasa kurang dalam cerita ini. Sebagai koreksinya,
penggunaan padanan Ayah akan terasa lebih berterima.
3) Terjemahan Tidak Berterima
Seperti halnya temuan data tidak sepadan, tiga dari 95 data
yang digunakan dalam penelitian ini dinilai tidak berterima dari
tingkat keberterimaan makna.
84
Tabel 8. Sebaran Data Terjemahan Tidak Berterima dalam Makna
Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah - - - - - - - - - - 1
Kategori 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah - - - - - - 2 - - - -
Kategori 23 24 25 26 Jumlah - - - -
Dalam ketiga data yang sama, yaitu contoh 23, contoh 24 dan
contoh 25 , ketidak sepadanan makna yang muncul menyebabkan
adanya ketidakberterimaan makna pula dalam bahasa sasaran.
4. Tingkat Keberterimaan Bahasa Informal
Untuk mengetahui tingkat keberterimaan bahasa informal yang
terkandung dalam terjemahan, diberikan skala sebagai berikut.
1) Terjemahan diberi skala 1 (berterima) apabila kalimat alamiah dan
mengandung kesan style bahasa informal yang sesuai dengan konteks
bacaan
2) Terjemahan diberi skala 2 (kurang berterima) apabila kalimat kurang
alamiah dan kurang mengandung kesan style bahasa informal sesuai
dengan konteks bacaan.
3) Terjemahan diberi skala 3 (tidak berterima) apabila kalimat tidak
alamiah dan tidak mengandung kesan style bahasa informal yang sesuai
dengan konteks bacaan.
85
Berikut sebaran rata-rata hasil penilaian pembaca awam terhadap
keberterimaan penggunaan bahasa informal data terjemahan dalam
kategori masing-masing.
1) Terjemahan Berterima
Dari 95 data yang diberikan, ditemukan penilaian data terjemahan
berterima sejumlah 62 atau 65,26% dalam persentasi. Sebaran data
bisa terlihat dalam tabel di bawah.
Tabe l 9 . Sebaran Data Terjemahan Berterima dalam Bahasa Informal
Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah 22 9 2 1 4 2 - 3 2 1 1
Kategori 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah 1 - 1 - - 1 6 2 - 1 -
Kategori 23 24 25 26 Jumlah 1 1 - -
Berikut beberapa data terjemahan berterima sesuai dengan
kandungan bahasa informal dalam bahasa sasaran menurut pembaca
awam.
Contoh 41
Bsa : “Apa? Toh dia tidak perlu membayar. Tempat ini kan miliknya.” Ciara membela diri. (35/MDC 172)
86
Cara si penutur dalam berbicara dinilai berterima dan mengandung
gaya bahasa informal oleh pembaca awam. Dalam bahasa sasaran,
seseorang yang menggunakan kata toh dan k an dalam berbicara
dianggap bahwa dia berbicara dengan gaya informal. Dalam konteks
pada bahasa sumber-nya pun, si penutur memang sedang berbicara
dengan saudara perempuannya dimana dia bisa menggunakan gaya
informal tersebut.
Data lain terlihat dalam kategori penerjemahan slang ‘Hiya’
berikut:
Contoh 42
Bsa : “Oh, Holly, halo tunggu sebentar, aku pindah ke tempat lain yang lebih tenang dulu” (46/MDC 293)
Penggunaan halo dan ungkapan langsung tanpa basa-basi seperti
yang terlihat dalam terjemahan diatas dinilai berterima untuk
digunakan dalam gaya bicara tidak formal. Kata ganti aku dalam
terjemahan diatas juga dinilai sebagai salah satu ciri bahwa seseorang
menggunakan bahasa informal dalam tuturannya.
Dalam contoh 43 dibawah, sangat jelas terlihat bahwa si penutur
menggunakan pilihan kata seruan yang menunjukan bahwa dirinya
sedang menggunakan bahasa informal.
Bsa : “Kacau” kata Holly sambil mendengus, dan John tertawa mendengarnya. (64/MDC 425)
87
Begitu pula dengan data berikut:
Contoh 44 Bsa : “Kemungkinan besar begitu, tapi masa bodoh dengan mereka.
Masih banyak dosa yang lebih parah daripada belajar merasa bahagia lagi.” (12/MDC 32)
Dengan penjelasan yang sama, ketiga pembaca awam juga menilai
bahwa si penutur memakai pilihan kata seruan yang menunjukkan
bahwa dia sedang berbicara dengan gaya informal. Seruan masa bod oh
ataupun k acau (dalam contoh 43 ) akan dinilai tidak pantas jika
diucapkan dalam situasi formal seperti rapat dewan atau pidato
presiden.
Data lain yang serupa juga terdapat pada data berikut ini:
Contoh 45 Bsa : “Aku tahu!” sahut Sharon, tertawa. “Dan keluargamu juga
tahu! Masa bodoh dengan mereka semua! Kau tidak akan pernah melihat muka-muka jelek mereka lagi! Untuk apa peduli pada pendapat mereka? Aku saja tidak peduli, bagaimana dengan kau?” (32/MDC 161)
Dalam data berikut, ketiga pembaca awam menilai dengan mutlak
bahwa bahasa yang digunakan oleh penutur menunjukkan gaya
informal yang kentara.
Contoh 46
Bsa : “Tapi perusahan itu memang brengsek. Setiap hari kerjamu cuma mengeluh saja.” (66/MDC 431)
88
Sedangkan dalam data dibawah ini, munculnya sebutan da sar
sinting yang digunakan dalam tuturan menegaskan bahwa penutur dan
orang yang diajak berbicara sedang berada dan menggunakan gaya
bahasa informal.
Contoh 47
Bsa : “Tapi sekarang kan musim dingin, dasar sinting” (73/MDC
460)
Data terjemahan berterima lain menurut pembaca awam adalah
sebagai berikut:
Contoh 48
Bsa : “Dia keren lho, dan paling tidak wajahnya tidak jerawatan seperti John.’ (2/MDC 18)
Dalam klausa pertama terlihat penggunaan kata keren dan lho yang
menandakan gaya bicara informal yang digunakan oleh si penutur.
Hubungan antara penutur dan petutur pun adalah sahabat yang
memungkinkan penggunaan gaya bahasa tersebut.
Data selanjutnya ditemukan dalam data berikut:
Contoh 49 Bsa : “Siapa lelaki menyebalkan itu?” Tanya Holly dengan ekspresi
heran dan Charlie tertawa, senang karena ternyata Holly tidak termakan rayuan Stevie. (83/MDC 525)
89
eejit dalam bahasa sumber yang bermakna idio t diterjemahkan
sebagai lelak i menyebalkan. Secara makna, data terjemahan diatas
dinilai kurang sepadan karena orang yang bodoh belum tentu
menyebalkan. Namun dari segi keberterimaan oleh pembaca awam,
makna menyebalkan yang muncul dalam kalimat dinilai menunjukkan
ciri bahasa informal.
Terjemahan berterima berikutnya terdapat dalam data berikut:
Contoh 50 Bsa : “Ah, pergi sana!” Holly mendengar Sharon berteriak pada
salah seorang cewek anggota Brigade Barbie waktu berusaha menyeretnya ke kolam renang. (51/MDC 33)
Dalam data diatas, ciri penggunaan gaya bahasa informal terdapat
pada penggunaa seruan Ah dan pergi sana. Seperti beberapa data
sebelumnya, data diatas juga mendapatkan penilaian mutlak berterima
dari ketiga pembaca awam.
2) Terjemahan Kurang Berterima
Dari keseluruhan data yang digunakan, peneliti menemukan 33
data yang dinilai oleh pembaca awam kurang berterima. Berikut
sebaran datanya.
90
Tabel 10 . Sebaran Data Terjemahan Kurang Berterima dalam Bahasa Informal
Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah 8 1 1 2 4 - 3 3 - 1 -
Kategori 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah - 1 - 1 1 1 2 - 1 - 1
Kategori 23 24 25 26 Jumlah - - 1 1
Berikut beberapa data terjemahan kurang berterima yang
ditemukan dari penilaian pembaca awam:
Contoh 51
Bsa : “Ooh, tapi coba banyangkan Lennox Lewis mengenakan celana ketat, bokongnya yang seksi bergoyang-gayang …” kata Denise sambil membayangkan. (29/MDC 129)
Berlawanan dengan penilaian para pengamat ahli mengenai data
tersebut, penggunaan bokong dinilai oleh pembaca awam kurang
berterima untuk digunakan karena terkesan terlalu vulgar dalam bahasa
sasaran.
Begitu pula dengan data dibawah ini:
Contoh 52
Bsa : “Astaganaga, Holly!’ (14/MDC 35)
91
Penggunaan seruan Astaganaga dinilai oleh para pembaca awam
kurang berterima dengan setting tuturan novel. Seruan tersebut
memang mengandung kesan informal, namun penggunaannya dalam
setting tahun 2003 dalam novel dan dipakai di salon oleh penuturnya
dianggap kurang tepat karena sudah jarang dan terlalu berlebihan.
Selanjutnya, data berikut juga dinilai oleh pembaca awam kurang
berterima karena pemunculan sebutan go blok yang digunakan oleh
penutur.
Contoh 53
Bsa : “Lho, pesta Natal yang selalu kita hadiri setiap taun, goblok.” (85/MDC 538)
Sebutan go blok yang diucapkan seorang wanita untuk sahabat
wanitanya dalam data tersebut dinilai kurang berterima karena terlalu
kasar dan berlebihan untuk diucapkan.
3) Terjemahan Tidak Berterima
Dari keseluruhan data terjemahan yang digunakan dalam penelitian ini,
peneliti tidak menemukan data yang dinilai tidak berterima menurut
keberterimaan penggunaan bahasa informal oleh pembaca awam.
92
Tabel 11 . Sebaran Data Terjemahan Tidak Berterima dalam Bahasa Informal
Kategori 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jumlah - - - - - - - - - - -
Kategori 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah - - - - - - - - - - -
Kategori 23 24 25 26 Jumlah - - - -
Berikut rincian hasil penelitian mengenai jumlah dan presentasi
penilaian terhadap kualitas data terjemahan dalam novel P.S. I Love You .
Tabel 12 . Jumlah dan Persentasi Penilaian Kualitas Data
NO Kesepadanan Makna Keberterimaan Makna Keberterimaan Bahasa Informal
1 Skala Jumlah Data
Persentasi Skala Jumlah Data
Pesentasi Skala Jumlah Data
Persentasi
Sepadan (1- 1,3)
81 85,26% Berterima (1-1,3)
86 90,52% Berterima (1-1,3)
62 65,26%
Kurang Sepadan (1,6-2,3)
11 12,63% Kurang Berterima (1,6-2,3)
6 6,31% KurangBerterima (1,6-2,3)
33 34,73%
Tidak Sepadan (2,6-3)
3 2,10% T idak Berterima (2,6-3)
3 2,10% T idak Berterima (2,6-3)
0
T otal 95 95 95
93
D. Pe mbahasan
Dalam sub bab ini, peneliti menyajikan pembahasan hasil penelitian
terhadap kesepadanan makna terjemahan dan keberterimaan terjemahan
dilihat dari makna dan kandungan style bahasa informal. Dari presentase hasil
penelitian yang dihasilkan, terlihat bahwa terjemahan slang dalam novel P.S. I
Love You bisa dikategorikan sebagai terjemahan yang memiliki kualitas baik.
Namun demikian, diperlukan tinjauan-tinjauan teori yang dapat menguatkan
hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas. Oleh karena itu, dalam sub bab
ini, peneliti melakukan tahap analisis terakhir, yaitu mengkorelasikan hasil
penelitian dengan teori-teori yang ada.
Pembahasan hasil penelitian ini berfokus pada pembahasan mengenai
kualitas terjemahan yang terdapat pada data-data terjemahan yang dianalisa
dengan dibagi dalam aspek (1) kesepadanan makna, (2) keberterimaan makna,
dan (3) keberterimaan style bahasa informal.
1. Kesepadanan Makna
Dari hasil penelitian, peneliti menemukan sejumlah 85,26% atau
81 dari 95 data terjemahan yang dianalisis memiliki kesepadanan makna
yang tepat. Dalam data-data yang dinilai sepadan ditemukan penggunaan
teknik penerjemahan reduction, variation dan calque baik secara terpisah
maupun bersamaan. Dalam analisa, peneliti menemukan bahwa tidak ada
terjemahan yang sepadan dalam bentuk slang dalam bahasa sasaran. Hal
ini disebabkan oleh adanya perbedaan budaya bahasa sumber dan bahasa
94
sasaran; bentuk slang yang digunakan dalam bahasa sumber pun berbeda
dengan yang digunakan dalam bahasa sasaran. Secara natural,
penerjemahan unit linguistik yang memuat aspek budaya seperti ini
menggunakan teknik yang bisa menghasilkan padanan makna yang sesuai
dan berterima pula dalam bahasa sasaran. Seperti halnya definisi
penerjemahan oleh Nida dan Taber (dalam Widyamartaya, 1989) yang
mengungkapkan bahwa “Translation consists in reproducing …., first in
terms of meaning and secondly in terms o f style. “ ; bentuk merupakan hal
kedua setelah makna yang dipertimbangkan dalam menerjemahkan suatu
unit linguistik.
Penerjemah banyak menggunakan teknik reduction, calque dan
variation dalam menerjemahkan bentuk slang yang merupakan kasus
tersendiri karena berkenaan dengan unsur budaya dalam novel ini. Dalam
kategori 1, slang ‘blood y’ yang memiliki bentuk sebagai kata sifat dalam
bahasa sumber tidak memiliki padanan bentuk yang sama dalam bahasa
sasaran. Penerjemah menggunakan bentuk dan makna ad jective yang
muncul mengikuti kata benda sesuai dengan konteks tuturan. Hal tersebut
terlihat pada contoh 3 dan contoh 4 ketika penerjemah memilih pemakaian
padanan sialan dan brengsek untuk contoh 5 dan contoh 6. Sedangkan
penggabungan adjective dan noun terlihat sama dengan menggunaakan
teknik calque.
Terjemahan sepadan lain menggunakan teknik naturalized
borrowing pada penerjemahan slang ‘Hiya’. Secara unit linguistik dan
95
makna, terjemahan halo ataupun hai dinilai sepadan meskipun keduanya
bukan merupakan bentuk slang dalam bahasa sasaran.
Sedangkan dalam data terjemahan kurang sepadan, peneliti
menemukan adanya penghilangan bentuk yang menyebabkan adanya
makna yang tidak tersampaikan. Seperti terlihat pada contoh 17 dan
contoh 18 , makna dari slang ‘bloody’ kurang terlihat dalam terjemahan.
Meskipun tuturan makna strengthening dari slang tersebut tidak
seluruhnya hilang, seharusnya penerjemah bisa menyampaikan makna
dengan memberikan bentuk padanan yang lain, semisal memberikan
penekanan dengan penulisan huruf kapital.
Selain itu, data terjemahan kurang sepadan yang lain seperti
terlihat pada contoh 19, contoh 20 dan contoh 21 disebabkan oleh kurang
tepatnya pemilihan kata sebagai padanan. Kurang tepatnya pemberian
padanan kata muncul karena penerjemah kurang jeli dalam memahami
makna implisit dari makna slang dalam data-data tersebut. Seperti dalam
contoh 22 , makna sebenarnya dari slang feck off kurang tersampaikan
dalam bahasa sasaran meskipun secara eksplisit si penutur berseru agar
orang yang berbicara tersebut diam. Namun, makna implisit yang juga
merupakan makna sebenarnya dari slang tersebut tidak tersampaikan
sehingga menyebabkan seolah-olah penutur hanya bermaksud meminta
seseorang tersebut untuk diam.
Berikutnya, dalam ketiga data tidak sepadan yang ditemukan
dalam hasil penelitian disebabkan karena penerjemah tidak memberikan
96
padanan atau memberikan padanan yang artinya menyimpang sama sekali.
Dalam contoh 23, slang yang muncul dalam bahasa sumber tidak
diberikan padanan sehingga makna tidak tersampaikan. Sedangkan dalam
data contoh 24 dan contoh 25, penerjemah melakukan kesalahan fatal
dengan memberikan padanan yang sama sekali menyimpang dari makna
aslinya.
Dari pembahasan mengenai kesepadanan makna terhadap data
yang digunakan, disimpulkan bahwa penggunaan teknik penerjemahan
calque untuk tuturan slang dalam novel P. S. I Love You menghasilkan
terjemahan yang secara umum sepadan, sedangkan penggunaan teknik
reduction berpengaruh pada kurang sepadannya terjemahan yang
dihasilkan.
2. Keberterimaan Makna
Selain kesepadanan, keberterimaan makna dalam bahasa sasaran
menentukan kualitas suatu terjemahan. Rangkaian tuturan yang digunakan
sebagai padanan bahasa sumber dalam terjemahan harus dapat diterima
dalam makna dan penggunaannya dilihat dari aspek sosial dan budaya.
Teks dalam penelitian ini adalah sebuah novel yang tentu saja memiliki
kandungan budaya dan norma sosial sesuai dengan setting yang digunakan
di dalamnya. Seperti pernyataan Kusmaul (1995) bahwa bentuk suatu teks
dipengaruhi oleh situasi dan budaya suatu teks berasal, begitu pula teks
yang digunakan dalam penelitian ini mengandung aspek sosial dan budaya
97
yang melatarbelakanginya. Dalam mengatasi kasus perbedaan kebudayaan
ini, penerjemah menggunakan teknik variation dalam menerjemahkan
tuturan slang dengan memberikan terjemahan yang mempertimbangkan
dialek sosial bahasa sasaran. Hal ini berpengaruh pada kualitas terjemahan
dilihat dari keberterimaannya dalam budaya bahasa sasaran.
Dalam penelitian ini, persentase terjemahan berterima adalah
sebanyak 90,52% dari keseluruhan data terjemahan, sedangkan persentase
terjemahan kurang berterima adalah 6,31% dan persentase terjemahan
tidak berterima sebanyak 2,10%.
Dalam terjemahan berterima, penerjemah memberikan padanan
dalam bentuk dan makna yang berterima sesuai dengan budaya dalam
bahasa sasaran. Pada beberapa data yang memiliki makna kurang sepadan,
keberterimaan bisa ditemukan karena adanya pemunculan kandungan
aspek sosial dalam padanan yang dianggap sesuai dengan budaya bahasa
sasaran berkaitan dengan konteks situasinya. Pada contoh 17 dan contoh
22, makna kurang sepadan yang muncul dalam terjemahan tetap bisa
dinilai berterima karena pilihan padanan yang mengandung makna yang
bisa diterima dalam bahasa sasaran.
Sedangkan yang muncul sebagai terjemahan yang kurang
berterima ditemukan dalam data-data yang berkebalikan dengan
penjelasan sebelumnya. Pada contoh 48, contoh 49 dan contoh 50 ,
kesepadanan makna tidak selalu menjamin keberterimaan makna dalam
bahasa sasaran. Meskipun makna ‘Da’ diterjemahakan secara sepadan
98
dengan terjemahan Pak , keberterimaan dari konteks tuturan dinilai kurang
berterima. Dalam bahasa sasaran, sebutan Pak dinilai kurang memberikan
makna keintiman antara seorang anak kepada ayahnya, meskipun memang
tidak semua anak menggunakan panggilan Pa atau Yah sebagai panggilan
terhadap ayahnya yang dinilai lebih berterima karena mewakili makna
keintiman yang ada.
Terjemahan tidak berterima muncul pada terjemahan yang tidak
memiliki padanan makna yang tepat. Tidak adanya makna yang
seharusnya muncul tentu saja membuat makna hilang dan selanjutnya
tidak berterima. Sedangkan penyimpangan makna tentu saja berpengaruh
pada keberterimaan makna yang dihasilkan dalam bahasa sasaran. Berbeda
dengan data pada contoh 17 dan contoh 22 yang memiliki koherensi
situasi dengan makna kalimat sekitarnya sehingga kekurang sepadanan
makna terjemahan bisa dinilai berterima, terjemahan local pada contoh 24
tidak memiliki koherensi situasi dengan makna di sekitarnya sehingga
terjemahan nomor bus pun menjadi tidak berterima dalam bahasa sasaran.
3. Keberterimaan Style Bahasa Informal
Berbeda dengan hasil penilaian keberterimaan makna yang dinilai
oleh para pengamat ahli, penilaian terhadap keberterimaan style bahasa
informal yang digunakan dalam terjemahan dilakukan oleh pembaca awam
yang membaca terjemahan tanpa melihat bahasa sumbernya.
99
Dari hasil kuesioner yang diberikan kepada para pembaca awam,
terjemahan yang dinilai berterima dengan penggunaan style bahasa
informal dalam bahasa sasaran adalah sejumlah 65,26% dan sisanya
merupakan jumlah persentase terjemahan yang kurang mengandung
keberterimaan dalam penggunaan bahasa menurut style bahasa informal.
Pembaca awam menilai bahwa terjemahan-terjemahan yang dinilai
berterima sesuai dengan style informal bahasa sasaran adalah yang
mengandung penanda-penanda bahasa informal seperti penggunaan kata
ganti aku , kamu , sebutan sialan, gombal, ataupun sapaan hai atau Say.
Dalam hal ini penerjemah berhasil mengakomodasi kesan informal yang
menjadi ciri slang meskipun beberapa slang tidak memiliki padanan dalam
bentuk yang sama dalam bahasa sasaran.
Sedangkan 34,73% sisa data yang merupakan terjemahan yang
dinilai kurang mengandung kesan informal merupakan bukti lain bahwa
penerjemah masih kurang jeli dalam memberikan terjemahan yang
berterima pada beberapa data yang ditemukan. Kekurang jelian
penerjemah seringkali terlihat pada data-data yang mengandung penanda
informal namun tidak koheren dengan pola kalimat formal disekitarnya,
seperti pada contoh 1. Kata Baik lah dan mematikan dinilai kaku dan
kurang berterima untuk menemani penanda aku dan sialan yang berkesan
informal dalam kalimat ini. Tuturan Ok, biar k umatikan lampu sialan ini
akan dirasa lebih informal daripada tejemahan yang diberikan oleh
penerjemah sebagai padanan Fine then, I’ll turn off the bloody light.
100
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini, peneliti memaparkan mengenai simpulan yang diperoleh dari
hasil penelitian dan pembahasan serta memberikan saran yang diharapkan bisa
memberi kontribusi membangun dalam perkembangan dunia penerjemahan.
A. Simpulan
Setelah melakukan proses penelitian sebagaimana yang tercantum dalam
langkah-langkah penelitian dalam bab III, peneliti mendapatkan hasil penelitian
beserta pembahasan mengenai kualitas terjemahan dilihat dari kesepadanan dan
keberterimaan makna serta keberterimaan bahasa informal yang digunakan seperti
yang telah disajikan dalam bab IV.
Peneliti menggunakan sejumlah 95 data tersampling yang dibagi menjadi 26
kategori, yaitu (1) Penerjemahan slang ‘bloody’ sejumlah 30 data, (2) Penerjemahan
slang ‘Hiya’ sejumlah 10 data, (3) Penerjemahan slang ‘Da’ sejumlah 3 data, (4)
Penerjemahan slang ‘arse’ sejumlah 3 data, (5) Penerjemahan slang ‘shite’ sejumlah
8 data, (6) Penerjemahan slang ‘dry shite’ sejumlah 2 data, (7) Penerjemahan slang
‘Jaysus’ sebanyak 3 data, (8) Penerjemahan slang ‘screw’ sejumlah 6 data, (9)
Penerjemahan slang ‘kip’ sejumlah 2 data, (10) Penerjemahan slang ‘nuts’ sebanyak 2
data, (11) Penerjemahan slang ‘quid’ sejumlah 1 data, (12) Penerjemahan slang ‘ride’
sejumlah 1 data, (13) Penerjemahan slang ‘scarlet’ sejumlah 1 data, (14)
101
Penerjemahan slang ‘eejit’ sejumlah 1 data, (15) Penerjemahan slang ‘dope’ sejumlah
1 data, (16) Penerjemahan slang ‘feck’ sejumlah 1 data, (17) Penerjemahan slang
‘feck off’ sejumlah 2 data, (18) Penerjemahan slang ‘local’ sejumlah 8 data, (19)
Penerjemahan slang ‘grand’ sejumlah 2 data, (20) Penerjemahan slang ‘dodgy’
sejumlah 1 data, (21) Penerjemahan slang ‘wreck’ sejumlah 1 data, (22)
Penerjemahan slang ‘oddball’ sejumlah 1 data, (23) Penerjemahan slang ‘dump’
sejumlah 1 data, (24) Penerjemahan slang ‘knackered’ sejumlah 1 data, (25)
Penerjemahan slang ‘eefing and blinding’ sejumlah 1 data, dan (26) Penerjemahan
slang ‘balls’ sejumlah 1 data.
Terjemahan slang dalam bahasa sasaran menggunakan variasi teknik
reduction, calque, variation, dan naturalized borrowing. Penggunaan teknik
reduction berpengaruh pada kekurang sepadanan makna dalam terjemahan,
sedangkan terjemahan sepadan banyak ditemukan dari hasil penggunaan teknik
calque dan naturalized borrowing. Perbedaan kebudayaan berpengaruh pada
keberterimaan dalam penggunaan bahasa, dalam hal ini tuturan slang yang
ditemukan. Penerjemah dinilai cukup berhasil mengatasi masalah tersebut dengan
menggunakan teknik variation dalam menerjemahkan slang bahasa sumber ke bahasa
sasaran.
Dari penilaian terhadap kesepadanan makna terjemahan, terdapat 81 data atau
85,26% dari keseluruhan jumlah data yang termasuk dalam tingkat makna sepadan,
11 data atau 12,63% dari 95 data dinilai ke dalam tingkat makna kurang sepadan,
102
sedangkan sisa 3 data atau 2,10% merupakan data dengan tingkat kesepadanan
rendah.
Pada tinjauan keberterimaan makna, persentase tertinggi ditemukan pada
tingkat keberterimaan berterima dengan 90,52% atau 86 dari 95 data. 6 data lain
termasuk dalam tingkat keberterimaan makna kurang dan sisa 2,10% merupakan data
terjemahan yang mempunyai tingkat keberterimaan makna rendah.
Sedangkan penilaian keberterimaan dalam penggunaan bahasa informal
terbagi dalam tingkat berterima (65,26%) dan kurang berterima (34,73%). Dengan
skala penilaian 1-3, tidak ditemukan adanya terjemahan yang dinilai dalam tingkat
keberterimaan rendah.
Dari jumlah data dan persentase yang ditemukan dalam hasil penelitian, dapat
disimpulkan bahwa terjemahan slang dalam novel P.S. I Love You ke dalam
terjemahannya memiliki rata-rata kualitas baik.
B. Saran
Meskipun rata-rata kualitas terjemahan yang dihasilkan dalam penerjemahan
slang dalam P.S. I Love You termasuk dalam kategori baik, munculnya data-data
dengan penilaian rendah harus tetap menjadi evaluasi bagi penerjemah pada
khususnya dan pengamat ahli di bidang penerjemahan pada umumnya.
Dalam mencari padanan makna yang tepat, penerjemah perlu menggunakan
sebanyak mungkin referensi mengenai materi yang akan diterjemahkan. Selain
103
kamus, penggunaan dokumen-dokumen lain yang terkait dengan materi yang akan
diterjemahkan akan sangat membantu penerjemah untuk bisa melihat makna dari
berbagai sudut pandang dan beragam konteks situasi yang bisa muncul. Kesalahan
kecil yang muncul karena penerjemah kurang jeli dalam menemukan padanan yang
sebenarnya ada membuat penilaian kualitas terjemahan dan secara tidak langsung
terhadap penerjemah sendiri berkurang.
Penguasaan teori dan ketrampilan bahasa sasaran juga perlu diperhatikan bagi
penerjemah sehubungan dengan kemampuan untuk menilai keberterimaan makna
dalam bahasa sasaran. Seperti halnya penanda bahasa yang dimiliki bahasa sumber,
bahasa sasaran pun memiliki penanda-penanda bahasa yang berpengaruh pada
korelasi dan koherensi makna dengan konteks serta pada gaya bahasa yang
digunakan.
104
DAFTAR PUSTAKA
Ahern, Cecelia. 2008. P.S. I Love You (Alih Bahasa: Monica Dwi Chresnayani). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Ahern, Cecelia. 2007. P.S. I Love You. London: Clays Ltd Allan, Keith and Burridge, Kate. 2006. Forbidden Words: Taboo and the
Censoring of Language. Cambridge: Cambridge Univ. Press Baker, Mona. 1992. In Other Words: A Coursebook on Translation. London:
Routledge Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group. Bussman, Hadumod. 1996. Routledge Dictionary of Language and Linguistics.
London: Routledge Crystal, David. 1995. The Cambridg e Encyclopedia of the English Language.
Cambridge: Cabridge Univ. Press Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1994. Kamus Besar Bahasa
Indonesia: Ed isi Kedua. Jakarta: Balai Pustaka. Fromkin, Victoria, Rodman, Robert, and Hyams, Nina. 2003. An Introduction to
Language: 7th Edition. Massachusetts: Wadsworth Thomson Corporation.
Hoed, Benny Hoedoro. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Jakarta: PT.
Pustaka Jaya House, Juliane. 2001. “Translation Quality Assessment: Linguistic Description
versus Social Evaluation”. dalam Meta: Translator’s Journal. XLVI, 2 Keraf, Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik (Edisi Keempat). Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Kussmaul, Paul. 1995. Training The Translator. Amsterdam: John Benjamins
B.V.
105
Merriam Webster. 2006. Merriam Webster’s Dictionary AND Thesaurus. Massachusets : Merriam Webster Inc.
Moentaha, Salihen. 2006. Bahasa dan Terjemahan. Jakarta: Kesaint Blanc. Molina, Lucina & Albir, Amparo Hutardo. 2002. “Translation Techniques
Revisited: A Dynamic and Functionalist Approach”. dalam Meta: Translators’ J ournal. XLVII, 4.
Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. 2006. Komunikasi Antar Budaya:
Panduan Berkomunikasi denga n Orang-Orang Berbeda Buda ya . Bandung: PT Rosdakarya.
Nababan, M. Rudolf. 2008. Teori Menerjemah Bahasa Inggris. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. London: Prentice Hall ___ __________. 1981. Approaches to Translation. Oxford: Pergamon Press Nida, Eugene A and Taber, Charles R. 1982. The Theory and Practice of
Translation. Leiden: E.J. Brills Orsted, Jeannette. 2001. “Quality and Efficiency: Incompatible Elements in
Translation Practice”. dalam Meta: Translator’s Journal. XLVI, 2. Oxford Thesaurus, The. An A-Z Dictionary of Synonyms. Pdf. file Riazi, A. 2002. “The Invisible in Translation: The Role of Text Structure.”
(makalah dalam The First International Conference on Language, Literature, and Translation in The Third Millenium). dalam Translation Journal pada www.accurapid.com diakses pada 17 September 2008.
Robinson, Douglas. 2003. Becoming A Translator: An Introduction to The
Theory and Practice of Translation. Cornwall: MPG Books Ltd. Simatupang, Maurits. 2000. Pengantar Teori Terjemahan. Jakarta: Depdiknas
Dikti. Sutopo, H.B. 1996. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar Teori dan
Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press. Valero-Garces, Carmen. 2002. “Translating as an Academic and Professional
Activity” dalam Meta: Translator’s Journal. XLV, 2 Widyamartaya, A.1989. Seni Menerjemahkan . Yogyakarta: Penerbit Kanisius
106
Wojowasito, S, dkk. 1974. Kamus Umum Inggeris – Indonesia . Jakarta: Penerbit Cypress.
www.dublindictionary.htm diakses pada 26 November 2008 www.summerhill.co.uk. diakses pada 5 Mei 2009
Top Related